Anda di halaman 1dari 5

Pidato Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama Republik

Indonesia dalam memperingati HUT RI Th. 1963


Label: Kebangsaan

Peringatan Hari Proklamasi


Pidato Mohammad Hatta, Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia dalam memperingati HUT RI
Th. 1963
Pengantar Redaksi:
DALAM rangka memperingati HUT ke-65 Kemerdekaan RI, kami turunkan naskah yang ditulis oleh
Bung Hatta (Wakil Presiden RI pertama). Naskah ini, semula akan dibacakan di RRI pada tahun
1963, atas permintaan Menteri Penerangan Ruslan Abdulgani, tetapi batal, disebabkan Bung Hatta
harus segera meninggalkan Tanah-Air untuk berobat di LN. Pelita memperoleh kehormatan
menurunkan tulisan ini, dimana naskah aslinya disimpan oleh Bapak Umar Husein, mantan Atase
KBRI di Stockholm dan mantan Dubes RI di Irak. Kami turunkan masih dengan ejaan lama, dimana
huruf J (ejaan lama) berubah menjadi Y (ejaan baru) dan DJ (ejaan lama) menjadi J (ejaan
baru), TJ (ejaan lama) menjadi C (ejaan baru). Semoga bermanfaat.

PADA tanggal 17 Agustus tahun 1945 bangsa Indonesia menjatakan kemerdekaannja dengan suatu
Proklamasi jang ditanda-tangani oleh Bung Karno dan saja atas nama bangsa Indonesia.
Dengan proklamasi ini rakjat Indonesia menentukan nasibnja sendiri. Dalam pidato radio saja pada
tanggal 20 Agustus 1945 saja tegaskan bahwa proklamasi itu berarti, bahwa Kita mau mendjadi
bangsa jang merdeka diakui atau tidak oleh bangsa asing. Ini kebulatan hati kita, penetapan
kemauan kita. Kita mau hidup seterusnja sebagai bangsa jang mempunjai kehormatan. Lambang dari
pada kehormatan itu ialah Sang Merah Putih jang telah berkibar di putjuk tiang dan akan kita teruskan
berkibarnja sampai pada achir zaman.
Hari proklamasi itu ialah hari jang bersedjarah, menjudahi zaman kolonial, membangun Indonesia
Baru jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil. dan makmur. Dengan proklamasi itu tertjapailah tjita-tjita
pergerakan kebangsaan jang berpuluh-puluh tahun lamanja, jang tidak sedikit meminta korban djiwa
dan raga. Tidak sedikit pedjuang kemerdekaan jang meringkuk di dalam bui, hidup melarat dalam
pembuangan, tetapi senantiasa menjimpan dalam hatinja jang luka wadjah Tanah Air jang duka.
Proklamasi Indonesia Merdeka itu disambut oleh rakjat dengan wadjah jang berseri-seri dan
semangat jang bergelora. Ada jang menangis tersedu-sedu bertjutjuran air matanja, karena gembira,
karena kehilangan duka jang lama. Proklamasi itu menimbulkan pula tekad pada pemuda dan rakjat
untuk berdjuang mempertahankan Indonesia Merdeka dengan sembojan: Sekali Merdeka, tetap
merdeka!
Hanja orang jang hidup dimasa itu dan telah mengalami pula pahit dan getirnja pendjadjahan Belanda
dan pendudukan tentera Djepang, dapat merasai benar-benar arti Hari Kemerdekaan itu. Dimana-
mana di seluruh Tanah Air Indonesia jang merdeka terdapat semangat jang bergelora, semangat
perdjuangan dengan tekad jang tak kundjung padam. Semangat jang berapi-api itu menanam tekad
pada beribu-ribu pemuda untuk membiarkan rambutnja pandjang sampai Kemerdekaan Indonesia
diakui oleh Belanda dan seluruh dunia.
Pemuda sekarang jang belum lahir diwaktu itu tidak dapat menggambarkan dengan tepat dalam
kalbunja, betapa hebatnja Hari Proklamasi itu dan masa berikutnja. Mangkin djauh tanggal 17
Agustus tahun 1945 dari sekarang dimasa datang, mangkin kabur wadjah jang sebenarnja dari hari
jang bersedjarah itu. Lukisan di atas kertas tetap berlainan rupanja dari sedjarah jang dialami sendiri.
Sebab itu ada baiknja Hari Nasional jang bersedjarah itu diperingati setiap tahun untuk menekankan
kembali kepada pemuda dan rakjat, betapa pentingnja Proklamasi Indonesia Merdeka itu bagi
sedjarah bangsa kita. Peristiwa jang penuh dengan semangat dan keperwiraan mungkin tidak dapat
digambarkan lagi setepat-tepatnja dalam kalbu angkatan kemudian, tetapi tjita-tjita bangsa jang
terkandung dalam tudjuan Proklamasi itu mendjadi tugas bagi angkatan kemudian jang menerima
waris Tanah Air jang merdeka, bersatu, dan berdaulat.
Tugas daripada angkatan muda ialah menjelamatkan tjita-tjita bangsa seterusnya, jaitu
menjelenggarakan suatu Indonesia jang adil dan makmur. Dalam alamnja jang merdeka, jang
dianugerahi Allah dengan bumi jang kaja dan tanah jang subur; rakjat kita jang menderita selama ini,
hendaknja tjepat dapat merasai kebahagiaan hidup, kesedjahteraan masjarakat, dan perdamaian
djiwa.
Untuk melaksanakan tugas jang tidak ringan itu, kita memerlukan bimbingan dari Jang Maha-Kuasa.
Itulah sebabnja maka negara kita berdasarkan Pantjasila. Ini terasa benar pada saat jang bersedjarah
itu oleh pemimpin-pemimpin rakjat jang sedang meletakkan dasar bagi Indonesia Merdeka. Dalam
Preambule-Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 antara lain dinjatakan dengan ichlas dengan
perkataan jang berikut:
Atas berkat rahmat Allah Jang Maha-Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaja
berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka rakjat Indonesia menjatakan dengan ini
kemerdekaannja.
Angkatan sekarang dan kemudian hendaklah memahami benar-benar isi dan udjud daripada
Pantjasila itu, lima dasar jang satu sama lain dukung mendukung. Pantjasila itu hendaklah diamalkan
benar-benar dengan perbuatan, djanganlah ia dipergunakan sebagai lip service sadja. Pengakuan
kepada Tuhan Jang Maha-Esa dalam artinja, tidak dapat dipermain-mainkan. Tidak sadja berdosa,
sebagai manusia kita mendjadi machluk jang hina, apabila kita mengakui dengan mulut dasar jang
begitu tinggi dan sutji, sedangkan di hati tiada.
Dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa djadi dasar jang memimpin tjita-tjita kenegaraan kita untuk
menjelenggarakan segala jang baik bagi rakjat dan masjarakat, sedangkan dasar peri-kemanusiaan
adalah kelandjutan dengan perbuatan dalam praktik hidup daripada dasar jang memimpin tadi. Dasar
persatuan Indonesia menegaskan, bahwa Indonesia adalah satu dan tidak dapat dibagi-bagi,
persatuan daripada negara nasional jang bertjorak bhinneka tunggal ika, bersatu dalam berbagai
suku-bangsa. Dasar ini menegaskan sifat negara Indonesia sebagai negara nasional, berdasarkan
ideologi sendiri. Dasar kerakjatan mentjiptakan pemerintahan jang adil, jang dilakukan dengan rasa
tanggung djawab, agar terlaksana keadilan sosial, jang tertjantum sebagai sila kelima. Dasar keadilan
sosial ini adalah pedoman dan tudjuan kedua-duanja.
Akibat daripada meletakkan dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa di atas, sekalipun Pantjasila dalam
kesatuannja tidak berubah, ialah bahwa politik negara mendapat dasar moral jang kuat. Ketuhanan
Jang Maha-Esa tidak lagi hanja hormat-menghormati agama masing-masing, melainkan djadi dasar
jang memimpin ke djalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kedjudjuran, dan persaudaraan. Dengan
dasar ini sebagai pimpinan dan pegangan dalam kesatuan Pantjasila, pemerintahan negara pada
hakekatnja tidak boleh menjimpang dari djalan jang lurus untuk mentjapai kebahagiaan rakjat dan
keselamatan masjarakat, perdamaian dunia serta persaudaraan bangsa-bangsa.
Karena sila Ketuhanan Jang Maha-Esa, jang menghidupkan perasaan jang murni senantiasa,
terdapatlah pasangan jang harmoni antara kelima-lima sila itu. Sebab, apa artinja pengakuan akan
berpegang kepada dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa, apabila kita tidak bersedia berbuat dalam
praktik hidup menurut sifat-sifat jang dipudjikan kepada Tuhan Jang Maha-Esa, seperti kasih dan
sajang serta adil?
Pengakuan kepada dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa mengadjak manusia melaksanakan harmoni di
dalam alam, dilakukan terutama dengan djalan memupuk persahabatan dan persaudaraan antara
manusia dan bangsa. Pengakuan ini mewadjibkan manusia didalam hidupnja membela kebenaran,
dengan kelandjutannja: menentang segala jang dusta. Pengakuan itu mewadjibkan manusia didalam
hidupnya membela keadilan, dengan kelandjutannja: menentang atau mentjegah kezaliman.
Pengakuan itu mewadjibkan manusia didalam hidupnya berbuat jang baik, dengan kelandjutannja:
memperbaiki kesalahan. Pengakuan itu mewadjibkan manusia didalam hidupnja bersifat djudjur,
dengan kelandjutannja: membasmi ketjurangan. Pengakuan itu mewadjibkan manusia didalam
hidupnja berlaku sutji, dengan kelandjutannja: menentang segala jang kotor, dalam hal perbuatan
maupun keadaan. Pengakuan itu mewadjibkan manusia didalam hidupnja menikmati keindahan,
dengan kelandjutannja: melenjapkan segala jang buruk.
Semua sifat-sifat itu, jang wadjib diamalkan karena mengakui akan berpegang kepada dasar
Ketuhanan Jang Maha-Esa menerima bimbingan dari Zad jang sesempurna-sempurnanja
memperkuat pembentukan karakter, melahirkan manusia jang mempunjai integrita, jang djudjur, dan
jang mempunjai rasa tanggung jawab.
Apabila sifat-sifat ini hidup dalam djiwa manusia, berkat didikan dan asuhan, maka dasar peri-
kemanusiaan dengan sendirinja terlaksana dalam pergaulan hidup. Dasar peri-kemanusiaan, seperti
disebut tadi tak lain dari kelandjutan dalam perbuatan dalam praktik hidup daripada dasar Ketuhanan
Jang Maha-Esa, dasar jang memimpin tadi. Sebab itu pula, letaknja dalam urutan Pantjasila tidak
dapat dipisah dari dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa.
Dengan hidupnja sifat-sifat tersebut dalam djiwa manusia Indonesia, dasar persatuan Indonesia
mengandung di dalamnja keutuhan bangsa, beserta persahabatan dan persaudaraan kedalam dan
keluar, diliputi oleh suasana kebenaran, keadilan, kebaikan, kedjudjuran, kesutjian, dan keindahan.
Atas pengaruh sifat-sifat itu, kerakjatan atau demokrasi di Indonesia akan berjalan di atas kebenaran,
keadilan, kebaikan, kedjudjuran, kesutjian, dan keindahan. Dasar Ketuhanan Jang Maha-Esa jang
diamalkan seperti disebut tadi, akan memelihara demokrasi kita dari budjukan korupsi dan gangguan
anarki. Korupsi dan anarki, kedua-duanja bahaja jang senantiasa mengantjam demokrasi, jang kalau
tidak diberantas akan merubuhkan demokrasi, seperti ternjata dalam sedjarah segala masa.
Keadilan sosial akan terselenggara benar-benar dengan dukungan sifat-sifat kebenaran, keadilan,
kebaikan, kedjudjuran, kesutjian, dan keindahan; jang meliputi perbuatan manusia Indonesia dalam
kedudukannja jang memimpin dan dipimpin. Keadilan sosial tudjuannja melaksanakan tjita-tjita
perdjuangan rakjat selama itu, supaja rakjat Indonesia bebas dari kemiskinan dan kesengsaraan
hidup.
Maka dengan diamalkan begitu, dalam pengakuan dan perbuatan, barulah Pantjasila benar-benar
dapat mengudjudkan kebahagiaan, kesedjahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan dalam
masjarakat dan negara-hukum Indonesia Merdeka jang berdaulat penuh.
Mudah-mudahan tjita-tjita ini hidup dalam djiwa pemuda sekarang dan masa datang, agar ia dapat
dengan sesungguhnja menunaikan tugas sedjarahnja kepada Nusa dan Bangsa.
Moga-moga perajaan hari nasional tanggal 17 Agustus tahun ini, jang setelah Irian Barat kembali ke
dalam pangkuan Ibu Pertiwi, pertamakali dirajakan di seluruh Tanah-Air jang tertjinta, memberikan
dorongan jang kuat untuk melaksanakan tjita-tjita: Indonesia jang adil dan makmur!
Sumber: Millist Anggota ICMI, Harian Pelita
http://tsalismuttaqin.blogspot.co.id/2012/09/pidato-mohammad-hatta-wakil-presiden.html
Isi Pidato Jenderal Abdul Haris Nasution Saat Melepas
Tujuh Jenazah Pahlawan Revolusi untuk Dimakamkan
Biro Naskah Pidato - Seperti telah kita ketahui bersama, pada tanggal 1 Oktober dini hari pada Tahun
1965, Indonesia diguncang peristiwa penculikan 6 orang perwira tinggi dan 1 orang perwira pertama
Angkatan Darat. Gerakan penculikan itu biasa disebut dengan G 30S/PKI (Gderakan 30
September/PKI) atau Gestok (Gerakan satu Oktober). Dari 7 orang perwira tinggi yang menjadi target,
1 orang berhasil meloloskan diri, yaitu Jenderal A. H. Nasution (tetapi seorang ajudannya ikut diculik).
Sementara 6 perwira tinggi lainnya dibunuh dan mayatnya dipendam dalam sumur lubang buaya.
Beberapa hari kemudian, mayat para jenderal tersebut berhasil ditemukan. Berikut isi pidato Jenderal
Abdul Haris Nasution saat melepas tujuh jenazah Pahlawan Revolusi untuk dimakamkan. Ketujuh
korban konspirasi politik ini terdiri dari 6 perwira tinggi dan 1 orang perwira pertama.

Para prajurit sekalian,


Kawan kawan sekalian,
Terutama rekan rekan yang sekarang kami sedang lepaskan.

Bissmillahirrahmanirrahiim...

Hari ini hari angkatan bersenjata kita, hari yang selalu gemilang. tapi yang kali ini, hari yang dihinakan,
oleh fitnahan, dihinakan oleh penghianatan, dihinakan oleh penganiayaan.Tetapi hari angkatan
bersenjata kita, kita setiap prajurit tetap rayakan dalam hati sanubari kita, dengan tekad kita, dengan
nama Allah yang maha kuasa, bahwa kita akan tetap menegakkan kejujuran, kebenaran, keadilan.

Jendral Suprapto,
Jendral Hartono, Haryono,
Jendral Parman,
Jendral Panjaitan,
Jendral Sutoyo,
Letnan Tendean,

Kamu semua mendahului kami, kami semua yang kamu tinggalkan punya kewajiban meneruskan
perjuangan kita, meneruskan tugas angkatan bersenjata kita, meneruskan perjuangan TNI kita,
meneruskan tugas yang suci.

Kamu semua, tidak ada yang lebih tahu dari pada kami yang di sini, daripada saya sejak 20 tahun kita
selalu bersama sama membela negara kita, perjuangan kemerdekaan kita, membela pemimpin besar
kita, membela cita-cita rakyat kita.

Saya tahu, kamu manusia, tentu ada kekurangan, kesalahan kita semua demikian, tapi saya tahu kamu
semua, lewat 20 tahun penuh memberikan semua darma baktimu semua yang ada padamu untuk cita-
cita yang tinggi itu. Dan karena itu, kamu, biarpun, hendak dicemarkan, hendak difitnah, bahwa kamu
penghianat, justru disini kami semua, saksi yang hidup, kamu adalah telah berjuang, sesuai dengan
kewajiban kita semua, menegakan keadilan, kebenaran, kemerdekaan. Tidak ada yang ragu-ragu.
Kami semua sedia juga, mengikuti jalan kamu, jika memang fitnah mereka itu benar, kami akan
buktikan.
Rekan rekan, adik adik saya sekalian. Saya sekarang sebagai yang tertua, dalam TNI yang tinggal
bersama lainnya, akan meneruskan perjuangan kamu, membela kehormatan kamu.

Menghadaplah sebagai pahlawan. Pahlawan dalam hati kami seluruh TNI. Sebagai pahlawan,
menghadaplah kepada asal mula kita, yang menciptakan kita, ALLAH SWT. Karena akhirnya Dia-lah
Panglima Kita Yang Paling Tertinggi. Dia-lah yang menentukan segala sesuatu, juga atas diri kita
semua. Tetapi dengan keimanan ini juga, kami semua yakin, bahwa yang benar akan tetap menang,
dan yang tidak benar akan tetap hancur.

Fitnah, fitnah berkali kali. Fitnah, lebih jahat dari pembunuhan, fitnah lebih jahat dari pembunuhan. Kita
semua difitnah, dan saudara-saudara telah dibunuh. Kita diperlakukan demikian. Tapi jangan kita,
jangan kita dendam hati. Iman kepada Allah SWT, iman kepada-Nya, mengukuhkan kita, karena Dia
perintahkan. Kita semua berkewajiban, untuk menegakan keadilan dan kebenaran.
http://bironaskahpidato.blogspot.co.id/2013/11/isi-pidato-jenderal-abdul-haris.html

Anda mungkin juga menyukai