PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membaca adalah suatu hal yang penting bagi setiap manusia, kita harus menyadari benar
bahwa membaca mempunyai peranan sosial yang amat penting dalam kehidupan manusia
sepanjang masa. Dalam hal ini kita akan mencoba membaca sastra, keindahan suatu karya
sastra itu tercermin dari keserasian, keharmonisan antara keindahan bentuk dan keindahan
isi. Dengan kata lain, suatu karya sastra dikatakan indah kalau bentuk dan isinya sama-sama
indah, terdapat keserasian, keharmonisan antara keduanya. Salah satu contoh dari karya
sastra adalah puisi.
Dalam pembacaan puisi harus memperhatikan makna-makna yang terkandung dalam
puisi tersebut agar kita mengetahui, apa yang terkandung dalan puisi tersebut. Dalam
pemaknaan ada beberapa ragam makna yang dapat dilihat dari berbagai kriteria atau sudut
pandang. Makna puisi dapat dilihat dari makna leksikal dan gramatikal. Makna gramatikal
adalah makna yang terjadi sebagai akibat proses-proses gramatik, seperti proses afiksasi,
proses reduplikasi,dll. Disamping makna, pemilihan kata juga penting pilihan kata adalah
kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna yang sesuai dengan gagasan
yang ingin disampaikan dan kemampuan yang menemukan bentuk sesuai dengan situasi
dan nilai rasa yang dimiliki oleh pendengar/pembaca.
Oleh karena itu kami menganalisis puisi yang berjudul Menghisap kelembak menyan
yang merupakan karya dari Emha Ainun Najib, yang dianalisis dari segi struktural dan
internal puisi.
B. Batasan Masalah
Agar masalah penelitian lebih fokus kepada tujuan penelitian dan tidak terlalu luas, maka
penulis membatasi masalah penelitian hanya pada ruang lingkup tentang Menganalisis
Puisi Menghisap Kelembak Menyan.
1
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai
berikut:
D. Tujuan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, serta batasan masalah yang diajukan
diatas maka secara umum penelitian ini bertujuan:
1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan tentang parafrase dari puisi Menghisap kelembak
menyan.
2. Agar mahasiswa mampu menganalisis dari segi struktural puisi Menghisap kelembak
menyan.
3. Agar mahasiswa mampu menganalisis dari segi internal puisi Menghisap kelembak
menyan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Parafrase Puisi
3
(yang) Meredam derita dan kesengsaraan
Di (tengah-tengah) orang (yang) berbondong bondong
Akankah kita (me) tempuh sebuah lorong
(nah)Nanti kalau (kita) ketemu Gusti Allah
Kita minta digendong!
4
Luwih becik rengeng rengeng!
5
Lebih baik (kalian) belajar untuk selamat
Rama!
Ya, Le?
Inggih Rama
Ana sabda ana memala!
6
(kini) Sang anak tak lagi (di) percaya
Khotbah Ramanya (kini) makin terasa hampa
Anak anak (kini) hanyalah warisan (dari) Bapak ibunya
Juga anak- anak yang (makin) bingung merumuskan dirinya.
Kabarnya sang Rama (telah) memasukkan jagat semesta
Kedalam relung meripatnya
(dan) Merasukkannya ke dalam darah
(telah) Meluncur ke segenap raga
(yang) Terbang ke angkasa jiwa
Dan (telah) bertempat tinggal di (dalam)sukmanya
Diam (di) dalam dada.
(kini ) Ia (telah) menjala angin
(dan) Menjaring awan
(kemudian) Mewadahi (dari) tumpahan hujan
(yang ) Di aduk dengan api
(yang telah) Menjadi minuman di prana
Tapi (kini) sang anak telah di reguk oleh badai
Hari esok mereka (telah) di rampas
(dan) Masa depan mereka (telah) di rebut
(kini) Pikiran mereka (telah) di kebiri
Wawasannya (yang) dikelabui
(kini) Anak anak itu tiba tiba (telah) merasa asing
Kepada dirinya sendiri
(kemudian) Kaget dan membelalakkan mata!
Inggih rama
Urip seng bener lan keblinger!
7
Jabang bayi!
Keblinger dengkule wedusmu!
Iki serius
Rungokke: Dadio pangertenmu
Sugih tanpa banda
Ngluruk tanpa bala
8
Pohonnya pasti ada yang lethek lagi
Siapa yang bikin anak
Klau bukan Bapaknya
Dosa bagi Bapak yang (telah) menanamkan benih
Tanpa nurani yang jernih
Edan !, Kok malah ngutuk!
Kamu ini Le,malas kerja
Tidak nriman apa adanya
Tidak lega lila
Nyak! lega lila gimana
Kalau diperlakukan semena-mena.
Zaman yang rakus, Rama
Tak mengenal kewajaran kerja
Hidup yang penuh pencurian
Tidak mengajari nriman
Jika angin penuh perbudakan
Dan penindasan,meskipun diam diam
Nurani tak bakal rela membiarkan
Sebab kami bukan kuda tunggangan
Rama!
Waktu telah bergolak
Tidak setenang itu air telaga
Langit batinku retak
Tak bisa lagi ducapkan kata lega lila
Maaf, Rama! Tak mampu lagi aku menatapmu
Sebab kami (ini) berpihak ke masa depan!
9
Kehidupan (yang telah) menuju persamaan
Betapapun penuh (dengan) kesulitan
Sarat batu krikil (yang ada) di jalan
Selama kurun (waktu) yang (sangat) panjang
Rama !
Kami ingin nggendong sukma
Tidak mateng-mateng
Ngenteni pinwales nganti ngenes
Menunggu ratu adil
Malah ketem bedil
Ngentani sawijining Ayatullah
Nanging napa wonten Ayatullah
Ingkang saking nJombang
10
Utawi solo mBalapan
Rama! Rama!
Piutang nasip makin bertumpuk
Sedang para Dewa
Seperti makin mengantuk
Kalau semua utang ini mesti dibayar
Kelak di nirwana, kami khawatir
Jiwa tak bisa lagi bisa merasa dahaga.
Rama!
Kami takut hidup kami
Akan makin kehilangan greget
Makin dangkal dan menjadi buih-buih
Nampaknya sunyi dan tenteram
Tapi sesungguhnya menyimpan
Luka yang perih.!
Walah! Walah! Tholeku!
Hidupmu (sudah) kehilangan sakaguru
(dan) Sukmamu (sudah) kehilangan wuku
Karena tak mau nggugu lan niru
Mbah Pahit nginang godong waru
Nembang seru banget
Jebul kupinge dhewe ora krungu
Rama nyrocos koyo iline banyu
Atiku dadi anget
Jebul kelakuane dhewe ora biso ditiru!
Thole! Kamu ini diamput tenan!
Memang Rama!
Lintang wuku telah tersaput awan!
Aja nranyak, Le!
Karo wong tuwa ora mendhem jero
Mikul dhuwur
11
Lha panjenengan niki patutnya d pendem saja kok Rama!
Soalnya makin di pikul dhuwur
Makin ngawur
Maneh! Maneh ! coba
Aku seneng ngrungokake!
Makin di angkat makin nekat !
Karna itu sebaiknya cepat cepat
Di berangkatkan
Ke akhirat!
woo! Byangane!
Anak anak muda zaman sekarang
Rosonya bebal
Tidak tanggap ing sasmita
Sebab kami hanya diajari
Tanggap ing artha!
Bajinguk tenan!
Anak-anak muda zaman sekarang eman pada edan!
Lha wong wes direwangi ngedan
Ya meksa ora melu keduman ko Rama!
Thole!
Kamu tidak ngerti winarah
Tak tahu lor kidul
Di kongkon matengke sirah
Malah ndlelengke gundul
Lor lan kidul niku lak naming jeneng
Ya piwulangane salah
Sirah nggeh tetep ngenggleng!
Gusti Allah nyuwun ngapura
Anak-anak sekarang sudah pada cilaka
Tak tahu gotong-royong
Tak paham tut wuri handayani!
12
Gusti Allah nyuwun ngapunten
Bapa Biyung kami sudah sangat kebangeten
Makin jadi priyayi makin pinter ngakali
Tut wuri hanjegali!
Ucapanmu mbebayani Le
Hati-hatilah (kalau) melontarkan kalimat
Supaya kamu tidak kuwalat!
Ucapan panjenengan punika
Sampun mboten malati lagi ko Rama
Sebab sudah kehilangan jimat!
Thole! Hidupmu sudah tidak wungkul
Tidak tresna kepada daya, kepada cahya
Tidak mudeng bebrayan karo wong tuwo
Kudhu nganggo tresna jalaran saka kulina
Nggeh sorry kemawon Rama
Bagaimana hidup kami bisa wungkul
Kalau sirah kami (ini) tansah didengkul
Bagaimana batin kami bisa wutuh
Kalau beribu nilai berperang brubuh
Gendruwo bule mudarake tapabrata
Gendruwo soklar sugih dadakan
Jalaran saka mulasara!
Thole! Tidak ilok Le!
Tidak ada santri mangan pelok Rama!
Thole!
Kere!
Wahwahwah! Ini yang namanya
Anak polah Bapak kepradah!
Wahwahwah ini namanya
Bapak polah Anak kepradah!
13
Hm(sedang) memandang ulat melungsungi
(dan) Sebagian (telah) menjelma menjadi (seperti seekor) musang
Yang lain (men)jadi ayam
Ngisep kelembak menyan
Ngisep ilmu orang (yang ada di) sebrang
( yang telah) Memoles wajah(-nya) sendiri
Sampai (-sampai) diri (ini) (men) jadi hilang
Mengejar (ke)bahagia (an) ternyata (hanya) fatamorgana (saja)
Mengejar kenikmatan (yang ada di) dalam jiwa
Memburu duwit (yang ada) dibawah taplak meja
(yang) Mengabdi (kepada) semua atasan
Supaya hidup (ini) (men) jadi (lebih) aman
Takut pada hantu (yang) berseragam
Soal Tuhan, (itu) gampang ditangguhkan
Ikan-ikan (yang ada) (di) dalam lautan
(Kini)Tak bisa (lagi) melihat gelombang
(yang ada) Di (tengah) samudera yang (sangat) luas dan dalam
(kini) Tak jelas (lagi) kemana badan (akan) diarahkan
Ikan (yang) besar (me) makan ikan (yang) kecil
Yang kecil (me)makan yang lebih kecil
Yang lebih kecil (me)makan lumut-lumut dan batu
Batu dan lumut (itu) habis
(kemudian) Ia (me) makan dirinya sendiri
14
B. Menganalisis Puisi Menghisap Kelembak Menyan
15
pinternya cuma teriak rame-rame
menjadi buih-buih
16
salin suara.
Berhubungan Berhubungan dengan frase menghisap kelembak menyan
dengan verbal. berselonjor di kursi panjang
sintaksis Frase verbal adalah frase yang merasakan zaman yang makin
intinya berupa kata kerja. ngengleng
seperti sedang memanggil hantu
Yang termasuk frase verbal siluman
antara lain: berjalan ke utara malah sampai ke
- menghisap kelembak selatan
- berselonjor di kursi Tiap desah napas menyimpan pisau
- memanggil hantu siluman perang
- berjalan ke utara
nanti kalau bertemu dengan gusti Allah,
- menyimpan pisau perang
kita minta digendong
- minta digendong
Menyusuri inti sangkan paran
- menyusuri inti sangkan
Sang Bapak menghisap rokok kretek
- menghisap rokok kretek
- menghirup kopi
Menghirup kopi tubruk
17
- memandang ulat Berburu dirinya sendiri
- mengejar bahagia Bergesekan, bertabrakan satu sama lain
- mengear kenikmatan Menunggu ratu adil malah ketemu
- memburu duit
bedil
Hm memandang ulat melungsungi
Mengejar bahagia ternyata fatamorgana
Mengejar kenikmatan dalam jiwa
Memburu duwit dibawah taplak meja
Berhubungan dengan frase berselonjor di kursi panjang
ajektival. tidur lelap kita
awan berarak, cakrawala menggeliat
Fase ajektival adalah frase yang ketenangan selama ini justru
yang intinya berupa kata sifat. menakutkan
Yang termasuk frase ajektival: meredam derita dan kesengsaraan
- kursi panjang di tengah orang-orang berbondong-
- tidur lelap bondong
- awan berarak Hm gamelan berdentang
- cakrawala menggeliat
Anakku Thole sing bagus dhewe!
- ketenangan selama ini
Yang pentig hidup mesti seneng
- justru menakutkan
Gamelan itu memang gandhes
- meredam derita
yang kamu makan dengan rakus
- dan sengsara
- orang berbondong-bondong
Ada yang mulia bagai ibi Siti Mariam
18
- sesag dan tegang Khotbah Ramanya makin terasa hampa
- bintang kemuliaan Juga anak anak yang bingung
- malah bingung merumuskan dirinya
- jagat iki amba
Wawasannya dikelabui
- tak lagi percaya
Menang tanpa ngasorake
- makin terasa hampa
Pinternya cuma teriak rame rame
- anak yang bingung
Tanpa nurani yang jernih
- wawasannya dikelabui
- menang tampa ngasorake
Gempa meretakkan jiwa tanah ini
- takut padahantu
- ruang kosong
Berhubungan dengan frase di luar, langit retak
nominal. perkutut diserambi depan
berjalan ke utara malah sampai ke
Frase nominal adalah frase yang selatan
intinya berupa kata benda. bapak dan anak makin tak
Yang termasuk frase nominal: berkesinambungan
- langit retak awan berarak, cakrawala menggeliat
- perkutut diserambi di tengah orang-orang berbondong-
- berjalan ke utara bondong
- sampai ke selatan
Langit amber banjir bandang
19
- bapak dan anak masuk cangkir jadi wedang
- awan berarak hiduplah seperti gamelan yang
- cakrawala menggeliat gandhem
- di tengah orang-orang
Sang Bapak menghisap rokok kretek
- langit amber
Kami sudah telan telormu yang setengah
- banjir bandang
mateng
- masuk cangkir
Angin malam itu jahat
- jadi wedang
- seperti gamelan
Hotel bertingkat panggungmu
20
Bapak >< Ibu
Sinonim bedasarkan harfiah adalah hidup kami ini sesag dan tegang
nama lain untuk benda yang sama,
menurut Verhar sinonim adalah nampak sunyi dan tentram
Derita = sengsara
Sesag = tegang
Sunyi = tentram
Berhubungan dengan istilah kata tapi Rama musik kami ini Rockn Roll
keagamaan.
21
Sabda adalah perkataan bagi Alloh. mengejar bahagia ternyata fatamorgana
Bionic Women
C. Biografi
Emha Ainun Nadjib lahir di Jombang, 27 Mei 1953, anak ke-4 dari 15 bersaudara,
pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah
Mada (UGM) Yogyakarta. Sebelum itu 'diusir' dari Pondok Modern Gontor Ponorogo karena
'demo' melawan Departemen Keamanan pada pertengahan tahun ketiga studinya, kemudian
pindak ke Yogya dan lumayan bisa tamat SMA Muhammadiyah I. Lima tahun hidup
menggelandang di Malioboro Yogya antara 1970-1975 ketika belajar sastra kepada guru yang
dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat
mempengaruhi perjalanan Emha.Memacu kehidupan multi-kesenian Yogya bersama Halim,
networker kesenian melalui anggarbambu, aktif di Teater Dinasti Beliau menerbitkan buku-buku
dan16 buku puisi antara lain:
22
Nyanyian Gelandangan (1982),
Pluralisme
Cak Nun bersama Grup Musik Kiai Kanjeng dengan balutan busana serba putih, ber-
shalawat (bernyanyi) dengan gaya gospel yang kuat dengan iringan musik gamelan kontemporer
di hadapan jemaah yang berkumpul di sekitar panggung Masjid Cut Meutia. Setelah shalat
tarawih terdiam, lalu sayup-sayup terdengar intro lagu Malam Kudus. Kemudian terdengar syair,
"Sholatullah salamullah/ Ala thoha Rasulillah/ Sholatullah salamullah/ Sholatullah salamullah/
Ala yaasin Habibillah/ Ala yaasin Habibillah..."
23
Tepuk tangan dan teriakan penonton pun membahana setelah shalawat itu selesai
dilantunkan. "Tidak ada lagu Kristen, tidak ada lagu Islam. Saya bukan bernyanyi, saya ber-
shalawat," ujarnya menjawab pertanyaan yang ada di benak jemaah masjid.
Tampaknya Cak Nun berupaya merombak cara pikir masyarakat mengenai pemahaman
agama. Bukan hanya pada Pagelaran Al Quran dan Merah Putih Cinta Negeriku di Masjid Cut
Meutia, Jakarta, Sabtu (14/10/2006) malam, itu ia melakukan hal-hal yang kontroversial. Dalam
berbagai komunitas yang dibentuknya, oase pemikiran muncul, menyegarkan hati dan pikiran.
Perihal pluralisme, sering muncul dalam diskusi Cak Nun bersama komunitasnya. "Ada
apa dengan pluralisme?" katanya. Menurut dia, sejak zaman kerajaan Majapahit tidak pernah ada
masalah dengan pluralisme.
"Sejak zaman nenek moyang, bangsa ini sudah plural dan bisa hidup rukun. Mungkin
sekarang ada intervensi dari negara luar," ujar Emha. Dia dengan tegas menyatakan mendukung
pluralisme. Menurutnya, pluralisme bukan menganggap semua agama itu sama. Islam beda
dengan Kristen, dengan Buddha, dengan Katolik, dengan Hindu. Tidak bisa disamakan, yang
beda biar berbeda. Kita harus menghargai itu semua," tutur budayawan intelektual itu.
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari data analisis diatas dapat disimpulkan bahwa, puisi Menghisap Kelembak
Menyan ini banyak berhubungan dengan morfologi, sintaksis dan semantiknya.
Jika dilihat dari analisisnya, puisi karya Emha Ainun najib ini secara global
mengungkapkan rasa kecewa serta protes terhadap kondisi saat itu, yaitu kondisi dimana
kondisi yang penuh pendoktrinan dalam puisi ini diibaratkan oleh romo dan thole.
Dengan adanya dialog antara romo dan thole secara gamblang penulis memaparkan isi
puisi tersebut. Karena puisi bersifat subyektif jadi mereka para pembaca bisa menafsirkan
puisi tersebut berdasarkan pengalaman. Puisi ini juga dapat mengungkapkan rasa kecewa
serta protes kedudukan yang dianut dalam masyarakat sudah mulai tergerus oleh
kebudayaan, asing.
B. Saran
Dari hasil penelitian yag telah dilakukan, dengan ini penulis ingin memberikan
saran kepada pembaca yang mungkin bisa bermanfaat. Terutama bagi siapapun yang
ingin lebih mengerti serta memahami tentang puisi Menghisap Kelembak Menyan.
25