4 SKS
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Mekanika klasik (Newton, Lagrange, Hamilton dll) sukses
menjelaskan gerak dinamis benda-benda makroskopis.
2
1.1 Radiasi Benda-hitam
Benda-hitam: penyerap semua radiasi
elektromagnet yang mengenainya, atau pengemisi E()
semua radiasi elektromagnet yang dimiliknya.
T1>T2
Berdasarkan termodinamika, distribusi panjang
gelombang spektrumnya hanya bergantung pada T1
temperatur tidak pada jenis bahan benda-hitam.
Stefan (1879): total energi yang dipancarkan T2
adalah:
Eksp
E = (4 / c)T 4
Raleigh-Jean
Wien
adalah konstanta dan c=3x108 m/s adalah
kecepatan cahaya dalam ruang hampa.
Wien (1893): panjang gelombang di mana rapat energi radiasi maksimum
berbanding lurus dengan 1/T.
3
Menurut teori medan listrik-magnet, gelombang elektromagnet
diemisikan oleh osilator muatan-muatan listrik.
8 2
E( ) = 3 u( ) u()= energi rata-rata osilator dengan frekuensi .
c
Hukum energi ekipartisi: energi rata-rata itu adalah u()=kBT di mana
kB=1,3806 x 10-23 J/K adalah konstanta Boltzmann. Dengan c= ,
8
E( ) = kBT
4
4
Max Planck (1900):
Suatu benda-hitam adalah kumpulan osilator dalam kesetimbangan dengan
medan radiasi.
exp( / k T )
n n B
h
u ( ) = n=0 u ( ) =
exp( / k T )
n=0
n B
exp( h / k B T ) 1
Akhirnya diperoleh:
8k B5T 5 x 5
E( ) = 4 4 x
c h e 1
Untuk memperoleh E() maksimum, harus dipenuhi dE/dx=0; jadi,
ex + 1
5 x 1 = 0 x=4,9651
6
1.2 Efek Foto Listrik
hv
K
logam
7
1.3 Dualisme Gelombang-Partikel
Einstein (1905) menolak teori tersebut berdasarkan fenomena efek foto-listrik dimana
permukaan logam melepaskan elektron jika disinari dengan cahaya berfrekuensi
Untuk foton, karena tidak mempunyai massa diam, sedangkan energinya E=h,
maka momentum foton adalah
E h
p= = . Adanya momentum inilah yang mencirikan sifat partikel dari cahaya.
c
8
Arthur H. Compton (1924)
sinar-X terhambur
sinar-X datang
elektron terhambur
Jika dan adalah panjang gelombang sinar-X sebelum dan setelah terhambur,
dan me adalah massa diam elektron, maka diperoleh hubungan:
h Dapat dibuktikan dengan hukum kekekalan
' = (1 cos ) momentum dan energi
mec
9
Louis de Broglie :
Mengemukakan bahwa tidak hanya cahaya yang memiliki sifat mendua, tetapi juga
partikel.
Suatu partikel dapat juga memiliki sifat gelombang. Menurut de Broglie suatu partikel
yang memiliki momentum p jika dipandang sebagai gelombang, mempunyai panjang
gelombang:
h
= . Panjang gelombang ini disebut panjang gelombang de Broglie.
p
Clinton Davisson dan Lester Germer (1927):
Memperlihatkan efek difraksi dari berkas elektron
ketika melalui celah sempit sebagaimana cahaya. berkas
elektron
Andaikan a adalah lebar celah dan posisi sudut
untuk gelap pertama adalah , maka berlaku
a sin=
10
Momentum p=mv dan energi E=p2/2m=mv2
Kecepatan fasa:
vf==(h/p)(E/h)=E/p=p/2m=v.
Aneh tapi tidak penting karena tak punya arti fisis.
vg =d/dk=dE/dp=p/m=v. x
x
Kecepatan grup dari gelombang partikel
sama dengan kecepatan partikel itu
sendiri.
11
1.2 Spektroskopi Atom Hidrogen
Johann Balmer (1885):
Eksperimen menunjukkan bahwa panjang gelombang-panjang gelombang semua garis
spektrum atom hidrogen bisa diungkapkan dengan rumus empiris:
1 1 1
= R 2 2 dengan R =1.097x107 m-1 disebut konstanta Rydberg.
n 2 n
Balmer dan Ritz: mengemukakan rumus yang lebih umum,
1 1 1
= R 2 2 ; n > m
n m n
Dengan rumusan empiris ini, Lyman menemukan deret ultraviolet untuk m=1, n=2, 3,
4, dan Paschen menemukan deret inframerah untuk m=3, n=4, 5, 6,
Bagaimana sebenarnya struktur atom?
Sayangnya, teori fisika pada masa itu tak mampu menjelaskan hasil penemuan
Rutherford dalam kaitannya dengan rumusan Balmer-Ritz di atas.
12
BAB 2
DASAR-DASAR FISIKA KUANTUM
2.1 Persamaan Gelombang
Tinjaulah getaran sebuah kawat halus yang diregang sepanjang sumbu-x dengan
kedua ujungnya dibuat tetap. Misalkan simpangan pada sembarang posisi dan waktu
adalah (x,t).
Dalam teori gelombang simpangan itu memenuhi persamaan gelombang seperti:
2 ( x , t ) 1 2 ( x , t )
= 2 v adalah kecepatan fasa
x 2 v t2
Misalkan ( x , t ) = ( x ) (t )
v 2 d 2 ( x ) 1 d 2 (t )
= =2
( x) dx 2
(t ) dt 2
d 2 (t ) ( t ) = A sin ( t + )
+ 2 (t ) = 0
dt 2
d 2 (x) 2 2 2
+ 2 (x) = 0 ( x) = C sin x + D cos x
dx 2
v
13
=2, adalah frekuensi dan adalah konstanta; karena v adalah kecepatan
merambat maka panjang gelombang =v/.
Untuk konstanta C dan D diperlukan syarat batas, misalnya untuk fungsi di atas,
pada x=0, dan x=L dengan L adalah panjang kawat. Andaikan, untuk x=0, (0)=0
maka D=0,
2
( x) = C sin x
Selanjutnya jika di x=L, (L)=C sin(2L/)=0 maka sin(2L/)=0, sehingga:
2L
= n; n = 1, 2, ..... n disebut nomor modus normal.
n
maka: n ( x) = C sin x
L
n
Akhirnya: n ( x, t ) = B sin x sin (t + )
L
14
2.2 Persamaan Schrdinger
Tinjaulah sebuah partikel yang memiliki massa m, bergerak dengan momentum p di
dalam suatu medan konservatif. Menurut mekanika klasik, energi total partikel adalah
jumlah energi kinetik dan potensial:
p2
E = +V p = 2 m( E V )
2m
Sebagai gelombang, kecepatan fasa gelombang partikel itu
E E
v= =
p 2m ( E V )
15
Mengingat E = h dan h = h / 2
2( x, t ) 2m(E V )
= ( x, t )
x2 h2
Akhirnya diperoleh persamaan:
2 ( x) 2m
+ ( E V ) ( x) = 0 Persamaan Schrodinger 1-dimensi
x 2 h
Untuk tiga dimensi persamaan Schrdinger ini adalah:
2m
2 ( x, y, z) + ( E V ) ( x, y, z) = 0
h2
Bagian waktu exp(-it) telah dihilangkan sementara karena tak mempunyai pengaruh,
dan selanjutnya persamaan itu disebut persamaan Schrdinger yang tak bergantung
waktu bagi sebuah partikel dalam satu dimensi.
16
Persamaan Schrdinger di atas dapat dituliskan sebagai berikut
H ( x ) = E ( x ) (*)
2
dengan h disebut hamiltonian partikel, yakni operator energi
H = 2 +V
2m total dari partikel.
Dalam bahasa matematik, E adalah harga eigen dari operator H dengan fungsi
eigen (x). Persamaan (*) disebut persamaan harga eigen.
Turunan pertama terhadap waktu untuk fungsi gelombang (x,t) dalam hal. 14 adalah:
( x, t )
= i ( x, t )
t
Karena E= maka diperoleh
( x, t ) ( x, t )
ih = E ( x , t ) H ( x, t ) = ih
t t
Ini disebut persamaan Schrdinger yang bergantung waktu bagi sebuah partikel .
17
2.3 Sifat-sifat suatu Fungsi Gelombang
Untuk fungsi gelombang partikel yang tidak bergantung waktu, (x),
( x ) 2 dx disebut peluang menemukan partikel di antara x dan x+dx.
( x) 2
rapat peluang partikel berada di x
Fungsi (x) yang memenuhi persamaan di atas disebut fungsi yang dinormalisasi,
sedangkan disebut rapat peluang.
Suatu fungsi gelombang partikel harus memiliki kelakuan yang baik, yakni:
tidak sama dengan nol dan bernilai tunggal, artinya untuk suatu harga x, (x)
memiliki hanya satu harga saja.
(x) dx = C sin x dx = 1
2 2 2
0 L
sin2=(1-cos2)/2, maka hasil integral di atas adalah C2(L/2)=1 sehingga C = 2 / L
Jadi secara lengkap fungsi yang dinormalisasi adalah
2 n
( x) = sin x
L L
Jika (x) adalah kombinasi linier dari sekumpulan fungsi-fungsi {n(x)}, maka
penulisannya secara umum adalah seperti:
19
Jika fungsi-fungsi {n(x)} selain ternormalisasi juga ortogonal (disebut ortonormal)
satu sama lain maka berlaku
=1; m=n
m ( x ) n ( x ) dx = mn disebut kronecker delta
*
=0; lainnya
( x ) ( x ) dx = 1
*
c c *
m n (x)n (x)dx = 1
*
m c c
m,n
*
m n mn =1
m,n
Jadi, c c
n
*
n n =1
( x) l ( x) dx = k l
*
k
20
Ortogonalisasi Schmidt
Andaikan 1 dan 2 adalah fungsi-fungsi yang non-ortogonal satu terhadap
lainnya.
Misalkan 1=1, lalu pilih 2=2+1. Besarnya dihitung atas dasar 1 dan 2
yang ortogonal satu sama lain.
1 2
= 1 2
+ 1 1dx = 0
* * *
dx dx
2 dx
*
1
=
1 dx
*
1
21
Bagi suatu operator besaran fisis berlaku istilah matematik berikut:
1. Harga suatu besaran fisis adalah nilai eigen dari operatornya;
2. Setiap nilai eigen dari suatu operator berkaitan dengan suatu fungsi eigen; nilai
eigen adalah ril.
3. Secara umum harga rata-rata suatu besaran fisis pada fungsi keadaannya
memenuhi persamaan
operator besaran fisis
(x) A (x) dx
*
Aav =
(x) (x) dx
*
fungsi keadaan partikel
= cn*cn an
n
Karena harga rata-rata suatu besaran fisis adalah ril maka berlaku
x
( x)dx = [ A ( x)]* ( x)dx
A
*
( )
Secara matematik, operator yang memenuhi persamaan di atas disebut operator
hermitian.
23
Operator momentum:
Menurut de Broglie, sebuah partikel yang bergerak sepanjang sumbu-x mempunyai
momentum linier px= k dengan k=2/. Fungsi gelombang partikel itu adalah .
( x ) = ae ikx
Bagaimanakah bentuk operator momentum yang memiliki harga eigen px= k ?
Untuk itu berlaku persamaan nilai eigen:
p x ( x ) = h k ( x )
( x ) = ae ikx d ( x )
h k ( x ) = ih
dx
d
p x ( x) = ih ( x)
dx
Jadi operator momentum linier adalah:
d
p x ih Ingat, energi kinetik:
dx
p d d d
2 2 2
1 h
Secara umum, operator momentum: K = x
= ih ih =
p = i h 2m 2m dx dx 2m dx2
24
Komutator:
Tinjau dua buah operator: A dan B
Jika keduanya merupakan operator besaran fisis maka didefinisikan komutatornya
seperti
[ A , B ] = A B B A
Jika [ A , B ] = 0 Kedua operator disebut komut.
Contoh, tentukan komutator operator-operator x dan d/dx ! Gunakan fungsi (x)
sebagai alat bantu:
d d ( x ) d
[ x, ] ( x ) = x[ ] [ x ( x )]
dx dx dx
d ( x ) d ( x )
= x ( x) x
dx dx
= ( x )
d d
Jadi:
x , dx = 1
Buktikan: dx , x = 1
25
Dua buah operator yang komut satu sama lain, mempunyai
fungsieigen yang sama.
A = a ; B = b
s
A B B A = ba ab = 0
[ ]
A B B A = 0 A , B = 0
26
2.5 Persamaan Gerak Heisenberg
Secara umum jika Aav adalah harga rata-rata operator A besaran fisis dengan fungsi
gelombang (x,t) maka:
Aav = * ( x, t ) A ( x, t ) dx
dAav * A *
*
=
+ A + A dx
dt t t t
[ ] ( x, t )
*
( x, t ) *
Mengingat: H ( x) = ih
dan H ( x ) = ih
t t
*
t
A + * A
t
1
ih
1
ih
1
ih
[ ] 1
[ ]
= * HA + * A H = * A H HA = * A , H
ih
dAav 1
* A
maka = + [ A, H ] dx
dt t ih
27
Jadi, dAav
dt
=
* dA
dt
dx dengan
dA A 1
dt
= +
t ih
A, H[ ]
d A Operator turunan dari A
dt
A Turunan dari A
t
dA A
Jika operator A komut dengan H , maka =
dt t
dA
Jika operator A selain komut dengan H, juga tak bergantung waktu: =0
dt
Besaran fisis seperti itu disebut tetapan gerak dari partikel (kekal dalam
pengertian klasik).
28
2.6 Representasi Matriks
Tinjau persamaan harga eigen: A = a
N
Misalkan: = c i i
i =1
maka c A
j
j j = ac j j
j
c A d = ac d
j
*
i j j
*
i j cj
j Aij = aci
j j
A11c1 + A12c2 + ........... + A1N cN = ac1 ( A11 a) A12 A13 .............. A1N c1
A21c1 + A22c2 + ........... + A2N cN = ac2 A 21 ( A 22 a ) A 23 ........ ....... A2 N c2
29
Jika elemen-elemen Aij diketahui maka harga a dapat ditentukan sebagai solusi
dari polinom yang diperoleh dari determinan:
Contoh
0 1 a 1 c1
A = = 0
1 0 1 a c2
a 1
=0 a2-1=0, a1=-1 dan a2=1.
1 a
30
31
BAB 3
SISTEM DENGAN POTENSIAL SEDERHANA
Persamaan Schrdinger untuk 1 partikel yang tidak bergantung waktu untuk suatu
partikel h 2 d 2 h2 d 2
+ ( E V ) = 0
+ V = E
2 m dx 2
2 m dx 2
dapat diselesaikan jika bentuk potensial V diketahui sebelumnya.
h 2 d 2 1 2me E
+ E1 = 0 1 ( x) = Aeikx + Beikx ; k 2 =
2m e dx 2 h2
gelombang datang gelombang pantul.
32
Di daerah x>0, V=Vo; misalkan fungsi gelombang elektron adalah 2(x)
h2 d 22
+ (E Vo )2 = 0
2me dx2
Karena E<Vo, maka solusi bagi fungsi 2(x) merupakan fungsi eksponensial menurun
seperti:
Kx 2me (Vo E ) 2meVo
2 (x) = Ce K 2
= = k 2
h2 h2
Di x=0, 1 dan 2 harus bersambung agar fungsi gelombang itu kontinu;
Syarat kontinu:
1
d1 ( x) d 2 ( x) 2
1 (0) = 2 (0); dan =
dx x =0 dx x =0
A+ B =C ik ( A B ) = KC 0 x
k iK ikx
1 ( x) = Aeikx + Ae ; x < 0
k iK 2k k + iK
B= A; C = A
k + iK k + iK 2k
2 ( x) = Ae Kx ; x > 0
k + iK
33
Kerapatan peluang elektron di x>0 dapat dihitung dengan menggunakan 2(x):
4k 2 4E 2 2 Kx
2 ( x) = 2
2 2 Kx
=
2
A e A e
k +K 2
Vo
Jadi, meskipun mengalami potensial penghalang yang lebih besar dari energinya,
elektron masih mempunyai peluang berada di x>0.
Peluang itu menuju nol jika Vo>>E, atau di x=.
C/A2= 4k/(k2+K2)=4E/Vo adalah koefisien transmisi yang secara klasik tak dapat
diramalkan.
Syarat kontinuitas di x=0 dengan menggunakan fungsi-fungsi 1(x) dan 2(x), akan
memberikan hubungan:
A+ B = C + D
ik ( A B) = K (C D)
dan syarat kontinuitas di x=a dengan menggunakan 2(x) dan 3(x), memberikan
Ce Ka + De Ka = Fe ika
K (Ce Ka De Ka ) = ikFe ika
Dengan mengeliminasi C dan D, akan diperoleh:
2 2
B Vo2 sinh2 (Ka) F 4 E (Vo E )
= 2 =
A Vo sinh (Ka) + 4E(Vo E)
2 2
A
2
Vo2 sinh 2 ( Ka) + 4 E (Vo E )
35
Ilustrasi fungsi gelombang-fungsi gelombang:
2(x)
1(x)
3(x)
0 a x
2 2
B / A merupakan koefisien pantulan di x=0 dan F 2 / A 2 adalah koefisien transmisi di
x=a. Jadi, secara kuantum elektron dapat menerobos potensial penghalang meskipun
energinya lebih kecil daripada potensial penghalang. Fenomena inilah yang disebut
sebagai efek terobosan (tunnel effect).
Terobosan partikel berlangsung dalam peluruhan radioaktif. Suatu V(r)
partikel- (= inti atom He) mengalami gaya dorong elektrostatik inti
hingga jarak 10-8 m dari inti Uranium. Kurang dari jarak itu gaya E
bersifat tarikan dan berbentuk sumur potensial seperti diperlihat-
r
kan dalam Gb. Partikel- dalam sumur itu dapat menerobos
penghalang (tarikan) dan selanjutnya terdorong keluar.
Eksperimen menunjukkan bahwa energi partikel itu lebih kecil
daripada penghalang.
36
3.3 Sumur Potensial Persegi Tak Terhingga
Andaikanlah suatu elektron dalam pengaruh potensial V=
berbentuk sumur tak terhingga berdimensi-1 seperti
berikut:
V (x) = 0; a < x < a
= ; x a, x a
-a 0 a x
Elektron terperangkap dalam daerah a<x<a, dan sama sekali tak dapat ke luar daerah
itu. Dengan perkata lain peluang elektron berada di x>a dan di x <-a sama dengan nol.
Oleh sebab itu, jika (x) adalah fungsi gelombangnya, maka
(a) = (a) = 0
Karena V=0 dalam daerah a<x<a, maka persamaan Schrdinger bagi elektron
tersebut adalah:
h 2 d 2 d 2 2me E
+ E = 0 atau + k 2
= 0; k 2
=
2me dx 2 dx2 h2
2 2 2
1 1 2
-a 0 a x -a 0 a x
Fungsi-fungsi ini membentuk set ortonormal; artinya: n* ( x ) n ' ( x ) dx = nn '
Selanjutnya, diperoleh harga eigen energi:
4
E4=16E1
2 h
2 2
En = n ; n = 1, 2, 3,....
2 3
8me a E3=9E1
Energi ini berharga diskrit (tidak kontinu, tapi 2
E2=4E1
bertingkat-tingkat) ditandai oleh bilangan 1
E1
kuantum n.
38
3.4 Sumur Potensial Persegi Terhingga
Misalkan elektron terperangkap dalam sumur V
potensial terhingga seperti: Vo
V (x) = 0; a < x < a E<Vo
= Vo ; x a, x < a
-a a x
Jika energi E<Vo secara klasik elektron tak dapat ke luar daerah itu. Tetapi secara
kuantum, karena potensial itu terhingga elektron masih berpeluang berada diluar
daerah a<x<a. Syarat batas hanyalah: () = 0
Persamaan Schrdinger untuk daerah a<x<a adalah:
h 2 d 2 d 2 2me E
+ E = 0 2 + k 2 = 0 k2 =
2me dx 2
dx h2
dengan mana diperoleh solusi berikut:
( x) = cos kx dan (x) = sin kx di mana
39
Jika energi elektron E<Vo maka (x) merupakan fungsi exponensial yang menurun dan
menuju nol di x=. Jadi, untuk xa:
2me (Vo E)
( x) = C e K x dengan K2 =
h2
sin ka = Ce Ka h2
Ka
ka ctg ka = Ka n=1
k cos ka = KCe
n=2
2me E
k2 =
h2 2meVo a 2
(ka) + ( Ka) =
2 2
Terlihat, jumlah tingkat energi sangat bergantung pada harga Voa2; misalnya untuk
Voa2(2/4me) hanya ada satu, dan Voa2(2/2me ) ada dua tingkat energi.
40
3
-a 0 a
x
Jelas bahwa meskipun potensial yang dialami elektron itu terhingga, namun karena
E<Vo, energinya tetap diskrit.
Keadaan energi yang diskrit itu merupakan ciri dari partikel yang terikat dalam
sumur potensial.
Karena potensial itu berhingga, fungsi-fungsi eigen mempunyai ekor berbentuk
eksponensial menurun di luar sumur. Artinya, elektron masih mempunyai peluang
berada di luar sumur. Hal ini tidak mungkin secara klasik.
= 0; x a -Vo
Di x=0, potensial itu sehingga elektron tidak mungkin berada di daerah x<0.
Bagaimanakah energi dan fungsi gelombang elektron jika E<0?
Di dalam daerah 0<x<a, persamaan Schrdinger adalah:
h2 d 21
+ (E +Vo )1 = 0
2me dx 2
d 2 1 2me
+ k 2 1 = 0 k2 = (Vo E)
dx 2
h2
h 2 d 2 2
E 2 = 0
2me dx2
d 2 2 K2 =
2 me E
K 2 2 = 0
dx 2 h2
2 ( x ) = D e Kx
Syarat kontinu di x=a harus memenuhi 1=2 dan d1/dx=d2/dx. Jadi,
C sin ka = D e Ka k 2 exp(2Ka)
D=C
kC cos ka = KDe Ka k2 + K2
dan ka ctg ( ka ) = Ka
2meVo a 2
Di pihak lain: k a +K a =
2 2 2 2
h2
Dari kedua persamaan ini diperoleh grafik berikut:
43
2meVo a 2
Ka (ka) + ( Ka) =
2 2
h2
Dari rumusan k dan K, tingkat-tingkat energi
elektron adalah: n=1
k n2 h 2 K n2 h 2
En = Vo atau E n =
2me 2 me
Di mana kn dan Kn diperoleh berdasarkan titik-
titik potong dalam gambar. Jadi, energi n=2
elektron diskrit, karena elektron terperangkap
0 /2 3/2 2 ka
dalam sumur potensial.
4
Untuk Voa2<2/4me tidak ada titik potong,
untuk 2/4me< Voa2<2/2me hanya ada satu 3
titik potong, n=1, dan seterusnya.
2
Bentuk fungsi-fungsi keadaan dapat digambarkan
dengan menggunakan hasil-hasil di atas: 1
0 a x
44
3.6 Osilator Harmonis Sederhana
Dalam mekanika klasik, osilator harmonis sederhana adalah benda yang bergerak
osilasi dengan simpangan kecil dalam pengaruh gaya konservatif:
r r
F = m 2 x
E = 12 m 2 A2
Jadi, secara klasik osilator memiliki energi tunggal.
45
Bagaimana pandangan fisika kuantum?
Persamaan Schrdinger untuk suatu partikel berosilasi adalah:
d 2 ( x) 2m
+ 2 (E V ) ( x) = 0
dx2 h
d 2 ( x )
dx 2
+
2m
h 2
(E 1
2
)
m 2 x 2 ( x ) = 0
m 2E
Lakukan penyederhanaan: a = ; c= ; z = ax
h h
d 2 ( z )
+ ( c z 2 ) ( z ) = 0
dz 2
Persamaan ini dapat diselesaikan dalam dua tahap.
Tahap pertama: untuk z yang besar c dapat diabaikan: (appr. Asimtotik)
z2 / 2
( z) e
Tahap berikutnya, nyatakan fungsi lengkap seperti:
( z) = H ( z) e z
2
/2
46
Persamaan Schrodinger menjadi:
d 2 H ( z) dH
2z + (c 1) H = 0
dz 2 dz
merupakan persamaan diferensial Hermite. Solusinya adalah polinom Hermite
sebagai berikut:
H n( z) = (1) end n z2
dz n
z2
( )
e ; n = 0,1, 2, ............ n = 12 (c 1) = 0, 1, 2, ......
sehingga fungsi-fungsi eigen (keadaan) adalah:
12 z 2 1
n ( z) = N n H n ( z) e ; Nn =
2 n n! 1/ 2
12 a 2 x 2 a
n ( x) = N n H n (ax) e ; N n = n 1/ 2 n ( x) = a n ( z)
2 n!
di mana adalah faktor normalisasi dan n merupakan bilangan kuantum .
Contoh fungsi-fungsi keadaan:
12 12 z 2
H o ( z) = 1 o ( z) = e
Fungsi-fungsi eigen ini membentuk
H 1 ( z) = 2z 1 ( z ) = 2
12
ze
12 z 2
set yang ortonormal.
H 2 ( z) = 4 z 2 2 1 12 z 2
2 ( z) = 1
2 2 (2 z 2 1)e
47
2E
Dari c= dan n = 12 (c 1)
h
diperoleh energi eigen (keadaan) bersangkutan:
En = (n + 12 )h; n = 0,1, 2, ......
Terlihat bahwa, karena partikel terperangkap dalam potensial V, maka energinya diskrit.
Frekuensi osilator lebih kurang sama dengan frekuensi bunyi; oleh sebab itu,
h disebut fonon. Jadi, fungsi keadaan n dikatakan mengandung n buah fonon.
V
2
Untuk lebih jelasnya, fungsi-fungsi keadaan
E2
diperlihatkan dalam gambar. Fungsi keadaan 1
12 12 z 2 E1
o ( z) = e o
Eo
disebut keadaan dasar dengan energi Eo=.
z
48
Sifat-sifat penting polinom Hermite:
(i). Hubungan rekursif:
H n +1 ( z ) = 2 z H n ( z ) 2 n H n 1 ( z )
dH n ( z )
= 2n H n1 ( z )
dz
(ii). Sifat ortogonalitas:
z
=
2
n
e H m ( z ) H n ( z ) dz 2 n! 1/ 2
mn
m ( z ) n ( z ) dz = mn
49
Contoh:
1. Hitunglah gaya pegas rata-rata.
F = m 2 x
Fave = m n ( x )x n ( x ) dx = m h n ( z )z n ( z ) dz
2
V= 1
2 m 2 x 2
Vave = m n ( x) x n ( x)dx = h n ( z ) z 2 n ( z )dz
1 2 2 1
2 2
50
Ungkapan lain dari osilator harmonik
d 2 n ( z )
+ (c z 2 )n ( z) = 0
dz 2
d2
2 E n 2 + z 2 n ( z) = 2(n + 1 2 ) n ( z)
c= dz
h
a + a n = n n
Misalkan:
1 d 1 d d 2 a a + n = ( n + 1) n
a = (z + ); a + = (z ); 2a + a + 1 2aa + 1 = + z 2
2 dz 2 dz dz 2
Operator a + a mempunyai nilai eigen n dengan fungsi keadaan n; karena n menyatakan
jumlah fonon dalam keadaan n maka operator ini disebut operator okupasi.
Karena 1
2 h(2 aa + 1) n ( z ) = h(n + 12 ) n ( z )
E o2 M if( ) ; = x, y, z
2
Transisi dari suatu keadaan i ke keadaan f disebut terlarang (forbidden) jika Mif=0;
sebaliknya transisi diperbolehkan (allowed) jika Mif0.
52
Contoh:
Dalam sistem dengan sumur potensial tak hingga, buktikan bahwa momen transisi
elektron tidak sama dengan nol jika mnsama dengan suatu bilangan ganjil.
( x)
M mn = e m* x n dx
Periksa m,n=2,4,6., m n = genap
m n
a
1
M mn = e sin x sin x x dx Misalkan x/2a=
a a 2a 2a
/2 /2 /2
4a 2a
M mn = e 2 sin (m )sin (n ) d = e 2 cos[(m n) ] d cos[(m + n) ] d
/ 2 / 2 / 2
/2 /2 /2
sin[(m n) ] sin[(m n) ]
cos[(
/ 2
m n ) ] d =
mn / 2
/ 2
mn
d
/2
cos[(m n) ]
= 0+ = 0 M mn = 0
( m n) 2 / 2
Periksa m,n=1,3,5., m n = genap
a
1 m n
M mn = e cos x cos x xdx
a a 2a 2a
53
2a
/2 /2 /2
4a
M mn = e 2 cos (m ) cos (n )d = e 2 cos[(m n) ] d + cos[(m + n) ] d
/ 2 / 2 / 2
/2 /2 /2
sin[( m n ) ] sin[( m n ) ]
cos[(
/ 2
m n ) ] d =
m n / 2
/ 2
m n
d
/2
cos[( m n ) ]
= 0+ =0 M mn = 0
(m n) 2
/ 2
/2
sin[( m n) ] 2
= 0+ =
(m n) 2 / 2 (m n) 2
54
4a 1 1
M mn = e 2
2
0; m n = ganjil
( m + n) 2
( m n)
6
5
4
3
2
1
Transisi dari keadaan dasar 1 ke keadaan lebih tinggi
Contoh:
Periksalah momen transisi antara dua keadaan suatu osilator.
1 z2 1
n ( z) = N n H n ( z) e 2
; Nn =
2 n n! 1/ 2
h
M mn = e m ( x) x n ( x)dx
m
M mn =e m ( z ) z n ( z )dz
55
n +1 n
zn ( z) = n+1 ( z) + n1 ( z)
2 2
h n +1
n
me 2 2
M mn =e m ( z ) n+1 ( z ) dz + m ( z ) n1 ( z ) dz
(n + 1)h
m ( z)n+1 (z)dz = 1 jika m = n + 1 M n+1,n = e
2me
nh
m ( z)n1 (z)dz = 1 jika m = n 1 M n1,n = e
2me
0 x01 0
~
x = x10 0 x12
0 x 21 0
56
BAB 4
MOMENTUM SUDUT ELEKTRON TUNGGAL
L x = yp z zp y ; L y = zp x xp z ; Lz = xp y yp x
Lx = ih(y z ); Ly = ih(z x ); Lz = ih(x y )
z y x z y x
Selain itu, momentum kuadrat adalah operator juga: z
L 2 = L 2x + L2y + L2z
r
Dalam koordinat bola berlaku hubungan berikut:
x = r sin cos , y = r sin sin , z = r cos
x y
z y
r 2 = x 2 + y 2 + z 2 ; cos = ; tg =
x2 + y2 + z2 x
57
L x = ih(sin + ctg cos )
Buktikan sendiri !!
L y = ih(cos ctg sin )
L z = ih
1 1 2
L = h sin + 2
2 2
sin sin 2
Komutator-komutator:
[ L z , L ] = hL L = L x iL y
[ L + , L ] = 2hL z
58
4.2 Komponen-z
Harga eigen dan fungsi eigen operator L z dapat ditetapkan sebagai berikut. Misalkan ()
adalah fungsi eigen bersangkutan dengan harga eigen Lz sehingga:
L z = L z
harga eigen
operator
L z = ih ih = Lz exp( iL z / h )
Karena ( ) = ( + 2 ) maka
exp(iLz / h) = exp[iLz ( + 2) / h] = exp(iLz / h) exp(i2Lz / h)
exp(i2Lz / h) = cos(2Lz / h) + i sin(2Lz / h) = 1
Jadi: 2 L = 0, 2, 4,.....
z Lz = mlh; ml = 0, 1, 2,.....
h
1
exp(iml ) 1/ 2 adalah faktor normalisasi
ml =
2
Lz sebagai komponen momentum sudut pada sumbu-z ternyata merupakan besaran yang
diskrit atau terkuantisasi. Dalam eksperimen, sumbu-z dinyatakan sebagai sumbu di mana
arah medan magnet statik ditetapkan. Oleh sebab itu ml disebut bilangan kuantum
magnetik.
59
4.3 Momentum Sudut Total
Harga eigen dan fungsi eigen operator L 2 ditentukan sebagai berikut. Andaikan
Y(,) adalah fungsi eigen dengan harga eigennya L2:
L2Y ( , ) = L2Y ( , )
1 1 2
h sin + Y = L2Y
2
2
sin sin
2
2Y Y L2 sin2 2Y
sin 2 + sin cos
2
+ Y = 2
h 2
Untuk pemisahan variable misalkan Y ( , ) = P( ) ( )
1 2 2 P P L2 sin2 1 2
sin 2 + sin cos + P
= = m 2
2
l
P h2
2 2 P P L2 sin2
sin + sin cos + P = ml2 P
2 h2
Persamaan ini identik dengan persamaan Legendre terasosiasi dengan:
2P P L2 ml2
+ ctg + 2 2 P = 0 L2 = h 2 l ( l + 1); l m l
2
h sin
60
m l+ ml
(1) l
Pl
ml 1 m d
( w) = l (1 w2 ) 2 l (w 1) ;
2 l
w = cos z
2 l! dw
Lz= m=1
Poo ( ) = 1;
P1 o ( ) = cos
L=h 2
Lz=0 m=0
P ( ) = sin
1
1
adalah bilangan bulat positif 0, 1, 2, ..; bilangan ini disebut bilangan kuantum orbital.
Untuk suatu harga ada (2 +1) buah harga m, yakni m = - , -( -1),...,-1, 0, 1,..., (-1),
. Lz=m adalah hasil proyeksi L pada sumbu-z..
l 2 m2
1 (l + 1) 2
m 2
2. cos Ylml = l
Yl1,ml + l
Yl+1,ml
2l + 1 2l 1 2l + 3
1 (l m ml )(l m ml 1)
3. sin ei Ylml = m Yl1,ml 1
2l +1 2l 1
(l ml + 2)(l ml +1)
Yl+1,ml 1
2l + 3
Beberapa contoh fungsi harmonik bola adalah
1
Y00 ( ) = ; Y20 ( ) =
5
(3 cos2 1);
4 16
3 15
Y10 ( ) = cos ; Y21 ( ) = sin 2 e i
4 32
3 15
Y11 ( ) = sin e i Y22 ( ) = sin 2 e 2i
8 32
62
Dengan fungsi dan harga eigen seperti di atas, persamaan harga eigen adalah:
l = 1; pz Y1o d xz
1
(Y21 + Y21 ) =
15
sin cos cos
2 4
1 3
px (Y11 + Y11) = sin cos
i 15
2 4 d yz (Y21 Y21 ) = sin cos sin
i 3 2 4
py (Y11 Y11) = sin sin
2 4 d x2 y 2
1
(Y22 + Y22 ) =
15
sin2 cos2
2 16
i 15
d xy (Y22 Y22 ) = sin2 sin 2
2 16
63
z z z z
s untuk =0,
y y y y
p untuk =1
x x x x
s px py pz
d untuk =2
z
z z z z
y y y y y
x x x x x
dz2 dxy dyz dx2-y2 dxy
Dalam pembentukan molekul dari beberapa atom, ikatan antar atom berlangsung
melalui orbital-orbital tersebut di atas.
64
4.4 Operator Tangga
Sehubungan dengan operator L akan dikemukakan karakteristik operasinya terhadap
fungsi harmonik bola Yl,ml .
[ L z , L ] = h L
L + Ylml adalah fungsi eigen dari L z dengan harga eigen (m+1). Demikian pula
L Yl ,ml +1 adalah fungsi eigen dengan harga eigen m.
Tapi L L+Ylml = (L2 L2z hLz )Ylml = [h2l(l +1) ml (ml +1)h2 ]Ylml
65
C = h l (l + 1) ml ( ml + 1) L+Ylml = h l(l +1) ml (ml +1) Ylml +1
Kedua persamaan di atas bukan persamaan harga eigen, karena operator-operator itu
menggeser bilangan kuantum m.
66
Tentukanlah matriks L+ untuk l=1
(L~ )
+ m'l , ml = Yl*,m'l L +Yl,ml sin d d = h l(l + 1) ml (ml + 1) m'l ,ml +1
l = 1 ml , m' l = 1, 0, 1
m' l = 1 ml = 2(tidak ada)
m' l = 0 ml = 1 L(+1) ( ) 0, 1
=h 2
m' l = 1 ml = 0 (L )(1)
+ 1, 0 =h 2
-1 0 1
-1 0
0 0
~(1)
L+ = 0 h 2 0 0
1 0 h 2 0
67
BAB 5
ATOM HIDROGEN DAN SEJENISNYA
-e
5.1 Atom Hidrogen dan Sejenisnya
r
Hamiltonian (operator energi) elektron adalah
h2 2 Ze 2 +Ze
H =
2m e 4 o r
Misalkan (r,,) adalah fungsi gelombangnya, maka persamaan Schrdinger
untuk elektron adalah:
2me Ze2
+ 2 E +
2
= 0
h 4o r
Karena potensial ini bersifat sentral maka perlu dilakukan transformasi ke
koordinat bola, yakni
2 2 1 2 ctg 1 2
2 +
2
+ 2 + 2 + 2
2
r r r r 2
r r sin
2
68
2 2
2
1
Tetapi, L = h 2 + ctg
2
+
sin 2 2
sehingga
2 2 2m e Ze 2 L 2
+ + E + = 0
r 2 r r h2 4 o r 2 m e r 2
2 R 2 R 2 m e Ze 2 h 2 l ( l + 1)
+ + 2 E + R = 0
r 2
r r h 4 o r 2m e r 2
h 2 l (l + 1)
Ze 2
h l ( l + 1)
2
V eff = + 2me r 2
4 o r 2m e r 2
r
Merupakan potensial efektif yang dimiliki elektron, yakni
penjumlahan potensial Coulomb dan kinetik rotasi. Jelas
Ze 2
terlihat, bahwa elektron mengalami sejenis sumur potensial
dengan dinding. Jadi, elektron itu terikat dalam medan inti 4 o r
sehingga energinya diskrit.
69
2Z Z 2e 2 4 o h 2
Misalkan = r; n =
2
; ao = = 0,53 A o
na o 8 o a o E me e 2
Misalkan solusinya, R( ) = s L ( ) e / 2
d 2L dL
2 +[2(s +1) ] +[(n s 1) + s(s +1) l(l +1)]L = 0
d d
Agar memberikan solusi yang baik dipilih s(s+1)-l (l +1)=0 atau s= l , sehingga
d 2L dL
2 + [2(l + 1) ] + (n l 1)L = 0
d d
70
q
d
L pq ( ) = (1) q q L p ( ); p = n + l, q = 2l +1 Laguerre terasosiasi
d
dp p
L p ( ) = e ( e ); Laguerre
d p
n (l +1); n = 1, 2, 3,.....
Syarat ini menunjukkan bahwa untuk suatu harga n ada n buah harga l .
71
n = 1, l = 0 ; L 11 ( ) = 1,
n = 2, l = 0; L 21 ( ) = 2 ( 2 ),
n = 2 , l = 1; L 33 ( ) = 18 ,
n = 3, l = 0; L 31 ( ) = 3 ( 6 6 + 2 )
n = 3 , l = 1; L 43 ( ) = 24 ( 4 ),
n = 3, l = 2; L 55 ( ) = 120 .
Syarat ortogonalitas:
( p + q )!
p ' ( ) d = (2 p + q + 1 )
q +1
e L q
p ( ) L q
p'p
0
p!
p = n + l, q = 2l + 1
72
2 n[( n + l )! ] 3
2l+2
e L 2 l +1
n+l ( )L 2 l +1
n '+ l ( ) d = nn '
0
( n l 1)!
R nl ( ) = N nl l e / 2 L 2nl++l1 ( )
R R d = nn '
2
n l ( ) n ' l ( )
0
N nl N n 'l 2 l e L 2nl++l1 ( )L 2nl' ++l1 ( ) 2 d = nn '
0
l Zr 3/ 2
2Z l 2Z (n l 1)!
Rnl (r ) = N nl r e nao
L 2 l +1
n+l ( ) Nnl =
nao nao 2n[(n + l)!]3
;
3/ 2
1 Z
3/ 2
Z Z / ao
R10 (r) = 2 e , R30 ( r ) = (6 6 + )e 2 / 2
,
ao 9 3 ao
3/ 2
1 Z
(4 )e / 2 ,
3/ 2
1 Z R31 ( r ) =
R20(r) = (2 )e / 2
, 9 6 ao
2 2 ao
3/ 2
3/ 2 1 Z
1 Z R32 ( r ) = 2e / 2
R21(r) = e / 2 , 9 30 ao
2 6 ao
74
Energi keadaan:
Z 2e 2 Z2
En = = 2 (13 ,6 eV )
8 o a o n 2
n
Untuk atom hidrogen di mana Z=1, rumusan ini sama dengan postulat Bohr.
Bilangan n disebut bilangan kuantum utama. Untuk suatu harga n ada n buah
harga , yakni =n-1, n-2,.,0.
75
Fungsi gelombang lengkap dari elektron: nlml ( r , , ) = R nl ( r ) Ylml ( , )
3/ 2
1 Z Zr/ ao
3/ 2
100 = e 1 Z Zr / ao
; 1s 100 = e ;
o
a ao
3/ 2
1 Z Zr Zr/ 2ao
3/ 2
2 e 1 Z Zr Zr / 2ao
200 = ; 2s 200 = 2 e ;
4 2 ao ao 4 2 ao ao
3/ 2
1 Z Zr Zr / 2ao Z
3/ 2
Zr Zr / 2ao
210 = e cos ; 2 pz = 210 =
1
e cos ;
4 2 ao a
o 4 2 a o a
o
3/ 2
1 Z Zr Zr / 2ao 1 Z
3/ 2
Zr Zr / 2ao
211 = e sin ei ; 2 px = e sin cos;
8 ao ao 4 2 a o ao
3/ 2
Untuk hidrogen Z=1. 1 Z Zr Zr / 2ao
2 py e sin sin.
4 2 ao a
o
z z z
Disebut orbital atom z pz
y y y y
x s x x
px py x 76
Jadi keadaan suatu elektron dapat dikarakterisasikan oleh tiga bilangan
kuantum n, dan m..
Selanjutnya, dengan fungsi-fungsi tersebut di atas, harga rata-rata
besaran fisis elektron dapat ditentukan melalui persamaan berikut:
dv = r 2 dr sin d d ; 0 r ; 0 ; 0 2
Contoh:
3 2
1 1 2 r / ao
(1 / r ) av,1s = 1s (1 / r ) 1s dv = e
*
(1 / r ) r dr sin d d = 1 / ao
2
ao 0 0 0
1 3!ao4 3ao
rav,1s = r 1s dv =
*
4a 3
e
2 r / ao 3 3
r dr = 4a =
1s o o
0 24 2
77
5.2 Efek Relativitas
Dalam teori relativitas khusus energi suatu elektron yang bergerak dengan
momentum p dan memiliki energi potensial V dituliskan seperti:
E = c me2 c 2 + p 2 + V me c 2
p2 p4 p2 p4
E= + ............... + V = + V 3 2 + ..............
2me 8me3c 2 e
2 m 8me c
p4 1 p 2 p 2 1 v2
Ec = 3 2 =
2
= (E)( 2 mev ) = 4 2 E
1 2 1
1 1
Ec = 3 2 ( p ) av = 3 2 n*lml p 4 n*lml dv
4
8 me c 8 me c
En 2 3 1
Ec =
1
n 4n l + 2
e2 1
=
4 o hc 137
79
5.3 Probabilitas Transisi
Probabilitas transisi sebanding dengan kuadrat transisi momen dipol:
M if( z ) = e i* z f dv
Misalnya,
M if( z ) = e n*lml z n 'l 'm 'l dv
Mengingat z=r cos , maka
M if( z ) = [ Rnl (r )Ylml ( , )][ Rn 'l ' (r )Yl 'ml ' ( , )]r 3dr cos sin d d
l l' Zr 1 1
2Zr 2Zr ao n + n ' 2l +1
M if( z ) = N nl N n 'l ' e Ln +l (r )Ln'2l+'+l '1 (r )r 3dr
0
nao n' ao
Integral di atas mempunyai harga tidak sama dengan nol jika =1, m =m.
n = 0 , 1, 2 , .......
l = 1
m l = 0, 1
80
M if( x ) = e n*lm l x n 'l 'm 'l dv
sin cos Y lml ( , ) Yl'm'l ' sin d d = 1 l'l1 m'l ml +1 + 2 l'l+1 m'l ml 1 + 1 l'l1 m'l ml 1
+ 2 l'l+1 m'l ml 1
82
Total Hamiltonian elektron di dalam medan magnet B (pada sb-z):
H = H o+ H B
r r e r r e B S
H B = L . B = L.B = L z r
h h z B r
= Hamiltonian elektron dalam medan magnet L
H o = Hamiltonian elektron tanpa medan magnet
Dengan fungsi keadaan elektron nlml r
L -e
U
H nlml = H o nlml +H B nlml
e B
= E n nlml + L z nlm = ( E n + e Bml ) nlm
h l l
211
E2 + e B
200,210, 211, 21-1 210 200
E2 E2
21-1
E2 e B
100 100
E1 E1
B=0 B0
Transisi:
Pada B=0 teramati satu transisi saja;
n = 0 , 1, 2 , .......
Pada B0 termati empat transisi.
l = 1
m l = 0, 1
84
Spin elektron
Pengamatan lebih teliti terhadap beberapa garis spektra menunjukkan
garis-garis itu sebenarnya tidak tunggal tetapi doblet.
Karena kecilnya pecahan doblet itu, G.E.Uhlenbeck dan S.Goudsmit
(1926) menyatakan bahwa elektron sendiri memiliki momentum sudut
intrinsik yang disebut spin.
Spin memiliki bilangan kuantum s=, sehingga bilangan kuantum
magnetiknya ms=, -.
1 2 h 0
S z = ;
S+ =
2 h
1 h
h
2 2
S =
S = 4h ;
3
0
85
Karena spin adalah momentum sudut juga, maka terhadap rmomentum
sudut spin harus ditambahkan terhadap momentum sudut L :
r r r
J = L+S Momentum sudut total
l = 1, j = 1 2 , 3 2
l = 2, j = 3 2 , 5 2
j= 1
2 m j = 12 , 12
j = 3 2 m j = 3 2 , 1 2 , 1
2 , 32
j = 5 2 m j = 5 2 , 3 2 , 1 2 , 1
2 , 32 , 52
86
Momen magnet spin tak dapat diturunkan sebagaimana momen magnet
orbital; sebagai analogi
r e r
S = gsS
h
21-1-
100 100
E1
100-
B=0 B0
89
BAB 6
TEORI GANGGUAN TAK BERGANTUNG WAKTU
Dalam banyak masalah meskipun Hamiltonian sistem sudah diketahui,
persamaan itu tidak bisa diselesaikan, misalnya karena adanya interaksi
elektron-elektron atau karena adanya medan luar. Untuk masalah seperti itu
harus digunakan teori gangguan.
H ( 0 ) n( 0 ) = E n( 0 ) n( 0 )
dv = E E Sistem nondegenerate
( 0 )* ( 0 ) (0) (0)
n m mn; n m
90
Misalkan Hamiltonian sistem mendapat tambahan, misalnya G << H ( 0)
H = H ( 0 ) + G =1
H n = ( H ( 0 ) + G ) n = E n n
91
Setiap (m) dan setiap (m) tidak bergantung pada , dan setiap (m) dipilih
orthogonal terhadap n . Substitusi persamaan (6.4) ke persamaan (6.3)
(0)
menghasilkan:
H n = ( H ( 0 ) + G ) n = E n n
H ( 0) n( 0) + m n( m ) + G n( 0) + m n( m ) = E n( 0) + m n( m ) n( 0 ) + m n( m )
m =1 m =1 m =1 m =1
(H E ) = 0
1. ( 0) ( 0)
n
( 0)
n
0
2. (H E ) = G +
(0) (0)
n (1)
n
(0)
n
(1)
n
(0)
n
1
3. (H E ) = G + +
( 0) ( 0)
n
( 2)
n (1)
n
( 2)
n
( 0)
n
(1) (1)
n n
2
4. (H E ) = G + + + .
(0) (0)
n
(3)
n
(2)
n
(3)
n
(0)
n
(2) (1)
n n
(1) (2)
n n
3
92
Koreksi order-1
{(H ) }
En(0) n( 0)* n(1) dv = Gnn + n(1)
( 0)
Misalkan: n =
(1)
c
m( n )
nm m(0) cnm harus ditentukan
2. nm
c
H ( 0)
(
E ( 0)
n ( 0)
m = G n)
(0) + (1) (0)
n n
m n
c (E
mn
nm
( 0)
m )
En(0) m(0) = G n(0) + n(1) n(0)
c (E
mn
nm
( 0)
m )
En(0) k(0)* m(0) dv = k(0)* G n(0) dv + n(1) k(0)* n(0) dv
93
c
m(n)
nm [E m( 0 ) E n( 0 ) ] km = G kn + n(1) kn
Fihak kiri mempunyai harga jika m=k, sedangkan suku kedua sebelah kanan
sama dengan nol karena kn.
( )
c nk Ek( 0) En( 0) = Gkn cnk =
Gkn
En( 0) Ek( 0)
Gkn
n(1) =
k ( n) En Ek
(0) (0)
k( 0 ) Koreksi order-1 bagi
n(o)
(sistem berdegenarasi).
94
Koreksi order-2
3. n (
( 0)* ( 0 )
H E ( 0)
n )
( 2)
n dv = n G
( 0)* (1)
n dv + ( 2)
n
( 0)* ( 0 )
n n dv + (1)
n n dv
( 0 )* (1)
n
{[E }
En(0) ] n( 0)* n( 2) dv = cnm n( 0)*G m( 0) dv + n( 2)
( 0)
n
m( n )
+ n(1) nm n m dv
c
m( n)
( 0 )* ( 0 )
Koreksi
GnmGmn
0 = cnmGnm + n( 2) n( 2) = order-2 bagi
m ( n ) En E m n(o)
(0) ( 0)
m( n)
Gkn
cnk = ( 0)
En Ek( 0)
95
Misalkan n( 2) = nm m
a
m( n )
( 0)
anm harus ditentukan
3. nm
a
H ( 0)
(
En
( 0)
( 0)
m = G)
(1) + ( 2) (0) + (1) (1)
n n n n n
m( n )
a (H
m( n)
nm l
( 0 )* (0)
)
En( 0) m( 0) d = l( 0)*G n(1) d
a
m(n)
nm ( E l
(0)
E n ) lm =
(0)
c
m(n)
G
nm lm + (1)
n c
m(n)
nm lm
a nl ( El( 0 ) E n( 0 ) ) = c
m(n)
nm Glm + n(1) c nl
G mn Glm G nn G nl
= (0) (0) E (0) E (0)
m(n) En Em
+
n l
96
Gmn Glm Gnn Gnl
anl =
m n ( En( 0) Em( 0) )( En( 0) El( 0) ) ( E n( 0) El( 0) ) 2
n = n( 0 ) + n(1) + n( 2 )
E n = E n( 0 ) + n(1) + n( 2 )
97
6.2 Efek Stark
1(1) = eF 1 s r cos 1 s dv
2
ao3
e r dr cos sin d d = 0
2 r / ao
= eF 3
0 0 0
98
Koreksi order-1 terhadap 1s( 0) 2( 0s ) , 2( 0px) , 2( 0py) , 2( 0pz)
E2( 0 )
Gkn
n(1) =
k ( n) En Ek
(0) (0)
k( 0 ) 1s( 0 ) 1(s0) + 1(s1)
E1( 0 )
1(s1) =
eF
E1( 0 ) E2( 0 )
[( r cos dv) + ( r cos dv)
(0)
2s
( 0)
1s
(0)
2s
(0)
2 px
(0)
1s
( 0)
2 px
+ ( r cos dv ) + ( r cos dv ) ]
( 0)
2 py
(0)
1s
(0)
2 py
( 0)
2 pz
(0)
1s
(0)
2 pz
0,745ao eF
= 2 pz Z
3/ 2
Zr Zr / 2ao
E1 E2
( 0) ( 0)
2 pz = 210 =
1
e cos ;
4 2 ao ao
3/ 2
1 1 Z Zr Zr / 2ao
1s 100 = ao3 / 2e r / ao ; 2 px = e sin cos;
4 2 a o a
o
1 r 3/ 2
2s 200 = ao3 / 2 2 er / 2ao ; 1 Z Zr Zr / 2ao
4 2 ao 2 py e sin sin.
4 2 ao a
o
99
Koreksi order-2 terhadap E1
( 0)
GnmGmn Gnm
2
( 2)
n = ( 0) = (0)
m ( n ) En Em m ( n ) En E m
( 0) ( 0)
1
(2) e2F 2
= (0)
E 1 E 2( o )
{[ (0)
1s r cos (0)
2s dv ] + [
2 (0)
1s r cos (0)
2 px dv ] 2
+ [ (0)
1s r cos (0)
2 py dv ] + [
2
(0)
1s r cos (0)
2 pz dv ]}
2
e2 F 2
( 2)
= (0) ( 0, 745 a o ) 2
E1 E 2( o )
1
( 0,745 a o ) 2 e 2 2
Maka energi yang terkoreksi adalah: E1 = E (0)
F
E 2( 0 ) E1( 0 )
1
0,745 a o eF ( 0 )
Fungsi terkoreksi hingga order-1 adalah 1s = 1(s0 ) 2 pz
E 2( 0 ) E1( 0 )
100
2( 0s ) , 2( 0px) , 2( 0py) , 2( 0pz)
E (0)
2
Harap dihitung sendiri
1s( 0 )
E1( 0 ) E1 = E1( 0) + 1( 2)
1s = 1(s0) + 1(s1)
101
6.4 Gangguan pada Sistem Berdegenerasi
H m d = H nm
*
n
m d = S nm
*
n
102
Misalkan E energi sistem, sehingga:
H dv
*
E =
dv
*
n n nn n
c 2
H +
m
c *
c H
n m nm = E
n
c 2
S
n nn +
n m
cn m nm
*
c S
103
ck (H kk ES kk ) + cn (H nk ES nk ) = 0
n k
c (H
n
n nk ES nk ) = 0
104
(H11 ES11 ) (H12 ES12 ) ..........(H1N ES1N )
(H21 ES21 ) (H22 ES22 ) .........(H2N ES2N )
.......................................................................... =0 disebut determinan sekuler.
..........................................................................
(H N1 ES N1 ) (H N2 ESN 2 ) .........(H NN ESNN )
Normalisasi: kn c km S nm = 1
c *
n ,m
105
Jika fungsi-fungsi {n} bersifat ortonormal: nmdv = nm
*
H 11 E H 12 H 13 .............H 1N c1
H 21 H 22 E H 23 ............. H 2 N c2
H 31 H 32 H 33 E ..........H 3N c3 = 0
...................................................... ... disebut persamaan sekuler
...................................................... ...
H H H H E c
N 1 N 2 N 3 ........ NN N
H 11 E H 12 H 13 .............H 1N
H 21 H 22 E H 23 ............. H 2 N
H 31 H 32 H 33 E..........H 3 N
=0 disebut determinan sekuler.
......................................................
......................................................
H N1 HN2 H N 3 ........ H NN E
N
E k k = c kn n kn c km nm = 1
c *
n ,m
106
n =1
Kelanjutan efek Stark
H = H ( 0 ) + eFr cos
1 = 2 s , 2 = 2 pz , 3 = 2 px , 4 = 2 py
k l dv = kl
(
H kl = k H l dv = k H ( 0 ) + eFr cos l dv )
H 11 = H 22 = H 33 = H 44 = E 2( 0 )
H 12 = H 21 = 3 eFa o Lain-lainnya =0.
(E2(0) E) 3eFao 0 0
3eFao (E2(0) E) 0 0
Determinan sekuler =0
0 0 (E E)
( 0)
2 0
0 0 0 (E2(0) E)
107
(E2(0) E)4 (3eFao )2 (E2(0) E)2 = 0
[ ]
(E2(0) E)2 (E2(0) E)2 (3eFao )2 = 0
1 1
Substitusi E1 menghasilkan c1=c2=1/2 1 = (1 + 2 ) = ( 2 s + 2 pz ),
2 2
substitusi E2 menghasilkan c1=-c2=1/2. 1 1
2 = (1 2 ) = ( 2 s 2 pz ),
Karena E3 dan E4 sama dengan harga 2 2
asalnya maka fungsinya juga sama
3 = 3 = 2 px ,
dengan asalnya.
4 = 4 = 2 py
108
2
E2=E2(0)+3eFao
2s 2pz 2px 2py
3, 4 E3=E4=E2(0)
E2(0)
1
E1=E2(0)-3eFao
1s
E1s(0)
(0,745 a o ) 2 e 2
E1s = E (0)
1s F2
E 2( 0 ) E1(s0 )
0,745a o eF
1s 2 pz
1 E 2 E1
(0) (0)
1 = ( 2 s + 2 pz ),
2
1
2 = ( 2 s 2 pz ),
2
3 = 2 px ,
4 = 2 py
109
BAB 7
TEORI GANGGUAN BERGANTUNG WAKTU
Hamiltonian total:
H = H ( 0) (r ) + G (r , t )
Gangguan bergantung waktu
H ( 0 ) (j 0 ) ( r ) = E (j 0 ) (j 0 ) ( r )
(j 0 ) ( r , t ) iE (j 0 ) t
ih =H (0) (0)
j (r , t ) (0)
j (r , t ) = (0)
j ( r )e
t
110
Karena H bergantung waktu, maka energi menjadi tidak stasioner, sehinga
untuk menentukan fungsi gelomang diperlukan cara yang berbeda dengan
persamaan eigen biasa. Misalkan fungsi gelombang bagi H adalah { i (r, t )}
i ( r , t )
ih = H i ( r , t )
t
= [ H ( 0 ) ( r ) + G ( r , t )] i ( r , t )
i ( r , t ) = aik (t ) k( 0 ) ( r , t )
k
a ik (t ) ( 0 ) k( 0 ) ( r , t )
ih k ( r , t ) + ih a ik (t ) =
k t k t
ika ( t
k
) H
( 0 ) ( 0)
k (r , t ) + ik
k
a (t )G(r , t ) k (r, t )
( 0)
111
a ik ( t ) ( 0 )
ih k (r , t ) = a ik ( t ) G ( r , t ) k (r , t )
(0)
k t k
a ik (t )
ih ( 0 )*
f ( r , t ) k( 0 ) ( r , t ) dvdt = a ik (t ) (f 0 )* ( r , t )G ( r , t ) k( 0 ) ( r , t ) dv
k t k
a if (t )
ih = a ik (t ) ( 0 )*
f ( r , t )G ( r , t ) k( 0 ) ( r , t ) dv
t k
aif (t ) 1
= r t G r t (r , t )dv
(0) (0)
f ( , ) ( , ) i
t ih
112
Misalkan: G ( r , t ) = G ( 0 ) ( r ) ( t )
aif (t ) 1 ( 0)
= r t G r t i (r, t )dv
( 0)
f ( , ) ( , )
t ih
1
=
iE (f 0 ) t / h
G ( 0 ) ( r ) ( t ) i( 0 ) ( r ) e iE i t / h dv
(0)
( 0 )*
f ( r )e
ih
1 E i( 0 ) ) t / h
(0)
i(E
= ( 0 )*
f ( r ) G ( 0 ) ( r ) i( 0 ) ( r ) dv ( t ) e f
ih
1 (0) i ( E (f 0 ) E i( 0 ) ) t / h
= G fi ( t ) e
ih
G ofi T
i ( E (f 0 ) Ei( 0 ) ) t / h
a if (T ) a if (0) =
ih dt (t ) e
0 113
G ofi T
i ( E (f 0 ) Ei( 0 ) ) t / h
a if (T ) a if (0) =
ih dt (t ) e
0 E (f0) Ei(0)
=0 fi =
h
G ofi T
i fi t
aif (T ) =
ih (t ) e
0
dt
(f0) (r)
2 E (f 0)
Pif = 1
T
a if (T )
G(r,t)
Ei( 0 )
i(0) (r)
114
r r
Gangguan oleh medan EM = o cost
Interaksi medan dengan momen dipol:
r r
G ( r , t ) = . = ( e o r cos ) cos t
G ( 0 ) ( r ) = e o r cos ; ( t ) = cos t
e o M T
i fi t
dt cos t e
fi
a if (T ) =
ih 0
e o M fi e i ( fi + )T 1 e i ( fi )T 1
= +
i 2h fi + fi
115
Dalam kasus absorpsi di sekitar =fi, suku pertama dapat diabaikan.
e 2 o2 M fi
2
1 2 sin 2 [( fi )T / 2]
Pfi = a if (t ) =
T 4 h 2T [( fi ) / 2] 2
f i
i f
(a) (b)
116