Anda di halaman 1dari 14

STATISTIKA DESKRIPTIF

Statistika Deskriptif adalah statistika yang mempelajari segi-segi yang penting dari data.
Dalam Statistik descriptive ini dipelajari beberapa hal al: distribusi frekuensi, ukuran
pemusatan dan ukuran penyebaran

1. DISTRIBUSI FREKUENSI
adlh penyusunan data yg dikelompokkan menurut besarnya data.
Komponen yang perlu diketahui dlm penyusunan distribusi frekuensi:
a. Range (R) : selisih data tertinggi dengan data terendah
R = data maksimum data minimum
b. Banyak kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n, dengan n menyatakan banyaknya data
c. Lebar kelas interval (p) dengan p = R / k
d. Setiap interval memiliki dua ujung / tepi kelas
- ujung / tepi bawah : nilai yg terdapat pada ujung kelas interval bagian bawah
(misal interval a-b, maka ujung bawahnya adlh a)
- ujung / tepi atas : nilai yg terdapat pada ujung kelas interval bagian atas (misal
interval a-b, maka ujung atasnya adalah b)
e. Batas kelas interval : nilai tengah antara ujung kelas atas dan ujung kelas bawah pada
interval kelas yang berurutan, sehingga setiap kelas interval akan mempunyai 2 batas
kelas interval yaitu batas kelas interval atas dan batas kelas interval bawah
f. Frekuensi : jumlah/ banyaknya data yang masuk pada setiap kelas interval, biasanya
disingkat (fi)
g. Nilai Tengah / Titik Tengah (mi)
Misal kelas interval a-b, maka mi = (a+b)

Contoh 1 :
Berikut adalah tinggi badan dari 65 mahasiswa
162 151 156 150 160 167 165 165 168
160
168 179 156 164 163 140 154 154 166
184
174 160 185 169 157 150 164 179 153
160
143 156 169 174 164 164 158 176 153
173

1
172 170 169 150 159 163 146 157 150
184
160 184 186 163 180 151 160 161 155
162
153 162 179 172 153
Untuk membuat distribusi frekuensi, maka ditempuh langkah2 sbb:
1. Mencari data terkecil = 140 dan data terbesar = 186
Menentukan range : R = 186 140 = 46
2. Menentukan banyaknya kelas interval dengan n = 65, maka
k = 1 + (3,3log 65) = 6,98, dibulatkan menjadi 7 kelas
3. Menentukan lebar kelas :
p = R / k = 46 / 7 = 6,57 dibulatkan menjadi 7
4. Menentukan ujung kelas bawah = 140
5. Memasukkan nilai masing2 data dalam tabel bentuk frekuensi
Dari langkah 1 5 diperoleh daftar distribusi sbb:
Tinggi badan Tabulasi Banyak mhs (fi) Ttk tengah(mi)
140 146 III 3 143
147 - 153 IIIII IIIII 10 150
154 - 160 IIIII IIIII IIIII I 16 157
161 - 167 IIIII IIIII IIIII 15 164
168 - 174 IIIII IIIII I 11 171
175 - 181 IIIII 5 178
182 - 188 IIIII 5 185
Jumlah 65

2. UKURAN PEMUSATAN
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang sekumpulan data, diperlukan
ukuran2 yang merupakan kumpulan data tersebut al:
a. Mean / Rata-Rata
Rata-rata untuk data kuantitatif yang terdapat dalam sebuah sampel dihitung
dengan jalan membagi nilai data oleh banyak data.
Data Tunggal
Jika terdapat n data x1, x2, . . . , xn , maka rata-rata data adalah
x 1 x 2 ... x n
x
n

mifi
Data Kelompok x i , dengan i = 1, 2, . . . , k
fi
i

2
mi = titik tengah kelas ke-i
fi = frekuensi kelas ke-i
b. Modus
Untuk menyatakan fenomena yang paling banyak terjadi atau paling banyak
terdapat digunakan ukuran modus (Mo).
Data Tunggal
Modus dari n data x1, x2, . . . , xn , adalah nilai xi yang paling sering muncul
Data Kelompok
d1
Mo = bmo + p,
d1 d 2
dengan
bmo = batas bawah kelas yang memuat modus (kelas modus)
d1 = selisih frekuensi kelas yang memuat modus dengan frekuensi kelas
sebelumnya
d2 = selisih frekuensi kelas yang memuat modus dengan frekuensi kelas
sesudahnya
p = lebar interval kelas
c. Median
Median adalah untuk menentukan letak data tengah setelah data disusun
menurut urutan nilainya.
Data Tunggal
Jika jumlah data ganjil maka median adalah data yang terletak ditengah dan jika
jumlah data genap maka mediannya adalah rata-rata 2 data ditengah.
Data Kelompok
n
f km
Me = bme + 2 p,
f me
Dengan
bme = batas bawah kelas yang memuat median
n = banyaknya data
fkm = frekuensi kumulatif kelas sebelum kelas median
fme = frekuensi kelas median
p = lebar interval kelas
Contoh 2 :
a. Diketahui tekanan darah 11 mahasiswa :
100 105 104 116 97 104 108 112 104 105 107
b. Data hasil dari contoh 1.

3
Untuk soal a dan b, hitung mean, modus dan mediannya.
Penyelesaian :
a. Data Tunggal
100 105 104 116 97 104 108 112 104 105 107
Mean : x
11
= 105,64
Modus : data yang paling banyak muncul adalah 104
Untuk mencari median data diurutkan terlebih dahulu dari yang terendah ke
terbesar, yaitu :
97 100 104 104 104 105 105 107 108 112 116
Karena jumlah data 11 (ganjil) maka mediannya adalah data yang ditengah yaitu data
ke-6, 105.
b. Data Kelompok
Dari hasil contoh 1 diperoleh :
Tinggi badan fi fk mi fi mi
140 146 3 3 143 429
147 - 153 10 13 150 1500
154 - 160 16 29 157 2512
161 - 167 15 44 164 2460
168 - 174 11 55 171 1881
175 - 181 5 60 178 890
182 - 188 5 65 185 925
Jumlah 65 10597
mifi 10597
Mean : x
i
= = 163,031
fi 65
i

d1
Modus : Mo = bmo + p
d1 d 2
Kelas modus adalah kelas yang memuat frekuensi data paling banyak yaitu kelas
154 160 dengan frekuensinya 16, sehingga
bmo = 153,5 d1 = 16 10 = 6
p = 7 d2 = 16 15 = 1
6
Mo = 153,5 + 7 = 159,5
6 1
n
f km
Median : Me = bme + 2 p,
f me

4
Kelas median adalah kelas yang memuat data tengah, karena jumlah data adalah 65,
maka data tengah adalah data ke 32,5, sehingga kelas mediannya yaitu kelas 161
167, sehingga
bme = 160,5 n = 65
fkm = 29 fme = 15 p = 7
32,5 29
Me = 160,5 + 7 = 162,133
15
4. UKURAN PENYEBARAN
a. Varians dan Simpangan Baku (Standar Deviasi)
Varians pada sampel diberi simbol s 2 dan 2 untuk varians populasi, sedangkan
akar dari varians adalah simpangan baku/standar deviasi, untuk sampel diberi simbol s,
dan pada populasi diberi simbol
Data Tunggal
Apabila terdapat n data x1, x2, . . . , xn , maka varians data adalah
n
xi x 2
n 1
s2 = i 1

dan standar deviasinya adalah


n
xi x 2
n 1
s= i 1

Data Kelompok

fi mi x 2 fi mi x 2
i i
s2 = dan s=
fi 1 fi 1
i i

dengan i = 1, 2, . . . , k
mi = titik tengah kelas ke-i
fi = frekuensi kelas ke-i
Contoh 3 :
Dari contoh 2,
a. Diperoleh x = 105,64, maka variansnya adalah :

s2 =
100 105,64 2 105 105,64 2 104 105,64 2 . .. 107 105,64 2
10
= 27,05455
dan standar deviasinya : s = 27,05455 = 5,2014
b. Diperoleh x = 163,031

5
fi m i x
Tinggi badan fi mi mi - x mi x 2 2

140 146 3 143 -20,031 401,240961 1203,722883


147 - 153 10 150 -13,031 169,806961 1698,06961
154 - 160 16 157 -6,031 36,372961 581,967376
161 - 167 15 164 0,969 0,938961 14,084415
168 - 174 11 171 7,969 63,504961 698,554571
175 - 181 5 178 14,969 224,070961 1120,354805
182 - 188 5 185 21,969 482,636961 2413,184805
Jumlah 65 7729,938465

Sehingga variansnya adalah :

fi mi x 2 7729,938465
i
s2 = = = 120,78
fi 1 64
i

dan standar deviasinya adalah s = 120,78 = 10,99

6
PELUANG

1. PENGERTIAN DASAR
Outcome / Hasil adalah setiap hasil yang mungkin dari suatu eksperimen
Ruang Sampel (Sample Space) = S = didefinisikan sebagai himpunan semua outcome /
hasil dari suatu eksperimen / percobaan.
Peristiwa/event/kejadian didefinisikan sebagai suatu himpunan bagian dari ruang
sampel
Contoh 1 :
Apabila 2 buah mata uang logam dilambungkan, maka hasil yg mungkin adalah :
S = {GG,GA,AG,AA} dimana G adalah sisi Gambar ; dan A adalah sisi Angka
Sehingga ruang sampelnya adalah :S = {GG,GA,AG,AA}
Apabila didefinisikan B adalah kejadian munculnya 2 angka, maka B = {AA}
Contoh 2 :
Ruang sampel dari 3 anak dalam 1 keluarga ialah :
S = {ppp,ppl,plp,lpp,lpl,llp,pll,lll} dimana p adalah perempuan dan l adalah laki-laki
Ruang sampel ini mempunyai 8 hasil.
Jika didefinisikan A kejadian paling sedikit 2 anak laki-laki, maka :
A = {lpl, llp, pll, lll}

2. OPERASI DENGAN KEJADIAN


Definisi 1 :
Irisan dua kejadian A dan B, dinyatakan denga lambang A B adalah kejadian yang
unsurnya A dan B.
Jika digambarkan dalam diagram venn maka :

A B

Contoh 3 :

7
S = mahasiswa Universitas XYZ
A = kejadian seorang mahasiswa terpilih secara acak adalah yang makan di warung
makan ENAK
B = kejadian seorang mahasiswa terpilih secara acak adalah yang tinggal di asrama
Maka A B adalah mahasiswa Universitas XYZ yang makan di warung makan ENAK
dan tinggal di asrama
Definisi 2 :
Dua kejadian A dan B saling terpisah bila A B = 0
Jika digambarkan dalam diagram venn maka :

A B

Contoh 4 :
Sebuah dadu dilantunkan. A menyatakan kejadian munculnya bilangan genap, B
kejadian munculnya bilangan ganjil.
Definisi 3 :
Gabungan dua kejadian A dan B dinyatakan dengan lambang A B, adalah kejadian
yang mengandung semua unsur yang termasuk A dan B atau keduanya.
Contoh 5 :
Jika A = {1, 2, 3, 4, 5} dan B = {2, 4, 6, 8} maka :
A B = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 8}
Definisi 4 :
Komplemen suatu kejadian A terhadap S adalah himpunan semua unsur yang tidak
termasuk A.
Komplemen A dinyatakan dengan simbol A
Contoh 6 :
S = mahasiswa Universitas XYZ
R = kejadian seorang mahasiswa terpilih secara acak adalah seorang perokok
Maka R adalah himpunan semua kejadian mahasiswa bukan seorang perokok

3. MENGHITUNG TITIK SAMPEL

8
Teorema 1 :
Bila suatu operasi dapat dikerjakan dengan n 1 cara, dan bila untuk setiap cara ini
operasi kedua dapat dikerjakan dengan n 2 cara, maka kedua operasi itu dpt
dikerjakan bersama-sama dengan n1. n2 cara.
Contoh 7 :
Seorang mahasiswa mempunyai 5 baju dan 3 celana, maka ada :
5 x 3 = 15 cara baju dan celana dipasangkan
Teorema 2 :
Bila suatu operasi dapat dikerjakan dengan n 1 cara, dan bila untuk setiap cara ini
operasi kedua dapat dikerjakan dengan n 2 cara, dan bila untuk setiap cara ini kedua
cara operasi ketiga dapat dikerjakan dengan n 3 cara, dan seterusnya, maka deretan k
operasi dapat dikerjakan dengan n1. n2. . . . nk cara
Definisi 5 :
Suatu permutasi adalah suatu susunan urutan yang dapat dibentuk dari suatu
kumpulan benda yang diambil sebagian atau seluruhnya. Urutan diperhatikan
Definisi 6 :
Suatu kombinasi adalah suatu susunan yang dapat dibentuk dari suatu kumpulan
benda yang diambil sebagian atau seluruhnya tanpa memperhatikan urutan.
Teorema 3 :
Banyak permutasi n benda yang berlainan adalah n!
Teorema 4 :
Banyak permutasi n benda berlainan bila diambil r sekaligus adalah :
n!
P =
n r
( n r )!

Teorema 5 :
Banyak permutasi n benda berlainan yang disusun melingkar adalah (n-1)!
Teorema 6 :
Banyak permutasi n benda berlainan bila n 1 diantaranya berjenis pertama, n2
berjenis kedua , . . . , nk berjenis ke k adalah :
n!
n 1!n 2 !...n k !

Teorema 7 :
Jumlah kombinasi dari n benda yg berlainan bila diambil sebanyak r adalah :
n n!
C = =
n r
r r!( n r )!

9
Contoh 8 :
1. Dari 4 huruf a b c d akan dibentuk 2 huruf.
Permutasi : urutan diperhatikan, maka huruf yang terbentuk adalah :
ab ba ca da
ac bc cb db
ad bd cd dc
4! 4.3.2!
Jika menggunakan rumus : 4P2 = = = 12
( 4 2)! 2!
Kombinasi : urutan tidak diperhatikan, maka huruf yg terbentuk adlah :
ab ac ad bc bd cd
4! 4.3.2!
Jika menggunakan rumus : 4C2 = = =6
2!( 4 2)! 2!2!
2. Dari 8 mahasiswa dipilih 3 mahasiswa secara acak untuk menjadi ketua, sekretaris
dan bendahara. Maka ada :
8! 8.7.6.5!
P =
8 3 = = 336 susunan mahasiswa
(8 3)! 5!
3. Dari 8 mahasiswa dipilih 3 mahasiswa secara acak sebagai wakil mhs. Maka ada

8! 8.7.6.5! 8.7.6.5!
8 3C = = = = 56 mahasiswa
3!(8 3)! 3!5! 3.2.1.5!
4. 4 mahasiswa A B C dan D ingin duduk secara melingkar, maka ada :
(4-1)! = 3! = 6 cara duduk melingkar, yaitu
5. Suatu kesebelasan universitas memainkan 8 pertandingan sepak bola. Dengan

A A A A A A
B B C C D D
C D D B C B
D C B D B C
berapa carakah kesebelasan tersebut dapat memainkannya bila menang 4 kali, kalah
3 kali dan seri sekali ?
8! 8.7.6.5.4!
Ada = = 280 cara
4! 3!1! 4! 3.2.1.1

10
4. PELUANG SUATU KEJADIAN
Peluang/Probabilitas/terjadinya suatu peristiwa A yang ditulis P(A) didefinisikan
sebagai perbandingan frekuensi peristiwa A (n(A)) dengan peristiwa seluruhnya (N) atau

n (A) n
P(A) = =
n (S) N
Apabila tidak terjadinya peritiwa A dinyatakan dengan A, maka probabilitas A tidak
terjadi P(A) = 1 P(A)
Dari definisi tsb maka dapat ditarik kesimpulan bahwa harga peluang /probabilitas suatu
peristiwa tidak negatif dan tidak lebih dari 1, jadi
0 P(A) 1
Dengan kata lain P(A) = 0 berarti peristiwa A tidak akan terjadi dan P(A) = 1 berarti
peristiwa A pasti terjadi.
Contoh 9 :
Dalam pelemparan 1 kali sebuah dadu. Apabila A menyatakan kejadian yg menyatakan
munculnya dadu dengan sisi yang bermata ganjil maka :
S = {1, 2, 3, 4, 5, 6} n(S) = 6
A = {1,3,5} n(A) = 3
Jadi P(A) = 3/6 =

5. HUKUM PELUANG
Teorema 8 :
Bila A dan B dua kejadian sebarang, maka :
P(A B) = P(A) + P(B) P(A B)
atau P(A atau B) = P(A) + P(B) P(A dan B)
Akibatnya :
Bila A dan B kejadian saling asing / terpisah yaitu apabila 2 peristiwa tidak dapat
terjadi pada saat yang sama, maka :
P(A B) = P(A) + P(B)
atau P(A atau B) = P(A) + P(B)
dan
Bila A1, A2, A3, . . . An kejadian saling terpisah, maka :
P(A1 A2 A3 . . . An) = P(A1) + P(A2) + P(A3) + . . . + P(An)
atau P(A1 atau A2 atau A3 . . . atau An)= P(A1) + P(A2) + P(A3) + . . . + P(An)

11
Contoh 10 :
1. Jika kita mengambil sebuah kartu dari setumpuk kartu bridge maka
P(As atau King) adalah P(As) + P(King) = 4/52 + 4/52 = 8/52 = 2/13
2. Diambil sebuah kartu dari 1 dek kartu bridge, maka
P(Hitam atau bergambar Orang)
=P(Hitam)+P(Bergambar Orang)-P(Hitam bergambar Orang)
= 26/52 +12/52 - 6/52
= 32/52
= 8/13

6. PERISTIWA DEPENDENT DAN INDEPENDENT


Peristiwa saling independent / saling bebas apabila terjadi atau tidak terjadinya
suatu peristiwa tidak mempengaruhi terjadinya peristiwa yang lain, maka peluangnya
adalah
P(A B) = P(A) . P(B)
atau P(A dan B) = P(A) . P(B)
dan untuk peristiwa saling bebas lebih dari 2 peristiwa
P(A1 A2 A3 . . . P(An) = P(A1) . P(A2) . P(A3) . . . . P(An)
atau P(A1 dan A2 dan A3 dan ...dan P(An) = P(A1) . P(A2) . P(A3) . . . . P(An)
Contoh 11 :
Kita melemparkan sebuah mata dadu 2 kali berturut-turut, maka kemungkinan / peluang
mendapatkan dua kali mata dadu 5 adalah = 1/6 . 1/6 = 1/36

7. PELUANG BERSYARAT
Peluang terjadinya suatu kejadian B bila diketahui kejadian A telah terjadi disebut
peluang bersyarat dan dinyatakan dengan P(B|A). Lambang P(B|A) dibaca peluang B
terjadi bila diketahui A terjadi atau peluang B bila A diketahui.
Definisi 7 :
Peluang bersyarat B dengan diketahui A, dinyatakan dengan P(B|A) ditentukan oleh
P( A B) P( A B)
P(B|A) = atau P(A|B) =
P(A ) P( B)
Teorema 9 :
Bila kejadian A dan B dapat terjadi pada suatu percobaan, maka :
P(A B) = P(A) P(B|A) atau P(A B) = P(B) P(A|B)

12
Teorema 10 :
Bila dalam suatu percobaan, kejadian A1, A2, . . . dapat terjadi maka:
P(A1 A2 . . . ) = P(A1) P(A2 | A1) P(A3 | A1 A2) . . .
Contoh 12 :
Survey dilakukan untuk mengetahui hubungan antara merokok dan potensi menderita
penyakit paru-paru. Survey dilakukan pada 20 org dan hasilnya sbb :
Merokok
Sakit paru-paru Jumlah
Ya Tidak
Ya 6 2 8
Tidak 5 7 12
Jumlah 11 9 20

A : terpilih seorang perokok


B : terpilih seorang yang menderita sakit paru-paru
Maka P(A) adalah peluang seseorang merokok P(A) = 11 / 20
dan P(B) adalah peluang seseorang menderita sakit paru-paru P(B) = 8 / 20
sehingga peluang seseorang yang menderita sakit paru-paru bila diketahui dia perokok
adalah :
P( A B) 6 / 20
P(B | A) = = = 6 / 11
P(A ) 11 / 20
peluang seseorang perokok jika diketahui diayang menderita sakit paru-paru adalah :
6/8

8. ATURAN BAYES
Teorema 11 :
Misalkan {B1, B2, . . . , Bn } suatu himpunan kejadian yang merupakan suatu sekatan
ruamh sampel S dengan P(Bi) 0 umtuk i = 1, 2, . . . , n. Misalkan A suatu kejadian
sembarang dalam S dengan P(A) 0. Maka untuk k = 1, 2, . . . ,n
P(B k A ) P (B k ) P( A / B k )
n n
P(Bk |A) = =
P (B i A ) P( B i ) P(A / B i )
i 1 i 1

Contoh 13 :

13
Tiga anggota suatu koperasi dicalonkan menjadi ketua. Peluang pak Ali terpilih 0,3,
peluang pak Badu terpilih 0,5 dan peluang pak Cokro terpilih 0,2. Kalau pak Ali terpilih
maka peluang kenaikan iuran koperasi adalah 0,8. Bila pak Badu atau pak Cokro yang
terpilih maka peluang kenaikan iuran masing-masing adalah 0,1 dan 0,4. Bila seseorang
merencanakan masuk jadi anggota koperasi tersebut tepi menundanya beberapa minggu
dan kemudian mengetahui iuran telah naik, berapakah peluang pak Cokro terpilih jadi
ketua ?
Jawab :
Misal : A: orang yang terpilih menaikkan iuran
B1 : pak Ali yang terpilih jadi ketua
B2 : pak Badu yang terpilih jadi ketua
B3 : pak Cokro yang terpilih jadi ketua
Maka peluang pak Cokro terpilih jadi ketua bila diketahui iuran telah naik adlh :
P(B 3 A )
P(B3 |A) =
P(B1 A) P(B 2 A) P(B 3 A)
dengan P(B1 A) = P(B1) P(A|B1) = 0,3.0,8 = 0,24
P(B2 A) = P(B2) P(A|B2) = 0,5.0,1 = 0,05
P(B3 A) = P(B3) P(A|B3) = 0,2.0,4 = 0,08
0,08 0,08 8
Jadi : P(B3 |A) = = =
0,24 0,05 0,08 0,37 37

14

Anda mungkin juga menyukai