yang benar dalam masalah nikah mutah ini adalah bahwa pernah
dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni
dibolehkan sebelum perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan
ketika perang Khaibar. Kemudian dibolehkan selama tiga hari ketika
fathu Makkah, atau hari perang Authas, kemudian setelah itu
diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat.
Alasan kenapa ketika itu dibolehkan melaksanakan nikah
mutah, karena ketika itu dalam keadaan perang yang jauh
dari istri, sehingga para sahabat yang ikut perang merasa
sangat berat. Dan lagi pada masa itu masih dalam masa
peralihan dari kebiasaan zaman jahiliyah.
Jadi wajar jika Allah memberikan keringanan
(rukhshah) bagi para sahabat ketika itu.
HUKUM NIKAH MUTAH
Ada pendapat yang membolehkan nikah mutah ini berdasarkan
fatwa sahabat Ibnu Abbas r.a., padahal fatwa tersebut telah
direvisi oleh Ibnu Abbas sendiri.
:
) (! : .
.
Diriwayatkan dari beberapa sahabat dan beberapa tabiin bahwa nikah mutah
hukumnya boleh, dan yang paling populer pendapat ini dinisbahkan kepada sahabat
Ibnu Abbas r.a., dan dalam kitab Tahzhib as-Sunan dikatakan: sedangkan Ibnu Abbas
membolehkan nikah mutah ini tidaklah secara mutlak, akan tetapi hanya ketika
dalam keadaan dharurat. Akan tetapi ketika banyak yang melakukannya dengan
tanpa mempertimbangkan kedharuratannya, maka ia merevisi pendapatnya tersebut.
Ia berkata: inna lillahi wainna ilaihi rajiun, demi Allah saya tidak memfatwakan
seperti itu (hanya untuk kesenangan belaka), tidak seperti itu yang saya inginkan.
Saya tidak menghalalkan nikah mutah kecuali ketika dalam keadaan dharurat,
sebagaimana halalnya bangkai, darah dan daging babi ketika dalam keadaan
dharurat, yang asalnya tidak halal kecuali bagi dalam keadaan dharurat. Nikah
Pandangan Kaum Syiah (Itsna Asyariyah )
Dasar legitimasi kaum Syiah terhadap nikah muthah adalah al-
Quran surat an-Nisa ayat 24:
Dalam Tarikh al-Fiqh al-Jafari dijelaskan, bahwa ketika Abu Nashrah
bertanya kepada Ibn Abbas tentang nikah muthah, Ibn Abbas
menerangkan, nikah itu diperbolehkan, menurut Ibn Abbas,
lengkapnya ayat itu adalah (terdapat tambahan ) :
) (
Sahabat lain yang sependapat dengan Ibn Abbas Ibn Masud, Ubay
Ibn Kaab, dan Said Ibn Zubair.
Kaum Syiah berpendirian bahwa praktek nikah muthah terdapat
pada masa Nabi dan Khalifah Pertama. Baru pada periode
Khalifah Kedua, yakni Khalifah Umar Ibn Khattab, nikah muthah
dilarang.
TUJUAN NIKAH
Syariat nikah menurut Islam ini, ajaran Islam ingin melindungi
para wanita untuk mendapatkan hak-haknya. Para wanita tidak
dapat dipertukarkan lagi sebagaimana zaman jahiliyah. Para
wanita selain harus menjalankan kewajibannya sebagai istri,
juga mempunyai hak untuk diperlakukan secara baik
(muasyarah bil maruf), dan ketika suami meninggal ia juga
dapat bagian dari harta warisan.
Demikian tujuan nikah menurut ajaran Islam. Sedangkan nikah
mutah adalah nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu,
sehingga apabila waktunya telah habis maka dengan
sendirinya nikah tersebut bubar tanpa adanya talak. Dalam
nikah mutah si wanita yang menjadi istri juga tidak mempunyai
hak waris jika si suami meninggal. Dengan begitu, tujuan nikah
mutah ini tidak sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran
Islam sebagaimana disebutkan di atas, dan dalam nikah
mutah ini pihak wanita teramat sangat dirugikan. Oleh
karenanya nikah mutah ini dilarang oleh Islam.
DALIL HARAMNYA NIKAH MUTAH
pendapat yang mengharamkannya dasar hukumnya sangat
kuat, sebab dilandaskan di atas hadis shahih sbb.
:
:
) )
Diriwayatkan bahwa sahabat Salamah bin al-Akwa r.a. berkata: Rasulullah
s.a.w. memperbolehkan nikah mutah selama tiga hari pada tahun Authas (ketika
ditundukkannya Makkah, fathu Makkah) kemudian (setelah itu) melarangnya
)
)
Diriwayatkan dari Rabi bin Sabrah r.a. sesungguhnya rasulullah s.a.w.
bersabda: wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan
nikah mutah, dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari
Nikah Misyar
Nikah Misyar banyak ditemui di beberapa negara di Timur
Tengah, seperti Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab. Makna
kawin misyar adalah lewat dan tidak lama-lama bermukim.
Biasanya terjadi pada istri kedua atau seterusnya, dimana
seorang laki-laki pergi ke pihak wanita dan wanita tidak pindah
atau bersama laki-laki di rumahnya. Tujuan kawin jenis ini
agar suami terbebas dari kewajiban menafkahi istri serta
memberinya tempat tinggal seperti halnya terhadap istri
pertama.
Kawin misyar terkadang tidak tercatat (seperti urfi), dan
terkadang tercatat dengan disertai bukti. Biasanya pihak
wanita ber-tanazul (keringanan tidak menuntut sebagian
haknya) terutama menyangkut materi, kecuali dalam nafkah
batin.