123dok Uji Aktivitas Antelmintik Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Puguntanoh Curanga Fel Terraelour Merr
123dok Uji Aktivitas Antelmintik Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Puguntanoh Curanga Fel Terraelour Merr
41
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2.Surat Albendazol
42
Universitas Sumatera Utara
Sertifikat analisis albendazol
43
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Tanaman Pugun Tanoh dan Daun Pugun Tanoh
44
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh
45
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5.Pheretima posthuma
46
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Perhitungan dosis EEDPT, Albendazol dan kombinasi
EEDPT dengan Albendazol
1. Perhitungan dosis ekstrak etanol daun pugun tanoh
mg
74,4740 mg
47
Universitas Sumatera Utara
- Kombinasi LD50 EEDPT : LD50 Albendazol
mg
148,9490 mg
mg
297,8980 mg
mg
595,7960 mg
mg
1191,5420 mg
48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7.Uji aktivitas antelmintik
49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Perhitungan nilai tingkat efektifitas EEDPT, Albendazole dan
kombinasi EEDPT dengan Albendazole
Dosis 1 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 7 = 2,3333
3
Dosis 2 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 9 = 3
3
Dosis 3 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 12 = 4
3
Dosis 4 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 15 = 5
3
50
Universitas Sumatera Utara
Tingkat efektivitas (fa) =
Dosis 1 mg/mL
Persentasekematian = 2,3333 = 0,4667
5
Dosis 2 mg/mL
Persentasekematian = 3 = 0,6000
5
Dosis 3 mg/mL
Persentasekematian = 4 = 0,8000
5
Dosis 4 mg/mL
Persentasekematian = 5 = 1,0000
5
51
Universitas Sumatera Utara
Dosis 5 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 4 = 1,3333
3
Dosis 10 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 5 = 1,6667
3
Dosis 15 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 7 = 2,3333
3
Dosis 20 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 9 = 3,0000
3
Dosis 25 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 10 = 3,3333
3
Dosis 5 mg/mL
Persentasekematian = 1,3333 = 0,2667
5
Dosis 10 mg/mL
Persentasekematian = 1,6667 = 0,3333
5
Dosis 15 mg/mL
Persentasekematian = 2,3333 = 0,4667
5
Dosis 20 mg/mL
Persentasekematian = 3,0000 = 0,6000
5
52
Universitas Sumatera Utara
Dosis 25 mg/mL
Persentasekematian = 3,3333 = 0,6667
5
Dosis 5 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 5 = 1,6667
3
Dosis 10 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 8 = 2,6667
3
Dosis 15 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 9 = 3,0000
3
Dosis 20 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 10 = 3,3333
3
Dosis 25 mg/mL
JumLah kematian rata-rata = 11 = 3,6667
3
53
Universitas Sumatera Utara
Tingkat efektivitas (fa) =
Dosis 5 mg/mL
Persentasekematian = 1,6667 = 0,3333
5
Dosis 10 mg/mL
Persentasekematian = 2,6667 = 0,5333
5
Dosis 15 mg/mL
Persentasekematian = 3,0000 = 0,6000
5
Dosis 20 mg/mL
Persentasekematian = 3,3333 = 0,6667
5
Dosis 25 mg/mL
Persentasekematian = 3,6667 = 0,7333
5
54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Laporan aplikasi CompuSyn
55
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Borah, S., Kakoti, B. B., Mahato, K., dan Kumar, M. (2013). Investigation of in-
vitro Anthelmintic Acitivity of Calamus leptospadix Griff. Shoot in Indian
Adult Earthworm (Pheretima posthuma).J App Sci. Hal. 156-159.
Dulger, Gul. (2012). Herbal drugs and drug interaction. Mamara Pharmaceutical
journal. Hal. 10-12.
36
Universitas Sumatera Utara
Fithra, R.S. (2013). Efek Penyembuhan Luka Bakar dari Sediaan Gel Ekstrak
Etanol Daun Puguh Tanoh (Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.). Skripsi.
Medan: Fakultas Farmasi USU.
Ginting, Grace A., (2015). Uji In Vitro aktivitas antelmintikekstrak etanol daun
pugun tanoh [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.]. Skripsi. Medan: Fakultas
Farmasi USU.
Gunawan dan Sulistia (eds). (2011). Farmakologi dan Terapi. Cetakan Kelima.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Hal. 545-546.
Harahap, U., Patilaya, P., Marianne, Yuliasmi, S., Husori, D.I., Prasetyo, B.E.,
Laila, L., Sumantri, I.B., dan Wahyuni, H.S. (2013). Profil Fitokimia
Ekstrak Etanol Daun Puguntano [Curanga fel-terrae (Merr.) Lour.)] yang
Berpotensi Sebagai Antiasma. Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Hal. 422-426.
Harmita dan M. Radji. (2008). Buku Ajar Analisis Hayati Edisi III. Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta: EGC. Hal. 35-36.
Huang, Y., de Bruyne, T., Apers, S., Ma, Y., Claeys, M., van den Berghe, D.,
Pieters, L., Vlietinck, A. (1998). Complement-Inhibiting Cucurbitacin
Glycosides from Picriafelterrae. Journal of Natural Products. Hal. 757-
761.
Huang, Y., de Bruyne, T., Apers, S., Ma. Y., Claeys, M., Pieters, L., Vlietinck, A.
(1999). Flavonoid Glucuronides from Picria fel-terrae. Phytochemistry.
Hal. 1701- 1703.
37
Universitas Sumatera Utara
Juwita, N. A. (2009). Karakterisasi Simplisia dan Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak
Etanol Daun Pugun Tanoh (Curanga fel-terrae Merr.) terhadap Mencit
Jantan. Skripsi. Medan: Fakultas Farmasi USU.
Pagariya, A., Chatur, S., dan Nawab, F. (2013). In Vitro anthelmintic activity of
root extract of Murraya koenigii (Linn) Spreng. Int J Pharmaceut Innov.
Hal. 111-114.
Patilaya, P., dan Husori, D.I. (2015). Preliminary Study on the Anthelmintic
Activity of The Leaf Ethanolic Extract of Indonesian Curanga fe-terrae
(Lour.) Merr. Int J PharmTech Res. Hal. 347-351.
Prohati. (2015). Detil Data Picria fel-terrae Lour. [Diakses 6 Maret 2015];
Diambil dari http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=459.
Rahardja, K., dan Tan, H.T. (2010). Obat-obat Sederhana Gangguan Sakit
Sehari-hari. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal. 11.
Rajani, A., Hemamalini, K., Satyavati, D., Begum, A.S.K., Saradhi., N.D.V.R.
(2013). Anthelmintic Activity of Methanolic Extract of Rhizomes of
Picrorrhiza kurroa Royal Ex. Benth. Int Res J Pharm. Hal. 143-144.
38
Universitas Sumatera Utara
Ramadhani, D. (2014). Efek Relaksasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh
(Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.) terhadap Otot Polos Trakea Marmut
Terisolasi dan Pengaruhnya pada Fosfodiesterase. Skripsi. Medan:
Fakultas Farmasi USU.
Satria, D., Mainal, F., Sumadio, H., dan Rosidah. (2015). Combinational Effect of
Ethyl Acetate Extract of Picria fel-terrae Lour and Doxorubicin on T47D
Breast Cancer Cells. Int J Pharm Pharmaceut Sci. Hal. 73-76.
Sharma, A., Gupta, S., Sachan, S., Mishra, A., dan Banarji, A. (2011).
Anthelmintic Activity of Leaf of Saraca indica Linn. As J Pharm Life
Sci.Hal. 391-395.
Sharma, S.K. (2010). Objective Zoology. India: Khrishna Prakash Media. Hal.
345-346.
Sitorus, P., Harahap, U., Pandapotan, M., dan Barus, T. (2014). Isolation Of
BSitosterol From n-Hexane of Picria fel-terrae Lour. Leave and Study Of
Its Antidiabetic Effect in Alloxan Induced Diabetic Mice. International
Journal of PharmTech Research.Hal. 137-141.
Subash, K.R., Rao, N.J., Cheriyan, B.V., Bhaarati, G.M., dan Kumar, K.S. (2012).
The Antelmintic Activity of Eupatorium triplinerve and Alpinia galanga in
Pheretima posthuma and Ascardia galli: A Comparative Study. J Clin
Diag Res. Hal. 947-950.
Tiwari, P., Kumar, B., Kaur, G. (2011). Phytochemical Screening and Extraction:
A Review. Int Pharm Sci. Hal. 56.
Tiwow, D., Bodhi, W., dan Kojong, N.S. (2013). Uji Efek Antelmintik Ekstrak
Etanol Biji Pinang (Areca catechu) Terhadap Cacing Ascaris
Lumbricoides dan Ascaridia Galii secara In Vitro. Pharmacon jurnal
ilmiah farmasi UNSRAT. Hal. 79-80.
39
Universitas Sumatera Utara
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2002). Obat Obat Penting Khasiat, Penggunaan
dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keempat. Jakarta: PT Elexmedia
Komputindo Kelompok Gramedia. Hal. 23-24.
Urban, J., Kokoska, L., Langrova, I., and Matejkova, J. (2015). In Vitro
Anthelmintic Effects of Medicinal Plants Used in Czech Republic. Hal.
808-813.
Vennila, V., and Nivetha, R. (2015). Screening The In vitro anthelmintic activity
of Alternanthera sessilis Leaves. Wrld J Pharm Pharm Sci. Hal. 1402-
1415.
Vercruysse, J., Albonico, M., Behnke, J.M., Kotze, A.C., Prichard, R.K.,
McCarthy, J.S., Montresor, A., dan Levecke, B. (2011). Is Anthelmintic
Resistance a Concern For The Control of Human Soil-Transmitted
Helminths?. Int J Paras: Drug and Drug Resistance. Hal. 14-27.
Vercruysse, J., Behnke, J.M., Albonico, M., Ame, S.M., Angebault, C., Bethony,
J.M., Engels, D., Guillard, B., Hoa, N.T., Kang, G., Kattula, D., Kotze,
A.C., McCarthy, J.S., Mekonnen, Z., Montresor, A., Periago, M.V., Sumo,
L., Tchuem Tchuent, L.A., Thach, D.T., Zeynudin, A., dan Levecke, B.
(2011). Assessment of The Anthelmintic Efficacy of Albendazole in
School Children in Seven Countries Where Soiltransmitted Helminths Are
Endemic.P Lo S Negl. Trop. Dis. Hal. 948.
Zou, JM., Wang, LS., Niu, XM., Sun, HD., dan Guo, YJ. (2005). Phenylethanoid
Glycosides from Picria felterrae Lour. Journal of Integrative Plant
Biology. Hal. 632-636.
40
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
analisis data.
3.1.1 Alat-Alat
AJ, Jepang), erlenmeyer, beaker glass, cawan petri (CMSI, Indonesia), stopwatch
3.1.2 Bahan-Bahan
pugun tanoh, bahan kimia lainnya air suling, Tween 80, natrium klorida 0,9%
Ekstrak etanol daun pugun tanoh yang digunakan dalam penelitian ini
23
Universitas Sumatera Utara
3.3 Uji Aktivitas Antelmintik Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh
dengan Albendazol
cm dan lebar 0,1 0,2 cm). Pheretima posthuma dikumpulkan dari tanah yang
lembab, dicuci dengan air suling untuk menghilangkan pengotor, dan diaklimasi
Sebanyak 10, 20, 40, 60, dan 80 mg ekstrak etanol daun pugun tanoh
dilarutkan dengan etanol 0,5% dan diencerkan sampai garis tanda. Albendazol
disiapkan dengan mensuspensikan 100, 200, 300, 400, dan 500 mg serbuk
Nilai LD50 ekstrak etanol daun pugun tanoh dan LD50 albendazol terhadap
24
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Uji penentuan nilai LD50 ekstrak daun puguntanoh dan
LD50albendazol
Kelompok Perlakuan
I Pemaparan dalam 20 mL larutan salin steril (kontrol negatif)
II Pemaparan dalam 20 mL larutan etanol 0,5% (kontrol pelarut)
III Pemaparan dalam 20 mL larutan EEDPT 0,5 mg/mL
IV Pemaparan dalam 20 mL larutan EEDPT 1 mg/mL
V Pemaparan dalam 20 mL larutan EEDPT 2 mg/mL
VI Pemaparan dalam 20 mL larutan EEDPT 3 mg/mL
VII Pemaparan dalam 20 mL larutan EEDPT 4 mg/mL
VIII Pemaparan dalam 20 mL larutan albendazol 5 mg/mL
IX Pemaparan dalam 20 mL larutan albendazol 10 mg/mL
X Pemaparan dalam 20 mL larutan albendazol 15 mg/mL
XI Pemaparan dalam 20 mL larutan albendazol 20 mg/mL
XII Pemaparan dalam 20 mL larutan albendazol 25 mg/mL
digunakan terhadap LD50 ekstrak etanol daun puguntano dan LD50 albendazol
adalah (LD50 ekstrak) : (LD50albendazol) , (LD50 ekstrak) :
25
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Perlakuan uji antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh dengan
albendazol
Kelompok Perlakuan
I Pemaparan dalam 20 mL larutan Kombinasi :
II Pemaparan dalam 20 mL larutan Kombinasi :
III Pemaparan dalam 20 mL larutan Kombinasi1 : 1
IV Pemaparan dalam 20 mL larutan Kombinasi2 : 2
V Pemaparan dalam 20 mL larutan Kombinasi4 : 4
Seluruh perlakuan dilakukan dalam cawan petri steril pada suhu kamar.
selama 5 jam. Perlakuan yang dilakukan memastikan hewan percobaan telah mati,
cacing Pheretima posthuma dipindahkan ke dalam cawan petri berisi larutan salin
bersuhu 40-50 C.
CompuSyn. Data yang digunakan adalah nilai tingkat efektifitas (fa). Nilai fa
didapatkan dari perbandingan jumlah kematian cacing dengan jumlah cacing yang
26
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
Pada penelitiaan ini digunakan ekstrak etanoldaun pugun tanoh yang sama
dengan ekstrakyang digunakan Ginting (2015). Pada penelitian yang berjudul Uji
in vitro aktivitas antelmintik ekstrak etanol daun pugun tanoh [Curanga fel-terrae
karakteristik simplisia, dan pembuatan ekstrak tidak dilakukan lagi. Hasil skrining
Kadar air, kadar sari larut dalam air dan etanol, kadar abu total dan kadar abu
tidak larut asam EEDPT adalah 3,99%, 58,67%, 7,98%, 1,77%, 0,32%.
memiliki warna tubuh bagian dorsal coklat keunguan, bagian ventral abu-abu
keputihan, panjang tubuh 143-176 mm, diameter 3,5-6 mm dan jumlah segmen
125-137.
27
Universitas Sumatera Utara
saluran cerna manusia (Vennila, dkk., 2015; Nitave, dkk, 2014; Borah, dkk.,
4.1.2 Penentuan Nilai LD50 Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh dan
LD50 Albendazol
LD50 didefinisikan sebagai dosis tunggal suatu zat yang secara statistik
diperkirakan akan membunuh 50% hewan percobaan (Harmita, 2006). Nilai LD50
digunakan untuk penggunaan dosis pada uji kombinasi ekstrak etanol daun pugun
dibutuhkan pada desain eksperimental untuk analisis uji kombinasi obat dengan
rasio yang konstan. Disain ini dikemukakan oleh Chou dan Thalalay (1984).
(fa). Nilai fa didapat dari pembagian antara jumlah kematian dengan jumlah
cacing yang di uji, perhitungan nilai fa dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 47.
Tabel 4.1 menunjukkan nilai tingkat efektivitas (fa) pada dosis pemberian ekstrak
etanol daun pugun tanoh yang diuji dan hasil perhitungan LD50 yang didapatkan
daun pugun tanoh terhadap aktivitas antelmintik adalah 0,8573 mg/mL. Tabel
4.1 Uji aktivitas antelmintik dengan ekstrak etanol daun pugun tanoh
0,5 0,3333
1 0,4667
2 0,6000 0,8573
3 0,8000
4 1,0000
28
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 menunjukkan nilai tingkat efektifitas (fa) pada dosis pemberian
albendazol yang diuji dan hasil perhitungan LD50 yang didapatkan menggunakan
5 0,2667
10 0,3333
15 0,4667 14,8949
20 0,6000
25 0,6667
Hasil uji aktivitas antelmintik dengan ektrak etanol daun pugun tanoh di
peroleh nilai LD50 adalah 0,8573 mg/mL sedangkan pada uji aktivitas antelmintik
albendazol. Nilai Combination Index (CI) adalah ukuran kuantitatif dari tingkat
interaksi obat dalam jangka sinergis dan antagonis untuk menentukan titik akhir
29
Universitas Sumatera Utara
efek pengukuran tertentu, dimana nilai CI < 1, = 1, > 1 mengindikasikan efek
sinergis, adiktif dan antagonis. Tabel 4.3 menunjukkan nilai fa pada kombinasi
ekstrak etanol daun pugun tanoh dengan albendazole. Penggunaan nilai fa kedua
dosis tunggal dan kombinasi merupakan syarat dalam mendapatkan nilai CI pada
CompuSyn.
Tabel 4.3 Tingkat efektifitas kombinasi ekstrak etanol daun pugun tanoh dengan
albendazol
Kombinasi ekstrak etanol daun pugun tanoh dengan albendazol
dosis (mg/mL) Fa
Albendazol ekstrak pugun tanoh
3.7237 0.2143 0.3333
7.4474 0.4286 0.5333
14.8949 0.8573 0.6000
29.7898 1.7146 0.6667
59.5796 3.4292 0.7333
Nilai Combination Index (CI) dari kombinasi ekstrak etanol daun pugun
tanoh dengan albendazol dapat dilihat pada Tabel 4.4. hasil tersebut menunjukkan
bahwa semakin tinggi dosis kombinasi yang diberikan semakin tinggi nilai CI
CompuSyn juga menunjukkan nilai CI pada kondisi LD50 yaitu 1.2306 yang
berarti bahwa pada kondisi LD50 kombinasi ekstrak etanol daun pugun tanoh
dengan albendazol memiliki efektifitas antagonis menengah. Hal ini dapat dilihat
rentang nilai Combination index (CI). Kondisi nilai CI yang di uji berada pada
30
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Nilai Combination Index (CI) dari perhitungan aplikasi Compusyn
4.5 juga menunjukkan bahwa pada dosis kombinasi LD50 EEDPT dengan
31
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi ekstrak etanol daun
herbal, berkemungkinanmeningkatkaninteraksiyang
terjadi.Secarateoritisinteraksiobat
herbaldenganobatsintetiklebihtinggidaripadainteraksiduaobatsintetikkarenaobatsin
tetikbiasanyahanyaberisikandungankimiatunggal(Izzo, 2004).
interaksi yang bersifat sinergis atau antagonis dari obat dengan produk herbal.
obat dan produk herbal paling baik diidentifikasi melalui profil terapi dari obat
dan produk herbal tersebut. Penggunaan obat bersama produk herbal dengan
diharapkan secara optimal karena efek yang diharapkan menjadi lebih sulit untuk
diprediksi. Interaksi yang berisiko tinggi dan signifikan terjadi pada obat dan
32
Universitas Sumatera Utara
produk herbal dengan efek simpatomimetik, diuretik, hipoglikemik, antikoagulan
yang diperoleh adalah respon semakin meningkat atau respon justru berkurang
karena salah satu obat menghambat kerja obat lainnya. Interaksi obat dikatakan
aditif jika efek yang diberikan oleh kombinasi obat sama dengan penjumlahan
dari efek masing-masing obat jika diberikan tunggal. Interaksi obat dikatakan
sinergis jika efek yang diberikan oleh kombinasi obat lebih besar (eksponensial)
dari penjumlahan efek masing-masing obat jika diberikan tunggal. Interaksi obat
ini dapat terjadi antara obat dengan obat lainnya atau obat dengan produk herbal
(Chen, 2007).
farmakodinamik antara obat herbal dan obat sntetik, dan jikafarmakokinetik dan /
atau farmakodinamik dari obat berubah karena adanya interaksi ini, maka
berpotensi semakin parah atau mungkin mengancam jiwa jika reaksi merugikan
33
Universitas Sumatera Utara
ditingkatkan atau keracunan, atau obat-obatan herbalmungkin memiliki sifat
adalah substrat sitokrom (CYP) enzim P450. Enzim ini tunduk pada induksi atau
34
Universitas Sumatera Utara
BAB V
5.1 Kesimpulan
Pheretima Posthuma
5.2 Saran
35
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
diperkirakan lebih dari 1,5 miliar orang (24% dari populasi dunia) terinfeksi oleh
serius di Indonesia. Angka infeksi cacing mencapai 28% dari penduduk Indonesia
pada tahun 2013 (Kemenkes RI., 2015). Kecacingan sering terjadi pada anak-
anak, diperkirakan sekitar 270 juta anak usia balita dan 600 juta anak usia sekolah
beresiko tinggi terinfeksi parasit cacing di seluruh dunia (WHO., 2015). Infeksi
pelayanan kesehatan masih kurang baik dan higienitas masih belum memadai
(Rahardja dan Tan, 2010). Prevalensi infeksi cacing yang tinggi berdampak buruk
5
Universitas Sumatera Utara
Infeksi cacing umumnya masuk melalui mulut atau langsung melalui luka di
kulit (cacing tambang dan benang) atau lewat telur (kista) atau larvanya, yang ada di
atas tanah. Terlebih pada pembuangan kotoran yang dilakukan dengan sembarangan
dan tidak memenuhi syarat kebersihan (Zulkoni, 2010; Tjay dan Rahardja, 2002).
semakin luasnya pengotoran tanah. Persediaan air rumah tangga dan makanan
tertentu, misalnya sayuran yang tidak dicuci bersih akan meningkatkan penderita
mentah atau setengah matang sepeti ikan, kerang, daging atau sayuran. Bila dalam
makanan tersebut terdapat kista atau larva cacing maka dapat terjadi kecacingan pada
manusia (Entjang, 2003). Tergantung dari jenisnya, cacing tetap bermukim dalam
menentukan apakah orang menjadi sakit atau tidak. Cacing dalam tubuh manusia
akan hidup, mendapatkan perlindungan, dan menerima makanan dari manusia itu
sebagai inang. Cacing menyerap nutrisi dari tubuh manusia yang ditumpanginya,
penyerapan ini akan menyebabkan kelemahan dan penyakit. Jika di dalam saluran
2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein dalam sehari (Zulkoni, 2010; Tjay dan
Rahardja, 2002).
Gejala dan keluhan kecacingan dapat disebabkan oleh efek toksik dari
produk pertukaran zat cacing, penyumbatan usus halus, dan saluran empedu atau
penarikan gizi yang penting bagi tubuh. Sering kali gejala tidak begitu nyata dan
6
Universitas Sumatera Utara
hanya berupa gangguan lambung-usus, seperti mual, muntah, mulas, kejang-
kejang, dan diare berkala dengan hilangnya nafsu makan. Pada sejumlah cacing
penderita tidak memberikan keluhan atau gejala kecacingan (Tjay dan Rahardja,
2002). Cacing penyebab infeksi pada manusia dapat dibagi menjadi 2 filum
terbagi menjadi dua kelas yaitu Trematoda dan Cestoda, sedangkan dalam filum
silindris, tidak bersegmen, dan bilateral simetris. Cacing ini memiliki rongga
tubuh dan tubuhnya tertutup oleh kutikulum. Alat pencernaannya sudah lengkap,
tetapi sistem syaraf dan ekskresinya belum sempurna. Nematoda adalah cacing
yang uniseksual dengan alat reproduksi jantan dan betina yang terpisah
(Soedarto, 2008).
daun. Cacing dewasa mempunyai alat isap mulut (oral sucker) yang terdapat di
kepala, dan alat isap ventral yang terdapat di bagian perut. Trematoda pada
sempurna dan tidak memiliki rongga tubuh. Ciri khas trematoda adalah adanya
sistem ekskresi (flame cell) yang berbentuk khas pada setiap spesies (Soedarto,
2008).
7
Universitas Sumatera Utara
Cacing Cestoda mempunyai bentuk seperti pita, pipih ke arah
pencernaan yang belum sempurna dan tidak memiliki rongga tubuh. Kepala
cacing cestoda mempunyai alat isap untuk menempel yang dilengkapi kait untuk
menempel pada organ manusia atau hewan yang menjadi hospes tempatnya hidup
(Soedarto, 2008).
2.2.1.1 Askariasis
lumen usus halus manusia. Infeksi terjadi karena konsumsi makanan atau
penyakit ini. Oleh karena itu, penyakit ini umum terjadi pada orang yang tinggal
malnutrisi pada anak-anak, proses migrasi larva dari usus ke paru-paru juga
8
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan pneumonia atipikal dengan inflamasi sel paru-paru dan hati,
demam, dan eosinofilia. Cacing dewasa terkadang berpindah ke hati, usus buntu,
cerna manusia. Infeksi ini umum terjadi pada petani yang bekerja dengan
bertelanjang kaki di lahan yang diberi pupuk kandang. Infeksi terjadi melalui
larva infektif yang berpenetrasi menembus kulit dan memasuki sirkulasi darah.
Larva ini akan tumbuh menjadi cacing dewasa dan memperoleh makanan
dengan mengisap darah inangnya melalui vili saluran pencernaan (Anand dan
Sharma, 1997).
kehilangan darah dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkan perasaan lemas,
lunglai, anoreksia, dan menurunnya daya tahan tubuh. Infeksi cacing tambang
juga menyebabkan gangguan dan rasa sakit pada saluran pencernaan. Anak-
anak dengan infeksi berat menunjukkan pertumbuhan mental dan fisik yang
2.2.1.3 Trikuriasis
cacing cambuk. Cacing ini hidup menempel di saluran pencernaan terutama pada
usus besar manusia. Infeksi disebabkan karena konsumsi air atau sayuran yang
9
Universitas Sumatera Utara
terkontaminasi telur T. trichiura. Infeksi ringan umumnya asimtomatis, namun
infeksi berat Trichuris dapat menyebabkan anemia, eosinofilia, sakit perut, diare,
2.2.1.4 Strongiloidiasis
manusia dengan menembus kulit dalam bentuk larva filariform. Cacing ini memiliki
tubuh yang tipis seperti benang, sehingga disebut cacing benang. Cacing ini hidup di
mukosa intestinal manusia (Anand dan Sharma, 1997). Pergerakan cacing dewasa
dan larvanya menyebabkan perubahan patologis seperti inflamasi sel, reaksi alergi,
dan eosinofilia. Gejala klinis penyakit ini adalah diare, sakit perut, dan gangguan
2.2.1.5 Filariasis
Penyebab utama penyakit ini adalah cacing Wucherecia bancrofti, Brugia malayi,
Mansonella ozzardi. Nyamuk dan lalat merupakan inang perantara dalam siklus
hidup cacing ini. Infeksi pada manusia terjadi ketika nyamuk menghisap darah
menjadi cacing dewasa yang hidup di nodus limfe, pembuluh limfe, jaringan
10
Universitas Sumatera Utara
Gejala-gejala yang ditunjukkan infeksi ini adalah demam tinggi,
kedinginan, membesarnya nodus limfe, rasa sakit dan bengkak pada testis. Pada
2.2.2.1 Schistosomiasis
dewasa memiliki alat reproduksi yang terpisah (Anand dan Sharma, 1997).
terkadang di pembuluh darah kolon dan rektum. Cacing ini mengeluarkan telur
bersama urin dari hospesnya, namun jarang melalui feses. Schistosoma lainnya
internal dan hidup di peredaran darah, vena mesentrik, dan plexus hemoroid.
11
Universitas Sumatera Utara
Telur Schistosoma yang keluar dari tubuh hospes bersama tinja atau urin
harus masuk ke dalam air agar dapat menetas menjadi larva mirasidium. Larva
ini berenang mencari hospes perantara yaitu siput. Di dalam tubuh siput,
serkaria yang infektif. Infeksi penyakit ini umumnya terjadi pada orang yang
bekerja di sawah, danau, kolam, kanal, dan aliran air yang terkontaminasi oleh
larva. Larva akan masuk ke dalam aliran darah dengan berpenetrasi menembus
2.2.2.2 Fasciolopsiasis
Infeksi terjadi melalui konsumsi buah atau tanaman air yang terkontaminasi larva
cacing. Hospes perantara cacing ini adalah siput. Manifestasi klinis penyakit ini
adalah sakit perut, diare, mual, muntah, dan anoreksia. Terkadang terjadi
2.2.3.1 Ekinokokkosis
Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit hidatid yang disebabkan oleh
yang besar di dalam hati, paru, dan otak. Reaksi anafilaktik terhadap antigen
12
Universitas Sumatera Utara
cacing dapat terjadi bila terjadi ruptur kista. Penyakit timbul sesudah tercernanya
telur dalam feses anjing. Domba sering berperan sebagai perantara. Einokokkosis
didiagnosa melalui CT-scan atau biopsi jaringan yang terinfeksi dan diterapi
2.2.3.2 Taeniasis
Bentuk penyakit ini disebabkan oleh Taenia solium dewasa (cacing pita babi).
Walaupun demikian, sebagian besar infeksi ini bersifat tidak bergejala. Penyakit ini
ditularkan melalui larva dalam daging babi yang kurang matang atau melalui
penelanan telur cacing pita. Taeniasis didiagnosa melalui deteksi proglotid di dalam
feses (Tjahyanto dan Salim, 2013). Penyakit ini juga disebabkan oleh larva dari
Taenia saginata (cacing pita sapi). Organisme ini terutama menginfeksi usus dan
tidak menghasilkan sistiserki. Penyakit ini ditularkan oleh larva dalam daging sapi
yang kurang matang atau mentah. Taeniasis didiagnosa melalui deteksi proglotid
Taenia sukar sekali dibasmi karena kepalanya (scolex) yang relatif kecil
dibenamkan ke dalam selaput lendir usus hingga tidak bersentuhan dengan obat.
Bagian cacing yang bersentuhan dengan obat telah dimatikan dan kemudian
2.2.3.3 Sistiserkosis
13
Universitas Sumatera Utara
Penyakit ini disebabkan oleh larva Taenia solium. Infeksi menghasilkan
sistiserki dalam otak (menimbulkan kejang, sakit kepala, dan muntah) dan di
mata. Penyakit ini terjadi sesudah penelanan telur dari feses manusia. Sistiserkosis
2.2.3.4 Difilobotriasis
Cacing dewasa pada usus penderita dapat sepanjang 15 meter. Penyakit ini
ditularkan oleh larva dalam ikan yang mentah atau kurang matang. Difilobotriasis
didiagnosa melalui deteksi telur yang khas di dalam feses (Tjahyanto dan Salim,
2013).
memberantas atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh.
Kebanyakan obat cacing efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan
diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa obat cacing
a. Mebendazole
spektrum nematoda yang luas. Obat ini banyak digunakan sebagai monoterapi
untuk penanganan massal penyakit cacing, juga pada infeksi campuran dengan
dua atau lebih cacing (Tjay dan Rahardja, 2002). Obat ini merupakan obat terpilih
14
Universitas Sumatera Utara
pada terapi infeksi oleh cacing cambuk, cacing kremi, cacing tambang, dan cacing
b. Pyrantel pamoate
pengobatan infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang, cacing kremi, dan
cacing tambang. Obat ini bekerja sebagai agen penghambat neuromuskular dan
cacing yang terparalisis dikeluarkan dari saluran cerna (Tjahyanto dan Salim,
2013). c. Thiabendazole
Sulistia, 2011).
d. Ivermectin
Ivermectin membidik reseptor kanal Cl- yang bergerbang glutamat pada parasit.
15
Universitas Sumatera Utara
Aliran masuk klorida meningkat, dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan
e. Diethylcarbamazine
a. Niclosamide
Albendazole
diberikan peroral (Gunawan dan Sulistia, 2011). Sama seperti obat lainnya, obat
ini bekerja dengan cara berikatan dengan -tubulin parasit sehingga menghambat
16
Universitas Sumatera Utara
sintesis mikrotubulus dan ambilan glukosa pada larva atau nematoda dewasa
cacing akan mati. Aplikasi terapeutik utamanya adalah pengobatan infeksi cacing
Cina, dan pengobatan tradisional Yunani, yang telah dipraktikkan sejak dahulu
obat-obatan modern. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
(Urban, dkk., 2015), Lythraceae (Bairagi, dkk., 2011), Moraceae (Mughal, dkk.,
2013) dan Schropulariaceae (Padal, dkk., 2014; Ranjani, dkk., 2013) mampu
17
Universitas Sumatera Utara
Salah satu tumbuhan yang berkhasiat antelmintik adalah pugun
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Subkelas : Asteridae
Bangsa : Scrophulariales
Suku : Scrophulariaceae
Marga : Curanga
2008).
18
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Nama Daerah
Nama daerah dari tumbuhan ini adalah empedu taneh (Karo), pagon tanoh (Dairi),
Nama asing dari tumbuhan ini adalah beremi, gelumak susu, empedu
tanah, rumput kerak nasi (Malaysia), sagai-uak (Filipina), ku xuan shen, kum ta
tjao (Cina), longritong (india) (Quattrocchi, 2012), kong saden (Laos), dan
Pugun tanoh merupakan herba tahunan, tinggi 40-90 cm, batang dengan
cabang yang jarang, tegak atau melata, segi empat, berwarna coklat kemerahan,
berakar di buku-buku, berbulu halus yang padat. Daun berhadapan, bulat telur,
pangkal daun membulat, ujung daun agak melancip, tepi daun beringgitan, berbulu
halus. Pembungaan berupa tandan di ujung atau di batang, jumlah bunga 2-16, daun
gagang kecil, daun kelopak bunga berbentuk hati, mahkota bunga berbibir rangkap,
gundul bagian luar, bagian dalam ada kelenjar bulu. Buah berupa kapsul, berbentuk
bulat telur, padat, panjangnya sekitar 3-4 mm, berkatup dua, dengan beberapa biji.
Di Maluku dan Filipina, cairan dekoksi dari tanaman ini dianggap sebagai
obat cacing untuk anak-anak, untuk mengobati kolik (mulas mendadak dan hebat)
19
Universitas Sumatera Utara
dan malaria. Di Indonesia, tapel daun dapat menyembuhkan gatal-gatal dan
penyakit kulit lainnya. Maserasi daun dengan alkohol dianggap sebagai tonik
Pugun tanoh juga memiliki efek diuretik (Dalimunthe, 2015), antikanker (Satria,
2.6 Simplisia
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa
bahan alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang
tumbuhan ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang
dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya. Simplisia hewani adalah simplisia
yang berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh
hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan adalah simplisia yang
berupa bahan pelikan yang belum diolah dengan cara sederhana atau belum
2.7 Ekstraksi
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Ditjen
POM, 2000). Hasil dari ekstraksi disebut dengan ekstrak yaitu sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
20
Universitas Sumatera Utara
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI., 1995).
cara, yaitu cara panas dan cara dingin (Ditjen POM., 2000).
a. Maserasi
dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Didjen POM., 2000).
Dalam maserasi serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan pengadukan
yang sering, sampai zat tertentu dapat terlarut. Metode ini paling cocok digunakan
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan
(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali dari bahan (Ditjen POM., 2000).
a. Refluks
21
Universitas Sumatera Utara
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
b. Sokletasi
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM.,
2000).
c. Digesti
o
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar (40-50 C) (Ditjen
POM., 2000).
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98C)
selama 15-20 menit. Sedangkan dekok adalah infus dengan waktu yang lebih
22
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Banyaknyasenyawaaktiffarmakologidalamobatherbal,berkemungkinanmen
ingkatkaninteraksiyang terjadi.Secarateoritisinteraksiobat
herbaldenganobatsintetiklebihtinggidaripadainteraksiduaobatsintetikkarenaobatsin
tetikbiasanyahanyaberisikandungankimiatunggal(Izzo, 2004).Penggunaanobat
herbalbersamaandenganobatsintetikumumnyatidakterawasiolehdokterataupraktisi
herbal
yangmerekagunakandanobatsintetiknyamemilikiinteraksipotensial.Interaksiinium
umnyatidakdiketahuisampaipasientersebutmengalamisakitataukejadianserius yang
Obat
herbaldapatberinteraksidenganobatsintetikmelaluiinteraksifarmakokinetik
1
Universitas Sumatera Utara
2010).Interaksifarmakokinetikmengakibatkanperubahanabsorpsi,
distribusi,metabolismeatauekskresidariobatsintetikatauobat
herbalsehinggadapatmempengaruhikerjaobatsecarakuantitatif.Interaksifarmakodin
amikmempengaruhiaksiobatsecarakualitatif, baikmelaluiefekmeningkatkan
terbatas di negara tropis dan subtropis tetapi juga terdapat di berbagai daerah yang
dunia memperkirakan lebih dari 1,5 miliar (24%) dari penduduk dunia terinfeksi
cacing parasit dengan jumlah terbesar di wilayah Afrika, Amerika, Cina, dan Asia
(Kemenkes., 2015) dan diperkirakan lebih dari 60% anak-anak menderita infeksi
Masyarakattelahmenggunakantumbuh-tumbuhanuntukmengobatiinfeksi
menggunakan cairandekoksidaritanamaninisebagaiobatcacinguntukanak-
efek samping ringan yang masih dapat ditanggulangi seperti batuk, sakit perut dan
2
Universitas Sumatera Utara
sakit kepala (Njomo,2010). Pemakaian dosis tunggal pemberian
albendazol dengan ekstrak Yin-Chen memiliki efek kualitatif sinergis (Chan Lai,
2006).
a) apakahkombinasiekstrakdaunpuguntanoh
denganalbendazolmemilikiefeksinergis?
1.3 Hipotesis
iniadalah :
efek sinergis.
3
Universitas Sumatera Utara
b) bahwa dosis kombinasi ekstrak daun pugun tanoh dengan albendazol
posthuma.
1.5 Manfaatpenelitian
Penelitianinidiharapkandapatmemberikaninformasitentangaktivitasantelmi
ntikkombinasiekstraketanol
daunpuguntanohdenganalbendazolterhadapPheretimaposthumasecarainvitro.
4
Universitas Sumatera Utara
UJI AKTIVITAS ANTELMINTIK KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN
PUGUN TANOH [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.] DENGAN
ALBENDAZOL
ABSTRAK
Latar belakang: Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit umum di dunia,
badan kesehatan dunia memperkirakan lebih dari 1,5 miliar (24%) dari penduduk
dunia terinfeksi parasit cacing. Indonesia memiliki angka kecacingan sebesar 28%
dan diperkirakan lebih dari 60% anak-anak menderita infeksi cacing. Pengobatan
infeksi cacing dapat ditanggulangi dengan cara mengkonsumsi obat herbal
maupun obat sintetik. Salah satu obat herbal yang digunakan ialah pugun tanoh,
sedangkan obat sintetik yang umum digunakan adalah albendazol. Masyarakat
umum menggunakan obat herbal bersamaan dengan obat sintetik tanpa
memperhatikan efek yang ditimbulkan keduanya.
Tujuan:Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek sinergis dari
kombinasi ekstrak daun pugun tanoh dengan albendazol.
Metode: Pengujian aktivitas antelmintik dilakukan terhadap cacing Pheretima
posthuma yang diberikan ekstrak etanol daun pugun tanoh (EEDPT), albendazol,
dan kombinasi keduanya. Pengamatan terhadap cacing Pheretima posthuma
dilakukan selama 5 jam untuk memperoleh nilai tingkat efektivitas. Data
dianalisis menggunakan aplikasi perangkat lunak CompuSyn untuk memperoleh
nilai LD50 dan Combination Index (CI)
Hasil: Hasil uji aktivitas antelmintik diperoleh nilai LD50 ekstrak etanol daun
pugun tanoh 0,9573 mg/mL, albendazol 14,895 mg/mL. Hasil Combination Index
(CI) dari kombinasi ekstrak etanol daun pugun tanoh dengan albendazol pada
keadaan LD50 yaitu 1,23065 mg/mL.dosis kombinasi LD50 EEDPT dengan
LD50 albendazol menunjukkan sifat sinergis menengah. Hasil kombinasi LD 50
EEDPT dengan LD50 albendazol menunjukkan perubahan sifat menjadi
mendekati adiktif. Perubahan meningkat menjadi semakin antagonis dimulai pada
kombinasi dosis 1 LD50 EEDPT dengan 1 LD50 albendazol.
Kesimpulan:Kombinasi ekstrak etanol daun pugun tanoh dengan albendazol
memiliki efek antagonis menengah.
vii
Universitas Sumatera Utara
STUDY ON THE ANTHELMINTIC ACTIVITY OF THE COMBINATION OF
ETHANOLIC EXTRACT OF PUGUN TANOH LEAVES [Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.] AND ALBENDAZOLE
ABSTRACT
Background: Worm infection is one of the common diseases in the world, the
World Health Organization estimates that more than 1.5 billion (24%) of the
world's population infected with parasitic worms. Indonesia has the worm disease
by 28% and it is estimated more than 60% of children suffering from worm
infections. Treatment of worm infections can be overcome by consuming herbal
medicine and synthetic drugs. One herbal remedy used is pugun Tanoh, whereas
synthetic drugs that are commonly used are albendazole. The general public using
herbal medicines in conjunction with synthetic drugs without considering the
effects of both.
Objective: The purpose of this study was to determine the synergistic effect of
the combination of qualitative leaf extract pugun tanoh with albendazole.
Methods: The anthelmintic activity test against worms Pheretima Posthuma
given ethanol extract of leaves pugun Tanoh (EEDPT), albendazole and a
combination of both. Observations of Pheretima Posthuma worms was conducted
for 5 hours to obtain the value of effectiveness degree. The data was analyzed by
using a software application CompuSyn to obtain LD50 values and Combination
Index (CI).
Results: Anthelmintic activity test results was obtained the LD50 value of the
ethanol extract of the pugun tanoh leaves 0.9573 mg/mL, albendazole 14.895 mg/
mL. The Combination Index (CI) result of the ethanol extract of the pugun tanoh
leaves combination with albendazole using CompuSyn application on the state of
LD50 is 1.23065 mg/mL. Dose combination LD50 EEDPT with LD50
albendazole show synergistic moderate effect. The result of the combination
LD50 EEDPT with LD50 albendazole show the changing nature becomes nearly
addictive. The changes rise to increasingly antagonistic started at combination
dose 1 LD50 EEDPT with 1 LD50 albendazole.
Conclusion: The ethanol extracts of leaves pugun tanoh combination with
albendazole has the effect of qualitative moderate antagonist.
viii
Universitas Sumatera Utara
UJI AKTIVITAS ANTELMINTIK KOMBINASI EKSTRAK
ETANOL DAUN PUGUNTANOH[Curanga fel-terrae(Lour.)
Merr.]DENGAN ALBENDAZOL
SKRIPSI
OLEH:
MUHAMMAD ANDIN HIDAYATULLAH
NIM 111501086
SKRIPSI
OLEH:
MUHAMMAD ANDIN HIDAYATULLAH
NIM 111501086
OLEH:
MUHAMMAD ANDIN HIDAYATULLAH
NIM 111501086
Pembimbing I, PanitiaPenguji,
Popi Patilaya, S.Si., M. Sc., Apt. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt.
NIP 197812052010121004 NIP 195503121983032001
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia yang
berjudul Uji Aktivitas Antelmintik Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Pugun Tanoh
[Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.] Dengan Albendazol. Skripsi ini diajukan untuk
melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Pejabat Dekan Fakultas
Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Popi
Patilaya, S.Si., M. Sc., Apt.,dan Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt.,yang telah
penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada IbuDra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt., selaku ketua penguji,
Ibu Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt.,dan Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si.,
menyempurnakan skripsi ini, dan Ibu Yuandani, S.Farm., M.Si., Ph.D., Apt.,
selama masa perkuliahan hingga selesai serta Bapak dan Ibu staf pengajar
Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing penulis selama masa
iv
Universitas Sumatera Utara
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada keluarga
Bunga Suci Hati dan Widya Hastuti, yang telah memberikan semangat dan kasih
sayang yang tak ternilai dengan apapun. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Keluarga besar Aminullah Damai Sitepu, tim antelmintik kak Grace, kak
Astri, Maria, Shandy, anggota sugar Rifany, Ade, Mae, Siti, Pompi, teman
kimochi Fina, Ibnu, Taufik, Emel, Irfan, sahabat Isda, Okta, Boy, Fathur, Yoan,
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda-tangan di bawah ini :
Nama : Muhammad Andin Hidayatullah
Nim : 111501086
Fakultas : Farmasi
Judul Skripsi : Uji Aktivitas Antelmintik Kombinasi Ekstrak
Etanol Daun Pugun Tanoh [Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.] Dengan Albendazol
vi
Universitas Sumatera Utara
UJI AKTIVITAS ANTELMINTIK KOMBINASI EKSTRAK ETANOL DAUN
PUGUN TANOH [Curanga fel-terrae (Lour.) Merr.] DENGAN
ALBENDAZOL
ABSTRAK
Latar belakang: Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit umum di dunia,
badan kesehatan dunia memperkirakan lebih dari 1,5 miliar (24%) dari penduduk
dunia terinfeksi parasit cacing. Indonesia memiliki angka kecacingan sebesar 28%
dan diperkirakan lebih dari 60% anak-anak menderita infeksi cacing. Pengobatan
infeksi cacing dapat ditanggulangi dengan cara mengkonsumsi obat herbal
maupun obat sintetik. Salah satu obat herbal yang digunakan ialah pugun tanoh,
sedangkan obat sintetik yang umum digunakan adalah albendazol. Masyarakat
umum menggunakan obat herbal bersamaan dengan obat sintetik tanpa
memperhatikan efek yang ditimbulkan keduanya.
Tujuan:Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek sinergis dari
kombinasi ekstrak daun pugun tanoh dengan albendazol.
Metode: Pengujian aktivitas antelmintik dilakukan terhadap cacing Pheretima
posthuma yang diberikan ekstrak etanol daun pugun tanoh (EEDPT), albendazol,
dan kombinasi keduanya. Pengamatan terhadap cacing Pheretima posthuma
dilakukan selama 5 jam untuk memperoleh nilai tingkat efektivitas. Data
dianalisis menggunakan aplikasi perangkat lunak CompuSyn untuk memperoleh
nilai LD50 dan Combination Index (CI)
Hasil: Hasil uji aktivitas antelmintik diperoleh nilai LD50 ekstrak etanol daun
pugun tanoh 0,9573 mg/mL, albendazol 14,895 mg/mL. Hasil Combination Index
(CI) dari kombinasi ekstrak etanol daun pugun tanoh dengan albendazol pada
keadaan LD50 yaitu 1,23065 mg/mL.dosis kombinasi LD50 EEDPT dengan
LD50 albendazol menunjukkan sifat sinergis menengah. Hasil kombinasi LD 50
EEDPT dengan LD50 albendazol menunjukkan perubahan sifat menjadi
mendekati adiktif. Perubahan meningkat menjadi semakin antagonis dimulai pada
kombinasi dosis 1 LD50 EEDPT dengan 1 LD50 albendazol.
Kesimpulan:Kombinasi ekstrak etanol daun pugun tanoh dengan albendazol
memiliki efek antagonis menengah.
vii
Universitas Sumatera Utara
STUDY ON THE ANTHELMINTIC ACTIVITY OF THE COMBINATION OF
ETHANOLIC EXTRACT OF PUGUN TANOH LEAVES [Curanga fel-terrae
(Lour.) Merr.] AND ALBENDAZOLE
ABSTRACT
Background: Worm infection is one of the common diseases in the world, the
World Health Organization estimates that more than 1.5 billion (24%) of the
world's population infected with parasitic worms. Indonesia has the worm disease
by 28% and it is estimated more than 60% of children suffering from worm
infections. Treatment of worm infections can be overcome by consuming herbal
medicine and synthetic drugs. One herbal remedy used is pugun Tanoh, whereas
synthetic drugs that are commonly used are albendazole. The general public using
herbal medicines in conjunction with synthetic drugs without considering the
effects of both.
Objective: The purpose of this study was to determine the synergistic effect of
the combination of qualitative leaf extract pugun tanoh with albendazole.
Methods: The anthelmintic activity test against worms Pheretima Posthuma
given ethanol extract of leaves pugun Tanoh (EEDPT), albendazole and a
combination of both. Observations of Pheretima Posthuma worms was conducted
for 5 hours to obtain the value of effectiveness degree. The data was analyzed by
using a software application CompuSyn to obtain LD50 values and Combination
Index (CI).
Results: Anthelmintic activity test results was obtained the LD50 value of the
ethanol extract of the pugun tanoh leaves 0.9573 mg/mL, albendazole 14.895 mg/
mL. The Combination Index (CI) result of the ethanol extract of the pugun tanoh
leaves combination with albendazole using CompuSyn application on the state of
LD50 is 1.23065 mg/mL. Dose combination LD50 EEDPT with LD50
albendazole show synergistic moderate effect. The result of the combination
LD50 EEDPT with LD50 albendazole show the changing nature becomes nearly
addictive. The changes rise to increasingly antagonistic started at combination
dose 1 LD50 EEDPT with 1 LD50 albendazole.
Conclusion: The ethanol extracts of leaves pugun tanoh combination with
albendazole has the effect of qualitative moderate antagonist.
viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ..........................................................................................................
i
ix
Universitas Sumatera Utara
2.2.1.3 Trikuriasis ........................................................ 9
2.2.1.4 Strongiloidiasis ................................................ 9
x
Universitas Sumatera Utara
2.7 Ekstraksi ................................................................................... 19
2.7.1 Ekstraksi Cara Dingin .................................................... 19
xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Uji penentuan nilai LD50 ekstrak daun puguntanoh dan LD50
Albendazol...............................................................................................................23
4.1 Uji aktivitas antelmintik dengan ekstrak etanol daun pugun tanoh...........26
xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
2 Surat albendazol...............................................................................................39
5 Pheretima posthuma.......................................................................................43
xiii
Universitas Sumatera Utara