Anda di halaman 1dari 18

BAB I

TEKNIK ANESTESI TIVA

1.1 Anestesi Intravena

Anestesi intravena (TIVA) merupakan teknik anastesi umum dengan


hanya menggunakan obat-obat anastesi yang dimasukkan lewat jalur
intravena. TIVA digunakan untuk ketiga trias anastesi yaitu hipnotik,
analgetik, dan relaksasi otot..Kebanyakan obat-obat anastesi intravena hanya
mencakup 2 komponen anastesi, akan tetapi ketamin mempunyai ketiga trias
anastesi sehingga ketamin dianggap juga sebagai agent anastesi yang lengkap.

1.2 Kelebihan TIVA

1. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam dosis


yang lebih akurat dalam pemakaiannya.
2. Tidak mengganggu jalan nafas pada pasien
3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat-alat serta mesin anestesi
khusus.

1.3 Indikasi Pemberian TIVA


TIVA dalam prakteknya sehari-hari digunakan sebagai :

1. Obat induksi anastesi umum


2. Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anastesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP
1.4 Cara pemberian TIVA
1. Suntikan tunggal, untuk
operasi singkat Contoh :
cabut gigi
2. Suntikan berulang sesuai
dengan kebutuhan Contoh :
kuretase
3. Diteteskan lewat infuse dengan tujuan menambah kekuatan anestesi

1.5 Jenis-jenis Anastesi Intravena


1. GOLONGAN BARBITURAT
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa,
berbau belerang, larut dalam air dan alcohol.Penggunaannya sebagai obat
induksi, suplementasi dari anastesi regional, antikonvulsan, pengurangan
dari peningkatan TIK, proteksi serebral. Metabolismenya di hepar dan di
ekskresi lewat ginjal.
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :
Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8 mg/kg BB
Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB
Induksi rectal : 25 mg/ kg BB
Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB
Efek samping obat:
Sistem kardiovaskuler
- Depresi otot jantung
- Vasodilatasi perifer
- Turunnya curah jantung

Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran


pernapasan konsentrasi otak mencapai puncak apnea
Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam
ASI Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian
dihentikan)
Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama
dibandingkan pada dewasa muda
Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi
Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren

Kontraindikasi :
Alergi barbiturat
Status ashmatikus
Porphyria
Pericarditis constriktiva
Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik Syok
Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan)

2. GOLONGAN BENZODIAZEPIN

Obat ini dapat dipakai sebagai trasqualiser, hipnotik, maupun


sedative.Selain itu obat ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek
amnesia. Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :

Obat induksi
Hipnotik pada balance anastesi
Untuk tindakan kardioversi
Antikonvulsi
Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan diagnostic
Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin
Untuk premedikasi

a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic
(propilen glikol dan sodium benzoate).Karena itu obat ini bersifat asam
dan menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis
apabila disuntikan pada vena kecil.Obat ini dimetabolisme di hepar dan
diekskresikan melalui ginjal.
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini
digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan
jantung berat.
Dia
zepam
biasanya
digunakan
sebagai
obat
premedika
si,
amnesia,
sedative,
obat
induksi,
relaksan
otot
rangka,
antikonvu
lsan,
pengobata
n
penarikan
alcohol
akut dan
serangan
panic.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal
30
mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari
Efek samping obat :

Menyebabkan bradikardi dan hipotensi Depresi pernapasan


Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi, Inkontinensia
Ruam kulit
DVT, phlebitis pada tempat suntikan

b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang
dari 7 pada neonatus.
Dosis :
Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
Sedasi : iv 0,5-5 mg
Induksi : iv 50-350 g/kg

Efek samping obat :


Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature,
hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas Salvasi, muntah, rasa asam
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan

3. PROPOFOL

Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih.Emulsi ini terdiri dari
gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak kedelai dan air. Obat ini
sangat larut dalam lemak sehingga dapat dengan mudah menembus blood brain barier
dan didistribusikan di otak.

Propofol dimetabolisme di hepar dan ekskresikan lewat ginjal. Penggunaanya


untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan mual muntah dari kemoterapi
Dosis :
Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg

Induksi : iv 2-2,5 mg/kg


Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 g/kg/menit, antiemetic iv
10 mg

Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan


depresi janin. Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah
dan sedikit menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik, sehingga
pemberiannya bisa menyebabkan asystole. Oleh karena itu, sebelum diberikan
propofol seharusnya pasien diberikan obat-obatan antikolinergik. Pada pasien
epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang.

4. KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya menyebabkan
pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan amnesia, akan tetapi efek sedasinya
ringan. Pemberian ketamin dapat menyebakan mimpi buruk.Dosis

Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg BB, Po 5-6 mg/kg
BB
Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB

Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian ketamin


berbahaya bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang tinggi. Pada
kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju jantung dan curah
jantung.Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.

Kontraindikasi :

Hipertensi tak terkontrol Hipertroid

Eklampsia/ pre eklampsia


Gagal jantung
Unstable angina
Infark miokard
Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen TIK tinggi
Perdarahan intraserebral TIO tinggi
Trauma mata terbuka

5. OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dalam dosis
tinggi.Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga banyak digunakan untuk
induks pada pasien jantung.
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang
berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan
ventrikel kiri dan edema paru.

Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg
setiap 4
jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv< 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
Efek samping obat :

Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia


Bronkospasme, laringospasme
Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
Retensi urin, spasme ureter
Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah, penundaan
pengosongan lambung
Miois

b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi
sebelum pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin
sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute
pulmonary edema dan acute left ventricular failure.
Dosis
Oral/ IM,/SK : Dewasa : Dosis lazim 50150 mg setiap 3-4 jam jika perlu, Injeksi
intravena
lambat : dewasa 1535 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.11.8 mg/kg setiap 34 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 100 mg IM/SK

Petidin dimetabolisme terutama di hati


Kontraindikasi
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari
sebelumnya (menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah,
sianosis, hipotensi, hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)
Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa
mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi &endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot,
pergerakan
yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan !!!
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama
kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg
parah, anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala,
tumor otak, asma bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia

Dosis :
Analgesik : iv/im 25-100 g
Induksi : iv 5-40 g/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 g/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 g/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
Miosis
Berikut contoh penggunaan teknik TIVA :
I. PROPOFOLTIVA:
a. Premed : Pethidine 25 mg/lV atau Fentanyl 5O ug/lV
b. Induksi
Dewasa = dosis 1.5 - 2.5
mg/kg BB/IV Anak = dosis
lebih fanggi
Manula = dosis diturunkan s/d 25 - 50%
c. Maintenance:
Dosis 6-12 mg/kg BB/iv --> Rata-rata = 8 mg/kg BB/jam atau Dosis 100 -
300 u/kg BB/mnt/IV (kombinasi dengan short acting opioid) Dosis sedasi =
25-100 ug/kg/mnt (rata-rata = 100 m/jam) dosis Px tertentu dapat
ditambahkan opioid atau midazolam
II. PENTHOTAL TIVA.
a. Premed:
Pethidine : 25 mg/IV (dosis 0.5 mg/kg BB/IV)
Fentanyl: 1 - 2 u/kg BB/TV
b. Induksi:
Dosis Penthotal =3-5
mg/kg BB/IV
Maintanance : 1
mg/kgBB

III KETAMIN TIVA


Efek ketamin pada Air Way:
1. Kekakuan otot dan gerakan tidak beraturan (bila terjadi pada otot rahang
> gangguan pada Air Way / Obstruksi)
2. Hipersalivasi
3. Mual / Muntah
4. Pemberian cepat > henti napas
Pada induksi dengan ketamin reflex muntah masih (+) ~> hati-hati waktu
itubasi

Premed:

,- SA (untuk melawan Hipersekresi)

- Benzodiasephine (untuk melawan Emergency Delirium ) Induksi:

- Ketamin (Dosis 1-2 mg/kg BB/IV)1 pelan (> 60 dtk) Maintenance:

- Bolus = Ketamin dengan dosis % doss induksi. Diberikan tiap : 7 -10 menit

- Drips Ketamin dengan dosis : 2-4 mg/kg BB/jam

- Stiringe Pump Ketamin : 2-4 mg/kg BB/Jam


BAB II
MISSED ABORTION
2.1 Pengertian
Abortus tertunda (missed abortion) yaitu keadaan dimana janin
telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertanam di dalam rahim selama
beberapa minggu (8 minggu atau lebih) setelah janin mati (Fadlun,
2012). Saat terjadi kematian janin kadang kadang ada perdarahan per
vaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus iminens.
Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air
ketuban dan maserasi janin.
Perdarahan dengan kehamilan muda disertai dengan hasil konsepsi
telah mati hingga 8 minggu lebih, dengan gejala dijumpai amenore,
perdarahan sedikit yang berulang pada permulaanya serta selama
observasi fundus tidak bertambah tinggi malahan tambah rendah, kalau
tadinya ada gejala kehamilan belakang menghilang diiringi dengan reaksi
yang menjadi negative pada 2 3 minggu sesudah fetus mati, servik
masih tertutup dan ada darah sedikit, sekali-kali pasien merasa perutnya
kosong.

2.2 Etiologi

Sama dengan etiologi abortus secara umum yaitu:


1. Kelaianan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus
pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan
kelainan ini adalah
a. Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
b. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
c. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau
atau alkohol.
2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena
hipertensi menahun.
3. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan
dan toksoplasmosis
4. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus
pada trimester kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan
bawaan uterus.

2.3 Patofisiologi

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau


seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut
menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung
dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam
terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.

Pada kehamilan 8 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau


diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan
pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum
uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih
melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 22, Janin biasanya
sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat
kemudian.
Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam
yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri
lebih menonjol. Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam
(Prawirohardjo, 2002).

Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk.


Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum), mungkin pula janin telah mati lama
(missed abortion), yaitu retensi hasil konsepsi 4-8 minggu setelah kematian
janin. Pertumbuhan uterus berhenti kemudian tegresi. Denyut jantung janin
tidak berdenyut pada auskulatasi ketika diperkirakan berdasarkan tanggal.
Tidak terasa ada gerakan janin lagi.

Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat,


maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola
krueta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap
dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti
daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion tampak
berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.

Pada janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses
mumifikasi yaitu janin mengering dan karena cairan amnion menjadi
berkurang akibat diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam
tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiaesus).

Kemungkinan lain janin mati yang tidak segera dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, yaitu kulit terkelupas, tengkorang menjadi lembek, perut membesar
karena terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.

2.4 Gejala
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun
kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan.
Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru
merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda tanda kehamilan
sekunder pada payudara mulai menghilang (payudara mengecil kembali).
Kadangkala missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang
kemudian merasa sembuh, tetapi pertumbuhan janin terhenti.

Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit


(Mochtar, 1998). Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative
setelah 2-3 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada
pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil, kantong gestasi yang
mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak
ada tanda tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4
minggu harus diperhatikan kemungkinan terjadinya gangguan pembekuan
darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu diperiksa koagulasi
sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.

2.5 Komplikasi

Pada retensi janin mati yang sudah lama terutama pada kehamilan yang
telah mencapai trimester kedua plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus
sehingga sangat sulit untuk dilakukan kuretase, dan juga terjadi gangguan
pembekuan darah. Akan terjadi perdarahan gusi, hidung atau dari tempat
terjadinya trauma. Gangguan pembekuan tersebut disebabkan oleh koagulopati
konsumtif dan terjadi hipofibrionogenemia sehingga pemerksaan studi
koagulasi perlu dilakukan pada missed abortion.

Anda mungkin juga menyukai