Anda di halaman 1dari 9

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMABAHASAN

5.1 Hasil
5.1.2 Hasil Skrining Fitokimia Daun Tumbuhan Bungur (Lagerstroemia
speciose (L.) Pers.)
Senyawa kimia yang terdapat pada simplisia daun tumbuhan bungur
diidentifikasi di Universitas Lambung Mangkurat. Hasil skrining fitokimia ekstrak
etanol daun tumbuhan bungur dapat dilihat di tabel 5.1.
Tabel 5.1 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Tumbuhan Bungur
No Senyawa yang diuji Kadar
1 Saponin (%) 39,088±6,63
2 Alkaloid (%) 32,656±1,363
3 Flavonoid (mg EQ/gram) 51,763±1,381
4 Steroid (mg/mL) 57,539±1,381
5 Tanin (μM) 0,435±0,00

5.1.2 Hasil Ekstraksi Daun Tumbuhan Bungur


Daun tumbuhan bungur yang digunakan pada penelitian ini didapat dari
daerah Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau.
Daun yang dipillih adalah daun yang masih melekat pada batang dengan kriteria
berwarna hijau. Kemudian dilakukan proses ekstraksi melalui proses maserasi
dengan menggunakan etanol sebagai pelarut. Hasil penyaringan maserasi
selanjutnya diletakan di rotatory evaporator untuk menguapkan etanol. Data Tabel
5.2 didapatkan berat ekstrak kental seberat 20,24 gram.
Tabel 5.2 Hasil Pengukuran Berat Daun Tumbuhan Bungur Pada Berbagai Tahap
Ekstraksi
Daun Tumbuhan Bungur Simplisia Ekstrak Kental
4,8 kg 532 g 20,24 g

5.1.3 Hasi Uji BSLT


Setelah didapatkan data kematian larva udang Artemia salina Leach,
dihitung persentase kematian konsentrasi dengan cara :

38
39

% Kematian = __Jumlah larva mati__ x 100


Jumlah total larva awal

Pada penelitian ini di terdapt larva yang mati pada kontrol, persen
kematiannya pun ditetapkan dengan rumus:

%Kematian = Jumlah kematian – Jumlah kematian kontrol x 100


Jumlah total larva awal

Jumlah kematian larva dan persentasi mortalitas dalam setiap konsentrasi


ekstrak etanol daun tumbuhan bungur ditunjukan pada Tabel 5.3 di bawah ini :

Tabel 5.3 Pengaruh berbagai konsentrasi ekstak etanol daun tumbuhan bungur
terhadap larva Artemia salina Leach
Replikasi ke- Jumlah Kematian Larva Tiap Konsentrasi
Kontrol (-) 10 μg/mL 100 μg/mL 1000 μg/mL
0% 0,001 % 0,01 % 0,1 %
1 3 6 10 10
2 1 3 9 10
3 1 4 6 10
4 0 5 10 10
5 0 5 9 10
6 1 6 6 10
Total kematian 6 29 50 60
Kematian rata-rata 1 4,833 8,3 10
Persentase rata-rata 10% 48,33% 83% 100%
Persentase kematian terkoreksi 38,33 % 73,33 % 90 %
Standar deviasi 1,169045 1,861899 0

Tabel 5.3 memperlihatkan kematian larva pada konsentrasi 0 μg/mL


sebanyak 6 larva Artemia salina Leach dengan presentasi kematian 10%.
Konsentrasi 10 μg/mL 29 kematian larva Artemia salina Leach dengan persen
kematian 48,33%. Konsentrasi 100 μg/mL kematian larva sebanyak 50 larva
Artemia salina Leach dengan persen kematian 83%. Konsentrasi 1000 μg/mL
kematian 60 larva Artemia salina Leach dengan persen kematian 100%. Pada
kontrol negatif terdapat kematian senyak 10% namun menurut standar deviasi
untuk masing-masing kematian masih dalam batas normal yaitu kurang dari 2.51
40

Rata-rata Kematian Larva


10

Artemia salina Leach


8

0
0 µg/mL 10 µg/mL 100 µg/mL 1000 µg/mL
Konsentrasi Ekstrak Etanol Tumbuhan Bungur
µg/mL

Gambar 5.1 Grafik Kematian Larva Artemia salina Leach

Gambar 5.1 memperlihatkan peningkatan konsentrasi berbanding lurus


dengan jumlah kematian larva Artemia salina Leach. Semakin tinggi konsentrasi,
semakin besar persen kematian larva Artemia salina Leach pada semua replikasi.

Data dianalisis dengan analisis probit dengan dari SPSS for windows
diketahui Lethal Concentration (LC50) dengan selang kepercayaan 95%
menunjukan harga 215,6 ppm. Output data dari hasil analisis probit dapat dilihat
pada lampiran.

5.2 Pembahasan
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu uji
praskrining/pendahuluan untuk mendapatkan aktivitas biologis yang sederhana
untuk menentukan tingkat toksisitas suatu senyawa atau ekstrak dengan
menggunakan Artemia salina Leach sebagai hewan uji. Artemia salina Leach
yang digunakan pada pengujian toksisitas ialah yang berada pada tahap nauplii
atau tahap larva.29
Penelitian ini sendiri, membuat larutan ekstrak tumbuhan bungur menjadi
3 konsentrasi yaitu 10 µg/mL, 100 µg/mL, 1000 µg/mL serta sebagai
pengontrolnya 0 µg/mL. Larutan kontrol dibuat dengan cara menambahkan
pelarutnya saja tanpa ekstrak ke dalam wadah uji. Perlakuan uji sitotoksisitas
41

dilakukan sebanyak enam kali pengulangan/replikasi, hal ini dimaksudkan untuk


mendapatkan keakuratan data sehingga dapat dihitung secara statistik.
Korelasi antara uji toksisitas akut ini dengan uji aktivitas sitotoksik jika
mortalitas terhadap Artemia salina Leach yang ditimbulkan memiliki nilai LC50
<1000 µg/mL (ppm), yang berarti ekstrak tersebut bersifat toksik terhdap larva
Artemia salina Leach. Keberadaan senyawa yang bersifat toksik pada sel yang
merupakan syarat mutlak untuk obat-obat antikanker.
Kematian A. salina digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan
adanya kandungan zat aktif tanaman yang bersifat sitotoksik. Metode ini juga
sering dikorelasikan dengan potensi ekstrak sebagai antikanker. Artinya adalah,
bahwa semakin tinggi tingkat toksisitas metabolit sekunder tanaman secara BSLT,
yang diwakili dengan nilai LC50 yang semakin kecil, maka semakin potensial
tanaman tersebut untuk digunakan dalam pengobatan antikanker.
Pada hasil pengujian terhadap ekstrak etanol tumbuhan Bungur
menunjukan harga LC50 sebesar 215,6 ppm, sehingga dapat dikatakan ekstrak
etanol tumbuhan bungur mempunyai efek sitotoksik menurut metode BSLT yaitu
perlakukan dengan hewan coba larva Artemia salina Leach.
Selanjutnya Meyer mengklasifikasikan tingkat toksisitas suatu ekstrak
berdasarkan LC50 yaitu kategori sangat tinggi/highly toxic apabila mampu
membunuh 50%larva pada konsetrasi 1-10 μg/ml, sedang / medium toxic pada
konsentrasi 10 -100 μg/ml, dan rendah / low toxic pada konsentrasi 100-1000
μg/ml.29 Menurut Andeson pengujian efek toksik dengan larva Artemia salina
dihitung dengan metode LC50 setelah pemaparan 24 jam dapat dikategorikan
seperti pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Tingkat Nilai Toksisitas LC50
Nilai LC50 (μg/ml,) Tingkat Toksisitas
0-200 Sangat Toksik
250-500 Toksik
750-1000 Tidak Toksik

Berdasarkan kedua ketegori tersebut efek sitotoksiksitas tumbuhan Bungur


pada penelitian ini dapat dikegorikan dalam tingkat sedang/medium toxic. Jika
42

dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang memiliki LC50 sebesar 9,602


μg/ml maka dikategorikan sebagai sangat toksik.
Aktivitas sitotoksik dari ekstrak etanol daun tumbuhan Bungur
dimungkinkan karena adanya senyawa-senyawa terlarut dalam ekstrak uji yang
memiliki sifat toksik terhadap larva Artemia salina Leach antara lain steroid,
saponin, alkaloid, tanin dan flavonoid.
Pada penelitian Atul Gupta, B. Sathish Kumar, dan Arvind S. Negi
diketahui senyawa steroid terbukti memiliki sifat antikanker. Mekanisme
antikanker steroid adalah menghambat proliferasi sel kanker dan menginduksi
apoptosis sel kanker.11 Sifat lipofilik steroid menyebabkan partikel dalam senyawa
ini mudah larut dalam lemak sehingga dapat pula larut dalam lapis ganda lemak
(lipid bilayer) dan menembus membran. Setelah memasuki sel, steroid
memberikan efeknya dengan memberi umpan pada reseptor intraselular pada
jaringan mamalia. Aktivasi reseptor menyebabkan perubahan suhu sehingga
steroid menjadi bentuk aktif yang mampu memasuki nukleus dan mengikat
kromatin.52
Jenis steroid Ginsenosides yang terkandung di dalam American gingseng
(Panax ginseng) menunjukan aktivitas tinggi terhadap antikanker. Senyawa ini
bekerja dengan menghambat siklus sel pada fase G1, menginduksi apoptosis
dengan jalur intrinsic mithocondrial-mediated dan bersifat antiangiogenik.
Protodeltonin yang terdapat pada Dioscorea zingiberensi dapat menginduksi
terjadinya apoptosis, menurunkan ekspresi gen Bcl-2 dan mengaktifkan capcase 3
dan 9.1 Bcl-2 memegang peranan penting sebagai anti-apoptotik sehingga banyak
upaya dilakukan untuk menghambat jalur bcl-2 dalam terapi kanker. Gen Bcl-2
secara spesifik menghambat kemampuan c-myc untuk menginduksi apoptosis
tanpa mempengaruhi sifat mitogenik gen yang bersangkutan. Capcase merupakan
mediator utama apoptosis, yang membentuk kaskade sinyal transduksi untuk
menghasilkan apoptosis.17
Pada penelitian Mohan K, Jeyachandran R, & Deepa (2012) Alkaloids as
Anticancer Agents, dimana senyawa tersebut terbukti memiliki sifat antikanker.
Alkaloid sebagai agen antikanker bekerja dengan menghambat enzim
43

topoisomerase yang turut terlibat dalam replikasi DNA, menginduksi apoptosis


dan ekspresi gen p53. Vinca alkaloids dan paclitaxel menghambat proliferasi sel
dengan mengubah dinamika salinan tubulin dan menghilangkan mikrotubulus
pada ujung gelondong mitosis. Sanguinarine, chelerythrine dan chelidonine adalah
alkaloid isoquinoline yang berasal dari celandine yang lebih besar. Alkaloid
tersebut dapat menginduksi apoptosis pada sel kanker paru-paru manusia A549,
sel karsinoma pankreas ASPC-1 dan BXPC-3 dan efektif melawan melanoma
kanker kulit. Alkaloid tersebut juga efektif melawan multi-resistensi pada sel
leher rahim manusia.12
Menurut Isil Yildirim dan Turkan Kultu, Astragalus (Fabaceace) saponin
memiliki sifat antitumor pada sel HT-29 kanker kolon manusia. Senyawa ini
mampu menghambat proliferasi sel melalui penghambatan aktivitas CDK dan
memicu apoptosis melalui aktivasi caspase 3. Karena sifat lyobipolar dari saponin,
mereka dapat berinteraksi dengan membran seluler dan mampu mengurangi
tegangan permukaan dari larutan air. 29
Berdasarkan hasil penelitian yang telah ada, flavonoid diketahui mampu
menginduksi terjadinya apoptosis dan menghambat proliferasi sel. Mekanisme
flavonoid dalam proses menginduksi apoptosis adalah melalui penghambatan
aktivitas DNA topoisomerase I/II, modulasi signalling pathway, penurunan
ekspresi gen Bcl-2 dan Bcl-XL, peningkatan gen Bax dan Bak, serta aktivitas
endonukleus. Mekanisme flavonoid dalam menghambat proliferasi sel melalui
menghambat ekspresi aktivitas isoenzim sitokrom p450.30
Flavonoid menghambat aktivitas isoenzim p450 yang berperan dalam
proses metabolisme karsinogen, sehingga bila proses metaboisme karsinohgen
terganggu, maka tidak akan terbentuk metabolit karsinogen aktif yang dapat
menginduksi proses pembentukan kanker (karsinogenesis). Selain itu flavonoid
bekerja melalui penghambatan DNA topoisomerase I/II, topoisomerase adalah
enzim yang terdapat daam inti sel yang berperan dalam replikasi DNA. Enzim ini
ditemukan dalam jumlah berlebihan pada sel kanker, oleh karena itu inhibitor
topoisomerase menjadi salah satu target untuk penemuan anti kanker baru oleh
berbagai individu. Dengan dihambatnya aktivitas enzim DNA Topoisomerase,
44

maka proses terjadinya ikatan antara enzim dengan DNA sel kanker semakin
lama, sehingga akan terbentuk Protein Linked DNA Breaks (PLDB), akibatnya
terjadi fragmentasi atau kerusakan sel kanker dan selanjutnya berpengaruh
terhadap proses replikasi atau proliferasi sel.
Sifat larut lemak dari senyawa flavonoid dan kemampuannya untuk
berinteraksi dengan lapisan membran sel merupakan faktor penting dari aktivitas
farmakologinya. Flavonoid banyak mengandung gugus hidroksil yang
menentukan polaritas dan sifat asam lemah pada suatu molekul. Interaksi
flavonoid dengan lipid bilayer tergantung pH. pH menentukan muatan
elektrostatik dari molekul flavonoid dan lipid. Berdasarkan berdasarkan teori, pH
yang rendah menyebabkan pelepasan proton dari sebuah molekul (deprotonasi)
yang membuat suatu senyawa menjadi lebih polar. Hal tersebut membuat
penetrasi flavonoid dalam ke lapisan membran lipid bilayer. Kemampuan
flavonoid dalam menembus lipid bilayer secara spontan inilah yang membuat
flavonoid dapat menimbulkan efek anti kankernya melalui mekanisme yang telah
dijelaskan.53
Adapun mekanisme kematian larva tersebut berhubungan dengan senyawa
flavonoid yang terkandung di dalamnya. Senyawa terebut bertindak sebagai racun
perut atau stomach poisoning sehingga akan menggangu alat pencernaannya.
Selain itu, reseptor perasa pada daerah mulut larva juga akan dihambat sehingga
menyebabkan gagalnya stimulus rasa pada larva sehingga tidak mampu mengenali
makanannya. Hal ini mengakibatkan larva mengalami kelaparan dan akhirnya
mati. Hal tersebut menunjukan bahwa daun tumbuhan bungur memiliki aktivitas
sitotoksik, baik dengan pelarut etanol maupun metanol. 40
Pada penelitian dengan ekstrak metanol daun tumbuhan bungur
sebelumnya dengan menggunakan metode BSLT, ditemukan kadar sitotoksik
LC50 daun bungur adalah 9.602 μg/ml. Berbeda dengan penelitian sebelumnya
pada ekstrak metanol daun tumbuhan bungur menjelaskan bahwa senyawa fenolik
dan flavonoid yang berperan dalam aktivitas sitotoksik. Pada penelitian tersebut
dikatakan bahwa mekanisme sitotoksisitas pada larva Artemia salina Leach
karena adanya efek racun pada mitosis sel.10
45

Senyawa toksik yang masuk kedalam sel menyebabkan terjadinya


perusakan pada permeabilitas membran dan mengacaukan sistem perpindahan zat
dengan cara turut campur dalam pembawa dan produksi ATP menggangu proses
biokimia dan fisiologi sel.
Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah etanol. Etanol
(C2H5OH) merupakan molekul yang sangat polar karena adanya gugus hidoksil
(OH) dengan keelektronegatifan oksigen yang sangat tinggi yang menyebabkan
terjadinya ikatan dengan molekul lain, sehingga etanol dapat berikatan dengan
molekul polar dan molekul ion. Gugus etil (C2H5) pada etanol bersifat non-polar,
sehingga etanol dapat berikatan dengan moleul non-polar. Oleh karena itu, etanol
dapat melarutkan baik senyawa polar maupun non polar. Pemilhan pelarut etanol
diduga menyebabkan tingkat senyawa steroid yang bersifat non-polar.12
Berdasarkan hasil di atas, diketahui bahwa terdapat perbedaan nilai
toksisitas pada ekstrak jenis tumbuhan yang sama, namun berbeda lokasi dan
pelarut. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor antara lain lingkungan
(perbedaan tanah, cuaca, unsur air, senyawa organik dan anorganik pada lokasi
tersebut), komposisi senyawa yang terkandung pada masing-masing sampel, serta
perbedaan usia tumbuhan yang diekstrak.

5.3 Keterbatasan Penelitian


Keterbatasan peneliti saat melakukan penelitian uji BSLT ( Brine Shrimp
Lethality Test) adalah peneliti tidak melakukan pengukuran kadar oksigen dan
kadar garam air karena tidak adanya alat yang digunakan. Untuk penetasan
dibutuhkan air dengan kadar garam yang lebih rendah, karena pada tahap ini
sanitasi kista Artemia salina Leach cepat menyerap air sehingga telur akan
menetas menjadi nauplius. Sedangkan untuk perkembangan Artemia salina Leach
dibutuhkan kadar garam yang lebih tinggi. Pada penelitian ini pun tidak dilakukan
pengukuran kadar oksigen, sehingga ada kemungkinan faktor oksigen dalam
aquarium turut berpengaruh dalam kematian larva pada kontrol. Kandungan
oksigen yang baik untuk pertumbuhan Artemia salina Leach adalah diatas 3
mg/L.42
46

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Hasil uji fitokimia kuantitatif ekstrak etanol daun tumbuhan bungur


(Lagerstoemia Speciosa (L.) Pers) asal Kalimantan Tengah menunjukkan
adanya senyawa steroid, alkaloid, falvonoid, tanin, dan saponin.
2. Pemberian ekstrak etanol daun tumbuhan bungur (Lagerstoemia Speciosa
(L.) Pers) asal Kalimantan Tengah menunjukkan adanya potensi
sitotoksisitas terhadap larva Artemia salina Leach.
3. Nilai LC50 larva Artemia salina Leach setelah pemeberian ekstrak etanol
daun tumbuhan Bungur asal Kalimantan Tengah yaitu 215,6 µg/mL
menurut metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test).

6.2 SARAN

1. Bagi peneliti yang ingin menggunakan metode BSLT dengan eksrak


tumbhan yang berbeda diharapkan menyediakan alat pengukur kadar
oksigen, kadar garam dan pengukuran pH secara kuntitatif agar
pemantauan kualitas air laut buatan lebih maksimal.
2. Perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk melakukan isolasi
senyawa yang memiliki potensi sitotoksik dalam ektrak etanol daun
tumbuhan bungur (Lagerstoemia Speciosa (L.) Pers.
3. Sebaiknya perlu diadakannya penelitian lebih lanjut tentang potensi
sitotoksik ekstrak etanol daun tumbuhan bungur (Lagerstoemia Speciosa
(L.) Pers) pada sel kanker yang spesifik.
4. Selanjutnya penelitian lebih lanjut tentang potensi sitotoksik ekstrak etanol
daun tumbuhan bungur (Lagerstoemia Speciosa (L.) diteliti pada hewan
coba yang lebih tinggi tingkatannya, misalnya pada mencit.

46

Anda mungkin juga menyukai