Anda di halaman 1dari 95

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Balita
a. Pengertian Balita
Menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012), balita adalah individu atau
sekelompok individu dari suatu penduduk yang berada dalam rentang usia
tertentu. Usia balita dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu golongan
usia bayi (0-2 tahun), golongan balita (2-3 tahun), dan golongan prasekolah (> 3-
5 tahun). Adapun menurut WHO, kelompok usia balita adalah 0-60 bulan, sumber
lain mengatakan bahwa usia balita adalah 1-5 tahun.
Balita sebagai usia emas atau "golden age" adalah insan yang berusia 0-5 tahun
(UU No. 20 Tahun 2003). Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh
kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah
terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Uripi, 2004, dalam
Anjani Firna Suwandi 2018).
Menurut karakteristiknya, balita terbagi dalam dua kategori, pertama yaitu anak
usia 0–3 yang disebut konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang
disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa bayi tiga tahun (batita) lebih besar dari masa
usia prasekolah (4-5 tahun) sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif banyak.
Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu
diterimanya dalam sekali makan lebih sedikit dari anak yang usianya lebih besar. Oleh
karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering. Kedua
yaitu pada usia 4-5 atau biasa disebut usia pra-sekolah, pada usia ini anak menjadi
konsumen aktif, mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya, anak mulai
bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami
beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar
memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Berat
badan anak cenderung stagnan/tetap akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan
pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula bahwa anak
perempuan relatif lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila dibandingkan
dengan anak laki-laki (Uripi, 2004 dalam Anjani Firna Suwandi 2018).
b. Kebutuhan Gizi Balita
Masa balita merupakan masa kehidupan yang sangat penting dan perlu
perhatian yang serius. Oleh karena itu, peran makanan yang bernilai gizi tinggi
sangat penting seperti pada makanan yang mengandung energi, protein (terutama
protein hewani), vitamin (Vitamin B kompleks, Vitamin C, Vitamin A), dan
mineral (Ca, Fe, Yodium, Fosfor, Zn). Untuk mencegah terjadinya gangguan gizi
dan masalah psikososial, diperlukan adanya perilaku penunjang dari para orang
tua, ibu atau pengasuh dalam keluarganya untuk selalu memberikan makanan
dengan gizi seimbang kepada balitanya dan makanan yang diberikan kepada anak
harus bisa meningkatkan selera makan anak. Yang dimaksud dengan gizi
seimbang adalah makanan yang yang dikonsumsi balita dalam suatu hari yang
beraneka ragam dan mengandung zat tenaga (Karbohidrat dan lemak), zat
pembangun (protein), dan zat pengatur (Vitamin dan mineral) sesuai dengan
kebutuhan tubuhnya (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
Untuk mendukung pertumbuhan fisik balita, perlu petunjuk praktis
makanan dengan gizi seimbang sebagai berikut:
1. Makanlah aneka ragam makanan.
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan energi.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari kecukupan
energi.
5. Gunakan garam beryodium.
6. Makanlah makanan sumber zat besi.
7. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur enam bulan.
8. Biasakan sarapan pagi.
9. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya.
10. Lakukan kegiatan fisik dan olahraga secara teratur.
11. Hindari minum minuman berakohol.
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan.
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas.
Menurut Soetjiningsih (2004 , dalam Anjani Firna Suwandi 2018 ), pengukuran
status gizi balita di Indonesia pada umumnya menggunakan antropometri, yaitu dengan
cara mengukur tinggi badan ataupun menimbang berat badan. Berat badan merupakan
hasil peningkatan seluruh jaringan, tulang, otot, lemak dan cairan tubuh. Ukuran
antropometri berat badan yang baik untuk status gizi balita yaitu dalam keadaan tumbuh
kembang pada waktu sekarang, sedangkan tinggi badan bertambah sesuai dengan
kecepatan pertumbuhan balita (karena tinggi badan dapat digunakan sebagai petunjuk
keadaan gizi balita dalam jangka waktu yang lampau).
Menurut Gabriel (2008) ada beberapa kondisi dan anggapan orang tua
dan masyarakat yang justru merugikan penyediaan makanan bagi kelompok
balita ini:
1. Anak balita masih dalam periode transisi dari makanan bayi ke makanan
orang dewasa, sehingga masih memerlukan adaptasi.
2. Anak balita dianggap kelompok umur yang paling belum berguna bagi
keluarga, baik tenaga maupun kesanggupan kerja penambah keuangan.
Anak sudah tidak begitu diperhatikan dan pengurusannya sering
diserahkan kepada saudara yang lebih tua, tetapi sering belum cukup umur
untuk mempunyai pengalaman dan keterampilan untuk mengurus anak
dengan baik.
3. Ibu sering sudah mempunyai anak lagi atau sudah bekerja penuh, sehingga
balita kurang mendapat perhatian dari sang ibu.
4. Anak balita masih belum dapat mengurus sendiri dengan baik dan belum
dapat berusaha mendapatkan sendiri apa yang diperlukannya untuk
makanan. Apabila makan bersama dalam keluarga, anak balita masih
diberi jatah makanan dan jika tidak mencukupi sering tidak diberi
kesempatan untuk minta lagi atau mengambil sendiri tambahannya
5. Anak balita mulai turun ke tanah dan berkenalan dengan berbagai kondisi
yang menyebabkan terkena infeksi atau penyakit lain, padahal tubuhnya
belum cukup mempunyai imunitas atau daya tahan untuk melawan
penyakit atau menghindarkan kondisi lain yang memberikan bahaya
kepada dirinya.
c. Balita Gizi Kurang dan Gizi Buruk
Balita gizi kurang adalah balita yang mengalami gangguan kesehatan
akibat keadaan kurang zat gizi sedang yang disebabkan oleh rendahnya asupan
energi dan protein dalam waktu cukup lama (Depkes RI, 2006). Yang ditandai
dengan berat badan menurut umur (BB/U) atau berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB) yang berada pada -3 SD sampai dengan <-2SD baku Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak (Kemenkes, 2010). Balita gizi buruk
adalah balita yang mengalami gangguan kesehatan akibat keadaan kurang zat gizi
tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya asupan energi dan protein dalam
waktu cukup lama (Depkes RI, 2006). Yang ditandai dengan berat badan menurut
umur (BB/U) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang berada pada
<-3 SD baku Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak (Kemenkes, 2010).

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi 3:


1. Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk yang paling sering
ditemukan pada balita. Hal ini merupakan hasil akhir dari tingkat keparahan
gizi buruk. Tanda-tanda marasmus yaitu badan sangat kurus (kulit
membungkus tulang), wajah seperti orang tua (pipi kempot, mata terlihat
cekung), cengeng dan rewel, iga gambang, perut cekung, tulang belakang
terlihat menonjol, kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit
sampai tidak ada, (baggy pants) sering disertai penyakit infeksi (umumnya
kronis berulang) dan diare (Depkes RI, 2004). Marasmus juga sering disertai
defisiensi vitamin D dan vitamin A (Almatsier, 2009).
2. Kwarshiorkor
Kwarshiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang berat
disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau tinggi dan asupan
protein yang inadekuat. Tanda-tanda klisnis seperti edema di seluruh tubuh
terutama perut, kaki dan tangan, rambut tipis, wajah membulat dan sembab,
anak apatis, tidak nafsu makan, rambut kusam dan mudah rontok (rambut
jagung), kulit kering, bersisik, pecah-pecah, dan sermatosisis (Almatsier,
2009).
3. Marasmik-Kwarshiorkor
Marasmik Kwarshiorkor merupakan gabungan dari gejala marasmus
dan kwashiorkor. Menurut UNICEF (1990) yang disesuaikan dengan kondisi
Indonesia dalam BAPPENAS (2011), terdapat dua faktor langsung yang
mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor makanan dan penyakit
infeksi dan keduanya saling mendorong (berpengaruh). Sebagai contoh, bayi
dan anak yang tidak mendapat air susu ibu (ASI) dan makanan pendamping
ASI yang tepat memiliki daya tahan yang rendah sehingga mudah terserang
infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan Infeksi Saluran
Pernafasan Atas (ISPA) mengakibatkan asupan zat gizi tidak dapat diserap
tubuh dengan baik. Faktor makanan yaitu mengkonsumsi makanan yang
tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat
makanan beragam, bergizi seimbang, dan aman. Ketersediaan pangan
beragam sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau
oleh semua rumah tangga sangat menentukan ketahanan pangan di tingkat
rumah tangga dan tingkat konsumsi makanan keluarga.
Khusus untuk bayi dan anak telah dikembangkan standar emas
makanan bayi yaitu: 1) Inisiasi Menyusu Dini (IMD); 2) memberikan ASI
eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan; 3) pemberian makanan pendamping
ASI yang berasal dari makanan keluarga, diberikan tepat waktu mulai bayi
berusia > 6 bulan; dan 4) ASI terus diberikan sampai anak berusia dua tahun.
Faktor infeksi yaitu berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular
dan buruknya kesehatan lingkungan. Untuk itu, cakupan universal untuk
imunisasi lengkap pada anak sangat mempengaruhi kejadian kesakitan yang
perlu ditunjang dengan tersedianya air minum bersih dan higienis sanitasi
yang merupakan salah satu faktor penyebab tidak langsung.
Faktor penyebab tidak langsung, selain sanitasi dan penyediaan air
bersih, kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak
merokok dan memasak di dalam rumah, sirkulasi udara dalam rumah yang
baik, ruangan dalam rumah terkena sinar matahari dan lingkungan rumah
yang bersih. Faktor lain yang juga berpengaruh yaitu ketersediaan pangan.
Selanjutnya, pola asuh bayi dan anak serta jangkauan dan kualitas pelayanan
kesehatan masyarakat. Pola asuh, sanitasi lingkungan dan pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, akses informasi dan tingkat
pendapatan keluarga.
Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan
yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat
badannya.Anak balita ini justru merupakan kelompok umur yang paling sering
menderita akibat kekurangan zat gizi karena masih dalam taraf perkembangan
dan kualitas hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama,
A.D 2008).
Menurut Uripi, (2004), anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai
disapih atau selepas menyusui sampai dengan pra-sekolah. Sesuai
denganpertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhnya
jugamengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara
pemberiannya pun harusdisesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan
karakteristiknya balita usia 1-5 tahundapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak
yang berumur 1-3 tahun yang dikenaldengan Batita merupakan konsumen
pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenalsebagai konsumen aktif.
Balita dibagi menjadi dua yaitu batita dan balita, batita adalah anak
dengan umur 1-3 tahun dan balita adalah anak dengan umur 3-5 tahun (Price
& Gwin, 2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 24 Tahun 2014 tentang
Upaya Kesehatan Anak Pasal 1 dimana balita adalah anak dengan usia 12
bulan sampai 59 bulan atau usia 1-5 tahun.

d. Status Gizi Balita


Menurut Supariasa, dkk (2002, dalam Anjani Firna Suwandi 2018) untuk menilai
status gizi dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
1. Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter yang diukur antara lain
berat badan (BB), tinggi badan (TB), lingkar lengan atas (LLA), lingkar kepala,
lingkar dada, dan lemak subkutan. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu
pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan
umur.
2. Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organorgan yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
3. Biokimia
Biokimia adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan
pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang diamati antara lain urine, tinja,
darah, dan beberapa jaringan tubuh lain, seperti hati dan otot.

4. Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status gizi dengan
melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur
jaringan.
e. Penilaian Status Gizi
Kementerian Kesehatan RI tahun 2015 menyatakan bahwa, status gizi anak
balita diukur berdasarkan umur (U), berat badan (BB), dan tinggi badan (TB)
dimana variabel BB dan TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk tiga indeks
antropometri, yaitu BB/U, TB/U, dan BB/TB yang dapat mengetahui apakah
status gizi balita mengalami status gizi buruk, baik, kurang atau lebih.
Penilaian status gizi dibagi menjadi 2 yaitu penilaian status gizi secara
langsung dan penilaian status gizi secara tidak langsung.
Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penyebab langsung timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah
makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi yang mungkin di derita
balita. Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian
timbulnya kurang gizi tidak hanya kurang makan tetapi juga karena penyakit.
Terutama diare dan ISPA. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik
tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi.
Sebaliknya anak yang daya tahan tubuhnya (imunitas) dapat melemah, dalam
keadaan demikian anak mudah diserang infeksi dan akhirnya berat badan anak
menurun. Secara bersamaan merupakan penyebab kurang gizi ( Soekirman,
2000)
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian
yaitu:
Antropometri
Pengertian Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia.
Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum
digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi
jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
(Supariasa, 2002)
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos
artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah
ukuran dari tubuh. Dan pengertian antropometri adalah berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh
dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh
antara lain: Berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal
lemak dibawah kulit (Supariasa, 2002).
Indeks Antropometri
(a) Berat Badan Menurut Umur ( BB/U )
1) Pengertian Indeks (BB/U)
Indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai
salah satu cara pengukuran status gizi. Berat badan menurut
umur tidak sensitif untuk mengetahui apakah seseorang
mengalami kekurangan gizi masa lalu atau masa kini. Berat
badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu
maupun masa kini (Anggraeni, 2012).
Berat badan adalah salah satu parameter yang
memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat
sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak,
misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi.
Berdasarkan karakteristik berat badan anak usia 3 tahun memiki
berat badan 1,8-2,7 kg dengan rata-rata 14,5 kg dan rata-rata
tinggi badan 95 cm. Pertumbuhan anak usia 3 sampai 4 tahun
dimana rata-rata berat badan 16,5 kg dan rata-rata tingginya 103
cm. Anak usia 5 tahun mulai mengalami peningkatan dengan
rat-rata berat badan 18,5 kg dan tinggi rata-rata 110 cm
(Hockenberry, et al.,2016).

Tabel 2.1.Status Gizi Berdasarkan BB / U

Kategori Z-Score

Berat Badan Sangat Kurang < - 3 SD

Berat Badan Kurang - 3 SD s/d < - 2 SD

Berat Badan Normal ≥ - 2 SD s/d > 2 SD

Badan Badan Lebih > 2 SD

2) Kelebihan Indeks (BB/U)


Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan antara
lain:(Supariasa, 2002)
a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat
umum.
b. Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.
c. Berat badan dapat berfluktuasi.
d. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan
e. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight)

3) Kelemahan Indeks (BB/U)


Di samping mempunyai kelebihan, Indeks BB/U juga
mempunyai beberapa kekurangan, antara lain:(Supariasa, 2002)
a. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru
bila terdapat edema maupun asites.
b. Di daerah pedesaan yang masih terpencil dan tradisional,
umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan
umur belum baik.
c. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak
dibawah usia lima tahun.
d. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti
pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat
pertimbangan.
e. Secara operasional sering mengalami hambatan karena
masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini orang tua
tidak mau menimbang anaknya, karena dianggap seperti
barang dagangan, dan sebagainya.

(b) Tinggi Badan Menurut Umur ( TB/U )


1) Pengertian Indeks (TB/U)
Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan
bengoa (1973) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping
memberikan gambaran status gizi masa lampau juga lebih erat
kaitannya dengan status sosial ekonomi(Anggraeni, 2012).
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan
tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan
tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah
kekurangan gizi dalam waktu yang pendekmenyatakan bahwa indeks
TB/U disamping memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga
lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi. (Supariasa, 2002).

Tabel 2.2 Status Gizi Berdasarkan TB / U


Kategori Z-Score

Sangat Pendek < - 3SD

Pendek - 3 SD s/d < - 2 SD

Normal ≥ - 2 SD s/d > 2 SD


Tinggi > 2 SD

2) Keuntungan Indeks (TB/U)


Keuntungan dari indeks TB/U, antara lain:(Supariasa, 2002)
a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau.
b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.
3) Kelemahan Indeks (TB/U)
Adapun kelemahan indeks TB/U adalah:(Supariasa, 2002)
a. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun.
b. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri
tegak, sehingga diperlukan dua orang untuk melakukannya.
c. Ketepatan umur sulit didapat
(c) Berat Badan Menurut Tinggi Badan ( BB/TB )
1) Pengertian Indeks (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi
badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan
searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Jelliffe pada tahun 1966 telah memperkirakan indeks ini untuk
mengidentifikasi status gizi. Indeks BB/TB merupakan indikator
yang baik untuk menilai status gizi saat ini (sekarang). Indeks
BB/TB adalah merupakan indeks yang independen terhadap umur
(Anggraeni, 2012).
Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan.
Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks
BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat
kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang
independen terhadap umur(Supariasa, 2002)

Tabel 2.3Status Gizi Berdasarkan BB / TB

Kategori Z-Score

Gemuk >2SD

Normal -2 SD s/d 2 SD
Kurus -3 SD s/d < -2SD
Sangat Kurus < -3SD

2) Keuntungan Indeks (BB/TB)


Adapun keuntungan indeks ini adalah:(Supariasa, 2002)
a. Tidak memerlukan data umur.
b. Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal dan
kurus)

3) Kelemahan Indeks (BB/TB)


Kelemahan indeks ini adalah:(Supariasa, 2002)
a. Tidak dapat memberikan gambaran, apakah anak tersebut
pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan
menurut umurnya, karena faktor umur tidak
dipertimbangkan.
b. Dalam praktek sering mengalami kesulitan dalam melakukan
pengukuran panjang/tinggi badan pada kelompok balita.
c. Membutuhkan dua macam alat ukur.
d. Pengukuran relatif lebih lama.
e. Membutuhkan dua orang untuk melakukannya.
f. Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran,
terutama bila dilakukan oleh kelompok non-profesional.

(d) Indeks Masa Tubuh/IMT Anak ( IMT/U )


IMT/U adalah indikator yang terutama bermanfaat untuk penapisan
kelebihan berat badan dan kegemukan. Biasanya IMT tidak meningkat
dengan bertambahnya umur seperti yang terjadi pada berat badan dan
tinggi badan, tetapi pada bayi peningkatan IMT naik secara tajam karena
terjadi peningkatan berat badan secara cepat relatif terhadap panjang
badan pada 6 bulan pertama kehidupan. IMT menurun pada bayi setelah 6
bulan dan tetap stabil pada umur 2-5 tahun (Anggraeni, 2012).
IndikatorIMT/U hampir sama dengan BB/PB atau BB/TB. Ketika
melakukan interpretasi resiko kelebihan berat badan, perlu
mempertimbangkan berat badan orang tua. Jika seseorang anak
mempunyai orang tua yang obes akan meningkatkan resiko terjadinya
kelebihan berat badan pada anak. Anak yang mempunyai salah satu orang
tua yang obesitas, kemungkinan 40% untuk menjadi kelebihan berat
badan. Jika kedua orang tuanya obes, kemudian meningkat sampai 70%.
Perlu diketahui bahwa anak yang pendekpun dapat mengalami kelebihan
berat badan atau obesitas(Anggraeni, 2012).
Tabel 2.4 Status Gizi Berdasarkan IMT / U
Kategori Z-Score
Sangat Gemuk > 3SD
Gemuk > 2SD
Resiko Gemuk > 1SD
Normal <-1SD

Kurus <-2SD

Sangat Kurus <-3SD

(e) Z-score
Z-Score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara
internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang
diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan. Untuk
pengukuran z-score pada populasi yang distribusinya normal. Umumnya
digunakan pada indicator panjang atau tinggi badan anak. Dengan rumus
sebagai berikut :

(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖 − 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛)
𝑍 − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 =
𝑍 − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖𝑟𝑒𝑓𝑒𝑟𝑒𝑛𝑠𝑖 (𝑆𝐷)
Untuk Populasi yang distribusinya tidak normal
(𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑦𝑎𝑛𝑔𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖 ∶ 𝑀)𝐿 − 1
𝑍 − 𝑆𝑐𝑜𝑟𝑒 =
𝐿𝑋𝑆
Rumus diatas M, L, dan S adalah nilai dari populasi referensi.
Rumus ini juga disebut rumus LMS, biasanya untuk menghitung Z-score
BB/U, BB/PB, BB/TB, dan IMT/U.
Keterangan :
M =Nilai angka median referensi yang diperoleh dariestimasi rata-rata
populasi.
L=Nilai angka yang diperlukan untuk menstransformasikandata dalam
rangka untuk mengurangi kemencengan kurva.
S = Koefisien variansi
Atau
Jika nilai individu subjek < Nilai Median
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢−𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛
Z-Score indeks …= 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛−(−1𝑆𝐷)

Jika nilai individu subjek > Nilai Median


Nilai Individu−Nilai median
Z-Score indeks…= (+1𝑆𝐷)−𝑚𝑒𝑑𝑖𝑎𝑛

(Nilai median, -1 SD dan +1 SD dapat dilihat pada lampiran(Anggraeni,


2012).

Keunggulan Antropometri
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri
adalah:(Supariasa, 2002)
a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar
lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat
dibuat sendiri dirumah.
b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan
objektif. Contohnya, apabila terjadi kesalahan pada pengukuran
lingkar lengan atas pada anak balita, maka dapat dilakukan
pengukuran kembali tanpa harus persiapan alat yang rumit. Berbeda
dengan pengukuran status gizi dengan metode biokimia, apabila
terjadi kesalahan maka harus mempersiapkan alat dan bahan terebih
dahulu yang relatif mahal dan rumit.
c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus
profesional, juga oleh tenaga lain setelah di latih untuk itu.
d. Biaya relatif murah, karena alat mudah didapat dan tidak
memerlukan bahan-bahan lainnya.
e. Hasilnya mudah disimpulkan, karena mempunyai ambang batas (cut
off point) dan baku rujukan yang sudah pasti.
f. Secara ilmiyah di akui kebenarannya. Hampir semua negara
menggunakan antropometri sebagai metode untuk mengukur status
gizi masyarakat, khususnya untuk penapisan (screening) status gizi.
Hal ini dikarenakanantropometri diakui kebenarannya secara ilmiah.
Memperhatikan faktor di atas, maka dibawah ini akan di uraikan
keunggulan antropometri gizi sebagai berikut:(Supariasa, 2002)
a. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah
sampel yang besar.
b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh
tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan
pengukuran antropometri. Kader gizi (posyandu) tidak perlu seorang
ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat melaksanakan
kegiatannya secara rutin.
c. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat di
daerah setempat. Memang ada alat antropometri yang mahal dan harus
diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat itu hanya tertentu saja
seperti “skin fold caliper” untuk mengukur tebal lemak dibawah kulit.
d. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dilakukan.
e. Dapat mendeteksi atau menggambar riwayat gizi di masa lampau.
f. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi
buruk, karena sudah ada ambang batas yang jelas.
g. Metode antropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada
periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi berikunya.
h. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok
yang rawan terhadap gizi.

Kelemahan Antropometri
Di samping keunggulan metode penentuan status gizi secara
antropometri, terdapat pula beberapa kelemahan yaitu : (Supariasa,
2002)
a. Tidak sensitive
Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat.
Di samping itu tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi
tertentu seperti zink dan fe.
b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan
energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran
antropometri.
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi
posisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan ini terjadi karena:
1. Pengukuran
2. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi
jaringan
3. Analisis dan asumsi yang keliru
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1. Latihan petugas yang tidak cukup
2. Kesalahan alat atau alat tidak ditera
3. Kesulitan pengukuran
Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai
status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan
yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat
dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata,
rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya
untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang
untuk mendeteksi secara tepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan
salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui
tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda
(sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit(Susilowati, 2008).

Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang
diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk
suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang
lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan
kimia faali dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang spesifik. (Susilowati, 2008).
Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status
gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi
tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night blindnes).
Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap. (Supariasa, 2002).
Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi 3 penilaian
yaitu:
Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara
tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei
ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan zat gizi. (Supariasa,
2002).

Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis
data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang
berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian
dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat. (Supariasa,
2002)

Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi
sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi
seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi
dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu
masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
(Susilowati, 2008).
f. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan
Tumbuh Kembang Balita dibagi dalam beberapa Jenis tumbuh
kembang balita menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012) dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
1. Tumbuh kembang fisik yang meliputi perubahan dalam bentuk dasar dan
fungsi organisme atau individu.
2. Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi
dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik,
seperti berbicara, bermain, berhitung, dan membaca.
3. Tumbuh kembang sosial emosional bergantung pada kemampuan bayi
untuk membentuk ikatan batin, berkasih sayang, menangani kegelisahan
akibat suatu frustasi dan mengelola rangsangan agresif.

Balita pada usia kurang dari enam bulan perkembangan otak bayi
mengalami masa yang kritis, sehingga sangat diperlukan adanya perlakuan-
perlakuan khusus untuk perkembangan otak secara maksimal. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan ASI eksklusif mulai
dari awal kelahiran sampai usia enam bulan, yang bertujuan untuk
menghindari terjadinya infeksi dan sakit. Pemberian ASI tidak hanya sampai
usia enam bulan saja, tetapi sampai usia dua tahun. Setelah bayi berusia lebih
dari enam bulan, maka diberikan Makan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk
menambah asupan gizi yang tidak terpenuhi oleh ASI saja mengingat
kebutuhan zat gizi balita meningkat di setiap pertumbuhannya (usianya).
Perlakuan terhadap anak paling baik dilakukan sampai balita berusia lima
tahun, karena masa ini merupakan masa yang menentukan pertumbuhan dan
perkembangannya kelak (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
Pertumbuhan merupakan bertambah jumlah dan besarnya sel di seluruh
bagian tubuh yang secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan
merupakan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai
melalui kematangan dan belajar.Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan
masalah perubahan dalam besar jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ
maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound,
kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan keseimbangan
metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh); sedangkan perkembangan
(development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.

Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan


Secara umum pertumbuhan dan perkembangan memiliki beberapa
prinsip dalam prosesnya. Prinsip tersebut dapat menentukan ciri atau pola dari
pertumbuhan dan perkembangan setiap anak. Prinsip-prinsip tersebut antara
lain adalah sebagi berikut:(Supariasa, 2002)
1. Proses pertumbuhan dan perkembangan sangat bergantung pada aspek
kematangan susunan syaraf pada manusia, di mana semakin sempurna
atau kompleks kematangan saraf maka semakin sempurna pula proses
pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi dari proses konsepsi sampai
dengan dewasa.
2. Proses perkembangan dan pertumbuhan setiap individu adalah sama, yaitu
mencapai proses kematangan, meskipun dalam proses pencapaian tersebut
tidak memiliki kecepatan yang sama antara individu yang satu dengan
yang lain.
3. Proses pertumbuhan dan perkembangan memiliki pola khas yang dapat
terjadi mulai dari kepala hingga ke seluruh bagian tubuh atau juga mulai
dari kemampuan yang sederhana hingga mencapai kemampuan yang lebih
kompleks sampai mencapai kesempurnaan dari tahap pertumbuhan dan
perkembangan.

g. Indikator Pertumbuhan Pada Anak


Berat Badan
Pada masa pertumbuhan berat badan bayi dibagi menjdai dua yaitu usia 0-
6 bulan dan usia 0-12 bulan. Untuk usia 0-6 bulan berat badan akan
mengalami penambahan setiap seminggu sekitar 140 -200 gram dan berat
badannya akan menjadi dua kali berat badan lahir pada akhir bulan ke 6.
Sedang kan pada usia 6-12 bulan terjadi penambahan setiap seminggu sekitar
40 gram dan pada akhir bulan ke 12 akan menjadi penambahan 3 kali lipat
berat badan lahir. Pada masa bermain, terjadi penambahan berat badan sekitar
4 kali lipat dari berat badan lahir pada usia kurang lebih 2,5 tahun serta
penambahan berat badan setiap tahunnya adalah 2-3 kilogram. Pada masa pra
sekolah dan sekolah akan terjadi penambahan berat badan setiap tahunya
kurang lebih 2-3 kilogram. (Supariasa, 2002).

Tinggi badan
Pada usia 0-6 bulan bayi akan mengalami penambahan tinggi badan
sekitar 2,5 cm setiap bulannya. Pada usia 6-12 bulan akan mengalami
penambahan tinggi badan hanya sekitar 1,25 cm setiap bulannya.pada akhir
tahun pertama akan meningkat kira-kira 50% dari tinggi badan waktu lahir.
Pada masa bermain penambahan selama tahun ke 2 kurang lebih 12 cm
sedangkan penambahan tahun ketiga rata-rata 4-6 cm. Pada masa pra sekolah,
khususnya diakhir usia 4 tahun, terjadi penambahan rata-rata 2 kali lipat dari
tinggi badan waktu lahir dan mengalami penambahan setiap tahunya kurang
lebih 6-8 cm. Pada masa sekolah akan mengalami penambahan setiap
tahunnya.setelah usia 6 tahun tinggi badan bertambah rata-rata 5 cm,
kemudian pada usia 13 tahun bertambah lagi menjadi rata-rata 3 kali lipat dari
tinggi badan waktu lahir(Supariasa, 2002).
Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan
penentuan umur akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.
Karena umur turut menetukan kebutuhan gizi anak.
Lingkar Kepala
Pertumbuhan pada lingkar kepala ini terjadi dengan sangat cepat sekitar
6 bulan pertama, yaitu dari 35-43 cm. Pada usia-usai selanjutnya pertumbuhan
lingkar kepala mengalami perlambatan. Pada usia 1 tahun hanya mengalami
pertumbuhan kurang lebih 46,5 cm. Pada usia 2 tahun mengalami
pertumbuhan kurang lebih 49cm, kemudian akan bertambah 1 cm sampai
dengan usia tahun ke tiga bertambah lagi kurang lebih 5 cm sampai dengan
usia remaja. (Supariasa, 2002).

h. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi


Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi status gizi adalah sebagai berikut :
Faktor Eksternal
Secara garis besar, faktor lingkungan dapat dibagi dua yaitu: faktor
pranatal dan faktor lingkungan pascanatal. Faktor lingkungan pranatal adalah
faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih dalam
kandungan. Faktor lingkungan pascanatal adalah faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan anak setelah lahir.
Menurut Soetjiningsih (1998), lingkungan pranatal yang mempengaruhi
pertumbuhan janin mulai konsepsi sampai lahir, antara lain: (Supriasa, Bakri,
Fajar, 2002).

Lingkungan Pascanatal
Gizi ibu pada saat hamil
Status gizi ibu hamil sangat mempengaruhi pertumbuhan janin dalam
kandungan. Apabila status gizi ibu buruk, baik sebelum kehamilan dan
selama kehamilan akan menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR). Di
samping itu, akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan otak janin,
anemia pada bayi baru lahir, bayi baru lahir mudah terinfeksi, abortus dan
sebagainya.
Kondisi anakyang lahir dari ibu yang kekurangan gizi dan hidup dalam
lingkungan yang miskin akan menghasilkan generasi kekurangan gizi dan
mudah terkena penyakit infeksi. Keadaan ini biasanya di tandai dengan
berat dan tinggi badan kurang optimal.

Mekanis
Kelainan bawaan pada bayi dapat disebabkan oleh trauma dan cairan
ketuban yang kurang. Demikian pula posisi janin yang tidak normal dapat
menyebabkan berbagai kelainan pada bayi yang dilahirkan dan dapat
menyebabkan pertumbuhannya terhambat.
Toksin/zat kimia
Pada ibu hamil yang menderita keracunan logam berat, seperti makan
ikan yang terkontaminasi merkuri (air raksa) dapat menyebabkan
mikrosefali. Keracunan logam berat biasanya terjadi di daerah dimana air
laut tercemar oleh air limbah dari pusat-pusat industri.
Endokrin
Jenis hormon yang mungkin berperan pada pertumbuhan janin adalah
somatotropin, hormon plasenta, hormon tiroid, insulin dan peptida-peptida
lain dengan aktivitas mirip insulin. Di daerah endemik gondok, pada
umumnya penduduk menderita pertumbuhan terhambat. Bentuk fisik tubuh
biasanya pendek dan cebol. Kondisi ini disebabkan oleh asupan yodium
penduduk di daerah endemik sangat rendah. Yodium ini adalah salah satu
mineral yang sangat berperan terhadap pembentukan hormon tiroksin. Jenis
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid ini termasuk hormon
pertumbuhan (growth hormon), oleh karena itu apabila terjadi kelainan
pada kelenjar ini, produksi hormon akan terganggu yang mengakibatkan
pertumbuhan terhambat.
Radiasi
Pengaruh radiasi pada bayi sebelum berumur 18 minggu dapat
mengakibatkan kematian, kerusakan otak, mikrosefali, atau cacat bawaan
lainnya. Efek dari radiasi ini dapat mengakibatkan cacat bawaan pada anak.
Infeksi
Cacat bawaan bisa juga disebabkan oleh infeksi intrauterin, dan jenis
infeksi lain menyebabkan penyakit pada janin adalah varisela, malaria,
HIV, virus hepatitis dan virus influenza.
Stres
Ketenangan kejiwaan yang di dukung oleh lingkungan keluarga, akan
menghasilkan janin yang baik, apabila ibu hamil mengalami stres, akan
mempengaruhi tumbuh kembang janin yaitu berupa cacat bawaan dan
kelainan kejiwaan.
Anoksia embrio
Menurutnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta atau tali
pusat, dapat menyebabkan berat badan lahir rendah.

Pendapatan
Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi
keluarga, yang hubungannya dengan daya beli yang dimiliki keluarga tersebut.
(Suliha, 2001)
Tingkat pendapatan sangat menentukan pola makan yang dibeli. Dengan
uang tambahan, sebagian besar pendapatan tambahan itu untuk pembelanjaan
makanan. Pendapatan merupakan faktor yang paling penting untuk
menentukan kualitas dan kuantitas makanan, maka erat hubungannya dengan
gizi.
Arti pendapatan dan manfaatnya bagi keluarga :
a) Peningkatan pendapatan berarti memperbesar dan
meningkatkan pendapatan golongan miskin untuk memperbaiki gizinya.
b) Pendapatan orana-orang miskin meningkat otomatis
membawa peningkatan dalam jumlah pembelanjaan makanan untuk
keluarga (Khomsan,2003).

Pendidikan
Pendidikan gizi merupakan suatu proses merubah pengetahuan, sikap dan
perilaku orang tua atau masyarakat untuk mewujudkan dengan status gizi yang
baik. (Suliha, 2001)
Suatu proses penyampaian bahan atau materi pendidikan oleh pendidik
kepada sasaran pendidikan (anak didik) guna mencapai perubahan tingkah
laku (tujuan). Pendidikan itu adalah suatu proses, maka dengan sendirinya
mempunyai masukan dan keluaran.
Masukan proses pendidikan adalah sasaran pendidikan atau anak didik
yang mempunyai karakteristik, sedangkan keluaran proses pendidikan adalah
tenaga atau lulusan yang mempunyai kualifikasi tertentu sesuai dengan tujuan
institusi yang bersangkutan. (Madanijah, 2004)

Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang demi
kelangsungan hidupnya atau untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan
hidupnya. setiap orang melakukan pekerjaan salah satunya untuk memenuhi
kebutuhan pokok, karena kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi. (Satriana,2017)
Budaya
Budaya adalah suatu ciri khas, akan mempengaruhi tingkah laku dan
kebiasaan. (Soetjiningsih, 1998)

Faktor Internal
Faktor internal (genetik) antara lain termasuk berbagai faktor bawaan
yang normal dan patologis, jenis kelamin, obstretik dan ras atau suku bangsa.
Apabila potensi genetik ini dapat berinteraksi dalam lingkungan yang baik dan
optimal maka akan menghasilkan pertumbuhan yang optimal pula. Gangguan
pertumbuhan dinegara maju lebih sering diakibatkan oleh faktor genetik ini. Di
negara yang sedang berkembang, Gangguan pertumbuhan selain disebabkan
oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan yang tidak mungkin
seseorang tumbuh secara optimal. Kematian anak balita di neagara yang
sedang berkembang di pengaruhi oleh kedua faktor ini (Supriasa, Bakri, Fajar,
2002).
Faktor Internal yang mempengaruhi status gizi antara lain :
Usia
Usia akan mempengaruhi kemampuan atau pengalaman yang dimiliki
orang tua dalam pemberian nutrisi anak balita (Nursalam, 2001)

Kondisi Fisik
Kemampuan fisik adalah kemampuan yang memfungsikan organ-
organ tubuh dalam melakukan aktivitas fisik.kemampuan fisik sangat
penting untuk mendukung mengembangkan aktifitas psikomotor. Bayi
dan anak-anak yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan, karena
pada periode hidup ini kebutuhan zat gizi digunakan untuk pertumbuhan
cepat dalam penyembuhan dan yang lanjut usia, semuanya memerlukan
pangan khusus karena status kesehatan mereka yang buruk (Sugiyanto
1996 :221)
a) Infeksi
Infeksi dan demam dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan atau
menimbulkan kesulitan menelan dan mencerna makanan. (Suhardjo, et,
al, 1986)
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak balik.
Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui mekanismenya. Yang
paling penting adalah efek langsung dari infeksi. Sistematik pada
katabolisme jaringan menyebabkan kehilangan nitrogen. Meskipun hanya
terjadi infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.
i. Kebutuhan Gizi Balita
Zat gizi adalah zat atau unsur-unsur kimia yang terkandung dalam
panganyang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh secara normal. Manusia
memerlukan zat gizi agar dapat hidup dengan sehat dan mempertahankan
kesehatannya. Oleh karena itu, jumlah zat gizi yang diperoleh melalui konsumsi
panga
n Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013
harus BB TB Energi Protein Vit A
menc (kg) (cm) (Kkal) (gr) (IU)
ukupi
kebut
uhan
tubuh untuk melakukan kegiatan internal dan eksternal, pemeliharaan tubuh dan
pertumbuhan, serta untuk aktivitas (Supariasa et al. 2002).
Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5 tahun
bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun makanan
yangdikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu, sedangkan
konsumen aktifartinya anak dapat memilih makanan yang disukainya.
Tahap awal dari kekurangan zat gizi dapat diidentifikasi dengan penilaian
konsumsi pangan. Konsumsi pangan yang kurang akan berdampak terhadap
kurangnya zat gizi dalam tubuh. Secara umum terdapat dua kriteria untuk
menentukan kecukupan konsumsi pangan, yaitu konsumsi energi dan protein.
Kebutuhan energi biasanya dipenuhi dari konsumsi pangan pokok, sedangkan
kebutuhan protein dipenuhi dari sejumlah substansi hewan, seperti ikan, daging,
telur dan susu. (Supariasa et al. 2002) Angka Kecukupan Gizi (AKG) dapat
digunakan untuk menilai tingkat kecukupan zat gizi individu. Basis dari AKG
adalah kebutuhan (Estimated Average Requirement). Untuk mengetahui
kecukupan gizi anak balitadigunakan AKG tahun 2013, yang disajikan pada tabel.
Kecukupan gizi tersebut dianjurkan untuk dipenuhi dari konsumsi pangan anak
balita setiap harinya.
Anak 1-3 tahun 13 91 1125 26 400
Anak 4-6 tahun 19 112 1600 35 450

j. Permasalahan Gizi Pada Balita


KEP
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang
disebabkan oleh rendahnya komsumsi energi dan protein dalam makanan
sehari – hari atau gangguan penyakit – penyakit tertentu. Anak tersebut kurang
energi protein (KEP) apabila berat badanya kurang dari 80% indek berat
badan/umur baku standar,WHO –NCHS.
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak
tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat
dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmickwashiokor. Tanpa
mengukur/melihat BB bila disertai oudema yang bukan karena penyakit lain
adalah KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor.
Anemia Defisiensi Zat Besi
Pengertian Anemia
Anemia gizi besi adalah kekurangan kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah yang di sebabkan karena kekurangan zat besi yang di perlukan untuk
pembentukan Hb tersebut. Di indonesia sebagian besar anemia ini di
sebabkan karena kekurangan zat besi (Fe) hingga di sebut anemia
kekurangan zat besi atau anemia gizi besi Zat besi (Fe) di perlukan untuk
pembentukan hame dan hemoglob in (Hb). Kekurangan zat besi (Fe)
megakibatkan kekurangan Hb. Akibat pembuatan eritrosit menurun,
sehingga tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa dan
timbulah anemia hipokromik makrosit(Dewi, Pujiastiti, Fajar. ,2013).
Penyebab Anemia Gizi
Beberapa penyebab anemia gizi yaitu : (Dewi, Pujiastiti, Fajar,2013)
1) Kekurangan zat besi dari makanan yang di konsumsi tidak mencukupi
kebutuhan tubuh
2) Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi seperti anak-anak dan
remaja, kebutuhan tubuh akan meningkat tajam, pada masa kehamilah
kebutuhan zat besi kebutuhan zat besi meningkat karena zat besi di
perluka untuk pertumbuhan janin serta serta untuk kebutuhan ibu sendiri
serta penderita penyakit menahun TBC
3) Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh
Pendarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini
terjadi pada penderita : kecacingan (terutama cacainf tambang). Infeksi
cacaing tambang menyebabkan pendarahan pada dinding usus, meskipun
sedikit tetapi terjadi terus menerus yang mengakibatkan hilangnya darah
atau zat besi, malaria pada penderita anamia gizi besi dapat memperberat
keadaan anamianya sreta kehilangan darah pada waktu haid berarti
mengeluarkan zat besi dalam darah.
Akibat Anemia
Beberapa akibat yang ditimbulkan yaitu : (Dewi, Pujiastiti, Fajar.
,2013)
1) Anak-anak:
a) Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar
b) Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan
otak
c) Meningkatkan risiko menderita penyakit infeksi karena daya tahna
tubuh menurun.
2) Wanita :
a) Anemia akan menurunkan akan menurunkan daya tahan tubuh
sehingga mudah sakit.
b) Menurunkan produktivitas kerja
c) Menurunkan kebugaran
3) Remaja putri :
a) Menurunkan kemampuan dan konsetrasi belajar
b) Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai
optimal.
c) Menurunkan kemampuan fisik olahragawati
d) Mengakibatkan muka pucat
4) Ibu hamil :
a) Menimbulkan perdarahan sebelum dan saat persalinan
b) Meningkatan risiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir
rendah atau BBLR (<2,5 kg)
c) Pada anemia berat,bahkna dapat menyebabkan kematian ibu dan
atau bayinya
Pencegahan Anemia
Beberapa pencegahan anemia yaitu : (Dewi, Pujiastiti, Fajar ,2013)
1) Meningkatan konsumsi makanan bergizi
a) Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan
makanan hewani (daging,ikan, ayam,hati,telur) dan bahan makanan
nabati (sayuran berwarna hijau tua,kacang-kacangan,tempe)
b) Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung
vitamin C (daun katuk,daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk)
sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam
usus.
2) Menambahkan pemasukan zat besi ke dalam tubuh degan minum tablet
tambah darah ( TTD)
3) Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia
seperti: kecacingan,malaria,penyakit TBC).

GAKY
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) atau Iodine Deficiency
Disorder (IDD) merupakan segala gangguan yang timbul pada suatu populasi
di mana semua gangguan tersebut akan tercegah dengan asupan yodium yang
cukup pada penduduknya. Defisiensi yodium akan terjadi jika asupan yodium
tidak adekuat sesuai dengan rekomendasi asupan yodium harian.
Penanggulangan masalah GAKY dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Beberapa cara yang telah dilakukan antara lain, fortifikasi yodium pada garam,
fortifikasi yodium pada air minum, suplement yodium pada hewan, suntikan
minak yodium dan suplement kapsul yodium. Penggunaan masing-masing
metode sangat tergantung dari tingkat masalah yang ada. Pada daerah dengan
masalah GAKY ringan, iodisasi garam dan perbaikan ekonomi sudah
mencukupi. Sementara itu, pada wilayah dengan masalah GAKY berat maka
harus dilakukan suplementasi kapsul yodium.

Kekurangan Vitamin A (KVA)


Agar anak dapat dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
dibutuhkan antara lain vitamin. Vitamin-vitamin ini selain diperoleh dari
makanan dapat juga diperoleh melalui suplemen-suplemen yang mengandung
vitamin. Salah satu jenis vitamin yang dibutuhkan adalah vitamin A atau yang
disebut juga retinol. Vitamin A berfungsi antara lain menjaga kelembaban dan
kejernihan elaput lender,memungkinkan mata dapat mellihat dengan baik
dalam keadaan kurang cahaya (sore atau senja hari), serta pada ibu nifas akan
meningkatkan mutu vitamin A dalam ASI, sehingga bayi mendapatkan
vitamin A yang cukup dari ASI. Kekurangan Vitamin A banyak ditemukan
dibeberapa daerah seperti Asia Tenggara, dimana padi yang digiling menjadi
beras (mengandung sedikit vitamin A) merupakan makanan pokok. Adapun
vitamin A dapat diperoleh pada minyak hati ikan, kuning telur, mentega, krim
dan margarine yang telah diperkaya dengan vitamin A. Sedangkan provitamin
A dapat diperoleh dari sayur-sayuran berdaun hijau gelap dan buah-buahan
berwarna kuning atau merah serta minyak kelapa (Dewi, Pujiastiti,
Fajar,2013).
Penyebab kekurangan vitamin A yaitu intake makanan yang kurang
mengandung vitamin A, rendahnya konsumsi vitamin A dan pro vitamin A
pada ibu hamil sampai melahirkan akan memberikan kadar vitamin A yang
rendah pada ASI, MP-ASI yang kurang mencukupi kebutuhan vitamin
A,gangguan absorbs vitamin A atau provitamin A (penyakit Pankreas, diare
kronik, KEP, dll), gangguan konversi pro vitamin A menjadi vitamin A pada
gangguan fungsi kelenjar tiroid dan kerusakan hati (kwashiorkor,hepatitis
kronik) (Dewi, Pujiastiti, Fajar,2013).
Akibat dari kekurangan vitamin A ini bermacam – macam antara lain
terhambatnya pertumbuhan, gangguan pada kemampuan mata dalam
menerima cahaya, kelainan – kelainan pada mata seperti xerosis dan
xeropthalmia, serta meningkatnya kemungkinan menderita peyakit infeksi.
Bahkan pada yang mengalami kekurangan vitamin A berat angka kematian
sampai 50% (Dewi, Pujiastiti, Fajar ,2013).
Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu setiap bulan Februari dan
Agustus seluruh bayi usia 6-11 bulan, harus mendapatkan 1 kapsul vitamin A
biru dan seluruh anak balita usia 12-59 bulan mendapat kapsul vitamin A
warna merah.Sedangkan untuk ibu nifas sampai 30 hari setelah melahirkan
mendapat 1 kapsul vitamin A warna merah (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

k. Pengaruh Status Gizi


Infeksi Penyakit
Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap berbagai penyakit.
Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurna dalam upaya membentuk
pertahanan tubuh seperti hal nya orang dewasa. Umumnya penyakit yang
menyerang anak bersifat akut. Artinya penyakit menyerang secara mendadak
gejala timbul dengan cepat, bahkan dapat membahayakan(Ninik,2005). Infeksi
bias berhubungan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara, yaitu
mempengaruhi nafsu makanan sehingga kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi.
Secara umum defisiensi gizi sering merupakan awal dari gangguan defisiensi
sistem kekebalan. Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak antara lain:
Diare
Bayi dan Balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air
besar tidak normal atau bentuk encer dengan frekuensi buang air besar
lebih dari tiga kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis.
Diare akut yaitu diare yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala
gizi kurang dan demam serta berlangsung beberapa hari. Sedangkan yang
dimaksud diare kronik yaitu diareyang berlansung sampai lebih dari dua
minggu, biasanya disebut dehidrasi (Dina Agoes H, 2003 dalam
Ninik,2005).
Gizi kurang dan diare sering dihubungkan satu sama lain, walaupun
diakui bahwa sulit untuk menentukan kelainan mana yang terjadi lebih
dulu, gizi kurang diare atau sebaliknya.

ISPA
Pneumonia adalah penyakit infeksi pada bagian saluran pernafasan
(paru- paru) yang disebakan oleh bakteri atau virus tanda-tanda nya adalah
batuk, pilek, napas cepat, dan kesulitan bernapas (Dina Agoes dan Maria
Poppy H, 2001 dalam Ninik,2005). Faktor-faktor yang meningkatkan resiko
kematian akibat pneumonia yaitu: umur dibawah dua tahun, tingkat social
ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat pendidikan
ibu rendah, tingkat pelayanan kesehatan rendah, kepadatan tempat tinggal,
imunisasi yang tidak memadai, dan menderita penyakir kronis.
Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai upaya pencegahan
terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap beberapa penyakit seperti
tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya harus dilakukan sesuai waktu. Disamping
itu pemeliharaan hygiene dan sanitasi lingkungan sangat.

Jarak Kelahiran Yang Terlalu Rapat


Jarak kelahiran akan mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga.
Dengan adanya jarak kelahiran yang dekat maka kebutuhan makanan yang
seharusnya hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan anak yang
lain yang sama-sama memerlukan gizi yang optimal (Sjahmien Mohji, 2002
dalam Ninik,2005).
Anak yang berusia dibawah lima tahun masih sangat memerlukan
perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan kasih sayang.
Jika dalam masa tahun ini ibu hamil lagi maka bukan saja perhatian ibu
terhadap anak menjadi berkuran akan tetapi ASI yang masih aktif sangat
dibutuhkan anak akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan secara
baik menerima makanan pengganti ASI yang kadang-kadang mutu gizi anak
makanan tersebutjuga rendah. Hal ini akan menyebabkan status gizi anak
kurang.

Penyakit Kronis
Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap berbagai penyakit.
Jaringan tubuh pada bayi dan balita belum sempurnadalam upaya membentuk
pertahanan tubuh seperti orang dewasa. Anak balita bias terserang penyakit
akut maupun kronis.
Anak yang menderita penyakit menahun akan terganggu tumbuh
kembangnya dan pendidikannya, disamping itu anak juga mengalami stress
yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya (Soetjiningsih, 1998 dalam
Ninik,2005)

Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan memiliki peran yang cukup dominan dalam
penyediaan lingkungan yang mendukung kesehatan anak dan tumbuh
kembangnya. Kebersihan baik kebersihan perorangan maupun lingkungan
memegang peranan penting dalam timbulnya penyakit. Akibat dari kebersihan
yang kurang maka anak akan sering sakit misalnya diare, kecacingan, tifus,
hepatitis, malaria, demam berdarah dan sebagainya.
Demikian pula dengan polusi udara baik yang berasal dari pabrik, asap
kendaraan atau asap rokok, dapat berpengaruh terhadap tingginya angka
kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Kalau anak sering
menderita sakit maka tumbuh kembangnya terganggu (Soetjiningsih, 1998
dalam Ninik 2005)

Pelayanan Kesehatan
Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan
kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu
fisik yang rendah (Arianton Aritonang, 2003 dalam Ninik,2005).
Peran pelayanan telah lama diadakan untuk memperbaiki status gizi.
Pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap masalah kesehatan terutama
masalah gizi. Pelayanan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan
sangat membantu dalam meningkatkan derajad kesehatan. Dengan pelayanan
kesehatan masyarakat yang optimal kebutuhan kesehatan masyarakat akan
terpenuhi. Salah satu bentuk pelayanan kesehatan yaitu kegiatan posyandu
yang dapat memantau pertumbuhan dan perkembangan anak balita dengan
penimbangan berat badan (BB) secara rutin setiap bulan.

Stabilisasi Rumah Tangga


Stabilitas dan keharmonisan rumah tangga mempengaruhi tumbuh
kembang anak. Tumbuh kembang anak akan berbeda pada keluarga
yang harmonis dibandingkan dengan mereka yang kurang harmonis
(Soetjiningsih, 1998 dalam Ninik,2005).
Adanya Kebiasaan atau Pantangan
Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantangan makan, makanan
tertentu sering kita jumpai terutama di daerah pedesaan. Larangan terhadap
anak untuk makan telur, ikan, ataupun daging hanya berdasarkan kebiasaan
yang tidak ada dasarnya dan hanya diwarisi secara turun temurun, padahal
anak itu sendiri sangat memerlukan bahan makanan seperti itu guna keperluan
tumbuh kembangnya (Sjahmien Moehji, 2002 dalam Ninik,2005).
Ketahanan Makanan
Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak.
Ketahanan makanan keluarga mencakup pada ketersediaan makanan dan
pembagian yang adil dalam keluarga dimana acap kali kepentingan budaya
bertabrakan dengan kepentingan biologis anggota-anggota keluarga. Satu
aspek yang penting yang perlu ditambahkan adalah keamanan pangan yang
mencakup pembebasan makanan dari berbagai racun fisik, kimia, dan biologis
yang kian mengancam kesehatan manusia (Soetjiningsih, 1998 dalam Ninik,
2005).
Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tumbuh
kembang anak. Dengan lingkungan yang bersih dan sehat maka penyakit
tidak mudah menyebar dan menular, sedangkan pada lingkungan yang tidak
sehat memungkinkan terjadinya penyebaran dan penularan berbagai
penyakit(Sjahmien Moehji, 1992 dalam Ninik,2005).
Perawatan Kesehatan
Perawatan kesehatan yang teratur tidak saja kalau anak sakit tetapi
pemeriksaan kesehatan dan penimbangan anak secara rutin setiap bulan akan
menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena itu pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan dianjurkan untuk dilaksanakan secara
komprehensif. (Soejtiningsih, 1998 dalam Ninik,2005).
l. Penanggulangan Kekurangan Gizi
Program penanggulangan balita gizi buruk atau gizi kurang harus
dilakukan secara terpadu, bersinergi, berkelanjutan, dan berkemitraan melalui
program yang melibatkan lintas program dan lintas sektor, serta berbasis
prakarsa dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu selain pemberian
PMT, pemulihan balita gizi buruk dan gizi kurang harus didukung dengan
strategi KIE yang efektif, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, pemberian
micronutrient, serta menumbuhkan potensi masyarakat untuk berprakarsa
melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk memberikan kontribusi berupa
bahan makanan, tenaga, atau uang (Achadi, E.L., 2007).
Program Edukasi dan Rehabilitasi Gizi (PERGIZI) bertujuan untuk
mengoptimalkan keberhasilan program peningkatan status gizi balita yang
selama ini telah dilakukan, melalui kegiatan penyuluhan, pemberian makanan
tambahan (PMT-Bersama), pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, pemberian
micronutrient, yang dilaksanakan secara terpadu bersinergi, berkelanjutan, dan
berkemitraan melalui program yang melibatkan masyarakat, lintas program dan
lintas sektor (Achadi, E.L., 2007).
Program Edukasi dan Rehabilitasi Gizi (PERGIZI) merupakan model
'baru' yang berupaya untuk membantu, memfasilitasi, dan memotivasi ibu
balita gizi kurang dan gizi buruk untuk meningkatkan status gizi anak dengan
memanfaatkan potensi yang terdapat pada diri dan keluarganya melalui
perubahan perilaku dalam merawat dan memberi makan anak. Jumlah sasaran
PERGIZI yang aktif sampai minggu ke12 adalah 109, yang terdiri dari 36 anak
balita yang awalnya menderita gizi buruk dan 73 anak yang menderita gizi
kurang, jumlah sampel yang mempunyai data lengkap hanya 97 anak balita
yang terdiri dari 35 anak balita yang awalnya gizi buruk dan 62 anak balita
yang awalnya gizi kurang. Anak balita sasaran PERGIZI yang mengalami
peningkatan status gizi dari gizi buruk menjadi gizi kurang dan cenderung
meningkat dan dapat dipertahankan mencapai 37,1%. Anak balita sasaran
PERGIZI yang mengalami peningkatan status gizi dari gizi kurang menjadi
gizi baik dan cenderung meningkat dan dapat dipertahankan mencapai 29,1%,
terdapat 3,2% anak balita justru turun dan gizi kurang menjadi gizi buruk.
Secara keseluruhan pada anak dengan status gizi awal gizi buruk dan gizi
kurang setelah mengikuti kegiatan PERGIZI selama 12 minggu, sebanyak 31
anak (32,0%) mengalami peningkatan status gizi. Anak balita sasaran
PERGIZI yang mempunyai nafsu makan baik meningkat dari 8,7% menjadi
78,4%. Morbiditas utama anak yaitu ISPA menurun dari 74,2% menjadi
43,3%. Peningkatan status gizi dan kesehatan anak yang tetap dapat
dipertahankan secara tersirat menunjukkan adanya peningkatan keterampilan
dan kemampuan ibu balita dalam merawat dan memberi makan anak. Program
Edukasi dlan Rehabilitasi Gizi (PERGIZI) yang meliputi kegiatan PMT
bersama yang didukung dengan pemeriksaan kesehatan dan pengobatan,
pemberian micronutrient, penyuluhan cara merawat dan memberi makan anak
dengan strategi yang tepat, serta menumbuhkan kontribusi dan partisipasi
masyarakat, dapat membantu meningkatkan status gizi dan kesehatan anak
balita.PERGIZI merupakan model 'baru' dalam penaggulangan anak balita gizi
kurang dan gizi buruk berbasis prakarsa dan pemberdayaan masyarakat. Model
PERGIZI perlu dilanjutkan dan diterapkan di daerah lain yang mempunyai
prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk tinggi (>20%) dengan sistem
monitoring dan evaluasi yang terencana dan sistematis, yang idealnya
dilakukan selama 6 bulan (Achadi, E.L., 2007).
2. Ibu Hamil
a. Pengertian Ibu Hamil
Menurut BKKBN (Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana
Nasional) (seperti dikutip Peter, 2015), kehamilan adalah sebuah proses yang
diawali dengan keluarnya sel telur yang matang pada saluran telur yang kemudian
bertemu dengan sperma dan keduanya menyatu membentuk sel yang akan
bertumbuh. Dari beberapa pernyataan di atas, bisa disimpulkan bahwa kehamilan
adalah ketika seorang wanita mengandung atau membawa embrio di dalam
perutnya dimulai dari ketika embrio itu terbentuk sampai saat lahirnya janin.
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Prawirohardjo, Sarwono. 2014: 213).
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila
dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan atau 9 bulan menurut kalender
internasional (Saifudin 2009).
Seorang ibu dapat didiagnosa hamil adalah apabila didapatkan tanda-tanda
pasti kehamilan yaitu Denyut Jantung Janin (DJJ) dapat didengar dengan
stetoskop laenec pada minggu 17-18, dapat dipalpasi (yang harus ditemukan
adalah bagian-bagian janin jelas pada minggu ke-22 dan gerakan janin dapat
dirasakan dengan jelas setelah minggu 24) dan juga dapat di Ultrasonografi
(USG) pada minggu ke-6 (Kusmiyati, 2008).
b. Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi merupakan ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
ibu hamil. Gizi ibu hamil merupakan nutrisi yang diperlukan dalam jumlah yang
banyak untuk pemenuhan gizi ibu sendiri dan perkembangan janin yang
dikandungnya. Kebutuhan makanan dilihat bukan hanya dalam porsi yang dimakan
tetapi harus ditentukan pada mutu zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan
yang dikonsumsi (Pangemanan dkk, 2013).
Gizi makanan ibu berpengaruh pada pertumbuhan janin. Pengaturan gizi
yang baik akan berpengaruh positif, sedangkan bila kurang baik maka pengaruhnya
negatif. Pengaruh ini tampak jelas pada bayi yang baru lahir dalam hal panjang dan
besarnya. Panjang dan besarnya bayi dalam keadaan normal bila gizi juga baik.Gizi
yang berlebihan mengakibatkan bayi terlalu panjang dan terlalu besar. Bayi yang
terlalu panjang dan terlalu besar bisa menyulitkan proses kelahiran.Sedangkan ibu
yang kekurangan gizi, bayinya pendek, kecil, dan kondisi kesehatannya kurang
baik.
Menu protein tinggi dibutuhkan oleh ibu hamil.Protein diperlukan untuk
pertumbuhan bayi yang dikandungnya.Kelahiran premature lebih banyak terjadi
pada ibu yang kekurangan gizi.Bayi premature umumnya berat badannya kurang,
cenderung mengalami hambatan dalam perkembangannya, bak hambatan
pertumbuhan fisik, hambatan perkembangan gerak, maupun hambatan
perkembangan mental. Faktor penyebab utama kekuangan gizi pada ibu hamil
adalah kondisi social ekonomi yang rendah. Bila ibu mengalami kekurangan gizi
selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti
diuraikan berikut ini :
Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi
pada ibu antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah
secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan
persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature),
pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan operasi cenderung
meningkat.
Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan
janin dan dapat menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati, kematian
neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam
kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Anonim, 2014).
c. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan
mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh
manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Di bawah ini
akan diuraikan beberapa parameter yaitu :
1) Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan interprestasi penentuan status gizi menjadi salah. Hasil
pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat menjadi tidak berarti jika
tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat.
2) Berat badan ibu hamil harus memadai, bertambah sesuai umur kehamilan.
Kenaikan berat badan yang ideal ibu hamil 7 kg (untuk ibu yang gemuk) dan 12,5
kg (untuk ibu yang tidak gemuk). Dalam 3 bulan pertama, berat badan ibu hamil
akan naik sampai 2 kg kemudian dinilai normal bila setiap minggu berat badan
naik 0,5 kg.
3) Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan, antara lain :
a) Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu
singkatkarena perubahan-perubahan konsumsi makanan dan kesehatan.
b) Memberikan gambaran status gizi sekarang dan kalau dilakukan secara
periodik memberikan gambaran yang baik tentang pertumbuhan.
c) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas di
Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan
secara meluas.
d) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur.
e) Karena masalah umur merupakan faktor penting untuk penilaian status gizi,
berat badan terhadap tinggi badan sudah dibuktikan dimana-mana sebagai
indeks yang tidak tergantung pada umur.
f) Alat pengukur dapat diperoleh di daerah pedesaan dengan ketelitian yang
tinggi dengan menggunakan dacin yang juga sudah dikenal oleh masyarakat
(Supariasa, 2010).
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan.
(1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat yang lain.
(2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
(3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg.
(4) Skalanya mudah dibaca. (Supariasa, 2010).

Lingkar Lengan Atas (LILA)


Metode penilaian yang digunakan untuk memantau status gizi ibu hamil
adalah dengan cara metode pengukuran langsung (antropometri) yaitu
pengukuran Lingkar Lengan Atas (LLA), metode ini digunakan untuk
mendeteksi adanya Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia
Subur (WUS) (Supariasa I, 2010).
Lingkar lengan atas (LiLA) telah digunakan sebagai indikator proksi
terhadap risiko kekurangan energi kronis (KEK) untuk ibu hamil di Indonesia
karena tidak terdapat data berat badan prahamil pada sebagian besar ibu hamil.
Selama ini, ambang batas LiLA yang digunakan adalah 23,5 cm (Ariyani.
Diny E dkk, 2012). Cadangan lemak dapat dinilai dengan mengukur ketebalan
lipatan kulit. Parameter ketebalan lemak bawah telah terbukti merupakan
indicator lemak tubuh paling akurat di antara sekian jenis teknik
antropometris, karena lebih dari 85% lemak tubuh tersimpan dalam jaringan
tersebut. Factor keselahannya kecil hanya sekitar 23% (Arisman,2014).
Ambang batas LLA WUS dengan risiko KEK apabila LLA kurang dari
23,5 cm, artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK dan diperkirakan
akan melahirkan BBLR (Supariasa I, 2010). Ibu KEK adalah ibu yang ukuran
LILAnya < 23,5 cm dan dengan salah satu atau beberapa kriteria sebagai
berikut :
a) Berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg.
b) Tinggi badan ibu < 145 cm.
c) Berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg.
d) Indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00
e) Ibu menderita anemia (Hb < 11 gr %) (Depkes RI, 2005).
Lingkaran Lengan Atas (LLA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan
lemak dan otot yang tidak berpengaruh banyak oleh cairan tubuh. Pengukuran ini
berguna untuk skrining malnutrisi protein yang biasanya digunakan oleh Depkes
untuk mendeteksi ibu hamil dengan resiko melahirkan BBLR bila LILA < 23,5
cm (Wirjatmadi B, 2007).
Ambang batas LLA WUS adalah 23,5 cm. Bila hasil pengukuran kurang dari
23,5 cm berarti risiko KEK. Bila lebih dari sama dengan 23,5 cm berarti tidak
berisiko KEK.
Cara pengukuran LLA ada 7 urutan, yaitu :
a) Tetapkan posisi bahu dan siku
b) Letakkan pita antara bahu dan siku
c) Tentukan titik tengah lengan
d) Lingkar pita pada tengah lengan
e) Pita jangan terlalu ketat
f) Pita jangan terlalu longgar
g) Cara pembacaan skala yang benar(Supariasa , 2010).

Hal-hal yang harus diperhatikan :


(1) Dalam menetapkan posisi bahu dan siku, siku ditekuk membentuk sudut 900.
(2) Pengukuran dilakukan dibagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.
(3) Lengan harus dalam posisi bebas baju dan otot lengan dalam keadaan tidak
tegang atau kendor.
(4) Alat pengukuran dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-
lipat, sehingga permukaannya sudah tidak rata. (Supariasa , 2010).
d. Perhitungan Status Gizi Ibu Hamil
Pertumbuhan janin dalam kandungan dipengaruhi oleh status gizi ibu
hamil. Semakin besar janin, maka komposisi dan metabolisme tubuh ibu pun
berubah. Jika ibu hamil status gizinya kurang maka akan mempengaruhi
pertumbuhan, pembentukan dan perkembangan organ serta fungsi organ janin
menjadi kurang optimal dikhawatirkan akan terjadi cacat bawaan pada bayi yang
dilahirkan, bahkan bisa juga ukuran kepala bayi kecil karena kurangnya asupan
gizi janin untuk perkembangan otak sehingga perkembangan otak tidak optimal.
Selain itu kematian bayi karena BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yaitu kurang
dari 2,5 kg dan bayi prematur, juga karena status gizi ibu yang kurang. Untuk
mengatasi masalah ini sebaiknya berat badan ibu rutin dipantau (Dewi, Pujiastiti,
Fajar, 2013).
Beberapa cara dapat digunakan untuk menilai status gizi ibu hamil, salah
satu caranya dengan menggunakan perhitungan Indeks Masa Tubuh (IMT) yang
rumusnya :
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔)
IMT= 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)2

Hasil perhitungan IMT kemudian dikategorikan sebagai berikut :


1) Kurang : IMT < 18,5
2) Normal : IMT 18,5-22,9
3) Overweight : IMT 23 – 24,9
4) Obesitas I : IMT 25 – 29,9
5) Obesitas II : IMT > 27,0
e. Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Ibu hamil
Faktor-faktor yang mempengaruhi giziibu hamil antara lain: Umur, berat
badan, suhu lingkungan, aktivitas, status kesehatan, pengetahuan zat gizi dalam
makanan dan status ekonomi.
Umur
Lebih muda umur ibu hamil, maka energi yangg dibutuhkan lebih
banyak.Umur pada waktu hamil berpengaruh terhadap gizi ibu hamil. Semakin
tua umur ibu hamil makan energi yang dibutuhkan pada waktu hamil juga
lebih tinggi, dibanding dengan ibu hamil yang umumnya lebih muda(Dewi,
Pujiastiti, Fajar, 2013).
Berat Badan
Berat badan lebih ataupun kurang dari berat badan rata-rata untuk umur
tertentu, merupakan faktor menentukan jumlah zatmakanan yang harus
dicukupi selama hamil.
Suhu Lingkungan
Suhu tubuh dipertahankan pada 36,5-37 derajat Celcius yang digunakan
untuk metabolisme optimum. Lebih besar perbedaan suhu tubuh dan
lingkungan berarti lebih besar pula masukanenergi yang diperlukan.
Aktivitas
Semakin banyak aktivitas yang dilakukan maka semakin banyakenergi
yang dibutuhkan oleh tubuh.Apabila aktivitas ibu hamil tinggi maka
kebutuhan enrginya juga akan semakin tinggi. (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013)
Status Kesehatan
Pada saat kondisi tidak sehat maka asupan energi tetap harus
diperhatikan.
Kondisi Lingkungan
Kondisi kesehatan ibu hamil yang sedang sakit akan berpengaruh pada
asupan makanannya karena biasanya nafsu makan akan menurun. Dalam
keadaan sakit sebaiknya ibu hamil mendapat tambahan suplemen seperti
suplemen zat besi, suplemen protein dan lain-lain agar kebutuhan gizinya tetap
terpenuhi (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi keluarga akan mempengaruhi pemilihan kualitas dan
variasi bahan makanan(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Pengetahuan Gizi Kehamilan
Pengetahuan gizi kehamilan sangat diperlukan saat merencanakan menu
makanan ibu hamil. Selain itu juga diperlukan untuk menangani keluhan-
keluhan kehamilan pada setiap trisemesternya dan kehamilan beresiko tinggi
seperti anemia, hipertensi, diabetes mellitus, dan lain-lain(Dewi, Pujiastiti,
Fajar, 2013).
Pantangan Makanan Karena Pengaruh Budaya
Kepercayaan terhadap adat juga dapat mempengaruhi asupan makanan
ibu hamil(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

f. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil


Sepanjang kehamilan kebutuhan zat-zat gizi mengalami peningkatan
terutama pada trimester pertama saat terjadi pembentukan organ-organ vital,
kemudian trimester kedua sewaktu janin mengalami pertumbuhan, dan trimester
ketiga dikala semua fungsi tubuhnya mengalami pematangan dan pertumbuhan
sangat pesat. Kuantitas dan kualitas makanan berperan penting dalam menentukan
asupan gizi seimbang seorang ibu hamil. Dengan asupan gizi yang seimbang dapat
menyokong bagi pertumbuhan dan perkembangan janin(Dewi, Pujiastiti, Fajar,
2013).
Pengaturan gizi selama kehamilan ini bertujuan agar :(Dewi, Pujiastiti,
Fajar, 2013)
a. Ibu hamil dan janin tercukupi kebutuhan zat gizinya yaitu energi, protein
bernilai biologi tinggi, vitamin, mineral dan cairan
b. Status gizi ibu hamil normal, sehingga dapat menjalani kehamilan dengan
baik dan aman, bayi yang dilahirkan sehat fisik dan mental
c. Makanan yang dikonsumsi membentuk lebih banyak jaringan tubuh bukan
lemak
d. Masalah kurangnya asupan makanan karena mual dan muntah dapat teratasi
e. Masalah ibu hamil yang menderita diabetes, anemia, hipertensi dapat diatur
makanannya sehingga tidak menyulitkan selama kehamilan
f. Ibu memperoleh energi yang cukup untuk menyusui dan merawat bayi yang
dilahirkan nanti.
Berikut zat-zat gizi yang diperlukan pada masa kehamilan yaitu :
Kalori
Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional menganjurkan pada ibu hamil
untuk meningkatkan asupan energinya sebesar 285 kkal per hari.Tambahan
energi ini bertujuan untuk memasok kebutuhan ibu dalam memenuhi
kebutuhan janin.Pada trimester I kebutuhan energi meningkat untuk
organogenesis atau pembentukan organ –organ penting janin, dan jumlah
tambahan energi ini terus meningkat pada trimester II dan III untuk
pertumbuhan janin (Sulistyawati, 2009).
Energi penting untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, plasenta,
jaringan payudara, cadangan lemak serta untuk metabolisme. Pada 3 bulan
pertama kehamilan, ibu hamil membutuhkan tambahan energi 180 kkal. Di
trimester ini, pada umumnya ibu mengalami gejala Morning Sick yaitu mual
dan muntah dipagi hari. Akibatnya asupan gizinya kurang karena nafsu makan
ibu turun, lelah sering karena mual dan muntah. Yang diperlukan oleh ibu
dengan gejala seperti ini adalah makanan yang padat gizi dengan porsi kecil
tetapi sering. Pada trimester kedua dan ketiga, tubuh membutuhkan tambahan
energi ini disebabkan karena peningkatan laju metabolisme basal,
pertambahan kebutuhan serta cadangan protein. Pertambahan energi ini
terutama diperlukan pada 20 minggu terakhir dari masa kehamilan yaitu ketika
pertumbuhan janin berlangsung sangat pesat(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Protein
Selain menjadi sumber bagi kalori dan zat pembangun, pembentukan
darah dan sel merupakan salah satu fungsi protein.Protein dibutuhkan oleh ibu
hamil dengan jumlah sekitar 75-100 gram setiap harinya atau 10 gram lebih
banyak dari biasanya. Protein bisa didapatkan dari kacang-kacangan, tempe,
putih telur, daging dan tahu (Sulistyawati, 2009).
Protein dibutuhkan selama kehamilan untuk membentuk jaringan tubuh,
tulang dan otot. Protein ini juga dibutuhkan untuk mendukung proses tumbuh
kembang janin agar dapat berlangsung optimal dan untuk pembentukan sel-sel
darah merah baru didalam tubuh janin. Wanita yang sedang hamil
membutuhkan kurang lebih 17 gram protein lebih banyak dari wanita yang
tidak hamil. Peningkatan kebutuhan protein ini disebabkan karena
pertumbuhan janin, plasenta, cairan kebutuhan, jaringan rahim, kelenjar air
susu, peningkatan volume darah yaitu hemoglobin, serta cadangan untuk
persalinan dan menyusui(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang vital untuk pertumbuhan jaringan
plasenta bagi ibu hamil. Lemak memiliki manfaat tambahan yaitu tubuh dapat
mengolahnya menjadi cadangan tenaga untuk persalinan dan pemulihan
persalinaan. Selain itu asam lemak sebagai komponen pembentuk lemak,
terutama asam lemak tak jenuh yaitu omega 3 dan 6 merupakan asam lemak
esensial yang penting untuk proses tumbuh kembang sel saraf dan sel otak
janin (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Pada kehamilan yang normal, kadar lemak dalam aliran darah akan
meningkat pada trimester ketiga. Akan tetapi kebutuhan tetap hanya 20-25%
dari total kebutuhan energi tubuh. Konsumsi lemak yang berlebih dapat
menyebabkan berat ibu hamil bertambah, sumber lemak antara lain telur ayam,
telur bebek, daging ayam , daging sapi , dan mentega(Dewi, Pujiastiti, Fajar,
2013).
Karbohidrat
Tambahan energi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan
janin selama dalam kandungan adalah berasal dari karbohidrat. Pada trimester
pertama kehamilan , energi yang berasal dari karbohidrat digunakan untuk
pembentukan sel–sel darah merah. Sedangkan pada trimester ke tiga energi
dari karbohidrat diperlukan untuk persiapan tenaga ibu dalam proses
persalinan. Dimasa kehamilan dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat sebesar
50–60% dari total kebutuhan energi tubuh. Karbohidrat yang di anjurkan
adalah karbohidrat kompleks seperti roti, serealia , nasi , kentang , singkong ,
jagung dan pasta(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Zat Besi
Anemia sebagian besar disebabkan oleh defesiensi zat besi, oleh karena
itu perlu ditekankan kepada ibu hamil untuk mengonsumsi zat besi selama
hamil dan setelah melahirkan. Kebutuhan zat besi selama hamil meningkat
sebesar 300% (1.040 mg selama hamil) dan peningkatan ini tidak tercukupi
hanya dari asupan makanan ibu selama hamil melainkan perlu ditunjang dengan
suplemen zat besi. Pemberian suplemen zat besi dapat diberikan sejak minggu
ke-12 kehamilan sebesar 30-60 gram setiap hari selama kehamilan dan enam
minggu setelah kelahiran untuk mencegah anemia postpartum (Sulistyawati,
2009).
Kehadiran janin di rahim menyebabkan produksi sel darah merah
mengalami peningkatan 2-30%. Dimana sumsum tulang belakang
menggunakan 500 mg zat besi untuk membentuk sel- sel darah baru. Plasenta
dan janin membutuhkan sekitar 200-300 mg zat besi untuk menjalankan proses
metabolismenya dengan baik. Zat besi di trimester pertama belum mengalami
peningkatan. Tetapi kebutuhan zat besi trimester kedua meningkat menjadi 35
mg per hari perberat badan dan di trimester ketiga meningkat menjadi 39 mg.
Akibat kurangnya zat besi pada ibu hamil, ibu mengalami anemia (Hb <11
gr/%) , yang dapat mengakibatkan bayi alhir dengan berat badan denagn berat
badan lahir rendah (BBLR). Contoh bahan makanan sumber zat besi adalah hati
sapi , daging ayam , telur , sayuran , hijau dan berwarna merah , tempe dan
wijen(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

Asam Folat
Folat adalah vitamin B9 yang bersifat larut air. Tubuh manusia tidak
dapat mensintesis struktur folat. Folat didapatkan secara alami dalam makanan
tertentu sebagai poliglutamat (Tennant, 2014).
Folat terdapat pada berbagai tumbuh-tumbuhan dan hewan, terutama
sebagai poliglutamat dalam bentuk metil atau formil tereduksi. Sifatnya yang
termolabil dan larut dalam air membuat folat mudah rusak karena proses
memasak (Ganesh et al, 2014).
Proses memasak dapat merusak 50-90% folat yang terkandung
didalamnya. Menurut rekomendasi AKG 2013, asam folat dibutuhkan sekitar
400 μg untuk wanita tidak hamil, tambahan 200μg selama kehamilan serta
tambahan 100μg untuk wanita menyusui. Hasil uji acak membuktikan
pengurangan NTD sebesar 60-100% pada wanita hamil yang mengkonsumsi
0,4-0,8 mg selama beberapa bulan sebelum konsepsi dan selama kehamilan
(Fathonah, 2016).
Janin sangat membutuhkan asam folat dalam jumlah banyak guna
pembentukan sel dan sistem syaraf. Selama trimester pertama janin akan
membutuhkan tambahan asam folat sebanyak 400 mikrogram per harinya. Jika
janin mengalami kekurangan akan asam folat, maka hal ini akan membuat
perkembangan janin menjadi tidak sempurna dan dapat membuat janin terlahir
dengan kelainan seperti mengalami anenchephaly (tanpa batok kepala),
mengalami bibir sumbing dan menderita spina bifda (kondisi dimana tulang
belakang tidak tersambung). Asam folat yang bisa di dapat pada buah-buahan,
beras merah dan sayuran hijau (Sulistyawati, 2009).
Pemantauan konsumsi suplemen zat besi perlu juga diikuti dengan
pemantauan cara minum yang benar karena hal ini akan sangat mempengaruhi
efektivitas penyerapan zat besi. Vitamin C dan protein hewani merupakan
elemen yang sangat membantu dalam penyerapan zat besi (Sulistyawati,
2009).

Kalsium
Berfungsi dalam pertumbuhan dan pembentukan gigi dan tulang
janin.Dengan ada kalsium yang cukup selama kehamilan, ibu hamil dapat
terhindar dari penyakit osteoporosis.Kenapa hal ini bisa terjadi?karena jika ibu
hamil tidak memiliki kalsium yang cukup, maka kebutuhan janin akan kalsium
akan diambil dari tulang ibunya. Susu dan produk olahan lainnya merupakan
sumber kalsium yang baik, selain kalsium, susu memiliki kandungan vitamin
lain yang dibutuhkan ibu hamil, seperti vitamin A, Vitamin D, Vitamin B2
vitamin B3 dan vitamin C. Selain dari susu, kacang-kacangan dan sayuran
hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga (Sulistyawati, 2009).
Kalsium yang dikonsumsi ibu hamil, 99% akan digunakan untuk
pembentukan tulang dan gigi janin. Kalsium digunakan janin untuk
pembentukan senyawa neurotransmitter (senyawa pengahntar rangsang/pesan
dari atau ke otak), sejalan dengan tahap perkembangan sistem saraf pusat dan
otaknya. Kalsium ini termasuk makropineral oleh sebab itu kebutuhan di
waktu kehamilan meningkat lumayan tinggi daari 800 mg/hari menjadi 950
mg/hari. Contoh bahan makanan sumber kalsium adalah tempe , kacang merah
segar , teri kering , teri segar , kerang keju , yoghurt , dan susu. (Dewi,
Pujiastiti, Fajar, 2013).
Vitamin A
Vitamin A memegang peranan penting dalam reproduksi, penglihatan,
sistem imun dan diferensiasi sel. Kekurangan Vitamin A masih banyak
terdapat di Indonesia, walaupun sejak tahun 1992 telah dinyatakan tidak
menjadi masalah lagi secara nasional. Kebutuhan Vitamin A meningkat
selama kehamilan, yaitu sebanayk 300 RE untuk tiap triwulan (60%) sehingga
menjadi 800 RE. Sumber vitamin A adalah makanan hewani berupa hati,
lemak hewan, susu, mentega, dan kuning telur, serta dalam makanan nabati
dalam bentuk pro vitamin A (Karoten) berupa sayuran bewarna hijau dan
jingga seperti bayam, daun singkong, wortel dan tomat serta buah-buahan
berwarna kuning jingga, seperti pepaya dan mangga, serta minyak kelapa
sawit
Vitamin A bermanfaat untuk pertumbuhan janin, pergantian sel baru
pada semua jaringan tubuh dan sel saraf, pembentukan tulang dan gigi ,
mencegah terjadinya kelainan bawaan pada bayi , serta meningkatkan daya
tahan tubuh ibu hamil. Adapun kekurangan vitamin A dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin , sel – sel dalam tubuh kurang optimal ,
kebutuhan vitamin A meningkat kurang lebih 300 RE dari kebutuhan wanita
tidak hamil. Contoh makanan sumber vitamin A yaitu hati sapi, daging sapi ,
daging ayam , telur ayam , jagung kuning , wortel , bayam , daun singkong ,
mangga , pepaya , semangka , dan tomat matang (Dewi, Pujiastiti, Fajar,
2013).
Vitamin B
Tabel 2.5 Peningkatan Kebutuhan Vitamin B Selama Kehamilan
Vitamin Penyebab peningkatan Fungsi Sumber bahan makanan
kebutuhan vitamin selama
kehamilan
Vitamin B1 Pembentukan koenzim untuk Membantu pertumbuhan Kacang panjang , buncis ,
(Tianin) metabolisme energy janin kacang kapri.
Vitamin B2 Pembentukan koenzim untuk Membantu pertumbuhan Sayuran berwarna hijau
(Riboaflavin) metabolisme energy dan janin dan membantu seperti bayam , brokoli ,
protein. metabolisme ko-enzim sawi hijau , susu , keju ,
di dalam pembentukan daging.
energi
Vitamin B3 Pembentukn koenzim untuk Mengurangi kelelahan , Kacang – kacangan ,
(Niasin) metabolisme energy dan mencegah anemia , kurma , alpukat , hati ,
protein membantu sintesis daging , telur , ikan.
hormon, dan membantu
metabolisme ko-enzim
di dalam pembentukan
energi.
Vitamin B6 Pertumbuhn janin dan Sebagai antioksidan , Daging , hati , nasi ,
(Pridoksin) pembentukan ko-enzim membantu asam amino , gandum , kacang , ikan
untuk metabolisme protein. pembentukan sel darah dan telur ayam , ikan tuna
merah , pembentuakan , ikan salmon.
saraf otak dan otot-otot
tubuh janin
Vitamin B9 Produksi heme untuk Mengurangi NTD Jeruk , kol, brokoli ,
(Asam folat) hemoglobin , pembentukan (Neutral Tubes Defects) wortel , lobak , kentang,
DNA pada proses attau kelainan susunan bayam, asparagus , hati.
pembentukan sel-sel darah saraf pusat,
merah dan metabolisme pembentukan DNA pada
tubuh. proses pembentukan sel
darah merah , mencegah
anemia megaloblastik
(kekurangan jumlah sel-
sel darah merah
berukuran besar)
Vitamin B12 Pembentukan sel darah Membantu pertumbuhan Telur , susu , daging ,
(Kobalamin) merah dan pembentukan ko- janin dan pematangan ayam , keju.
enzim untujkk metabolisme sel darah merah.
asam nukleat dan protein.
Vitamin E
Kebutuhan Vitamin E ibu hamil sekitar 15 mg (22,5 IU). Fungsi vitamin
E dimasa-masa kehamilan adalah untuk menjaga struktur dan fungsi
komponen-komponen sel tubuh ibu dan janin. Contoh bahan makanan sumber
vitamin E antara lain brokoli , alpukat , tomat , kecambah , bayam ,sawi hijau ,
asparagus , minyak kedelai , minyak jagung , minyak kelapa sawit dan
telur(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

Vitamin C
Kebutuhan vitamin C sedikit meningkat selama kehamilan, yaitu
sebanyak 10 mg untuk tiap triwulan (13,3%). Vitamin C merupakan
antioksidan yang diperlukan untuk mencegah infeksi, kanker dan jantung
koroner.Sumber vitamin C adalah sayuran hijau, kol, tomat, serta buah-buahan
seperti jeruk, nenas, jambu biji, dan mangga. Vitamin C yang membantu
menyerap zat besi yang dapat membantu mencegah anemia pada ibu hamil.
Vitamin c yang membantu menyerap zat besi mencegah anemia pada ibu
hamil. Memperkuat pembuluh darah, mengurangi resiko infeksi setelah
melahirkan, pembentukan tulang dan persendian janin, mengaktifkan kerja
sel–sel darah putih serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Diwaktu hamil
ibu dianjurkan mengkonsumsi asupan vitamin C nya sebanyak 10 mg per hari
dan memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran hijau(Dewi,
Pujiastiti, Fajar, 2013).
Serat
Karbohidrat kompleks terdiri dari polisakarida yang terdiri atas lebih dari
dua ikatan monosakarida dan serat yang dinamakan juga polisakarida
nonpati.Serat makanan adalah polisakarida nonpati yang pada polisakarida
dinding sel.
Serat dalam makanan (dietary fiber) merupakan bahan bahan tanaman
yang tidak dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan manusia (Beck,
2000).
Serat (disebut juga bahan kasar dari makanan) adalah komponen dari
tumbuhan yang tidak bisa dicerna.Efek serat sudah muncul dan diketahui sejak
lama tetapi baru-baru ini para ilmuwan mulai mengetahui pentingnya serat
dikonsumsi setiap hari sebagai pencegahan penyakit dan memelihara
kesehatan. Meskipun serat bukan sesuatu yang ajaib yang dapat mencegah atau
mengobati semua dari kanker, yang tidak bisa dicerna, penelitian
membuktikan bahwa tipe dari konsumsi makanan rendah serat di negara barat
dapat menyumbangkan berbagai penyakit seperti penyakit jantung koroner,
diabetes, dan penyakit di saluran cerna termasuk kanker (Johnson, 2006).
Manfaat serat antara lain membantu mencegah konstipasi, mengurangi
gejala divertikulosis dan hemoroid, membantu mengurangi resiko
kankerkolon, serat larut air berperan dalam mengurangi kolesterol darah,
berguna untuk mengontrol berat badan (Johnson, 2006).
Ada dua golongan serat, yaitu yang tidak dapat dan yang dapat larut
dalam air.Serat yang tidak larut dalam air adalah selulosa, hemiselulosa dan
lignin.Serat yang larut dalam air adalah pektin, gum, mukilase, glukan, dan
algal.
Serat dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni serat makanan (dietary
fiber) dan serat kasar (crude fiber). Serat makanan adalah semua jenis serat
yang setelah proses pencernaan tetap berada di dalam usus besar (kolon), baik
yang larut maupun yang tidak larut dalam air. Sementara itu, serat kasar adalah
serat tumbuhan yang tidak dapat larut dalam air. Serat makanan yang tersisa di
dalam usus besar tidak membahayakan organ usus, tetapi juga berpengaruh
positif terhadap proses di dalam saluran pencernaan dan metabolisme zat gizi
asalkan jumlahnya tidak berlebihan. Jika jumlah serat makanan berlebihan,
dapat menyebabkan kembung, mengganggu penyerapan kalsium, dan
membatasi asupan kalori (Bangun, 2005).
Dalam perjalanan pada saluran pencernaan, serat seperti karet, menyerap
beberapa waktu dalam air.Hasilnya menjadi lembut dan besar dan dapat
melewati saluran cerna lebih cepat dan lebih mudah, sehingga mengurangi
terjadinya konstipasi (Johnson, 2006).
Salah satu keluhan ibu hamil adalah sulit buang air besar (sembelit). Ini
disebabkan karena hormon progesteron di saat hamil, diamana sistem kerja
pencernaan di usus berjalan lambat sehingga makanan dan air sulit di serap.
Jika ini berlanjut terus maka akan menyebabkan pendarahan di anus. Untuk
mengatasi hal ini sebaiknya ibu memperbanyak minum air putih dan
perbanyaklah konsumsi serat yang dapat di peroleh dari buah, sayur, beras,
dan kacang-kacangan karena serat di butuhkan untuk membentuk bulk
(volume) dalam usus. Banyaknya serat pada waktu hamil adalah sebesar 20
gr/hari(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

Yodium
Yodium sangat dibutuhkan di masa hamil karena ini merupakan bahan
dasar ujntuk hormon tiroksin yang berfungsi dalam pertumbuhan dan
mendorong perkembangan otak bayi. Bagi ibu hamil di anjurkan untuk
menambah asupan yodiumnya yaitu udang lobster, kerang, tiram, iakan sarden,
susu, telur, minyak ikan cod, ganggang laut kering, dan garam
beryodium(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

Tabel 2.6 Gangguan akibat kekurangan yodium


Tahap perkembangan Bentuk gangguan
Janin 1. Keguguran
2. Lahir mati
3. Kretinisme saraf (gejalanya adalah
kemunduran mental , bisu tuli).
4. Kretinisme miksedema (gejala
dwarfisme/cebol)
Bayi baru lahir 1. Gondok neonatus (gondok pada
bayi baru lahir)
2. Gangguan perkembangan otak dini.

Seng
Kebutuhan seng meningkat 50% selama kehamilan terutama di trimester
ketiga karena mineral ini di butuhkan ujntuk mengembangkan jaringan tisu di
otak agar perkembangan otak berjalan optimal. Adapun kekurangan seng di
saat hamil akan berpengaruh pada daya pengecap dan pembau si ibu,dan tidak
menutup kemungkinan akan terjadi kasus cebol (kretin) pada bayi yang
dilahirkan. Contoh bahan makanan sumber seng yaitu tiram , daging sapi ,
gandum, wijen , kuning telur , keju , daging ayam , dan tepung terigu(Dewi,
Pujiastiti, Fajar, 2013).
Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam meningkatkan
kebutuhan gizi pada ibu hamil adalah (Aritonang, 2010):
1. Buruknya status gizi ibu
2. Usia ibu yang masih sangat muda
3. Kehamilan kembar
4. Jarak kehamilan yang rapat
5. Tingkat aktivitas fisik yang tinggi
6. Penyakit-penyakit tertentu yang menyebabkan malabsorbsi
7. Konsumsi rokok dan alkohol
8. Konsumsi obat legal (antibiotik dan phenytoin) maupun obat ilegal
(narkoba).

g. Pengaturan Makanan Pada Kehamilan Beresiko Tinggi


Ibu Hamil Dengan Hipertensi
Gejala hipertensi pada ibu hamil antara lain jika tekanan darahnya
tinggi, sering pusing, sakit kepala, nyeri ulu hati, nafsu makan berkurang, rasa
mual muntah dan gangguan penglihatan, selain itu tanda yang mudah diamati
adalah pertambahan berat badan yang progresif yaitu lebih dari 3 kg tiap
minggu, tetapi apabila disertai dengan pembengkakakn kaki, tangan atau
muka, ini menunjukan gejala keracunan kehamilan. Bila tidak segera ditangani
dapat mengganggu proses persalinan, bahkan bayi yang dilahirkan dapat lahir
meninggal (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Ibu Hamil Dengan Anemia Zat Besi
Anemia kehamilan disebabkan oleh kurangnya zat besi. Anemia ini
terjadi karena terlalu banyak zat besi yang dikeluarkan tubuh (terutama ibu
hamil yang tinggal di iklim tropis yang cenderung banyak mengeluarkan
keringat), kurang konsumsi makanan yang mengandung zat besi, dan adanya
gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh. Pada dasarnya anemia adalah
suatu keadaan kurangnya sel-sel darah merah dalam darah. Ibu hamil
dikakatan anemia apabila hemolobin darahnya kurang dari 11 gr/100 ml.
Bahaya anemia pada ibu hamil tidak saja berpengaruh terhadap keselamatan
dirinya saja, tetapi juga pada jain yang dikandungnya. Cadangan zat besi
dalam tubuh janin dapat mengalami cacat bawaan apabila ibunya menderita
anemia(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Ibu Hamil Dengan Diabets Meilitus
Kondisi kehamilan sebenarnya bersifat diabetogenik artinya dalam
kondisi hamil normal pun, ula darah cenderung meningkat walaupun tidak
melebihi ambang normal. Hal ini menjelaskan bahwa kehamilan akan
mempengaruhi kondisi diabetes, sebab kadar gula darah dapat meningkat lebih
tinggi lagi. Kadar gula yang terus meningkat bisa masuk ke janin lewat
plasenta. Akibatnya janinpun akan menimbun kadar gula darah yang tinggi.
Bila hal ini terjadi pada janin, dapat mengakibatkan ukuran tubuh janin
membesar melebihi normal. Besarnya janin ini akan menyulitkan ibu pada
waktu melahirkan(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Ibu Hamil Dengan Obesitas
Ibu hamil harus rutin meminitor kenaikan berat badannya setiap bulan.
Sampai saatnya melahirkan, paling tidak kenaikan berat badan tidak perlu
berlebih dari target norma yaitu antara 10-12 kg. Pada trimester pertama,
kenaikan berat badan ibu hamil biasanya merupakan kenaikan berat tubuhnya
sendiri. Sedangkan kenaikan berat badan trimester keduacenderug meningkat
karena metabolisme tubuh dan pertumbuhan janin cukup pesat. Penambahan
berat badan yang paling peesat terjadi pada trimester terakhir. Jika ibu hamil
tidak bisa mengontrol nafsu makannya yang tinggi pada trimster kedua dan
ketig, maka si ibu akan mengalami kelebihan berat badan. Ini berkaitan
bertambah besar juga ukuran janin di rahim dan akan mempersulit proses
melahirkan secar normal(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013)

Ibu Hamil Dengan Kurang Gizi


Sebelum hamil, status gizi seorang wanita harus dipersiapkan baik dari
berat badannya, maupun LLA nya (Lingkar Lengan Atas). Jika ibu hami status
gizinya kurang maka akan mempengaruhi pertumbuhan, pembentukan dan
perkembangan organ serta fungsi organ janin menjadi kurang optimal yang
dikhawwatirkan akan terjadi cacat bawaan pada bayi yang dilahirkan, bahkan
bisa juga ukuran kepala bayi kecil karena kurangnya asupan gizi janin untuk
perkembangan otak sehingga perkembangan otak tidak optimal. Kematian
bayi karena BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) yaitu kurang dari 2,5 kg dan
bayi prematur, salah satu penyebabnya karena status gizi ibu yang
kurang(Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

Ibu Hamil Dengan Hiperemesis Gravidarum


Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan yang
dimulai antara usia kehamilan 4 minggu sampai dengan 10 minggu dan hilang
sebelum usia kehamilan 20 minggu. Keadaan ini menyebabkan keadaan ibu
hamil buruk sehingga memerlukan intervensi khusus seperti terapi diit, infus,
terapi obat, terapi psikologis, dan lain-lain. Penyebab hiperemesis gravidarum
belum pasti, dengan penyebab multi faktor, diantaranya :(Dewi, Pujiastiti,
Fajar, 2013)
1. Faktor endokrin yaitu meningkatnya hormon estrogen dan progesteron
2. Faktor psikologis
3. Faktor gastrointestinal

h. Penanggulangan Ibu Hamil Yang Beresiko


Ibu Hamil Yang Beresiko
Kehamilan resiko tinggi adalah keadaan yang dapat mempengaruhi
keadaan ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi. Faktor-faktor
resiko kehamilan meliputi primipara muda kurang umur 20 tahun,
primipara tua umur di atas 35 tahun, tinggi badan kurang dari 145 cm,
riwayat kehamilan yang buruk (Manuaba, 2008).
Kehamilan beresiko adalah kehamilan yang akan menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar, baik terhadap ibu
maupun terhadap janin yang dikandungnya selama masa kehamilan,
melahirkan ataupun nifas bila dibandingkan dengan kehamilan persalinan
dan nifas normal (Haryati N, 2012).
Ibu hamil dengan kehamilan resiko tinggi adalah ibu hamil yang
mempunyai resiko atau bahaya yang lebih besar pada
kehamilan/persalinannnya dibandingkan dengan ibu hamil dengan
kehamilan/persalinan normal. Faktor resiko pada ibu hamil meliputi
riwayat kehamilan dan persalinan yang sebelumnya kurang baik yaitu
riwayat keguguran, perdarahan pasca kelahiran, lahir mati; Ibu hamil yang
kurus/berat badan kurang; sudah memiliki 4 anak atau lebih; jarak antara
dua kehamilan kurang dari 2 tahun; Ibu menderita anemia atau kurang
darah; perdarahan pada kehamilan ini; tekanan darah yang meninggi dan
sakit kepala hebat dan adanya bengkak pada tungkai; kelainan letak janin
atau bentuk panggul ibu tidak normal; riwayat penyakit kronik seperti
diabetes, darah tinggi, asma dan lain-lain (Suririnah, 2007).
Anemia kekurangan zat besi pada ibu hamil merupakan salah satu
faktor risiko tinggi yang memerlukan perhatian khusus pada kehamilan
terutama pada trimester kedua dan ketiga karena kebutuhan zat besi
meningkat kurang lebih tiga kali dibandingkan sebelum hamil.Sementara
sebelum hamil kebutuhan zat besi juga tinggi karena wanita mengalami
menstruasi setiap bulan.Selain anemia kekurangan besi, ada juga Anemia
kekurangan asam folat yang sebenarnya tidak perlu terjadi bila makanan
sehari-hari cukup mengandung besi dan asam folat. Namun sumber
makanan kaya besi umumnya terdapat pada protein hewani seperti
hati,ikan dan daging yang harganya mahal dan belum sepenuhnya
terjangkau oleh kebanyakan masyarakat di Indonesia (Suririnah, 2007).

Pencegahan ibu hamil yang beresiko :


Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat
menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum hal itu
terjadi.Promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan perlindungan
kesehatan adalah tiga aspek utama di dalam pencegahan primer.Dalam hal
ini pencegahan primer ditujukan kepada ibu hamil yang belum
anemia.Tujuan pencegahan ini untuk mencegah atau menunda terjadinya
kasus baru penyakit dan memodifikasi faktor risiko atau mencegah
berkembangnya faktor risiko. Pencegahan primer meliputi:
Edukasi (Penyuluhan)
Petugas kesehatan dapat berperan sebagai edukator seperti
memberikan nutrition education berupa dorongan agar ibu hamil
mengkonsumsi bahan makanan yang tinggi Fe dan konsumsi tablet besi atau
tablet tambah darah minimal selama 90 hari. Edukasi tidak hanya diberikan
pada saat ibu hamil, tetapi ketika belum hamil. Penanggulangannya, dimulai
jauh sebelum peristiwa melahirkan. Selain itu, petugas kesehatan juga dapat
berperan sebagai konselor atau sebagai sumber berkonsultasi bagi ibu hamil
mengenai cara mencegah anemia pada kehamilan. Suplementasi Fe adalah
salah satu strategi untuk meningkatkan intake Fe yang berhasil hanya jika
individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak faktor yang mendukung
rendahnya tingkat kepatuhan tersebut, salah satunya adalah efek samping
yang tidak nyaman dari mengkonsumsi Fe adalah melalui pendidikan
tentang pentingnya suplementasi Fe dan efek samping akibat minum Fe.
Suplementasi Fe (Tablet Besi)
Anemia defisiensi besi dicegah dengan memelihara keseimbangan
antara asupan Fe dan kehilangan Fe.Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk
memelihara keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan yang
lainnya tergantung pada riwayat reproduksi.Jika kebutuhan Fe tidak cukup
terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan suplemen Fe terutama
bagi wanita hamil dan masa nifas.24 Suplemen besi dosis rendah
(30mg/hari) sudah mulai diberikan sejak kunjungan pertama ibu hamil.
Fortifikasi Makanan dengan Zat Besi
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses
secara terpusat merupakan inti pengawasan anemia di berbagai Negara.
Fortifikasi makanan merupakan cara terampuh dalam pencegahan defisiensi
besi. Produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum serta
roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung serta beberapa
produk susu.

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada kegiatan skrining kesehatan dan
deteksiuntuk menenmukan status patogenik setiap individu di dalam
populasi.Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan
penyakit menuju suatu perkembangan kearah kerusakan atau
ketidakmampuan.Dalam hal ini pencegahan sekunder merupakan pencegahan
yang dilakukan pada ibu hamil yang sudah mengalami gejala-gejala anemia
atau tahap pathogenesis yaitu mulai pada fase asimtomatis sampai fase klinis
atau timbulnya gejala penyakit atau gangguan kesehatan.Pada pencegahan
sekunder, yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan diantaranya adalah :
1) Skrining diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus
diobati dalam mengurangi morbiditas anemia. Bagi wanita hamil harus
dilakukan skrining pada kunjungan I dan rutin pada setiap trimester.24 Skrining
dilakukan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mendeteksi apakah ibu
hamil anemia atau tidak, jika anemia, apakah ibu hamil masuk dalam anemia
ringan, sedang, atau berat. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan terhadap
tanda dan gejala yang mendukung seperti tekanan darah, nadi dan melakukan
anamnesa berkaitan dengan hal tersebut. Sehingga, tenaga kesehatan dapat
memberikan tindakan yang sesuai dengan hasil tersebut. Jika anemia berat (
Hb< 9 g/dl) dan Hct <27%) harus dirujuk kepada dokter ahli yang
berpengalaman untuk mendapat pertolongan medis.

2) Pemberian terapi dan Tablet Fe


Jika ibu hamil terkena anemia, maka dapat ditangani dengan
memberikan terapi oral dan parenteral berupa Fe dan memberikan rujukan
kepada ibu hamil ke rumah sakit untuk diberikan transfusi (jika anemia berat).

Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier mencakup pembatasan terhadap segala
ketidakmampuan dengan menyediakan rehabilitasi saat penyakit, cedera atau
ketidakmampuan sudah terjadi dan menimbulkan kerusakan. Dalam hal ini
pencegahan tersier ditujukan kepada ibu hamil yang mengalami anemia yang
cukup parah dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit ke arah yang
lebih buruk untuk memperbaiki kualitas hidup klien seperti untuk mengurangi
atau mencegah terjadinya kerusakan jaringan, keparahan dan komplikasi
penyakit, mencegah serangan ulang dan memperpanjang hidup. Contoh
pencegahan tersier pada anemia ibu hamil diantaranya yaitu:
1) Memeriksa ulang secara teratur kadar hemoglobin.
2) Mengeliminasi faktor risiko seperti intake nutrisi yang tidak adekuat.
3) Pada ibu hamil, tetap mengkonsumsi tablet Fe selama kehamilan dan tetap
mengkonsumsi makanan yang adekuat setelah persalinan.

3. Usia lanjut
a. Pengertian Usia Lanjut
Menurut World Health Organisation (WHO), lansia adalah seseorang yang telah

memasuki usia 60 tahun keatas. Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yang dikategorikan lansia ini

akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process atau proses penuaan. Proses penuaan

adalah siklus kehidupan yang ditandai dengan tahapantahapan menurunnya berbagai fungsi

organ tubuh, yang ditandai dengan semakin rentannya tubuh terhadap berbagai serangan

penyakit yang dapat menyebabkan kematian misalnya pada sistem kardiovaskuler dan

pembuluh darah, pernafasan, pencernaan, endokrin dan lain sebagainya. Hal tersebut

disebabkan seiring meningkatnya usia sehingga terjadi perubahan dalam struktur dan fungsi

sel, jaringan, serta sistem organ. Perubahan tersebut pada umumnya mengaruh pada

kemunduran kesehatan fisik dan psikis yang pada akhirnya akan berpengaruh pada ekonomi

dan sosial lansia. Sehingga secara umum akan berpengaruh pada activity of daily living

(Fatmah, 2010).

World Health Organization (WHO) diacu dalam Komnas Usia Lanjut


(2008) menggolongkan usila berdasarkan aspek kronologis (batasan usia) menjadi:
1) Usia pertengahan (middle age): usia 45-59 tahun
2) Usia lanjut (elderly): 60-74 tahun
3) Usia tua (old): 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old): diatas 90 tahun
Di Indonesia orang dikatakan usila jika telah berumur di atas 60 tahun.
Jika mengacu pada usia pensiun, usila adalah mereka yang telah berusia di atas 56
tahun (Arisman,2010).

b. Karakteristik Usila
Kategori usila di setiap negara berbeda-beda. Di negara maju, seseorang
keatas. Keadaan ini kemungkinan disebabkan pemeliharaan kesehatan dilakukan
secara baik sejak dini. Sementara di negara berkembang proses penuaan lebih
cepat menyerang seseorang. (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Penuaan
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan seseorang
menjadi tua, antara lain : (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013)
Faktor Genetika
Faktor genetika merupakan faktor bawaan atau keturunan yang
berbeda pada individu. Faktor inilah yang mempengaruhi perbedaan efek
menua pada setiap individu, dapat lebih cepat atau lebih lambat. Orang
yang tadinya gagah, akan menjadi lemah tak berdaya ketika sudah
menginjak masa lansia.

Faktor Intelegensia
Faktor intelegensia juga mempengaruhi proses penuaan. Orang
yang berintelegensia tinggi cenderung memiliki pola pikir kedepan yang
lebih baik sehingga berusaha menerapkan pola hidup sehat dan selalu
melatih kemapuan intelektualnya melalui berbagai aktivitas seperti
membaca dan menulis. Dengan demikian, penurunan fungsi otak dapat
diperlambat, kesehatan fisik dan mental juga akan selalu terjaga.

Faktor Lingkungan dan Gaya Hidup


Faktor lingkungan dan gaya hidup berkaitan dengan asupan zat
gizi kebiasaan merokok, konsumsi minuman beralkohol, adanya kafein,
tingkat polusi, pendidikan dan pendapatan. Faktor lingkungan dan gaya
hidup juga berpengaruh luas dalam menangkal proses penuaan.

Faktor Endogernik
Faktor endogernik berkaitan dengan proses penuaan yaitu
perusakan sel yang seiring dengan penambahan usia. Terjadi perubahan
struktural penurunan fungsional dan penurunan kemampuan. Beberapa
faktor pemicu proses penuaan akan banyak berpengaruh terhadap
timbulnya berbagai penyakit dan perubahan aspek gizi pada lansia.

c. Perubahan Yang Terjadi Pada Proses Penuaan


Usia yang bertambah tua adalah masa paling rawan seseorang terserang penyakit
yang lebih kronis dan lebih lama proses penyembuhannya. Perubahan secara fisik atau
mental banyak terjadi ketika seseorang memasuki usia tua. Perubahan yang biasa
terjadi adalah timbulnya uban, penglihatan berkurang, tanggalnya gigi, pikun,
pendengaran menurun, dan merasa dirinya dikucilkan. (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).
Perubahan Fisik
Bila seseorang sudah lansia akan terjadi perubahan fisik yang perlu
mendapat perhatian. Seseorang akan memiliki otot yang kuat pada usia 20 tahun.
Keuatan ini akan menurun ketika menginjak usia 40 tahun. Pada usia 60 tahun,
kekuatan otot hanya tinggal setengahnya dibandingkan dengan bertambahnya usia.
Upaya untuk memperbaiki fungsi otot dapat ditempuh dengan cara latihan fisik
yang tepat dan berkesinambungan (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

Perubahan Mental
Ketika seseorang memasuki masa lansia akan mempengaruhi kesehatan
badannya. Sikap hidup, perasaan, dan emosi akan mempengaruhi perubahan
mental lansia. Perubahan mental seseorang dipengaruhi oleh tipe kepribadian
orang tersebut. Seseorang yang kepribadiannya ambisius dan selalu berambisi
untuk lebih maju ketika memasuki masa lansia akan cenderung gelisah, mudah
stres, merasa diremehkan, dan tidak siap tinggal di rumah. Sebaiknya jika
kepribadian seseorang itu tenang dan mencapai sesuatu dengan usaha yang tidak
terburu-buru, orang tersebut tidak menunjukan perubahan mental yang negatif.
Bahkan mereka selalu mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam
kehidupannya (Dewi, Pujiastiti, Fajar, 2013).

d. Status Gizi Usila


1) Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi lansia
cenderung mengalami kegemukan/obesitas.
2) Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya
cenderung kegemukan/obesitas.
3) Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas.
4) Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan
nafsu makan menurun, akibatnya lansia menjadikurang gizi (kurang energi protein
yang kronis).
5) Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat
(sayur, daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi klaori), hal ini
menyebabkan lansia cenderung kegemukan/obesita.
6) Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini
mengganggu penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya lansia menjadi defisiensi
zat-zat gizi mikro.
7) Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga lansia
menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya
anemia.
8) Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu
makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati.
9) Gangguan kemampuan motorik, akibatnya lansia kesulitan untuk menyiapkan
makanan sendiri dan menjadi kurang gizi.
10) Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan
menurun dan menjadi kurang gizi.
11) Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya
menjadi kurang gizi.
12) Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang
dapat menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi (Lentera impian, 2014).

e. Kebutuhan Gizi Pada Usila


Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan
lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan
makanan atau minuman.Asupan pangan yang dibutuhkan oleh lansia harus sesuai
dengan angka kecukupan gizi sehingga memengaruhi pula terhadap status gizi lansia
tersebut. Angka kecukupan gizi pada lansia berbeda amtara satu dengan yang lainnya.
Hal ini sesuai dengan jenis kelamin, usia, dan berat badan lansia
(Istiany,Rusilanti,2013).
Tabel 2.7 Angka Kecukupan Gizi Untuk Lansia
Zat Gizi Laki-laki (BB=62kg) Perempuan (BB=54kg)
Energi (kkal) 2050 1600
Protein (gr) 60 45
Vitamin A (RE) 600 500
Vitamin D (ug) 15 15
Vitamin E (mg) 15 15
Vitamin K (mg) 65 55
Thiamin (mg) 1,0 0,8
Riboflamin (mg) 1,3 1,1
Niasin (mg) 16 14
Vitamin B12 (mg) 2,4 2,4
Asam folat (ug) 400 400
Piridoksin (mg) 1,7 1,5
Vitamin C (mg) 90 75
Kalsium (mg) 800 800
Fosfor (mg) 600 600
Besi (mg) 13 12
Seng (mg) 13,4 9,8
Yodium (mg) 150 150
Selenium (mg) 30 30

Kebutuhan gizi dan nutrisi yang harus dipenuhi oleh lansia akan dijelaskan di bawah ini :
(Istiany,Rusilanti,2013)
Kalori
Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan
untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan,
maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul
obesitas. Sebaiknya, bila terlalu sedikit, maka cadangan energi tubuh akan
digunakan, sehingga tubuh akan menjadi kurus.
Protein
Secara umum kebutuhan protein bagi orang dewasa per hari adalah 1 gram
per kg berat badan. Pada lansia, masssa ototnya berkurang. Tetapi ternyata
kebutuhan tubuhnya terhadap protein tidak berkurang, bahkan harus lebih tinggi
dari pada orang dewasa, karena pada lansia efesiensi penggunaan senyawa
nitrogen (protein) oleh tubuh telah berkurang (disebabkan pencernaan dan
penyerapan kurang efesien).
Lemak
Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total kalori
yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari
konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit atherosclerosis penyumabatan
pembuluh darah ke jantung). Minyak nabati merupakan sumber asam lemak tidak
jenuh yang baik, sedangkan lemak hewan banyak mengandung asam lemak jenuh.
Karbohidrat dan Serat Makanan
Salah satu masalah yang banyak diderita para lansia adalah sembelit atau
konstipasi (susah “b-a-b”) dan terbentuknya benjolan-benjolan pada usus. Serat
makanan telah terbukti dapat menyembuhkan kesulitan tersebut. Sumber serat
yang baik bagi lansia adalah sayuran, buah-buahan segar, dan biji-bijian utuh.
Lansia tidak dianjurkan mengkonsumsi suplemen serat (yang dijual secara
komersial), karena dikuatirkan konsumsi seratnya terlalu banyak.
Vitamin dan Mineral
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang
mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, vitamin D,
dan vitamin E. Secara umum, kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya
konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral
yang paling banyak di derita lansia adalah kurang mineral kalsium yang
menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi yang dapat menyebabkan
anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk
membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya
dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin, mineral, dan serat.
Air
Cairan berbentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan
tubuh untuk mengganti cairan yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine),
membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja
ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari.
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Gizi Usila
Pedoman pola diet lansia adalah sebagai berikut:
(Istiany, Rusilanti,2013)
1) Penerapan pola makan beragam dan bergizi seimbang.
2) Membatasi asupan energi dan lemak untuk mencegah penimbunan kalori dalam
tubuh sehingga terhindar dari obesitas.
3) Memperhatikan konsumsi komponen gizi yang penting unutk menunjang
kebugaran di usia lanjut, seperti : B-karoten, vitamin B6 (piridoksin), vitamin B12
(sianokobalamin), asam folat, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E (B-tokoferol),
kalsium (Ca), besi (Fe), Seng (Zn), selenium (Se), magnesium (Mg), mangan
(Mn), kromium (Cr) dan Kalium (K).
4) Membiasakan mengkonsumsi cukup serat dan cairan setiap hari.
g. Penilaian Status Gizi Usila
Penilaian Status Gizi Mengunakan Tinggi Lutut dan Panjang Depa
Tinggi Lutut
Teknik pengukuran tinggi lutut sangat erat hubungannya dengan tinggi badan
sehingga sering digunakan untuk mengestimasi tinggi badan dengan gangguan
lekukan spinal atau tidak dapat berdiri. Tinggi lutut diukur dengan caliper berisi
mistar pengukuran dengan mata pisau menempel pada sudut 900. Alat yang
digunakan adalah alat ukur tinggi lutut terbuat dari kayu.Subyek yang diukur
dalam posisi duduk atau berbaring/tidur. Pengukuran dilakukan pada kaki kiri
subyek antara tulang tibia dengan tulang paha membentuk sudut 900.Alat
ditempatkan di antara tumit sampai bagian proksimal dari tulang platela.
Pembacaan skala dilakukan pada alatukur dengan ketelitian 0,1 cm Hasil
pengukuran dalam cm dikonversikan menjadi tinggi badan menggunakan rumus
Chumlea :

TB pria = 64,19 – (0,04 x usia dalam tahun) + (2,02 x tinggi lutut dlm
cm)
TB wanita = 84,88 – (0,24 x usia dalam tahun) + (1,83 x tinggi lutut dlm cm)
(Chumlea WC, Roche AF, Mukherjee D,1984)
selain rumus chumlea, ada salah satu rumus yang juga sering digunakan yaitu:
TB pria = (2.02 x tinggi lutut (cm)) – (0.04 x umur (tahun)) + 64,19
TB wanita = (1,83 x tinggi lutut (cm) – (0,24 x umur (tahun) + 84,88 (Gibson,
RS; 1993)

Panjang Depa
Teknik pengukuran panjang depa. Dilakukan pengukuran panjang depa bagi
subyek dengan alat mistar panjang 2 meter. Panjang depa biasanya
menggambarkan hasil pengukuran yang sama dengan tinggi badan normal dan
dapat digunakan untuk menggantikan pengukuran TB. Subyek yang diukur harus
memiliki kedua tangan yang dapat direntangkan sepanjang mungkin dalam posisi
lurus lateral dan tidak dikepal. Jika salah satu kedua tangan tidak dapat diluruskan
karena sakit atau sebab lainnya, maka pengukuran ini tidak dapat
dilakukan.Subyek berdiri dengan kaki dan bahu menempel melawan tembok
sepanjang pita pengukuran ditempel di tembok. Pembacaannya dilakukan dengan
skala 0,1 cm mulai dari bagian ujung jari tengah tangan kanan hingga ujung jari
tengah tangan kiri.

h. Cara Penilaian Status Gizi Pada Usila


Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi
seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif
maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia.
Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan serta
sumber lain. Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung.Penilaian secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu antropometri,
klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga
yaitu, survei konsumsi pangan, statistika vital, dan faktor ekologi) (Arisman, 2010).
Pemeriksaan antropometri adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan
komposisi tubuh secara umum pada bebagai tahapan umur dan derajat
kesehatan.Pengukuran yang dilakukan meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas dan tebal lemak di bawah ku lit dan khusus pada usila adalah pola
distribusi lemak.
Diet dan penuaan mempunyai peran besar dalam meningkatkan kualitas hidup
dan proses penuaan. Dengan pembatasan jumlah asupan kalori diet dapat
memperpanjang usia hidup atau penyakit Pemeriksaan antropometri adalah
pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh secara umum pada
bebagai tahapan umur dan derajat kesehatan.Pengukuran yang dilakukan meliputi
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah ku lit dan
khusus pada usila adalah pola distribusi lemak.yang bersamaan dengan usia lanjut
karena akan menurunkan produksi radikal beba. Diet juga dapat menurunkan penyakit
kronis. Bila adanya peningkatan asupan protein dan lemak maka insiden kanker
(tumor ganas) meningkat dan terjadi gangguan organ dan mempercepat proses
penuaan secara fisik, biokimia dan imunologi (Oenzil, 2012).
Penilaian status gizi usila diukur dengan antopometri atau ukuran tubuh, yaitu
berat badan dan tinggi badan. Namun, pada usia lanjut terjadi penurunan tinggi badan
karena kompresi vertebra, kifosis, dan osteoporosis. Pengukuran tinggi badan pada
usia lanjut harus dilakukan dengan teliti dalam posisi berdiri tegak. Bila hal ini tidak
dapat dilakukan maka dapat digantikan dengan pengukuran tinggi lutut
(menggunakan kaliper tinggi lutut) atau pengukuran rentang tangan (Arisman, 2010).
Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi
orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat
badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Penggunaan IMT hanya berlaku bagi
orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat
diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Selain itu, IMT juga
tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema,
aitesis dan hepatomegalia.Nilai IMT diperoleh dengan membagi berat badan dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. (Arisman, 2010).
Tabel 2.8 Kategori IMT
Klasifikasi IMT
Kurang <18,5 kg/𝑚2
Normal 18,5 – 22,9 kg/𝑚2
Berat Badan Lebih > 23,0 kg/𝑚2
Beresiko 23,0-24,9 kg/m2
Obes I 25,0 - 29,9 kg/𝑚2
Obes II > 30,0 kg/m2
Sumber: kemenkes, 2013

Status gizi pada usia lanjut:


1) Metabolisme basal menurun, kebutuhan kalori menurun, status gizi usila cenderung
mengalami kegemukan/obesitas.
2) Aktivitas/kegiatan fisik berkurang, kalori yang dipakai sedikit, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas.
3) Ekonomi meningkat, konsumsi makanan menjadi berlebihan, akibatnya cenderung
kegemukan/obesitas.
4) Fungsi pengecap/penciuman menurun/hilang, makan menjadi tidak enak dan nafsu
makan menurun, akibatnya usila menjadi kurang gizi (kurang energi protein yang
kronis).
5) Gizi (kurang energi protein yang kronis).
6) Penyakit periodontal (gigi tanggal), akibatnya kesulitan makan yang berserat (sayur,
daging) dan cenderung makan makanan yang lunak (tinggi kalori), hal ini
menyebabkan usila cenderung kegemukan/obesita.
7) Penurunan sekresi asam lambung dan enzim pencerna makanan, hal ini mengganggu
penyerapan vitamin dan mineral, akibatnya usila menjadi defisiensi zat-zat gizi mikro.
8) Mobilitas usus menurun, mengakibatkan susah buang air besar, sehingga usila
menderita wasir yang bisa menimbulkan perdarahan dan memicu terjadinya anemia.
9) Sering menggunakan obat-obatan atau alkohol, hal ini dapat menurunkan nafsu
makan yang menyebabkan kurang gizi dan hepatitis atau kanker hati.
10) Gangguan kemampuan motorik, akibatnya usila kesulitan untuk menyiapkan makanan
sendiri dan menjadi kurang gizi.
11) Kurang bersosialisasi, kesepian (perubahan psikologis), akibatnya nafsu makan
menurun dan menjadi kurang gizi.
12) Pendapatan menurun (pensiun), konsumsi makanan menjadi menurun akibatnya
menjadi kurang gizi.
13) Dimensia (pikun), akibatnya sering makan atau malah jadi lupa makan, yang dapat
menyebabkan kegemukan atau pun kurang gizi.
i. Masalah gizi pada lansia
Masalah gizi pada lansia menurut Beck (2011) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu:
a. Malnutrisi Umum
Malnutrisi umum dapat diartikan sebagai diet tidak mengandung beberapa nutrien
dalam jumlah yang memadai. Keadaan ini disebabkan oleh ketidakacuhan secara
umum yang disebabkan oleh berbagai keadaan.
b. Defisiensi nutrien tertentu
Defisiensi ini terjadi bila suatu makanan atau kelompok makanan tertentu tidak ada
dalam diet, seperti Vitamin C, Vitamin D, asam folat dan besi.
c. Obesitas
Besarnya permasalahan ini akan meningkat bilamana masukan energi tidak dikurangi
saat aktivitas jasmaniah semakin menurun. Obesitas yang ekstrem jarang terjadi begitu
seseorang masuk usia pensiun. Obesitas biasanya disebabkan oleh kebiasaan makan
yang jelek sejak usia muda.
j. Faktor yang mempengaruhi status gizi usila
Usia
Seiring pertambahan usia, kebutuhan zat gizi karbohidrat dan lemak
menurun, sedangkan kebutuhan protein, vitamin, dan mineral meningkat karena
ketiganya berfungsi sebagai antioksidan untuk melindungi sel-sel tubuh dari
radikal bebas. Beberapa perubahan pada komposisi tubuh manusia terjadi seiring
peningkatan usia. Studi tentang perubahan antropometri pada usila di Kanada
menunjukkan perubahan tinggi badan usila di panti werdha sebesar 2 cm
terutama pada usila di atas usia 90 tahun dan usila dengan demensia.
(Fatmah,2010).
Jenis Kelamin
Dibandingkan usila wanita, usila pria lebih banyak memerlukan kalori,
protein, dan lemak. Ini disebabkan karena perbedaan tingkat aktivitas fisik. Suatu
longitudinal studi terhadap pria dan wanita usila yang dilakukan di Swedia
menunjukkan penurunan berat badan pada usia 70-81 tahun, dengan rata-rata
penurunan 7 kg pada pria dan 6 kg pada wanita selama 10 tahun. Penurunan berat
badan ini disebabkan oleh adanya penurunan lemak tubuh. Data cross sectional
juga menunjukkan adanya perubahan tinggi badan. Tinggi badan pada usia 60-64
tahun jika dibandingkan dengan tinggi badan pada usia 20-24 tahun lebih rendah
5-6 cm pada pria, dan 3 cm pada wanita. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya
kelurusan tulang (Fatmah,2010).
Sosial ekonomi
Pencapaian tinggi badan merupakan hasil kombinasi antara faktor-faktor
lingkungan dan genetik. Peningkatan standar kehidupan ekonomi dapat
memperbaiki pertumbuhan tinggi badan manusia melalui gizi dan berkurangnya
penyakit. Tinggi badan yang rendah atau pendek dihubungkan dengan rendahnya
tingkat pendidikan. Kemiskinan mempengaruhi pola asupan makanan yang
mengandung zat gizi, sehingga individu yang berasal dari keluarga kurang
mampu cenderung kurang mengkonsumsi makanan bergizi antara lain kalsium
dan protein yang penting bagi pertumbuhan tulang. (Fatmah,2010).
Gaya Hidup
Gaya hidup sehat menggambarkan pola perilaku sehari-hari yang
mengarah pada upaya memelihara kondisi fisik, mental dan sosial berada dalam
keadaan positif. Gaya hidup sehat meliputi kebiasaan tidur, makan,
pengendalian berat badan, tidak merokok atau minum-minuman beralkohol,
berolahraga secara teratur dan terampil dalam mengelola stres yang dialami.
Aktivitas Fisik
Semakin bertambahnya usia seseorang, maka aktivitas fisik yang
dilakukannya semakin menurun. Pada usila yang aktivitas fisiknya menurun,
asupan energi harus dikurangi untuk mencapai keseimbangan energi dan
mencegah terjadinya obesitas, karena salah satu faktor yang menentukan berat
badan seseorang adalah keseimbangan antara masukan energi dengan keluaran
energi. Selain memberi keuntungan pada kontrol berat badan, aktivitas fisik juga
memberikan keuntungan lain, di antaranya yaitu efek positif terhadap metabolisme
energi, memberikan latihan pada jantung, dan menurunkan risiko diabetes
mellitus karena kativitas fisik meningkatkan sensitivitas insulin. Penurunan
aktivitas fisik pada usila dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif
(Fatmah,2010).
Menurut Almatsier (2005), untuk menaksir kebutuhan energi, aktivitas
fisik dikelompokkan menurut berat ringannya aktivitas: ringan, sedang, berat.
Asupan Gizi Lansia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Almatsier (2005), bahwa
lansia yang mengonsumsi vitamin A, vitamin E, vitamin C, Fe, dan Zn yang
cukup dapat mengurangi resiko demensia pada lansia.

k. Kebutuhan Gizi Pada Usila


Kebutuhan kalori pada lansia diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal,
dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal
dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat.Kebutuhan kalori untuk
lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila
jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan
berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas (Maryam, 2008).
Menurut Maryam (2008), menyatakan angka kecukupan energi dan zat gizi
yang dianjurkan untuk manula dalam sehari didapat dengan menciptakan pola makan
yang baik, menciptakan suasana yang menyenangkan. Memperkuat daya tahan tubuh
dengan makanan yang mengandung zat gizi yang penting untuk kekebalan tubuh dari
penyakit, seperti : biji-bijian, sayuran berdaun hijau, makanan laut. Mencegah tulang
agar tidak menjadi keropos dan mengerut yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang
mengandung vitamin D. Pada usia diatas 60 tahun kemampuan penyerapan kalsium
menurun, mengkonsumsi vitamin D membantu penyerapan kalsium dalam tubuh,
contoh makanan sumber vitamin D adalah susu.
Selanjutnya adalah memastikan agar saluran pencernaan tetap sehat, aktif dan
teratur. Karena itu harus makan sedikitnya 20 gram makanan yang mengandung serat,
seperti biji-bijian, jeruk dan sayuran yang berdaun hijau tua. Menyelamatkan
penglihatan dan mencegah terjadinya katarak. Santaplah makanan yang mengandung
vitamin C, E dan B karoten (antioksidan), seperti : sayuran berwarna kuning dan hijau,
jeruk sitrun dan buah lain. Mengurangi resiko penyakit jantung yaitu dengan
membatasi makanan berlemak yang banyak mengandung kolesterol dan natrium dan
harus banyak makan makanan yang kaya vitamin B6, B12, asam folat, serat yang larut,
kalsium dan aklium, seperti biji-bijian utuh, susu tanpa lemak, kacang kering daging
tidak berlemak, buah, termasuk nanas dan sayuran. Agar ingatan tetap baik dan sistem
syaraf tetap bagus, harus banyak makan vitamin B6, B 12 dan asam folat
(Maryam,2008).

l. Penyakit Umum Yang Diderita Usila


1. Hipertensi (Darah Tinggi)
Tekanan darah normal menurut WHO adalah 120/80 (tekanan darah sistolik 120
dan tekanan darah diastolik 80) . Tidak boleh lebih tinggi dari 140/90. Faktor-
faktor penyebab hipertensi antara lain :
a. Keturunan
b. Konsumsi garam yang berlebih, yaitu lebih dari 15 gram per hari
c. Kelebihan berat badan
d. Stress
e. Kurangnya aktivitas fisik
Jenis makanan yang diperbanyak untuk dikonsumsi oleh penderita hipertensi
adalah makanan yang kaya akan serat, seperti kacang hijau, kacang merah,
kacang tolo, kacang kedele, tempe, toge, labu siam, oyong, wortel serta buah-
buahan seperti apel, jambu biji, pear dan anggur.
Jenis konsumsi yang perlu dibatasi adalah pemakaian garam, makanan yang
diawetkan dengan garam seperti sosis, daging asap, kornet, sardencis, ikan asin,
abon, ebi, pindakas, kecap, tauco, petis, terasi, saus tomat (Istiany,Rusilanti,
2013).
2. Diabetes
Diabetes melitus adalah kumpulan keadaan yang disebabkan oleh kegagalan
pengendalian gula darah. Kegagalan ini terjadi karena 2 hal, yang pertama karena
produksi hormon insulin yang tidak memadai atau tidak ada, kedua resistensi
insulin yang meningkat. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
mengidap penyakit diabetes adalah :
a. Kegemukan atau obesitas
b. Kurangnya aktivitas
c. Faktor keturunan
d. Gaya hidup yang tidak sehat
e. Pola makan yang banyak mengandung gula, seperti teh manis, gorengam
minuman soda, makanan instan cepat saji.
Jenis makanan yang dianjurkan untuk mencegah atau mengobati diabetes
diantaranya , apel,kayu manis, jeruk,ikan salmon, makanan kaya serat,kacang-
kacangan (kacang panjang,kacang tanah, dll), teh hijau, bayam, perbanyak
konsumsi air putih dan sebagainya (Istiany,Rusilanti, 2013).

3. Asam urat
Asam urat merupakan sisa metabolisme zat purin yang berasal dari makanan yang
kita konsumsi. Ini juga merupakan efek samping dari pemecahan sel dalam darah.
Purin sendiri adalah zat yang terdapat dalam setiap bahan makanan yang berasal
dari tubuh mahluk hidup. Dengan kata lain dalam tubuh mahluk hidup terdapat
zat purin ini,lalu karena kita memakan mahluk hidup tersebut maka zat purin
tersebut berpindah kedalam tubuh kita. Berbagai sayuran dan buah-buahan juga
terdapat purin (Istiany,Rusilanti, 2013).

m. Permasalahan Gizi Pada Usila


Zat gizi memang penting sekali dan dibutuhkan oleh tubuh dalam
pemeliharaan dan fungsi lainnya, serta perbaikan jaringan-jaringannya sejak masa
janin, bayi, remaja, sampai masa dewasa dan lanjut usia.Dibawah ini adalah
permasalahan-permasalahan gizi yang dialami oleh lansia, yaitu :
(Istiany,Rusilanti,2013)
Gizi Berlebih
Gizi berlebih pada lansia banyak terjadi di negara-negara barat dan kota-
kota besar. Kebiasaan makan banyak pada waktu muda menyebabkan berat badan
berlebih, apalagi pada lansia penggunaan kalori berkurang karena berkurangnya
aktivitas fisik. Kebiasaan makan itu sulit untuk diubah walaupun sulit untuk
mengurangi makan. Kegemukan meruapakan salah satu pencetus berbagai
penyakit, seperti jantung, kencing manis, dan darah tinggi.

Gizi Kurang
Gizi kurang seiring disebabkan oleh masalah-masalah sosial ekonomi dan
karena gangguan penyakit. Apabila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang
dibutuhkan, maka dapat menyebabkan berat badan kurang dari normal. Apabila
hal ini diserati dengan kekurangan protein, maka dapat menyebabkan kerusakan-
kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya terjadilah kerontokan rambut.

Kekurangan Vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan berkurang, ditambah
dengan kekurangan protein dalam makanan, maka akibatnya nafsu makan
berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu dan tidak
bersemangat.

Kekurangan Kalori Protein


Lansia dengan riwayat pendapatan kurang, kurang bersosialisasi, hidup
sendirian, kehilangan pasangan hidup atau teman, kesulitan mengunyah,
pemasangan gigi palsu yang kurang tepat, sulit untuk menyiapkan makanan,
seiring mengonsumsi obat-obatan yang mengganggu nafsu makan, dan nafsu
makan berkurang merupakan hal yang harus diwaspadai.

Kekurangan Vitamin D
Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar
matahari, jarang atau tidak pernah minum susu, juga kurang mengkonsumsi
vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu, dan produk olahan
lainnya.

Masalah Cairan Pada Lansia


Masalah yang sering timbul pada lansia adalah masalah kekurangan cairan
tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan cairan pada lansia adalah:
a. Berat badan/lemak tubuh cenderung meningkat dengan bertambahnya usia,
sedangkan sel-sel lemak sedikit menagandung air, sehingga komposisi air
dalam tubuh lansia kurang dari manusia dewasa yang lebih muda atau anak-
anak dan bayi.
b. Fungsi ginjal menurun dengan bertambahnya usia. Terjadi penurunan
kemampuan untuk memekatkan urine, menyebabkan kehilangan air menjadi
lebih tinggi.
c. Terjadi penurunan asam lambung yang dapat memengaruhi individu untuk
mentoleransi makanan-makanan tertentu. Lansia juga rentan terhadap
konstipasi karena penurunan pergerakan usus, masukan cairan yang terbatas,
pantangan diet dan penurunan aktivitas fisik dapat menunjang perkembangan
konstipasi.
d. Lansia mempunyai pusat haus yang kurang sensitif dan mungkin memiliki
masalah dalam mendapatkan cairan (misalnya gangguan dalam berjalan) atau
mengungkapkan keinginan untuk minum seperti pada pasien yang terserang
stroke.

Penanggulangan Kekurangan Gizi pada Usila


Cara mengakhiri masalah gizi kurang adalah dengan penanggulangan kurang
gizi jangka panjang. Cara tersebut akan bergantung pada kemampuan manusia
untuk bekerja sama untuk terwujudnya perkembangan pendidikan dan ekonomi,
kedamaian, pengendalian pertumbuhan penduduk, perbaikan sanitasi, keadilan
sosial bagi perempuan dan anak-anak. Faktor lain adalah kebijakan dan praktik
yang benar terhadap lingkungan dan produktivitas pertanian. Kelompok yang
sangat terpengaruh oleh kurang gizi harus aktif herpartisipasi dalam proses
perencanaan dan implementasi program perbaikan gizi-kesehatan.
Terdapat program yang telah berhasil mengurangi rnasalah kurang gizi di
berbagai negara di dunia yang dapat diadopsi. Program yang sering didengungkan
adalah perbaikan ekonomi, pendidikan, gizi dan sanitasi akan mengatasi masalah
kurang gizi dan penyakit infeksi serta meningkatkan usia harapan hidup di negara
maju sekitar 100 tahun silam. Selain itu, kurang zat gizi tertentu secara nyata
dapat diatasi melalui fortifrkasi makanan dan program edukasi gizi, contohnya:
1) Program suplementasi vitamin A dan edukasi tentang makanan kaya kandungan
vitamin A dikaitkan dengan penurunan drastis kasus kurang vitamin A sedang
dan berat serta infeksi pada anak-anak di Indonesia
2) Suplementasi makanan pada kelompok bayi di Rusia, Brazll, Afrika Selatan dan
Cina dikaitkan dengan peningkatan skor IQ pada usia 8 tahun
3) Garam beriodium dapat mengatasi masalah kurang yodium
4) Kematian pada anak balita akibat kurang gizi dan penyakit terkait turun secara
nyata di negara yang mempraktikkan pernberian ASl
5) Status kesehatan masyarakat di negara yang sedang berkembang mengalami
perbaikan dengan penggunaan cairan oralit yang melindungi anak dari
kekurangan cairan akibat diare dan program vaksinasi yang melindungi anak
dari berbagai penyakit infeksi.
Untuk program gizi masyarakat dengan tujuan penanggulangan masalah gizi,
sudah banyak program yang diluncurkan, antara lain program edukasi gizi, program
suplementasi gizi melalui pernberian makanan maupun produk zat gizi seperti pil
besi dan vitamin A, program fortifikasi bahan makanan seperti fortifikasi yodium
pada garam maupun fortifikasi besi pada tepung. Meskipun demikian, angka kurang
gizi di masyarakat terutama pada kelompok rentan masalah gizi seperti
bayi,balita,anak sekolah, remaja, ibu hamil dan menyusui serta lanjut usia masih
tetap menjadi masalah.
Penanggulangan gizi pada lansia dilakukan melalui monitoring BB (kartu
lansia), pendidikan gizi (promosi garam beryodium, aneka ragam makanan (protein
hewani terutama produk laut, sayur dan buah), hindari kegemukan dan obesitas,
suplementasi Zn pada diabetes dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan
mengembalikan fungsi pengecap. Lansia dengan penyakit degeneratif perlu
diberikan konseling gizi mengenai penyakit (Hayana, 2014).

4. Sosial Ekonomi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang
berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering
disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa
adanya bantuan orang lain disekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai
hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat.
Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos” yang
berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan, hukum. Maka
secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen
rumah tangga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang
mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan
(seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan).
Menurut Mulyanto (2001) dalam Basrowi dan Juariyah (2010) berpendapat
tinjauan sosio ekonomi penduduk meliputi aspek sosial, aspek sosial budaya dan aspek
desa yang berkaitan dengan kelembagaan dan aspek peluang kerja. Aspek ekonomi
desa dan peluang kerja berkaitan erat dengan masalah kesejahteraan masyarakat desa.
Kecukupan pangan dan keperluan ekonomi bagi masyarakat baru terjangkau bila
pendapatan rumah tangga mereka cukup untuk menutupi keperluan rumah tangga dan
pengembangaan usaha usahanya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosial
ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan
masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-
lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan.
Berikut klasifikasi status sosial ekonomi menurut Coleman dan Cressey dalam
Sumardi (2004) adalah :
1. Status Sosial Ekonomi Atas
Sitorus (2000) menyatakan bahwa status sosial ekonomi atas yaitu status atau
kedudukan seseorang di masyarakat yang diperoleh berdasarkan pergolongan
menurut harta kekayaan, dimana harta yang dimiliki di atas rata-rata masyarakat
pada umumnya dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik.
2. Status Sosial Ekonomi Bawah
Sitorus (2000) menyatakan bahwa status sosial ekonomi bawah yaitu status
atau kedudukan seseorang di masyarakat yang diperoleh berdasarkan
pergolongan menurut harta kekayaan, dimana harta yang dimiliki kurang jika
dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya serta tidak mampu dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari hari.

5. Sosial Ekonomi Keluarga


a. Pengertian Pendapatan
Pengertian pendapatan menurut beberapa ahli yaitu : (Ninik, 2005)
1) Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982: 20)
Pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik
dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Dengan dinilai sejumlah uang atas
harga yang berlaku pada saat itu.

2) Bayu Wijayanto (1999: 5)


Pendapatan rumah tangga adalah pendapatan yang diperoleh seluruh anggota
keluarga yang bekerja.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah uang
atau barang yang diterima subjek ekonomi sebagai balas jasa dari pemberian
faktor-faktor produksi.

b. Jenis Pendapatan
Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers (1982:66) membedakan
pendapatan menjadi dua yaitu : (Ninik,2005)
1) Pendapatan yang berupa uang
Pendapatan yang berupa uang yaitu segala penghasilan yang berupa uang yang
sifatnya reguler dan yang diterima biasanya sebagai balas jasa atau kontra
prestasi, sumber-sumber utama adalah:
1) Dari gaji dan upah yang diperoleh dari kerja pokok, kerja sampingan, kerja
lemburan, dan kerja kadang-kadang.
2) Dari usaha sendiri yang meliputi: hasil bersih dari usaha sendiri, komisi,
dan penjualan dari karajinan rumah.
3) Dari hasil investasi yakni pendapatan yang di peroleh dari hak milik tanah.
4) Keuntungan sosial, yakni pendapatan yang diperoleh dari kerja sosial.

2) Pendapatan berupa barang


Pendapatan yang berupa barang yaitu segala penghasilan yang sifatnya reguler
dan biasa akan tetapi tidak selalu berbentuk balas jasa dan diterimakan dalam
bentuk barang atau jasa. Pendapatan berupa: (Ninik, 2005)
1) Bagian pembayaran upah dan gaji yang dibentuk dalam beras,
pengobatan, transportasi, perumahan, dan rekreasi.
2) Beras yang diproduksi dan dikonsumsi di rumah antara lain pemakaian
barang yang diproduksi di rumah, sewa yang seharusnya dikeluarkan
terhadap rumah sendiri yang di tempati.
c. Tingkat Pendapatan Ekonomi Keluarga
1) Data Ekonomi Keluarga
Data ekonomi keluarga meliputi:
a) Pekerjaan (pekerjaan utama, misalnya pekerjaan pertanian, dan pekerjaan
tambahan, misalnya pekerjaan musiman).
b) Pendapatan keluarga (gaji, upah, imbalan, industri rumah tangga, pertanian
pangan/non pangan, dan hutang).
c) Kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, mobil, motor, dan lain-
lain).
d) Pengeluaran/anggaran (pengeluaran untuk makanan, pakaian, listrik,
pendidikan, minyak/bahan bakar, transportasi, rekreasi, dan lain-lain).
e) Harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim (Supariasa,
Bakri, & Fajar, 2012 dalam Dian,2013).
2) Sumber Pendapatan Keluarga
Pendapatan Keluarga adalah jumlah pendapatan tetap dan sampingan
dari kepala keluarga, ibu, dan anggota keluarga lain dalam 1 bulan dibagi
jumlah seluruh anggota keluarga yang dinyatakan dalam rupiah per kapita per
bulan (Ernawati, 2006 dalam Dian, 2013).
Sumber-sumber pendapatan keluarga didapatkan dari upah, gaji,
imbalan, industri rumah tangga, dan pertanian pangan/non pangan. kekayaan
berbeda dengan Pendapatan, karena kekayaan menandakan kepemilikan
saham asset, sedangkan pendapatan merupakan aliran daya beli. Kekayaan
mewakili kapasitas yang lebih permanen dalam jangka panjang, sedangkan
pendapatan mewakili kapasitas dalam jangka pendek. Kekayaan dan
pendapatan berkorelasi positif, karena pendapatan yang disimpan dan/atau
diinvestasikan dapat menjadi kekayaan, dan kekayaan dapat menjadi sumber
penghasilan, keluarga dengan berpenghasilan lebih dapat menambah
kekayaan, dan keluarga dengan kekayaan lebih dapat memperoleh tambahan
pendapatan (Raffalovich, Monnat, & Tsao, 2009 dalam Dian,2013).
d. Pendapatan Pangan dan Gizi
Pendapatan dapat mempengaruhi konsumsi makanan dan gizi. Berdasarkan
pendapatan akan menentukan akses pangan secara ekonomi, data beli pangan serta
jumlah dan kualitas pangan. Distribusi pendapatan yang baik akan mengurangi
kesenjangan ekonomi antar keluarga sehingga akan mengurangi kesenjangan gizi
(Rustanti,2015).
Pendapatan terdiri dari pendapatan pribadi, pendapatan rumah tangga, dan
pendapatan disposebel. Pendapatan pribadi merupakan semua jenis pendapatan,
termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa melakukan sesuatu kegiatan apapun,
yang diterima oleh seseorang. Pendapatan rumah tangga adalah semua jenis
pendapatan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga. Dan pendapatan
disposebel merupakan pendapatan yang dapat digunakan oleh para penerima
pendapatan untuk membeli barang atau jasa yang diinginkan, apabila pendapatan
pribadi dikurangi dengan pajak yang harus dibayarkan oleh para penerima
pendapatan. Tingkat pendapatan kerap digunakan sebagai indikator tingkat
keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara. (Rustanti,2015).

e. Kategori Pendapatan Keluarga


1) Berdasarkan Konsumsi Beras Menurut Sayogyo
a) Pengertian Kemiskinan
Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat
pendapatan dan kebutuhan. Perkiraan kebutuhan hanya dibatasi pada
kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum sehingga
memungkinkan seseorang dapat hidup secara layak. Bila sekiranya tingkat
pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum, maka orang atau
keluarga tersebut dapat dikatakan miskin (Rustanti,2015).
Ini berarti diperlukan suatu tingkat pendapatan minimum sehingga
memungkinkan orang atau keluarga tersebut memperoleh kebutuhan
dasarnya. Dengan perkataan lain kemiskinan dapat diukur dengan
memperbandingkan tingkat pendapatan orang atau keluarga tersebut
dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memperoleh kebutuhan
dasar minimum. Pendapatan kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai
suatu ketidakmampuan (Iack of capabilities) seseorang, keluarga dan
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan,
sandang, papan, pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih
dan sanitasi (Rustanti, 2015).
Kemiskinan terkait dengan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan
minimum diantaranya pangan sehingga pangan menjadi salah satu
indikator kemiskinan. Mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi wajib
menguasai pokok bahasan ini karena merupakan landasan untuk
merencanakan program pangan dan gizi, serta dapat menganalisis program
pangan dan gizi (Rustanti,2015).
Pada konferensi PBB terkait pengembangan sosial, Deklarasi
Copenhagen menjelaskan kemiskinan menjelaskan kemiskinan sebagai
‘’kondisi yang di tandai oleh kehilangan kebutuhan dasar manusia,
termasuk makanan, air minum yang aman, fasilitas sanitasi, kesehatan,
perumahan, pendidikan dan informasi (Anonymous,2006). Menurut
suparlan (1995), kemiskinan dapat di definisikan sebagai suatu standar
tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi
pada sejumlah atau golongan orang di bandingkan dengan standar
kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya
terhadap tingkat kesehatan, kehidupan, moral, dan rasa harga diri dari
mereka yang tergolong sebagai orang miskin. Bappenas atau badan
perencanaan pembangunan Nasional (1993) menjelaskan kemiskinan
adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena bukan di
kehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat di hindari dengan
kekuatan yang ada padanya.
Chambers dalam nasikum (2001) mengatakan bahwa kemiskinan
adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi,yaitu (1)
kemiskinan (poverty), (2) ketidakberdayaan (powerless), (3) kerentanan
menghadap situasi darurat (state of emergency), (4) ketergantungan
(dependence), (5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun
sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam
kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah,tetapi banyak juga hal
yang lain,seperti : tingkat kesehatan,pendidikan rendah, perlakauan tidak
adil dalam hukum,kerentanan terhadapat ancaman tindak kriminal,
ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.
b) Penyebab Kemiskinan
(1) Kemiskinan kultural
Kemiskinan kultural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang
terjadi karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat
tersebut menjadi miskin kerena tidak memiliki sumber daya yang
memadai baik sumber daya alam, sumber daya manusia maupun
sumber daya pembangunan atau kalaupun mereka ikut serta dalam
pembangunan, mereka hanya mendapat imbalan pendapatan yang
rendah (Rustanti,2015).

(2) Kemiskinan natural


Kemisikinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh
faktor-faktor alamiah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut atau
karena bencana alam. Kondisi kemiskinan seperti ini disebut sebagai
“Persisten poverty” yaitu kemiskinan yang telah kronis atau turun
temurun. Daerah seperti ini pada umumnya merupakan daerah yang
kritis sumber daya alamnya atau daerah yang terisolir (Rustanti,2015).
Kemiskinan kultural merupakan suatu kondisi kemiskinan yang
terjadi karena kultur, budaya atau adat istiadat yang dianut oleh suatu
kelompok masyarakat. Kemiskinan kultural mengacu pada sikap
hidup seseorang atau kelompok masyarakat yang disebabkan oleh
gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya dimana mereka merasa
hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok
masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpastisipasi dalam
pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan mengubah
tingkat kehidupannya. Akibatnya tingkat pendapatan mereka rendah
menurut ukuran yang dipakai secara umum. Penyebab kemiskinan ini
karena faktor budaya seperti malas, tidak disiplin, boros dan lain-
lainnya (Rustanti,2015).

(3) Kemiskinan struktural


Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh
faktor-faktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak
adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi
serta tatanan ekonomi dunia yang cenderung menguntungkan
kelompok masyarakat tertentu. Munculnya kemiskinan struktural
disebabkan karena berupaya menanggulangi kemiskinan natural, yaitu
dengan direncanakan bermacam-macam program dan kebijakan.
Namun karena pelaksanaannya tidak seimbang, pemilikan sumber
daya tidak merata, kesempatan yang tidak sama menyebabkan
keikutsertaan masyarakat menjadi tidak merata pula, sehingga
menimbulkan struktur masyarakat yang timpang. Adapun faktor yang
menjadi penyebab kemiskinan masyarakat adalah pendapatan yang
rendah. Jumlah tanggungan keluarga, pekerjaan lain, dan tingkat
pendidikan merupakan karakteristik dari keluarga miskin yang
berhubungan dengan kemisikinan masyarakat (Rustanti,2015).
(4) Kemiskinan absolut
Bila pendapatnya berada di bawah garis kemiskinan atau tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minumum atau kebutuhan
hidup minimum atau kebutuhan dasar termasuk pangan, sandang,
papan, kesehatan, dan pendidikan yang di perlukan untuk bisa hidup
dan bekerja.
(5) Kemiskinan relatif
Kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang
belum mengjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan
ketimpangan pada pendapatan atau dapat di katakan orang tersebut
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada
di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya.

c) Indikator Kemiskinan
Untuk mewujudkan hak-hak dasar seseorang atau sekelompok
orang miskin Bappenas menggunakan beberapa pendekatan utama antara
lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan
pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human
capability approach) dan pendekatan objective and subjective. Pendekatan
kebutuhan dasar, melihat kemiskinan sebagai suatu ketidakmampuan (lack
of capabilities) seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan
kesehatan, pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi (Rustanti,2015).
Indikator-indikator tersebut dipertegas dengan rumusan yang
konkrit yang dibuat oleh BAPPENAS yaitu; terbatasnya kecukupan dan
mutu pangan, dilihat dari stok pangan yang terbatas, rendahnya asupan
kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu.
Sekitar 20 persen penduduk dengan tingkat pendapatan terendah hanya
mengkonsumsi 1.571 kkal per hari. Kekurangan asupan kalori, yaitu
kurang dari 2.100 kkal per hari, masih dialami oleh 60 persen penduduk
berpenghasilan terendah. Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa salah satu indikator utama kemiskinan adalah terbatasnya
kecukupan dan mutu pangan (Rustanti,2015).

Tabel 2.9 Kriteria Miskin Berdasarkan Konsumsi Beras Menurut Sayogyo


Kriteria Pedesaan Perkotaan
(kg/org/th) (kg/org/th)

Melarat 180 270


Sangat Miskin 240 360
Miskin 320 480

Badan pusat statistik (BPS) menghitung angka kemiskinan lewat


tingkat konsumsi penduduk atas kebutuhan dasar. Perbedaannya adalah
bahwa BPS tidak menyetarakan kebutuhan - kebutuhan dasar dengan
jumlah beras. Dari sisi makanan, BPS menggunakan indikator yang
direkomendasikan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 1998 yaitu
2.100 kalori per orang per hari, sedangkan dari sisi kebutuhan non-
makanan tidak hanya terbatas pada sandang dan papan melainkan
termasuk pendidikan & kesehatan (Rustanti,2015).

d) Hubungan Pangan, Gizi dan Kemiskinan


Maxwell dan Frankenberger (1992) menggabungkan pangsa
pangan dan kecukupan energi untuk mengklasifikasikan ketahanan pangan
rumah tangga menjuadi empat kategori yaitu bahan pangan, rentan pangan,
kurang pangan dan rawan pangan (Rustanti,2015).
(1) Rumah tangga yang mempunyai pangsa pangan 60 persen ke bawah
dan kecukupan energi di atas 80 persen dikategorikan rumah tangga
tahan pangan. Rumah tangga tahan pangan memiliki kemampuan
untuk mencukupi konsumsi energi selain karena mempunyai akses
yang tinggi secara ekonomi juga memiliki akses secara fisik.
(2) Jika pangsa pangan di atas 60 persen dan konsumsi energi di atas 80
persen dikategorikan rentan pangan. Rumah tangga yang rentan
pangan mempunyai kondisi di mana terpenuhi standar kecukupan
energi dalam rumah tangga namun pendapatan rumah tangga relatif
rendah sehingga berpotensi menjadi kekurangan pangan (akses
ekonomi yang rendah).
(3) Jika pangsa pangan 60 persen ke bawah dan kecukupan energi 80
persen ke bawah dikategorikan kurang pangan. Rumah tangga dengan
kondisi kurang pangan mempunyai akses secara ekonomi tetapi
mempunyai akses secara ekonomi tetapi mempunyai akses yang
rendah secara fisik terhadap pangan.
(4) Rumah tangga yang mempunyai pangsa pangan di atas 60 persen dan
kecukupan energi 80 persen ke bawah dikategorikan rawan pangan.

6. Pengetahuan
Pengetahuan gizi merupakan aspek kognitif yang menunjukkan pemahaman
tentang ilmu gizi, jenis zat gizi, serta interaksinya terhadap status gizi dan kesehatan.
Pengetahuan tentang gizi merupakan salah satu hal yang mempengaruhi status gizi
secara tidak langsung dan merupakan landasan dalam menentukan konsumsi makanan
( Dinah Soraya, Dadang Sukandar, Tiurma Sinaga 2017 ).
Pengetahuan gizi ibu juga terbukti berhubungan dengan status gizi dalam
penelitian Gabriel (2008). Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk
menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan gizi yang
baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk
dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka akan semakin
memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi
(Sediaoetama, A.D, 2008). Semakin bertambah pengetahuan gizi ibu maka seorang ibu
akan semakin mengerti jenis dan jumlah makanan untuk dikonsumsi seluruh anggota
keluarganya termasuk pada anak balitanya.
Pengetahuan ibu tentang gizi, cara pemberian makan pada balita, dan jadwal
pemberian makan anak balita sangat berperan dalam menentukan status gizi anak
(Dahlia dan Ruslianti, dalam Aulidina Dwi Mustafyani, Trias Mahmudiono
2017).Pengetahuan ibutentang gizi adalah yang diketahui ibu tentang pangansehat,
pangan sehat untuk golongan usia tertentu dancara ibu memilih, mengolah dan
menyiapkan pangandengan benar. Pengetahuan ibu rumah tangga tentangbahanpangan
akan mempengaruhi perilaku pemilihanpangan dan ketidaktahuan dapat
menyebabkankesalahan dalam pemilihan dan pengolahan pangan.Pengetahuan
tentang gizi dan pangan yang harusdikonsumsi agar tetap sehat,
merupakan faktorpenentu kesehatan seseorang, tingkat pengetahuanibu tentang gizi
juga berperan dalam besaran masalahgizi di Indonesia (Daratul Laila,Asnia
Zainuddin,Junaid 2018).
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai
pangan adalah umum dijumpai setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan
persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi,
penyebab lain yang penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan dan
kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari
(Suhardjo, 2008). Salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang adalah
tingkat pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai gizi
akan berpengaruh terhadap perilaku dan sikap dalam memilih makanan yang memenuhi
angka kecukupan gizi (Robby Tri Mardiyanto, Noor Latifah , Ayu Arsalina Putri
2019).
7. KADARZI
a. Pengertian KADARZI
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah keluarga yang semua anggota
keluarganya mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah kesehatan dan
gizi bagi setiap anggota keluarganya (Depkes, 2007). Sasaran dari program
KADARZI adalah seluruh anggota keluarga karena pengambilan keputusan dalam
bidang pangan, gizi dan kesehatan dilaksanakan terutama di tingkat keluarga,
sumber daya dimiliki dan dimanfaatkan di tingkat keluarga dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari, masalah gizi seperti gizi kurang, gizi buruk, dan sebagainya
yang terjadi di tingkat keluarga sangat erat kaitannya dengan perilaku keluarga,
tidak semata-mata disebabkan oleh kemiskinan dan ketidaktersediaan pangan.
Kebersamaan antar keluarga dapat memobilisasi masyarakat unuk
memperbaiki keadaan gizi dan kesehatan (Depkes RI, 2004). Sebagaimana hasil
dari penelitian Sugimah (2009), Zahraini (2009), Karolina, dkk. (2012) yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat Keluarga Sadar Gizi dengan
status gizi balita. Secara umum tujuan Keluarga Sadar Gizi adalah tercapainya
keadaan gizi yang optimal untuk seluruh anggota keluarga, yaitu dengan
meningkatnya pengetahuan dan perilaku anggota keluarga untuk mengatasi
masalah gizi, meningkatnya kepedulian masyarakat dalam menanggulangi
masalah gizi keluarga ,meningkatnya kemampuan dan ketrampilan petugas dalam
memberdayakan masyarakat/keluarga dalam mencegah dan mengatasi masalah
gizi (Hesti, 2008 dalam Sugimah, 2009).

b. Perilaku Sadar Gizi


Umumnya keluarga telah memiliki pengetahuan dasar mengenai gizi.
Namun demikian, sikap dan keterampilan serta kemauan untuk bertindak
memperbaiki gizi keluarga masih rendah. Sebagian keluarga menganggap asupan
makanannya selama ini cukup memadai karena tidak ada dampak buruk yang
mereka rasakan. Sebagian keluarga juga mengetahui bahwa ada jenis makanan
yang lebih berkualitas, namun mereka tidak ada kemauan dan tidak mempunyai
keterampilan untuk penyiapannya (Depkes RI, 2007).
Menurut Depkes RI (2007), suatu keluarga dikatakan berperilaku sadar
gizi, apabila keluarga telah berperilaku gizi yang baik secara terus menerus
minimal adalah:
1) Menimbang berat badan secara teratur.
2) Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur
enam bulan (ASI eksklusif).
3) Makan beraneka ragam makanan.
4) Menggunakan garam beryodium.
5) Balita dan ibu nifas minum kapsul vitamin A, ibu hamil minum Tablet
Tambah Darah sesuai anjuran.
Untuk mewujudkan perilaku KADARZI, sejumlah aspek perlu dicermati.
Aspek ini berada di semua tingkatan yang mencakup:
1) Tingkat keluarga yaitu pengetahuan dan keterampilan keluarga, kepercayaan,
nilai dan norma yang berlaku
2) Tingkat masyarakat yang perlu diperhatikan sebagai faktor pendukung
perubahan perilaku keluarga adalah norma yang berkembang di masyarakat
dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) yang mencakup
eksekutif, legislatif, tokoh agama/masyarakat, LSM, ormas, media massa,
sektor swasta dan donor;
3) Tingkat pelayanan kesehatan mencakup pelayanan preventif dan promotif.
4) Tingkat pemerintah mencakup adanya kebijakan pemerintah yang mendukung
dan pelaksanaan kebijakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagaimana hasil penelitian Nazaruddin (2013) bahwa pemberdayaan
masyarakat berhubungan secara signifikan dengan praktek Kadarzi. Kepedulian
kepala puskesmas dalam pemberdayaan masyarakat melalui pemantauan secara
langsung ke masyarakat baik pada waktu tugas maupun diluar tugas akan terjalin
hubungan sosial antara kepala puskesmas dengan tokoh-tokoh masyarakat dan
tokoh agama serta ibu PKK yang sangat menunjang tenaga kesehatan dalam
melakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan partisipasi
masyarakat terutama dalam hal penerapan praktek Keluarga Sadar Gizi.

c. Indikator Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)


Indikator Keluarga Sadar Gizi digunakan untuk mengukur tingkat sadar
gizi keluarga. Menurut Depkes (2007), ada lima indikator KADARZI yang
meliputi: Menimbang berat badan secara teratur, memberikan ASI saja kepada
bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (ASI eksklusif), makan beraneka ragam,
menggunakan garam beryodium, memberikan suplemen gizi (kapsul vitamin A
pada balita) sesuai anjuran.
1) Menimbang berat badan secara teratur
Tujuan dari penimbangan secara teratur yaitu untuk mengetahui
perubahan berat badan dalam menggambarkan perubahan konsumsi makanan
atau gangguan kesehatan, dengan mengetahui perubahan berat badan yang
terjadi keluarga dapat mengenali masalah kesehatan dan gizi anggota
keluarganya serta mampu mengatasi masalahnya baik oleh sendiri atau dengan
bantuan petugas.
Cara memantau berat badan anak:
a) Anak dapat ditimbang di rumah atau di posyandu atau di tempat lain
b) Berat badan anak dimasukkan ke dalam KMS
c) Bila grafik berat badan KMS Naik (sesuai garis pertumbuhnnya), berarti
anak sehat, bila tidak naik berarti ada penurunan konsumsi makanan atau
gangguan kesehatan dan perlu ditindak lanjuti oleh keluarga atau meminta
bantuan petugas kesehatan.
Berat badan balita dapat dipantau dengan melihat catatan penimbangan
pada KMS selama enam bulan terakhir yaitu bila bayi berusia > 6 bulan
ditimbang empat kali atau lebih berturut-turut dinilai baik dan jika kurang dari
empat kali dianggap belum baik. Bila bayi 4-5 bulan ditimbang tiga kali atau
lebih dinilai baik dan jika kurang dari tiga kali dinilai belum baik. Bila bayi
berusia 2-3 bulan ditimbang dua kali atau lebih berturut-turut dinilai baik dan
jika kurang dinilai belum baik, dan pada bayi yang masih berumur 0-1 bulan,
baik jika pernah ditimbang dan belum baik jika tidak pernah ditimbang
(Depkes RI, 2008).
Menurut penelitian Sihotang (2009) menunjukkan bahwa dari 66
keluarga responden yang diteliti kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan
indikator penimbangan yang dikategorikan baik hanya sekitar 40,90% dan
kategori tidak baik sebesar 59,10%. Ada beberapa alasan keluarga tidak
menimbangkan balitanya antara lain: anak sudah mendapat imunisasi lengkap
sehingga ibu merasa tidak perlu membawa anaknya ke posyandu dan alasan
bekerja bagi keluarga petani juga sangat mempengaruhi responden mengikuti
penimbangan. Kemungkinan hal tersebut di atas dipengaruhi oleh kurang
pengetahuan masyarakat tentang manfaat penimbangan.
2) Memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI
Eksklusif)
ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar mamae ibu,
yang berguna sebagai makanan bagi bayi atau anak (Winarno 1995 dalam
Syafli 2011). Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang ideal untuk bayi
terutama pada bulan-bulan pertama, sebab memenuhi syarat-syarat kesehatan.
ASI mengandung semua nutrient untuk membangun dan penyediaan energi
dalam susunan yang diperlukan (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
ASI eksklusif merupakan ASI yang diberikan kepada bayi, sejak lahir
sampai bayi berusia enam bulan tanpa minuman dan makanan lain selain ASI.
Pentingnya memberikan ASI secara eksklusif pada bayi baru lahir sampai usia
enam bulan dan terus memberikan ASI sampai anak berusia 24 bulan telah
memiliki bukti yang kuat.
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa bayi yang diberi ASI
eksklusif menunjukkan perkembangan sosial dan kognitif yang lebih baik dari
bayi yang diberi susu formula (Michael S.Kramer, et al, 2003 dalam
BAPPENAS, 2011). Begitu juga hasil penelitian Karolina,dkk (2009)
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara memberikan ASI
Eksklusif dengan status gizi balita. Pemberian ASI juga memberi manfaat yang
besar bagi ibu yaitu mengurangi perdarahan setelah melahirkan,
mencegah/mengurangi terjadinya anemia, menunda kembalinya kesuburan ibu
sesudah melahirkan sehingga dapat menjaga waktu hingga kehamilan
berikutnya, membantu rahim kembali ke ukuran semula, mempercepat
penurunan berat badan seperti sebelum hamil, mengurangi kemungkinan
menderita kanker ovarium dan payudara, lebih ekonomis, serta tidak
merepotkan (Zahraini, 2009).
Saat pemberian ASI, ibu sangat memerlukan dorangan secara aktif dan
dukungan emosional dari praktisi pelayanan kesehatan dan anggota keluarga
agar berhasil memberikan ASI pada bayinya. Pemberian ASI merupakan
praktik yang unik dan bukan hanya memberikan asupan nutrient dan energi
yang memadai, tetapi juga asuhan psikososial melalui pembentukan ikatan
kasih sayang dengan ibu dan kesehatan melalui unsur imunulogik pada ASI
(Gibney, dkk., 2009).
Morbiditas bayi akibat infeksi saluran pernafasan dan pencernaan pada
bayi yang mendapat ASI eksklusif lebih jarang dibandingkan dengan bayi yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif. Karena ASI mengandung macam-macam
substansi anti-infeksi yang melindungi bayi terhadap infeksi, terutama apabila
kebersihan lingkungan yang tidak baik. Zat-zat anti infeksi dapat digolongkan
dalam golongan spesifik dan nonspesifik. Responsi imunitas spesifik pada
umumnya memerlukan kerja sama dengan zat non spesifik untuk
menyingkirkan kuman atau virus dari tubuh (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
Program ASI ekslusif merupakan salah satu dari pelayanan kesehatan dasar
cakupan program desa siaga aktif pada subbidang promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang termuat dalam standar pelayanan minimal,
bahwa bayi usia 0-6 bulan hanya memperoleh ASI saja tanpa makanan
pendamping ASI. Target pemerintah untuk program ASI ekslusif yaitu pada
tahun 2015 jumlah bayi 0-6 bulan yang hanya mendapat ASI saja tanpa ada
makanan pendamping yang lain yaitu sebesar 80% (Depkes RI, 2008). Hasil
penelitian yag dilakukan oleh Sihotang (2009) bahwa dari 66 responden yang
diteliti diketahui bahwa kesadaran keluarga terhadap gizi berdasarkan indikator
pemberian ASI eksklusif yang dikategorikan baik hanya 3,03%, hal ini
menunjukkan hampir seluruh responden tidak memberikan ASI eksklusif
kepada bayinya.
Cara menyusui secara eksklusif:
a) Mulai memberikan ASI segera setelah lahir.
b) Jangan diberikan makanan/minuman lain sampai bayi berumur enam bulan.
c) Berikan ASI melalui payudara kiri dan kanan bergantian setiap kali
menyususi.
d) Ibu menyusui perlu minum dan makan lebih banyak dengan menu
seimbang.

3) Makan Beraneka Ragam


Makan beraneka ragam berarti pangan yang dikonsumsi memenuhi tiga
guna makanan yang diperlukan oleh tubuh yaitu sebagai sumber tenaga
(karbohidrat dan lemak), sumber zat pembangun (protein) dan sumber zat
pengatur (vitamin dan mineral). Makanan beraneka ragam adalah
mengkonsumsi makanan 2-3 kali sehari yang terdiri dari empat macam
kelompok bahan makanan yaitu makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-
buahan. Pangan sumber tenaga terdiri dari makanan pokok yaitu padi-padian
(beras, jagung dan gandum), pangan sumber zat pembangun terdiri dari lauk
pauk yaitu yang berasal dari bahan nabati (kacang-kacangan, tempe, dan tahu)
dan pangan yang berasal dari sumber hewani (telur, ayam, daging, dan susu
serta hasil olahannya), pangan sumber zat pengatur berasal dari sayuran seperti
sawi, kangkung, bayam, daun singkong, dan buah-buahan seperti apel, papaya,
jeruk, jambu dll (Khosman dan Anwar, 2008). Makanan yang beraneka ragam
dapat memberikan manfaaat yang besar terhadap kesehatan. Hal itu karena zat
gizi tertentu, yang tidak terkandung dalam suatu jenis bahan makanan, akan di
lengkapi oleh zat gizi serupa dari bahan makanan lain, demikian juga
sebaliknya. Masing-masing bahan makanan dalam susunan aneka ragam menu
seimbang akan saling melengkapi, sehingga akan memenuhi zat-zat gizi yang
diperlukan oleh tubuh (Khosman dan Anwar, 2008). Selain itu, mengkonsumsi
makanan beraneka ragam dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan juga
dapat menurunkan risiko untuk terkena masalah gizi dan penyakit infeksi,
sebagaimana hasil penelitian Sugimah (2009) yang menyatakan bahwa makan
beraneka ragam memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi balita.
Saat ini penerapan makan beraneka ragam dimasyarakat belum begitu baik,
sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Sihotang (2009) bahwa dari 66
keluarga responden, diketahui bahwa kesadaran keluarga terhadap gizi
berdasarkan indikator keanekaragaman makanan sebahagian besar
dikategorikan tidak baik yaitu 90,90% dan yang dikategorikan baik hanya
9,10%.
4) Menggunakan Garam Beryodium
Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan KIO
(kalium iodat) sebanyak 30-80 ppm. Sesuai dengan Keppres No.69 tahun 1994,
semua garam yang beredar di Indonesia harus mengandung iodium (Sari, dkk
2008). Fungsi Iodium dalam tubuh manusia yaitu untuk membentuk hormon
tiroksin yang diperlukan oleh tubuh yang bermanfaat dalam mengatur
pertumbuhan dan perkembangan mulai dari janin sampai dewasa (Gabriel,
2008). Gejala kekurangan iodium adalah malas dan lamban, kelenjar tiroid
membesar (gondok), pada ibu hamil dapat menganggu pertumbuhan dan
perkembangan janin, dan dalam keadaan berat bayi lahir dalam keadaan cacat
mental yang permanen serta hambatan dalam pertumbuhan atau yang sering
dikenal sebagai kretinisme. Kekurangan iodium pada anak-anak dapat
menyebabkan kemampuan belajar yang rendah (Almatsier, 2009). Untuk
mengetahui garam yang digunakan oleh keluarga mengandung yodium atau
tidak secara umum dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melihat ada tidaknya
label garam beryodium atau melakukan test yodina. Disebut baik jika berlabel
yodium dan bila ditest dengan yodina berwarna ungu, tidak baik jika tidak
berlabel dan bila ditest dengan yodina warna tidak berubah (Depkes RI, 2007
dalam Sihotang, 2009).
Menurut BPS-UNICEF dalam Sihotang (2009) yodium merupakan
salah satu mineral esensial hingga keadaan kekurangan akan menggangu
kesehatan dan pertumbuhan, walaupun garam yang dibeli mengandung yodium
yang cukup. Penanganan dan cara penyimpanan oleh rumah tangga yang
kurang baik dapat menyebabkan kandungan yodium dalam garam berkurang
bahkan bisa hilang. Hasil penelitian Sihotang (2009) terhadap garam yang
digunakan oleh 66 keluarga responden dengan menggunakan test yodina dapat
diketahui bahwa seluruh responden menggunakan garam beryodium. Namun
pengetahuan responden tentang cara menggunakan garam beryodium masih
kurang. Masih banyak responden yang menggunakan garam pada awal/saat
proses pemasakan, menyimpan garam beryodium dengan meletakan pada
wadah terbuka atau tetap pada plastik kemasan dengan kondisi terbuka.
Menurut Zahraini (2009), yodium dalam garam dapat dipertahankan
kualitasnya dengan penyimpanan dan penggunaan yang baik dan benar, seperti
berikut:
a) Disimpan pada wadah yang tertutup rapat dan tidak terkena sinar matahari.
b) Apabila garam disimpan dalam kemasan plastik pada kelembaban nisbi 70-
80% maka dapat bertahan selama enam bulan, tetapi kandungan yodiumnya
akan hilang sebanyak 7% tergantung dari ketinggian suatu daerah dari
permukaan laut.
c) Garam disimpan di tempat yang kering dan jauh dari sumber panas seperti
kompor, karena garam bersifat higroskopis (mudah menyerap air).
Sebaiknya garam ditambahkan setelah selesai memasak karena yodium
akan merosot drastis hingga 0 ppm ketika bercampur dengan cabai, merica,
ketumbar dan terasi. Selain itu juga agar kerusakan yodium sebanyak 20%
selama proses memasak bila dikurangi.

5) Memberikan Suplemen Gizi (Kapsul Vitamin A Pada Balita)


Suplemen adalah kombinasi dua atau lebih vitamin dan zat mineral
yang dibutuhkan oleh tubuh. Suplemen dapat berupa gabungan dari berbagai
macam vitamin atau zat lain seperti asam amino. Jenis suplemen tunggal bisa
terdiri dari kalsium, zinc, vitamin, asam folat, dan lain-lain. Suplemen tidak
diperlukan selama pengolahan makanan menerapkan pola gizi seimbang.
Asupan gizi paling bagus adalah dari makanan (Yokozu, 2009 dalam Damanik,
2011). Vitamin A merupakan zat gizi yang penting (essensial) bagi manusia,
karena zat gizi ini tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi dari
luar. Sumber vitamin A yang berasal dari bahan pangan adalah hati, kuning
telur, susu (di dalam lemaknya), mentega, sayuran berwarna hijau tua dan
buah-buahan yang berwarna kuning jingga, seperti daun singkong, daun
kacang, bayam, kacang panjang, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya,
mangga, dan jeruk (Almatsier, 2009).
Kurang Vitamin A (KVA) pada bayi dan anak balita dapat menurunkan
daya tahan tubuh, meningkatkan resiko kebutaan, meningkatkan resiko
kesakitan dan meningkatkan resiko anak terhadap penyakit infeksi seperti
saluran pernafasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak,
serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Almatsier, 2009). Untuk
memenuhi kebutuhan vitamin A pada bayi dan balita diperlukan penambahan
kapsul vitamin A yang diberikan pada bulan Februari dan Agustus yaitu dengan
pemberian vitamin A dosis tinggi 100.000 SI (kapsul biru) untuk balita umur 6-
11 bulan dan vitamin A dosis tinggi 200.000 SI (kapsul merah) untuk balita
umur 12-59 bulan yang dapat diperoleh di posyandu maupun di puskesmas
(Depkes RI, 2007).
8. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikan
atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang, keluarga,
kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri (mandiri) di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Depkes RI,
2011)
Menurut Depkes RI (2011), PHBS terdapat didalam lima tatanan yang
berhubungan antara satu dengan yang lain yaitu tatanan rumah tangga, tatanan institusi
pendidikan, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum dan tatanan fasilitas kesehatan.
Akan tetapi untuk melihat keberhasilan pembinaan PHBS, praktik PHBS yang diukur
adalah yang dijumpai di tatanan rumah tangga.
Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) terdiri dari sepuluh indikator
yang mencakup perilaku individu dan gambaran rumah tangga (Promkes 2009). Data
PHBS pada tahun 2007 mengacu pada indikator PHBS yang sudah ditetapkan tahun
2004. Pada Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,
bayi 0-6 bulan mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/ketersediaan Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktivitas fisik,
dan penduduk cukup mengonsumsi sayur dan buah. Indikator Rumah Tangga meliputi
rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian luas
lantai dengan jumlah penghuni (≥8m2/ orang), dan rumah tangga dengan lantai rumah
bukan tanah.
Dalam Riskesdas 2013 indikator yang dapat digunakan untuk PHBS sesuai
dengan kriteria PHBS yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada tahun 2011, yaitu
mencakup delapan indikator individu (cuci tangan, BAB dengan jamban, konsumsi
sayur dan buah, aktivitas fisik, merokok dalam rumah, persalinan oleh tenaga
kesehatan, memberi ASI eksklusif, menimbang balita), dan dua indikator rumah tangga
(sumber air bersih dan memberantas jentik nyamuk).
a. Persalinan oleh tenaga kesehatan.
Data ini didapatkan dari data persalinan yang terakhir yang ditolong oleh
tenaga kesehatan dari riwayat persalinan dalam tiga tahun terakhir sebelum survei
(misalnya kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2013)
b. Melakukan penimbangan bayi dan balita.
Penimbangan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhannya setiap
bulan. Penimbangan balita dilakukan setiap bulan mulai dari umur 1 tahun sampai 5
tahun di Posyandu. Setelah balita ditimbang di buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak)
atau KMS (Kartu Menuju Sehat) maka akan terlihat berat badannya naik atau tidak
naik (Proverawati, 2012). Indikator ini menggunakan variabel individu usia 0
sampai 59 bulan yang mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan
terakhir
c. Memberikan ASI eksklusif.
Menurut Depkes RI (2009), ASI (Air Susu Ibu) adalah makanan alamiah
berupa cairan dengan kandungan gizi yang cukup dan sesuai untuk kebutuhan bayi,
sehingga tumbuh dan berkembang dengan baik. ASI merupakan makanan terbaik
untuk bayi.
Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna serta sesuai dengan
kebutuhan tumbuh kembang bayi. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung
zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi
yang terdapat dalam ASI tersebut. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi
yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak
(Maryunani, 2012)
Indikator ini menggunakan data dari riwayat pernah diberikan ASI eksklusif
diantara individu baduta usia 0 – 23 bulan. Pengertian pemberian ASI eksklusif
dalam analisis ini adalah bayi usia ≤6 bulan yang hanya mendapatkan ASI saja
dalam 24 jam terakhir saat wawancara atau individu baduta yang pertama kali
diberi minuman atau makanan berumur enam bulan atau lebih
d. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun.
Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanis dari
kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air. Kesehatan dan kebersihan
tangan dapat mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit pada kedua
tangan dan lengan serta meminimalisasi kontaminasi ulang. Tujuan cuci tangan
adalah menghilangkan kotoran mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi
jumlah mikroorganisme sementara (Tietjen, 2004).
Cuci tangan pakai sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia
untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan
sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Mencuci tangan
dengan air saja tidak cukup. Penggunaan sabun selain membantu singkatnya waktu
mencuci tangan dengan menggosok jemari dengan sabun menghilangkan kuman
yang tidak tampak minyak/lemak/kotoran di permukaan kulit, serta meninggalkan
bau wangi. Perpaduan kebersihan, bau wangi dan perasaan segar merupakan hal
positif yang diperoleh setelah menggunakan sabun (Depkes RI, 2009).
Indikator mencuci tangan dengan benar mencakup mencuci tangan dengan
air bersih dan sabun saat sebelum menyiapkan makanan, setiap kali tangan kotor,
setelah buang air besar, setelah menggunakan pestisida (bila menggunakan), setelah
menceboki bayi dan sebelum menyusui bayi (bila sedang menyusui)
e. Memakai jamban sehat.
Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran
manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa
atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan
kotoran dan air untuk membersihkannya (Depkes RI, 2009).
Menurut Water and Sanitation Program (2009), jamban merupakan tempat
yang aman dan nyaman untuk digunakan sebagai tempat buang air besar. Berbagai
jenis jamban yang digunakan di rumah tangga, sekolah, rumah ibadah dan
lembagalembaga lain.
Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban sehat
harus dibangun, dimiliki dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan (di
dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.
Perilaku menggunakan jamban sehat diukur dari perilaku buang air besar
menggunakan jamban saja
f. Melakukan aktivitas fisik setiap hari.
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran
tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup apabla
seseorang melakukan latihan fisik atau olahraga 30 menit setiap hari minimal 3 - 5
hari dalam seminggu. Latihan fisik adalah semua bentuk aktivitas fisik yang
dilakukan secara terstruktur dan terencana dengan tujuan untuk meningkatkan
kesegaran jasmani. Beberapa latihan fisik yang dapat dilakukan seperti berlari,
joging, bermain bola, berenang, senam, bersepeda dan lain-lain (Kemenkes RI,
2014).
Indikator ini diukur berdasarkan individu yang biasa melakukan aktivitas
fisik berat atau sedang dalam tujuh hari seminggu
g. Konsumsi buah dan sayur setiap hari.
Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat mempengaruhi
keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas makanan dan
minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi asupan gizi kesehatan individu dan
masyarakat. Gizi yang optimal sangat penting untuk pertumbuhan normal serta
perkembangan fisik dan kecerdasan bayi, anak-anak serta seluruh kelompok umur
(Kemenkes RI, 2014).
Konsumsi pangan masyarakat masih belum sesuai dengan pesan gizi
seimbang. Hasil penelitian Riskesdas 2010 menyatakan masih banyak penduduk
yang tidak cukup mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. Berdasarkan Riskesdas
2013, 93,5% penduduk usia diatas 10 tahun mengkonsumsi sayuran dan buah-
buahan masih dibawah anjuran (Kemenkes RI, 2014).
Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan individu yang biasa
konsumsi buah dan sayur selama tujuh hari dalam seminggu.
h. Tidak merokok dalam rumah.
Pengertian tidak merokok di dalam rumah adalah individu yang tidak
mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah pada saat ada anggota rumah
tangga lainnya serta memperhitungkan juga rumah tangga yang tidak ada anggota
rumah tangga yang merokok.
i. Penggunaan air bersih
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan manusia setelah
udara. Sekitar tiga per empat tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorang pun dapat
bertahan hidup lebih dari 4 – 5 hari tanpa air minum. Volume air dalam tubuh
manusia rata-rata 65% dari total berat badannya, dan volume tersebut sangat
bervariasi pada masing-masing orang, bahkan juga bervariasi antara bagian-bagian
tubuh seseorang (Chandra, 2005).
Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan air bersih harus
dapat memenuhi kebutuhan mayarakat karena persediaan air bersih yang terbatas
memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air
setiap individu per hari berkisar antara 150 – 200 liter atau 35 – 40 galon.
Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar
kehidupan dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2005).
Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah tangga yang
menggunakan sumber air bersih dengan kategori baik untuk seluruh keperluan
rumah tangga.
j. Memberantas jentik nyamuk
Rumah tangga dengan perilaku memberantas jentik nyamuk dalam indikator
ini adalah rumah tangga yang menguras bak mandi satu kali atau lebih dalam
seminggu atau yang tidak menggunakan bak mandi dan tidak mandi di sungai.
Melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk dirumah satu kali seminggu
agar tidak terdapat jentik nyamuk pada tempat-tempat penampungan air, vas bunga,
pot bunga/ alas pot bunga, wadah penampungan air dispenser, wadah pembuangan
air kulkas dan barang-barang bekas/ tempattempat yang bisa menampung air.
Pemberantasan sarang nyamuk dengan cara 3M (menguras. Menutup dan mengubur
plus menghindari gigitan nyamuk).

Anda mungkin juga menyukai