Anda di halaman 1dari 44

Mekanisme analgesik

 Obat-obatan analgesik memiliki target pada mekanisme nyeri baik


central maupun perifer, melalui penargetan agen sensitisasi maupun
dengan menghambat aktivitas neuron yang terlibat dalam pemrosesan
nyeri secara langsung

 Golongan obat AINS bekerja diperifer dengan cara menghambat


pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim siklooksigenase terhambat
dan sintesa prostaglandin tidak terjadi. Sedangkan analgetik opioid
bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di kornu dorsalis
medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmitter
dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi
Analgesia and the Pain Pathway
Pain Opioids
Centrally acting analgesics

Ascending
input Descending
modulation
Local anesthetics
Dorsal Opioids
horn

Dorsal root
ganglion
Spinothalamic
tract
Local anesthetics

Peripheral
Peripheral nociceptors
nerve Local anesthetics
Anti-inflammatory drugs
Trauma

Adapted from Gottschalk A et al. Am Fam Physician. 2001;63:1979-84.


Jalur agen farmakologis
dalam memodulasi nyeri
Farmakologis

1. Analgesik nonopioid, AINS


2. Analgesik opioid
3. Lain-lain obat nyeri
WHO Analgesic Ladder
WFSA Analgesic Ladder
Pilihan Obat-Obatan untuk Manajemen Nyeri
Drug name Forms available
Daily dose
range
Half life (h) NSAIDs

Ibuprofen Tablet, syrup 600- 1200mg 1-2

Diclofenac Tablet, suppository, injection, cream 75- 150mg 1-2

Naproxen Tablet, suspension, suppository 500- 1000mg 14

Piroxicam Capsule, suppository, cream, injection 10- 30mg 35+

Ketorolac Tablet, injection 10- 30mg 4

Indomethacin Capsule, suspension, suppository 50- 200mg 4

Mefenamic
Tablet, capsule 1500mg 4
acid
I. Analgesik nonopioid
OAINS
 Aspirin, ibuprofen, diklofenak, celecoxib

 Umumnya efektif utk nyeri intensitas ringan sampai


sedang
mis.: sakit kepala, mialgia, artralgia, sakit gigi

 sering digunakan
• Mekanisme kerja sama :
menghambat enzim siklooksigenase
 menghambat biosintesis prostaglandin
• Dibandingkan analgesik opioid
analgesi < kuat
tidak depresi pernapasan
tidak menimbulkan ketergantungan

OAINS : Mengurangi dosis opioid 


mengurangi efek samping opioid

• Nyeri berat , OAINS tidak dapat mengganti-


kan opioid
Efek samping
• saluran cerna: paling sering
epigastric pain, nausea, anoreksia, diare,
erosi/tukak lambung, perdarahan saluran
cerna .

• SSP: sakit kepala, tinitus, pusing

• hipersensitivitas mis. asma, urtikaria,


angioneurotic edema
• meningkatkan kemungkinan perdarahan
 Hindarkan penggunaan pada penderita tukak peptik ,
sebelum dan saat operasi

• Kardiovaskuler : edema, hipertensi, gagal jantung kongestif

• Hematologik : jarang, trombositopenia,


neutropenia, anemia aplastik

• Hati : ggn fungsi hati , liver failure

• Ginjal : insufisiensi/ gagal ginjal, hiperkalemia,


proteinuria
Penghambat COX nonselektif
1. Aspirin
 Asam asetilsalisilat
 Analgesik, antipiretik,
dosis besar antiinflamasi, dosis kecil antitrombotik
 aspirin utk demam pd anak menderita varisela/ infeksi
virus hub. dg Reye’s syndrome  penggunaan 
 Dosis: dewasa 300-900 mg repeated 4-6 hr. Maximal 4 g
daily (p.o) 450-900 mg 4 hr max 3-6 g daily (supp)
2. Ibuprofen

• derivat asam propionat

• analgesik, antipiretik dan antiinflamasi


• pada anak banyak digunakan sebagai
analgesik - antipiretik

• Sbg analgesik-antipiretik sama efektif dg aspirin


• Dosis: 200-400 mg 4-6 hr as needed. Max 1.2 g daily
(adult). 4-10 mg/kg/daily 6-8 hrly. Max 400 mg/dose (> 6
bulan)
I untuk nyeri inflamasi, dan nyeri pascaoperasi
• Efektif
Efek samping
Jangka pendek aman,
jarang efek samping dibanding aspirin

ES saluran cerna 5-15 % penderita.


>> sering mual, muntah
> jarang diare,konstipasi, nyeri epig.
Perdarahan , tukak < aspirin
Trombositopenia,rash, sakit kepala, pusing

KI / precautions : tukak peptik, penderita asma


3. Naproxen
• Der. Asam propionat
• digunakan sbg analgesik, antiinflamasi
• Dosis: initial 500 mg, then 250 mg 6-8 hrly, maximal 1250
mg/1st day then 1000 mg thereafter
• Masa paruh panjang 1-2 X/ hari
• Efek samping:
pada saluran cerna perdarahan GIT rendah
SSP: kantuk, pusing , sakit kepala, lelah
Kulit: kdg2 pruritus, angioedema, ggn kulit lain
Ikterus, ggn fungsi ginjal,
trombositopenia, agranulositosis
4. Etodolak

• derivat asam asetat


• AINS
Efek samping
• Relatif aman
• Saluran cerna
• SSP: depresi, weakness, penglihatan kabur, tinitus
Sangat jarang (<1 %): a.l hipertensi, tachycardia,
Stevens-Johnson syndrome, ggn darah

Dosis :
200-400 mg , 3-4 X sehari

preparat sustained-release : 1 X sehari


• Antasid
tidak memp.jumlah etodolac yang diabsorpsi,
Cmax berkurang 15-20 %, tanpa memp.t maks

• Makanan
 tdk memp. jumlah etodolac yg diabsorpsi,
Cmax < sekitar 50 % ,t max 1,4 jam  3,8 jam
5. Ketorolac

• Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.


• Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.
• Lama kerja 4-6 jam.
• Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal
ginjal, dan BB <50kg dibatasi maks. 60mg/hari.
• 30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.
• Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu
reseptor opioid di sistem saraf pusat.
• Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia
lanjut, anak usia <4th, gangguan perdarahan, tonsilektomi.
Penghambat selektif COX-2
• > selektif menghambat COX-2 menghambat
inflamasi
• < menghambat COX-1 pd gastrointestinal,
trombosit, ginjal

• efek samping GIT <


• tidak menghambat aggregasi trombosit tdk
antitrombotik/ kardioprotektif spt aspirin
• Contoh : Celecoxib, rofecoxib, meloxicam

• Beberapa studi me insidens trombosis kardiovaskuler


, ggn hepar

• spt AINS non selektif dpt ggn ginjal

• Indikasi : terutama u/ osteoartritis, artritis

rematoid
juga u/ nyeri lain mis. dismenore,
nyeri muskuloskeletal
CELECOXIB
• Inhibitor sgt selektif thd COX-2, 10-20 X > selektif dp
thd COX-1
• u/ artritis rematoid, osteoartritis sama efektif dg lain
AINS
• Tukak GIT < AINS lain
• edema, hipertensi
Dosis: 200 mg/day as a single dose or in 2 divided
doses
Analgetik lain
Asetaminofen

 Parasetamol, derivat para-aminofenol


 Sebagai analgesik dan antipiretik sama efektif dengan
aspirin

 Berbeda dari aspirin :


tidak memiliki efek antiinflamasi /sgt lemah
tidak mengganggu aggregasi trombosit
Dosis oral : 10-15 mg/kg tiap 4 jam

Efek samping : umumnya aman.


Kurang mengiritasi lambung dibandingkan aspirin.

• Kadang rash (biasanya eritema, urticaria) dan lain reaksi


alergi.
Sgt jarang neutropenia, trombositopenia, pansitopenia,
anemia hemolitik
Toksisitas :
dosis besar tunggal, atau dosis kumulatif
besar setelah penggunaan lama
 kerusakan hati berat
II. Analgesik opioid
 Penggolongan opioid antara lain:
 opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)
 semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate
tebain)
 sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan
remifentanil).
• Analgesik kuat & cepat menghilangkan nyeri

• Utk nyeri akut dan kronik, intensitas berat


mis : nyeri akut pasca operasi
nyeri akibat kanker

• untuk nyeri tumpul, kontinyu > efektif dari nyeri


tajam intermiten
• Utk nyeri kanker, WHO :
nyeri ringan : analgesik nonopioid
kurang membantu+opioid lemah (kodein)
kurang membantu  opioid kuat (morfin)
• Mekanisme kerja

•  menghambat saraf mentransmisi nyeri


•  mengaktivasi saraf penghambat nyeri

• Opioid mengikat reseptor opioid > reseptor 


yg terutama berada di otak & med. spinalis
Efek samping
• Sedasi, depresi pernapasan, mual, muntah, hipotensi
postural , konstipasi, retensi urin, pruritus , urtikaria

• jangka panjang  mual, muntah kdg <


konstipasi tetap masalah

• Depresi penapasan diperberat sedatif lain : mis


benzodiazepin , fenobarbital

• akumulasi metabolit (normeperidinkejang)


Toleransi dan ketergantungan
• pada penggunaan jangka panjang
mis :u/ nyeri akibat kanker

• Penggunaan opioid secara teratur, dosis besar selama lebih


dari 7-10 hari  dpt ketergantungan
• penghentian mendadak pada penggunaan opioid beberapa
hari  gejala putus opioid

•  penghentian opioid perlu penurunan dosis bertahap. Bayi


 penurunan dosis >lambat

• Gejala putus opioid: iritabilitas, peningkatan tekanan darah,


hidung tersumbat, piloereksi, diare. Neonatus menguap

• Adiksi sangat jarang akibat pengobatan nyeri dg opioid


• Terdapat variasi dosis yang diperlukan antar penderita 
titrasi dosis pada awal terapi

Cara pemberian :
• IV  paling cepat timbul analgesia
• Infus kadar plasma , analgesia > konstan
• IM, subkutan
• Oral : dosis lebih besar dari parenteral,
sustained release (analgesia lebih lama
dan lebih stabil), elixir
• trasdermal, transmucosal
Jenis opioid untuk nyeri
• Perbedaan dalam potensi relatif, mula kerja , masa kerja,
dan cara pemberian

• Morfin : terutama untuk nyeri pasca operasi


bila IV efek analgesik puncak 10’
• Kodein : opioid lemah, sering digunakan
bersama asetaminofen
• Meperidin : analgesia<morfin, metabolit
normeperidin  disforia, agitasi, kejang
• Hidromorfon : mirip morfin, IV
• Fentanil : analgesik poten , utk tindakan
singkat: aspirasi ss tulang, debridemant
luka bakar, operasi singkat

sering IV, infus, juga ada transdermal -


patch, transmucosal lozenges

mula & masa kerja >pendek dari morfin

IV/infus dosis tinggi & pemberian cepat


dpt kekakuan otot dada (><nalokson)
• Metadon :
masa kerja panjang
terutama untuk nyeri kronik
diberikan oral (tersedia elixir) /IV
dapat akumulasi, delayed sedation
Tramadol

• u/ nyeri berat/ kronik lebih lemah dari morfin , meperidin


• Kurang depresi napas pd neonatus
• Memiliki metabolit aktif

• On set 1 jam, masa kerja 6 jam, t max 2-3 jam


ESO
• mual, muntah, sedasi, pusing, sakit kepala,
mulut kering, kejang / kambuhnya kejang
Depresi napas< morfin, konstipasi < kodein

• Ketergantungan fisik, abuse dapat terjadi


Opioid kuat

Route of Dose Length of


Drug name
delivery (mg) Action (h)

Intramuscular/
Morphine 10-15 2-4
subcutaneous

Methadone Intramuscular 7.5-10 4-6

Pethidine/Meperidine Intramuscular 100-150 1-2

Buprenorphine Sublingual 0.2-0.4 6-8


Non Farmakologis

Anda mungkin juga menyukai