Anda di halaman 1dari 7

Rehabilitasi pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

Rehabilitasi paru adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang memerlukan ilmu
kedokteran toraks dan ilmu rehabilitasi medis; dimana ilmu kedokteran toraks merupakan sebuah
sub spesialis dari ilmu penyakit dalam, aturan ilmiah dari rehabilitasi medis ditemukan pada
tahun 1994. Sebagai konsekuensi, rehabilitasi paru tetap merupakan sebuah seni jangka panjang
dibandingkan kedokteran yang berdasarkan ilmiah. Saat ini, bukti ilmiah untuk keefektifitasan
rehabilitasi paru semakin berkembang. Studi dengan desain yang baik telah dimulai sejak tahun
1980-an, sehingga pernyataan kemanjuran dari program rehabilitasi paru mungkin dapat dibuat
dengan tingkat kepastian yang tinggi. Perkembangan penatalaksanaan PPOK saat ini, seperti
transplantasi dan pembedahan untuk mengurangi volume, telah meningkatkan ketertarikan pada
rehabilitasi paru. Sekarang ini, semua bukti ilmiah yang ada menunjuk kepada fakta bahwa
rehabilitasi paru muncul sebagai bagian dari penatalaksanaan PPOK. Meskipun sebagian besar
percobaan klinik telah dilakukan pada pasien dengan keluhan sedang sampai parah, efek
signifikan dapat diantisipasi pada semua tingkat keparahan penyakit, termasuk pada tingkat
ringan dan yang sangat parah. Terapi oksigen kronik dan bantuan ventilasi, yang mana sering
dipertimbangkan sebagai bagian dari program rehabilitasi paru, didiskusikan pada bab 15 dan 17,
dan tidak akan ditampilkan pada bab yang sekarang. Aplikasi dari intervensi ini selama latihan,
bagaimana pun akan didiskusikan.

Definisi dan rasional

Banyak organisasi telah mengusulkan definisi dari rehabilitasi paru. Definisi-definisi


tersebut pertama kali dipakai pada pasien dengan PPOK, meskupun mereka secara jelas juga
dilakukan pada pasien-pasien yang lainnya, seperti pasien dengan penyakit paru interstisial,
kifoskoliosis, mukovidosis atau kelainan sistemik. Gabungan perwakilan dari European
Respiratory Society (ERS) dan American Thoracic Society (ATS) mendefinisikannya sebagai
berikut.

Rehabilitasi paru memiliki dasar ilmiah, multidisiplin, dan merupakan komprehensif


intervensi bagi pasien dengan penyakit paru kronik yang mana bersifat simptomatik dan sering
meningkatkan aktivitas sehari-hari. Tergabung dengan terapi individual dari pasien, rehabilitasi
paru dirancang untuk mengurangi gejala, mengoptimalkan status fungsi, meningkatkan
partisipasi, dan mengurangi biaya berobat melalui stabilisasi atau menghilangkan manifestasi
dari penyakit tersebut.

Ini merupakan definisi umum yang mana menekankan bahwa rehabilitasi paru
merupakan sebuah bagian esensial dari manajemen pada pasien PPOK. Hal ini merupakan hal
penting yang dianggap sebagai hal yang berdasar ilmiah. Sebagai tambahan, digarisbawahi
bahwa tujuan dari intervensi ini adalah bukan untuk meningkatkan fungsi paru, tetapi untuk
meningkatkan peran aktif pasien pada kehidupan sehari-hari.
Bagian ini akan fokus terutama pada berbagai aspek pada pasien PPOK seperti
kebanyakan bukti ilmiah diperoleh untuk kategori pasien ini. Sebagai tambahan, PPOK
merupakan penyakit dengan frekuensi paling sering diarahkan ke rehabilitasi paru. Pada
kegunaan dari bagian ini, sebuah konsep operasional dari rehabilitasi paru akan digunakan untuk
membedakan dari definisi yang telah disampaikan oleh American College of Chest Physicians,
National Institutes of Health, atau perwakilan dari ERS dan ATS. Hal ini dilakukan karena
definisi ini sangatlah umum, terdiri dari berbagai kemungkinan aspek dari penatalaksanaan
PPOK, dan tidak menawarkan cara penyelesaian kandidat rehabilitasi dilakukan. Karena itu,
penulis mengusulkan konsep lain yang mana lebih spesifik dan menunjukkan yang mana pasien
dengan PPOK yang merupakan kandidat yang baik untuk rehabilitasi paru dan mana pasien yang
tidak. Masalah utama pada pasien dengan PPOK adalah aliran udara yang terbatas dan
melambatnya aliran ekspirasi. Terapi utama pada pasien PPOK adalah meningkatkan aliran udara
melalui bronkodilator dan agen anti inflamasi. Sejak PPOK diartikan sebagai terbatasnya aliran
udara yang tidak sepenuhnya reversibel, terapi dengan bronkodilator akan jarang sekali
menimbulkan efek substansial. Oleh karena itu, meskipun terapi optimal dengan bronkodilator
dan agen anti-inflamasi, sebuah defisit fungsional (kecacatan atau mungkin fungsi tubuh yang
tidak dapat diperbaiki, penurunan status fungsional, dan gangguan kegiatan) akan seringkali
bertahan. Defisit fungsional ini penting untuk pasien dan berhubungan dengan penurunan angka
survival, gejala yang memburuk, penurunan kualitas hidup, penurunan kapasitas latihan, dan
peningkatan konsumsi medis.

Belakangan ini, kematian pasien PPOK diprediksi paling baik menggunakan skor
gabungan yang juga termasuk, selain FEV1 pada 1 detik, toleransi latihan fungsional (6 menit
jarak berjalan), gejala dari dispneu (Medical Research Council Scale) dan status nutrisi pasien
(BMI).

Terdapat akumulasi bukti yang mengembalikan keadaan dan kelemahan otot sebagai
elemen-elemen penting dalam defisit fungsional ini. Program rehabilitasi paru mengarahkan
defisit fungsional ini dengan sebuah program multidispin dari fisioterapi, latihan, terapi okupasi,
edukasi yang bertujuan untuk meningkatkan manajemen diri dan perhitungan diet. Saat ini,
terdapat bukti ilmiah yang baik dalam hal keefektifitasan latihan.

Telah ditunjukkan bahwa intervensi nutrisi dengan kombinasi dengan latihan dapat
meningkatkan massa lemak bebas pada beberapa sub-grup dari pasien-pasien (lihat di bawah).
Pada spesifik sub-grup dari pasien dengan riwayat baru saja masuk rumah sakit dengan
eksaserbasi akut, terdapat peningkatan bukti bahwa program-program yang menstimulasi
manajemen diri dapat meningkatkan kualitas kesehatan hidup dan tingkat kedatangan kembali.
Namun, secara klinis terdapat komponen-komponen lain dari program rehabilitasi yang juga
efektif pada pasien tertentu, saat ini hanya terdapat sedikit bukti yang sudah divalidasi untuk
meningkatkan variabel luar pada pasien PPOK. Selain itu, tidak ada data yang jelas tentang
bagaimana pasien PPOK harus diseleksi untuk bentuk terapi ini.
Tujuan

Tujuan dari program rehabilitasi paru mengukuti dari deskripsi di atas, seperti bentuk terapi
medis lainnya, terapi ini dapat dilakukan untuk meningkatkan kelangsungan hidup, gejala,
kualitas hidup pada kehidupan sehari-hari dan mengurangi penggunaan alat-alat kesehatan. Bukti
ilmiah untuk masing-masing tujuan akan dibahas kemudian.

Kelangsungan hidup dan peralatan dari sumber peralatan kesehatan

Beberapa studi telah menganalisis kelangsungan hidup dari pasien PPOK dan paru dan faktor-
faktor sistemik yang yang berhubungan dengannya. Perbedaan utama dari kelangsungan hidup
sebuhungan dengan penyakit muncul sebagai post-bronkodilator FEV1. Sebagai determinasi dari
kelangsungan hidup adalah hipoksemua, kapasitas difus, hiperkapneu, dan resistensi vaskular
paru.

Pada sebuah sub-analisis dari percobaan tekanan nafas dengan berselang positif, Wilson et al.
mendemonstrasikan sebuah hubungan antara kematian dan berat badan, secara dominan pada
pasien dengan prediksi FEV1 >47%. Studi lainnya mengkonfirmasi hubungan dari penurunan
berat badan dan kematian pada PPOK. Beberapa penulis menunjukkan bahwa kematian lebih
tinggi pada pasien dengan penurunan FFM (seringkali berekspresi sebagai fungsi tinggi, sebagai
indeks FFM). Pada garis yang sama, sebuah studi baru-baru ini menginvestigasi prediktor dari
kematian menyimpulkan bahwa pertengahan area cross-sectional (berhubungan dengan latihan
otot dan FFM) merupakan prediktor yang kuat tentang kematian, membebaskan onstruksi aliran
udara. Belakangan ini sebuah rancangan skor yang menggabungkan fungsi paru, kapasitas
latihan, dan komposisi tubuh dan gejala telah terlihat untuk memprediksikan kelangsungan hidup
secara lebih akurat.

Studi tersebut telah menguatkan ide bahwa kensekuensi sistemik dari PPOK adalah faktor
penting pada prognosis dan morbiditas dari penyakit tersebut. Studi tersebut juga menyediakan
hal rasional untuk rehabilitasi paru untuk meningkatkan kelangsungan hidup. Sesungguhnya,
rehabilitasi paru yang dilakukan secara tepat dapat meningkatkan kemampuan jarak berjalan,
fungsi otot, mengurangi gejala, dan meningkatkan status nutrisi dan FFM.

Beberapa studi telah menyatakan sebuah efek dari rehabilitasi paru terhadap kelangsungan hidup.
Semua studi-studi tersebut membandingkan kelangsungan hidup pada pasien pada program
rehabilitasi paru dengan sejarah kontrol. Saat ini, bagaimanapun, tidak ada percobaan dengan
prospektif besar, acak, dan terkontrol yang menemukan sebuah efek yang signifikan secara
statistik pada tingkat kelangsungan hidup dengan rehabilitasi paru. Sebuah penjabaran sistematis
belakangan ini menyarankan sebuah penurunan risiko relatif untuk terjadinya keadaan yang
memburuk setelah rehabilitasi paru (reduksi risiko relatif ~30%), tetapi hal ini tidak mencapai
signifikansi statistik. Sebagai konsekuensi, kesimpulan saat ini adalah bahwa hal tersebut belum
didemonstrasikan secara maksimal bahwa rehabilitasi paru meningkatkan kelangsungan hidup
pada pasien PPOK. Hal ini penting untuk dicatat bahwa kepedulian etik tidak dapat mengikuti
pengaturan sebuah studi dari ukuran yang baik untuk mendemonstrasikan efek dari rehabilitasi
paru. Bisa saja dilakukan, beberapa ribu pasien harus ditawarkan rehabilitasi paru. Pentingnya,
sebuah angka yang sama dari pasien seharusnya tidak ditawarkan untuk rehabilitasi untuk
beberapa waktu, yang dapat menjadi tidak diterima, diberikan efek dari rehabilitasi paru dari
hasil relevan lainnya (lihat dibawah).

Hal ini penting untuk menyadari bahwa kebanyakan studi telah dicobakan pada pasien PPOK
stabil. Sebuah penjabaran sistematis yang terfokus pada pasien yang menjalani sebuah program
rehabilitasi mengikuti sebuah pendaftaran ke rumah sakit sehubungan dengan sebuah eksaserbasi
akut menyarankan sebuah pengurangan kematian yang signifikan secara statistik. Hal ini jelas
bahwa dalam skenario ini, risiko mortalitas lebih tinggi jika dibandingkan dengan kondisi stabil,
dan lebih potensial untuk meningkatkan kelangsungan hidup.

Terdapat lebih banyak bukti langsung untuk mendukung efek dari rehabilitasi paru pada
peralatan dari sumber kesehatan. Sebuah studi, berlangsung pada tahun 1980-1n, tidak
mendukung pernyataan ini. Bagaimanapun, terdapat dua percobaan randomisasi terkontrol yang
menunjukkan sebuah keuntungan dari rehabilitasi paru multidisipliner. Sebuah percobaan besar
menunjukkan sebuah keuntungan dari sebuah program manajemen diri, termasuk latihan di
rumah dan banyak komponen dari program regular rehabilitasi paru di saat masuk kembali ke
rumah sakit. Sebagai tambahan, terdapat banyak studi terbuka yang membandingkan peralatan
dari sumber perawatan kesehatan pada tahun awal dan rehabilitasi dengan tahun-tahun
berikutnya, termasuk data dari sebuah studi besar di USA. Lebih lanjut, sebuah percobaan
menunjukkan sebuah penurunan dalam eksaserbasi ringan, sebagai penanganan melalui kartu.
Pada percobaan ini, sebuah kesamaan, non-signifikan, tren terlihat selama reduksi berlangsung di
rumah sakit. Terdapat cukup bukti untuk menyatakan bahwa rehabilitasi paru dapat menurunkan
peralatan dari sumber perawatan kesehatan. Sejak eksaserbasi berhubungan lebih kepada
kerusakan yang cepat dari fungsi paru, hal tersebut dapat dispekulasikan bahwa rehabilitasi paru
dapat mempengaruhi proses perjalanan penyakit. Dari hipotesis ini, bagaimanapun, terdapat
kekurangan dukungan dari data yang kuat.

Gejala

Jika rehabilitasi paru adalah untuk meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien PPOK, dan
bahkan jika hal tersebut tidak meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien PPOK, hejala
seperti kelelahan dan dispneu tetap saja muncul. Terdapat jumlah literature yang menunjukkan
bahwa rehabilitasi paru meningkatkan gejala pada pasien PPOK. Beberapa studi telah
mendemonstrasikan secara jelas bahwa setelah rehabilitasi, dispneu menjadi berkurang saat
istirahat, selama latihan dan selama aktivitas sehari-hari. Empat studi layak untuk dicatat pada
opini penulis sekarang. Pertama, Toshima et al. meneliti tentang 119 pasien dengan PPOK,
secara acak ditempatkan kepada kelompok latihan (n=57) atau kelompok edukasi (n=62). Pasien-
pasien tersebut mengikuti program rehabilitasi selama 8 minggu. Esensinya, studi tersebut
menunjukan bahwa kapasitas latihan, diperhitungkan sebagai ketahanan pada latihan sub-
maksimal, secara jelas meningkat pada kelompok latihan, dimana tidak ada perubahan signifikan
yang terlihat pada kelompok edukasi.

Studi tersebut secara jelas mendemonstrasikan bahwa latihan muncul sebagai elemen aktif dari
terapi rehabilitasi yang bertujuan pada meningkatkan kapasitas latihan pada pasien PPOK.
Signifikansi dari peningkatan kapasitas latihan terlihat pada studi kedua oleh ODonnell dan
Webb. Mereka membandingkan 23 pasien PPOK yang berusia lanjut untuk mengikuti sebuah
program rehabilitasi dengan 13 pasien kontrol yang menerima penatalaksanaan reguler untuk
PPOK. Mereka mempelajari hubungan antara skor dispneu dan beban kerja, mendemonstrasikan
bahwa setelah dilakukan sebuah program rehabilitasi, terdapat signifikansi dari hubungan antara
dispneu dan beban kerja, seperti jika diberikan beban kerja, dispneu akan berkurang. Sebagai
tambahan, pada sebuah tingkat pekerjaan, gejala dari dispneu oada sebuah waktu yang sama
berkurang secara signifikan. Sebuah mekanisme yang mungkin berperan pada dispneu ini dan
meningkatnya kapasitas inspiratori pada pekerjaan yang sama. Penurunan dispneu pada
pekerjaan yang sama adalah ekuivalen setelah latihan ketahanan dan interval.

Studi ini secara jelas menunjukan bahwa dispneu karena latihan berkurang dengan rehabilitasi
paru. Sebagai tambahan, beberapa instrumen lainnya terpusat pada dispneu pada kehidupan
sehari-hari memnunjukan peningkatan setelah latihan. Studi yang dilakukan oleh ODonnell et
al. juga mendemonstrasikan bahwa setelah rehabilitasi paru, tiga skor dispneu klasik, seperti the
Baseline Dyspnea Index, the Oxygen Cost Diagram, dan the MRC Dyspnea Scale, membuktikan
bahwa dispneu selama aktivitas kehidupan sehari-hari juga berkurang. Kemungkinan bukti
ilmiah terbaik dari dispneu pada kehidupan sehari-hari adalah sebuah improvisasi yang secara
klinis relevan pada komponen dispneu dari pertanyaan penyakit paru kronik, yang mana secara
spesifik membuktikan dispneu selama lima aktivitas dengan relevansi particular mengacu pada
pasien secara individu. Selain itu, studi non-randomisasi menyarankan improvisasi dari gejala
dispneu menggunakan bukti spesifik bahwa rehabilitasi paru yang mana saat ini telah
didokumentasikan sangat baik.

Kualitas hidup

Rehabilitasi paru secara jelas meningkatkan kesehatan berhubungan dengan kualitas hidup pada
pasien PPOK. Hal ini didukung oleh berbagai macam pengamatan tentang topik ini sejak tahun
1996. Pada sebuah meta-analisis mengkombinasikan 23 percobaan dalam literature medis,
Lacasse et al, ditemukan peningkatan maksimal pada kapasitas latihan dan kapasitas latihan
dungsional yang berhubungan dengan peningkatan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas
hidup. Saat ini, sebuah penjabaran sistematis oleh Troosters et al menyarankan penambahan
sebuah program rehabilitasi paru sebagai penatalaksanaan dari pasien PPOK dengan dampak
peningkatan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan
dengan penambahan obat-obatan lain. Pada dispneu, bahkan batas yang lebih rendah dari 95%
confidence interval (CI) membesar secara minimal dan klinis dari 0.5 poin (dimana batas
terendah dari CI = 0.73 poin, rata-rata 0.98 poin), dan efek terapi secara keseluruhan dan
substansial lebih besar dibandingkan perbedaan penting secara klinis. Saat ini, hal tersebut
muncul sebagai kesimpulan bukti ilmiah bahwa rehabilitasi paru meningkatkan kualitas hidup
pada pasien-pasien PPOK. Bukti ini dapat membuat pertimbangan penting atas dilakukannya
rehabilitasi paru pada proporsi besar dari pasien PPOK yang telah mengalami penurunan kualitas
hidup. Menariknya, efek dari kesehatan yang berhubungan dengan kualitas hidup terlihat
berdisosiasi dari efek-efek pada toleransi latihan fungsional. Hal ini dapat menghubungkan
perbedaan jumlah waktu latihan dengan efek latihan, atau berhubungand engan fakta bahwa pada
sebagian pasien, efek dari kualitas hidup muncul tanpa efek pada fungsi psikologs. Hal ini
sepertinya berhubungan dengankomponen lainnya, seperti konseling psikologis, terapi okupasi
dan edukasi, yang mana dapat menignkatkan komponen-komponen dari kesehatan yang
berhubungan dengan kualitas hidup tanpa peningkatan sisi psikologis

Komponen-komponen dari program rehabilitasi

Edukasi pasien

Program-program edukasi seringkali menjadi bagian dari program rehabilitasi paru. Bagaimana
pun, edukasi selalu ditemukan untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit mereka
dan tidak diperlukan untuk meningkatkan manajemen diri atau mengubah kebiasaan. Saat ini
hanya terdapat sedikit studi mengenai efek edukasi kesehatan pada pasien PPOK. Studi tersebut
gagal untuk mendemnostrasikan efek positif dari edukasi. Sekarang ini, edukasi lebih fokus
kepada meningkatkan kemampuan manajemen diri. Manajemen diri didefinisikan sebagai
program formal untuk edukasi pasien yang bertujuan untuk mengajarkan keterampilan yang
dibutuhkan untuk menanggulangi penyakit yang diderita, sebagai pedoman perubahan kebiasaan
kesehatan dan kehidupan fungsional. Ketika pasien-pasien berisiko yang masuk rumah sakit
mengikuti program ini, mereka mungkin menghasilkan pengurangan yang signifikan dalam
jangka panjang maupun pendek pada resiko masuk rumah sakit. Sebagai catatan, bagaimanapun
pasien dengan risiko yang lebih sedikit, program ini dapat dipertimbangkan sebagai hal yang
bermanfaat.
Berhenti merokok merupakan intervensi yang penting dalam program rehabilitasi. Improvisasi
tingkah laku, berkurangnya dispneu, berkurangnya produksi sputum dan meningkatnya fungsi
paru merupakan keuntungan dari berhenti merokok. Individu yang merokok lebih rentan
terserang infeksi influenza. Studi kesehatan paru, secara jelas mendemonstrasikan bahwa
berhenti merokok dapat meningkatkan fungsi paru. Berhenti merokok, bagaimanapun sulit
dicapai dan hanya sedikit pasien yang sukses menjalankannya dalam jangka panjang.
Penggantian nikotin sedikit dapat meningkatkan hasil tersebut. Dukungan psikologis dapat
menjadi sebuah keuntungan. Sayangnya para perokok lebih suka untuk menolak ajakan untuk
bergabung dalam program rehabilitasi paru.

Dukungan psikososial

Dukungan psikososial merupakan bagian klasik lainnya dari program rehabilitasi yang fokus
pada pelatihan keterampilan dan pembelajaran tentang manajemen stress. Prevalensi dari
kelainan psikososial pada pasien PPOK tinggi, reaksi yang biasanya terjadi adalah depresi,
ketakutan, dan kecemasan yang berhubungan dengan berkurangnya kapasitas fungsional.
Keuntungan neuropsikologis dari rehabilitasi paru termasuk penurunan secara signifikan atas
depresi, kecemasan, dan peningkatan dalam hal kesehatan. Peningkatan tersebut tampaknya
berhubungan dengan partisipasi program latihan secara kontinu, sejak keuntungan jangka
panjang terlihat hanya pada pasien yang melanjutkan latihan. Psikoterapi, kadang membutuhkan
seorang psikolog atau terapi psikiatri, dan agen psikofarmakologi mungkin dapat membantu
pasien untuk menghambat perkembangan penyakit mereka. Saat ini sedikit sekali studi terkontrol
yang mengidentifikasi keuntungan nyata dari rehabilitasi psikososial. Hal-hal tersebut secara
virtual terlihat seperti efek yang menguntungkan.

Fisioterapi toraks

Teknik yang biasanya digunakan untuk meningkatkan ekpektorasi sputum merupakan teknik
penekanan ekspiratori. Drainasi postural mungkindapat juga menjadi keuntungan. Relevansi dari
perkusi toraks dan vibrasi yang mana direkomendasikan bertahun-tahun telah menjadi
pertanyaan. Efek-efek dari teknik tersebut mungkin dapat bergantung pada frekuensi dimana
vibrasi dan perkusi dilakukan dan frekuensi tersebut mungkin butuh ditingkatkan sampai 16 Hz.
Drainase postural harus dilakukan pada pasien dengan jumlah sputum >30mL per hari, ketika
masalahnya adalah retensi dari sekresi jalan nafas bagian proximal. Hal tersebut harus dicatat,
bagaimanapun, hal tersebut relatif sulit untuk mengukur jumlah produksi sputum. Tidak ada
bukti bahwa drainase postural berguna untuk pasien PPOK dengan jumlah sputum yang lebih
sedikit, dan juga selama eksaserbasi akut dari PPOK atau dengan pneumonia yang tidak
kompleks.

Anda mungkin juga menyukai