Anda di halaman 1dari 12

Patung

Patung adalah benda tiga dimensi karya manusia yang diakui secara khusus sebagai suatu
karya seni. Orang yang menciptakan patung disebut pematung. Tujuan penciptaan patung
adalah untuk menghasilkan karya seni yang dapat bertahan selama mungkin. Karenanya,
patung biasanya dibuat dengan menggunakan bahan yang tahan lama dan sering kali mahal,
terutama dari perunggu dan batu seperti marmer, kapur, dan granit. Kadang, walaupun sangat
jarang, digunakan pula bahan berharga seperti emas, perak, jade, dan gading. Bahan yang lebih
umum dan tidak terlalu mahal digunakan untuk tujuan yang lebih luar, termasuk kayu, keramik,
dan logam.
Pada masa lalu patung dijadikan sebagai berhala, simbol Tuhan atau Dewa yang disembah.
Tapi seiring dengan makin rasionalnya cara berfikir manusia, maka patung tidak lagi
dijadikan berhala melainkan hanya sebagai karya seni belaka. Fenomena pemberhalaan patung
ini terjadi pada agama-agama atau kepercayaan-kepercayaan yang politeisme seperti terjadi di
Arab sebelum munculnya agama samawi. Lihat juga arca. Mungkin juga dalam Hindu kuno
di India dan Nusantara, dalam agama Buddha di Asia, Konghucu, kepercayaan
bangsa Mesir kuno dan bangsa Yunani kuno
Alat dan Bahan Membuat patung
a. Bahan :
Bahan untuk membuat model adalah tanah liat, Was/Plastisin, dan Gibs
Bahan Pokok adalah resin, katalis, kobal, fiber/Met/serat kaca. Ukuran campuran berbanding 1
sendok the katalis dicampur dengan 1 gelas resin.
Bahan tambahan adalah MAA/semir lantai, semir sepatu, margarine, berfungsi sebagai bahan
pemisah antara patung dan cetakan.
Seng tipis, mika, plastik sampul adalah alat untuk pembagi cetakan, baik cetakan dari gibs maupun
fiberglass. Caranya dengan memotong benda tersebut dalam bentuk persegi empat berukuran 3 x 4
cm atau lebih besar. Bahan ditancapkan pada model secara berjajar rapi dan rata.

Apabila bahan modelnya dari bahan keras (gibs, semen, fiberglass) maka bahan pemisah
cetakannya adalah tanah liat atau was yang mempunyai sifat kenyal plastis.

1. Dempul mobil (epoxy) adalah bahan untuk mendempul atau menambal karya yang sudah dikeluarkan
dari cetakan. Dempul mobil memiliki sifat yang lebih melekat dan sesudah kering jika dikikir atau
diamplas lebih empuk dan halus.
2. Cat semprot atau cat akrilik dan segala macam cat dengan bahan lain adonannya diperlukan sebagai
bahan finishing atau mewarna patung sesuai dengan kebutuhan. Sebelum di cat patung diberi dasaran
cat epoxy sebagai media perekat cat.
3. Sebagai finishing dipakai cat bening (clear) atau koting sebagai pelapis cat agar lebih tahan dan
megkilat, caranya dengan disemprotkan atau dikuaskan. Bisa juga dipakai semir sepatu dengan warna
yang sesuai dengan warna patung.

b. Alat
1) Meja Putar berfungsi untuk memudahkan pengerjaan model patung, untuk mengontrol bentuk dan
volumenya. Meja putar dipakai untuk membuat model patung berukuran kecil dengan tinggi hingga 1
meter.

2) Butsir, berfungsi untuk membentuk, menghaluskan, membuat detail model patung. Alat ini terbuat
dari kawat baja dan dipadukan dengan bahan kayu yang dibubut/diraut halus dan diikat dengan pipa
besi kecil.

3) Patar dan Kikir, patar adalah kikir berukuran besar dengan berbagai bentuk. Fungsinya untuk
meratakan patung yang baru dikeluarkan dari cetakan. Patung yang baru dikeluarkan dari cetakan
masih kotor dan kasar, sehingga perlu dibersihkan, diratakan agar bentuknya lebih jelas dan
nyata.kikir adalah patar kecil yang digunakan sebagai alat untuk lebih meratakan atau menghaluskan
patung sesudah dihaluskan dengan patar.

4) Bur Injak (fleksibel bur) merupakan bur hasil pembaruan bur lama yang ditambah selang besi
berulir, dapat berputar dengan cepat dan dapat dilengkungkan ke segala arah. Di ujungnya ada drat
untuk memasang beraneka bentuk mata bur. Bila alat ini tidak ada bisa digantikan patar, kikir atau
amplas.

5) Skrap adalah alat berbentuk pipih dengan tangkai pegangan kayu yang berfungsi sebagai alat
untuk membersihkan, mencukil, meratakan sesuai dengan keinginan. Skrap terdiri dari berbagai
ukuran.

6) Amplas, alat penghalus benda yang keras sampai benda yang empuk. Bisa digunakan secara
manual (dengan tangan) atau dipasang pada alat mesin, tersedia dalam jenis amplas kain dan
amplas air, dengan tekstur halus dan kasar, No. 1000 hingga no. 24.Alat tambahan adalah ember
plastik, tempat adonan gibs atau fiber, Lem alteco atau Fox untuk mengelem hasil cetakan
Pematung Terkenal di Dunia
1. Discobolus Myron

"The Discus Thrower" atau singkatnya dikenal dengan nama "Discobolous", merupakan
sebuah pahatan patung yang dihasilkan pada tahun 460-450 sebelum masehi.
Menggambarkan seseorang yang sedang ingin melempar cakram.

Walaupun pahatan ini cukup terkenal, pahatan ini pada dasarnya menggambarkan sebuah
gaya yang sangatlah tidak alami bagi manusia, dan sampai sekarang-pun masih
dipertimbagkan sebagai sebuah gaya yang sangat tidak efisien untuk melempar sebuah
cakram. Beberapa orang mengatakan bahwa patung ini juga tidka memberikan emosi yang
mendalam pada muka si pelempar.

2. Terracotta Army

"Terra Cotta Warriors and Horse" atau Terracotta Army adalah kumpulan pahatan tanah liat
yang menggambarkan pasukan Qin Shi Huang, kaisar pertama Cina. Pahatan-pahatan ini
ditemukan oleh petani lokal pada thaun 1974 di provinsi Shaanxi, Cina. Tujuan dari pahatan
ini adalah digunakan untuk diletakkan di makam raja setelah ia meninggal.

Uniknya adalah patung-patung atau pahatan-pahatan ini benar-benar secara keseluruhan


menggambarkan pasukan perang. Dengan ukuran yang berbeda-beda dan memiliki perannya
sendiri. Jumlah dari pahatan patung yang ditemukan adalah 8.000 prajurit, 130 kereta perang,
520 kuda dan 150 pasukan berkuda. Penemuan ini akhirnya menjadi salah satu atraksi turis
milik Cina yang paling berharga.

3. Moses - Michelangelo

Michelangelo Buonarroti benar-benar merupakan seorang seniman ternama, Anda akan dapat
melihat berbagai pahatan patung lain yang dibuatnya di bawah. Oleh karena itu, Pope Julius II
(Kepala Gereja Katolik tahun 1503), meminta Michelangelo untuk membuatkan makamnya.
Pada akhirnya, Michelangelo berhasil menyelesaikan permintaan tersebut dan membuat
beberapa patung dengan The Moses berada di atas. Di hasil akhirnya, Moses diletakkan di
bawah dan diposisikan di tengah.

The Moses sendiri merupakan sebuah pahatan patung yang menggambarkan figur alkitab yang
lebih kita kenal dengan nama Musa. Patung ini memiliki tanduk di kepalanya, hal ini disebabkan
karena pada terjemahan Latin Alkitab saat itu, memang Musa digambarkan seperti itu.
4. The Thinker - Auguste Rodin

Di atas, Anda mungkin telah melihat nama Auguste Rodin sebagai seniman yang memahat
patung The Kiss. Ya, di sini Auguste Rodin berhasil memahat sebuah patung mahakarya yang
lebih terkenal dibandingkan patung sebelumnya, yakni The Thinker.

Merupakan sebuah patung yang pada awalnya ditujukan untuk menggambarkan seorang
penyair bernama Dante pada syair (poem) Gates of Hell. Rodin menciptakan banyak patung
yang setiap pahatannya menggambarkan karakter dalam syair tersebut. The Thinker ini
ditujukan untuk menggambarkan Dante di depan Gates of Hell (Gates of Hell adalah salah satu
karya pahatan Rodin juga dan merupakan judul syair Dante).

Tapi siapa yang sangka patung The Thinker ini malah menjadi mahakarya terkenal dan
membesarkan nama Auguste Rodin, bukan pahatan akhirnya yang berjudul Gates of Hell.

Pematung Terkenal di Indonesia


1. SUNARYO
Bisa dibilang seniman kelahiran Banyumas (Jawa Tengah), 15 Mei 1943 ini merupakan salah
satu legenda Indonesia. Lebih dari itu, alumnus Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB)
ini termasuk seniman grafis yang telah diakui secara internasional. Pengakuan itu dibuktikan
dengan diraihnya pulhan penghargaan seni, termasuk yang berkelas internasional.
Tahun 1978 ia memenangkan hadiah ke-2 Graphic Competition yang diadakan UNESCO di
Paris. Sebelas tahun kemudian, 5 karya grafisnya dimuat dalam buku Contemporary Prints of
The World. Dalam buku itu, nama Sunaryo disejajarkan dengan seniman-seniman besar
grafis kelas dunia seperti Joan Miro, Paul Klee, dan George Braque. Iapun telah
memenangkan sedikitnya 5 kali penghargaan dari The Philip Morris Award sejak tahun 1994.
Tidak hanya berkarya di bidang grafis, Sunaryopun menjelajahi seni patung, lukis, keramik,
tekstil, hingga instalasi. Kini, penggemar gudeg ini sibuk mengembangkan Selasar Sunaryo
Art Space yang didirikannya di Desa Mekarwangi, Bandung Utara. Tak hanya tempatnya
berkarya, Sunaryo melengkapi Selasar ini dengan studio dan tempat tinggal bagi para
seniman dari dalam maupun luar negeri. Di sini, para senimanpun bisa berkumpul dan
berdiskusi. Ia juga memiliki Selasar lain di kawasan Bukit Pakar Timur, tak jauh dari tempat
tinggalnya.
Sebagai pribadi, Sunaryo Sutono, demikian nama lengkapnya, dikenal rendah hati sehingga
disukai kalangan seniman maupun industri. Meski demikian, ia dikenal sebagai seniman yang
keukeuh mempertahankan idealisme. Dari pernikahannya dengan Heti Komalasari, Sunaryo
dikaruniai 3 putra-putri: Hardianto, Arin Dwihartanto, dan Harmita.

PATUNG GALAU RESTLEES


SUNARYO
FIBERGLASS, BESI, KAIN HITAM
135,1x142x65 cm.

2. Dolorosa Sinaga
Seni patung telah menjadi pilihannya. Mematung bukanlah cita-citanya. Karena mematung
harus melibatkan kerja keras, banyak masalah teknik yang harus dikuasai dan yang paling
utama adalah bahwa seni patung tersebut menawarkan persoalan relasi dimensional pada
manusia. Itulah yang di ungkapkan oleh Dolorosa Sinaga, seorang wanita pematung.
Dilahirkan 31 Oktober 1953 di Sibolga, Sumatera Utara.

Perhatiannya terhadap seni patung kelihatan setelah ia mengikuti pendidikan seni rupa (seni
patung) di Institut Kesenian Jakarta. Untuk mendalami seni tersebut ia meneruskan
pendidikannya di St. Martins School of Art di London, Inggris. Kemudian ia menambah
pengetahuan di Karnarija Lubliyana, Yugoslavia dan di Pieros Art Foundry Berkeley,
Amerika Serikat. Dalam menekuni seni patung, akhir-akhir ini, media patungnya beralih ke
logam perunggu. Pilihan tersebut karena perunggu mempunyai kualitas yang dapat memukau
dan permukaannya berkilau. Didalam perunggu tersebut tersimpan nuansa karakter
perempuan dan pada sisi lain perunggu memiliki kekuatan dan ketahanan yang cenderung
sebagai karakter laki-laki. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa dalam karakter perunggu
itu ada dua karakter yang bertentangan, tetapi tak dapat dipisahkan antara satu dan yang
lainnya. Karena itulah ia memilih perunggu sebagai medianya.

Quiet Zone, Fiberglass,


122 x 83 x 95 cm (2008)

Ia mencermati, bahwa kehadiran patung sebagai karya seni di tempat-tempat umum, seperti
halnya lukisan hampir ada di setiap sudut-sudut ruang hotel,
perkantoran dan tempat pertemuan dan tempat-tempat lainnya belumlah mendapat tempat
yang maksimal. Begitu juga penempatan monumen-monumen sebagai penghias kota dengan
monumen-monumen, seperti yang telah diprakarsai oleh Presiden Soekarno, yang
diantaranya adalah Tugu Pembebasan Irian Barat, Patung Dirgantara, Tugu Selamat Datang,
masih memperlihatkan sifat penciptaan yang representatif atau dengan kata lain masih dibuat
dalam bentuk letter. Belum terlihat adanya pembuatan monumen dalam pendekatan simbolik
artistik, seperti ide-ide Soekarno. Dalam artian yang jelas bahwa abstraksinya masih kurang.
Dalam masalah tersebut diakui olehnya, bahwa hal demikian saja seniman atau pematung
yang membuat kekeliruan, tetapi juga agaknya berkaitan erat dengan wawasan para pemesan
yang kurang memberi peluang bagi lahirnya karya-karya yang kreatif sebagai penghias kota.
Dalam permasalahan tersebut ia menyadari bahwa sebenarnya dirasakan juga belum banyak
pematung yang mengerti tentang pendekatan abstrak. Bertolak dari permasalahan tadi, ia
bukan saja mengharapkan, tetapi dengan nada anjuran agar seniman dan masyarakat lebih
meningkatkan komunikasi, agar pemahaman terhadap ekspresi seni bukan melulu wilayah
yang hanya dimengerti oleh seniman saja. Perjalanannya dalam menggeluti profesinya ini
telah menelurkan karya-karya besar, diantaranya Gate of Harmony di Kuala lumpur,
Malaysia dan The Crisis yang ia buat tahun 1998 bertengger di kota Hue, Vietnam.
Pekerjaan ini dilakukannya ketika ia mendapat kepercayaan untuk mewakili Indonesia dalam
Asean Squan Sculpture Symposium pada tahun 1987. Selain itu ia telah pula membuat
monumen Semangat Angkatan 66 yang dipajang dibilangan Kuningan, Rasuna Said,
Jakarta Selatan. Juga ia telah membuat elemen estetika untuk Bandar Kota Kemayoran,
Jakarta. Diluar itu, dengan dibantu oleh 15 orang karyawannya merancang pembuatan piala
dan trophy. Piala rancangannya diantaranya adalah untuk penghargaan Yap Thiam Hien,
Kridha Wanadya Tahama. Anugerah Menteri Negara Urusan Peranan Wanita untuk
almarhum Ny. Tien Soeharto dan trophy kegiatan budaya Jakarta International Womens
Festival. Menyadari akan arti pentingnya seni, terstimewa seni patung, maka demi kemajuan
seni patung ia merelakan diri untuk duduk sebagai dekan Fakultas Seni Rupa Institut
Kesenian Jakarta (IKJ). Dan untuk mendukung kemajuan bidang tersebut ia terus
mencurahkan segala daya dan kemampuannya agar seni patung dapat lebih memasyarakat.
Selain dari tiga pemenang Monumen nasional. Dari aktifitas yang terus digelutinya, yang
terus merenung dan mencipta serta berkarya, berarti ia telah memberikan perhatian besar
pada kelangsungan karya budaya. Dan perjuangan tersebut tidaklah sia-sia, karena ia sebagai
wanita pematung telah terpilih sebagai salah satu orang yang mendapat penghargaan Citra
Adhikarya Budaya.

3. I Nyoman Nuarta
lahir di Tabanan, Bali, 14 November 1951)adalah pematung Indonesia dan salah satu
pelopor Gerakan Seni Rupa Baru (1976). Dia paling dikenal lewat mahakaryanya seperti
Patung Garuda Wisnu Kencana (Badung, Bali), Monumen Jalesveva Jayamahe (Surabaya),
serta Monumen Proklamasi Indonesia (Jakarta). Nyoman Nuarta mendapatkan gelar sarjana
seni rupa-nya dari Institut Teknologi Bandung dan hingga kini menetap di Bandung.
I Nyoman Nuarta adalah putra keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Wirjamidjana
dan Samudra. I Nyoman Nuarta tumbuh dalam didikan pamannya, Ketut Dharma Susila,
seorang guru seni rupa.[1].

Pendidikan
Setelah lulus SMA, Nuarta masuk di Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1972. Awalnya
Nuarta memilih jurusan seni lukis, namun setelah menempuh dua tahun dia berpindah ke
jurusan seni patung. Saat masih menjadi mahasiswa pada tahun 1979, I Nyoman Nuarta
memenangkan Lomba Patung Proklamator Republik Indonesia, lomba ini adalah awal dari
ketenaran I Nyoman Nuarta. Bersama rekan-rekan senimannya, seperti pelukis Hardi, Dede
Eri Supria, Harsono, dan kritikus seni Jim Supangkat, Nyoman Nuarta tergabung dalam
Gerakan Seni Rupa Baru di Indonesia sejak tahun 1977.[2].

Karier
Sejak tenar, I Nyoman Nuarta yang merupakan alumni ITB tahun 1979 telah menghasilkan
lebih dari seratus karya seni patung. Semua karyanya menggambarkan seni patung modern
sampai gaya naturalistik, dan material yang digunakan dalam padatan patungnya adalah
dari tembaga dan kuningan.
Bakat I Nyoman Nuarta di bidang seni diturunkan pada putrinya. Putri sulungnya, Tania
belajar di jurusan seni rupa di salah satu Perguruan Tinggi di Melbourne, Australia,
sedangkan adiknya, Tasya membantu Nuarta di studionya.
Sebagai seorang pematung, Nuarta telah membangun sebuah Taman Patung yang diberi
nama NuArt Sculpture Park. Nuarta membangun taman ini di kelurahan Sarijadi, Bandung.
Puluhan beraneka bentuk patung dalam beraneka ukuran tersebar di areal seluas tiga hektare
tersebut. Di taman tersebut dibangun gedung 4 lantai yang digunakan untuk pameran dan
ruang pertemuan dengan gaya yang artistik.
Saat ini, Nyoman Nuarta merupakan pemilik dari Studio Nyoman Nuarta, Pendiri Yayasan
Mandala Garuda Wisnu Kencana, Komisioner PT Garuda Adhimatra, Pengembang Proyek
Mandala Garuda Wisnu Kencanadi Bali, Komisioner PT Nyoman Nuarta Enterprise, serta
pemilik NuArt Sculpture Park di Bandung. Nyoman Nuarta juga tergabung dalam organisasi
seni patung internasional, seperti International Sculpture Center
Washington (Washington, Amerika Serikat), Royal British Sculpture
Society (London, Inggris), dan Steering Committee for Bali Recovery Program.
Patung Garuda Wisnu Kencana (Badung, Bali), Monumen Jalesveva Jayamahe (Surabaya),
serta Monumen Proklamasi Indonesia (Jakarta) merupakan beberapa dari mahakarya Nuarta.

Mahakarya

Monumen Jalesveva Jayamahe diDermaga Ujung Madura, Surabaya.

Pada tahun 1993, Nuarta membuat sebuah monumen raksasa "Jalesveva Jayamahe" yang
sampai sekarang masih berdiri di Dermaga Ujung Madura, Komando Armada Republik
Indonesia Kawasan Timur (Koarmatim) Kota Surabaya. Monumen tersebut menggambarkan
sosok Perwira TNI Angkatan Laut berbusana Pakaian Dinas Upacara (PDU) lengkap
dengan pedang kehormatan yang sedang menerawang ke arah laut. Patung tersebut berdiri di
atas bangunan dan tingginya mencapai 60,6 meter. Monumen Jalesveva
Jayamahe menggambarkan generasi penerus bangsa yang yakin dan optimis untuk mencapai
cita-cita bangsa Indonesia
.
Karya Nuarta yang paling besar dan paling ambisius adalah Monumen Garuda Wisnu
Kencana (GWK) yang dimulai sejak 8 Juni 1997 namun terhenti beberapa tahun akibat
berbagai hambatan. Rencana patung GWK sendiri akan memiliki tinggi 75 meter dengan
rentang sayap garuda sepanjang 64 meter, sedangkan tinggi pedestal 60 meter. Oleh karena
itu, tinggi patung dan pedestal secara keseluruhan akan menjulang setinggi 126 meter.

Daftar karya I Nyoman Nuarta

Patung Tiga Mojang yang awalnya didirikan di gerbang Kota Harapan Indah, Kota
Bekasi namun dirobohkan 19 Juni 2010 dalam sebuah kontroversi oleh Ormas Islam
setempat.

Patung Karapan Sapi, Surabaya


Monumen Jalesveva Jayamahe (Monjaya), Surabaya
Monumen Garuda Wisnu Kencana, Badung, Bali (dimulai sejak 8 Juni 1997 - sekarang)
Patung Wayang, Solo
Patung Arjuna Wijaya, Jakarta (1987)
Monumen Proklamasi Indonesia, Jakarta
Patung Putri Melenu, Kalimantan Timur
Patung Timika untuk alun-alun Newtown Freeport,Papua, dll.
Patung Lembuswana di Pulau Kumala, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan
Timur

4. Gregorius Sidharta
G. Sidharta anak ketiga dari sebelas bersaudara dari ayah-ibu yang juga seniman. Ayahnya,
Bernardius Soegijo (meninggal tahun 1950), dan ibunya, Claudia Soemirah (meninggal tahun
1985), menghidupkan kepekaan estetik anak-anaknya dengan lingkungan keluarga yang
menggemari musik klasik Barat maupun Jawa dan berbagai kegiatan kesenian lain. Paling
tidak, dari anak-anak keluarga itu dikenal nama seperti Ignatius Gardono, yang dikenal
sebagai pengecor patung Tugu Selamat Datang, karya Eddy Sunarso di Bunderan HI Jakarta.
Lalu ada Paul Gutama, yang kini menetap di Berlin.
Belajar melukis kepada Hendra Gunawan dan Trubus di Sanggar Pelukis Rakyat pada sekitar
tahun 1950, sebelum kemudian dia masuk ASRI. Sidharta dianggap kebarat-baratan, yang
dalam konstelasi politik waktu itu bisa punya implikasi serius. Tahun 1953, dia dikirim oleh
misi gereja Katholik untuk belajar di Belanda. Pulang kembali ke Yogyakarta setelah belajar
di Jan van Eijk Academie voor Beeldende Kunst di Maastricht selama tiga tahun,
kecenderungan seni rupa Sidharta yang seolah hanya mementingkan bentuk itu semakin kuat.

Pada tahun 1965, Sidharta ditarik ke Bandung oleh pelukis dan pematung, But Muchtar,
untuk mengajar di Jurusan Seni Rupa ITB. Keberadaan Sidharta di Bandung seolah juga
makin memperjelas perbedaan Yogyakarta dan Bandung, yang sampai kini kadang masih
sering diributkan oleh kalangan seni rupa. Sidharta kembali keYogyakarta setelah pensiun
dari ITB. Keberadaan Sidharta di Yogyakarta, lagi-lagi menggairahkan kegiatan mematung di
situ. Tahun 2000, di Yogyakarta, Sidharta mendirikan Asosiasi Pematung Indonesia (API)
yang berbagai kegiatannya sering diramaikan oleh kritik. Dalam berbagai pamerannya, API
tak ragu menyandingkan karya-karya para perupa senior dengan karya-karya perupa muda.

Lingkaran Kedamaian, 45 x 45 x 16 cm

Sidharta menjelajahi semua media seni rupa, seperti patung, seni lukis, cetak saring, keramik,
kerajinan tangan, dan lain-lain, ia juga memiliki peran menonjol dalam menghadirkan karya-
karya seni rupa di tengah publik. Sebut saja, monumen Tonggak Samudra di kawasan
Tanjung Priok, Jakarta Utara, Tumbuh dan Berkembang di sebuah taman di Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan, Garuda Pancasila di atas podium Gedung MPR/DPR, sampai Piala
Citra, yang diberikan kepada yang terbaik di dunia film pada acara tahunan Festival Film
Indonesia.

Saya ingin mengaitkan diri kembali dengan jalur kehidupan tradisi, di samping sekaligus
tetap berdiri di alam kehidupan masa kini, yang berarti satu keinginan untuk menghilangkan
jarak antara kehidupan tradisional dan masa kini, Itulah petikan ungkapan Sidharta sekitar
30 tahun lampau, yang dikutip dalam buku G Sidharta di Tengah Seni Rupa Indonesia (PT
Gramedia, 1982) karya Jim Supangkat dan Sanento Yuliman. Dalam perspektif Sidharta,
tradisi dan masa kini itu baginya sudah merupakan suatu keserentakan sesuatu yang sekarang
barangkali lebih mudah dipahami orang sebagai gejala seni kontemporer. Dalam artikelnya di
tahun 1996, pemusik Suka Hardjana mengutip pernyataan Sidharta di tahun 1973 saat
Sidharta membuat kesaksian bahwa dirinya sebagai seniman kontemporer asal dunia
berkembang.

Saya berkarya mengikuti nafas, dari hari ke hari, dari pagi hingga malam. Ke depan saya
berjalan ke belakang saya menengok agar perjalanan tak pernah putus. Dahulu adalah
leluhurku, kini saya berada dan esok adalah keturunanku. Satu rangkaian yang bersambung
tak terputus menyongsong masa depan yang abadi. katanya ketika ditanya tentang
konsepnya dalam berkarya. Ketua Asosiasi Pematung Indonesia (API) selama 2 periode ini,
wafat pada Rabu, 30 Oktober 2006, pukul 07.00 wib di Rumah Sakit Dr.Oen, Solo, Jawa
Tengah, diusia 74 tahun. Almarhum mengidap kanker paru-paru, selain pernah pula
menjalani operasi kanker tulang punggung di Singapura tahun 2004. Sidharta meninggalkan
satu istri, empat anak dan delapan cucu.

Anda mungkin juga menyukai