Anda di halaman 1dari 34

KELOMPOK 5

1. Salsabila Kasim
2. Alzatira C. Rumagit
3. Melika Inda Panigoro
4. Karmila H. Ibrahim
5. Rahmelia Rauf
6. Sri Rahayu I. Simon
7. Yulimina Timepa
8. Thania Sumanta

KELAS A KEPERAWATAN 2018


 KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan
baru nampak saat anak berusia dua tahun.
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan karena malnutrisi
kronis yang ditunjukkan dengan nilai z-score panjang badan
menurut umur (PB/U) kurang dari -2 SD (Al-Anshori, 2013).
Stunting adalah masalah kurang nutrisi kronis yang disebabkan
oleh asupan nutrisi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi (Farid,
dkk. 2017).
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya
keadaan stunting pada anak. Faktor penyebab
stunting ini dapat disebabkan oleh faktor
langsung maupun tidak langsung. Penyebab
langsung dari kejadian stunting adalah asupan
gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan
penyebab tidak langsung adalah 8 pemberian ASI
dan MP-ASI, kurangnya pengetahuan orang tua,
faktor ekonomi, rendahnya pelayanan kesehatan
dan masih banyak faktor lainnya (Mitra, 2015).
Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi ketidakcukupan
nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Keadaan
ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang
memadai (Mitra, 2015).
Masalah stunting terjadi karena adanya adaptasi fisiologi pertumbuhan atau non
patologis, karena penyebab secara langsung adalah masalah pada asupan makanan
dan tingginya penyakit infeksi kronis terutama ISPA dan diare, sehingga memberi
dampak terhadap proses pertumbuhan balita (Sudiman, 2018).
Tidak terpenuhinya asupan gizi dan adanya riwayat penyakit infeksi berulang menjadi
faktor utama kejadian kurang gizi. Faktor sosial ekonomi, 12 pemberian ASI dan MP-
ASI yang kurag tepat, pendidikan orang tua, serta pelayanan kesehatan yang tidak
memadai akan mempengaruhi pada kecukupan gizi. Kejadian kurang gizi yang terus
berlanjut dan karena kegagalan dalam perbaikan gizi akan menyebabkan pada
kejadian stunting atau kurang gizi kronis. Hal ini terjadi karena rendahnya pendapatan
sehingga tidak mampu memenuhi kecukupan gizi yang sesuai (Maryunani, 2016).
4. Manifestasi Klinis
Kekurangan vitamin D menimbulkan yang berupa
deformitas tulang panjang dan tanda-tanda hipokalsemia
seperti kejang. Vitamin A atau asam retinoik berpengaruh
pada hormone yang mengontrol pertumbhan jaringan
skeletal dengan mekanisme yang mempengaruhi
percepatan pelepasan adebosine menophospate (AMP)
dari sekresi hormone pertumuhan.(menurut narendra
2002). Kulitas kemampuan motorik kasa pada masa 3
tahun pertama anak dapat dpengaruhi oleh beberapa
aspek kehidupan yang di antaranya aspek biologis, aspek
fisik, aspek psikososial dan aspek keluarga. Masa tersebut
merupakan masa rawan karena gangguan yang terjadi
pada masa ini dapat menyebabkan efek yang menetap
setelah dewasa. Anak yang mengalami gangguan
kemampuan motorik kasar pada masa ini selanjutnya
akan megalami gangguan kemampuan tumbuh kembang
(vita 2002).
Pada pemeriksaan klinis, penderita KEP berat akan
memperlihatkan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Maramus
• Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
• Wajah seperti orang tua
• Cengeng dan rewel
• Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan
sampai tidak ada
• Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air,
serta penyakit kronik
• Tekanan darah, detak jantung, dan pernapasan berkurang.
b. kwasiorkor
• Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki
• Wajah membulat dan sembab
• Otot-otot mengecil (atropi), lebih nyata apabila
diperiksa pada posisi berdiri atau duduk, anak berbaring
terus-menerus
• Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
• Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
• Pembesaran hati
• Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret
• Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
• Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan
berubah menjadi hitam terkelupas
• Pandangan mata anak tampak sayu.
Menurut Wong (2009), penanganan gizi kurang adalah:
a. Pemberian diet dengan protein.
b. Karbohidrat, vitamin dan mineral kualitas tinggi.
Penatalaksanaan keperawatan menurut Ngastiyah (2005),
pasien yang menderita defisiensi gizi tidak selalu dirawat
di rumah sakit kecuali yang menderita malnutrisi berat,
seperti: kwashiorkor, marasmus, marasmus-kwasiorkor
atau malnutrisi dengan komplikasi penyakit lainnya.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah
memenuhi kebutuhan gizi, bahaya terjadinya komplikasi,
gangguan rasa aman dan nyaman/psikososial dan
kurangnya pengetahuan orang tua pasien mengenai
makanan.
Kebutuhan nutrisi pada setiap anak berbeda, mengingat
organ pada anak berbeda, dan perbedaan ini yang
menyebabkan jumlah dan komponen zat gizi berlainan.
Menurut Hidayat (2012), kebutuhan nutrisi yang
dikelompokkan berdasar usia anak (terutama anak
berumur kurang dari 5 tahun) :
a. Umur 0-4 Bulan
Pada umur ini kebutuhan nutrisi bayi semuanya
melalui air susu ibu yang terdapat komponen yang
paling seimbang, akan tetapi apabila terjadi ganggguan
dalam air susu ibu maka dapat menggunakan susu
formula dan nilai kegunaan atau manfaat jauh lebih
baik dari menggunakan Air Susu Ibu (ASI). ASI
mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan bagi anak mengingat zat gizi yang ideal
b. Umur 4-6 Bulan
Pada usia ini kebutuhan nutrisi pada anak tetap yang
utama adalah Air Susu Ibu (ASI) kemudian ditambah lagi
dengan bubur susu dan sari buah.
c.Umur 6-9 Bulan
Kebutuhan nutrisi pada anak usia ini adalah tetap
diteruskan kebutuhan nutrisi dari ASI kemudian ditambah
dengan bubur susu, bubur tim saring dan buah.
d. Umur 10-12 Bulan
Pada usia ini anak tetap diberikan Air Susu Ibu (ASI)
dengan penambahan pada bubur susu, bubur tim kasar dan
buah, bentuk makanan yang disediakan dapat lebih padat
dan bertambah jumlahnya mengingat pertumbuhan gigi dan
kemampuan fungsi pencernaan sudah bertambah. Pada usia
ini anak senang makan sendiri dengan sendok atau suka
makan dengan tangan, pada anak seusia ini adalah
merupakan usaha yang baik dalam menuntun ketangkasan
dan merasakan bentuk makanan.
e. Usia Todler dan Prasekolah (3-6 Tahun)
Pada usia ini kemampuan kemandirian dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi sudah mulai muncul,
sehingga segala peralatan yang berhubungan dengan
makan seperti garpu, piring, sendok dan gelas
semuanya harus dijelaskan pada anak atau
diperkenalkan dan dilatih tentang penggunaannya,
sehingga dapat mengikuti aturan yang ada. Dalam
pemenuhan nutrisi pada usia ini sebaiknya penyediaan
bervariasi menunya untuk mencegah kebosanan,
berikan susu dan makanan yang dianjurkan, antara
lain: daging, sup, sayuran dan buah-buahan. Pada anak
usia ini juga perlu makanan padat sebab kemampuan
mengunyah sudah mulai kuat.
Pemeriksaan diagnostic yang relevan adalah pemeriksaan
laboratorium. Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
mempelajari status nutrisi, termasuk ukuran protein plasma,
seperti albumin, transferrin, retinol yang mengikat protein,
total kapasitas ikatan zat besi, dan hemoglobin.
Faktor yang mempengaruhi tes laboratorium :
• Keseimbangan cairan
• Fungsi hati
• Fungsi Ginjal
• Adanya penyakit penyerta atau causal disease
1. Gampang Sakit
Anak yang stunting rata-rata memiliki imunitas lebih buruk
dibandingkan dengan anak sebayanya dengan pertumbuhan
normal. Ini karena kondisi kurangnya asupan nutrisi dapat
secara langsung memengaruhi kebugaran tubuh. Anak-anak
yang mengalami stunting pada saat dewasa lebih berisiko
terkena penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung
koroner, hipertensi, dan obesitas.
2. Kemampuan otak kurang
Ketika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi dengan baik, tinggi
badan pendek hanya satu dari sekian dampak buruk yang bisa
terjadi. Perlu diketahui ketika seorang anak tidak mendapatkan
asupan yang baik maka pertumbuhan tubuhnya secara
keseluruhan terganggu termasuk organ-organ penting seperti
otak
Spesialis Dr dr Damayanti R. Sjarif, spa(K), dari Divisi
Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI-RSCM mengatakan
anak stunting bisa memiliki kemampuan kognitif yang tidak
optimal."Anak yang stunting jaringan otaknya cuma sedikit,
sehingga dampaknya pada perkembangan otak dan bisa
menyebabkan anak lama mencerna stimulus.
3. Pertumbuhan Ekonomi Terhambat
Karena dengan kemampuan otak yang kurang dan
kecenderungan mudah sakit maka daya saing populasi tersebut
jadi lebih rendah.
4. Masalah kesuburan
Dampak terakhir yang bisa terjadi bila anakanak dibiarkan
stunting adalah kelak kemampuan reproduksinya akan
terganggu. Pada anak perempuan terutama stunting akan
meningkatkan masalah komplikasi kehamilan saat dirinya
dewasa.
 B. KONSEP DASAR MEDIS
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk memperoleh informasi dari
klien, sehingga masalah keperawatan dapat dirumuskan secara
akurat (Subekti, 2016). Menurut Hutahaean, 2010 pengkajian
pada anak meliputi:
a. Identitas pasien.
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat, nama
orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.
Tanyakan sejelas mungkin identitas anak kepada keluarga,
agar dalam melakukan asuhan keperawatan tidak terjadi
kesalahan objek.
b. Alasan kunjungan / keluhan utama.
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama
pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah
keperawatan yang dapat muncul.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Tanyakan pada klien atau keluarga tentang gejala
penyakit, faktor yang menyebabkan timbulnya penyakit,
upaya yang pernah dilakukan.
d. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Tanyakan riwayat saat kehamilan adakah masalah saat
kehamilan, apakah ibu mengkonsumsi obat-obatan tertentu
saat hamil. Tanyakan riwayat persalinan apakah anak lahir
prematur, berat badan lahir kurang, panjang badan kurang.
Tanyakan riwayat pemberian ASI dan MP-ASI apakah
sesuai.
e. Riwayat kesehatan lalu.
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit
yang sama, pernah mengalami penyakit kronis dan infeksi
yang berat, anak mengikuti kegiatan posyandu secara rutin
dan imunisasi secara lengkap.
f.Riwayat kesehatan keluarga.
Tanyakan penyakit apa saja yang pernah diderita oleh
keluarga, apakah keluarga ada yang menderita penyakit
yang sama, penyakit menular atau penyakit menurun, yang
bersifat genetik atau tidak.
g. Kondisi Lingkungan.
Tanyakan pada keluarga bagaimana kondisi lingkungan
rumah, sanitasi di lingkungan sekitar rumah, bagaimana
pembuangan sampah bekas rumah tangga.
h. Riwayat sosial.
Tanyakan bagaiman kondisi sosial ekonomi dari keluarga
dan tingkat pendidikan orang tua.
i. Pola Kebiasaan.
 Nutrisi dan metabolisme.
Tanyakan frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan. Kaji
pola nutrisi dan metabolisme saat di rumah dan di rumah
sakit.
 Eliminasi Alvy (Buang Air Besar)
Kaji pola eliminasi alvy/BAB saat di rumah dan di
rumah sakit, apakah pernah mengalami diare parah.
 Eliminasi Urin (Buang Air Kecil).

Perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau


banyak jumlahnya, sakit atau tidak saat berkemih.
 Tidur dan Istirahat.

Tanyakan kebiasaan istirahat dan tidur, pemanfaatan


waktu senggang dan kegiatan sehari – hari.
 Kebersihan

Tanyakan bagaimana upaya keluarga untuk menjaga


kebersihan diri dan lingkungan, tanyakan pola personal
higine.
j. Pemeriksaan fisik pada anak menurut Maryunani,
2010 meliputi:
a. Periksa keadaan umum anak.
1). Perhatikan tingkat kesadaran anak, apakah anak dalam
kesadaran compos mentis (sadar penuh), apatis (acuh
terhadap sekitarnya), samnolen (kesadaran menurun
ditandai anak mengantuk), sopor (berespon dengan
rangsangan kuar), koma (tidak ada respon terhadap
stimulus apapun termasuk pupil) dan delirium (disorientasi,
gelisah).
2). Perhatikan ekspresi dan penampilan anak apakah
terlihat kesakitan.
3) Perhatikan tangisan anak.
4) Perhatikan gerakan anak, bergerak aktif atau pasif.
5) Perhatikan kebersihan anak, bau badan, keadaan kulit
kepala, rambut, leher, kuku, gigi dan pakaian anak.
b. Tanda-tanda vital.
Lakukan pengukuran suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah.
c. Pemeriksaan kepala leher.
1) Kepala :Inspeksi posisi kepala dan gambaran wajah tegak dan
stabil serta simeteris/tidak, kebersihan kepala, kekuatan rambut,
keadaan sutura.
2) Mata :Periksa ketajaman penglihatan, lapang pandang,
konjungtiva dan sklera mata anemis, reaksi pupil.
3) Telinga : Bentuk telinga simetris/tidak, kaji ketajaman
pendengaran saat percakapan berlangsung.
4) Hidung :kaji keadaan mukosa hidung, rambut hidung,
pernapasan cuping hidung.
5) Mulut :kaji keadaan mukosa mulut, keadan gusi, gigi, lidah.
6) Leher :kaji adanya pembesaran kelenjar getah bening, letak
trakea, kaku kuduk, periksa kelenjar tiroid.
Inspeksi dan Palpasi :
d. Pemeriksaan integumen.
1) Inspeksi :kaji warna kulit, adanya sianosis, eritema, petekhie
dan ekhimosis, ikterik, adanya keringat dingin dan lembab, kuku
sianosis/tidak, oedema/tidak, adakah lesi pada kulit,
memar/tidak.
2) Palpasi : Turgor kulit normalnya <2 detik, CRT < 2detik,
akral teraba hangat.
e. Pemeriksaan dada dan thorax.
1). Inspeksi :lihat ukuran dada, bentuk, pergerakan dinding
dada, perkembangan paru, kedalaman pernapasan, kesulitan
bernapas.
2). Palpasi : Keadaan kulit dinding dada, nyeri tekan, masa,
peradangan, kesimetrisan ekspansi, vibrasi yang dapat teraba,
batas jantung, periksa taktil femitus.
3). Perkusi : Suara sonor/resonan.
4). Auskultasi :dengarkan suara napas vaskuler (+/-), dengarkan
suara napas tambahan whezing (+/-), ronchi (+/-), murmur
jantung (+/-).
f. Abdomen.
1) Inspeksi : Bentuk dan gerakan-gerakan abdomen, kontur
permukaan abdomen, adanya retraksi, penonjolan, serta
ketidaksimetrisan.
2) Palpasi :Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati
(hepatomegali), dan asites.
3) Perkusi : Terdengar bunyi tympani/kembung.
4) Auskultasi : Terdengar bising usus/peristaltik.
g. Genetalia dan Anus.
Inspeksi dan palpasi :
Inspeksi genetalia periksa posisi lubang uretra, periksa adanya
hipospadia/tidak, pada anak laki-laki skrotum di palpasi untuk
memastikan jumlah testis ada dua, pada perempuan labia
mayora sudah menutupi labia minora, inspeksi lubang uretra dan
vagina terpisah, inspeksi lubang anus ada/tidak.
h. Ekstremitas.
1) Inspeksi : Bentuk simetris/tidak, Oedem/tidak, jika anak
sudah dapat berdiri inspeksi gaya berdiri tegap/tidak sejajar
antara pinggul dan bahu, inspeksi gaya berjalan.
2) Palpasi : Akral dingin, terjadi nyeri otot dan sendi serta
tulang, ukur berapa tonus dan kekuatan otot.
i. Pemeriksaan tingkat perkembangan (KPSP).
Pada pemeriksaan tingkat perkembngan menggunakan
parameter termasuk berat badan, tinggi badan, lingkar lengan,
lingkar kepala, perkembanga motoring dengan hasil interpretasi
perkembangan (normal / meragukan / penyimpangan)
(Kemenkes RI, 2016).
j. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan berupa hasil pengukuran lingkar kepala, lingkar
lengan atas, tinggi badan, berat badan dan nilai z-score TB/U.
 Resiko infeksi (D.142)
 Defisit perawatan diri (D.0019)
 Diare (D.0020)
3. INTERVENSI
1. Resiko infeksi
Tindakan :
Observasi
- Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
- Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi
(mis. Reaksi anafilaksis terhadap vaksin sebelumnya
dan atau sakit parah dengan atau tanpa demam)
-Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke
pelayanan kesehatan.
Terapeutik
- Berikan suntikan pasa bayi dia bagian paha
anterolateral
- Dokumentasikan information vaksinasi (mis. Nama
produsen, tanggal kedaluwarsa)
- Jadwalkan imunisasi pada intervasi waktu yang
tepat
SLKI
 1. Resiko infeksi
Tindakan :
- Observasi
1. Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
2. Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis. Reaksi
anafilaksis terhadap vaksin sebelumnya dan atau sakit parah dengan
atau tanpa demam)
3. Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan
kesehatan.
Terapeutik
4. Berikan suntikan pasa bayi dia bagian paha anterolateral
5. Dokumentasikan information vaksinasi (mis. Nama produsen,
tanggal kedaluwarsa)
6. Jadwalkan imunisasi pada intervasi waktu yang tepat
-Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi yang terjadi,
jadwal, dan efek samping pertusis, H. Influenza,
polio, campak, measles, rubela)
2. Informasikan imunisasi yang melindungi terhadap
penyakit namun saat ini tidak diwajibkan pemerintah
(mis. Influenza, pneumukokus)
3. Informasikan vaksinasi untuk kejadian khusus
(mis. Rabies, tetanus)
4. Informasikan penundaan pemberian imunisasi
tidak berarti mengulang jadwal imunisasi kembali
5. Informasikan penyedia layanan Pekan Imunisasi
National yang menyediakan vaksinasi gratis.
2. defisit perawatan diri
Tindakan :
- Observasi
1. Identifikasi diet yang dianjurkan
2. Monitor kemampuan menelan
3. Monito status hidrasi pasien, jika perlu
-Teraputik
1. ciptakan lingkungan yang menyenagkan selama makan
2. atur posisi nyaman untuk makan/minum
3. lakukan oral hyigiene sebelum makan, jika perlu
4. letakkan makanan disisi mata yang sehat
5. sediakan sedotan untuk minum, sesuai kebutuhan
6. siapkan makanan dengan suhu yang menngkatkan nafsu
makan
7. sediakan makanan dan minuman yang disukai
8. berikan bantuan saat makan/minum sesuai tingkat
kemandirian, jika perlu
9. motivasi untuk makan diruang makan, jika tersedia
- Edukasi
1. jelaskan posisi makanan pada pasien yang
mengalami gangguan penglihatan dengan
menggunakan arah jarum jam (mis. Sayur d jam
12.00, rendang di jam 03.00).
- Kolaborasi
1. kolabrasi pemberian obat (mis. Analgesik,
antiemetik), sesuai indikasi.
3. Diare
Tindakan :
-Observasi
1. Identifikasi penyebab diare (mis. Inflamasi
gastrointestinal, proses infeksi, malabsorpsi, ansietas,
stress, efek obat-obatan, pemberian botol susu)
2. Identifikasi riwayat pemberian makanan
3. Identifikasi gejala invaginasi (mis. Tangisan keras
kepucatan pada bayi)
4. Monitor warna, volume, frekuensi dan konsistensi tinja
5. Monitor tanda dan gejala hypovilemia(mis. Takikardia,
madi teraba lemah, tekanan darah turun, turgor kulit
turun, mukosa mulut kering, CRT melambat l, BB
menurun)
6. Monitor iritasi dan ulserasi kulit did daerah personal
7. Monitor jumlah pengeluaran diare
8. Monitor keamanan penyiapan makanan
- Terapeutik
1. Berikan asupan cairan oral (mis. Larutan garam gula, oralit,
pedialyte, renalyte)
2. Pasang Jamie intravena
3. Berikan cairan intravena (mis. Ringer asetat, ringer laktat), jika
perlu
4. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
5. Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
- Edukasi
1. Anjurkan makanan porsi kecil dan seeing secara bertahap
2. Anjurkan menghindari makanan pembentukan gas, pedas dan
mengandung laktosa
3. Anjurkan Mel anjurkan pemberian ASI
- Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas (mis. Loperamide,
difenoksilat)
2. Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/spasmolitik (mis.
Papaverin, ekstak belladonna, mebeverine)
3. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses (mis. Atapulgit, smelt it,
kaolin-pektin).
 TERIMA KASIH ☺

Anda mungkin juga menyukai