Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

ASTHMA-COPD OVERLAP SYNDROME

Disusun oleh :
Andhiky R. Madangsai 0915012
Sylvia S. Dewi 0915036
Marshellia Setiawan 0915084
Cytra G. Rossy 0915060

Pembimbing :
Dr. dr. J. Teguh Widjaja, Sp.P, FCCP

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT IMMANUEL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2014
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah sindrom yang ditandai


oleh suatu parameter fisiologis yaitu aliran udara ekspirasi yang terbatas. PPOK
telah menjadi masalah kesehatan publik dan sekarang menjadi fokus penelitian
karena peningkatan prevalensi, mortalitas, dan beban penyakit. PPOK sekarang
menempati urutan keempat sebagai penyebab kematian di US, setelah penyakit
jantung, kanker, dan penyakit serebrovaskular. PPOK merupakan salah satu
penyebab utama dari kecacatan di seluruh dunia dan merupakan satu-satunya
penyakit yang prevalensi dan mortalitasnya terus meningkat. Salah satu aspek
masalah pada PPOK adalah ketidakpedulian pasien terhadap penyakit, kegagalan
diagnosis oleh dokter, dan tidak tertanganinya penyakit dengan tepat. Jadi, sangat
penting untuk penyedia pelayanan kesehatan primer untuk mengetahui
patofisiologi dasar dari PPOK untuk mendiagnosis dengan benar dan menentukan
stadium penyakit serta memberi terapi dengan tepat sesuai stadium. Sebagai
tambahan, PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah sehingga penyedia
pelayanan kesehatan primer wajib menyalurkan strategi yang optimal untuk
membantu pasien berhenti merokok dan mengambil langkah-langkah lain untuk
menghambat progesivitas penyakit. (merah)
Asma secara tradisional digambarkan sebagai penyakit alergi yang
berkembang selama masa kanak-kanan dan ditandai oleh obstruksi jalan nafas
reversibel. Sebaliknya, PPOK biasanya berhubungan dengan dengan tembakau
rokok, berkembang di kemudian hari, dan ditandai dengan keterbatasan aliran
udara yang reversibel tidak sempurna. Meskipun kedua penyakit mempunyai
obstruksi jalan nafas sebagai ciri umum, keduanya berada di ujung yang
berlawanan dari spektrum peenyakit saluran nafas obstruktif yang terlihat dalam
praktik klinis. Bagaimanappun, pertimbangan patologis dan fungsional overlap
antara asma dan PPOK terutama terjadi pada kalangan orang tua, yang mungkin
memiliki komponen kedua penyakit (ACOS). Inflamasi saluran nafas merupakan
komponen utama dari semua fenotip penyakit saluran nafas obstruktif yang
berbeda (asma, PPOK, emfisema, dan bronkitis kronis) yang ada dalam berbagai
kombinasi. Studi epidemiologi melaporkan peningkatan frekuensi diagnosis
ACOS dengan bertambahnya umur, dengan prevalensi diperkirakan <10% pada
pasien berumur kurang dari 50 tahun dan >50% pada pasien berusia 80 tahun atau
lebih. Kelompok pasien yang memiliki ciri ACOS adalah perokok dengan asma
dan bukan perokok dengan asma lama yang berkembang menjadi PPOK.
(soriano/chest)
Terdapat banyak pasien yang mempunyai kedua kondisi di atas yang
menyulitkan diagnosis dan terapi. Diagnosis Asthma-COPD Overlap Syndrome
(ACOS) ditegakkan dengan adanya karakteristik dari asma dan PPOK pada saat
yang sama. (jctm omes)
Ada banyak kasus ACOS yang masih diperdebatkan apakah sindrom ini
merupakan gabungan kedua penyakit atau adakah mekanisme patogenik tertentu
yang mendasari. ACOS memiliki banyak kesamaan faktor risiko dengan asma dan
PPOK. (jctm omes)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
ACOS didefinisikan sebagai obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya
reversibel, dan disertai dengan tanda dan gejala dari peningkatan reversibilitas
obstruksi. (jctm omes)
TABEL – DIAGRAM VENN thorax bmj 728

2.2 Epidemiologi

2.3 Patofisiologi

2.4 Diagnosis
Penatalaksanaan
1. Bronkodilator
Bronkodilator merupakan komponen penting dalam pendekatan
farmakologis untuk mencegah dan menghilangkan bronkokonstriksi.
Bronkodilator yang populer saat ini adalah B2-agonis kerja lama
(LABA) seperti salmeterol dan formoterol, durasi > 12 jam. Saat ini
ada beberapa obat yang kerjanya lebih panjang (ultra-LABA) namun
masih dalam pengembangan, durasi >24 jam. Contohnya indacaterol,
carmoterol, GW-642444, dan BI-1744 (Cazzola & matera, 2009).

Pemberian antagonis muskarinik seperti tiopropium bromida, kurang


efektif sebagai bronkodilator pada asma namun efektif pada PPOK,
tapi mungkin dapat ditambahkan pada terapi pada pasien dengan asma
yang berat (HW Taman et al., 2009).

2. Kortikosteroid Inhalasi (ICS)


Kortikosteroid inhalasi (ICS) adalah terapi anti inflamasi yang paling
efektif untuk asma dan COPD. Dalam kasus asma kortikosteroid
digunakan dalam bentuk fixed combination inhaler (LABA+ICS).
Terapi ini merupakan terapi yang paling efektif (Barnes & stockley.,
2005).

Namun, Semua ICS yang tersedia saat ini dapat di serap oleh paru-paru
sehingga dengan demikian dapat memiliki potensi efek samping
sistemik. Selain itu radang saluran nafas pada PPOK memiliki resposn
yang buruk terhadapa pemberian kortikosteroid (culpit et al,. 1999;
Keatings et al, 1997)

Dalam kasus overlap sindrom ini untuk dapat mencapai perbaikan


penyakit (penurunan frekuensi dan tingkat keparahan eksaserbasi akut
dan supresi peradangan saluran nafas tipe asmatik dan COPD) baru
diperlukan kortikosteroid dan atau anti inflamasi (schaecke et al.,
2004).

3. Sitokin : IL-17
IL-17 merupakan sitokin yang paling banyak dipelajari saat ini, karena
IL 17 ini merupakan mediator peradangan netrofilik pada asma berat.
IL 17 juga mempunyai peranan penting dalam respon netrofil d paru-
paru karena il 17 berperan dalam regulasi faktor faktor pertumbuhan
yang mempromosikan granulopoeisis dan produksi kemokin yang
terlibat dalam perekrutan netrofil (james & wenzel,.2007;. Louis &
Djukanovic, 2006).

peranan IL 17 dalam COPD sebagian besar masih spekulatif, meskipun


penting IL 17 dalam merangsang produksi kemokin dan peran netrofil
dan makrofag dalam memicu COPD sehingga tampaknya ada potensi
untuk mengontrol asma parah dan resisten terhadap steroid seperti di
overlap sindrom dengan cara memblokade IL 17 (Louis Djukanovic,
2006).

4. Regulation of lipid mediator


Sampai saat ini, satu-satu nya antagonis mediator yang saat ini
digunakn dalam terapi untuk gangguan inflamasi saluran nafas adalah
anti leukotrien. Meskipun obat ini jauh lebih efektif dari ICS, sebuah
penelitian terbaru mengungkapkan bahwa anti leukotrien terlibat
dalam fibrosis subepitel, pperubahan struktural dalam remodelling
saluran nafas (Lee et al., 2007).

5. PDE4 inhibitors
PDE4 inhibitor memiliki efek penghambatan pada respon alergi alergi
diinduksi pada asma dan juga mengurangi gejala asma dan fungsi
paru-paru, mirip dengan dosis rendah ICS (Bosquet et al,. 2006).
Selain asma, COPD juga merupakan gangguan saluran nafas yang
menjadi sasaran PDE4 inhibitor dengan cara meningkatkan FEV1 dan
mencegah eksaserbasi akut. Oleh karena itu, PDE4 inhibitor
diharapkan digunakan untuk mengobati PPOK berhubungan dengan
asma atau pasie yang berisiko masuk ke dalam overlap sindrom.

6. Adenosine receptor inhibitor


Salah satu mediator inflamsi umum untuk kedua penyakit saluran
nafas ini adalah adenosin, membuat jalur sinyal reseptor menjadi
sasaran terapi untuk asma dan COPD. Tingkat adenosin telah terbukti
meningkatkan kejadian asma dan COPD. Penelitian dengan hewan
coba menyarankan bahwa reseptor A1, A3, dan A2B antagonis
mungkin berguna untuk pengobatan asma dan COPD, meskipun
keberhasilan terapi mereka masih harus di evaluasi. (So ri kim & ysng
keun rhee,.2012)

7. Targetting regulatory T cells


Pengaturan sel T pada pasien dengan resistensi terhadap kortikosteroid
menghasilkan lebih sedikit IL 10 tetapi hal ini dapat di perbaiki dengan
pemberian vitamin D3 in vitro (xystrakis et al., 2006). Selain itu pada
pasien dengan kortikosteroin resisten denagn asma, asupan vitamin D3
meningkatkan IL 10 sekresi IL 10 dari sel T dalam respon terhadap
deksametason (xystrakis et al., 2006). Namun, efek terapi vitamin D3
dan yang analog 1a,25-vitamin D3 (kalsitriol) pada asma yang
refrakter atau resisten steroid masih belum jelas dan perlu uji klinis
dalam skala besar.

Secara umum terapi untuk PPOK memiliki efek yang jauh lebih terbatas
dibandingkan dengan asma. Sementara ICS adalah landasan dari manajemen
farmakologis pasien dengan asma persisten, inhalasi bronkodilator (b2-agonis dan
antikolinergik) adalah andalan terapi untuk pasien PPOK. Saat ini belum ada obat
yang dapat mengubah progresifitas obstruksi jalan nafas baik asma atau PPOK.
Tetapi bagaimanapun, berhenti merokok adalah komponen penting dari
keberhasilaan pengelolaan penyakit saluran nafas obstruktif.
Pasien dengan overlap syndrome, menunjukkan tanda-tanda inflamsi
eosinofilik yang besar di bdaerah bronchial, yang menjadi alasan mereka memiliki
respon yang baik terhadap pemberian ICS, meskipun penggunaan ICS tidak
dianjurkan untuk PPOK dengan FEV1 < 60%. Sehingga pada pasien dengan
ACOS harus diberikan ICS bersama-sama dengan long acting bronchodilator.
Pada kasus yang berat dapat ditambahkan pula dengan pemberian antikolinergik
agents. Martinez et al merekomendasikan terapi denga ICS / LABA kombinasi,
dengan atau tanpa antikolinergik long acting (LAMA). Berhenti merokok, terapi
oksigen, rehabilitasi paru dan vaksin juga termasuk intervensi yang wajar. Saat ini
belum ada data percobaan klinis untuk memandu intervensi terapeutik pada
overlap sindrom (Amir A. Zeki et al., 2011).

Daftar Pustaka

Zeki, Amir., Schivo, Michael., chan, Andrew., Albertson, timothy., louei, Samuel., (2011). The
Asthma-COPD overlap syndrome: A common Clinical Problem in the Elderly. Journal of allergy,
Vol.2011, article ID 861926

Bousquet, J., Aubier, M., Sastre, J., Izquierdo, J.L., Adler, L.M., Hofbauer, P., Rost K,D.,
Harnest, U., Kroemer, B., Albrecht, A., & Bredenbröker, D. (2006). Comparison of
roflumilast, an oral antiinflammatory, with beclomethasone dipropionate in the
treatment of persistent asthma. Allergy, Vol.61, No.1, (January 2006), pp. 72–78,
ISSN 0105-4538

Barnes, P.J. & Stockley, R.A. (2005). COPD: current therapeutic interventions and future
approaches. European Respiratory Journal, Vol.25, No.6, (June 2005), pp. 1084–1106,
ISSN 0903-1936

Cazzola, M. & Matera. M.G. (2009). Emerging inhaled bronchodilators: an update. European
Respiratory Journal, Vol.34, No.3, (September 2009), pp. 757–769, ISSN 0903-1936

Culpitt, S.V., Maziak, W., Loukidis, S., Nightingale, J.A., Matthews, J.L., & Barnes, P.J.
(1999). Effect of high dose inhaled steroid on cells, cytokines, and proteases in
induced sputum in chronic obstructive pulmonary disease. American Journal of
Respiratory and Critical Care Medicine, Vol.160, No.5 Pt 1, (November 1999), pp.
1635–1639, ISSN 1073-449X

James, A.L., & Wenzel, S. (2007). Clinical relevance of airway remodelling in airway
diseases. European Respiratory Journal, Vol.30, No.1, (July 2007), pp. 134-155, ISSN
0903-1936

Keatings, V.M., Jatakanon, A., Worsdell, Y.M., & Barnes, P.J. (1997). Effects of inhaled and
oral glucocorticoids on inflammatory indices in asthma and COPD. American
Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, Vol.155, No.2, (Febuary1997), pp.
542–548, ISSN 1073-449X

Louis, R. & Djukanovic, R. (2006). Is the neutrophil a worthy target in severe asthma and
chronic obstructive pulmonary disease? Clinical & Experimental Allergy, Vol.36,
No.5, (February 2006), pp. 563–567, ISSN 0954-7894

Schaecke, H., Schottelius, A., Döcke, W.D., Strehlke, P., Jaroch, S., Schmees, N., Rehwinkel,
H., Hennekes, H., & Asadullah, K. (2004). Dissociation of transactivation from
transrepression by a selective glucocorticoid receptor agonist leads to separation of
therapeutic effects from side effects. Proceedings of the National Academy of Sciences of
the United States of America, Vol.101, No.1, (Junuary 2004), pp. 227–232, ISSN 0027-
8424

Xystrakis, E., Kusumakar, S., Boswell, S., Peek, E., Urry, Z., Richards, D.F., Adikibi, T.,
Pridgeon, C., Dallman, M., Loke, T.K., Robinson, D.S., Barrat, F.J., O'Garra, A.,
Lavender, P., Lee, T.H., Corrigan, C., & Hawrylowicz, C.M. (2006). Reversing the
defective induction of IL-10-secreting regulatory T cells in glucocorticoid-resistant
asthma patients. Journal of Clinical Investigation, Vol.116, No.1, (January 2006), pp.
146–155, ISSN 0021-9738

Anda mungkin juga menyukai