Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Balita

2.1.1 Pengertian Balita

Balita adalah bayi dan anak yang berusia 5 tahun kebawah (Hanum

Marimbi, 2012). Balita merupakan masa pertumbuhan tubuh dan otak yang

sangat pesat dalam pencapaian keoptimalan fungsinya. Masa balita

merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia.

Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan

pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh

kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan

pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa kecemasan

(Anggraeni, 2010).

2.1.2. Karakteristik Balita


a. Usia Bayi (0-1 tahun)
Bayi memiliki sistem kekebalan tubuh yang primitive dengan

kekebalan pasif yang didapat dari ibunya selama dalam kandungan.

Pada saat bayi kontak dengan antigen yang berbeda ia akan

memperoleh antibodinya sendiri. Imunisasi diberikan untuk kekebalan

terhadap penyakit yang dapat membahayakan bayi berhubungan secara

alamiah (Lewer, 1996 dalam Supartini, 2012). Bila dikaitkan dengan

status gizi bayi memerlukan jenis makanan ASI, susu formula, dan

makanan padat. Kebutuhan kalori bayi antara 100-200 kkal/kg BB. Pada

empat bulan pertama, bayi yang lebih baik hanya mendapatkan ASI saja
tanpa diberikan susu formula. Usia lebih dari enam bulan baru dapat

diberikan makanan pendamping ASI (Supartini, 2012.


b. Usia toddler (1-3 tahun)
Secara fungsional biologis masa umur 6 bulan hingga 2-3 tahun

adalah rawan. Masa itu tantangan karena konsumsi zat makanan yang

kurang, disertai minuman buatan yang encer dan terkontaminasi kuman

menyebabkan diare dan marasmus. Selain itu dapat juga terjadi sindrom

kwashiorkor karena penghentian ASI mendadak dan pemberian makanan

padat yang kurang memadai (Jelife, 1989 dalam Supartini, 2012). Imunisasi

pasif yang diperoleh melalui ASI akan menurun dan kontak dengan lingkungan

akan makin bertambah secara cepat dan menetap tinggi selama tahun kedua

dan ketiga kehidupan. Infeksi dan diet adekuat kan tidak banyak berpengaruh

pada status gizi yang cukup baik (Akre, 1994 dalam Supartini, 2012). Bagi

anak dengan gizi kurang, setiap tahapan infeksi akan berlangsung lama dan

akan berpengaruh yang cukup besar pada kesehatan, petumbuhan dan

perkembangan. Anak 1-3 tahun membutuhkan kalori kurang lebih 100 kkal/kg

BB dan bahan makanan lain yang mengandung berbagai zat gizi (Supartini,

2012).

c. Usia Pra Sekolah (3-5 tahun)

Pertumbuhan anak usia ini semakin lambat. Kebutuhan kalorinya adalah

85 kkal/kg BB. Karakteristik pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia pra sekolah

yaitu nafsu makan berkurang, anak lebih 9 tertarik pada aktivitas bermain

dengan teman, atau lingkungannya dari pada makan dan anak mulai sering

mencoba jenis makanan yang baru (Supartini, 2012).


2.2. Status Gizi Balita
2.2.1. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari

keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya

(Alex, 2011). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu atau perwujudan nutrisi dalam bentuk variabel

tertentu (Supariasa, 2012). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Sulistyoningsish, 2012).

Menurut Soekatri (2011), penilaian status gizi adalah upaya

menginterpretasikan semua informasi yang diperolah melalui penelitian

antropometri, konsumsi makanan, biokimia dan klinik. Menurut WHO dalam

Soekatri (2011), sistem penilaian status gizi dapat dilakukan dalam bentuk

survei, surveilen atau skrining.

2. Metode Penilaian Status Gizi Pada Balita (Rusilanti dan Istiany, 2013)
a. Penilaian Antropometri
1) Pengertian Antropometri
Menurut Rusilanti dan Istiany (2013) Antropometri adalah

berbagaimacam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh

dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran

tubuh antara lain tinggi badan (TB), berat badan (BB), Lingkar

Lengan Atas (LILA) dan tabel lemak di bawah kulit. Secara umum

antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan

atau konsumsi protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terletak

pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti

lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.


2) Keunggulan dalam penilaian antropometri antara lain:
a) Prosedur sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam

jumlah sampel yang besar.


b) Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli.
c) Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan

dibuat didaerah setempat.


d) Tepat dan akurat karena dapat dibakukan.
e) Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa

lampau.
f) Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang

dan buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas.


3) Kelemahan dalam penilaian antropometri antara lain:
a) Tidak sensitif, tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu

singkat serta tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi

tertentu seperti zink dan Fe.


b) Faktor diluar gizi (penyakit genetik dan penurunan

penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan

sensitivitas pengukuran antropometri. Kesalahan yang akan

terjadi saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi

dan validitas pengukuran antropometri. Kesalahan karena

latihan petugas yang tidak cukup, kesalahan alat atau

kesalahan pengukuran.

4) Penilaian status gizi

Menurut Andriyanto (2010) untuk penilaian status gizi

seringmenggunakan ukuran antropometrik yang dibedakan menjadi

2 kelompok yang meliputi :

1) Tergantung umur (age dependent)

a) Berat badan (BB) terhadap umur

b) Tinggi badan (TB) terhadap umur


c) Lingkar kepala (LK) terhadap umur

d) Lingkar lengan atas (LLA) terhadap umur

2) Tidak tergantung umur

a) BB terhadap TB

b) LLA terhadap TB

Kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan

nilai baku tertentu, misalnya standar baku Harvard, NCHS atau

standar baku nasional.

1) Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang

memberikan gambaran massa jaringan dan cairan tubuh.

BB sangat peka terhadap perubahan yang mendadak, baik

karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang

menurun. BB digunakan dalam indeks BB/U (BB menurut

umur). BB paling banyak digunakan karena hanya

menggunakan satu pengukuran dan tergantung pada

ketetapan umur. Namun indeks BB/U kurang dapat

menggambarkan kecenderungan perubahan status gizi dari

waktu ke waktu (Andriyanto, 2010).

Berat badan adalah salah satu parameter

memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat

sensitif terhadap perubahan-perubahan mendadak,


misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya

nafsu makan dan menurunnya jumlah makanan yang

dikonsumsi. Pada keadaan normal yaitu adanya

keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi

terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti

pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan abnormal,

terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan,

yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari

keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini,

maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai

salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat

karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih

menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current

nutritional status) (Supariasa, 2012).

a)Kelebihan Indeks BB/U


Menurut Supariasa (2012), indeks BB/U mempunyai

beberapa kelebihan antara lain:


(1) mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat

umum.
(2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.
(3) Berat badan dapat berfluktuasi.
(4) Sangat senfitif terhadap perubahan-perubahan

kecil.
(5) Dapat mendeteksi kegemukan (over weight).
b)Kelemahan Indeks BB/U
Menurut Supariasa (2012), indeks BB/U juga

mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:


(1) Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang

keliru bila terdapat edema maupun asites.


(2) Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan

tradisionl, umur sering sulit ditaksir secara tepat

karena pencatatan umur yang belum baik.


(3) Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk

anak dibawah usia lima tahun.


(4) Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti

pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat

penimbangan.
(5) Secara aplikasi sering mengalami kendala yaitu

orang tua tidak mau menimbang anaknya, karena

dianggap seperti tidak memberikan manfaat yang

banyak.

2) Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran fungsi

pertumbuhan yang dilihat dari keadaan kurus kering dan

kecil pendek. TB sangat baik untuk melihat keadaan gizi

masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat

badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa

sebelumnya. TB digunakan dalam indeks TB/U (TB

menurut umur) atau indeks BB/TB (BB menurut TB).

Penggunaan indeks BB/TB lebih jelas dan peka dalam

menunjukkan status gizi bila dibandingkan dengan indeks

BB/U (Andriyanto, 2010).

Untuk perhitungan menggunakan Z-score, rumusnya

adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Rumus Z Score


Z score = Nilai Subjek Nilai Median Baku Rujukan
Nilai Simpang Baku
- score = Nilai Subjek Nilai Median Baku Rujukan

Nilai Simpang Baku Rujukan

Penggunaan Z Score sebagai acuan penilaian status gizi

adalah langkah mudah yang dapat dilakukan karena

menggunakan alat yang sudah tersedia di masing-masing tempat

penimbangan bayi dan anak.

5) Langkah-Langkah Penimbangan Berat Badan Dengan Timbangan

Injak
a) Lepas pakaian yang tebal pada bayi dan anak saat

pengukuran. Apabila perlu, cukup pakaian dalam saja.


b) Timbangan injak dengan berdiri, ajak anak untuk berdiri diatas

timbangan injak tanpa dipegangi.


c) Ketika menimbang berat badan bayi, tempatkan tangan

petugas diatas tubuh bayi (tidak menempel) untuk mencegah

bayi jatuh saat ditimbang.


d) Apabila anak tidak mau ditimbang, ibu disarankan untuk

menimbang berat badannya lebih dulu, kemudian anak

digendong oleh ibu dan ditimbang


e) Selisih antara berat badan ibu bersama anak dan berat badan

ibu sendiri menjadi berat badan anak. Untuk lebih jelasnya,

dapat dilihat rumus berikut:


f) BB anak = (Berat badan ibu dan anak) BB ibu
g) Tentukan hasil timbangan sesuai dengan jarum penunjuk

pada timbangan. Selanjutnya, tentukan posisi berat badan


anak sesuai dengan standar yang berlaku, yaitu status gizi

anak normal, kurang atau buruk. Untuk menentukan berat

badan ini juga dapat dilakukan dengan melihat pada kurva

KMS dan dilihat berada berat badan anak berada pada kurva

berwarna hijau, kuning atau merah.

6) Standar Baku Antropometri

Tabel: 2.1

Standar Baku Antropomeyri WHO-NCHS

Kategori Ambang Batas


Indeks
Status Gizi (Z score)
< -3 SD

Batas badan Gizi Buruk -3 SD sampai < -2

menurut Gizi Kurang SD

Umur (BB/UU) Gizi Baik -2 SD sampai +2

Gizi Lebih SD

> +2 SD
< -3 SD

Sangat Pendek -3 SD sampai < -2


Tinggi badan
Pendek SD
menurut umur
Normal -2 SD sampai +2
(TB/U)
Tinggi SD

> +2 SD
< -3 SD

Sangat kurus -3 SD sampai < -2


Berat badan
Kurus SD
menurut tinggi
Normal -2 SD sampai +2
badan (BB/TB)
Gemuk SD

> +2 SD
Sumber: Kemenkes (2010) .

7. Lingkar Kepala

Lingkar kepala digunakan sebagai pengganti pengukuran ukuran

dan pertumbuhan otak tetapi tidak sepenuhnya berkorelasi dengan

volume otak. Pengukuran lingkar kepala merupakan prediktor terbaik

dalam melihat perkembangan syaraf anak dan dalam menyediakan

tampilan dinamis dari pertumbuhan global otak dan struktur internal,

sehingga harus dipantau dalam pranatal awal dan tahap postnatal. Pada

bayi baru lahir ukuran lingkar kepala normal adalah 34 35 cm, akan

bertambah 2 cm setiap bulan pada usia 0-3 bulan. Pada usia 4-6 bulan

akan bertambah 1 cm per bulan, dan pada usia 6-12 bulan pertambahan

0,5 cm per bulan. Sampai usia 5 tahun biasanya sekitar 50 cm.Usia 5-12

tahun hanya naik sampai 52- 53 cm dan setelah usia 12 tahun akan

menetap. Untuk pengukuran lingkar kepala dilakukan dengan cara

melingkarkan pita pengukur fleksibel dari bahan tidak elastik melalui

bagian paling menonjol di bagian kepala belakang (protuberantia

occipitalis) dan dahi (glabella). Ada baiknya saat pengukuran sisi pita

yang menunjukkan sentimeter berada di sisi dalam agar tidak

meningkatkan kemungkinan subjektifitas pengukur. Kemudian ditulis


dikartu menuju sehat, cocokkan dengan grafik Nelheus. Grafik bayi laki-

laki cukup bulan dimulai dengan ukuran 32-38 cm, sedangkan grafik bayi

perempuan cukup bulan dimulai dari ukuran 31-37 cm.

Pada kebanyakan individu, kecepatan umum dari pertumbuhan

tubuh mengikuti suatu pola. Pada bayi pertumbuhan kepala berlangsung

dengan kecepatan yang relatif tinggi melambat secara progresif selama

masa anak-anak dan mencapai kecepatan minimal pada periode

pubertas sampai ke maturitas. Usia tahap-tahap pertumbuhan ini

bervariasi antara individu dan antara jenis kelamin (Azra, 2010).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi


a. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga

yang memiliki penghasilan cukup, tetapi makanan yang dihidangkan


belum memenuhi standar gizi yang cukup, sehingga, kejadian gangguan

gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang

akan tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup)

juga ditemukan. Keadaan ini menunjukkan bahwa ketidaktahuan akan

faedah makan bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya mutu

gizi makan keluarga, khususnya makanan anak balita (Marimbi, 2010).

Menurut Marimbi (2010), masalah gizi karena kurang pengetahuan dan

ketrampilan dibidang memasak menurunkan konsumsi anak, kurang

beragamnya bahan dan jenis masakan akan mempengaruhi kejiwaan

misalnya kebosanan. Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan

seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi

terutama terhadap asupan makanan yang akan diberikan kepada balita.

Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin

memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk

dikonsumsi pada keluarga untuk status gizi yang lebih baik, terutama

dalam menjaga status gizi balita yang dalam masa pertumbuhan dan

perkembangan yang sangat cepat (Atikah, 2012).


b. Prasangka buruk terhadap makanan tertentu
Banyak bahan makan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi,

tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas akibat

adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu.

Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapat menurunkan harkat

keluarga. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu

yang bahkan banyak mengandung zat besi, vitamin A dan protein

dibeberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang dapat

menurunkan harkat keluarga. Dalam pemenuhan kebutuhan balita

terutama pada zat makro dan zat mikro haruslah seimbang, bila salah
satu kurang terpenuhi atau mungkin terjadinya masalah status gizi seperti

kekurangan energi protein, anemia pada balita, kwasiorkor dan

marasmus. Sehingga, untuk mencegah masalah status gizi yang akan

terjadi, orang tua harus lebih mengetahui akan kandungan gizi dalam

asupan makanan yang diberikan pada keluarga terutama untuk balita

untuk mencapai status gizi yang lebih baik (Atikah, 2012).


c. Adanya kebiasaan makanan yang merugikan
Berbagai kebiasaan yang berhubungan dengan pantang makan-

makanan tertentu masih sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan.

Larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan ataupun daging hanya

berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi

secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat

memerlukan bahan makanan seperti keperluan pertumbuhan tubuhnya

(Marimbi, 2010). Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu

makanan anak kecil membuat anak sulit mendapatkan cukup protein.

Beberapa orang tua beranggapan ikan, telur, ayam dan jenis makanan

protein lainnya memberi pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang

terkena diare malah dipuasakan (tidak diberikan makanan). Cara

pengobatan seperti ini akan memperburuk gizi pada anak (Marimbi,

2010). Kandungan dalam telur, ikan, ayam dan jenis makanan protein

lainnya sangat diperlukan untuk balita, karena manfaat yang terkandung

dalam protein, diantaranya yaitu: bahan baku dalam pembentukan

antibodi dalam tubuh dan penting bagi pertumbuhan, pemulihan dan

pemeliharaan struktur tubuh. Sehingga, sebagai orang tua harus

memperhatikan asupan makanan yang dibutuhkan balita pada waktu

sakit (Atikah, 2012).


d. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makan
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu

atau disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh tidak

memperoleh semua zat gizi yang diperlukan. Asupan makanan yang

berlebihan pada balita, sebagian akan disimpan dalam tubuh balita

karena sudah melebihi kebutuhan gizi yang sudah diperlukan oleh balita

sesuai dengan umur atau masa pertumbuhannya. Jika, terjadi terus-

menerus akan menjadi masalah dalam status gizi balita, yaitu status gizi

lebih (obesitas) (Arisman, 2012).


e. Jarak kelahiran yang terlalu rapat
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak

yang menderita gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau

adiknya yang baru telah lahir, sehingga ibunya tidak bisa merawatnya

secara baik. Anak yang dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan

perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan

kesehatan dan kasih sayang, jika dalam masa 2 tahun itu ibu sudah hamil

lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak akan menjadi

berkurang akan tetapi air susu ibu (ASI) yang masih sangat dibutuhkan

anak akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan secara baik

untuk menerima makanan pengganti ASI, yang kadang-kadang mutu gizi

makanan tersebut juga sangat rendah, dengan penghentian pemberian

ASI karena produk ASI berhenti, akan lebih beresiko menderita gizi

buruk, bila tidak segera diperbaiki maka akan menyebabkan kematian.

Karena alasan inilah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga,

disamping diperbaiki gizi juga perlu dilakukan usaha untuk mengatur

jarak kelahiran (Arisman, 2012).


f. Kekurangan energi dan protein

Beberapa penyebab kurangnya energi dan protein, yaitu:


1) Makanan yang tersedia kurang mengandung energi
2) Nafsu makan anak terganggu, sehingga tidak mau makan
3) Gangguan dalam saluran pencernaan, sehingga penyerapan sari

makanan dalam usus terganggu


4) Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang

tidak diimbangi dengan asupan yang memadai. Kekurangan energi

dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita

terganggu. Gangguan asupan gizi yang bersifat akut menyebabkan

anak kurus kering yang disebut dengan wasting yaitu berat badan

anak tidak sebanding dengan tinggi badan anak. Jika kekurangan ini

bersifat menahun (kronik) artinya sedikit demi sedikit tetapi dalam

jangka yang lama maka akan menjadi keadaan yang stunting (anak

menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan usia walaupun

secara sekilas anak tidak kurus) (Marimbi, 2010).

g. Faktor Ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi

konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga. Meningkatnya

pendapatan akan meningkatkan peluang untuk membeli pangan dengan

kuantitas dan kualitas yang lebih baik, sebaliknya dengan penurunan

pendapatan akan menyebabkan menurunnya daya beli pangan baik

secara kualitas maupun dengan kuantitas (Sulistyoningsih, 2012).

Meningkatnya taraf hidup sejahtera (masyarakat), pengaruh promosi dari


iklan serta kemudahan informasi, dapat menyebabkan perubahan gaya

hidup dan timbulnya kebutuhan psikogenik baru dikalangan masyarakat

ekonomi menengah ke atas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi

dengan pengetahuan gizi yang cukup akan menyebabkan seseorang

menjadi komsumtif dalam pola makanannya sehari-hari, sehingga

pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan kepada pertimbangan

selera dibandingkan aspek gizi. Tingkat penghasilan ikut menentukan

jenis pangan yang akan dibeli. Semakin tinggi penghasilan, semakin

besar pula persentase dari penghasilan tersebut dipergunakan untuk

membeli buah, sayur mayur dan berbagai jenis bahan panganlainnya.

Jadi penghasilan merupakan faktor penting bagi kuantitas dan kualitas.

Antara penghasilan dan gizi, jelas ada hubungan yang menguntungkan.

Pengaruh peningkatan penghasilan terhadap perbaikan kesehatan dan

kondisi keluarga lain yang mengadakan interaksi dengan status gizi yang

berlawanan hampir universal (Sulistyoningsih, 2012).

h. Faktor Sosial Budaya

Menurut Sulistyoningsih (2012), pantangan yang didasari oleh

kepercayaan pada umumnya mengandung perlambang atau nasehat

yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun akan menjadi

kebiasaan atau adat. Kebudayaan satu masyarakat mempunyai kekuatan

yang cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan

mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan menuntun orang

dalam cara bertingkah laku dan kebutuhan dasar biologinya, termasuk


kebutuhan terhadap pangan. Budaya mempengaruhi seseorang dalam

menentukan apa yang akan dimakan, bagaimana pengolahannya,

persiapan dan penyajiannya. Kebudayaan juga menentukan seseorang

boleh dan tidak boleh mengonsumsi suatu makanan (Sulistyoningsih,

2012). Kebutuhan terhadap pangan yang masih sering dipercaya oleh

masyarakat yaitu adanya pantangan untuk mengkonsumsi makanan yang

diwariskan dari nenek moyang, padahal nilai gizi yang terkandung

didalamnya sangat baik untuk tubuh. Sebagai orang tua, harus lebih aktif

untuk memilih makanan yang banyak mengandung gizi yang baik untuk

balita yang sangat diperlukan pada masa pertumbuhan dan

perkembangannya (Atikah, 2012).

i. Agama

Terdapat pantangan terhadap makanan dan minuman tertentu dari

sisi agama dikarenakan makan atau minuman tersebut membahayakan

jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal dan haram

sangat mempengaruhi pemilihan bahan makanan yang akan dikonsumsi.

Perayaan hari besar agama juga mempengaruhi bahan makanan yang

akan disajikan. Dalam hal ini, baik diperhatikan untuk asupan makanan

yang akan diberikan pada balita, karena pada dasarnya makanan yang

sudah diharamkan akan menjadi suatu masalah jika masih diberikan pada

balita dan mencegah akan timbulnya efek alergi pada tubuh balita.

Kandungan gizi yang belum tentu baik untuk masa balita yang masih

dalam pertumbuhan dan perkembangannya (Arisman, 2012).

j. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan pengetahuan

akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Salah satu

contoh, prinsip yang dimiliki seseorang dalam pendidikan rendah

biasanya adalah yang penting menyenangkan, sehingga porsi bahan

makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan

kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, kelompok orang dengan

pendidikan tinggi memiliki kecenderungan memilih bahan makanan

sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan kebutuhan

gizi lain. Pendidikan ibu merupakan faktor yang sangat penting. Tinggi

rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat

pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan

kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan

dan gizi anak-anak dan keluarganya. Disamping itu pendidikan

berpengaruh pula pada faktor sosial ekonomi lainya seperti pendapatan,

pekerjaan, kebiasaan hidup, makanan, perumahan dan tempat tinggal.

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini

bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang

tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar

seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga

dan bisa mengambil tindakan secepatnya (Sulistyoningsih, 2012).

k. Lingkungan

Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya dengan

pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang berupa lingkungan

keluarga, sekolah, serta adanya promosi dari media elektronik maupun


cetak. Kebiasaan makan dalam keluarga sangat berpengaruh besar

terhadap pola makan seseorang (Sulistyoningsih, 2012). Lingkungan

memberikan pengaruh yang nyata dalam pemilihan asupan makanan

yang akan pilih. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus lebih

mengarahkan anak-anaknya, khususnya balita karena pada masa ini

balita lebih suka memilih-milih makanan yang dia anggap lebih enak dan

lezat, yang belum tentu terpenuhinya status gizinya (Sulistyoningsih,

2012).

l. Infeksi

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak berhubungan

dengan terjadinya kekurangan gizi di negara berkembang. Infeksi yang

sering terjadi pada anak adalah penyakit saluran pernafasan atas, bawah,

diare dan kulit. Menurut Riskesdas (2013) penyakit pernafasan prevalensi

32,1% kedua tertinggi terbanyak morbiditas di Indonesia, sedangkan diare

umumnya 9,6%. Adanya penyakit infeksi tersebut merupakan faktor

penyebab tingginya angka kematian bayi dan balita di Indonesia. Anak-

anak yang sering menderita penyakit infeksi menyebabkan

pertumbuhannya terhambat dan tidak dapat mencapai pertumbuhan yang

optimal. Dalam pemenuhan asupan makanan pada balita yang sedang

sakit harus diperhatikan dengan seksama, karena asupan yang seimbang

sangat diperlukan dalam masa penyembuhan agar tidak terjadi

permasalahan yang berkelanjutan seperti masalah status gizi pada balita

(Istiany, 2013).

m. Pola Pengasuhan
Pengasuhan didefinisikan sebagai cara memberi makan, merawat

anak, membimbing dan mengajari anak yang dilakukan oleh individu dan

keluarga (UNICEF, 2011). Pada dasarnya pengasuhan merupakan

interaksi antara subyek dan obyek untuk membimbing, mengarahkan dan

mengajarkan obyek sehari-hari secara rutin, sehingga dapat merupakan

sebuah pola. Menurut Istiany dan Rusilanti (2013), pengasuhan diarahkan

untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan kemauan si pengasuh.

Menurut Istiany dan Rusilanti (2013) usia balita merupakan masa yang

sangat menentukan hari depan anak. Kekurangan gizi pada saat ini akan

mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan mental,

sehingga perlu perhatian khusus. Menurut Istiany dan Rusilanti (2013),

faktor yang cukup dominan yang menyababkan meluasnya keadaan gizi

kurang ialah perilaku yang kurang benar dikalangan masyarakat dalam

memilih dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya,

terutama kepada anak-anak. Peran ibu selaku pengasuh dan pendidik di

dalam keluarga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak positif

maupun negatif, karena dalam berinteraksi dengan anak sehari-hari,

seorang ibu dapat memainkan berbagai peran yang secara langsung

akan berpengaruh pada anak.

2.3. Perkembangan
2.3.1. Pengertian
Istilah perkembangan (development) dalam psikologi merupakan sebuah

konsep yang cukup rumit dan kompleks. Di dalamnya terkandung banyak dimensi.

Oleh sebab itu, untuk dapat memahami konsep perkembangan, perlu terlebih dahulu

memahami beberapa konsep lain yang terkandung di dalamnya, diantaranya adalah

pertumbuhan, kematangan, dan perubahan. Secara sederhana Seifert dan Hoffnung


mendefinisikan perkembangan sebagai Long-term changes in a persons growth

feelings, paterns of tingking, social relationships, and motor skills (Rahayu, 2011).
Menurut Monks dkk (2010), mengartikan perkembangan sebagai suatu proses

ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat terulang kembali. Perkembangan

menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali.

2.3.2. Macam-Macam Perkembangan Anak

Menurut Hurlock (2009) macam perkembangan anak adalah:

a. Perkembangan motorik kasar


b. Perkembangan motorik halus
c. Perkembangan intelegensi
d. Perkembangan sosial dan emosi
e. Perkembangan bahasa

2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan menurut Supartini

(2004), antara lain:

a. Faktor genetik
Faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan (herediter) adalah jenis

kelamin, ras dan kebangsaan. Ras atau suku bangsa dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.


b. Faktor lingkungan eksternal
1) Lingkungan pranatal

Beberapa kondisi lingkungan dalam uterus yang dapat

mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin adalah

gangguan nutrisi karena ibu kurang mendapat gizi adekuat baik


secara kuantitas maupun kualitas, gangguan endokrin, ibu yang

menderita terapi sitostatika atau yang mengalami infeksi. Intinya

apa yang dialami oleh ibu akan berdampak pada kondisi

pertumbuhan dan perkembangan fetus.

2) Pengaruh budaya lingkungan

Budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi

bagaimana mereka mempersepsikan dan memahami kesehatan

serta berperilaku hidup sehat. Pola perilaku ibu yang sedang hamil

dipengaruhi oleh budaya yang dianutnya, misalnya adanya

beberapa larangan untuk makanan tertentu padahal zat gizi

tersebut diperlukan untuk pertumbuhan janin.

3) Status sosial dan ekonomi keluarga

Anak yang berada dan dibesarkan dalam lingkungan

keluarga yang sosial ekonominya rendah, bahkan punya

banyak keterbatasan untuk memberi makanan yang bergizi,

membayar biaya pendidikan, dan memenuhi kebutuhan primer

lainnya, tentunya keluarga akan mendapat kesulitan untuk

membantu anak mencapai tingkat pertumbuhan dan

perkembangan anak yang optimal sesuai dengan tahapan

usiannya.

4) Gizi

Tumbuh dan kembang anak membutuhkan zat gizi yang

esensial mencakup protein, lemak, karbohidrat, mineral,


vitamin, dan air yang harus dikonsumsi secara seimbang,

dengan jumlah yang sesuai pada tahapan usianya. Khusus

selama periode pertumbahan dan perkembangan yang cepat

seperti masa pranatal, usia bayi, atau remaja akan

membutuhkan lebih banyak kalori dan protein. Anak dapat

mengalami hambatan pertumbuhan dan perkembangannya

hanya karena kurang adekuatnya asupan zat gizi tersebut.

Asupan gizi yang berlebih juga menimbulkan dampak yang

buruk pula bagi kesehatan anak, misalya terjadi penumpukan

kadar lemak yang berlebihan dalam sel/jaringan, bahkan pada

pembuluh darah sehingga bila anak sakit, pertumbuhan dan

perkembangannya juga akan terganggu

5) Iklim atau cuaca

Iklim tertentu dapat mempengaruhi status kesehatan

anak, seperti pada musim penghujan yang dapat menimbulkan

bahaya banjir pada daerah tertentu, akan menyebakan sulitnya

transportasi sehingga sulit mendapatkan bahan makanan,

bahkan timbul berbagai macam penyakit menular, yang dapat

mengancam semua orang termasuk bayi dan anak-anak.

Status kesehatan anak tentunya akan berdampak pada proses

petumbuhan dan perkembangannya.

6) Posisi anak dalam keluarga

Posisi anak sebagai anak tunggal, anak sulung, anak

tengah, atau anak bungsu akan mempengaruhi bagaimana pola


anak tersebut diasuh dan dididik dalam keluarga. Anak tungal

tidak mempunyai teman bicara dan beraktivitas kecuali dengan

orang tuanya, oleh karena itu, perkembangan motorik anak

tunggal lebih lambat karena tidak ada stimulasi untuk

melakukan aktivitas fisik yang biasanya dilakukan oleh saudara

kandungnya.

c. Faktor internal
1) Kecerdasan

Kecerdasan dimiliki anak sejak ia dilahirkan. Anak yang

dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang rendah tidak akan

mencapai prestasi yang cemerlang walaupun stimulus yang

diberikan lingkungan sedemikian tinggi. Sementara anak yang

dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang tinggi dapat didorong

oleh stimulus lingkungan untuk berprestasi secara cemerlang.

2) Pengaruh hormonal

Ada tiga hormon utama yang mempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan anak, yaitu hormon somatotropik (growth

hormone) hormon tiroid, dan hormon gonadotropin.

d. Periode tumbuh kembang balita

Pada masa balita, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan

terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan

gerak halus) serta fungsi ekskresi. Periode penting dalam tumbuh


kembang anak adalah pada masa balita. Pertumbuhan dasar yang

berlangsung pada masa balita akan mempengaruhi dan menentukan

perkembangan anak selanjutnya. Setelah lahir terutama pada 3 tahun

pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel otak masih

berlangsung, dan terjadi pertumbuhan serabut-serabut syaraf dan

cabang-cabangnya sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang

kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan-hubungan antar sel

syaraf ini akan sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari

kemampuan belajar, berjalan, mengenal huruf, hingga bersosialisasi

(Dep Kes RI, 2005).

e. Skrining Perkembangan Anak Menggunakan Kuesioner Pra Skrining

Perkembangan (KPSP)

Skrining perkembangan merupakan prosedur yang didesain untuk

mengidentifikasi anak yang harus mendapatkan penilaian yang lebih

intensif. Skrining digunakan untuk deteksi dini kelainan perkembangan

anak, agar diagnosis dan pemulihannya dapat dilakukan lebih awal

sehingga tumbuh kembang anak dapat berlangsung seoptimal

mungkin (Soetjiningsih, 2003).

Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak bisa berbeda-

beda namun demikian ada patokan umur tentang kemampuan apa

saja yang perlu dicapai seorang anak pada umur tertentu. Penilaian

perkembangan anak dengan screening

(skrining/penapisan/penjaringan) dan surveillance ukuran standar atau


non standar yang juga digabungkan riwayat medik dan hasil

pemeriksaan mediknya (Narendra, 2002).

1) Aspek perkembangan yang dinilai


a) Personal social (perilaku sosial)
b) Fine motor adaptive (gerakan motorik halus)
c) Language (bahasa)
d) Gross motor (gerakan motorik kasar)
2) Jadwal skrining/pemeriksaan KPSP rutin adalah pada umur 3, 6, 9, 12,

15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66, 72 bulan. Jika anak belum

mencapai umur skrining tersebut, minta orang tua datang kembali pada

umur skrining yang terdekat untuk pemeriksaan rutin. Apabila orang

tua datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah tumbuh

kembang sedangkan umur anak bukan umur skrining maka

pemeriksaan menggunakan KPSP untuk umur skrining terdekat yang

lebih muda.
3) Alat yang digunakan
a) Formulir KPSP menurut umur. Formulir ini berisi 9-10 pertanyaan

tentang kemampuan perkembangan yang dicapai anak. Sasaran

KPSP anak umur 0-72 bulan.


b) Alat bantu pemeriksaan berupa: pensil, kertas, bola sebesar bola tenis,

kerincingan, kubus warna kuning-merah-biru-hijau, kismis, kacang

tanah, potongan biscuit kecil berukuran 0,5-1cm.


4) Cara menggunakan KPSP
a) Pada waktu pemeriksaan/skrining, anak harus dibawa.
b) Tentukan umur anak. Bila umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan

menjadi 1 bulan.

Contoh : 3 bulan 16 hari dibulatkan menjadi 4 bulan

3 bulan 15 hari dibulatkan menjadi 3 bulan

c) Pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak.


d) KPSP terdiri dari dua macam pertanyaan, yaitu :
(1) Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak.
(2) Perintah kepada ibu/pengasuh atau petugas untuk melaksanakan

tugas yang tertulis pada KPSP.


(3) Jelaskan kepada orang tua untuk tidak ragu-ragu dalam

menjawab.
(4) Tanyakan pertanyaan secara berurutan.
(5) Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab.

e) Interpretasi hasil KPSP


(1) Menghitung semua jawaban ya.
(2) Apabila jumlah jawaban ya = 9 atau 10, perkembangan anak

sesuai dengan tahap perkembangannya (S).


(3) Apabila jumlah jawaban ya = 7 atau 8, perkembangan anak

meragukan (M).
(4) Apabila jumlah jawaban ya 6, kemungkinan ada penyimpangan

(P).
(5)Untuk jawaban tidak, perlu dirinci jumlah jawaban tidak menurut

jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa,

sosialisasi dan kemandirian).


f. Pengaruh Status Gizi Terhadap Perkembangan Anak

Berbagai faktor baik genetik maupun lingkungan yang begitu

mempengaruhi kualitas tumbuh kembang anak sejak masa pre natal,

intra natal sampai post natal. Di luar faktor-faktor lain yang berpengaruh

untuk peningkatan kualitas tumbuh kembang anak sangat bergantung

pada gizi (Asad, 2002). Berbagai penelitian yang pernah dilakukan

menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI jauh lebih matang, lebih

asertif dan memperlihatkan progresifitas yang lebih baik pada skala

perkembangan dibanding dengan anak yang tidak mendapatkan ASI

(Arsad, 2009).
Selama masa bayi dan kanak-kanak kebutuhan terhadap kalori

relatif besar, seperti yang dibuktikan oleh peningkatan berat badan dan

tinggi badan. Anak-anak menggunakan energi yang besar untuk

melakukan aktivitas motoriknya. Untuk mendukung pertumbuhan dan

aktivitas tersebut maka anak memerlukan asupan makanan/gizi yang

lebih (Wong, 2009). Anak yang mengalami kurang gizi akan

mengakibatkan anak lemah dan tidak aktif sehingga terjadi retardasi

pertumbuhan dan gangguan perkembangan. Sebaliknya anak yang

mengalami kelebihan gizi akan menyebabkan obesitas sehingga anak

cenderung tidak aktif dan dapat mengganggu tumbuh kembang anak

tersebut (Asad, 2002).

Berdasarkan peryataan di atas dapat disimpulkan bahwa status

gizi anak yang baik akan mempengaruhi syaraf-syaraf agar dapat

berfungsi dengan baik dalam melakukan tugas perkembangannya

g. Perkembangan motorik halus anak pada anak usia 1 - 5 tahun.


Kemampuan motorik halus adalah kemampuan yang

berhubungan dengan keterampilan fisik yang melibatkan otot kecil dan

koordinasi mata-tangan. Saraf motorik halus ini dapat dilatih dan

dikembangkan melalui kegiatan dan rangsangan yang kontinu secara

rutin. Seperti, bermain puzzle, menyusun balok, memasukan benda ke

dalam lubang sesuai bentuknya, membuat garis, melipat kertas dan

sebagainya. Kecerdasan motorik halus anak berbeda-beda. Dalam hal

kekuatan maupun ketepatannya. Biasanya anak dengan motorik kasar

yang sangat baik mempunyai kelemahan dan ketidakoptimalan dalam

motorik halus (Wong, 2009). Keterampilan motorik halus adalah


gerakan-gerakan yang melibatkan jari, tangan dan pergelangan

tangan, dan membantu bayi belajar untuk mengasah keterampilan

dapat menjadi sederhana dan menyenangkan untuk bayi dan orang

tua. Genetik atau bakat alamiah merupakan faktor utama dalam

menentukan kemampuan motorik seorang anak. Sedangkan faktor

lingkungan (orang tua) merupakan faktor penujang dalam kecerdasan

motorik halus anak. Lingkungan dapat meningkatkan ataupun

menurunkan taraf kecerdasan anak, terutama pada masa-masa

pertama kehidupannya (Soetjiningsih, 2005). Setiap anak mampu

mencapai tahap perkembangan motorik halus yang optimal asal

mendapatkan stimulasi tepat. Di setiap fase, anak membutuhkan

rangsangan untuk mengembangkan kemampuan mental dan motorik

halusnya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar anak, semakin

banyak yang ingin diketahuinya. Jika kurang mendapatkan rangsangan

anak akan bosan. Tetapi bukan berarti anda boleh memaksa si kecil.

Tekanan, persaingan, penghargaan, hukuman, atau rasa takut dapat

mengganggu usaha dilakukan si kecil. Perkembangan kemampuan

motorik halus anak usia 1 - 5 tahun:


a. Menggambar mengikuti bentuk
b. Menarik garis vertikal, menjiplak bentuk lingkaran
c. Menggunting zig zag, melengkung, membentuk dengan lilin
d. Menyelesaikan pasel (puzzle) 4 keping
e. Melipat
f. Menggunting sesuai pola
g. Menyusun mainan konstruksi bangunan
h. Mewarnai lebih rapi tidak keluar garis
i. Meniru tulisan

Bila mengalami keterlambatan atau kemampuannya tidak

sesuai tahapan usianya maka orangtua tidak perlu cemas. Selama

bukan yang terlalu ekstrim ketertinggalannya intervensi dan stimulasi


gerakan motorik sejak dini sangat penting dan membantu

mengoptimalkan kemampuan motorik halus bayi. Bila keterlambatan

tersbut dirasakan cukup berat atau tidak ringan tidak ada salahnya

melakukan konsultasi dengan dokter anak, untuk memastikan apakah

keterlambatan tersebut perlu dilakukan terapi atau intervensi.

2.4. Kerangka Teori

Gizi Balita
Protein
Lemak Status Gizi Perkembang
Karbohidrat Balita an Motorik
Mineral
Vitamin Air
Faktor-Faktor

Genetik
Lingkungan
Budaya
Kelahiran
Ekonomi
Pendidikan

Gambar: 2.2

Sumber : Kerangka Teori Modifikasi Marimbi (2010), Sulistyoningsih (2012), Istiany

dan Rusilanti (2013)

Anda mungkin juga menyukai