ADIL MASTJIK
DAHSYATNYA
AKSI BELA
ISLAM
JIHAD MELAWAN
KETIDAKADILAN
***
Aksi Bela Islam tidak melakukan makar.
Itu cuma hoax!
Jangan takut, karena Indonesia tidak bisa ditakut-takuti, karena kita adalah
kumpulan manusia yang berjiwa ksatria dan patriot.
2
PERSEMBAHAN
PENGANTAR PENULIS
Bissmillahirrahmanirrahim
AKSI BELA ISLAM. Inilah sebuah episode perjuangan monumental umat Islam
Alquran dan ulamanya, yang dinista dan dihina mentah-mentah oleh seorang Gubernur.
Ia dikenal sebagai Ahok alias Basuki Tjahaya Purnama, Gubernur Jakarta. Tak kurang
dari sekitar 90 persen umat Islam Indonesia di negeri yang berpenduduk 250 juta ini,
spontan menjadi tersakiti dan marah ketika membaca, mendengar dan melihat langsung
video yang beredar luas di berbagai media, bagaimana Ahok dengan pakaian dinas
dengan kalimat penghinaannya terhadap Alquran dan para ulama. Jadi jangan percaya
sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu nggak bisa pilih saya ya,
kan? Dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu,
ya. Jadi kalau Bapak-Ibu perasaan enggak bisa kepilih nih, karena saya takut
masuk neraka karena dibodohin gitu ya, nggak apa-apa (news.detik.com, 9 Mei
2017). Itulah kalimat yang membuat hati umat Islam terdzalimi. Dengan kata-kata:
dibohongin dan dibodohin, begitu menohoknya kalimat Ahok itu menghina Alquran dan
para ulama. Sulit untuk bisa diterima akal sehat betapa bisa seorang Gubernur, pemimpin
dengan gampangnya menista keyakinan mereka umat Islam dengan kalimat yang tak
Jutaan umat Islam lalu bangkit menuntut keadilan. Ahok harus ditangkap, diadili
dan dipenjara sama seperti para penista agama Islam lainnya yang sudah dihukum dengan
penegak hukumnya amat lamban merespon tuntutan umat Islam. Bahkan dengan nuansa
memagari dan menjaga Ahok dengan segala cara. Sangat tidak adil. Apalagi, bukan
kabar hoax, di belakang Ahok ada kekuatan besar pemodal Cina: para taipan, yang
mendukungnya. Kenyataan itu begitu terang benderang di mata umat Muslim dan seluruh
masyarakat.
menyengsarakan nelayan, dan didanai para taipan dimana mereka tidak mau Ahok
diganggu, apalagi harus ditangkap dan dipenjara. Mirisnya, suara santer, konon Ahok
diproyeksikan akan dijadikan Presiden oleh kelompok taipan itu. Kita perlu waspada!
Sejak awal, November 2016 sampai 5 Mei 2017, dengan semangat bela Alquran
dan bela ulama, jutaan umat Islam yang terinspirasi oleh ajaran agamanya lalu melakukan
demonstrasi dan unjukrasa superdamai: AKSI BELA ISLAM, yang langsung dipimpin
oleh Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Ustadz Habib Rizieq Shihab bersama
Ustadz Bahtiar Nasir. Lewat Gerakan Nasional Pembela Fatwa - Majelis Ulama
Indonesia (GNPF-MUI) ada beberapa kali Aksi dilakukan. Di antaranya, Aksi Bela Islam
411, 212, 112, 313, dan ditutup dengan Aksi 55. Semua aksi berlangsung aman, damai,
tertib dan bersih. Pujian pun berdatangan dari segenap lapisan masyarakat, terutama
5
mereka kelompok yang bisa berpikir positif dan obyektif, bahwa, ternyata umat Islam
meski disakiti, justru malah menunjukkan kualitasnya dengan melakukan semua aksinya
itu dengan penuh kesopanan dan kesantunan tinggi. Terutama Aksi 212 yang diikuti
Kalangan pers dunia terutama dari Barat mengakui, Aksi Bela Islam itu
dan itulah fakta sejarah monumental bagi umat Islam, juga terutama bagi negara dan
pemerintah Indonesia. Betapa tidak. Setiap kali melakukan Aksi, meski diikuti jutaan
manusia selalu berakhir dengan tertib, aman, damai dan tidak ada sedikitpun sarana dan
prasarana negara, seperti taman-taman yang rusak. Tidak ada. Bahkan sang Kapolri
sendiri, Tito Karnavian terpaksa mengakui: Satu tangkai daunpun tak ada yang patah!
Yang mengharukan, banyak pula kesaksian atau testimoni khusus dari para
peserta aksi damai 212 yang merasakan adanya banyak keajaiban, rasa takjub yang
mengharu-biru dan terlindungi dengan nyaman justru di tengah lautan manusia itu.
Mengharukan, Sejuk, Damai dan Tenang Hati ini Mendengarnya ....! Ia pun bersaksi:
Melihat lautan massa yang bersalawat dan menyerukan takbir, bulu kudukku merinding
melihat kemegahan persatuan saudara-saudaraku umat Islam. Rasa takutku pun hilang,
karena mereka yang mengagung-agungkan kebesaran Tuhannya pasti tidak akan sanggup
menyakiti manusia lain. Kemudian saya mendengar ceramah Shalat Jumat yang
menyejukkan. Penceramah itu mengatakan, "Hai orang Kristen, kalian saudara kami, hai
orang Hindu, kalian juga saudara kami. Begitu juga dengan orang Katolik, Budha dan
6
Konghucu, kalian adalah saudara kami. Kita adalah sama, yang berbeda hanya agama
kita. Dan kita tetap bersatu dalam NKRI." Begitu sejuk, damai dan tenang hati ini
Itulah pengakuan jujurnya sang Reporter. Anda tahu, siapa penceramah yang
dikatakan sejuk itu? Dia Ustadz Habib Rizieq Shihab, Imam Besar Front Pembela Islam
(FPI). Orang yang selama ini dikesankan dalam dirinya melekat kekerasan dan intoleran.
Itulah karenanya, setelah Aksi 212, Habib Rizieq memperoleh penghargaan sebagai Man
Tionghoa Indonesia (MusTi) dan Komunitas Tionghoa Anti Korupsi (KomTAK). Bahkan
sebelumnya Habib Rizieq juga meraih Penghargaan Tokoh Bela Negara bersama Kapolri
dan Panglima TNI dari LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA). Penghargaan ini
Yang pasti banyak pengamat mengatakan, khusus untuk Aksi 212 diakui adalah
aksi super indah dalam sejarah Indonesia. Itulah sebuah Pesan Damai Islam Indonesia
kepada dunia. Itulah sebuah momentum kebangkitan Islam yang juga hakekatnya
kebangkitan Indonesia. Begitu banyak pujian dan penghargaan kepada umat Islam
dengan aksi 212-nya itu. Mereka terdzalimi, ternista dan tercederai hatinya, tetapi malah
Dan itulah hakekat ajaran Islam. Sesungguhnya, jika Islam itu ditegakkan,
jangankan manusia, hewan dan tanaman pun akan mendapat rahmatnya. Jadi terbukti
bahwa, orang Islam itu santun, sangat menghormati sesama apapun agama dan rasnya.
Tak ada niat sedikitpun membuat kacau kondisi Indonesia bahkan tak ada niat dengan
Aksi Bela Islam itu mau makar dan mengkudeta Presiden Jokowi lewat Ahok. Apalagi
7
menggagalkan dan mengacau Pilkada DKI Jakarta 2017. Tak ada hubungannya Aksi Bela
Itu semua adalah tuduhan hoax dan fakenews yang diplintir dan dilempar oleh
mereka yang tidak mencintai Indonesia. Ditambah tuduhan, umat Islam memecah belah
Padahal, kalau mau jujur, hakekatnya, Aksi Bela Islam terjadi karena awalnya
dipicu mulut liarnya Ahok, dan murni menuntut keadilan terhadap Ahok yang hari-hari
setelah menista Alquran ia malah selalu bersikap arogan tak mau mengakui kesalahannya,
itu karena pongah dan ujub merasa didukung para taipan dan dilindungi pemerintah.
Padahal tuntutan umat Islam hanyalah ingin segera diterapkannya keadilan terhadap
TNI Jendral Gatot Nurmantyo di Kompas TV (5 Mei 2017). Dinyatakan, Tidak mungkin
umat Islam melakukan makar! Hal itu ditegaskan Jenderal Gatot Nurmantyo kepada
tidak melihat Aksi Bela Islam termasuk Aksi Simpatik 55 (aksi terakhir, Pen.)
didomplengi kelompok tertentu untuk melakukan makar alias kudeta terhadap Presiden
Jokowi. Malah Aksi Simpatik 55 yang dimotori Gerakan Nasional Pembela Fatwa
mendukung independensi Hakim dalam kasus dugaan penodaan agama oleh Ahok.
8
Kompas TV itu. Dengan muka dingin dan sedikit senyum, Panglima TNI justru mengaku
Saya agak tersinggung dikatakan seperti itu, karena saya sebagai umat Islam juga," kata
Panglima TNI.
Dijelaskan Panglima TNI, para kiai dan ulama adalah motor perjuangan merebut
kemerdekaan. Mereka bergerak bersama santri dan masyarakat, gotong royong. "Kenapa,
"Jadi yang memerdekakan bangsa ini adalah mayoritas umat Islam, bersama umat
Katolik, umat Hindu, umat Buddha, dari berbagai macam suku yang tinggal di sini,"
tegas Panglima TNI menambahkan. Dengan asumsi, mayoritas umat Islam yang telah
"Itu tidak mungkin, buktinya Aksi 411 dan Aksi 212 damai, aman, dan tertib. Ini
kan berita hoax saja yang menyampaikan seperti itu (kudeta/makar). Sehingga menakut-
nakuti kita semuanya. Jangan takut, karena Indonesia tidak bisa ditakut-takuti, karena kita
adalah kumpulan manusia yang berjiwa satria dan patriot," tukas Panglima TNI tegas.
Yang pasti, masyarakat Indonesia yang 90% muslim, sudah ratusan tahun
memiliki modal dan kelenturan sosial hidup damai dalam keragaman yang begitu kokoh.
Sebuah aset berharga yang perlu terus dirawat bersama. Dan, umat Islam akan semakin
mendapatkan pengokohan jika terus dalam setiap gerakannya selalu bergerak atas nama
Sekali lagi, lewat Aksi Bela Islam itu, Indonesia telah menunjukkan benar-benar
sebagai negara demokrasi yang begitu matang. Sekaligus umat Islamnya yang terbesar di
dunia ini, menjadi umat Islam yang menyatu tanpa ada lagi sekat-sekatnya. Semoga saja,
kesaksian kepada umat Islam seluruh Indonesia yang telah setia mengikuti dan
berpartisipasi aktif dalam setiap Aksi Bela Islam sampai tujuh kali, sebagai sebuah
episode perjuangan bela Quran yang dahsyat dan berhasil menciptakan atmosfer
keadilan dengan dijatuhkannya vonis 2 tahun kepada si penoda agama, Ahok. Meski
berharap bisa dihukum maksimal 5 tahun, tetapi itu sudah memberi air kesejukan bagi
dada umat Islam yang selama ini sesak karena terpinggirkan oleh ketidakadilan.
Anies Baswedan-Sandiaga Uno, yang ini berarti Akhirnya, Jakarta Tanpa Ahok, maka
umat Islam dengan Aksi Bela Islam-nya wajib bersyukur kepada Allah swt meski
Memang kita takjub dengan kedahsyatan Aksi Bela Islam itu karena, Aksi itu
mampu merajut kembali ukhuwwah Islamiyah yang menyatu tanpa adanya sekat, dengan
tampilan Islam yang santun, damai, bersih, dan sangat menjunjung nilai-nilai demokrasi.
Karena itu, buku ini adalah sebuah buku yang Insya Allah memiliki nilai
monumental bagi kalangan umat Islam. Selebihnya, buku ini juga menegaskan kepada
dunia, bahwa Aksi Bela Islam (sekali lagi, utamanya Aksi 212 yang dihadiri tujuh juta
lebih umat muslim yang didukung pula oleh berbagai etnis dan kalangan non-muslim)
10
telah memberi nilai plus bagi negara dan pemerintah Indonesia dalam perjalanan
dengan Aksi Bela Islam-nya itu memecah belah bangsa, merusak kebhinekaan,
menghancurkan NKRI, Pancasila dan UUD 1945, mau makar, mau kudeta dan berbagai
tuduhan-tuduhan absurd lainnya. Yang pasti, itu fakenews semua! Itu hoax semua!
Karenanya, menghadapi itu, kita berkaca pada pesan Panglima TNI Gatot
Nurmantyo, Jangan takut, karena Indonesia tidak bisa ditakut-takuti, karena kita adalah
Kini, sebuah episode perjuangan telah umat Islam lalui dengan amat sangat sukses
dan berhasil mengantarkan Ahok, si penista agama, ke penjara dengan vonis 2 tahun
langsung ditahan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 9 Mei 2017.
keberhasilan itu tentunya harus pula dibarengi dengan kesediaan membenahi wajah dan
tampilan umat Islam untuk menjadi lebih baik, penuh kesantunan tanpa sama sekali
adanya kekerasan dalam merawat keindonesiaan dan kebhinekaan kita sebagai bangsa.
Untuk niat mulia itu, pertama, umat Islam harus tetap menjunjung konstitusi di
setiap langkah dan gerakannya dalam merawat Negara Indonesia sebagai warisan para
ulamanya sendiri. Dan karenanya menjadi penting untuk terus menjaga Pancasila,
menjaga NKRI dan kebhinekaan sebagai asset berharga bangsa. Kedua, umat Islam harus
menjadi umat Islam yang lebih menyatu dan lebih solid tanpa ada lagi sekat-sekat.
11
Dengan melaksanakan dua langkah strategis itu, maka setiap gerakan Islam tak
bisa lagi dilabeli sebagai pemecahbelah bangsa oleh mereka yang selama ini selalu
Karenanya kita harus memberi pengertian mereka yang selalu nyinyir mencela
dan memfitnah Islam itu dengan akal sehat, cerdas dan santun. Kita harus lawan para
pemfitnah itu dengan sikap ksatria! Seperti saran Panglima TNI, Jangan takut! ***
Adil Mastjik
081 2302 1895 (sms)
12
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN
PENGANTAR PENULIS
DAFTAR ISI
Sumber Tulisan
Tentang Penulis
13
BAB I
HEBATNYA AKSI BELA ISLAM
mayoritas yang sudah amat lama mendamba keadilan di seluruh sisi kehidupannya, telah
muncul dalam kebersamaan kita berbangsa dan bernegara. Utamanya di bidang sosial,
politik dan ekonomi umat. Kebangkitan yang sedang dan akan terus bergulir dalam
berbagai bentuk dan gerakan massa Islam ini, sesungguhnya merupakan cerminan awal
dahsyatnya ledakan energi yang memperoleh momentumnya pada Aksi 212 bertajuk Aksi
Bela Islam III, 2 Desember 2016 di Monas, Jakarta yang dihadiri sekitar 7 juta umat
Islam. Bahkan sampai beberapa kali Aksi Bela Islam itu dilakukan.
Yang pasti, ke depan, momentum itu akan terus bergerak dan menggelinding
menjadi kekuatan besar dan terus membesar ibarat snowballing effect. Tak ada yang bisa
menghentikan dan menghalangi, meski banyak kelompok yang tak suka Islam lalu terus
mencela, menghujat dan memutar balikkan fakta. Inilah juga kolaborasi indah yang
14
sempat terjadi antara seluruh rakyatyang 90 persen lebih adalah umat Islam
bergandengan tangan dengan ulama dan pemimpin elitnya di negeri ini. Tentu hal ini
amat menggembirakan dimana kalau para elit penguasa dan semua penyelenggara
negaranya sudah ikut ambil bagian, maka sudah pasti perubahan besar bagi kemajuan
negara maju yang mengalami perubahan dan kemajuan signifikan, itu karena digerakkan
kaum elitnya. Kini kaum elit bangsa Indonesia yang menjadi motor perubahan adalah
kaum mayoritasnya, yaitu umat Islam Indonesia yang terpelajar dan secara ekonomi telah
mapan serta teruji dan mampu bertahan dalam kerasnya kehidupan akibat ketidakadilan
yang terjadi di negeri yang kaya raya sumber daya alamnya ini.
Agaknya, inilah saatnya, umat Islam Indonesia perlu mengkonsolidasi potensi dan
kekuatannya di seluruh negeri. Bangsa ini, siapapun dia, harus bersyukur dan cerdas
mengapresiasi kebangkitan kesadaran umat Islam Indonesia saat ini, yang dilakukan
dengan kesadaran akan realitas, bahwa bangsa dan negaranya ini memang dibangun dari
semangat keberagaman dan kebersamaan. Sebuah negeri yang didirikan oleh para ulama.
kebhinnekaan. Umat Islam Indonesia telah menemukan jati dirinya, bahwa sebagai
bangsa, memiliki ciri dan karakter yang berbeda dengan umat Islam di belahan dunia
lainnya. Yaitu, ciri dan karakter umat Islam Indonesia yang cinta damai dengan semangat
Nabi Muhammad SAW. Dimana beliau telah dengan sempurna memberikan teladannya
tentang arti pluralisme dalam aqidah dan iman Islam. Beliau melalui kesepakatan mulia
15
melindungi berbagai suku dan agama yang ada saat itu, di kota kesayangan beliau,
melalui Piagam Madinah. Juga adanya sebuah ketentuan tegas yang menjadi dasar
perlindungan keberagaman dan pluralisme bagi kita umat Islam di Indonesia, jelas
dinyatakan dalam kitab suci Al-Qur'an, agar kita selalu berpedoman pada Surat Al-
Kini, sekali lagi, kebangkitan dan kesadaran umat Islam Indonesia dan sekaligus
bangsa Indonesia, memperoleh titik kuat kulminasinya pada gerakan kebangsaan dalam
beberapa kali Aksi Bela Islam itu. Yang paling spektakuler dan diakui dunia, adalah Aksi
Super Damai 212 bertajuk Aksi Bela Islam III pada tanggal bersejarah 2 Desember 2016.
Aksi yang diinisiasi dan digerakkan para ulama yang tergabung dalam GNPF-MUI
Habib Rizieq, AA Gym, Bahtiar Nasir, Tengku Zulkarnain dan masih banyak lagi ulama
lainnya, yang diikuti lebih dari 7 juta umat Islam seluruh Indonesia berpusat di Taman
Monas Jakarta. Sebuah demo superdamai yang berlangsung aman, tertib, bersih dan
indah serta amat menyejukkan. Mereka khusus melakukan doa bersama bagi keselamatan
negerinya dan menuntut keadilan terhadap Ahok, Gubernur Jakarta yang menodai Islam.
Kemudian aksi itu diakhiri dengan shalat Jumat berjamaah yang sempat dihadiri
Karena itu, semangat dari peristiwa fenomenal ini harus dijaga bersama oleh umat Islam
sekaligus pula oleh seluruh elemen bangsa ini bagi kemaslahatan negeri tercinta.
mengatakan, dirinya merasa beruntung diberi Allah SWT kesempatan untuk bisa
Ia terlibat dalam berbagai Aksi Bela Islam, hingga hadir di acara Gerakan Subuh
Abdullah Gymnastiar yang akrab disebut AA Gym. Gerakan Subuh Berjamaah itu
pertama kalinya berlangsung di Mesjid Pusdai Bandung pada tanggal 12 Desember 2016
seluruh penjuru negeri dan tercatat sebagai sejarah baru sholat Subuh berjamaah terbesar
/Kebangkitan-Indonesia-Baru-).
Kata Johan O. Silalahi, sejak jam 3 dinihari, gerimis semakin menambah dingin
udara kota Bandung. Tapi umat Islam dari seluruh penjuru berbondong-bondong datang
dengan penuh semangat untuk melaksanakan sholat Subuh berjamaah dengan saudara-
saudaranya sesama umat Muslim. Perasaan haru bergelora di hati Johan Silalahi, melihat
begitu tertib dan sabarnya mereka, membentuk antrian, melangkah perlahan, mencari
ruang dan celah yang masih ada untuk bisa melaksanakan sholat Subuh berjamaah itu.
Perasaan haru menjadi semakin dalam, ketika mendengar kalimat-kalimat sejuk dari para
Ulama seusai sholat, yang mengingatkan bahwa umat Islam di Indonesia sangat cinta
damai. Tidak ada niat sedikitpun untuk memusuhi sesama saudara sebangsa dan setanah
Umat Islam di Indonesia memohon kepada para pemimpin di seluruh negeri, agar
jangan lagi pernah sekalipun mengomentari apalagi sampai menistakan agama, iman,
17
aqidah, ajaran agama orang lain. Kita semuanya ingin NKRI selalu tertib, aman dan
damai. Tidak boleh ada siapapun juga di antara kita yang mengomentari apalagi
Melalui peristiwa bersejarah ini: yaitu Aksi Bela Islam III di Monas Jakarta (212)
dan Gerakan Subuh Berjamaah di Bandung (1212), umat Islam Indonesia akhirnya
menemukan kembali jati dirinya. Bahwa, mereka harus menjadi pelaku sejarah, bukan
lagi menjadi boneka sejarah. Tidak ada kaum yang bisa menyelamatkan dirinya dari
keterpurukan, kecuali jika kaum itu sendiri yang menyelamatkan dirinya. Tidak ada
bangsa yang bisa maju, jika bukan karena bangsa itu sendiri yang mau membangun,
memajukan dan mensejahterakan bangsa dan negaranya. Kini kebangkitan umat Islam di
sesama anak bangsa Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakang etnis, suku dan
agama lain dengan penuh persahabatan. Juga mengajak bergerak bersama dalam
Menurut Johan O. Silalahi, fase integrasi ini akan menandai dimulainya era
Kebangkitan Indonesia Baru. Era dimana ketidakadilan dan kedzaliman harus diberantas
dari seluruh wilayah Indonesia. Mulai sekarang, semua Pemimpin di seluruh wilayah
Indonesia, harus segera bertobat dan kembali kepada jalan yang lurus dan benar. Karena
berbuat kebaikan, jika tidak mau digilas oleh zaman. Siapa saja, apakah ia seorang
Pemimpin yang beragama Islam, Kristen, Hindu, Buddha atau agama apapun.
18
Indonesia sudah letih dan lelah menunggu datangnya keadilan dan kesejahteraan yang
selama ini selalu diimpikan. Momentum perubahan kini sudah tiba. Mau tidak mau, suka
atau tidak suka, kita semua harus berubah, kata Johan. Jangan pernah berani melawan,
karena zaman Kebangkitan Indonesia Baru telah tiba. Siapapun yang berani melawan,
Apa yang disampaikan oleh Johan O. Silalahi itu adalah bukti dan testimony,
kesaksian salah seorang dari ratusan juta anak bangsa yang merasa terharu dan sekaligus
mendambakan kebangkitan Indonesia baru yang juga sebagai kebangkitan umat Islam ini,
akan berlanjut seterusnya. Dimana umat Islam berkewajiban sebagai panggilan jiwa yang
terinspirasi oleh ajaran agamanya, untuk bisa merawat dan mengelolanya dengan amat
Memang siapapun di antara kita tidak ada yang bisa menyangkal bahwa bangsa
dan negara kita Indonesia bisa terbentuk seperti sekarang, itu karena rahmat dan karunia
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Allah SWT. Indonesia kita ini tidak mungkin
bisa berdiri tegak, hanya karena ikhtiar dan upaya kita semata.
biasa, sampai mampu merajut kesatuan dan persatuan Indonesia yang terdiri dari 17.000
pulau, lebih dari 500 suku bangsa, dengan 741 bahasa dan budaya, serta menganut lebih
dari 6 agama dan keyakinan. Kecuali atas berkat rahmat Allah SWT.
Bahkan semuanya, sampai saat ini, tetap terhimpun dalam sebuah keluarga besar
bernama Indonesia yang rukun dan damai, bersatu dalam tali kekeluargaan yang sangat
erat. Dan kita juga tidak mungkin bisa melupakan sejarah, bahwa dahulu nenek moyang
19
kita sama sekali belum mengenal agama samawi. Agama samawi yang kita anut saat ini
adalah agama yang percaya pada Ke-Tauhid-an, percaya akan adanya kekuatan tunggal
yang abadi, yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa Allah Subhanahu wataala, yang telah
menciptakan dan mengatur seluruh alam semesta ini. Sejarah mencatat bahwa kita
seluruh bangsa Indonesia ini asalnya adalah dari satu nenek moyang yang sama,
Karena realitas akar sejarah itulah menjadi kewajiban kita bersama pula untuk
selalu menjaga persatuan dan kesatuan di seluruh wilayah Indonesia. Sungguh amat
beruntung kita seluruh bangsa Indonesia, ditinggali warisan oleh nenek moyang dan para
founding fathers kita, keberagaman aneka suku bangsa, yang diikat dalam ideologi
Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Tentu saja lantas menjadi aneh dan
tidak masuk akal, jika ada di antara kita masih berpikir dan bertindak primordialisme
dalam fanatisme yang sempit. Mengatakan, umat Islam memecah belah persatuan bangsa.
Sama dengan Johan O. Silalahi di atas, Dr. Iswandi Syahputra, Dosen IAIN Sunan
212 itu. Katanya: Demi Allah. baru kali ini saya melihat aksi demo hingga menangis.
Saya tidak kuat menahan rasa haru, bahagia, bangga, gembira, dan sedikit amarah semua
Sambil menangis tersedu melihat Aksi 212, ia sempat menelepon isteri untuk
mengabarkan situasi dan kondisinya. Luar biasa, kata Iswandi, persatuan, kesatuan,
Pukul 07.00 WIB Iswandi bergerak dari Cikini menuju Monas, ojeg yang ia
tumpangi harus muter-muter mencari jalan tikus. Semua jalan dan lorong yang mengarah
20
ke Monas macet total. Perjalanannya terhenti di Kwitang, dari Kwitang ia jalan kaki
menuju Monas, hingga ke perempatan Sarinah. Saat sampai di Tugu Tani, dadanya mulai
bergetar tak karuan. Seperti orang takjub tidak terkira. Umat Islam yang hadir saling
mengingatkan untuk hati-hati, jangan injak tanaman di taman, buang sampah pada
tempatnya, kemudian segala jenis makanan sepanjang jalan bisa diperolehnya gratis. Tak
ada caci maki seperti terjadi di sosial media. Saat itu sudah mulai perasaan berkecamuk,
Tepat di depan Kedubes AS, dada Iswandi Syahputra meledak menangis haru saat
seorang kakek renta menawarkan kepadanya buah Salak, gratis. Ia bertanya, Ini salak
dari mana Kek? Saya beli sendiri dari tabungan, jawabnya. Iswandi pun hanya bisa
Di sebelahnya, ada juga seorang Ibu tua, juga menawarkan makanan gratis yang
dibungkus. Sepertinya mie atau nasi uduk. Bayangkan, Ibu itu pasti bangun lebih pagi
untuk memasak makanan itu. Ia bertanya, Ini makanan Ibu masak sendiri? Iya, jawab
Ibu tua itu. Saya biasa jualan sarapan di Matraman, hari ini libur. Masakan saya ini saya
gratiskan untuk peserta aksi. Masya Allah mendengar itu, Iswandi langsung lemes,
mes, messss . Ia semakin lemes sebab obrolan mereka disertai suara sayup orang yang
Dan, sepanjang jalan yang ia lalui, ia menemukan semua keajaiban Aksi Super
Damai 212. Ada Pijat gratis, obat gratis, klinik gratis, makan dan minum gratis. Perasaan
lain yang bikin ia merinding, tidak ada jarak dan batas antara umat Islam yang selama ini
kena stigma sosial buatan mereka para nyinyiers dan haters sebagai Islam Jenggot,
Islam Celana Komprang, Islam Kening Hitam, Islam Cadar, Islam Berjubah dan
21
stigma-stigma negatif lainnya. Semuanya bersatu dalam: Satu Islam, Satu Indonesia, dan
Satu Manusia!
bahasa daerah Sunda, Jawa, Madura, Bugis, Aceh, Minang bahkan ada juga yang
berbahasa Tionghoa. Mungkin mereka saudara kita dari kalangan non muslim. Melihat
itu semua, saya menyerah, lagi-lagi saya menyerah, kata Iswandi tertegun. Ia tidak
kuasa menahan gejolak rasa yang bergemuruh dalam dada. Ia putuskan menepi, mencari
kafe sekitar lokasi. Kebetulan ia ingat punya sahabat baik yang pengelola Sere Manis
Resto dan Cafe. Lokasinya strategis, pas di pojok Jl. Sabang dan Jl. Kebon Sirih. Tidak
jauh dari bunderan BI dan Monas. Dia putuskan menyendiri masuk cafe itu untuk
memesan secangkir kopi dan menyaksikan semua peristiwa dari layar TV dan Gadget
Tapi di Resto dan Cafe Sere Manis itu juga ia temui umat Islam berkumpul
ramai membludak. Rupanya mereka antri mau mengambil wudhu yang disiapkan
pengelola restoran. Tidak cuma itu, ia juga menemukan ketakjuban lain. Di dalam
resto/cafe itu ia bertemu teman baru, seorang Scooter yang tinggal di daerah Cinere. Dia
dan teman-temannya memilih berjalan kaki dari Cinere ke Monas (sekitar 40 KM) untuk
ikut merasakan kebahagiaan para santri yang berjalan kaki dari Ciamis ke Jakarta. Masya
Allah. Bagi Iswandi semakin sangat kecil rasanya dibanding mereka semua.
Itulah kisah dan kesaksian Iswandi sang Dosen, tentang Aksi Super Damai 212.
Mungkin ada ratusan atau ribuan atau jutaan orang seperti dirinya yang tidak terhitung
atau tidak masuk dalam gambar aksi yang beredar luas secara viral. Hati Iswandi
22
mengakui, kami orang yang lemah, tidak sekuat saudara kami yang berjalan kaki di
Maka, katanya tegas, janganlah lagi menghina aksi ini. Apalagi jika hinaan itu
keluar dari kepala seorang muslim terdidik. Tidak menjadi mulia dan terhormat dengan
Anda menghina aksi ini. Terbuat dari apa otak dan hati Anda hingga sangat ringan
menghina aksi ini? Atau, apakah karena Anda mendapat beasiswa atau dana riset dari
pihak tertentu kemudian dengan mudah menghina aksi ini? Tanya Iswandi Syahputra.
Jika tidak setuju, katanya lagi, cukuplah diam, kritik yang baik, atau curhatlah ke
isteri Anda berdua. Jangan menyebar kebencian di ruang publik. Walau menyebar
kebencian, kita tahu kalian tidak mungkin dilaporkan umat Islam. Sebab umat Islam tahu
persis ke mana hukum berpihak saat ini. Ada ketidakadilan yang tidak berpihak umat.
Terlepas ada kebencian dari para nyinyiers, Iswandi bahagia bisa tidak sengaja
ikut aksi damai 212. Setidaknya ia bisa menularkan kisah dan semangat ini pada anak
cucunya sambil berkata: Nak, ketika kau bertanya ada di mana posisi Bapak saat aksi
damai 2 Desember 2016? Bapak cuma buih dalam gelombang lautan umat Islam saat itu.
Walau cuma buih, Bapak jelas ada pada posisi membela keimanan, keyakinan dan
kesucian agama Islam. Jangan ragu dan takut untuk berpihak pada kebenaran yang kau
yakini benar. Beriman itu harus dengan ilmu. Orang berilmu itu harus lebih berani. Dan
mereka yang hadir atau mendukung Aksi 212 adalah mereka yang beriman, berilmu dan
berani. Maka jadilah kau mukmin yang berilmu dan pemberani anakku.( http://www.-
jamilazzaini.com/catatan-dr-iswandi-syahputra/)
23
IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ketika ia berada di tengah lautan umat Islam yang
Tetapi yang juga lebih mengharukan lagi adalah berbagai kesaksian seperti yang
ditulis oleh republika.co.id, Selasa, 6 Desember 2016, judulnya: Ini Tujuh Kisah Manis
Harus diakui salah satu momentum yang tak terlupakan adalah saat warga Ciamis
memilih berjalan kaki ke Jakarta untuk mengikuti aksi 212. Ini setelah banyak
perusahaan bus yang tak mau mengangkut perserta aksi setelah dilarang oleh polisi.
Gerakan itu memicu solidaritas dan semangat Muslim lain untuk bisa bergabung dengan
aksi tersebut. Sambutan bagi Muslim Ciamis yang mengikuti aksi pun cukup meriah.
Kota Cimahi, masyarakat Kota Bandung dan Cimahi tumpah ruah menyaksikan dan
melihat rombongan massa aksi 212 yang tengah berjalan kaki menuju Jakarta dari
memberikan bekal makanan dan minuman untuk para massa. Tidak hanya itu, banyak di
antara mereka yang mengabadikan momen tersebut dengan merekam perjalanan massa
aksi. Gema takbir terlantun di sepanjang perjalanan para rombongan massa aksi jalan
kaki. Mereka tanpa lelah terus melantunkan takbir. Long march yang dilakukan pun
terlihat sangat rapi dan tertib. Meski long march sedikit mengakibatkan kemacetan. Ada
24
membersihkan.
pihaknya terus berjalan kaki menuju Jakarta mengikuti aksi super damai 2 Desember.
"Tidak ada rencana apa pun, kami konsisten dari awal dari Ciamis menuju ke Jakarta
telekomunikasi, mengaku terharu sekaligus bangga melihat rombongan massa aksi jalan
kaki yang berangkat dari Ciamis menuju Jakarta untuk ikut aksi superdamai 2 Desember.
Dirinya beserta staf dan pimpinan perusahaan sengaja memberikan ikhlas bantuan
makanan, minuman serta uang alakadarnya untuk rombongan yang saat itu melewati
Jalan Soekarno-Hatta, Bandung. Bahkan, Ade Risman, mengatakan, usai nanti bekerja,
Massa bergerak ke Jakarta dari Lampung menyewa mobil angkutan kota (angkot) untuk
bergabung dalam Aksi Bela Islam III di Jakarta pada Jumat, 2 Desember 2016. Mereka
nekat menyewa angkot setelah perusahaan bus menolak untuk disewa busnya.
menyewa angkot ke Jakarta karena bus menolak disewa, kata Fuad, salah seorang
aktivis masjid yang bergabung dengan massa umat Islam asal Lampung kepada
25
Republika.co.id, Kamis, 1 Desember 2016. Selain menyewa mobil angkot, massa umat
Islam juga membawa kendaraan pribadi dan beberapa bus milik pribadi umat. Massa
asal Lampung akan tiba di Jakarta pada petang atau malam hari.
Selama dalam perjalanan dua jam lebih dari Kota Bandar Lampung menuju
Pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan, tidak ada hambatan baik dari aparat
Koordinator aksi damai 212 di Islamic Center Kota Bekasi memborong dagangan
para pedagang yang berjualan di seputaran Islamic Center untuk memenuhi kebutuhan
logistik peserta aksi. Beragam bentuk donasi pun terus mengalir dari masyarakat Kota
Bekasi.
berupa uang tunai, air mineral, makanan, dan nasi bungkus terus berdatangan. Hampir
3.000 nasi bungkus dikirimkan oleh masyarakat se-Kota Bekasi untuk logistik peserta
aksi.
membeli makanan dan minuman di kompleks Islamic Center. Seluruh pedagang asongan
dan kaki lima sudah diborong. "Pedagang-pedagang sini sudah kami borong semuanya
26
supaya berdagang kopi teh untuk pagi-pagi tidak usah menarik bayaran. Gratis semua
melayani logistik peserta aksi tanpa menarik uang bayaran. Koordinator aksi yang akan
membayarnya dengan donasi dari masyarakat. Seluruh peserta aksi tanpa kecuali bisa
Rombongan massa Aksi Superdamai 212 dari Bogor Raya terdiri atas berbagai
kelompok usia. Mulai dari anak-anak, remaja hingga yang berusia lanjut. Rombongan
Di antara rombongan, ada sejumlah remaja yang berasal dari Sukabumi, Jawa
Barat. Mereka mengaku berangkat sejak Subuh menuju Kota Bogor. Fadil Muhammad
(15 tahun) mengaku tidak dipaksa atau diperintah pihak mana pun untuk mengikuti aksi.
Murid dari Ma'had Bhani Hasyim, Sukabumi itu mengaku, hanya ingin membela agama.
"Kemauan kami sendiri. Tidak ada yang suruh, baik itu guru atau siapa pun. Kami
tujuannya bela agama. Kami mah sudah biasa jalan jauh, Insya Allah kuat," ujarnya.
Sementara itu, Rahmat Ibnu Aulia (60 tahun), seorang pensiunan PNS, juga
mengaku optimistis kuat menempuh perjalanan. Gerakan ini, menurut pria yang membina
sebuah rumah tahfiz itu, juga sebagai bentuk kritik untuk penguasa. "Pedoman kita
diabaikan. Pedoman hidup kita dihinakan kaum kafirin munafikin. Itu alasan saya ikut,"
Seorang kakek lainnya, Tatan Rahman (57 tahun) mengaku sanggup menempuh
Rasulullah SAW. Warga asal Paledang, Kota Bogor, itu mengaku hanya ingin menuntut
keadilan. Apabila hukum sulit bicara, dia mengatakan, maka warga Muslim akan terus
bergerak. "Agar Indonesia juga tenang. Hukum ditegakkan secara adil, mudah-mudahan
Adapun para peserta long march diminta tak khawatir pasokan makanan maupun
layanan kesehatan karena mobil pandu selalu siap siaga. Selain mendapat pengamanan
Aksi Bela Islam III atau yang dikenal dengan sebutan Aksi Super Damai akan
digelar di Lapangan Monas Jakarta Jumat (2/12/2016). Aksi yang akan diadakan mulai
pukul 08.00 sampai 13.00 tersebut mengundang perhatian dari berbagai kelompok dan
Mereka pun turut aktif mendukung aksi umat Islam untuk membela Alquran dari
sang penista. Baik dengan cara menyumbangkan makanan, pakaian dan logistik lainnya,
maupun dengan cara turut serta dalam aksi demo tersebut. Salah satu artis yang sangat
aktif mendukung Aksi Super Damai adalah Camelia Malik. Bersama penyanyi Evi
Tamala dan artis lainnya, Camelia menjadi relawan yang menyambut dan mengurus
berbagai keperluan para jamaah peserta aksi dari luar kota yang menginap di Masjid
Desember 2016).
28
Kami didukung oleh banyak pihak, termasuk artis-artis, yang merasa terpanggil
untuk turut serta membela Alquran yang merupakan Kitab Suci umat Islam, kalam Allah
Yang Mahasuci, kata Camelia Malik saat ditemui Republika.co.id di Masjid Agung At-
Tiin, Kamis (1/12/2016). Artis yang akrab dipanggil Mia itu hadir secara langsung di
Masjid Agung At-Tiin bersama dengan sejumlah artis lainnya, untuk menyambut dan
mengurus keperluan para para peserta aksi dari berbagai kota. Termasuk rombongan
Mujahidin dari Ciamis, Jawa Barat, yang sebelumnya menempuh perjalanan dengan
Kami menyediakan untuk mereka makan tiga kali pada hari Kamis, yakni makan
pagi, makan siang dan makan malam. Adapun pada hari Jumat, kami menyediakan
makan pagi untuk mereka, sebelum mereka berangkat ke Monas, papar aktris film dan
penyanyi berdarah Padang-Arab-Jawa itu. Selain makanan, kata artis kelahiran Jakarta,
22 April 1955 itu, banyak pula donatur yang memberikan sumbangan dalam bentuk
barang, seperti baju koko, sandal, dan obat-obatan. Hand phone saya hidup 24 jam.
Bahkan, tidur pun HP saya taruh di bantal saya. Banyak sekali para peserta aksi maupun
donatur yang menelepon saya terkait dengan pelayanan di Masjid Agung At-Tiin untuk
para peserta demo dari luar kota, tutur Camelia Malik penuh semangat.
Muhammad Amir (47 tahun) menanti bus yang akan membawanya ke Jakarta,
Kamis (1/12/2016). Di salah satu sudut teras Masjid Baitussalam, Serengan, Solo, Amir
menanti kedatangan bus sambil melantunkan sholawat. Amir adalah salah satu dari ribuan
29
warga se-Solo Raya yang akan berangkat untuk mengikuti aksi Super Damai, Bela Islam
Ini pertama kali dia datang ke Jakarta. Sekaligus pertama kali pula mengikuti aksi
damai terkait penistaan Alquran yang dilakukan Gubernur nonaktif DKI Jakarta alias
Ahok. Pada aksi damai 4 November lalu, Amir sebenarnya berniat untuk ikut bersama
teman-temannya yang bergabung dengan Laskar Umat Islam Solo (LUIS). Namun
November) saya hanya bisa sedekah alakadarnya untuk bekal teman-teman ke Jakarta,
sekarang saya ikut. Karena saya yakin, melihat yang kemarin pun aksinya damai, besok
juga kita hanya doa, untuk negeri ini dan tegaknya keadilan, tutur Amir kepada
Republika.co.id jelang keberangkatan massa dari Solo pada Kamis (1/12/2016) siang. Dia
pun menunjukkan sejumlah barang yang dibawanya dalam tas ransel. Di tas hitamnya itu,
terdapat perlengkapan shalat, sikat, dan pasta gigi. Selain itu ia juga membawa kantong
plastik. Kata dia, kantong plastik itu sengaja dipersiapkan istrinya agar dapat digunakan
sebagai tempat sampah makanan dan minuman peserta aksi super damai di Jakarta nanti.
Memang tidak ada instruksi dari panitia, ini inisiatif sendiri karena diingatkan
istri. Karena ini aksi superdamai harus menjaga kebersihan Jakarta juga, kita tidak boleh
mengotori lingkungan dengan sampah, nanti plastiknya saya kasih ke teman-teman juga,
tutur Amir.
Hal serupa juga dilakukan Ridwan (43 tahun), bahkan tak hanya perlengkapan
shalat dan plastik untuk tempat sampah, dia juga membawa tiga botol berisi air mentah.
30
Dia mengatakan, air mentah itu digunakan untuk berwudhu. Sebab dia khawatir saat
berlangsungnya aksi nanti, kesulitan mendapatkan air untuk wudhu. Karena waktu aksi
kemarin (4 November) susah dapat air wudhunya, lama mengantre kan. Supaya cepat
tidak ketinggalan kalau sholat jamaah, ya saya persiapkan saja dulu, tuturnya.
Sebanyak 2.700 warga se-Solo Raya berangkat ke Jakarta pada Kamis siang
(1/12/2016). Mereka berangkat dengan mengendarai 43 bus. Sebagian warga juga ada
yang berangkat menggunakan mobil pribadi. Terpisah, Kapolresta Solo, Achmad Luthfi,
mengatakan di hari yang sama dengan berlangsungnya aksi super damai di Jakarta, warga
Solo juga akan melakukan aksi berupa istigosah dan tablig akbar yang digelar oleh MUI
Solo. Kegiatan tersebut akan berlangsung di Masjid Agung Kraton Solo usai pelaksanaan
shalat Jumat.
Saat aksi superdamai pada 2 Desember 2016 lalu, banyak masyarakat yang
berpartisipasi untuk menyedekahkan minuman dan makanan gratis untuk para peserta
aksi. Sedekah juga banyak dilakukan para penjual yang menggratiskan dagangannya.
Ustaz Arifin Ilham mengisahkan tentang penjual donat saat aksi 212 lalu di akun
Instagram pribadinya. Penjual donat tersebut tiba-tiba ada di depannya dan mengatakan
donat gratis untuk para peserta aksi. Dalam sekejap, donat ini habis terbagi kepada
jamaah aksi 212 yang melaluinya. "Setiap jamaah yang mendapat donat gratis nampak
kagum dengan keikhlasan sang penjual donat. Namun saya amati setiap kali menerima
donat, para jamaah melesakkan sesuatu ke saku celana sang penjual donat," kata Arifin
Ilham di akun Instagram pribadinya, Senin (5/12/2016). Ia pun mendekati penjual donat
31
tersebut yang merapikan kotak dagangannya sambil menghitung uang yang diterimanya
dari 'paksaan' jamaah yang diberikan donat secara cuma-cuma. Mata penjual donat
tersebut tampak berkaca-kaca menghitung lembaran uang yang rata-rata adalah pecahan
Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. "Ya Allah, dua juta seratus ribu rupiah," kata penjual donat
Ustad pun tertegun melihat kejadian penjual donat tersebut yang ia sebut sebagai
pertunjukan Allah yang luar biasa. Menurutnya, satu orang pedagang donat keliling pasti
secara ekonomi bukan dalam kategori yang berkecukupan. Akan tetapi ia memiliki
keikhlasan yang luar biasa. "Allah mempertemukannya dengan orang-orang baik yang
mudah sekali bersedekah. Pedagang donat yang sehari-hari berdagang donat di Monas
dengan nilai dagangan tidak lebih dari dua ratus ribu mendapatkan uang lebih dari dua
juta hari ini. Berbagi tak harus menunggu lapang. Orang baik bertemu orang baik di 2
Aksi 212 menjadi lebih bernilai. Dan tentang kisah di seputar Aksi Bela Islam itu, laman
mata menetes. Dari tulisannya, Allah Satukan Hati Kami di Monas dapat disimak
manusia. Di atas kursi rodanya, kakek berusia 82 tahun ini masih tepekur seakan tak
percaya dengan apa yang dia lihat dengan mata berkaca-kaca. Beberapa kali dirinya
Ada sesuatu, entah apa itu yang membuat matanya sembab, yang mengalir bak air
mulutnya seraya setengah berbisik, saya nggak mau ketinggalan urusan begini, katanya
kepada Islamic News Agency (INA), 2 Desember 2016. Berempat, bersama sang anak dan
menantu, ia datang memenuhi panggilan jiwanya, walau tak lama pulang dari rawat inap.
Saya masuk ICU 4 hari, lalu 5 hari dirawat, sengaja baru bisa keluar langsung ke sini,
selama fisik memungkinkan, masih bisa bergerak, meski dipaksa menggunakan kursi
roda, lirihnya.
bahwa justru anak-anaknya diminta untuk ikut aksi. Sempat ada rasa khawatir, tapi
tekad bapak mengalahkan rasa sakitnya, semangatnya bahkan melebihi kami, katanya.
Kini, tak kuasa menahan haru, Haji Ahmad Djuwaeni nampak mematung berdoa khusyuk
di punggung pelataran Monas. Ya Rabb, Engkau sendiri yang memutarkan sejarah ini,
kini umatMu bangkit untuk memenuhi seruanMu, Engkau perlihatkan doa yang terus
hamba panjatkan tiap malam, agar umat Islam Indonesia bangkit, lirihnya. Terlihat
ruhud din yang selama ini antara hidup dan mati mulai bangkit, ucapnya khusyuk.
Tak terasa air mata tertumpah, bagi siapa yang melihatnya menangis berdoa. Di
pengujung senjanya, ada rasa yang bercampur aduk: sedih, senang, haru, gembira: rasa
yang tak tergambarkan. Yang mengaduk-aduk rongga dada, naik perlahan ke atas, dengan
nafas yang tak beratur, berkumpul di sudut mata hingga gerimis itu tak hanya dari atas
langit, gerimis itu turun dari mata. Dan lihatlah, kini seorang kakek di pengujung usia
ini membangiktkan untuk izzul islam dan muslimin, ya Allah kabulkanlah, terbata-bata
karena tak kuasa menahan tangis. Tak kuasa manusia mengumpulkan massa sebanyak
ini, kalau bukan karena panggilan iman, mereka tidak akan bersusah payah ke sini,
tutupnya sambil tersenyum simpul dengan bola mata yang berkaca-kaca kering sudah
tangisnya keluar.
Aksi Bela Islam selalu memberikan kesan tersendiri bagi siapa pun yang pernah
mengikutinya, meskipun mewujud dalam variasi yang kadang sulit diungkapkan dan
dijelaskan dengan kata-kata. Tak pernah terbayang memang, bagaimana ribuan orang rela
berpeluh, mengadu nyawa, berjalan kaki dari Ciamis hingga Jakarta. Sebagaimana
dilakukan Haji Nonof dari Ciamis bersama santrinya rela jalan kaki hingga tindakannya
Kafilah Ciamis, Haji Nonof Hanafi, saat tiba di Bandung setelah menyusuri jarak 120
membuat ribuan orang di setiap perjalanan memberikan simpati dan applaus. Tak sedikit
tangisan warga tumpah ruah meluber sepanjang jalan menyambut bak pahlawan besar.
Pantauan INA (Islamic News Agency) dalam perjalanan, dari balik kaca jendela,
di sudut sekolah, selama jalan yang mereka lalui dalam perjalanan menuju Jakarta
disambut tangis haru seraya melambaikan tangan. Warga menyambutnya dengan tulus.
Ada yang membawakan setandan pisang, sekarung bonteng (timun), hingga keresek
Sambutan tumpah ruah, bak mengiringi pasukan perang. Hadiah bunga, air
mineral, sendal, dan lainnya, serta ada yang bangga menenteng karton coretan tangan
Berbondong masyarakat merindu. Tak usah tanya sebanyak apa makanan yang
menggunung hingga puluhan truk, kekuatan hati telah menggerakkan mereka. Mereka
adalah para pembela al Quran, apapun akan kita lakukan untuk mereka, kata seorang
Setiap kafilah melewati warga, selalu saja air mata tak bisa tertahan. Bak
hingga akhirnya mereka bisa tiba di Jakarta tanggal 2 Desember 2016, sekira pukul
kolam Bundaran Bank Indonesia hingga masuk ke Monas, satu per satu wajah coklat
yang tersengat sinar mentari ini tiba. Wajah yang didominasi para belia. Menyipit
matanya, tiba-tiba saja air mata mereka tertumpah ruah. Tangis pecah bersedu-sedu.
Sebagian jurnalis, sambil menyorot mereka dengan kamera SLRnya tak kuasa pula
menahan air mata yang sudah mengucur deras melewati dagunya. Allahu Akbar..Allahu
Akbar..Allahu Akbar. Saudara kita dari Ciamis telah tiba, lalu menggemuruh.
Semua larut dalam haru. Semua tergugu. Kafilah Ciamis, hanyalah orang-orang
biasa dari sudut kampung nun jauh di sana. Tapi, apa yang dilakukannya bisa begitu
menggetarkan hati jutaan manusia dari penjuru negeri. Sambil terus berjalan, tangis haru
Lama mematung, tangis itu kian menggedor-gedor emosi. Seorang kakek peserta jalan
kaki dengan surban kumalnya menerima sekuntum bunga merah sambil mengusap sudut
memeluk erat-keras pemuda-pemuda Ciamis yang tak seorang pun dikenalinya. Pekik
takbir bercampur tangis terus berbaur mengiringi kafilah ini hingga ke panggung utama.
Akhirnya, wajah yang selama ini hanya beredar di medsos, kini berbaur di antara jutaan
massa aksi.
Ciamis mengubah segalanya, kata Riwa, seorang peserta aksi asal Riau yang
rela menghabiskan sebulan gajinya agar bisa datang ke Aksi Damai Bela Islam di Jakarta.
Kami benar-benar malu kepada mereka, katanya. Tak hanya Riwa sendiri, mungkin kita
Aksi jalan kaki warga Ciamis telah dipilih Allah Subhanahu Wataala menjadi
wasilah umat Islam Indonesia, apakah benar nilai-nilai Islam ada dalam hati mereka.
umat Islam tidak menyatu justru berbalik layaknya bola salju. Aksi nekad saudaraku
Muslim Ciamis berjalan kaki setelah aparat keamanan melakukan intimidasi agar mereka
Aksi jalan kaki mereka, melahirkan solidaritas dan simpati banyak orang sehingga
mereka semakin ingin datang ke Jakarta. Ini adalah panggilan di sini (menunjuk dada),
36
kami tak kan pernah rela al Quran kami dinista, kata Irmansyah, yang datang jauh-jauh
dari Balikpapan bersama kawannya yang bahkan menjual HP satu-satunya untuk bisa
datang ke Jakarta.
dengan aparat saat masuk ke bandara. Kami dari Balikpapan ingin menyuarakan agar
Kisah lain datang dari Surabaya. Hari itu, Pengurus Majelis Ulama Indonesia
(MUI) Jawa Timur, Ainul Yaqin, berangkat ke Jakarta dengan penerbangan pertama pagi
hari saat hari Jumat, 2 Desember 2016, tepat Aksi Super Damai berlangsung.
Yang saya kaget, saat kami turun di bandara, ratusan orang yang tadi di pesawat,
tiba-tiba semua berganti baju putih-putih ketika turun di bandara. Subhanallah, rupanya
tadi satu pesawat itu tujuannya sama, ujar Pengurus Wilayah MUI Jawa Timur ini
Ada pula Ibu Sri, seorang nenek berusia 72 tahun asal Surabaya pula, yang
mewajibkan kelima anaknya untuk ikut Aksi Bela Islam. Di usia ini, saya sendiri sudah
siap mati untuk membela agama, apalagi kalau al Quran kami dinista, katanya sambil
mengepalkan tangannya.
keterbatasan fisik, (maaf) ia harus berjalan dengan kedua tangan dan kedua kakinya
menuju Monas. Tak ada rasa lelah atau meminta bantuan, Anugerah ikut merapatkan
Karena saya penghafal Quran, dan insya Allah al-Quran sudah menyatu dengan
hidup dan diri saya. Jadi, jika saya enggak ikut Aksi Super Damai 212 kemarin, saya
merasa diri ini sangat terhina, ungkapnya penuh semangat saat berbincang dengan
Islamic News Agency (INA). Yang menjadi pertanyaan, jika bukan karena Allah, siapa
Aksi Bela Islam III atau popular disebut Aksi 212 (mengabadikan peristiwa aksi
Indonesia untuk datang ke Jakarta, juga melahirkan solidaritas ukhuwah antar elemen
Islam tanpa melihat status, latar-belakang dan menghilangkan sekat perbedaan yang
Hal itu dirasakan peneliti Ahmad Kholili Hasib, peneliti pada Institute for the
selama aksi di Monas. Penulis muda asal Bangil Pasuran Jawa Timur itu sengaja datang
dari kampungnya. Datang dan menyaksikan langsung acara yang sebelumnya telah
banyak digembosi polisi, tokoh ormas, bahkan media massa dengan berbagai tuduhan
kurang nyaman.
lokasi. Tepat pukul 05.00, ia mendapati 20 orang anak muda, usianya 20 tahunan
berjalan dari Cikini meneriakkan Allahu Akbar berkali-kali. Saat bertemu dengan jamaah
lain mereka menunjukkan sikap hormat, bersalaman dan lempar senyum. Padahal mereka
Kholili makin kaget, satu jam berikutnya, rombongannya yang semula hanya
dengan puluhan orang, tiba-tiba membengkak saat melewati depan Gedung Proklamasi.
orang di depannya bergerak perlahan dari Jalan Diponegoro, Stasiun Gondangdia sampai
orang yang tidak saling mengenal itu saling tebar senyum, saling sapa, saling berbagi,
saling beramal dan saling mengingatkan. Suasananya mirip umrah dan haji di Tanah Suci
Makkah al Mukarramah. Ini benar-benar seperti suasana haji, bahkan lebih, kata
seorang bapak sambil menenteng poster bertulisan : Tangkap dan Penjarakan Ahok!.
Jika di Makkah orang banyak berbagi khas makanan Arab, di sini, ratusan orang
(bahkan ribuan) tak henti-hentinya memberikan hidangan yang entah datang dari mana.
Pantauan INA, mendekati Monas, suasana semakin kentara. Dari balik kawat di
seberang tenda ada yang berbagi nasi ayam, minuman gratis, jus, roti, sampai pijat gratis.
Semuanya ada. Ayo siomay gratis, kata si ibu depan Mc. Donald Thamrin menyeru,
yang segera dikerubuti ratusan orang. Di ujung Pejambon, seorang polisi muda tak
nampak sungkan mengambil air minum dan makanan dari para peserta aksi damai. Di
depan Gambir, Ibu-ibu asal Bekasi membagikan gerompolan anggur merah yang masih
mengkilap.
Di antara silang Monas, seorang pedagang gerobak berurai air mata. Tiba-tiba
seseorang membeli semua dagangannya dan meminta membagikan secara gratis. Baru
Penjaja asongan perintil kacang, hingga mangga plus garamnya, tak ketinggalan
banjir rezeki. Di sudut-sudutnya, seorang tentara lahap bersantap bersama para laskar.
Kalau kaya gini nggak bakal ada yang kelaparan kehausan, padahal massa ada jutaan,
semakin hangat. Zikir dan doa terlantun, menembus kaki langit, hingga hujan, yang
menurut sang Nabi adalah rahmat itu, turun mengguyur lembut setiap jengkal sekitar
Monas. Membuat suasana begitu syahdu. Tua, muda, artis, pejabat, karyawan, pengusaha,
dosen, dokter, mahasiswa, peneliti hingga beragam suku dan daerah, tumplek blek semua
Sebagian dari kita tinggalkan sanak saudara dan keluarga rela jauh-jauh ke sini.
Kami hanya ingin keadilan, agar si penista segera ditahan hari ini juga, kata pria asal
Ambon, Irmansyah.
melihat mereka bersimpuh bermunajat di kaki langit. Inilah wisata ruhani yang
menggetarkan jiwa, begitu nikmat ketika harus bersujud, berjalan kaki tanpa beban dalam
tawaf hingga sai di Shafa dan Marwa. Hanya kedunguan yang tersisa bila ada yang
mengatakan mereka yang tulus memenuhi panggilan jiwa yang tak ternilai itu dibayar
dengan secuil materi. Ahok bilang, setiap peserta aksi dibayar Rp. 500 ribu. Ini fitnah!
Saya saja ongkos sekali jalan Rp.1,6 juta, itu uang pribadi saya, gimana dibayar,
saya yang malah keluar uang, kata Irmansyah. Ibu Sri, nenek asal Surabaya juga
mengatakan total lebih dari Rp.15 juta terpakai bersama anak-anaknya untuk berangkat.
40
Dengan ketulusan, setiap peserta yang berlelah-lelah, baik secara fisik maupun
materi, dapat melakukannya tanpa beban apapun. Menaiki pesawat, menaiki bus,
bersepeda motor bahkan berjalan kaki, menyambut para tamu, berbagi makanan, berdoa,
berdzikir, menangis, semua melaluinya dengan tulus tanpa bergantung pada siapapun
Aksi 212 memiliki energi luar biasa. Salah satunya yang nampak adalah energi
persaudaraan Muslim. Kaum Muslimin dari berbagai latar belakang organisasi, profesi,
pendidikan, jamaah, dan suku yang berbeda seperti saudara kandung, ujar Kholili.
Suasana ini, menurut Kholili, mengingatkannya pada pesan sebuah hadits dari
Rasululllah Shalallahu Alaihi Wassallam yang berbunyi, Ruh-ruh itu ibarat prajurit
yang dibaris-bariskan. Yang saling mengenal di antara mereka pasti akan saling
melembut dan menyatu. Yang tidak saling mengenal di antara mereka pasti akan saling
Di mana kita akan melihat shalat Jumat terbesar sepanjang sejarah umat ini? Yang
sesaknya memenuhi jalanan protokol ibu kota mengular empat sisi Monas, Patung Kuda,
Budi Kemuliaan, Tanah Abang, Medan Merdeka Selatan, Istiqlal, Kwitang, Pasar Baru,
Senen, Tugu Tani, Haji Agus Salim, Menteng, hingga Thamrin dan massa yang terus
Coffee Sarinah seberang McD, hingga kantor-kantor menjadi shaf-shaf shalat yang rapat
sampai tangga-tangganya. Tak kuasa, air mata gerimis melihatnya. Ya Rabb, hingga di
Kapan lagi kita bisa bergabung bersama jutaan kaum muslimin di sini, kata
seorang karyawan berbaju batik yang sehari-harinya ngantor di sekitar Sarinah. Ia biarkan
dirinya dalam kuyup bersama air yang terus mengalir dari langit.
Tak terasa, jutaan tetesnya membasahi jutaan manusia di atas jalanan di bawah
naungan kumandang adzan Jumat dua kali menggantung di atas langit Ibu Kota. Syahdu.
Kalau nggak ada hujan, semua di jalan, nggak sampai di kantor-kantor dan kafe, bisa
sampai HI ini, kata seorang warga sambil tangannya menunjuk Hotel Grand Indonesia
dengan khutbah Habib Rizieq utamanya tentang surat Al Maidah dan penistaan agama.
Pemandangan dramatis kembali berulang. Tak gentar sejengkal pun massa akan lebatnya
hujan. Semua bergeming, semakin banyak barisan terisi. Semua duduk beralas apa saja,
Di buntut shaf, selemparan batu dari Sarinah, tiga orang bocah kuyup badannya
dengan poni mengkilat berjejer rapi di jidatnya. Lipatan baju putihnya mengkerut bak
kerupuk disiram, sedangkan celana merahnya dibiarkan menampung guyuran air dari
langit. Sembab matanya, tapi bukan karena hujan. Kakinya menekuk, bersimpuh kepada
sang Maha. Ya Rabb, anak SD mana yang rela berbasah-basah beralas secompang kardus
Semua hanya bisa tergugu. Air mata tak terasa tumpah berkali-kali, menyaksikan
kekuasaan sang Maha, melihat umat yang begitu syahdu. Orang tua mana yang tak begitu
merah-putih ini mendengarkan ceramah dengan mata yang bukan lagi berkaca, tapi sudah
mendanau.
Momen yang tak mungkin dijangkau nalar. Ketika jutaan manusia bergeming,
berdoa, para anak yang dengan syahdu terisak, air mata dan hujan sudah tercampur baur.
Ketika semua menyemut syahdu, merintih dalam berdiri, rukuk dan sujud. Hujan
semakin lebat, selebat tangis yang pecah ketika imam membaca surat al Maidah hingga
Qunut nazilah yang begitu panjang. Sekarang kita membela al Quran, kelak al Quran
semoga menjadi pembela kita di hari Kiamat, ujar Ustad Arifin Ilham dari panggung
utama.
Meski hujan menunjukkan janjinya, namun lautan wajah dalam balutan baju
hujan justru disambut senyum dan kekhusukan jutaan massa. Semua tampak bergembira
kegirangan. Shalawat serta salam menggema mengisi ruang di antara belantara beton
Sayup-sayup terdengar senandung rindu menyesaki seluruh jalanan Ibu Kota dari
pedoman kamial Quran petunjuk kamial Quran satukan kami! Aksi Bela Islam,
Aksi Bela Islam, Aksi Bela Islam Allah Allahu Akbar. Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Ini semacam hadiah umat Islam Indonesia bahwa mereka benar-benar mencintai
agamanya, mencintai negerinya, dan mereka berdoa untuk negeri, kata seseorang peserta
Aksi simpatik ini berakhir usai shalat Jumat dengan imam dan khatib Imam Besar
FPI dan Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (GNPF MUI) Habib Rizieq Shihab, dengan muadzin Kapolres Cirebon Kota,
AKBP Indra Jafar. Dalam khutbahnya, Rizieq menyampaikan datangnya jutaan umat
Islam dalam Aksi Bela Islam III sebagai karunia Allah. Mereka datang guna memuliakan
Al-Quran, bukan untuk menghancurkan NKRI. Sebab Al-Quran adalah jantung dari
agama Islam. Hari ini jutaan umat Islam datang ke Jakarta bukan untuk menghancurkan
NKRI, justru untuk membela NKRI, membela Al-Quran, membela kebhinekaan yang
Shalat Jumat berakhir pukul 12.00 lebih. Lautan manusia berbaju putih ini lalu
membubarkan diri tanpa ada keributan dengan aparat, sebagaimana layaknya pengerahan
massa. Bahkan seluruh taman dan jalan tetap terjaga rapi tanpa ada sampah berserakan.
Tim INA yang disebar di banyak titik menyaksikan langsung, gelombang umat
Islam datang dari berbagai propinsi ini bahkan banyak yang tidak mampu masuk ke
Senayan. Masih banyak massa yang tertahan di berbagai tempat, termasuk pula di Senen,
Tidak ada aksi apapun yang pernah saya lihat sebesar ini. Tuh orang pade salah,
harusnya ke Monas jalan ke depan, eh dia malah kebalik ke belakang. Saya bilang,
Monas kesono no, ente kebalik, ujar Haji Obeng (65), warga Sabang, kawasan lebih
dekat dengan Monas. Inilah shalat Jumat terbesar di dunia. Sebagian mencatat, massa
umat yang mulai kembali pulang, membawa berjuta kisah dan seruang rindu. Kerinduan
yang seketika memenuhi rongga dada, membuncah. Kenangan yang berkelebat hebat,
bekasnya masih menyisakan kesan mendalam bagi banyak orang termasuk Kholili, sang
Pertama, Aksi 212 menunjukkan kualitas ukhuwah umat Islam. Sebab jika Islam
itu ditegakkan, jangankan manusia, hewan dan tanaman pun akan mendapat rahmatnya.
Akhlak itulah yang ditunjukkan dalam Aksi Bela Islam III (Aksi 212). Inilah kualitas
sebenarnya umat Islam, kualitas hati yang merupakan cermin iman, ujarnya.
Kedua, Aksi 212, melahirkan gerakan baru Islam Indonesia akibat getaran Surat
Al-Maidah. Setelah sekian lama umat Islam didzalimi, ulamanya dibully, agamanya
dicela, informasinya dikaburkan media, tetapi atas kehendak Allah, sebuah kelompok
yang kecilsangat tidak popular bahkan telah lama disematkan padanya panggilan-
panggilan dan cap buruk, ditunjukkan Allah mereka mampu menghimpun jutaan orang
Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin,
yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela, ujar Kholili mengutip Surat Al-
Maidah: 54.
45
Inilah fenomena baru yang tidak pernah dibayangkan oleh teori akademis apapun.
Saya yakin, di tangan orang-orang yang sabar dan pecinta Al-Quran, yang tidak takut
celaan orang yang mencela inilah janji rakhmat Allah akan turun dan Indonesia akan
terjaga.(http://m.hidayatullah.com/feature/kisah-perjalanan/read/2016/12/07/107217/-
allah-satukan-hati-kami-di-monas-3.html)
Begitulah berbagai kisah-kisah keajaiban menguras air mata yang dilaporkan oleh
republika.co.id dan hidayatullah.com yang membuat kita semua takjub. Dan Anda, juga
kita semua, akan menjadi lebih takjub lagi ketika kita mengetahui bahwa Aksi 212 itu ada
kesesuaian dan kecocokannya dengan surah 212 di Al Quran. Tak perlu bertanya surah
apa, karena satu-satunya surah yang memiliki ayat 212 hanyalah surah Al Baqarah. Tidak
ada lagi surah lainnya dalam Al Quran yang memiliki ayat lebih dari 210 selain Al
Baqarah.
Bacalah, dimana dalam ayat tersebut kita akan menemukan peringatan Allah yang
luar biasa: Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan
mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa
itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-
Sungguh dahsyat relevansinya bukan? Kita diingatkan oleh Allah bahwa orang
kafir akan melihat dunia ini sebagai sesuatu yang sangat indah dan berharga, meskipun
sebenarnya bagi Allah dunia ini bahkan tak lebih berharga dari sehelai sayap nyamuk.
Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk, niscaya Allah
tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir. (HR. Tirmidzi,
dan dia berkata: hadits hasan sahih). Kita juga diingatkan mengenai hinaan terhadap
46
keimanan oleh orang-orang kafir. Serta rezeki yang tak terbatas dari Allah untuk orang-
Jika dihubungkan dengan aksi super damai 212 yang terjadi di Jakarta dan diikuti
oleh jutaan umat Muslim, maka kita bisa menemukan banyak kecocokan dan kesesuaian
dengan ayat tersebut. Betapa rezeki Allah amat tak terbatas, betapa hinaan terhadap
Namun, ada yang lebih menarik jika kita melihat ayat lainnya yang berhubungan
dengan angka 212, yakni surah 2 ayat 12, atau surah 21 ayat 2, keduanya mengisahkan
tetapi mereka tidak sadar. (QS. 2:12). Siapa yang Allah maksud mereka dalam ayat
tersebut? Mari kita telisik di ayat sebelumnya: Di antara manusia ada yang mengatakan:
Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian, pada hal mereka itu sesungguhnya
bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang
beriman, padahal sebenarnya mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak
sadar. Dalam hati mereka itu ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi
mereka itu siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan bila dikatakan kepada
mereka: Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka justru menjawab:
Atau, mari kita lihat surah 21 ayat 2: Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al
Quran pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya,
sedang mereka bermain-main. (QS. 21:2). Tentang siapakah ayat ini mengisahkan? Mari
lihat ayat sebelumnya: Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan
47
mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya). (QS. 21:1).
Yakni tentang orang-orang yang lalai dan tak menyadari seberapa dekatnya kita dengan
hari kiamat.
maka apakah kita tak mampu menangkap petunjuk tersebut? Semoga Allah swt memberi
212-anda-akan/6347.html).
Menuntut keadilan
Harus diakui, adanya gerakan Aksi Bela Islam dalam bentuk perjuangan bela
Quran perang melawan ketidakadilan, yang dilakukan oleh massa Islam ini, sebenarnya
bukan hanya terkait penodaan agama saja. Perlawanan mereka disebabkan oleh hilangnya
penegakan hukum oleh pemerintah. Hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.
Demikianlah stigma yang tertanam di benak masyarakat selama ini. Kuatnya intervensi
para pemilik modal/korporasi di pemerintahan Jokowi sekarang ini juga menjadi salah
satu alasan kuat bersatunya kelompok Islam dan kelompok Nasionalis dalam perlawanan
terhadap Ahok, Gubernur Jakarta. Dan ini tak ada sama sekali hubungannya dengan
Mereka curiga berat, Ahok adalah simbol representasi pemilik modal, korporasi,
dan cukong yang bersikap sangat arogan, bermulut kasar, kejam, menindas rakyat kecil.
Ahok dianggap berani seperti itu karena dilindungi kelompok korporasi yang mengatur
banyak kebijakan pemerintah dan berlaku sebagai dalang bergerak di belakang layar.
48
China) yang memiliki kekuatan tak terbatas di belakang Ahok itu, oleh kelompok Islam
dan Nasionalis dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan bangsa dan negara.
menduduki posisi penting di pemerintahan sudah banyak yang terbeli oleh mereka.
Sehingga kelompok korporasi ini bisa sesuka hati mengatur para oknum petinggi-
Diijinkannya tenaga kerja asing dan Warga Negara Asing (WNA) terutama dari
China masuk ke Indonesia dengan jumlah yang membludak dan dibolehkannya mereka
memiliki hunian di Indonesia, adalah beberapa contoh dari sekian banyak peraturan
Ketidakberdayaan rakyat terhadap kondisi yang terjadi ini, lalu disikapi oleh
yang diduga sebagai kaki tangan korporasi atau kaki tangan asing yang selama ini secara
sekeliling presiden yang merupakan antek korporasi atau asing diduga selalu berupaya
Karena itu, Bastian mengajak kita semua untuk mengumpulkan bukti sebanyak-
49
banyaknya terkait keterlibatan para antek dan kakitangan tersebut, lalu melaporkan
(https://up-news.com/2016/12/08/menguak-kelompok-dibalik-ahok/7477.html)
Ajakan yang disampaikan Bastian P. Simanjuntak itu adalah untuk menjaga dan
merawat Indonesia yang merupakan tugas suci seluruh warga negara, terutama para
pemimpin formal dan informal. Salah satu cara merawatnya dengan mengedepankan
Bagi kita, konsistensi menjalankan kesepakatan bersama itulah yang juga menjadi
ujian komitmen umat Islam. Dan bukti paling terakhir adalah, umat Islam telah berhasil
melaluinya saat menggelar Aksi Bela Islam III - Aksi 212. Gelar aksi superdamai 212
berupa gelar sajadah untuk salat Jumat, yang diawali dzikir dan istigosah. Sempat saat itu
Secara terang benderang aksi 212 ini bisa disebut ibadah. Ibadah harus dijaga
kesuciannya. Di dalamnya pantang terkandung niat atau perbuatan yang bisa mengotori
kesuciannya, dan itu sudah terbukti. Aksi 212 jelas sebuah kelanjutan dari aksi-aksi
sebelumnya. Aksi sebelumnya meneriakkan tuntutan agar Ahok Gubernur nonaktif DKI
Jakarta diproses hukum cepat, karena terkesan diperlambat oleh pemerintah. Proses
hukum memang sudah berlangsung sampai lebih 15 kali sidang tetapi tetap Ahok si
penista agama tidak ditangkap. Di mata umat Islam, ini sangat tidak adil. Lalu merekapun
mencari keadilan lewat sebuah jalan terhormat yaitu melakukan aksi-aksi bela Islamnya.
Apakah dengan begitu umat Islam melakukan tekanan terhadap proses hukum Ahok yang
sedang berlangsung lewat demo jalanan? Tidak! Tidak bisa dinilai seperti itu. Karena
yang dituntut adalah berlakunya keadilan bagi 90 persen umat Muslim yang tercederai
50
keyakinannya atas penistaan agamanya yang dilakukan Ahok. Tidak ada kaitannya
dengan kenyataan bahwa Ahok keturunan Cina dan non-muslim yang sedang mengikuti
Pilkada DKI. Orang Islam tidak anti keturunan Cina dan anti non-muslim. Jadi tidak bisa
lalu dituduh anti SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Justru umat Islam sedang
menjalankan dan melindungi dirinya dari mereka yang anti SARA. Dan itu adalah hak
konstitusional umat Islam. Tentu bagi mereka yang masih memiliki akal sehat akan
memahami sepenuhnya masalah itu. Dan demo 212 adalah pilihan terbaik umat Islam
Karena itu adanya kesepakatan para pihak mengijinkan umat Islam menggelar
ibadah superdamai 212 sama sekali tidak meniadakan hakikat kemerdekaan menyatakan
pendapat di muka umum bagi siapapun, yang memang sepenuhnya dijamin konstitusi.
Justru adanya kebebasan di ruang publik itu harus dikelola secara dewasa dalam rangka
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dan umat
rambu. Rambu-rambunya tidak sebatas yang tertulis, tetapi juga hal-hal yang telah sama
disepakati. Dan ternyata, demo superdamai 212 yang dihadiri lebih 7 juta umat Islam di
Monas Jakarta itu sangat menghormati rambu-rambu itu, yang kemudian hasilnya seperti
disaksikan bersama: berlangsung tertib, aman, bersih dan superdamai serta menyejukkan.
Sangat bersejarah dan fenomenal, dan itulah sikap Islam yang paling otentik.
51
Bangsa ini sudah lama merindukan aksi demonstrasi yang memperlihatkan sisi-
sisi keadaban publik seperti itu. Ternyata bisa dibuktikan oleh umat Islamnya justru yang
selama ini diberi stempel negatif sebagai kelompok anarkis, intoleran dan gampang
marah. Sekali lagi, itulah sebuah aksi yang membanggakan karena berlangsung tertib,
bersih, dan terkendali meski dengan jumlah peserta jutaan umat. Apalagi, aksi itu
berbalut kegiatan keagamaan. Sungguh umat Islam Indonesia telah berlaku simpatik dan
mulia dalam mendudukkan agama pada tempat yang benar, sehingga memancarkan rasa
damai dan tenteram di seluruh Nusantara ini. Tidaklah berlebihan kalau ada yang
menyebut Aksi 212 itu sebagai demonstrasi yang bernilai Pancasila. Sebab, dalam aksi
itu, masyarakat menyuarakan pendapatnya dengan cara beribadah, saling menolong, dan
Padahal biasanya, rasa damai dan tenteram selalu terbang jauh saat unjuk rasa
merenggut kemerdekaan orang lain. Unjuk rasa yang selalu menyebabkan perusakan
terhadap sarana umum dan juga melanggar hak orang lain untuk menikmati kenyamanan.
Selalu terjadi!
Namun di Aksi 212, itu semua tidak terjadi. Seperti kesaksiannya Johan O.
Silalahi dan Iswandi Syahputra di atas, adalah fakta tak terbantahkan. Tak ada yang
dirugikan dan tak ada yang direnggut haknya. Karena itu, apresiasi harus diberikan
kepada demonstran yang menuntut kasus penistaan agama Ahok diproses hukum secara
berkeadilan sesuai dengan apa yang telah difatwakan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Allah SWT kemudian mendengar rintihan dan keluhan umatNya yang terdzalimi.
Setelah melewati persidangan pengadilan lebih dari 15 kali itu, akhirnya Ahok, 9 Mei
2017, diputus bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan
hukuman penjara 2 tahun dan langsung ditahan. Spontan saat itu meledaklah tangis
histeris para Ahokers (pendukung dan penyokong Ahok), kemudian secara irasional
mereka menghujat Hakim tidak adil dan ganjil dengan putusannya itu. Ribuan mereka
para Ahokers itu lalu melakukan unjukrasa Aksi Solidaritas 3 hari tiga malam menuntut
Ahok dibebaskan sebelum akhirnya dibubarkan paksa oleh Polisi setelah terjadinya
bentrok antar mereka dengan penjaga keamanan. Mereka dalam orasinya sempat marah
Bagi kita, melihat reaksi para Ahokers itu, kesannya lucu juga. Semua kecaman
berbalik kepada para Ahokers ini yang justru tampak tidak menghormati hukum dan telah
berlaku anarkis. Setelah sebelumnya selama ini mereka begitu gencar mencibir,
menghujat dan menimpakan tuduhan-tuduhan keji terhadap aksi-aksi Bela Islam yang
dilakukan umat Islam, kini justru pihaknya sendiri yang berlaku tidak santun tidak
Maka itu, sebaiknyalah, ke depan ini, jangan lagi umat Islam dituduh-tuduh
dengan berbagai macam tuduhan dan stigma buruk yang menyakitkan seperti yang terus
menerus dilakukan. Sehingga memantik berbagai tanggapan dan reaksi keras membuat
Ketua MPR-RI, Zulkifli Hasan, sempat juga menyayangkan jika umat Islam yang
menuntut terjadinya ketidakadilan yang kasat mata itu malah kemudian jadi korban
53
politisasi dengan menuduh mereka tidak Pancasilais. Terlebih, bila itu diungkapkan
dengan sedikit keras seperti menyebut Islam radikal atau dituduh bersikap intoleransi.
Sementara Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Ma'ruf Amin,
bahkan mengaku heran, ada saja yang tidak senang saat umat Islam tengah fokus
internalnya sendiri sering mendapat fitnah merusak kebinekaan atau dituduh melakukan
islamisasi. "Padahal, masalah kebinekaan itu sudah selesai, tatkala disepakati Piagam
Jakarta menjadi lima poin yang tertuang di Pancasila," kata Ma'ruf Amin (13/12/2016).
Untuk itu, ia meminta siapapun elemen masyarakat yang tidak senang dengan
perjuangan umat Islam, jangan malah menebar fitnah dengan menuduhnya tidak NKRI
apalagi tidak Pancasilais. Ma'ruf menegaskan, budaya seperti itu yang justru harus bisa
Piagam Jakarta adalah merupakan pengorbanan besar dari umat Islam. Hal itu dilakukan
demi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ma'ruf meminta perjuangan Muslim
akan kehidupan Islam jangan lagi dikesankan buruk, apalagi disangkutkan dengan
memecah NKRI. "Justru itu harus dimaknai sebagai bagian dari kebinekaan, bagian dari
Ma'ruf Amin menambahkan, aspirasi umat Islam yang 90 persen jumlahnya ini
malah harus bisa ditampung, diapresiasi, terlebih mengingat ulama-ulama para pendiri
bangsa telah merelakan prinsip-prinsip yang ada demi terwujudnya NKRI. Tentu saja
aspirasi itu harus disampaikan dengan cara-cara yang damai dan santun.
Apa yang disampaikan oleh Ketua MUI KH Maruf Amin sesungguhnya adalah
sebuah ketegasan sikap yang mewakili umat Islam Indonesia bahwa, itulah sebenarnya
54
bentuk dari pelaksanaan demokrasi yang benar. Dan umat Islam Indonesia konsekwen
untuk melakukan itu semua demi menjaga keutuhan dan persatuan Indonesia tanpa harus
Untuk itulah, seiring dengan pernyataan tegasnya KH Maruf Amin itu, seorang
Desember 2016 dengan judul: Menjaga Negara mengatakan, bahwa umat yang
berulangkali mengalah dan bertenggang rasa sejak penghapusan 7 kata dari Piagam
Jakarta, berharap berhimpunnya mereka hari ini, 2 Desember 2016 di Aksi 212, adalah
untuk mensyiarkan ibadah kepada Allah dan tuntutannya akan keadilan mengingatkan
Menjaga agama adalah dasar terkokoh tegaknya negara. Maka tegaknya hukum
bagi penista risalah suci samawi apapun juga, tanpa membeda-bedakan perlakuan satu
tegaknya hikmah berkeadaban bagi yang serampangan dalam lisan dan perbuatan terlebih
dalam kedudukannya sebagai pemimpin hingga tak layak jadi teladan, adalah niscaya.
terkuat hidup setumpah darah. Maka tegaknya sanksi bagi yang tak peka menjaga
Maka tegaknya rasa keadilan masyarakat bagi yang tak sudi berfikir panjang sebelum
yang makmur, setara, dan sejahtera. Maka mengusut tuntas berbagai pelanggaran oleh
yang punya kuasa dalam menzhalimi hak-hak masyarakat miskin dan lemah demi
.com/menjaga-negara/)
Tidak bisa dipungkiri bahwa, peristiwa Aksi SuperDamai 212 menjadi peristiwa
monumental bagi umat Islam Indonesia dan juga bangsa Indonesia. Aksi yang diakhiri
dengan shalat Jumat ini, meskipun masih ada pihak yang agak malu mengakui sebagai
aksi tanpa kekerasan, memberikan begitu banyak energi positif bagi umat Islam dan juga
umat agama lain yang bisa melihat dengan hati nuraninya yang terdalam.
Monas dalam Aksi 212 adalah dari berbagai latar belakang aliran, mazhab, profesi, kelas,
dan lainnya. Mereka begitu menyatu. Acara pun diikuti dengan khidmat. Bantuan sebagai
Mereka yang ikut aksi ini pun mengeluarkan dana dari kantong pribadinya. Ada
yang menyewa bus, naik pesawat, jalan kaki, dan berbagai moda transportasi lainnya. Ini
menandakan sebagian umat Islam sudah mendapatkan tingkat kesejahteraan relatif baik.
Pasca aksi pun semangat untuk bersama-sama masih kuat. Gerakan Shalat Subuh
Berjamaah di beberapa kota salah satu buktinya. Demikian pula ada yang mengajak
mendirikan usaha semisal minimarket atau koperasi. Ada yang mengatakan ini tanda-
Benar! Meski ada juga yang mengatakan masih prematur. Semangat yang ada
masih terlihat sporadis. Bukan berarti meremehkan, namun memang perlu usaha yang
Adalah sebuah fakta bahwa kini semakin banyak umat Islam yang menjadi
kelompok kelas menengah. Namun sumberdaya yang ada pada mereka ini belum
terkoneksi dengan baik kepada rantai atau saluran pemberdayaan ekonomi umat. Namun
sudah banyak yang melakukan secara sporadis. Ini disebabkan karena belum ada tokoh
Selain itu komunikasi lintas kelas dalam tubuh umat Islam selama ini belum
berjalan baik. Namun sejak aksi super damai 212 semakin banyak saja umat Islam yang
membuka diri terhadap tokoh atau sosok yang seringkali dicitrakan sebagian media
sebagai tokoh antagonis, seperti Imam Besar FPI, Ustadz Habib Rizieq. Demikian pula
upaya membuka diri terhadap organisasi atau mungkin semacam aliran fiqih.
Dikatakan dalam laman tersebut, bahwa selama ini umat Islam terkotak karena
adanya masalah aliran fiqih, afiliasi kelembagaan, dan juga afiliasi lain seperti ketokohan
dan ideologi gerakan. Menyatunya perbedaan tersebut yang tampak sekali pada aksi
superdamai 212 membuat suasana cair dan persatuan (ukhuwah) lebih dikedepankan.
Maka tak heran begitu banyak hidangan (Al Maidah) melimpah saat aksi superdamai
tersebut. Mereka dengan ikhlas memberikan bantuannya kepada siapa saja tanpa melihat
Aksi superdamai 212 semoga saja bisa menjadi pemicu meningkatnya kesadaran
umat Islam akan potensi besar yang mereka miliki. Selama ini mereka hanya menjadi
57
konsumen besar bagi para produsen dari seluruh dunia. Namun potensi ekonominya
belum diberdayakan dengan baik sehingga hal yang seharusnya bisa memberdayakan
Untuk itu, satu hal penting yang harus dilaksanakan adalah: menjalin hubungan
atau komunikasi saling menghormati yang terus menerus lintas organisasi, aliran fiqih
dan lainnya. Kemudian selalu meningkatkan kesadaran akan pentingnya peran dan posisi
Jika umat Islam sadar akan peran pentingnya keluarga, maka insya Allah urusan
Keluarga sebagai pondasi ketahanan ekonomi umat perlu proses yang cukup
panjang dan juga butuh kesabaran. Jika makin banyak keluarga yang baik ketahanan
keluarganya, maka insya Allah kebangkitan ekonomi umat akan muncul dengan kokoh
dan kuat. Untuk itu, berbagai euforia yang selalu mengiringi sebuah peristiwa moumental
tidak bisa kemudian dijadikan tanda bangkitnya ekonomi umat. Hanya sebagai pemicu
kitan-umat-di-indonesia.html).
Yang pasti, ketegasan sikap MUI yang diwakili KH Maruf Amin serta beberapa
penulis lainnya, menjadikan sikap konsekwen umat Islam itulah yang diakui oleh pihak
pemerintah, terbukti dengan kehadiran Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla
shalat Jumat berjamaah di aksi 212 itu bersama jutaan umat di Monas Jakarta yang
berlangsung tertib dan damai. Dan inilah pula yang kemudian mengundang berbagai
58
decak kagum dari hampir seluruh dunia. Mereka menggarisbawahi, itulah sebuah wujud
Atas keberhasilan Aksi superdamai 212 itu, Presiden Joko Widodo memberikan
apresiasinya kepada umat Islam di Indonesia. Hal ini karena, umat Islam telah sukses
menjaga persatuan dan kesatuan yang terus terjaga, termasuk unjuk rasa yang berjalan
damai. Pemerintah Indonesia, memberi apresiasi kepada umat Islam yang sudah
menyampaikan aspirasi dengan tetap menghormati orang lain. Selain itu, yang terpenting
dari berbagai unjuk rasa yang dilakukan umat Islam itu, juga ternyata tidak ada aksi
anarkistis satu pun. "Itu apresiasi kepada umat Islam, yang telah berunjuk rasa secara
damai, menghormati hak orang lain, serta tidak anarkistis," ujar menteri Agama Lukman
Hakim Syaifuddin.
Namun demikian, meskipun umat Islam sangat menyadari bahwa sebagai bangsa
Indonesia, tetapi tak lepas dari kenyataan pihaknya balik dicurigai dan dituduh mau
institusi antara lain, terhadap layanan jasa antar on line Grab, produk makanan Sari Roti,
Penilaian secara obyektif terhadap umat Islam dilakukan oleh peneliti Soekarno
Institute For Leadership, Gde Siriana, dalam tulisannya di laman rmol.co pada Rabu, 7
Desember 2016 berjudul: Ketika Pintu Demokrasi Ditutup. Ia menilai, dalam kasus
penistaan agama oleh Ahok, yang sampai saat ini (baca: saat itu!) belum ditahan
meskipun sudah jadi tersangka, publik dalam hal ini mayoritas warga negara beragama
Islam, melihat dengan jelas dan gamblang bahwa banyak pihak yang melindungi dan
59
mendukung Ahok. Mulai dari aparat negara, pemimpin parpol, tokoh-tokoh ormas dan
LSM, dan pengusaha yang kebanyakan keturunan Tionghoa, bahkan media massa
nasional. Keyakinan publik bahwa mereka dianggap secara terbuka mendukung Ahok
ditunjukkan dalam caci-maki di media sosial dan banner-banner yang digunakan dalam
berbagai aksi massa. Maka ketika Ahok belum juga ditahan, kekecewaan mendalam umat
Islam diarahkan kepada pihak-pihak yang dianggap melindungi dan mendukung Ahok.
Kekecewaan yang tadinya dalam bentuk kata-kata kini menjadi kemarahan dalam
tindakan, yaitu boikot. Aksi boikot yang telah terjadi seperti terhadap layanan jasa antar
on line Grab, produk makanan Sari Roti, dan media televisi MetroTV.
Boikot umat Islam kepada pihak-pihak itu dalam sekejap menjadi viral di media
sosial. Seketika itu juga, kini disadari, baik oleh umat Islam sendiri maupun pihak-pihak
di luar gerakan boikot ini, bahwa ternyata aksi boikot umat Islam sangat cepat dan kuat
dalam menyatukan sikap masyarakat yang berdampak parah pada mereka yang diboikot.
Kata Gde Siriana, kesombongan dari kekuasaan yang bersetubuh dengan uang
para taipan Cina ternyata tak mampu melawan rasa keadilan sebagian besar masyarakat.
lupa bahwa umat Islam tidak selamanya tidak berdaya melihat kedzaliman. Boleh jadi
90% ekonomi dikuasai oleh hanya 10% orang kaya, tetapi bukan berarti uang bisa
Terbukti uang tidak lagi punya harganya, ketika lebih dari 7 juta umat Islam
berkumpul di aksi Bela Islam 212. Ini adalah keyakinan jihad, bahwa apapun yang
terjadi, bahkan setelah Aksi 212, semua dilakukan demi membela agama. Semua peserta
60
Aksi 212 merasakan kekuatan Ilahi hadir dalam dirinya yang mengantar mereka menuju
perjuangan suci.
Kekuatan bathin yang ilahiah inilah yang membuat aksi 212 dan Aksi Bela Islam
lainnya, berjalan dengan damai, tanpa kekerasan. Meskipun demikian, bukanlah berarti
damai dan tanpa kekerasan ini lemah dan tidak mampu melawan kekuatan besar yang
melindungi dan mendukung Ahok. Aksi boikot yang telah terjadi dan menjadi viral di
Aksi boikot adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan jasa atau membeli
produk atau berurusan/berhubungan dengan pihak tertentu sebagai bentuk protes. Dalam
kasus penistaan agama oleh Ahok, aksi boikot bisa berkembang menjadi pembangkangan
sipil, jika negara berlarut-larut tidak menangkap Ahok. Apalagi membebaskan Ahok.
Tegas Gde, ketika semua pintu-pintu demokrasi rakyat ditutup sementara rakyat
keadilan, dan di satu sisi rakyat juga belajar betapa sangat ditakutinya boikot umat Islam,
maka sangat mungkin boikot umat Islam akan berkembang menjadi pembangkangan
sipil. Dimana bentuk pembangkangan sipil yang sangat ditakuti penguasa adalah menolak
Syria sepanjang 2011, AS bulan Agustus 2011, China tahun 2000-an, Myanmar 2007,
Thailand 2010 dan lain-lain. Apakah pembangkangan Sipil akan terjadi di Indonesia
dalam konteks kasus penistaan agama? Gde Siriana tidak memberikan jawabannya. Tapi
sipil di beberapa negara, selalu diikuti dengan tumbangnya rezim penguasa. Apalagi jika
61
boikot dan pembangkangan sipil didasari dengan semangat membela agama. Karena
umat Islam percaya, hanya kehendak Allah yang menyatukan dan menggerakkan jutaan
12/07/271562/Ketika-Pintu-Demokrasi-Ditutup-)
Gde Siriana benar. Kalau umat Islam melakukan pembangkangan sipil atau civil
disobedience, maka tak ada yang bisa menghentikannya kecuali seperti pada biasanya
dalam suatu gerakan pembangkangan sipil yang selalu akan diikuti dengan tumbangnya
pemerintah. Kini semuanya bergantung di tangan pemerintah, merangkul umat Islam atau
justru masih tetap saja merangkul si penista agama, Ahok, yang didukung para taipan.
Meskipun si Ahok sudah diputus bersalah oleh Hakim dengan ganjaran hukuman 2 tahun.
bersama umat-umat yang lain. Maka, semua persoalan di negeri ini menjadi beres! (*)
62
BAB II
ULAMA MEMBELA DEMOKRASI
ADA pertanyaan menarik yang perlu diajukan. Ini mengenai kalahnya Ahok di
Pilkada DKI 2017 yang berlangsung begitu menegangkan, melelahkan, menguras energi
selisih yang relatif jauh dan di luar dugaan dari pasangan Ahok-Djarot? Jawaban paling
sederhana adalah: ini tidak lepas dari kebangkitan politik Islam di tengah dinamika
politik Pilkada DKI. Kali ini mestinya pasangan Anies-Sandi berterima kasih pada Ahok.
Juga Buni Yani, dan tentu saja jangan dilupakan peran Ustad Habib Rizieq Shihab, Imam
Besar Front Pembela Islam (FPI). Harus diakui, ketiganya adalah tokoh yang turut
menandai setiap fase dalam kontestasi yang cukup melelahkan dan menguras energi ini.
Anna Luthfie, Ketua DPP Partai Perindo, menulis di KORAN SINDO, 05 Mei
2017: Ahok dan Bangkitnya Politik Islam mempertanyakan, mengapa kok perlu
berterima kasih ke Ahok? Ya, kata Anna Luthfie, kasus penodaan agama akibat
pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu itu adalah fase awal dan pembuka wacana Islam
masuk dalam konstelasi politik ini. Boleh jadi, ucapan Ahok yang mengutip sembarangan
Surah Al-Maidah merupakan ekspresi kejengkelannya terhadap pihak lawan yang selalu
menyerang dirinya dengan sentimen agama. Sayangnya, ekspresi itu diungkapkan Ahok
di depan publik dalam kapasitas dirinya menjalankan tugas sebagai gubernur. Meskipun
juga harus diakui tidak ada yang salah dengan ajakan para ulama untuk memilih
pemimpin muslim, sebab ajaran yang diyakini umat muslim memang seperti itu.
Kesalahan Ahok inilah yang menjadi blunder politik yang kemudian menjadi penolakan
Lalu ada apa pula dengan Buni Yani? Menurut Anna Luthfie, sosok akademisi ini
menjadi penanda kedua karena menjadi martir atas viral konten terhadap pidato Ahok
di Kepulauan Seribu tersebut. Meskipun banyak yang melakukan sharing terhadap konten
video Ahok itu, share yang dilakukan Buni Yani justru terpilih atau dipilih oleh
64
pihak kuasa hukum Ahok yang mengadukannya ke polisi. Akibatnya, Buni Yani pun
harus menghadapi proses hukum. Tapi postingan Buni Yani yang sekaligus membagi
konten video tersebut, diakui atau tidak, menjadi penanda kuat tersebarnya konten pidato
Kemudian Habib Rizieq Shihab, Imam Besar Front Pembela Islam, inilah yang
Ahok terkait Al-Maidah di Kepulauan Seribu. Gerakan 411 yang kemudian disusul
dengan gerakan fenomenal 212 yang tercatat sebagai pengerahan massa terbesar dalam
sejarah, lebih besar dari arus gerakan mahasiswa 1998, tidak lepas dari peran Habib
Rizieq. Gerakan inilah yang kemudian memaksa rezim Jokowi tidak mampu menolak
blogspot.co.id/2017/05/ahok-dan-bangkitnya-politik-islam_6.html)
Dikatakan oleh Anna Luthfie, Gerakan 411, 212, dan gerakan susulan lainnya
tidak bisa dimungkiri adalah peristiwa politik. Aksi Bela Islam tersebut merupakan
bentuk aspirasi namun bercampur unsur politik. Hal ini tidak lepas dari hal-hal berikut.
kasus penistaan agama, Ahok adalah calon gubernur dengan elektabilitas tertinggi.
Namun setelah ditetapkan sebagai tersangka, elektabilitasnya merosot. Tidak heran jika
kemudian dua pasangan calon yang menjadi penantang Ahok di pilkada, Agus-Sylvi dan
Anies-Sandi, relatif mendulang suara cukup signifikan di awal-awal dua pasangan ini
resmi dideklarasikan. Jadi jelas, momentum gerakan Islam, meskipun porsinya lebih
banyak digerakkan oleh panggilan akidah, hati, dan suara jiwa umat muslim, terbukti
dengan banyaknya umat yang tergabung dalam gerakan ini, termasuk yang fenomenal
65
umat muslim dari Ciamis yang berjalan kaki ke Jakartatidak lepas dari sebuah gerakan
politik untuk memengaruhi publik, terutama pemilih Islam agar tidak memilih Ahok.
Terbukti, gerakan ini efektif mempengaruhi persepsi publik, bahkan berpengaruh pada
pilihan politik. Hasil putaran pertama menyebutkan tidak ada pasangan calon pun yang
berhasil meraih 50% lebih suara yang artinya pilkada DKI harus dilakukan dengan dua
putaran.
Hal itu merupakan pukulan telak bagi pasangan Ahok-Djarot yang yakin akan
menang dengan satu putaran. Masuk di putaran kedua adalah ancaman serius bagi Ahok.
Terbukti, di putaran final ini pasangan petahana keok dan harus mengakui keunggulan
pasangan Anies-Sandi.
putaran kedua, dengan pemilih Anies-Sandi. Sejumlah hasil survei menyatakan profil
pemilih Agus-Sylvi dan Anies-Sandi relatif sama. Mulai latar belakang ekonomi yang
cenderung menengah ke bawah, sampai pada soal preferensi memilih. Sebagian besar
dari pemilih kedua pasangan calon ini menyebut alasan agama menjadi pertimbangan
mereka tidak memilih Ahok. Hal ini semakin menguat ketika di putaran kedua,
berdasarkan hasil exitpoll sejumlah lembaga survei, mayoritas (90% lebih) pemilih Agus-
dipandang dari dua sisi. Sisi pertama adalah politik Islam selama ini ternyata masih ada
dengan gerakan besar dan mobilisasi yang masif di pilkada Ibu Kota ini. Sisi inilah yang
semestinya menjadikan gerakan politik Islam berterima kasih kepada Ahok. Jika tidak
ada kasus Al-Maidah di Kepulauan Seribu, bukan tidak mungkin Ahok akan menang di
66
putaran pertama. Isu pemimpin nonmuslim rasanya tidak terlalu kencang dan akan
memengaruhi pilihan orang tanpa ada kasus penodaan agama yang menjerat Ahok. Sisi
lainnya, Pilkada DKI juga membuat peta politik Islam bergeser, dari sebelumnya
termanifestasikan pada eksistensi partai politik Islam, beralih ke sebuah gerakan massa.
Tentu publik masih ingat bagaimana dua partai politik berbasis massa Islam
seperti Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Kebangkitan Bangsa malah mendukung
Ahok di putaran kedua. Ahok yang dinilai menista agama Islam didukung partai politik
Islam. Opini ini yang mempengaruhi persepsi banyak pihak memandang politik Islam
Tak pelak, keberadaan partai politik berbasis massa Islam, seperti PPP dan PKB di
atas, tidak menjadi simbol dari kekuatan politik Islam itu sendiri, termasuk juga Partai
Kata Luthfie, simbol itu bergeser pada gerakan-gerakan umat di grassroot dan
lapangan. Gerakan massa menjadi berkuasa. Itulah potret politik Islam saat ini yang
Tentu saja tuduhan-tuduhan ini menjadi pekerjaan rumah bagi kekuatan Islam
untuk membuktikan bahwa politik Islam tidaklah semata-mata urusan politik kekuasaan.
Politik Islam era baru ini adalah juga gerakan politik moral, perlawanan kekuatan
persatuan dan persaudaraan di tengah kehidupan kebangsaan yang plural sebagai suatu
fitrah kehidupan.
67
Dengan demikian, Pilkada DKI, mau tidak mau, harus diterima sebagai titik balik
bangkitnya politik Islam. Kebangkitan ini harus ditandai sebagai lahirnya kekuatan moral
Benar apa yang dikatakan Anna Luthfie dalam opininya di atas. Bahwa saat ini,
akibat imbas pilkada DKI, telah terjadi kebangkitan politik Islam. Terlebih lagi
kebangkitannya itu kemudian dipicu pula oleh hujatan para netizen di internet yang terus
menjadikan Jakarta hijau royo-royo. Jakarta juga berpotensi menerapkan hukum syariah
Islam untuk memenuhi kelompok Islam militan yang selama ini bahu-membahu
SARA yang seharusnya dihindari. Mereka menuduh kampanye berbasis SARA telah
Lalu terjadi, ribuan karangan bunga ucapan kesedihan dan belasungkawa atas
ditahannya Ahok berderet memenuhi Balai Kota DKI, yang kemudian dilanjutkan dengan
ribuan balon. Karangan bunga itu datang dari para Ahokers yang tetap mendukung Ahok
(meski kalah dalam pilkada) karena menurut mereka, pilkada itu tidak fair.
Bagi kaum Ahokers, kekalahan pasangan calon Ahok-Djarot ini kekalahan kaum
moderat, pluralis, dan pejuang keragaman (kebinekaan) di Indonesia. Pilkada DKI, bagi
mereka, adalah cermin dari pilpres sehingga kekalahan Ahok sama dengan kekalahan
kemenangan para pengusung negara Islam, kelompok simpatisan (Negara Islam Irak dan
68
Suriah-ISIS), kelompok radikal Front Pembela Islam, Forum Umat Islam, dan kaum
penyeru khilafah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dus, kemenangan Anies dianggap
sebagai awal dari bencana perpecahan NKRI. Mengerikan sekali, kata mereka.
menghendaki Ahok dipenjara dengan tuduhan penistaan Alquran sebetulnya, kata mereka
para Ahokers itu, tidak lebih dari sebuah trik politik belaka. Karena itu, kemenangan
Anies-Sandi akan menjadi preseden buruk pada masa depan. Calon-calon eksekutif dan
legislatif pada masa datang niscaya akan menggunakan trik-trik pemanfaatan ayat suci
untuk kampanye. Bahkan bila perlu, mendorong terjadinya kerusuhan SARA demi
kemenangan jagoan-jagoan politiknya dalam pilkada. Ini jelas tuduhan memecah belah.
Anwar, Banten dalam tulisannya di KORAN SINDO, 9 Mei 2017: Anies, Islam, dan
kampanye Pilkada DKI baru lalu ada pengutuban secara diametral antara Ahokers dan
Aniesers di masyarakat berdasarkan sentimen ras, suku, agama, & ideologi. (http://budi-
sansblog.blogspot.co.id/)
ekstrem, anarkis, dan Islamis kanan. Dengan kemenangan Anies-Sandi, itu berarti
kelompok Islam yang anarkistis dan ekstremis akan menguasai panggung kekuasaan di
Tapi kata Bambang Pranowo, pandangan itu sangat simplistis. Justru menganggap
warga DKI Jakarta dangkal intelektualnya, buta politik nasional, dan kontra-Pancasila.
berjudul "Pasca Pilkada Jakarta, Apakah Kebinekaan Kita Terancam" menyatakan bahwa
Menurut Denny JA, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang didirikannya telah
melakukan 11 survei tentang dinamika politik Pilkada Jakarta sejak Maret 2016 sampai
April 2017. Hasilnya, kekalahan Ahok-Djarot dalam Pilkada Jakarta bukan karena
hilangnya semangat keberagaman pada warga Jakarta seperti yang dituduhkan para
Ahokers, melainkan karena pengaruh melting pot, kumpulan aneka kepentingan. Mereka
Mereka yang punya tujuan sama: "Ahok harus kalah", terdiri atas berbagai
kelompok kepentingan. Mulai dari warga yang tersakiti akibat penggusuran rumah tanpa
musyawarah, lalu pegawai negeri sipil (PNS) DKI yang dipecat Ahok dengan semena-
mena, kemudian para pengusaha yang dipalak Ahok berlebihan, dan ibu-ibu rumah
tangga yang melihat kemarahan brutal Ahok terhadap bawahannya sehingga merusak
Menurut Denny JA, mereka inilah yang terdiri atas berbagai komponen suku
bangsa, agama, etnis, ilmuwan, dan kelompok ekonomi bekerja sama mengalahkan Ahok.
Seorang pengusaha yang beretnis China dan nonmuslim, sebut saja namanya Exway,
70
bahkan rela menggunakan "properti" miliknya untuk memenangkan Anies dengan niat
menjaga keragaman.
Menurut Denny JA, justru Ahoklah yang merusak keragaman. Lalu, apa arti
semua itu? Sosok Ahok dalam Pilkada DKI ternyata tidak merupakan representasi dari
Menurut data LSI, para pemilih Anies juga bukan orang-orang yang anti-NKRI
dan Pancasila. Berdasarkan survei LSI, para pemilih Anies pun komposisinya tak jauh
Itulah sebabnya, menurut Denny JA, para pemilih Anies sebetulnya terdiri atas
pihak-pihak yang sebetulnya satu sama lain bertentangan visinya. Di sana ada
Muhammadiyah dan NU yang tetap menginginkan Pancasila sebagai dasar negara, tapi
ada juga kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).
Data-data yang dilakukan LSI Denny tersebut sulit dibantah karena ia melakukan
riset yang menggunakan kaidah ilmiah (statistik). Dan, kata Bambang Pranowo, dirinya
sebagai orang yang bergelut dengan riset Islam Jawa (disertasinya di Monash University,
Australia berjudul: Islamic Tradition in Rural Java) merasakan betapa perilaku Anies dan
"sikap kejawaannya" yang ramah pada Ahok meski yang terakhir ini suka melecehkan
argumentasi Anies. Ihwal kecil inilah tampaknya yang membuat orang Jawa di Jakarta
lebih memilih Anies ketimbang Ahok. Padahal, jumlah orang Jawa di Jakarta mencapai
71
Pilkada Jakarta.
keislaman, keragaman, dan Pancasila tetap kokoh sebelum dan sesudah Pilkada DKI, kita
warga Jakarta tidak perlu cemas berlebihan terhadap penyebaran isu-isu provokatif yang
muncul setelah kekalahan Ahok. Mungkin ada sedikit friksi antarkelompok pendukung
pasangan calon gubernur DKI Jakarta sewaktu kampanye lagi seru-serunya. Tapi, friksi-
friksi tersebut hendaknya sudah selesai setelah pilkada usai. Bahkan mestinya sudah
Dengan demikian, sebagai bangsa yang bineka dan plural, kita harus bersama-
sama menjaga kesatuan dan persatuan NKRI yang kita cintai ini. Last but not least,
setelah Pilkada DKI usai dan kita sudah melihat hasilnya, yang harus kita lakukan adalah
menjahit kembali "kain-kain persatuan" yang sempat koyak. Dan, itu kewajiban kita
sebagai warga negara Indonesia yang ingin hidup aman dan damai di Bumi Ibu Pertiwi
Indonesia. (Ibid.)
Pernyataan ketiga tokoh di atas, Anna Luthfie, Bambang Pranowo dan Denny JA,
dalam penelitian mereka sampai pada kesimpulan bahwa memang faktor Ahok sendirilah
yang membuat dirinya harus terjungkal di Pilkada DKI dan harus divonis 2 tahun penjara.
Tidak benar tuduhan-tuduhan yang mengatakan berbagai gerakan massa Islam itu
kesetaraan, dan menguatnya anarki, semua itu adalah isapan jempol belaka.
Yang menarik dan harus dicermati adalah pernyataan Anna Luthfie bahwa saat ini
72
terjadi kebangkitan politik Islam dalam bentuk gerakan massa dengan tidak lagi
menjadikan partai-partai Islam sebagai simbol dari kekuatan politik Islam itu sendiri.
Simbol itu bergeser pada gerakan-gerakan umat di grassroot dan lapangan. Kini gerakan
massa menjadi berkuasa. Itulah potret politik Islam saat ini yang kemudian melahirkan
dan radikal.
menghadapi tuduhan-tuduhan yang sebenarnya cuma trik saja dari pihak pendukung
Ahok, yang sayangnya hal ini memperoleh dukungan jajaran pemerintah. Bagi mereka
radikalisme dan politik identitas yang membuat ketidaknyamanan bagi keamanan negara.
Apa yang mereka saksikan adanya gerakan massa Islam pada Aksi Bela Islam
yang menurut mereka berjilid-jilid itu, adalah sebuah pintu masuk paham radikalisme
melalui momentum Pilkada DKI 2017. Itu menjadi bukti bahwa gerakan massa Islam itu
dengan 411, 212, 313, dan semacamnya itu menjadi sebuah rejuvenasi radikalisme yang
memanfaatkan pergerakan massa yang disulut dengan semangat populisme. Lalu dengan
perubahan Indonesia yang lebih baik. Berbagai adagium agama diserukan untuk memicu
Dalam setiap pergerakannya maka gerakan massa Islam itu selalu menyelipkan
agenda politik kekuasaan tertentu. Dan ini rawan untuk dimanfaatkan pihak-pihak lain,
73
terutama kelompok ekstrem yang keberadaannya masih kecil, tetapi suaranya sangat
dominan. Dan itu sengaja dibuat sebagai jebakan untuk membuat kegaduhan yang bisa
Bagi pemerintah, berbagai aksi yang berjilid-jilid seperti Aksi Bela Islam itu tentu
diduga kuat akan menyelipkan semangat kekerasanbaik secara simbolik maupun fisik
untuk menekan dan mengintimidasi siapa pun yang dianggap berseberangan. Dan tidak
mustahil pula paham radikalisme akan dijadikan sebagai mekanisme sosial untuk
menggerakkan politik identitas atas nama agama secara frontal. Pokoknya, bagi rezim
sebagai modus kapitalisasi isu-isu agama yang juga dilakukan di berbagai daerah itu akan
Itulah berbagai tuduhan keji yang dialamatkan kepada gerakan massa Islam yang
keadilan yang harus diberikan kepada Ahok yang telah menista Islam. Itu saja dan tidak
melebar ke mana-mana. Tak ada kemudian yang berkembang menjadi gerakan massa
membahayakan bagi kelangsungan hidup negara kita. Terlalu berlebihan tuduhan itu.
Justru menjadi pertanyaan mendasar, mengapa pemerintahan rezim Jokowi sekarang ini
begitu menaruh kecurigaan tinggi ketika umat Islam harus bergerak karena agamanya
dinista. Kalau saja sejak awal pemerintah cepat meresponsnya, dan kemudian bisa
maka semuanya akan tenang-tenang saja dan tak ada kegaduhan yang harus terjadi.
74
Bahkan bisa dipastikan Ahok akan memenangi Pilkada DKI sekaligus tidak perlu harus
anti Pancasila, anti UUD 1945, anti demokrasi, anti NKRI, anti kebhinekaan dan berbagai
pelecehan yang semuanya tak berdasar nalar sehat. Betapa tidak sehatnya akal mereka
yang tiba-tiba dengan entengnya menuduh umat Islam mau menghancurkan NKRI.
Bagaimana mungkin bisa seperti itu, dimana fakta sejarah yang tak bisa dihapus
menyatakan NKRI ini didirikan dan diperjuangkan eksistensinya sebagai negara merdeka
oleh para ulama. Lalu ahli waris utamanya (umat Islam) kini akan menghancurkannya?
Bagi umat Islam, apapun golongannya, sangat menyakitkan tuduhan itu. Sangat
sulit untuk dimaafkan kecuali kalau mereka para Ahokers itu meminta maaf. Coba lihat,
bangsa ini tak akan bisa melupakan bagaimana kurangajarnya si Ahok melecehkan
Ketua MUI DR. KH Maruf Amin yang sudah sepuh dan begitu dihormati saat menjadi
saksi di persidangan PN Jakarta Utara. Jelas sekali dengan cara membabi buta dan panik
mereka menuduh umat Islam seperti itu bukan hanya karena kekhawatiran akan bisa
terdesak di panggung politik, tetapi lebih karena ada perasaan kebencian yang sudah
tertanam lama di hati mereka. Ini kan berarti justru merekalah yang menjadi elemen
bangsa yang sangat berbahaya bagi kelangsungan negara bangsa ini. Merekalah yang
telah merobek-robek dan mengoyak kebhinekaan kita, kebangsaan kita, berlaku intoleran,
Coba lihat, siapa yang mengirim ribuan bunga berharga mahal, juga ribuan balon-
balon di Balai Kota itu pasca vonis Ahok? Siapa pula yang irasional ketika mereka juga
melakukan Aksi Solidaritas 3 hari 3 malam di tempatnya Ahok di penjara yang minta
Ahok dibebaskan sampai kemudian menimbulkan bentrok dengan Polisi? Apakah itu bisa
dikatakan sebuah sikap yang sangat menghormati hukum dan lembaga negara dengan
menghujat para Hakim? Atau bahkan mereka berani secara vulgar melecehkan Presiden
Jokowi, marah-marah karena Ahok dihukum dengan tidak adil. Jadi, janganlah bersikap
arogan dengan membalik-balik fakta di lapangan lalu menuduh seenaknya kepada umat
Islam justru yang telah bersikap sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Kalau
gampang menuduh, maka kita perlu bertanya, apakah para Ahokers itu bisa menginisiasi
sebuah demo yang dihadiri lebih dari tujuh juta orang di satu lokasi dengan suasana hati
marah kepada si penista agama, tetapi justru bisa berlangsung tertib, aman dan tidak
tidak timbul bentrok dan kekerasan. Ini fakta, dan pers dunia terutama dari Barat
mengakui tertibnya demo Aksi 212 itu yang menunjukkan Indonesia telah matang
berdemokrasinya. Sebuah pujian yang diterima bangsa dan negara ini dengan penuh
kehormatan. Lalu, di mananya umat Islam dituduh telah melakukan aksi memecah belah
para ulama yang menginisiasi gerakan massa umat Islam dengan beberapa kali Aksi Bela
Islam-nya yang superdamai itu. Semua dilakukan para ulama semata dalam upaya
membela demokrasi agar tidak dirusak secara terang-terangan oleh tangan-tangan kotor
yang memiliki pikiran-pikiran kotor dengan tujuan yang kotor pula oleh mereka yang
76
tidak memiliki akal sehat. Karena para ulama yang secara individu masing-masing
mereka adalah anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) sangat miris melihat negeri
warisan para ulama ini cepat atau lambatkalau dibiarkan terus seperti sekarang ini
akan terjerumus dikuasai oleh pemodal asing dan aseng. Menkeu Sri Mulyani telah
memberikan lampu kuningnya, bahwa ternyata setiap orang Indonesia mempunyai hutang
Rp. 13 juta, karena hutangnya negara sudah sebesar Rp. 4 ribu trilyun. Apa tidak ngeri
itu? Apa tidak sangat ironis ketika kita semua juga tahu bahwa saat ini Indonesia negeri
tercinta ini adalah negeri terkaya seluruh dunia? Wallahu alam bisshowab.
Yang pasti, gerakan umat Islam yang dimotori para ulama sesungguhnya bukan
hanya perjuangan melawan ketidakadilan akibat kasusnya Ahok saja, tetapi juga
ketidakadilan yang dialami rakyat, juga korupsi yang menggurita, krisis ekonomi-politik,
(pekerjaan rumah) bangsa ini seperti lemahnya penegakan hukum, pemerataan ekonomi,
diterapkannya prinsip-prinsip Demokrasi Pancasila agar menjadi lebih kuat dan kokoh
dasar negara yang sudah kita sepakati bersama. Juga menentang ideologi selain Pancasila
seperti yang biasa dituduhkan kepada gerakan massa Islam yang katanya mau merubah
Pancasila dengan mengajukan syariah sebagai dasar negara. Itu tuduhan tidak benar! Bagi
umat Islam, NKRI, UUD 1945 dan Pancasila adalah harga mati. Karena ketiga pilar itu
sangat sesuai dengan nilai dan ajaran Islam, sehingga dengan begitu menjadi wajib bagi
77
pemeluk Islam sebagai warga negara Indonesia untuk secara konsekwen menjaga dan
Justru menjadi aneh dan absurd ketika masih ada yang meragukan apakah orang
Islam bisa menerima demokrasi atau tidak. Tentu saja harus dijawab tegas: Kenapa tidak?
Karena alasan utamanya sudah jelas. Indonesia adalah negara dengan mayoritas absolut
penduduknya memeluk Islam. Menurut data, jumlah penduduk Indonesia per 30 Juni
Sementara saat ini jumlah kaum Muslimin sekitar 85 persen. Karena faktor
demografi ini, kaum Muslimin menjadi faktor utama dari: apakah demokrasi bisa
diterima atau tidak. Justru tanpa penerimaan mereka, demokrasi sulit bertumbuh; atau
tanpa dukungan mereka, transisi dan konsolidasi demokrasi sulit berjalan baik.
memandang bahwa demokrasi kompatibel dengan Islam; pada dasarnya tidak ada
masalah di antara Islam dan demokrasi. Dengan penerimaan dan penerapan demokrasi,
Indonesia bukan hanya merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia,
sekaligus juga negara demokrasi terbesar ketiga setelah India dan Amerika Serikat.
Membincang masalah gerakan massa Islam yang mulai bangkit sekarang ini,
boleh dikatakan adalah semacam blessing indisguise. Dengan kebangkitan ini orang
politik kekuasaan tertentu. Politik identitas Islam yang mulai menguat ini haruslah juga
dipandang dari sisi positif. Paling tidak, ada yang patut disyukuri di sini. Yaitu,
bangkitnya kesadaran orang-orang Islam akan identitas dan harga dirinya. Bahkan, Islam
KTP-pun nampak langsung bereaksi ikut aktif menyambut kebangkitan itu. Peningkatan
78
kesadaran akan identitas Islam cenderung terjadi pada kehidupan masyarakat perkotaan
saja, meski tidak menafikan bahwa di banyak daerah ikut terimbas pula oleh bangkitnya
gerakan massa Islam dan menguatnya politik identitas Islam yang ada di Jakarta, baik
Yang menjadi masalah yaitu ketika kontestasi Pilkada sudah selesai, tensi
gesekannya justru lebih memanas. Yang terjadi di Jakarta, setelah Pilkada dan pasca
divonisnya Ahok 2 tahun, tensinya lebih menegang karena dipicu oleh ketidakpuasan
pihak Ahokers. Terjadi di masyarakat, adanya Pro dan Kontra di sana-sini, antar para
pendukung saling caci, saling tuding, saling klaim bahwa pihaknyalah yang benar.
Bagi kalangan ulama yang menginisiasi gerakan massa umat Islam tentu
berkewajiban untuk meminimalisir adanya politik identitas itu. Meski tidak ada yang
salah dengan gerakan massa umat Islam dan bangkitnya politik identitas. Tetapi memang
perlu difahami kalau gesekan itu tak segera diminimalisir maka akan menimbulkan gejala
terbelahnya masyarakat. Kita tidak ingin masyarakat terpolarisasi. Maka yang bijak
adalah, kalangan ulama lebih dulu memulai untuk melakukan pencerahannya kepada
Ulama yang semula dengan mengorganisir gerakan massa umat Islam itu semata
hanya ingin membela demokrasidan itu sudah berhasil dengan Aksi 212-nya yang
memperoleh pujian pers dunia dan menjadikan demokrasi di Indonesia ini lebih matang
maka akan menjadi lebih sempurna lagi kalau kalangan ulama mengelola dengan lebih
baik lagi politik identitasnya yang berfungsi sebagai sumber daya politik ini, agar tidak
kalau berbalik, maka hal ini bisa berpotensi mengancam keberagamaan dan keberagaman
di Indonesia.
persepsi salah yang mengatakan bahwa politik identitas keagamaan itu tidak lebih dari
semangat keagamaan yang gampang emosi. Semangat keagamaan emosi yang memiliki
daya perusak terhadap kebhinekaan dan kemanusiaan, amat rentan menimbulkan sifat
Karena itu, bagi kita umat muslim sebaiknya menghindari penggunaan istilah
kafir, istilah mayoritas dan minoritas atau pribumi dan nonpribumi, dan antara muslim
dan nonmuslim yang kini terus menerus digaungkan oleh pihak mereka. Semua istilah itu
Kita jangan terperangkap oleh dikotomi Islam vs Kafir, minoritas dan mayoritas,
pribumi dan nonpribumi, karena, itu istilah yang begitu fasis, yang mencekam dan
cenderung mematikan akal sehat selama kontestasi Pilkada DKI Jakarta lalu. Kita
berharap benar-benar tidak menjalar ke mana-mana. Pun tidak menjadi polarisasi baru
menjelang Pemilu Presiden 2019. Karena kalau itu benar-benar terjadi bakal hancur
Indonesia.
Oleh sebab itulah, sekecil apa pun syiar kebencian yang muncul di ruang publik
harus kita lawan. Apalagi kebencian itu dikemas dengan isu dan tuduhan mempolitisasi
agama. Semoga Tuhan memberi hidayahNya bagi setiap hati manusia Indonesia!
80
Lalu, sudahkah manusia Indonesia itu menemukan Tuhannya? Ya, selama mereka
kebencian dan kekerasan benar-benar mereka kikis. Yang tersisa di benaknya hanyalah
satu hal: kedamaian sejati, sebagai refleksi dari sifat-sifat Tuhan yang rahman dan rahim.
Begitulah Islam semestinya kita hayati dan maknai. Islam yang berbasis hanif dan cinta.
Lalu, benarkah Tuhan ada di hati manusia? Tuhan itu sesungguhnya sangat dekat,
sedekat urat nadi. Dia selalu bersemai dalam setiap jiwa manusia. Ke mana pun kita
bergerak, Tuhan selalu hadir. Tuhan tak pernah tidur. Tuhan ada di mana-mana: di warung
kopi, di balik meja editor, di balik kursi sakral sutradara, di darat, di laut, di udara,
bahkan di ujung spektrum. Dialah al-muhith, melingkupi segala dimensi kehidupan kita;
Dan karena itulah sebagai manusia Indonesia yang bertuhan, kita harus menyadari
bahwa memang masyarakat kita masyarakat majemuk, dan itu adalah fitrah yang otentik.
anugerah Tuhan yang patut untuk disyukuri dan dijadikan modal guna mencapai
kemajuan bersama. Jangan dibalik, kemajemukan dijadikan ancaman dengan cara politik
identitas itu yang terus digaung-gaungkan seperti yang terjadi ketika Ahok divonis 2
tahun. Sehingga hal itu membelah dan menghancurkan integritas kehidupan berbangsa,
bernegara dan menenggelamkan kebiasaan saling menghormati yang telah lama kita
pertahankan. Padahal mereka Ahokers itu harus tahu, bahwa dalam situasi bagaimanapun
ini terus meningkat kualitasnya, para ulama mesti merujuk pada kualitas karakter yang
dimiliki bangsa Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia harus mempunyai karakter yang kuat
dan tangguh. Dengan kepribadian itu, bangsa Indonesia akan bisa berpikir visioner dan
tidak gampang tergoda. Untuk itu bangsa ini harus dibangun dengan pribadi-pribadi
berkarakter mulia. Yaitu, mereka yang mampu memegang prinsip kebenaran, berbuat
untuk kebaikan, dan berkomitmen untuk kehidupan sesama dan lingkungannya. Dengan
karakter dan kepribadian kuat seperti itu, maka berbagai masalah bangsa yang ada akan
bisa diselesaikan dengan cepat dan strategis. Misalnya, terkait menguatnya kembali
politik identitas, setelah Pilkada Jakarta dan vonis 2 tahun Ahok itu, kiranya perlu
Seperti yang kita lihat reaksi Ahokers yang menyikapi kasus vonis itu, kental
Aksi-aksi itu tentu bisa dipahami sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Namun,
apabila mereka menganggap kelompoknyalah yang paling benar dan paling memiliki
negeri ini, paling NKRI, maka keadaan menjadi lebih tidak kondusif.
Apabila suasana dan keadaan itu terus berlanjut, tentu akan memberi dampak
yang serius pada masa depan bangsa. Mereka mengklaim sebagai yang paling baik,
paling benar, dan paling tepat, ditambah lagi disertai dengan kekerasan verbal (terjadinya
bentrok dengan Polisi) atau non verbal, sangatlah tidak baik bagi proses pendidikan
pribadi-pribadi berkarakter mulia yang amat dibutuhkan negara ini. Budaya-budaya yang
mulai terlupakan itu antara lain: budaya untuk saling bekerjasama, budaya gotong-
royong, budaya saling membantu, budaya mudah memaafkan, serta budaya pertemanan
yang hangat. Budaya-budaya itu hari-hari ini sering terkalahkan oleh massifnya informasi
di media sosial yang belum tentu mengandung kebenaran. Bahkan seringkali banyak
Karena itu, ulama memandang perlu untuk semua pihak mau melakukan tabayyun
dan meninggalkan budaya saling menyalahkan. Kalau ada yang sengaja tidak mau
melakukan tabayyun tentu sangat disayangkan karena akan bisa menghalangi semangat
Disamping itu, ulama sebaiknya juga terus memfokuskan pada agenda yang juga
dipandang amat penting, yaitu penegakan "civil Islam". Islam memberi basis bagi
penegakan hak-hak sipil masyarakat dalam konteks berbangsa dan bernegara, dan oleh
sebab itu agaknya perlu terus diperjuangkan oleh ulama Indonesia. Hak-hak sipil itu
merentang ke berbagai dimensi, dari soal pendidikan, ekonomi, politik, kesehatan, rasa
takut, hingga keadilan di muka hukum. Lingkupnya luas, dan mungkin kurang begitu
Sudah saatnya ulama berdaya dan mampu merespons secara konstruktif berbagai
macam isu yang muncul di arena sosial dan politik, tentunya lewat pendekatan kultural.
Kesan selama ini, ulama hanya berkutat pada isu-isu yang terkait pada soal ideologis dan
formalisasi hukum Islam (syariat) ke dalam hukum negara, dan melupakan isu strategis
lain. Padahal, ulama juga perlu memberi masukan (respons), dari mulai kebijakan
kenaikan harga BBM dan kebijakan-kebijakan praktis lain, utang luar negeri, HAM,
83
hingga persoalan lingkungan hidup. Toh, isu-isu itu, terutama yang berkaitan dengan
Islam", yang dalam hal ini paralel dengan proses demokratisasi. Ia terkait dengan
muamalah agaknya bisa dikembangkan lebih lanjut, sebab ia tak sekaku isu-isu ideologis.
Ini semua demi kebaikan bersama. Meski diakui, mengerjakannya tak semudah yang
dibayangkan, tapi harus tetap diupayakan. Penegakan "civil Islam" memang bukan tugas
Sementara itu, tentang Civil Islam, menurut Pengajar Departemen Politik FISIP
20 Januari 2016 dengan judul: 15 Tahun Civil Islam dikatakan bahwa, karya Hefner
menjadi salah satu produk akademik prestisius yang menolak analisis-analisis gegabah
ala Samuel P Huntington lewat The Clash of Civilization yang melihat Islam dan kaum
muslim sebagai entitas koheren yang secara kultural dituntun oleh doktrin tertutup yang
Dalam riset panjangnya, Hefner, kata Airlangga Pribadi, yang secara elegan
telah berhasil menampilkan bahwa tradisi Islam yang mampu berdialog secara mendalam
dan terbuka dengan nilai-nilai modernitas, demokrasi, pluralisme dan HAM sebenarnya
serta ditempa melalui pertarungan politik dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
84
realitas kebudayaan dan tatanan politik demokrasi Indonesia yang tengah redup. Suara-
suara muslim demokratik memang tidak hilang, namun tidak pula tumbuh menyebar di
berkeadaban yang bisa menyinari realitas kebudayaan dan tatanan politik demokrasi
Indonesia ke depan. Juga benar bahwa suara-suara yang menyebarkan gagasan muslim
keadaban maupun ide-ide inklusif itu tumbuh di tingkat masyarakat sipil dan kekuatan
politik.
solid dan kuat dalam kerangka sosial-politik? Ataukah dalam perjalanannya sampai saat
ini mereka terbelah satu sama lain dan tidak menjadi kekuatan yang solid dan koheren
Lagi-lagi kekuatan sosial yang membela keberagaman dan hidup bersama yang
inklusif tidak hadir sebagai sebuah kekuatan sosial yang membela keindonesiaan dan
elemen bangsa justru setelah vonis Ahok, tentu akan menjadi langkah amat terhormat di
mata seluruh bangsa ini, apabila ulama mampu menampilkan peran strategisnya tanpa
harus terjebak oleh kompetisi politik identitas sesaat seperti yang terjadi belakangan ini.
Di sini dituntut sikap tegasnya ulama agar tidak sampai tergoda mengikuti arus yang
85
berkembang dengan alasan khawatir tak dianggap memiliki sensitifitas tinggi oleh
anggotanya.
Karena itu, ulama harus bisa menempatkan posisinya ibarat bangunan besar yang
bisa menyejukkan bagi semua komponen bangsa dan mengajak mereka untuk tidak terus
larut dalam perselisihan dan unjuk kekuatan yang massif. Ulama harus mengajak seluruh
bangsa ini untuk lebih memikirkan agenda-agenda strategis bangsa ke depan. Rumusan
itu, antara lain, menyoal tentang pentingnya keberagamaan yang moderat di tengah
kecenderungan mengkafirkan pihak lain (takfiri) yang marak terjadi. Dan sesuai dengan
rumusan itu, ulama harus mengajak bangsa Indonesia untuk bersikap kritis dan
membenahi nasib bangsa menuju negara demokrasi yang berkeadilan dan sejahtera.
Mari kita rajut kembali persaudaraan kita, karena: kita Indonesia! ***
86
BAB III
BABAK BARU : JAKARTA TANPA AHOK
Utara, 9 Mei 2017, yang memutus Ahok sebagai tervonis dua tahun penjara untuk kasus
penodaan agama, telah menjadi trending topic dunia, sebagaimana dilansir Twitter. Kasus
yang telah menyita perhatian publik selama hampir enam bulan tersebut telah menemui
87
ujung pertama, yaitu dengan putusan pidana terhadap Ahok yang terbukti secara sah dan
meyakinkan telah menodai agama Islam sebagaimana juga terdapat dalam dakwaan
Keputusan Majelis Hakim yang berbeda dengan tuntutan JPU ditegaskan dalam
pertimbangan majelis bahwa Majelis Hakim tidak sependapat dengan tuntutan JPU dan
pembelaan Penasihat Hukum yang menyatakan dakwaan penodaan agama tidak terbukti.
yang dimaksud dalam Pasal 156a KUHP secara sah dan meyakinkan terbukti.
sesungguhnyalah tidak terlalu penting. Justru yang penting adalah, vonis 2 tahun itu telah
menjadi pelengkap terjungkalnya Ahok dari kursi Gubernur DKI Jakarta yang dikalahkan
oleh Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan selisih perolehan suara telak dalam Pilkada
DKI.
Tentu 2 peristiwa kekalahan (baca: kejatuhan) itu sangat menyakitkan bagi sikap
kearogansian seorang Ahok yang sudah semena-mena menista Alquran dan ulama.
Sayangnya masih tetap saja tidak merasa bersalah. Padahal Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Utara jelas-jelas menyatakan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bersalah.
Dalam putusannya, Ahok dihukum dua tahun penjara dan dinyatakan terbukti bersalah
defamation of religion) ini seperti yang sudah dilakukan Ahok, adalah masalah yang juga
dialami berbagai negara di dunia, yang kerap juga menimbulkan reaksi sangat kuat atas
88
tindakan tersebut. Masalah penodaan terhadap agama ini juga jadi perhatian global yang
ditandai dengan diterbitkannya Resolusi PBB Nomor 66/167 tentang Perang terhadap
Secara tegas juga dinyatakan dalam International Covenant on Civil and Political
Right (ICCPR), khususnya Pasal 18 ayat (3), Kebebasan untuk menjalankan dan
menentukan agama atau kepercayaan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan
berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, atau
internasional yang terdapat dalam ICCPR pada khususnya Pasal 18 ayat (3) tersebut
justru memberikan legalitas atas pembatasan oleh negara peserta dalam hal ekspresi
keagamaan (forum externum). Dalam hal mana pembatasan tersebut diperlukan untuk
Resolusi PBB Nomor 66/167 itu meminta setiap negara anggota yang dalam hal
ini tentu harus dipegang teguh oleh setiap aparatur negara, agar mempromosikan secara
penuh terhadap budaya toleransi dan kedamaian di semua tingkat kehidupan. Di mana
promosi toleransi ini dilandasi dengan pemikiran bahwa hal ini dilakukan dalam rangka
penghormatan terhadap hak asasi manusia dan keberagaman agama serta kepercayaan.
Bukan malah melakukan tindakan yang berpotensi pada kemarahan publik yang
89
menganut agama tertentu dengan ucapan yang menista atau menodai perasaan beragama
mereka.
juga lebih ditujukan pada suatu perbuatan yang dapat menimbulkan rasa ketersinggungan
umat beragama akan adanya sikap kelompok aliran yang mengusik ketenteraman umat
beragama, dalam hal ini peran pimpinan kelompok agama menjadi sangat penting dalam
pelaksanaan undang-undang. Untuk itu, penilaian dari pimpinan kelompok agama seperti
MUI bagi umat Islam, atau PGI dan KWI bagi umat Kristen dan Katolik, menjadi sangat
penting sebagai bukti dalam melakukan penilaian penistaan terhadap agama tersebut.
Atas vonis itu, puas atau tidak puas pastinya sangat relatif, utamanya bagi umat
Islam yang terdzalimi oleh ujaran kebenciannya Ahok. Tetapi yang pasti adalah, di sini
dengan terang benderang. Memang vonis itu sangat menyakitkan bagi Ahok dan para
Ahokersnya, ibarat sudah jatuh malah tertimpa tangga. Kalau kemudian peluang banding
yang diberikan oleh hukum kemudian tidak digunakan Ahok, itu adalah memang haknya
Ahok yang harus kita hormati. Berarti ia menerima vonis 2 tahun itu. Dan bagi bangsa
ini, terutama umat Islam tak ada pengaruhnya sama sekali. Tetapi langkah itu baik dan
kita hormati.
Bagi umat Islam, yang dalam kasusnya Ahok ini, bahwa Allah SWT telah
menurunkan keadilanNya: Ahok divonis 2 tahun, tentu tidak boleh jumawa. Justru wajib
mengucap syukur dengan sepenuh hati dan berharap umat Islam serta seluruh bangsa
90
Indonesia kedepannya terus diberikan hidayahNya dan selalu berada dalam naungan dan
lindunganNya.
Tapi, sebagaimana kita tahu, multiplier effect yang telah ditimbulkan oleh
perbuatan Ahok selama ini memang tidak sedikit. Masyarakat seakan terpecah, ada yang
pro dan kontra Ahok. Terjadi rusaknya rasa kesatuan dan persatuan sesama anak bangsa.
Semakin menipisnya rasa nasionalisme masyarakat yang selama ini dikenal sangat
Maka siapa yang meniup angin maka pantaslah dia menerima badai. Tangan
mencincang bahu memikul. Dengan berpikir positif, kita berharap vonis yang telah
dijatuhkan ini bisa merekatkan kembali keretakan atau menjahit lagi perpecahan yang
terlanjuir tercabik-cabik.
agar terbebas dari jerat hukum, bisa dipahami jika kecewa. Kalau vonis dirasa kurang
adil, masih banyak upaya hukum untuk diperjuangkan. Banding atau kasasi salah satu di
antaranya, selain peninjauan kembali adalah upaya hukum luar biasa. Vonis yang
menghukum Ahok bukan berarti esok hari Jakarta akan kiamat, melainkan hanya the
show must go on. Untuk sementara, satu permasalahan hukum sudah selesai. Mari
berkemas untuk menapak masa depan Jakarta yang lebih baik pasca Ahok, bersama
Sebagai umat beragama, semestinya kita berpikir bahwa tidak ada suatu
peristiwa terjadi secara kebetulan melainkan hal itu terjadi atas kehendak dari Tuhan
91
Yang Mahakuasa. Sebutir debu pun tidak akan berpindah tempat jika tidak diterbangkan
Bagi kaum muslimin, tidak ada hal yang perlu dirayakan untuk vonis tersebut,
kecuali harus bisa mengambil hikmah daripadanya. Karena suatu sikap arogansi dalam
segala cara, termasuk mencoba mengadu domba umat Islam dengan menghinakan kitab
Dalam menyikapi gerakan Ahok selama ini, umat Islam sudah di posisi yang tepat
tanpa harus terpancing emosional dan berujung perang saudara. Aksi damai berkali-kali
dengan menyuarakan kebenaran tanpa merusak lingkungan sekitar, dirasa cukup tepat.
Karena Allah SWT memerintahkan agar berusaha mengatasi masalah sesuai tingkat
keimanan kita masing-masing dan setelah itu berserah diri kepada Allah SWT.
Begitulah, kini, akhirnya hangar bingar Ahok sudah selesai. Sebuah babak baru
dimulai: Jakarta Tanpa Ahok. Atau, bisa jadi, Indonesia Tanpa Ahok. Lha, mengapa
dikatakan bisa jadi? Karena bukan tidak mungkin rezim Jokowi yang selama ini
sebenarnya sangat sederhana lalu berubah menjadi sangat sensitif dan berlarut-larut
penyelesaian hukumnya itu, tiba-tiba kini dengan hak prerogatifnya sebagai Presiden lalu
mengangkat Ahok (ketika Ahok sudah tidak ditahan lagi) untuk menjadi pejabat lebih
Tetapi semoga saja tidak. Kita berharap Jokowi dengan nuraninya bisa
mempertimbangkan suasana kebatinan umat dan masyarakat Indonesia dalam kasus Ahok
ini.
Tetapi, okelah, semua kemungkinan bisa saja terjadi. Karena kasus hukum Ahok
ini masih terus berproses dan vonis itu sendiri belum inkrah (belum berkekuatan hukum
tetap) sampai buku ini diterbitkan. Namun yang penting di sini, semua pihak bisa
mengedepankan akal sehatnya dan menghormati hukum yang memang masih berproses.
Meski Ahok mencabut pengajuan bandingnya. Yang kemudian bagaimana sikap yang
akan diambil Jaksa. Kita tunggu saja. Apapun keputusannya, semua pihak, sekali lagi,
harus menghormati.
Seperti sikap yang disampaikan Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) dimana ada
tiga poin yang menjadi catatan ACTA terhadap putusan vonis 2 tahun itu. Yaitu:
Pertama, hukuman 2 tahun penjara terhadap Ahok dinilai ringan dibanding kasus
penodaan agama yang lain. Padahal kontroversi yang ditimbulkan akibat perbuatan Ahok
dapat dikatakan jauh lebih besar daripada kasus-kasus penodaan agama lainnya.
Kedua, perintah penahanan Ahok dinilai bukanlah hal yang luar biasa. Hal
tersebut karena majelis sudah berpendapat Ahok bersalah, sehingga opsi yang bisa dipilih
untuk menghindari putusan batal demi hukum adalah memerintahkan agar Ahok ditahan.
"Dalam Pasal 197 ayat 1 KUHAP disebutkan bahwa putusan harus memuat perintah
supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan. Jika tidak ada
perintah tersebut, maka putusan batal demi hukum," kata seorang fungsionaris ACTA.
Ketiga, ACTA menilai tidak ada dissenting opinion karena putusan terhadap Ahok
diambil secara bulat oleh 5 anggota majelis hakim. Menurut ACTA, tidak adanya
93
dissenting opinion membuktikan bahwa majelis hakim benar-benar independen. "Hal ini
menepis tudingan bahwa ada tekanan dalam bentuk aksi massa kepada majelis hakim
Ahok agar diselesaikan dengan adil dan tanpa intervensi. Pihak ACTA ingin penyelesaian
kasus Ahok mengacu pada hukum dan perundang-undangan yang berlaku. "Kita harus
sama-sama kawal kasus ini agar pemeriksaan tingkat banding dan kasasi bisa berjalan
dengan adil, tanpa intervensi serta senantiasa tetap mengacu hukum dan perundang-
undangan yang berlaku," harap Ketua Dewan Penasihat ACTA Hisar Tambunan di
kantornya, Jalan Imam Bonjol Nomor 44, Jakarta Pusat. ((detikNews.com, 10 May 2017).
Sementara itu, Anggota DPD RI dan juga Gurubesar Perguruan Tinggi Ilmu
Majelis Hakim terkait kasus penistaan agama yang dilakukan Ahok ini. "Mari kita
hampir seluruhnya dijatuhi hukuman oleh pengadilan. Pun demikian dengan apa yang
menimpa Ahok, pengadilan telah melakukan hal yang sama. Maka sudah sepantasnya
kasus ini menjadi pelajaran bagi setiap orang atau komponen untuk dapat menghargai
ajaran agama yang ada di Indonesia dengan baik. "Proses pengadilan kasus Ahok ini telah
membuktikan bahwa bangsa Indonesia taat hukum dan sangat menghormati proses
konstitusi yang ada dalam menyelesaikan konflik. Kita berharap pasca pengambilan
Ditambahkan oleh Senator asal Nusa Tenggara Barat ini, dengan adanya
keputusan pengadilan ini setiap pihak yang pro maupun kontra menghargai keputusan
hakim. Secara khusus dirinya berpesan kepada para tokoh dan elit politik untuk
menciptakan suasana yang sejuk dan menentramkan. "Jika masih ada pihak yang tidak
Begitulah, Ahok mau tidak mau harus menjalani hukuman yang dijatuhkan
Hakim. Sebagai warga Negara Indonesia ia harus menghormati hukum yang berlaku. Dan
diharapkan jangan lagi para pendukungnya masih bertindak di luar jalur hukum. Atau
masih terus mengatakan Ahok adalah korban dari tekanan massa yang dilakukan oleh
kelompok Islam yang melakukan Aksi Bela Islam sampai berjilid-jilid. Ini adalah
tuduhan yang tidak ilmiah namun penuh muatan kebencian kepada Islam. Bagaimana
bisa, Hakim yang memiliki keindependensian begitu kuat bisa ditekan-tekan oleh massa
jalanan? Tuduhan yang irasional jauh dari nalar sehat. Toh yang dilakukan Aksi Bela
Islam itu cuma meminta keadilan, dan mereka melakukannya di jalur yang sama sekali
supertertib dan tak terjadi pengrusakan fasilitas umum, damai, rapi dan bersih. Justru
Sama dengan tertib dan bersihnya Aksi Bela Islam itu, umat Islam juga tidak
melakukan sama sekali fitnah-fitnah kotor yang dikatakan begitu sistematis lewat media
sosial. Justru umat Islam terpaksa menjadi kenyang dengan fitnah-fitnahnya para
bertebaran. Telah terjadi pemutarbalikan fakta di lapangan yang mengatakan umat Islam
mau menghancurkan NKRI, anti kebinekaan dan kebangsaan, intoleransi, anti UUD 1945
dan anti Pancasila, dan masih banyak lagi anti-anti lainnya. Untuk kasus Ahok, umat
Islam yang terdzalimi ini benar-benar menjadi kewalahan dengan begitu banyaknya
Padahal kalau mau jujur dan memang cinta Indonesia, tentu demo superdamai
Aksi 212 yang spektakuler dengan peserta aksi lebih dari tujuh juta kaum muslim dan
diikuti pula oleh berbagai suku, etnis dari kalangan agama lain yang bersimpati, telah
berlangsung tanpa adanya kekerasan. Maka sesungguhnya itulah bukti kasat mata, bahwa
umat Islam jauh dari tuduhan-tuduhan keji: menghancurkan NKRI, anti kebhinekaan dan
anti-anti lainnya.
Lalu dari keputusan Hakin 2 tahun untuk Ahok itu, pelajaran apa yang bisa
hakim untuk tetap bersikap independen. Tak ada tekanan massa dengan dalih agama. Tak
ada intimidasi yang dilakukan kepada Hakim. Sehingga kasus Ahok ini menjadi pelajaran
bagi siapa saja terutama para penyelenggara negara untuk berhati-hati menjaga sikapnya
dan menghargai ajaran agama orang lain sesama bangsa, seperti yang dikatakan Guru
Besar PTIK, Farouk Muhammad. Apa yang sudah diputuskan Hakim itu akan menjadi
cara ampuh untuk memperkuat nalar keadilan yang harus dipegang negara dan aparatur
secara obyektif terus mengkritisi fakta bahwa Ahok sebagai Gubernur sering menggusur
Maka dengan dua alasan itu, menjadi tidak benar sama sekali kalau dikatakan
telah terjadi tekanan massa atas nama agama (baca: Islam) yang katanya bisa
menghukum siapa saja yang dianggap berbeda, baik karena pilihan politik, identitas,
ekonomi, ataupun agama. Tuduhan semacam ini sangat tidak beralasan karena, sekali
lagi, dipenuhi dengan aroma kebencian terhadap Islam. Dan bahkan secara berbahaya
mereka malah mengajak orang untuk melawan tekanan massa atas dalih agama itu di
ruang publik. Dan itu katanya menjadi prasyarat utama yang harus diambil.
berbahaya bagi persatuan dan kesatuan kita karena secara sengaja telah menumbuhkan
sikap kecurigaan antar sesama bangsa. Bahkan mereka para Ahokers mengatakan,
perlawanan kepada kelompok tirani atas nama agama itu adalah merupakan jihad yang
Bangsa ini perlu mewaspadai pikiran-pikiran berbahaya seperti itu, karena kalau
dipercaya lalu diikuti, pasti akan menjadikan Indonesia jadi kacau balau. Padahal yang
namanya kelompok tirani yang melakukan tekanan massa atas nama agama itu, sama
sekali tidak ada. Itu cuma rekaan mereka sendiri yang pro Ahok dan didorong karena
adalah kekalahan kemajemukan. Sangat menyesatkan. Mereka para pro Ahok itu
digambarkan dengan sangat menarik oleh Geger Riyanto, Esais, peneliti sosiologi dan
bergiat di Koperasi Riset Purusha, dalam sebuah artikelnya, bahwa pernyataan itu tidak
benar. Geger Riyanto menyimpulkan, bahwa pernyataan itu adalah pernyataan sangat
menyesatkan dan itu sesungguhnya adalah bentuk penistaan mereka, para Ahokers,
terhadap keadilan sosial. Terhadap sila kelima yang kita sepakati menjadikan kita
Indonesia.
dengan menampilkan banyak peristiwa yang hampir sama terjadi di banyak tempat sesaat
Kata Geger, pada Rabu, 19 April 2017, berselang beberapa jam selepas pemilihan,
warga sebuah kampung di Jakarta Utara berangkulan. Mereka riang bukan kepalang
mendapati hasil hitung cepat Pilkada Jakarta di televisi. Anies Baswedan memimpin
Orang-orang kampung tersebut mendukung pasangan calon nomor tiga. Ini betul.
Tetapi mereka gembira, tepatnya, karena hari-hari Ahok sebagai gubernur akhirnya bisa
dihitung. Siapa pun penggusurnya, sang gubernur tukang gusur yang menyengsarakan
Satu potret yang diperoleh oleh Ian Wilson, peneliti dari Murdoch University, kata
Geger Riyanto, tak akan banyak Anda temukan hari-hari ini. Imajinasi yang kini
terakhir kemajemukan dan akal sehat. Masyarakat kita telah ditelan fanatisme picik.
Ahok kalah telak bukan sebagai gubernur, melainkan sebagai seorang kafir yang didakwa
secara tidak adil tak layak memimpin (Dan menjadi korban konspirasi tingkat tinggi
politik nasional, kalau Anda mau percaya beberapa teori yang kini berkembang), kata
atas narasi ini. Temuan exit poll yang dilansir oleh Indikator Politik Indonesia, yang
menyebar dengan cepat dari gawai ke gawai, menemukan, 58 persen pemilih memilih
Demikian juga dengan temuan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC).
Dua puluh enam persen pemilih Anies-Sandi memilih mereka karena memiliki agama
yang sama, 16,8 persennya karena pasangan ini dianggap memperjuangkan agama.
Namun, menurut Geger Riyanto, mari hadapkan itu dengan apa yang terjadi di
Kampung Akuarium. Pada Pilkada Jakarta 2012 lalu, 95 persen warganya memilih
Jokowi-Ahok. Mereka tak peduli calon wakil gubernur yang mereka pilih adalah kandidat
dengan etnis Tionghoa maupun beragama non-Muslim. Pendirian ini berubah selepas
Ahok naik menggantikan Jokowi. Bagi mereka, Ahok bukan hanya melanggar janji
Jokowi memberikan sertifikat tanah kepada yang telah bermukim lebih dari 20 tahun. Ia
menggusur mereka.
99
yang akan mereka pilih dalam Pilkada Jakarta, jawaban mereka tegas. Mereka tidak akan
memilih gubernur Ahok yang memaki mereka pendatang ilegal dan menularkan TBC.
Karena Ahok memang pernah memaki seperti itu. Meninggalkan luka di hati.
Hal serupa akan kita temukan pada kampung-kampung yang diteliti Ian Wilson.
belakangan. Sama halnya dengan di Kampung Akuarium, Jakarta, ia bangkit ketika warga
sakit hati dan merasa terancam dengan Ahok. Ia menjadi legitimasi terdekat mereka
warga Bukit Duri yang dituding Gubernur Ahok sebagai penghasut wargaini adalah
Apakah ini hanya refleksi apa yang terjadi di segelintir kampung saja? Boleh jadi.
Tetapi, saya kira, kata Geger Riyanto, bukan sebuah kebetulan data yang diperoleh exit
poll berbagai lembaga survei menunjukkan suara kelas menengah bawah terhambur ke
Hukum Jakarta mencapai 25.533 jiwa. Jumlah yang luar biasa ini, tentu saja, tak seberapa
Namun, tambah Geger Riyanto, bila kelas menengah atas bisa memupuk,
kelas menengah bawah juga bisa menyebarluaskan citra negatif Ahok lewat medium
sama? Lebih-lebih, mereka tentu tak buta dengan keserupaan dan kesepenanggungan
Dan kalau kelas menengah atas bisa mengimajinasikan Ahok memiliki kinerja
mengapa kelas menengah bawah tak diperkenankan untuk menafsirkan ia kejam dari
Ahok, saya percaya, itu terjadi karena tidak ada cara lain bagi orang-orang ini untuk
kata Riyanto. Tidak ada cara untuk berbicara kepada gubernur yang penglihatannya
digelapkan dengan gemerlap perhatian media massa dan media sosial selain dengan
politik identitas yang, betapapun banal, ampuh menegaskan bahwa orang-orang tersingkir
Klaim agama dan keaslian mungkin menjadi wajah dari kemarahan mereka.
Tetapi, di balik itu, kita perlu insaf, ada trauma orang-orang yang rumahnya
pencahariannya dan tak bisa melakukan apa-apa. Ada ketakutan mereka yang menjumpai
bayangan dirinya pada warga yang telah tergusur. Dan, ada dinding tinggi dari kelas
menengah atas yang tak bisa mereka tembus dan membelenggu gubernur mereka dalam
atau kemenangan agama. Tuduhan itu adalah menghindarkan sang pejabat dari tanggung
101
jawab politik yang nyata. Dan ujungnya, tak lain, adalah penistaan. Penistaan terhadap
keadilan sosial. Terhadap sila kelima yang kita sepakati menjadikan kita Indonesia.
(Ibid.)
Yang menarik, gaung peristiwa kekalahan Ahok ini ternyata sampai ke luar
negeri. Hal itu seperti disampaikan oleh Imam Subkhan, Mahasiswa doktoral University
Republik Indonesia (BPRI) LPDP dalam opininya berjudul: Kekalahan Ahok, Islam
Dikatakan oleh Imam Subkhan, bak paduan suara, semua pemberitaan media
Barat khususnya di Amerika Serikat tentang kekalahan Ahok dalam Pilkada Jakarta 2017,
di-frame dalam sebuah alunan nada yang sama. Bunyi redaksinya bisa dikemas berbeda-
beda, namun narasinya tunggal. Sebagai contoh, The Wall Street Journal (19/4)
The New York Times (19/4): Jakarta Governor Concedes Defeat in Religiously Tinged
Election (Gubernur Jakarta mengakui kekalahan dalam Pemilu yang diwarnai isu
agama) , sementara USA Today (19/4): Muslim voters oust Jakarta's Christian governor
Setidaknya ada tiga narasi yang dikembangkan terkait dengan kekalahan Ahok-
Islam politik dalam panggung politik Indonesia. Islam politik yang dimaksud di sini
adalah praktik politik praktis dengan menggunakan sentimen, ideologi dan identitas Islam
102
sebagai instrumen untuk meraih kemenangan. Sentimen ini menjadi semakin kokoh dan
mendapatkan legitimasi moral karena Ahok beragama Kristen yang minoritas dan tengah
mereka di ruang publik. Kelompok Islamis yang selama ini bergerak di wilayah pinggiran
negara beringsut masuk dalam struktur negara, bahkan bisa menjadikan negara sebagai
Ketiga, hal yang kemudian banyak dikhawatirkan oleh para pengamat Indonesia
akibat dominasi kaum Islamis dalam ruang publik adalah meningkatnya kecenderungan
intoleransi dalam kehidupan berbangsa. Dan, indikasi itu dianggap sudah nampak dan
/kolom/d-3485150/kekalahan-ahok-islam-politik-dan-narasi-demokrasi-di-indonesia)
Kata Imam Subkhan, kekhawatiran dan representasi media Barat soal masa depan
demokrasi Indonesia tentu saja tidak dapat dilepaskan dari konteks global, terutama
oleh lawan Ahok-Djarot dipandang menduplikasi apa yang dilakukan oleh Trump di
Amerika dengan membangkitkan sentimen dan politik identitas terutama ras dan agama
bertumpu pada kebebasan dan kemerdekaan menjatuhkan pilihan secara rasional dalam
memilih pemimpin politik yang akan mengelola urusan publik. Penghargaan dan
103
agama. Dengan cara ini maka demokrasi akan menghasilkan kebermanfaatan maksimum
Kata Imam Subkhan, Indonesia selama ini sering dipromosikan dan diusung
sebagai bukti dan contoh par excellence bahwa Islam dan demokrasi bisa bertemu dan
demokrasi di Indonesia yang bisa sejalan, dengan Islam menurut Hefner (2000) dapat
terjadi karena ditopang oleh adanya kekuatan civil Islam. Kekuatan civil Islam inilah
yang menghalau mitologi negara Islam dengan terus mempromosikan toleransi, dan
Pancasila sebagai ideologi negara. Oleh karena itu, kata mereka, kebangkitan Islam
politik yang didukung kelompok Islamis bukan saja berpotensi mengancam Islam toleran
dari The Hebrew University of Jerusalem dalam diskusi soal kasus Ahok dua minggu lalu
di University of Washington, penglihatan politik Indonesia dari dekat dan sesaat seolah-
olah akan menampilkan gambaran demokrasi yang bergerak mundur. Namun, jika
mencandranya dari atas dan dari horison sejarah yang lebih luas maka justru
Barat soal masa depan demokrasi Indonesia kurang mendapatkan relevansinya. Memang
benar bahwa kecenderungan sikap intoleransi menguat belakangan, namun itu lebih
Warga Jakarta dan Indonesia sudah ratusan tahun memiliki modal dan kelenturan
sosial hidup damai dalam keragaman yang terus dirawat. Dan, ini akan semakin
mendapatkan pengokohan jika Anies-Sandi selalu sebagai Gubernur dan wakil Gubernur
Jakarta, bergerak atas nama konstitusi, dan bukan representasi kelompok tertentu dalam
kebijakan pemerintahannya nanti. Bagi Imam, sikap optimisme inilah yang harus terus
disuarakan guna memastikan civil Islam dan kerja peradaban tak tenggelam oleh
Kini lewat proses hukum yang sah, Ahok sudah divonis 2 tahun dan langsung
ditahan. Ia harus merasakan dinginnya kamar tahanan bersama nara pidana lain. Maka
bisa dikatakan, akhirnya mulai sekarang babak barunya adalah: Jakarta Tanpa Ahok!
Ada sebuah opini yang mengkritisi tajam kinerja Ahok. Kalau umumnya orang
banyak memuji kinerja Ahok, tapi seorang ahli lingkungan hidup mengatakan tidak
seperti itu.
Dengan judul opininya di KORAN SINDO, 13 Mei 2017: Babak Baru Jakarta,
oleh Suparto Wijoyo; Sekretaris Badan Pertimbangan Fakultas Hukum, dan Koordinator
dikatakan olehnya, bahwa 5 Mei 2017 lalu KPU DKI Jakarta telah menetapkan
Sandiaga Salahuddin Uno. Orasi kemenangan di Museum Bank Indonesia pun dihelat
penuh makna. Retorika yang dipilih sangat memukau di ajang acara Pesan Persatuan
Jakarta Menuju Satu Jakarta. Ungkapan ...kami akan hadir mewujudkan keadilan sosial
bagi warga sangatlah dirindukan. Dinyatakan pula bahwa Kota Jakarta bukan hanya
kumpulan real estate, gedung, rumah, sungai, dan jalan raya, tetapi kumpulan manusia
105
berjiwa. Jakarta bukan sekadar barang tak berjiwa. Sebuah peneguhan ke mana pendulum
Janji kampanye yang terus terngiang, kata Suparto, adalah Anies-Sandi bertekad
menata kota tanpa penggusuran dan penataan kota yang mengutamakan dialog. Esensi
pidato yang simpatik tersebut menandakan lahirnya babak penting perkembangan Jakarta.
hadapan rezim transisi sekarang ini. Masa transisi sampai agenda pelantikan 4 Oktober
Pemimpin hasil Pilkada DKI Jakarta 9 April 2017 diberi amanat warga untuk
mampu memberikan solusi yang mendera Ibu Kota selama ini, bukan untuk menyandera
dengan ingar-bingar yang melelahkan. Pemerintahan transisi sekarang ini secara etik-
miskin telah memberikan referensi yang cukup untuk membenahi Jakarta. Fenomena Ibu
Kota kebanjiran saja adalah sebuah realitas yang menuliskan pesan betapa banyak
/2017/05/babak-baru-jakarta.html).
gemerlapnya jalanan. Kejadian banjir yang melanda Jakarta selama ini telah melukiskan
adanya kerapuhan planologi Jakarta yang lebih menonjolkan sebagai ladang bisnis
Jakarta dicatat tidak berkata jujur dan bertindak semestinya sebagai Ibu Kota.
Pembangunannya tidak dibarengi perubahan paradigma layaknya seorang ibu. Ibu Kota
kampungkampung nelayan tua. Ibu Kota tidak membopong anak kandungnya, tetapi
Kata Suparto Wijoyo, reklamasi yang dibarengi bangunan gedung apartemen dan
pergudangan adalah simbol nyata kerakusan yang menyeruak di Jakarta. Ibu Kota kurang
dikonstruksi dengan infrastruktur penampung air seperti telaga, embung, kolam, sumur
resapan, sebagai bak penampung sebelum semuanya mengalir ke pantai Jakarta. Jakarta
memiliki 13 sungai dan didekap dua kali besar, di timur ada Citarum, di barat ada
Cisadane. Bahkan, Kali Ciliwung eksis membelah dan menghidupi Ibu Kota meski
luapannya sering dikriminalisasi sebagai penyebab banjir. Atas nama keindahan aliran
belasan sungai itulah, Jakarta pada era kolonial dikenal sebagai Venesia dari Timur, kota
sebagai moda transportasi air yang hebat. Adalah kenaifan apabila pantai Jakarta yang
secara ekologis menjadi basis tangkapan air, justru digiring menjadi daerah permukiman
dengan direklamasi. Tabiat reklamasi dengan mozaik beton jadi arena pertandingan
memutar uang yang menggelisahkan dari dimensi kajian lingkungan. Reklamasi yang
brutal akan memorak-porandakan pesisir pantai. Hal ini membawa perubahan signifikan
hilangnya biota air dan daya dukung teluk sebagai daerah penampung air.
107
Suparto memuji Aktivis lingkungan Jakarta yang secara cerdas telah menerka:
dengan reklamasi, Jakarta niscaya tergenang dan tenggelam. Pejuang lingkungan Jakarta
sudah mafhum, sebelum dilakukan reklamasi saja, Jakarta kerap kebanjiran, apalagi
dengan agenda membuat 17 pulau, frekuensi banjir akan meningkat. Dengan proyek
reklamasi yang ada, bencana banjir di Jakarta tidak terelakkan menjadi ritual musiman.
yang sudah terlihat adalah kerusakan habitat nelayan Jakarta dengan pesta air bah.
pantai. Di Ibu Kota, banjir memberi literasi perlunya rekonstruksi pembangunan agar
Jakarta berperilaku keibuan. Setiap reklamasi pantai yang semula ideal untuk
tepian. Kalau reklamasi terus dipaksakan, sebelum semuanya mengerti hendak ke mana
kota ini diperjalankan, saya khawatir pantura menjadi ajang ontranontran dalam dimensi
sosio-ekosistemiknya.
abstraksi belaka. Tata Kota Jakarta jangan mengulang cerita lama kepiluan kota dengan
ungkapan-ungkapan vulgar yang sinis sebagaimana ditulis Kunstter: tragic sprawl scope
dari visi membangun kota raya yang maskulin ke arah kesadaran lingkungan yang
108
feminis, setarikan napas sebutan Ibu Kota. Kita tidak ingin menyaksikan Jakarta
menggeser kepatutan ekologisnya. Harus diresapi, bahwa Jakarta tidak cukup hanya
kekar dapat dengan mudah terpelanting menjadi nekropolitan, yaitu kota yang
Mewujudkan Jakarta sebagai ibu kota yang menyediakan telaga bagi anak-
anaknya adalah pilihan primer. Bangunan yang menjulang tanpa telaga penampungan air
sudah sering kali mengalami kelumpuhan melawan banjir bandang. Kearifan tradisional
mengajarkan tata kampung dari abad yang telah lampau. Setiap kampung menyediakan
satu embung (telaga) sebagai sentrum kehidupan yang menjadi tandon air terpenting.
Embung memberi dan menerima bukan saja air hujan, juga air dari waduk sebagai induk
Embung adalah lambang feminisme kehayatan desa maupun kota. Dari sinilah
setiap hujan air disimpan dan pada musim kemarau air dialirkan ke warga. Embung pada
kenyataannya adalah mangkuk air yang pada saatnya didistribusi kepada warga untuk
keperluan sehari-hari maupun pertanian urban. Telaga-telaga kecil di setiap titik simpul
Tata kelola lingkungan model telaga kampung ini merupakan kekayaan tradisi
yang bermuatan referensi kecanggihan teknologi tertib air. Kota menjadi bebas banjir.
Sebenarnya inti dari opini Suparto Wijoyo di atas adalah, ia ingin mengatakan
membangun kota raya yang maskulin ke arah kesadaran lingkungan yang feminis. Kita
tidak ingin lagi menyaksikan Jakarta menjadi kota yang congkak secara ekologis. Adalah
kenaifan apabila pantai Jakarta yang secara ekologis menjadi basis tangkapan air, justru
digiring menjadi daerah permukiman dengan direklamasi. Jadi Ibu Kota tidak lagi tampil
tangan Ahok. Dan itu salah satu faktor yang menjungkalkannya di Pilgub DKI. Jadi, sama
sekali bukan karena tekanan massa yang dilakukan umat Islam dengan Aksi Bela Islam
Untuk lebih jelasnya bahwa Ahok terjungkal di Pilgub Jakarta itu bukan karena
tekanan dari gerakan massa Islam, dan bahwa itu sepenuihnya karena kinerja Ahok
Untuk itu ada pertanyaan penting di sebuah opini media massa. Apakah setelah
Ahok dipenjara gerakan massa Islam akan berhenti? Atau justru akan terus bergulir?
Setidaknya itu untuk mengawal proses hukumnya Ahok sampai ada keputusan hukum
yang tetap. Meski Aksi Bela Islam 55 sudah dinyatakan sebagai aksi terakhir. Tidak ada
lagi aksi! Pertanyaan apakah gerakan massa Islam akan berhenti, bisa dijawab ya, tapi
Namun ketika melihat di lapangan, pergerakan kubu Ahokers yang masih terus
melakukan aksi negatifnya bahkan dengan nama Aksi Solidaritas melakukan tuntutan
pembebasan Ahok dengan cara-cara preman, karena menganggap putusan hakim tidak
fair, tentulah gampang diduga gerakan massa Islam tidak benar-benar berhenti. Ibarat
jalan lagi harus dipersiapkan. Cara ini sah-sah saja dan tidak melanggar undang-undang.
tetap itu, kita berharap tidak akan memunculkan huru-hara politik dan ketegangan baru
seperti sebelumnya. Dan para aktivis dari golongan manapun sebisa mungkin bersabar
Saat sebelum divonisnya Ahok, menjelang pilkada DKI, memang ada gerakan
massa yang tujuannya untuk segera memenjarakan Ahok. Setidaknya saat itu ada aksi
yang digerakkan oleh dua kepentingan yang berlainan tetapi punya tujuan sama, atau dua
ideologi yang berbeda tapi memiliki tujuan yang sama. Mereka adalah, pertama, kalangan
gerakan massa Islam yang merasa tersinggung dengan ucapan Ahok di Pulau Seribu.
Dan, kedua, lawan-lawan politik Ahok yang tengah berkompetisi dalam Pilkada DKI
Jakarta.
tersinggung karena ada orang yang dianggap menista al-Quran surat al-Maidah ayat 51.
Untuk yang kedua, mereka bergerak cuma untuk menerima keuntungan jika
Sekarang, dalam tahapan mengawal proses hukum dengan adanya upaya hukum
banding dan kemungkinan kasasi dari kubu Ahok dan JPU, bukan tidak mungkin tensi
111
ketegangan politik masih akan bisa memanas. Tetapi tetap kita berharap bisa dilalui
dengan aman-aman saja dan tenang. Apalagi, Pilkada sudah lewat, dengan demikian
kalau ada gerakan massa, maka itu hanya akan dilakukan gerakan massa Islam dengan
Kita mencoba berasumsi, para pendukung Ahok telah legowo idolanya ditetapkan
sebagai narapidana 2 tahun. Dalam garis lurus, semestinya para penentang Ahok juga
lapang hati dan memberikan kesempatan bagi pengadilan menjalankan tugas dan
kewenangannya. Lapang hati adalah syarat yang diperlukan agar dapat melihat proses
Tapi itu cuma sekedar asumsi yang membayangkan kubu Ahok legowo kembali
tenang, dan para penentang Ahok juga mau berlapang hati. Meski sekedar asumsi, akan
sangat bernilai tinggi kalau saja benar-benar bisa terwujud. Maka yang terjadi
selanjutnya, negeri ini akan kembali pada kondisi seperti semula sebelum Ahok menista
Karena itu, sambil mengawal proses hukum, kepada kedua pihak, Penulis buku ini
mengajak untuk kembali ke konsensus yang telah disepakati bersama. Negara ini adalah
negara hukum. Dan kita semua menyepakatinya. Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di
hadapan hukum, begitu bunyi konsensus kita dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Kita,
gerakan massa Islam telah menuntut negara supaya menghormati hak hukum kita, dan
sekarang kita juga harus menghormati hak negara untuk menjalankan hukum yang
Kita yakin, semua pihak mencintai negeri ini. Biarlah bentuk kecintaan itu
mengalir melalui penghormatan kita bersama atas proses hukum yang berlangsung. Lagi
pula, khusus kepada kelompok gerakan umat Islam, bukankah hubbul wathon minal
iman, mencintai Negara Indonesia adalah sebagian dari iman? Dan sekarang umat Islam
akan membuktikan lagi bahwa dirinya sangatlah menghormati hukum dan konsekwen
pada hubbul wathon minal iman itu. Jadi, sebagai sebuah gerakan massa Islam akan
selalu bersikap sesuai dengan koridor hukum, sangat menghormati tujuan hukum dan
Setelah Ahok ditetapkan sebagai terpidana, ada tiga hal yang mesti dilakukan oleh
pendukung dan penentang Ahok agar tujuan hukum tercapai. Itu harapan kita semua.
Pertama, hormatilah proses hukum. Dalam sistem peradilan pidana, yang sama
kita ketahui, proses selanjutnya setelah penetapan seseorang sebagai terpidana, maka
akan ada pengajuan banding dan kasasi. Dan itu membutuhkan waktu. Semua harus
bersabar, biarkanlah pengadilan bekerja sesuai dengan koridor sistem hukum yang
berlaku, sembari tetap memberikan pengawasan terhadap kinerja aparatnya dalam porsi
yang semestinya.
Kedua, jagalah situasi dan kondisi agar tetap aman dan damai. Pada fase ini,
seyogianya semua pihak tetap tenang dan tidak memperkeruh suasana. Sepatutnya tak
boleh ada anasir provokatif yang dilontarkan ke masyarakat, baik secara offline maupun
online oleh siapa saja. Kita ini sedang bicara soal hukum, bukan menyoal suka atau tidak
suka, like or dislike, dengan Ahok. Dalam bahasa hukum progresif, hukum harus
memperhatikan dan bekerja bagi masyarakat. Pada ruang ini, saat ini, ada kepentingan
113
masyarakat yang pro Ahok dan anti Ahok. Ada interest penyokong Ahok dan oponen
Ahok. Ada opini tesis Ahok dan antitesis Ahok. Memang, idealnya, hukum harus
merangkul kedua kutub yang saling berlawanan tersebut. Akan tetapi, dalam ruang yang
semakin sempit karena dihimpit oleh dua kutub kepentingan, mengharapkan hukum
merangkul keduanya secara bersama sepertinya bakal menemukan jalan buntu. Oleh
karena itu, saat ini, hukumdalam arti teknis penegakan hukumharus berdiri pada
kakinya sendiri. Hukum, pada ruang ini, sekali lagi, khusus pada ruang ini, perlu
menggunakan kaca mata kuda. Sehingga, proses hukumnya berjalan sesuai dengan
sistem dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hakim harus tetap independen.
atau tidak, ada tangan-tangan kekuasaan yang tak tampak (invisible hand), yang berasal
dari gelombang barisan pro Ahok dan pendemo Ahok, yang ikut bermain. Memang,
wujud tangan kekuasaan ini susah jika ingin dibuktikan. Namun, percayalah, jika masih
ada yang terpengaruh kerja invisible hand itu, maka konsentrasi untuk mengawal kinerja
Dengan demikian, kalau ketiga langkah di atas dilakukan dengan legowo pula,
maka setidaknya akan membuat kondisi politik akan tenang dan mereda. Dan inilah yang
kita harapkan secara bersama sebagai anak bangsa. Suasana yang tenang seperti semula.
Namun ada sebuah pertanyaan yang terus menggelitik, apakah dengan adanya
perbedaan pandangan politik yang terjadi akibat kasus Ahok itu memang benar telah
Memang kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok dengan cepatnya sempat
momentum Pilkada Jakarta, perkembangan pesat teknologi digital juga telah mendorong
teknologi saat ini, penyebaran pesan kebencian dan rasis bahkan telah masuk dalam
percakapan digital antar-keluarga dan kerabat dekat, yang sebelumnya cuma dipenuhi
Namun, mencuatnya kasus Ahok telah membuat media komunikasi maya, seperti
Whatsapp, menjadi ajang penyebaran teologi kebencian yang paling massif. Pesan-pesan
yang tersebar secara digital ini mengakibatkan hubungan antar-kerabat retak karena
perbedaan pandangan keagamaan atau politik. Fakta yang terjadi di masyarakat memang
seperti itu. Namun semuanya masih dalam kondisi aman-aman saja. Meski diakui
kondisinya seperti api dalam sekam. Yang mudah tersulut dan terbakar sewaktu-waktu.
Penistaan agama oleh Ahok ini memang telah menyedot energi publik yang luar
biasa. Tidak hanya masyarakat Jakarta yang ikut hanyut dalam perdebatan kasus
penistaan agama, bahkan masyarakat di luar Jakarta dan di luar Indonesia tidak
Sudah banyak juga yang menulis bahwa Ahok yang dikalahkan Anis-Sandiaga itu
karena kecerobohan ucapannya sendiri yang menista agama Islam yang dianut dan
diyakini kesuciannya oleh penduduk terbesar Indonesia. Karena itu memang betul Ahok
Sebelum kasus penistaan agama muncul, kehidupan beragama dan berbangsa kita
tidak ada yang perlu dimasalahkan. Toleransi beragama berjalan aman meskipun ada
bisa diselesaikan.
115
diskriminatif, itu lebih karena faktor kesenjangan ekonomi yang terlalu tajam. Bukan
karena mereka berbeda agama dan etnis. Masalah itu sudah selesai. Etnis Tionghoa,
apalagi yang berbeda agama, sama dengan yang lainnya, di Indonesia ini memperoleh
keleluasaan untuk berkiprah di bidang politik dan pemerintahan secara adil. Tidak ada
lagi ketakutan di kalangan mereka. Karena itu, menjadi aneh kalau dalam kondisi
sekarang masih ada yang menulis dan mengatakan etnis Tionghoa merasa takut dan tidak
aman berada di Indonesia. Asumsi yang terlalu mengada-ada dan ada faktor niat ingin
membuat kekacauan agar tensi ketegangan terus memanas. Di situ lalu mereka bermain.
Kasus Ahok, sebenarnya tidak terlalu perlu disikapi secara provokatif. Bahkan
tidak akan menimbulkan ketegangan kalau saja sejak awal pidato Ahok di Pulau Seribu
itu cepat dinetralisir pemerintah. Tetapi yang terjadi tidak dikelola dengan baik malah
politisasi kasus Ahok. Kemudian perkembangannya malah membuat perubahan yang luas
dalam kehidupan beragama dan berbangsa kita. Tuduhan politisasi kasus Ahok kepada
umat Islam itu telah merusak secara cepat tenun kebangsaan yang kuat dan sudah ada di
tengah masyarakat kita. Maka secara fakta di lapangan kasus Ahok itu telah merusak
kehidupan keber-agama-an dan keberagaman kita. Ternyata daya rusak dari ucapan Ahok
Bahkan Aktivis Komite Indonesia Bangkit dan Gerakan Indonesia Bersih Adhie
menjadi negatif, seolah-olah bangsa Indonesia dikuasai fanatik agama. Citra miring ini
makin menguat setelah muncul pemberitaan kekalahan Ahok di Pilkada DKI dan
116
terbitnya vonis hakim kasus penistaan agama oleh Ahok dikait-kaitkan dengan aksi-aksi
menuntut penegakan hukum dan keadilan yang dilakukan oleh umat Islam.
Kondisi saat ini muncul akibat kegagalan penegak hukum dalam menjalankan
tugasnya ketika menangani kasus perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Ahok.
Ada banyak indikasi pidana yang melibatkan Ahok tetapi didiamkan, baik oleh KPK,
Lho, mengapa dengan KPK? Kata Adhie Massardi, memang KPK tidak mau
masuk ke ranah pidana untuk menggarap kasus-kasus korupsi di Balaikota yang diduga
melibatkan Ahok. Seperti kasus reklamasi, Transjakarta, Sumber waras, pembelian lahan
Cengkareng, dan trilunan rupiah dana nonbudgeter dari para pengembang. Hampir semua
kasus besar yang ditangani KPK di luar operasi tangkap tangan berasal dari hasil audit
BPK. Tapi giliran audit BPK melibatkan Ahok, kenapa KPK menolaknya?? Kalau saja
dari awal KPK masuk ke ranah ini dan tidak takut dengan a;asan dasar lebih
mementingkan kemaslahatan bangsa dan kelangsungan NKRI, pasti tidak akan muncul
korupsi itu? Selama ini ada anggapan salah di benak KPK terhadap Ahok. Ahok dianggap
bersih hanya karena aparat penegak hukum tidak pernah menjeratnya. Ini anggapan salah.
Padahal kan bersih dari korupsi itu karena tidak melakukan, bukan karena tidak
ditangkap. Jadi, kata Adhie, KPK punya andil besar merusak citra bangsa di dunia
internasional. Sayangnya, hal yang sama juga dipertontonkan Polri. Kalau saja Polri
betul-betul menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum, mestinya mereka
memproses kasus Ahok tanpa harus menunggu aksi-aksi besar dari umat Islam. Tapi
117
ternyata kan yang terlihat tidak begitu. Muncul kesan kuat polisi malah membiarkan dan
melindungi Ahok. Begitu juga dengan Kejaksaan Agung. Korps Adhyaksa di bawah
kendali HM Prasetyo tidak berani menahan Ahok selama proses persidangan kasus
lainnya. Belakangan, jaksa malah membuat kontroversi dengan membuat tuntutan ringan.
Inilah yang menimbulkan kemarahan rakyat Indonesia. Perlu dicatat bahwa umat Islam
yang merespon persoalan Ahok adalah umat Islam yang biasa-biasa saja, rakyat Indonesia
yang mayoritas umat Islam. Mereka bersikap reaktif terhadap kasus Ahok karena dalam
banyak kasus dugaan tindak pidana oleh Ahok, selalu lolos, mulai dari pelanggaran
/291685/Adhie-M-Massardi:-Kondisi-Saat-Ini-Muncul-Akibat-Kegagalan-Penegak-
Hukum-Menangani-Kasus-Ahok-)
keras bagi siapa saja dan kelompok manapun, terutama penyelenggara negaranya, untuk
Semenjak kasus Ahok mencuat, semakin sering terdengar caci maki munculnya
kebangkitan gerakan massa Islam yang dipimpin kelompok Islam konservatif yang akan
menghancurkan NKRI. Yang harus difahami, Islam dan umat Islamnya adalah tetap umat
Islam yang satu yang selama ini dikenal ramah dan moderat. Justru karena menghadapi
Ahok, maka ukhuwwah islamiyah di antara umat Islam menjadi lebih erat tanpa adanya
sekat-sekat.
118
Tidak benar sama sekali di dalam gerakan massa Islam muncul sekelompok umat
Islam yang dilabeli sebagai Islam konservatif dengan Habib Rizieq-nya yang begitu
dicurigai sebagai Islam yang berhaluan keras dan menjalankan hukum-hukum Islam
dengan kaku. Tuduhan itu sangat mendegradasi kesatuan dan persatuan umat Islam, dan
Jakarta, menulis opini di rmol.co, 13 Mei 2017 berjudul: Ahok Tumbal Citra Istana
penjara untuk Ahok, banyak pihak yang turut merasakan kekecewaan. Beberapa kalangan
yang tidak menerima putusan pengadilan mengatakan bahwa Ahok adalah korban dari
pendukung Ahok mayoritas ditujukan kepada kelompok Habib Rizieq yang dituduh
Bagi Rabitul Umam, tuduhan tersebut terlalu prematur dan mencederai nalar
logika sehat. Pasalnya, siapa sih Habib Rizieq itu? Dia seorang warga sipil biasa yang
tidak mempunyai kekuatan politik struktural. Dia bukan pemimpin sebuah partai politik,
bukan seorang pejabat kuat, bukan seorang politisi senior yang berpengaruh, bukan pula
Adapun dalam hal ia berperan mempengaruhi opini publik bahwa Ahok telah
menista agama dan menuntut secara terbuka agar pengadilan menghukum terdakwa
Ahok, iya. Namun sekali lagi, siapalah seorang Habib Rizieq dalam kancah perpolitikan
struktural nasional? Dia hanyalah warga sipil biasa yang sedang memimpin gelombang
119
demonstrasi. Tak lebih. Dan sebesar apapun aksi demonstrasi tidak akan dapat
Dalam kasus terpidana Ahok ini, Rabitul Umam mempunyai empat analisa opini,
dan kemudian secara obyektif mengambil keputusan bahwa terdakwa Ahok bersalah.
Kedua, Hakim terpengaruh oleh desakan people power yang menuntut agar
Ketiga, ada intervensi politik dari partai atau politisi kubu lawan Ahok agar hakim
Dan keempat, faktor pertimbangan politis dari internal lingkaran Ahok sendiri. Di
mana pihak Istana dan PDIP sedang melakukan politik cuci tangan dengan
Dari keempat analisa itu, Rabitul Umam memandang yang mendekati kebenaran
logika sehat adalah analisa yang pertama dan keempat. Sedangkan analisa kedua dan
ketiga dirasa jauh untuk diterima logika. Mari kita bersama mencoba membedah satu
Kita mulai dari membedah analisa kedua, hakim terpengaruh oleh tekanan people
power. Analisa ini dirasa nyaris tidak mungkin terjadi, pasalnya Hakim Dwiarso Budi
Setiarto yang memimpin selama jalannya sidang kasus Ahok adalah seorang hakim yang
mempunyai rekam jejak cukup baik dan terkenal integritasnya. Jadi, bila ada yang
mengatakan bahwa majelis hakim menjatuhkan hukuman tahanan 2 tahun penjara pada
Ahok karena ada tekanan publik, itu mustahil. Karena sangat tidak mungkin seorang
120
integritasnya hanya untuk kasus Ahok yang sesaat. Di samping juga sebagaimana telah
dijelaskan di depan, pihak yang getol mendesak agar Ahok dijatuhi hukuman yaitu pihak
Habib Rizieq, dia bukanlah seorang yang mempunyai kekuatan politik struktural apapun.
Kemudian analisa yang ketiga, intervensi politik dari partai atau politisi kubu
lawan Ahok. Analisa ini juga tidak rasional. Mengingat partai politik yang berseberangan
dengan kubu Ahok sangat minoritas, hanya Gerindra, PKS, dan PAN, kekuatan dari tiga
parpol ini terlalu minor bila dibandingkan kekuatan parpol yang membackup Ahok.
Apalagi ketiga parpol yang berseberangan dengan Ahok itu saat ini berada di luar Istana
dan tidak memegang otoritas politik, baik di eksekutif, legislatif, apalagi yudikatif.
Menurut Rabitul Umam, itu sebuah analisa bagus. Yang cukup rasional dan dapat
diterima akal sehat adalah analisa pertama, yaitu vonis yang dijatuhkan hakim terhadap
terpidana Ahok adalah murni keputusan hakim secara obyektif dan profesional.
Sedangkan analisa yang mendekati kebenaran logis dan akal sehat adalah analisa
keempat, pihak Istana dan koalisi partai di bawah pimpinan PDIP telah merelakan Ahok
untuk dihukum. Hal ini dikarenakan Ahok telah dipandang sebagai kartu mati yang
Sebagaimana umum ketahui bahwa Ahok adalah calon gubernur DKI Jakarta
"utusan" Istana yang dianggap sebagai calon kuat untuk memenangkan pertarungan
Pilgub Jakarta. Namun pasca kasus penistaan Agama, elektabilitas Ahok berangsur
menurun bahkan juga berimbas menurunkan citra Jokowi dan PDIP. Puncaknya pasca
kekalahan telak Ahok di pertarungan Pilgub DKI Jakarta citra Jokowi dan PDIP semakin
Kekalahan Ahok di Pilgub DKI Jakarta sekaligus menjadi alarm bahaya bagi
Jokowi dan PDIP yang masih menginginkan kemenangan di Pilpres 2019. Maka untuk
menjaga agar elektabilitas tidak terus merosot turun dilakukanlah "politik cuci-tangan"
Dengan dijatuhkannya vonis hukuman 2 tahun penjara kepada Ahok, maka secara
bersamaan Jokowi dan PDIP mendapat keuntungan citra atau klaim politik sebagai pihak
Padahal, bila seandainya Ahok menang dalam Pilgub DKI Jakarta dimungkinkan
akan ada intervensi Istana untuk membebaskan Ahok atau minimal hakim memutuskan
hukuman sesuai dengan tuntutan Jaksa, yaitu 2 tahun masa percobaan dan 1 tahun
kurungan. Karena seandainya Ahok menang, Ahok masih dipandang sebagai seorang
yang mempunyai power politik massa yang bisa dipakai PDIP dalam Pilpres 2019.
Namun saat Ahok kalah, kata Rabitul Umam, Ahok telah menjadi "benalu" politik
bagi Jokowi dan PDIP. Akhirnya sekalian saja dia dikorbankan sebagai tumbal politik
read/2017/05/13/291228/Ahok-Tumbal-Citra-Istana-)
Itulah yang terjadi menurut analisa ilmiahnya Rabitul Umam. Dan yang ingin
dikatakannya adalah, semua itu adalah karena akibat kecerobohan mulut Ahok sendiri
dan akhirnya ia menjadi benalu politik Jokowi dan PDIP (baca: Megawati).
Tapi yang pasti, terjadinya kasus penodaan agama yang oleh hakim dinyatakan
ada unsur kesengajaannya, itulah yang merunyamkan suasana kehidupan kebangsaan kita
sehingga memunculkan dampak yang begitu dalam dan luas kepada publik. Maka
sesungguhnyalah, terjadinya segala hingar bingar yang menguras energi selama berbulan-
122
bulan belakangan ini, sepenuhnya disebabkan oleh kecerobohan ucapan Ahok. Dan itu
fakta yang tak terbantahkan. Karenanya jangan ada yang kemudian membalik-balik
masalah lalu menuduh umat Islam memecah belah kebangsaan, anti Pancasila, anti NKRI
dan wakil Gubernur Jakarta dan divonisnya Ahok, telah mengubah drastis suasana yang
panas dan tegang selama di tangan Ahok, berbalik menjadi mereda, aman dan damai.
Baik di hati masyarakat Jakarta juga umat Islam seluruh Indonesia. Kehidupan
kebangsaan kita kembali damai tanpa ada ketegangan. Dan umat Islam bersama
komponen bangsa lainnya sesuai dengan porsi masing-masing akan memberi support
warga Jakarta tanpa kecuali. Sementara tenun kebangsaan yang telah dikoyak dan
Oleh karena itu menjadi salah kaprah ketika ada yang masih mengatakan ia kini
dan praktik politik dalam kehidupan berbangsa masyarakat Indonesia. Tapi ternyata ia
pentas politik Indonesia. Mungkin maksudnya, di alam berpikirnya, kini sudah terjadi:
Indonesia Tanpa Ahok. Karena baginya, Ahok adalah tanda bagi hilangnya nilai-nilai
Pancasila itu. Dikatakan, kini rakyat Jakarta juga masyarakat Indonesia melihat Ahok
tidak lagi sebagai saudara sebangsa yang memiliki hak sama untuk menjadi pemimpin di
negeri ini. Ini terjadi karena rakyat Indonesia masih mendewakan politik identitas
berbasis agama. Malah mereka mengatakan, bagi siapa yang masih mendewakan politik
123
identitasnya itu sebaiknya keluar saja dari negara ini, dan dirikanlah negara agama
sendiri! Tentu saja pengusiran semacam ini menunjukkan identitasnya sendiri sebagai
orang Indonesia yang lupa akan sejarah bangsanya sendiri. Karena ternyata mereka tidak
tahu atau sengaja tidak mau tahu, bahwa yang menyusun dan menggali Pancasila adalah
tokoh Islam yang kebetulan menjadi anggota Muhammadiyah yang berwasiat kalau
meninggal nanti supaya dipayungi dengan bendera Muhammadiyah. Siapa dia? Dia
adalah Bung Karno. Ini sejarah dan tak bermaksud mendewakan orang Islam dan
Muhammadiyah. Hanya pernyataan pengusiran itu yang tidak nyambung sama sekali
kalau cuma dengan tuduhan karena membenci Ahok. Padahal sudah jelas berkali-kali
dikatakan, Ahok yang etnis Cina dan nonmuslim itu malah pernah dipilih oleh lebih dari
50% umat Islam di Jakarta ketika mendampingi Jokowi sebagai wakil Gubernur. Jadi,
mau dibuktikan dengan alasan apapun, umat telah menunjukkan sikapnya bahwa, tidak
ada masalah dengan etnis Cina dan nonmuslimnya Ahok. Umat Islam fine-fine saja. Tak
ada masalah. Sampai kemudian masalah ditimbulkan oleh Ahok sendiri ketika ia
menghina Alquran dan ulama. Ketika umat Islam bereaksi, Ahok malah menantang-
nantang bahwa ia tidak bersalah dalam ucapannya di pulau Seribu itu. Di mata
masyarakat umat Islam Ahok telah berubah menjadi sosok Gubernur yang arogan dan
emosional gampang marah tak terkendali, tak bisa menjaga sikapnya dan terlebih
mulutnya. Terutama ketika ia keras ia menghadapi rakyat kecil yang tidak berdaya lagi
akibat berbagai penggusuran yang ia lakukan tanpa lebih dulu mau bermusyawarah.
Andai saja Ahok cepat meminta maaf dan bersikap santun tidak malah arogan dan
menantang-nantang, maka semuanya sudah selesai saat itu. Karena umat Islam dan begitu
pula yang namanya watak orang Indonesia, sangatlah mudah untuk memberi maaf. Dan
124
itu sudah dicontohkan oleh KH Maruf Amin yang dengan mudahnya memberi maaf
kepada Ahok yang baru saja menghujat dan memarahi Kyai sepuh ini di persidangan.
Padahal saat itu, umat Islam tersakiti lagi oleh sikap kurangajarnya Ahok. Dimana itu
semua menunjukkan bahwa Ahok sebagai pemimpin tidak memahami psikologi perasaan
bangsanya sendiri yang 90% sangat menghormati kyainya apalagi sudah sesepuh Kyai
Maruf itu. Jadi jujur sajalah, siapa sebenarnya yang memantik api permasalahan
kemudian menjadi besar membakar rumah kebangsaan kita? Pertanyaannya, lantas siapa
sebenarnya yang sudah meninggalkan nilai-nilai luhur dari para pendiri negara, perumus
Pancasila dan UUD 1945? Ahok dan Ahokersnya, atau umat Islam? Lalu, siapa di sini
yang irasional dan rasional? Sekali lagi, Umat Islam dan juga bangsa ini sama sekali
tidak membenci Ahok. Cuma membenci arogansinya yang kebablasan dan sikap tidak
ramahnya kepada rakyat kecilyang di mata rakyat kecil seperti horrorjustru di saat
yang sama mereka kehilangan rumahnya, mata pencahariannya dan sekaligus harga
dirinya sebagai manusia yang memiliki hak hidup di negerinya sendiri. Di sinilah
dibawa-bawa melebar ke isu-isu anti SARA. Dikatakan umat Islam membenci Ahok
karena ia Cina dan nonmuslim. Lalu menuduh umat Islam sebagai Islam konservatif yang
berhaluan keras, berbahaya bagi keindonesiaan kita sebagai bangsa yang Pancasilais. Itu
semua adalah tuduhan teramat vulgar dan merupakan bentuk pengingkaran terbesar
kepada peran umat Islam sebagai komponen utama dan terbesar bersama elemen
masyarakat lainnya yang telah mendirikan Indonesia ini. Tuduhan inilah yang justru
125
membuat tensi ketegangan sesama anak bangsa terus memanas dan tidak bermanfaat
sama sekali bagi upaya bersama memajukan Indonesia yang adil dan sejahtera.
Umat Islam kini bertanya dan seharusnya bisa dijawab dengan jernih dan jujur.
Bagaimana para pemuja dan penyokong Ahok menjawab dan menyikapi peristiwa yang
terjadi di Minahasa (16 Mei 2017) dimana para Ahokers Minahasa mendeklarasikan
Gerakan Minahasa Merdeka mau melepaskan diri dari Indonesia, seiring gelombang
dari pendukung Ahok menolak vonis 2 tahun penjara kepada Ahok di beberapa kota. Aksi
ini muncul bersamaan merebaknya aksi bakar lilin di sejumlah daerah. Alasan pembenar
apa yang mau diajukan di sini?? Atau mengatakan bahwa itu cuma hoax?
Maka kini terbukti dengan fakta terang benderang, terungkaplah sudah bahwa
ternyata sesungguhnya merekalah para pendukung dan penyokong Ahok yang justru
menyayangkan gerakan separatis ini. Ia menduga ada korelasi kuat antara aksi bakar lilin
para pendukung Ahok dengan gerakan separatis dan makar di sejumlah daerah di
Indonesia.
"Kita cukup menyayangkan aksi seperti itu. Kan semua sudah sepakat untuk
untuk memisahkan diri dari NKRI, kan bahaya," kata Fahmi dalam keterangan
Fahmi juga menyebut bahwa aksi tersebut telah mematahkan tuduhan makar dan
anti kebhinnekaan yang selama ini disematkan pada Aksi Bela Islam. Sebab, kata dia,
126
rmol.co/read/2017/05/17/291702/MUI-Sayangkan-Aksi-Bela-Ahok-Berujung-
Separatisme-).
Salim pun berharap, semua pihak dapat kembali pada kiprahnya masing-masing,
yaitu fokus membangun bangsa Indonesia untuk lebih baik dan jangan pernah lagi
terjebak pada jargon-jargon yang menyebutjika tidak membela Ahok berarti tidak adil,
tidak Pancasila. "Karena jargon tersebut menyesatkan dan harus segera diluruskan,"
pungkasnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol, Tito Karnavian secara tegas menyebut
Gerakan Minahasa Merdeka ini sebagai ancaman kepada keutuhan NKRI. Tito secara
Nah jelaslah sudah sekarang ini bagi masyarakat, siapa sebenarnya yang
NKRI? Selama ini tuduhan seperti itu ditimpakan secara membabi buta kepada kalangan
umat Islam. Barangkali yang terbaik bagi para Ahokers dan pendukungnya harus
mencabut tuduhan keji itu dan meminta maaf. Percayalah umat Islam itu pemaaf, kok.
Dan kalau sekarang Jakarta harus berubah dan kenyataannya harus terjadi
Jakarta Tanpa Ahok, ya anggap sajalah bahwa itu sebagai sebuah seleksi alam yang
127
sudah terjadi. Tak usah terlalu disesali. Yang penting, marilah kita bergandengan tangan
Yakinlah, bahwa bangsa ini, terutama umat Islamnya, amat menghargai dan
bahkan sangat hormat terhadap tokoh-tokoh semacam Yap Thiam Hien si pendekar
hukum, Kwik Kian Gie sang ekonom, dan masih banyak lagi nama-nama lainnya.
Mengapa? Karena mereka adalah orang-orang yang amat tulus dan keberpihakannya
kepada rakyat kecil begitu nyata. Ya. Mereka semua adalah kita!
Percayalah pula, tanpa Ahok, bangsa ini akan tetap selamanya sebagai bangsa
majemuk yang berbasis Bhinneka Tunggal Ika, berbentuk negara Pancasila dengan umat
Islamnya yang santun dan ramah. Islam yang Indonesia .., bukan yang lain! ***
BAB IV
MERAJUT KEMBALI NEGERI MUKJIZAT
(#saveIndonesia)
lintas agama di Istana Merdeka, 16 Mei 2017 untuk meredam gejala perpecahan bangsa
berdasarkan agama. Jokowi pun memberi pernyataan agar tidak ada lagi saling menghujat
atau berbagai gesekan. "Jika dalam beberapa waktu terakhir ada gesekan, mulai saat ini
Jokowi dan para tokoh lintas agama tidak ingin ada perpecahan bangsa yang
berdasarkan agama. Dia berharap semua pihak sama-sama menjaga persatuan. Kata
Jokowi, "Jangan saling menghujat karena kita bersaudara, jangan saling jelekkan karena
kita bersaudara, jangan saling fitnah karena kita bersaudara, jangan saling menolak
karena kita bersaudara, jangan saling mendemo, habis energi kita untuk hal-hal seperti
itu, karena kita bersaudara". Ya, Kita adalah saudara sebangsa dan setanah air," ungkap
Jokowi telah menabuh genderang di depan tokoh lintas agama yang tegas-tegas
memperingatkan seluruh masyarakat bahwa kita berada dalam kondisi cukup berbahaya
yang bisa memecah persatuan kita sebagai bangsa. Ia minta semua gesekan dihentikan.
Presiden untuk meredam semua gesekan yang sudah terjadi begitu massif di masyarakat.
Yang harus diakui bahwa itu semua terjadi karena tidak sigapnya sejak awal para penegak
hukum untuk cepat mengatasinya. Seperti kata Adhie M. Massardi, Aktivis Komite
Indonesia Bangkit dan Gerakan Indonesia Bersih, Kalau saja Polri betul-betul
129
menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum, mestinya mereka memproses
kasus Ahok tanpa harus menunggu aksi-aksi besar dari umat Islam. Tapi ternyata kan
yang terlihat tidak begitu. Muncul kesan kuat polisi malah membiarkan dan melindungi
Ahok. Begitu juga dengan Kejaksaan Agung. Korps Adhyaksa di bawah kendali HM
Prasetyo tidak berani menahan Ahok selama proses persidangan kasus penistaan agama
Belakangan, jaksa malah membuat kontroversi dengan membuat tuntutan ringan. Inilah
Kita berharap, dengan seruan Presiden di atas, tak akan terjadi lagi model-model
penanganan penegak hukum kita seperti yang dikatakan Adhie Massardi. Tinggalkan
cara-cara seperti itu dan kembalilah bertindak dengan penuh keadilan tanpa pandang
bulu. Terlalu murah kalau negeri ini dipertaruhkan hanya untuk sosok sekelas Ahok.
Pahami, negara kita adalah Negeri Mukjizat, negeri dengan bangsanya yang besar
yang mampu menyatukan berbagai perbedaan (suku, ras, dan agama). Dan sebuah negara
dengan melakukan perbandingan, di belahan bumi yang nun jauh di sana, di atas satu
hamparan tanah yang luas, hidup satu suku bangsa yang berjumlah ratusan juta jiwa,
bahkan mereka berbicara dalam bahasa yang sama dan penganut agama Samawi. Namun,
mereka sering terlibat konflik dan perang. Akibatnya apa? Mereka terpisah dan tercerai
berai menjadi puluhan negara. Itulah tanah Arab, yang sekarang terbelah menjadi banyak
negara dan terus bergolak. Hal ini berbeda dengan Indonesia, yang terdiri lebih ribuan
pulau, ratusan suku bangsa, dan bahasa dengan latar belakang adat dan budaya serta
130
agama yang berbeda. Tetapi mampu bersatu dalam semangat kebersatuan yang utuh.
Itulah Negeri Mukjizat (the miracle nation). Mengapa negeri mukjizat? Ya, karena di
sini perbedaan dan keberagaman yang bagi bangsa lain menjadi sumber perpecahan,
Perbedaan bukan sesuatu yang asing bagi rakyat Indonesia karena keragaman sudah
melekat erat dan dianggap sebagai kodrat keberadaan bangsa. Selama puluhan tahun
toleransi, dan saling menghargai. Pluralitas bukan menjadi garis pembatas identitas,
melainkan justru menjadi khazanah mulia bangsa. Relasi itu makin cair karena garis
keluarga, dapat terdiri atas berbagai unsur primordial yang tumpang tindih, garis agama,
mengherankan kalau dunia pun tidak hanya terpesona, tetapi juga ternganga dengan
praktik kebangsaan di Indonesia. Mereka juga sangat mengagumi dan menghargai sikap
moderat Islam di Indonesia sehingga selalu dijadikan contoh bagi negara-negara lain
Keharmonisan kehidupan bangsa tidak jatuh dari langit, tetapi merupakan hasil
perjuangan berdarah-darah dan kerja amat keras dan saling berkorban untuk mencari titik
temu dari para pendiri bangsa yang terdiri dari berbagai aliran, agama, suku, ras, dan ciri-
penjajah dengan merajut semua perbedaan dan solidaritas primordial menjadi suatu
131
kekuatan dahsyat sehingga dapat melawan kebengisan kolonial. Proses rakyat Indonesia
konstitusi yang menegaskan bentuk negara adalah republik serta kesetaraan semua warga
Penelusuran sejarah, antara lain dalam buku Menjadi Indonesia oleh Parakitri
Simbolon (Penerbit Buku Kompas dan Grasindo, 1995), bahwa rakyat Indonesia selama
ratusan tahun dijajah sampai Jepang menyerah tahun 1945, tidak berpeluang membangun
kemerdekaan hingga sekarang ini selalu bersifat uji coba; narasi besarnya adalah
Pilkada DKI Jakarta yang keras dan kumuh karena polusi ujaran kedengkian
SARA, (suku, agama, ras, dan antargolongan) dan saling hujat, telah usai, tetapi
tampaknya rasa berbeda bernuansa SARA antarwarga masih akan berlanjut. Putusan
penjara dua tahun atas Basuki Tjahaja Purnama oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan
langsung masuk tahanan dalam kasus dugaan penodaan agama dianggap oleh sebagian
bunga dan menyalakan lilin tampaknya tidak hanya berkenaan dengan nasib Ahok, tetapi
132
juga gerakan dan simbol menyelamatkan ke-Indonesia-an dari ancaman serius politik
gerakan reformasi 1998. Namun, kita patut bersyukur tidak sampai menggoyahkan sendi-
sendi dan pilar kehidupan bangsa dan negara. Mengapa tak sampai tergoyahkan? Selain
rahmat dan keadilan Tuhan Allah SWT yang diberikan kepada bangsa ini, juga adalah
karena kita memiliki ikatan kebangsaan yang kuat. Dengan segala keragamannya,
Indonesia memiliki modal spiritual, kultural, sosial, dan kesejarahan untuk bisa bersatu
perpecahan dan permusuhan, tapi sebaliknya, bisa melahirkan kekuatan persatuan dan
peradaban. Asalkan kita masih berpegang teguh pada semangat dasar dan karakter yang
menghidupi bangsa ini, yakni gotong-royong. Seperti dikemukakan oleh Bung Karno,
dan silaturahmi, yang tidak mengenal sekat-sekat perbedaan pandangan politik, ideologi,
maupun agama, serta tidak pula dibatasi oleh keberagaman latar belakang suku, adat, dan
menjunjung tinggi kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan kelompok, suku,
semua sebagai anak bangsa terus menyiapkan diri untuk munculnya berbagai persoalan
yang tiba-tiba hadir di hadapan kita. Kita harus selalu siap menghadapinya karena kita
hidup setiap anak bangsa. Kita mengapresiasi, selama satu dekade setelah reformasi,
sudah cukup banyak kemajuan yang dicapai. Kendati demikian, kita tentu tidak boleh
menutup mata atas berbagai persoalan serius yang sedang dihadapi bangsa dewasa ini.
Yang paling menonjol adalah masioh adanya kesenjangan yang tajam antara yang kaya
dan miskin.
penguatan demokrasi agar demokrasi yang sekarang sedang kita bangun dan terus kita
matangkan bersama, tidak terjebak hanya pada aspek-aspek prosedural. Kita butuh
demokrasi yang substantif yang fokusnya adalah kesejahteraan, keadilan, dan penegakan
hukum tanpa pandang bulu. Melalui demokrasi yang substantif inilah, Nusantara yang
luas ini bisa kita rajut dalam bingkai kebersamaan. Inilah yang menjadi impian seluruh
anak bangsa ini agar Negeri Mukjizat-nya ini terus mengalami kemajuannya dan menjadi
sebuah negara yang kuat dan membahagiakan bagi seluruh warganya dengan nuansa
penuh keadilan.
Indonesia dengan jumlah penduduknya sekitar 250 juta lebih, adalah negeri yang
bukan berdasar agama tapi juga bukan negeri sekuler. Islam adalah agama yang terbesar
dianut oleh warganya, sekitar 80% lebih dengan demikian ia adalah muslim terbesar di
dunia. Sayangnya lebih dari separuh mereka masih berada di garis kemiskinan dengan
134
tingkat pendidikan yang rendah. Tentu saja ini menjadi tugas bersama bangsa ini untuk
Ketika kita membaca pernyataan Lucretius kita bisa miris. Kata Lucretius :
Betapa hebatnya agama sampai bisa mendorong orang melakukan perbuatan jahat! Di
situ, ia ingin menyampaikan kritik kepada siapa saja para pemeluk agama yang ucapan,
sikap, dan perilakunya menyakiti orang lain atau suka berbuat jahat kepadanya, yang
agama tidak akan mungkin memerintahkan pemeluknya berbuat jahat, menyakiti orang
kesulitan, dan tidak saling mengancam adalah beberapa di antara keragaman hajat
kemanusiaan. Keragaman hajat kemanusiaan itu disebut juga sebagai hak menjalani
hidup dalam kebinekaan (keragaman). Dalam hidup demikian ini, meminjam ruh
pemikiran Lucretius, idealitasnya sangat tidak perlu seseorang atau sekelompok orang
Jika tetap memaksakan paham dan iman kepada orang lain, kata Abdul Wahid,
hajat eksklusif teologisnya ini jadi teror yang jahat untuk kebinekaan. Setiap orang
yang sekaligus karena posisinya demikian, dirinya dijerumuskan menjadi predator yang
berhak mencampuri hingga menjagal hajat asasi kemanusiaan yang bernama kebinekaan.
Bagi Wahid, diakuinya belakangan ini makin marak kasus yang mengancam
kebinekaan atau keberagaman di negeri ini. Ada ikrar kekhilafahan, ada ikrar anti-
Pancasila, dan masih sering muncul berbagai aktivitas yang secara langsung atau tidak
menolak atau memusuhi keberadaan pemeluk agama atau etnis lain. Kasus-kasus itu jelas
terancam terjagal apabila praktik semacam ini tidak mendapat perhatian serius dari
Pasalnya, negara sudah terjebak dalam politik peliberalisasian reformasi dan penggunaan
hak kebebasan bersuara, berekspresi, memilih, dan berorganisasi sesuai keyakinan atau
Pernyataan yang disampaikan Abdul Wahid benar, bahwa makin marak saja
kasus yang mengancam kebinekaan atau keberagaman di negeri ini. Dan untuk
Harus ditegaskan, Pancasila itu ideologi harga mati. Kita semua sepakat. Kalau
Pancasila sudah menjadi harga mati, maka konsekuensinya semua orang berkewajiban
menjaganya supaya ideologi lain tidak hidup dan berkembang dalam lingkungannya. Jadi
harta kekayaan mereka, gereja-gereja mereka, salib-salib dan semua perangkat agama
mereka. Gereja-gereja mereka tidak boleh diduduki siapa pun, tidak boleh dirobohkan
atau dirusak, kekayaannya dan semua hak milik gereja mereka dilindungi, mereka tidak
setiap pemeluk agama yang berbeda berkewajiban menegakkan kebinekaan, dan tidak
ataupun fisik.
semangat anti-Pancasila dan berbagai bentuk kekerasan, memang kewajiban negara untuk
mewujudkannya. Akan tetapi, tidak kalah asasinya, juga menjadi kewajiban negara untuk
terus menjaga nyala dan nyawa kebinekaan di negeri ini. Dan banyak cara bisa
dilakukan, dan itu adalah kerja yang terus menerus tak boleh berhenti.
seruan yang sudah benar meskipun agak terlambat. Namun demikian, sebagai warga yang
baik, juga sebagai umat Islam yang mencintai negerinya, wajib mendukung seruan itu.
Justru umat Islam harus berada di garda terdepan untuk kepentingan menjaga dan
137
memperkuat NKRI. Jangan lagi sampai terjadi seperti peristiwa di Minahasa, 16 Mei
sampai tuntas jangan sampai terjadi lagi. Paling banyak gesekan terjadi karena amarah.
Jadi amarah inilah yang harus ditekan atau dirawat agar tidak membludak keluar yangt
Andaikata energi nyinyir dan benci-bencian di media sosial karena Pilkada DKI
Jakarta bisa ditampung, entah akan seberapa besarnya. Barangkali yang bisa menandingi
adalah energi orang-orang yang jenuh, yang kerap bertanya kapan media sosial kembali
damai dan tenteram seperti sedia kala, atau mungkinkah sindir-sindiran, cela-mencela,
ikut selesai setelah Pilkada Jakarta usai? Atau justru tambah meningkat?
Harapan medsos kembali damai dan tentram sesungguhnya sudah ada sejak
putaran pertama lalu. Bahkan jika menilik ke belakang, sejak Pilpres 2014 suara-suara itu
sudah muncul. Mereka rindu status-status yang tak jauh dari kangen-kangenan,
merayakan perkawanan, saling sapa dengan teman lama, dan lain-lain. Kalaupun ada
ribut-ribut, palingan kontroversi soal perayaan Valentine atau polemik tentang seberapa
besar jasa Kartini dibanding pahlawan perempuan lain, yang memang rutin tiap tahun ada
saja yang mempersoalkan. Namun, medsos yang damai nan tenteram hingga hari ini tak
kunjung terwujud. Begitulah artikel yang ditulis Gunawan Mashar, jurnalis dan penulis,
Kata Gunawan Mashar, rasanya memang mustahil serang-serangan yang kian tak
terkendali ini akan berakhir bahkan setelah semua acara sudah berakhir. Terlalu banyak
138
kebencian yang harus dipadamkan, berjuta kepala yang harus didinginkan, dan
mengembalikan akal sehat orang-orang yang terlalu fanatik itu tak mudah. Jadi, agaknya,
pendukung yang memang sudah "musuhan" sejak Pilpres. Pilkada Jakarta hanyalah
bagian dari sumbu petasan yang sudah dibakar sebelumnya. Meski ada sedikit pergeseran
Polarisasi pendukung pun kian jelas. Energi kebencian dua kubu juga makin
dahsyat dan menggumpal karena dibungkus dengan sentimen agama dan ras. Lini masa
dipenuhi ujaran dan seruan kebencian, yang merembet hingga ke dunia nyata.
Pemilihan pada 15 Februari lalu ternyata juga tak menyudahi Pilkada Jakarta karena tak
ada satu pun calon yang memperoleh 50 persen lebih suara. Pilkada Jakarta kemudian
lagi, anggaplah setelah pemilihan putaran kedua, tiba-tiba muncul kesadaran kolektif di
medsos untuk menerima hasil siapapun yang menang, tanpa disertai protes dan
kegaduhan. Mungkin semacam upaya untuk berhenti saling menyakiti, sekalipun hanya
Kita akur lagi. Tak ada lagi yang merasa benar sendiri, tak ada lagi tautan-tautan
kemarahan, tudingan yang tidak didasari bukti, dienyahkan jauh-jauh. Kawan dekat yang
di-unfriend, diundang kembali dan disapa. Bahkan bukan terkait Pilkada Jakarta saja,
termasuk tema-tema sensitif yang sering memunculkan kegaduhan di medsos kita sudahi
139
semua. Tapi, beneran kita bisa tahan tak mengumpat dan nyinyir-nyinyiran? Tak tergoda
untuk ikutan menyebar foto editan dan fitnah yang menyudutkan lawan kita?
nyinyiran dan bergunjing dalam salah satu ilustrasi terbaiknya, The Gossips. Dari sumber
pertama merambat ke orang kedua, lalu menjalar ke tak terhingga. Sampai akhirnya
hinggap ke telinga si objek derita. Ekspresi para si 'pembawa kisah' bahagia tiada tara
seolah berbagi kabar dari surga. Yang mendengarnya terbuai bumbu cerita: tertawa-tawa
membuatnya di tahun 1946! Era ketika belum ada internet dan media sosial, yang bisa
mengirim berjuta prasangka hanya dengan sehela napas...eh, sekali bikin status,
maksudnya. Di dunia maya, gunjingan bukan lagi merambah ke mana-mana, tapi juga
melebar ke hal-hal tak terduga. Persaingan politik dan pilihan yang berbeda cukup jadi
jangan terlalu, begitu pula memuja. Sedang-sedang sajalah. Memeram amarah juga
jangan terlalu. Menghilangkan amarah sama sekali juga jangan. Perlu ada amarah yang
disisakan.
Begitulah. Seusai Pilkada Jakarta, amarah dan kebencian yang bisa meretakkan
ketidakadilan yang sistemik, korupsi yang menjarah uang negara, diskriminasi yang
/d-3485540/merawat-amarah-usai-pilkada-jakarta)
140
Mengelola atau merawat amarah ternyata memang perlu untuk mengurang adanya
Dengan kemampuan merawat kemarahan maka itu juga berarti kita memperkuat toleransi
dikeluhkan Presiden. Selain bentuk Gerakan Minahasa Merdeka itu, kitapun pernah
mengalami kejadian kerusuhan Tanjung Balai dan juga kerusuhan Tolikara tahun lalu
yang telah mengentakkan kesadaran kita bahwa gambar kerukunan dan toleransi
Lata Masdar Hilmy, Guru Besar Ilmu-ilmu Sosial dan Wakil Direktur
yang harus dibenahi. Kondisi semacam ini ibarat memandang gunung: indah ketika
dilihat dari jauh, tetapi penuh jurang dan bebatuan mengerikan jika didekati. Lebih
berbahaya lagi, sebuah gunung berapi menyimpan magma panas yang sewaktu-waktu
Terlepas dari berbagai pujian dunia terhadap tradisi toleransi beragama di negeri
ini, kerukunan dan toleransi beragama kita harus diakui berdiri di atas fondasi yang masih
rapuh. Hanya karena hasutan kecil melalui pesan berantai di media sosial, harmoni
sosial umat beragama mendadak terkoyak. Masyarakat kita seolah kehilangan kecerdasan
Di tengah banjirnya informasi di media sosial, rasanya tiada pilihan lain bagi
merasionalisasi segala bentuk provokasi agar konflik kerusuhan bernuansa suku, agama,
ras, dan antar-golongan (SARA) tidak mudah terjadi. Barangkali inilah tantangan terberat
/read/2016/09/12/07062571/memperkuat.toleransi.beragama?)
Menurut Masdar Hilmy, sebuah masyarakat dapat dikatakan dewasa dalam hal
sosiologis yang tinggi dalam mengelola, memfilter, dan selanjutnya menangkal berbagai
bentuk isu provokatif di seluruh tingkatan: kecil, sedang, dan berat. Berbagai konflik dan
Sementara itu, roh dari kekenyalan sosiologis adalah rasionalitas publik yang
bekerja untuk menimbang kentungan dan kerugian dari sebuah tindakan kolektif. Ketika
rasionalitas publik bekerja secara maksimal, maka sebuah masyarakat niscaya tidak akan
memilih tindakan yang dapat membahayakan dan merugikan orang lain. Memang
tindakan membakar rumah ibadah agama lain bisa saja dikonstruksi oleh pihak-pihak
yang tidak bertanggung jawab sebagai upaya pembelaan diri atas penghinaan terhadap
agamanya. Namun, kata Masdar, jika mereka sadar sesadar-sadarnya (religiously literate),
tindakan tersebut pasti cenderung dihindari karena tidak dibenarkan oleh ajaran agama
apa pun di dunia ini. Dalam keadaan perang pun, Islam tidak membenarkan
parahkah masyarakat kita? Mengapa mereka lebih memilih cara perusakan dan
142
sosiologis ketika ada tangan-tangan jahil mencoba mengail di air keruh? Jangan-jangan
Tanjung Balai adalah fenomena gunung es di negeri ini: masyarakat kita secara umum
belum teruji untuk menghadapi hantaman provokasi dari yang ringan hingga yang berat.
Artinya, masyarakat kita berdiri di atas fondasi toleransi yang rapuh (fragile tolerance)
umat beragama dapat dicegah jika kelompok masyarakat sipil (civil society) kita dapat
Meminjam istilah Bryan S Turner (2016: 266), penciptaan toleransi beragama dapat
dilakukan melalui pilarisasi masyarakat sipil dengan cara melakukan berbagai bentuk
penguatan toleransi di tiap-tiap kluster masyarakat sipil, baik secara teologis maupun
sosiologis.
Tentu saja proses penguatan tersebut harus dilakukan secara top-down, bukan
bottom-up. Artinya, para elite agamawan sebagai bagian dari masyarakat sipil harus sigap
dan bertanggung jawab mengendalikan emosi massa agar kekerasan dan kerusuhan sosial
bisa dicegah. Sayangnya, tidak semua elite agamawan memiliki kesadaran atau kapasitas
demikian. Dalam banyak kasus, beberapa aksi kekerasan bernuansa SARA di negeri ini
justru direstui oleh para elite agamawan. Yang lebih menyedihkan, beberapa aksi
kekerasan terjadi akibat pembiaran oleh para aktor negara yang semestinya berdiri di
Dalam konstruk teoretik Simon Chambers dan Jeffery Kopstein (2001), kelompok
masyarakat sipil yang tidak mampu mencerdaskan dan menyejahterakan para anggotanya
143
disebut sebagai masyarakat sipil yang buruk (bad civil society). Oleh karena itu, ada
baiknya masyarakat sipil kita melakukan berbagai penguatan dan advokasi massa agar
Salah satu indikator kedewasaan masyarakat kita adalah dipilihnya cara-cara beradab
(baca: non-kekerasan) sebagai mekanisme resolusi konflik yang baik bagi berbagai
masalah sosial kemasyarakatan. Ada banyak isu provokatif yang berseliweran di ruang
publik yang dapat mengancam bangunan toleransi beragama kita. Seberat apa pun tingkat
Semoga kerukunan dan toleransi beragama kita semakin kokoh, kenyal, dan
disebabkan karena pengaruh politik global maupun nasional. Pengaruh politik global,
misalnya, dengan menguatnya Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang terus berupaya
merekrut anak-anak muda Islam di seluruh dunia untuk dijadikan tentara jihadis,
potensial dijadikan lumbung generasi baru ISIS. Dan potensi ini belakangan semakin
gejala itu. Juga di kalangan mahasiswa, bahkan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
yang selama ini menjadi salah satu sumber utama ulama dan cendekiawan Muslim
ISIS. Jika gejala-gejala ini tidak segera diatasi, bukan tidak mungkin Indonesia akan
menjadi lahan persemaian utama Islam radikal melihat dukungan secara objektif sudah
seperti Front Pembela Islam (FPI), Forum Umat Islam (FUI), dan lain-lain yang sangat
agresif merespons setiap peristiwa politik yang dianggap bersentuhan langsung dengan
Quran saat menjelang Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) Jakarta menjadi semacam
blessing in disguise. Umat Islam yang biasanya terpecah menjadi bersatu dalam satu
gerakan Bela Islam yang berjilid-jilid. Yang menarik, dua organisasi Islam berbasis
massa besar dan berpengaruh, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, secara
organisatoris tidak ikut serta dalam gerakan ini, meski secara individual tidak sedikit
Bela Islam bukan merupakan tradisi Islam moderat yang selama ini dilekatkan dengan
Abd. Rohim Ghazali, Direktur Eksekutif Yayasan Paramadina dan Peneliti Senior
demikian?
Karena organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan pada 1912 ini dalam
Muhammadiyah lebih membuka diri terhadap unsur budaya asing yang dianggap modern
dan berkemajuan. Praktik semacam ini sudah dikembangkan KH Ahmad Dahlan, bahkan
dengan sistem yang biasa ditempuh orang Barat yang kala itu merepresentasikan kaum
penjajah. Maka, tidak begitu mengherankan jika KH Ahmad Dahlan kerap dituduh kafir
iyah-dan-tantangan-islam-moderat/)
Tapi, KH Ahmad Dahlan tidak surut, walau dianggap kafir. Ia tetap pada
pendiriannya, bahwa Islam harus terbuka dan membuka diri terhadap kemajuan, termasuk
budaya yang dibawa orang asing. Tradisi membuka diri inilah yang saat ini
tradisi Islam radikal yang berkembang di Timur Tengah sehingga Muhammadiyah, meski
tersamar, sering dituduh sebagai organisasi tempat berseminya faham Wahabi. Apalagi,
sejauh ini, Muhammadiyah merupakan satu-satunya organisasi Islam moderat yang tidak
melibatkan diri secara aktif dalam gerakan deradikalisasi Islam yang menjadi program
dengan mengerahkan buzzer seperti yang dilakukan para tokoh politik dan pengikut-
pendidikan inklusif dan melakukan pertolongan pada semua pihak yang membutuhkan
Muhammadiyah tetap membuka diri sehingga jangan heran jika sekolah dan perguruan
tinggi Muhammadiyah di wilayah itu diisi oleh mayoritas siswa atau mahasiswa non-
Muslim. Begitu juga dengan guru atau dosen dan para pengelolanya.
Jadi, pada saat orang lain masih berteriak lantang memperjuangkan pentingnya
rumah sakit, dan panti-panti sosial yang dikelola Muhammadiyah membuka diri terhadap
semua etnis, agama, dan golongan. Karenanya, meskipun ada di antara anggota
publik, cenderung radikal dalam menyuarakan syariat Islam, dan menolak keras
wajah yang elegan, tidak larut dalam irama gendang yang meraka suarakan.
Islam moderat seperti ini sudah teruji, sejak era KH Ahmad Dahlan hingga saat ini.
147
Islam moderat sebenarnya telah banyak memberikan dukungan riil kepada usaha-usaha
pemerintah untuk mengurangi gesekan-gesekan berdasar agama dan itu menjadi sinkron
seperti yang diharapkan oleh Presiden Jokowi dengan seruannya, bahwa kita bersaudara!
forum dialog, tempat kita bisa bebas mengatakan apa yang kita rasakan tentang pihak
lain. Termasuk soal hal-hal yang tak ingin mereka dengar sekalipun. Sebaliknya, pihak
sana juga boleh bicara dengan cara yang sama tentang kita. Kita perlu melihat sosok kita
Kata Hasanudin, sepanjang sejarah, kita ini sudah sering konflik. Konflik antar
anak bangsa karena perbedaan suku, agama, atau karena hal lain. Kerusakan yang
ditimbulkannya tidak kecil. Kerusakan fisik dalam skala triliunan rupiah. Tapi, yang lebih
menyedihkan adalah korban jiwa manusia. Korban berbagai konflik itu sudah begitu
banyak, terlalu banyak. Karena itu konflik harus dicegah, jangan sampai terulang. (https:-
//news.detik.com/kolom/d-3501314/mengurai-ketegangan-anak-bangsa)
Dari begitu banyak konflik, sayangnya, kita tidak mendapat informasi yang tegas
soal apa latar belakangnya. Juga jarang ada tindakan hukum yang memadai terhadap
pelaku kejahatan selama konflik berlangsung. Yang ada biasanya analisis pada level
gosip, mencoba menjelaskan situasinya secara teoretik. Sesekali ada tim pencari fakta.
Tapi, hasil kerjanya tak pernah jelas. Kalaupun ada, tidak ada tindak lanjut yang jelas.
148
bisa kita pelajari. Kita sebenarnya bahkan bisa merasakan dan melihat. Hanya saja, dalam
hal konflik, ada faktor-faktor yang tak terlihat, sehingga sering kita melihatnya sebagai
Sering kita dengar penjelasan, atau analisis tentang konflik. "Ini bukan soal agama, ini
semata soal kesenjangan." Tapi, apakah kita bisa percaya kesenjangan saja bisa
Tentu, tidak! Penjelasan tadi terasa seperti sebuah simplifikasi, bahkan terkesan ingin
menutupi fakta tertentu. Tentu saja faktor kesenjangan ada. Tapi, apakah itu satu-satunya
faktor?
Benarkah tidak ada faktor agama yang bermain dalam konflik? Atau, sebenarnya
faktor itu yang dominan? Kalau ada, bagaimana detailnya? Hal-hal seperti ini tidak
pernah dibahas secara terbuka. Orang cenderung fokus pada usaha memadamkan konflik
belaka. Setelah itu, mereka mencoba melupakannya. Atau, berpura-pura, seolah konflik
Kenapa tak mau membahasnya? Saya khawatir, kata Hasanudin lagi, itu tanda
adanya persoalan yang lebih besar. Sedikit orang yang mau mengakui perasaan mereka
soal agama lain. Banyak orang yang tampil seperti orang yang menghargai keragaman,
tapi jadi berbeda saat berada dalam komunitas tertutup. Bahkan, katanya, tidak sedikit
pula yang bergaul baik dengan orang berbeda iman, tapi punya pikiran yang sebenarnya
radikal soal orang yang tak seagama dengannya. Demikian pula soal etnis. Ada orang
yang begitu rapat bergaul, berbisnis dengan orang-orang dari etnis tertentu, tapi
seremoni belaka. Jarang ada dialog yang benar-benar jujur soal apa yang kita rasakan,
dan bagaimana kita memandang kelompok lain. Padahal ini penting. Sering kali kita tidak
sadar soal apa efek tindakan kita terhadap pihak lain. Tanpa umpan balik dari mereka,
kita seperti tak punya cermin untuk melihat diri kita sendiri.
Itulah seperti yang dikatakannya di muka, penting bagi kita untuk punya forum
dialog. Tempat kita bisa bebas mengatakan apa yang kita rasakan tentang pihak lain.
Termasuk soal hal-hal yang tak ingin mereka dengar sekalipun. Sebaliknya, pihak sana
juga boleh bicara dengan cara yang sama tentang kita. Kita perlu melihat sosok kita
Saya pernah berdialog melalui mailing list lintas agama, kata Hasanudin. Ketika
itu ada kejadian gereja dibakar. Tentu saja itu menjadi keprihatinan teman-teman Kristen.
Saya sampaikan bahwa dalam ajaran Islam, merusak rumah ibadah orang adalah
perbuatan terlarang. Bahkan dalam suasana perang pun hal itu terlarang. Lalu, kenapa
orang sampai jadi begitu? Ia jelaskan dalam dialog itu, soal psikologi umat Islam dalam
memandang agama Kristen. Dikatakannya bahwa ada orang-orang Kristen yang begitu
agresif melakukan penginjilan, dengan target menambah jumlah pengikut. Itu sungguh
meresahkan bagi umat Islam. Bagi mereka, agama Kristen adalah ancaman. Tak sedikit
Mereka tak menolak adanya kelompok seperti itu di tubuh umat Kristen, tapi
memberi catatan bahwa kelompok seperti itu hanya minoritas di kalangan mereka. Tapi,
peringatan Hasanudin itu membuat mereka menjadi lebih mawas diri. Seperti itulah.
150
Yang menarik apa yang diungkapkan Hasanudin atau yang biasa dipanggil Kang
Hasan ini, tak ada yang perlu ditakutkan dengan dialog yang jujur dan berterus terang.
Syaratnya, kita ingin cari solusi, bukan mencari pihak lain untuk disalahkan. Baginya, ini
adalah langkah penting untuk mengurai ketegangan antarkelompok, yang menjadi bahan
penegasan Presiden bahwa kita bersaudara. Seruan Presiden semacam ini sungguh
membuat kita semua trenyuh meski hal itu sebenarnya biasa saja karena sudah menjadi
pengetahuan umum. Tapi karena Presiden yang mengatakan, maka nuansanya menjadi
lain dan tampak sangat bernilai. Jadi harus menjadi perhatian seluruh masyarakat untuk
serius membangun semangat bersaudara itu. Dengan terciptanya semangat bersaudara itu,
otomatis itu berarti kita merajut kembali negeri tercinta ini, sebuah Negeri Mukjizat!
Sementara untuk masalah membangun semangat bersaudara itu, kita perlu juga
mencermati dinamika dan dialektika politik dewasa ini, karena kalau tidak ditangani
mendesak adalah dialog rasional para tokoh masyarakat untuk mendinginkan politik yang
hampir mencapai titik didih yang membahayakan eksistensi dan survivalitas negara.
bertindak tegas terhadap mereka yang mengancam konstitusi dan Pancasila, serta
berkompromi secara terukur dengan lawan-lawan politiknya. Semua itu dilakukan demi
masa depan bangsa Indonesia yang lebih kuat dan sejahtera. ***
151
BAB V
AKSI BELA ISLAM DAN KESADARAN UMAT
LIMA kali lebih Aksi Bela Islam yang menggetarkan hati seluruh bangsa
terutama umat Islamnya, telah berlangsung sukses. Terutama Aksi Bela Islam-III pada 2
Desember 2016 kemudian dikenal sebagai Aksi 212 di Monas Jakarta yang dihadiri
sekitar tujuh juta umat Muslim datang dari seluruh penjuru tanah air. Aksi ini
152
Meruntuhkan prediksi ilmiah mereka dimana berkumpulnya 7 juta orang di satu lokasi
dipastikan akan berubah menjadi huru hara dahsyat, ricuh dan berdarah-darah. Tetapi
dengan kesantunan Islam dan etikanya yang tinggi, berlangsung aman dan damai.
Itulah sebuah era baru kebangkitan Islam, sebuah kekuatan baru gerakan massa
Islam yang pernah dilakukan dengan begitu dahsyat dan mengagumkan. Sebuah episode
tegaknya keadilan yang benar-benar adil. Lahirlah sebuah gerakan massa Islam sebagai
kekuatan Islam baru yang pernah dilakukan sejak bangsa ini diproklamirkan 17 Agustus
1945.
Perang melawan ketidakadilan ini telah menciptakan sebuah fakta baru di negeri
tercinta ini, yaitu bangkitnya gerakan massa Islamyang tak lagi bisa menggantungkan
penodaan agama oleh Ahok, Gubernur Jakarta (kini sudah lengser), tetapi lebih dari itu
adalah karena kenyataan selama ini umat Islam sebagai komponen terbesar bangsa,
ulamanya dibully, dan berbagai tekanan dan tuduhan menyakitkan yang kemudian sampai
muncul kesimpulan dari mereka: umat Islam dengan jumlahnya yang besar menjadi
Dua poin itulah yang membuat umat Islam merasa resah, sangat terdzalimi dan
hal ini tak boleh dibiarkan terus menerus. Tidak bisa lagi umat Islam cuma jadi obyek.
Umat Islam harus berubah menjadi subyek dan pelaku yang akan membawa Indonesia
153
sebagai negara demokrasi, sejahtera yang berkeadilan, dan membahagiakan bagi setiap
penggerak barunya sebagai pemimpin baru informal umat Islam di Indonesia: Habib
Riziq Shihab, ikon perubahan di negeri ini. Fenomena Habib Riziq itu seperti
pengulangan sejarah dimulai kembali setelah 100 tahun lalu HOS Tjokroaminoto 1916
menjadi pemimpin baru ummat Islam, Sang Raja Jawa Tanpa Mahkota, yang
Brawijaya, bertanya, mengapa teriakan membela Al Quran atas kasus penistaan agama
yang dilakukan Ahok menjadi pintu masuk yang dapat menggerakkan kesadaran di negeri
ini? Kesadaran bahwa negeri yang mayoritas muslim ini kemudian bergerak melakukan
penolakan masif atas desain dan praktik kebudayaan, penjarahan politik dan ekonomi
oleh para pemilik modal besar, yang tampil di media mainstream maupun di dunia nyata.
Hal ini terlihat dari gegap gempitanya umat ketika misalnya mendengarkan orasi Sang
Habib. Dedi Mulawarman lalu mencoba mentranslasi salah satu orasi Habib Riziq
berkenaan Aksi Bela Islam setelah 411 dan persiapan menuju Aksi 212 berikut ini:
Bahkan yang agamis ame yang nasionalis kumpul semua. Betul? Itu sampai
ada orang kafir ikut juga saudara. Dan dahsyatnya aksi bela Islam 411 atas izin Allah
jutaan umat Islam turun tidak ada seorang kafirpun yang didzalimi saudara. Betul?
Bahkan ada sepasang pengantin beragama Katholik ingin ke gereja Katedral ada jutaan
manusia dia bingung bagaimana nembusnya saudara? Dia sudah putus asa, tetapi tiba-tiba
para santri mendekati mau ke mana ibu bapak penganten? o, kami mau menikah di
154
gereja katedral O, mari turun kita bantu jalannya. Dibuka jalan oleh para peserta aksi,
bahkan oleh peserta aksi dibersihkan sampah yang di jalan supaya gaun pengantennya
tidak kotor saudara. Dahsyat tidak? Indah tidak? Berarti artinya Islam toleran tidak?
Anugrah siapa? Karunia siapa? Pertolongan siapa? Siapa yang Maha Besar? Siapa Maha
Agung? Siapa Maha Suci? Takbir! Percaya dengan pertolongan Allah? Betul? Siap
datang di aksi 212? Siap datang Jumat 2 Desember? Percaya Allah akan menolong kita?
Takbir! Yang sekolah yang kerja, libur semua saudara untuk perjuangan Islam, Islam gak
boleh Islam kita dihina. Betul? Siap hadir? Siap datang? Sebagai penutup saya mau
sampaikan saudara. Tadi saya dari reskrim mabes polri lanjutan pemeriksaan soal kasus
Ahok, dari sana saya langsung kemari dan besok akan ada pemeriksaan di Polda saudara,
maka saya hanya ingin menyampaikan di sini. Apapun yang terjadi dengan saya ke depan
mau saya dipenjara, mau saya dibunuh, umat Islam gak boleh berhenti untuk berjuang
tegakkan Islam di Indonesia. Takbir, Takbir, Takbir! Siap bela Allah? Siap bela Rasul?
Siap bela Nabi? Siap bela Quran? Siap bela Islam? Siap bela negara? Siap bela NKRI?
Takbir! Catat baik-baik saudara, demi Allah hari ini seorang habib di bunuh karena bela
Islam, besok masih ada ribuan habaib lainnya yang akan bangkit lanjutkan perjuangan.
Takbir! Dan catat baik-baik saudara, hari ini ada seorang kyai seorang ulama seorang
ustad seorang dai yang dibunuh karena membela Islam, besok akan muncul ribuan kiai,
ustad dan dai melanjutkan perjuangan. Takbir! Hari ini ada 1000 pemuda dibunuh untuk
bela Islam besok jutaan pemuda Islam Indonesia akan bangkit kembali saudara. Siap
berjuang, angkat tangan semua takbir, takbir, takbir. Shallu alan Nabi
Setelah Habib Rizieq berbicara dengan mengingatkan kembali untuk hadir di Aksi
Begitulah yang kita saksikan, Aksi 212 akhirnya menjadi gelombang jutaan
ummat Islam yang tak dapat dihindari, tak dapat dihentikan dan tak dapat dibendung,
bahkan karena ada niat pembendungan di berbagai daerah, lalu Ciamis kemudian
memelopori aksi ribuan umat Islam jalan kaki ratusan kilometer dari Ciamis menuju
Jakarta. Kita lihat di hari H, jutaan masa Islam menyanyikan Indonesia Raya bersama,
tidak pernah ada dalam sejarah negeri ini lagu kebangsaan dinyanyikan jutaan massa. Ya,
jutaan Ummat Islam memenuhi Monas hingga luber ke mana-mana, melaksanakan shalat
Jumat berjamaah terbesar di dunia. Setelah itu tidak ada yang namanya kerusuhan,
bahkan yang ada adalah kesantunan dan kebersihan kota kembali seperti semula setelah
untuk-negeri/)
Kata Mulawarman sang Dosen Universitas Brawijaya ini, di aksi 212 juga terjadi
solidaritas saling berbagi apapun. Ya, suasana batin dan denyut umat di tengah represi
aparat dan kepongahan pemimpin negeri ini hanya karena pertarungan segelintir elit
saling berebut kuasa demi mengamankan posisi dan transaksi yang terlanjur tergadai. Di
156
setiap titik kita cari makan dan minum segala tersedia dari gelontoran sumbangan umat.
Di saat kita ingin membeli air mineral, teh, kopi, susu, di saat itu pula harga menjadi nol
rupiah karena gemericik air kebaikan yang mengalir seperti tangan-tangan malaikat
Kita, lanjut Mulawarman, telah melihat jelas sekali, Aksi 212 adalah simbol mata
batin umat yang lebih dahsyat dari kecerdasan akal gerombolan. Aksi 212 telah membalik
seluruh logika dan asumsi bahwa kita tidak mampu melakukan perubahan yang drastis.
Siapa mengira situasi negeri ini menjadi terbalik 180 derajat? Hanya karena kita mau dan
kita sanggup, hanya karena Allah saja semua dapat berubah. Ya, memang 212 itu angka,
tapi angka itu penuh makna, bukan hanya material. Demikian pula, 100 tahun itu adalah
representasi angka dan Rasul mengatakan akan ada pembaharuan setiap 100 tahun.
Dimana 100 tahun sebagai angka tidak hanya bersifat material pula, karena angka 100
Maka dari itu saya percaya dan dengan itu maka saya beriman pada Rasul. Sama
pula ketika misalnya pertumbuhan ekonomi yang direpresentasikan dengan angka dan
kemudian dijadikan dasar negeri ini dari tahun ke tahun itu untuk memproyeksikan masa
depan kesejahteraan negeri, maka ketika ternyata tidak merefleksikan realitas serta
memuncak di 212. Maka sebenarnya angka pertumbuhan ekonomi bagi saya adalah
dukun yang menyajikan data palsu bak candu bagi para pembuat, penyaji dan
pemakainya.
Dikatakan selanjutnya oleh Mulawarman, orientasi 212 bila mau ditarik sebagai
awal perubahan dan hijrah untuk negeri, maka tidaklah tepat bila ekonomi dijadikan
157
pilihan dan orientasi negara mengarahkan ekonomi sebagai panglima Orde Baru.
Demikian pula dengan pilihan politik sebagai panglima sebagaimana juga sejarah
politik dan ekonomi sebagai panglimanya. Jadi sebenarnya di sinilah letak kesalahan
mendasar dari paradigma pembangunan negeri. Apakah perlu melihat dengan cara
pandang baru? Misalnya dengan melakukan resetting pikiran dalam bingkai konstruksi
Kalau alumni 212 melakukan aksi hanya bersifat material antisipatif melalui
gerakan ekonomi syariah, sepertinya nanti akan mengulangi kesalahan sejarah lagi.
Artinya, boleh dan wajib konstruksi politik ekonomi itu dilakukan, tetapi keduanya harus
masjid. Bukannya sedang melawan pragmatisme jaman, dan, karenanya juga, dan tetap
yakin, Tauhid tak bisa bercanda dengan jamannya, Tauhid selalu tegas menegasikan ilah-
berkesejahteraan yang dilakukan oleh Eropa Barat dan Amerika, dan sekarang juga
dilakukan oleh Cina bahkan negeri ini menirunya habis-habisan. Semua refleksinya
diorientasikan pada materialisasi berbentuk angka-angka dan statistik apa itu yang
ekonomi tahunan yang gencar digelontorkan seperti menjelang akhir tahun atau bahkan
kalau ada itu outlook sosial masyarakat, dan lain sebagainya. Semua, ya semuanya
158
memang takluk pada logika gagasan Evolusi Institusi Inklusif, potret kesejahteraan
Neoliberalisme berbasis Materialisme Individual. Saya merasa kurang pas dengan cara
kecukupan sandang-papan, kesehatan diri dan keluarga, serta kreativitas aktivitas bisnis
lingkungan alamnya. Bahkan lebih jauh kebebasan mengakses kebahagiaan tanpa dibatasi
Mengapa begitu? Tanya Mulawarman. Cara pandang seperti itu dapat dilacak dari
dasar berpikir metodologis dari mana sumber ilmu termasuk ekonomi dikembangkan.
kemanusiaan Barat dan para followernya, yaitu Self Social Interest yang anti agama, anti
Tuhan. Ya, semuanya memang anti Tuhan. Kalaupun diakui mereka Tuhan ada pasti
digeser menjadi marginal dan bahkan Deus Absconditus, Tuhan disembunyikan saja.
Apakah kita perlu melakukan perubahan sesuai logika seperti di atas? Yang jelas
kita tidak mengikuti kaidah seperti itu, makanya negeri ini tidak pernah makmur dan
sejahtera dalam koridor Ilahiyyah, karena ambigu dan melawan kepercayaannya sendiri,
Allah pasti memberikan Cahaya Maha Cahaya-Nya pada setiap abdi-Nya, selama
tetap mengikhlaskan diri sebagai umat Muhammad yang istiqomah dan terdepan, bak
Keberpihakan pada keyakinan dan keadilan itu mutlak, tidak bisa dinegosiasikan
apalagi jadi abu-abu. Positioning Mutlak seperti itu dengan demikian menjadi penting.
Bukan pula menjadi argumentasi politicking bahkan keangkuhan atas nama interes
individu bahkan kelompok parsial dari komunitas. Bila eksistensi tidak abu-abu yang
pernah dijadikan simbol perjuangan tidak penting lagi dan bila pula pragmatisme politik
menjadi dasar karep, maka lebih baik siapapun perlu berpikir ulang menggunakan
pada penegasan pentingnya the uniqueness of symbol yang jadi pijakan kejuangan
historis.
kerekatan bangsa kita. Bila kita memang menyatakan diri sebagai anak kandung bangsa
ini sekaligus bagian genetis umat, ruh umat, maka kita akan jaga keutuhan semua entitas
bangsa sekaligus tidak akan menjual negeri ini sejengkalpun. Kita tidak sedang menuruti
hasrat pragmatisme, tetapi menegaskan posisi umat yang tidak bisa dijual murah.
Kebudayaan bermarwah masjid menjadi ruh atas perubahan sistem dan pikiran
menekankan religiositas dan bukan basa-basi di seluruh level, mulai dari tingkat dasar
hingga pendidikan tinggi menjadi pintu masuk utama, sebagai ruh moralitas langit yang
menjadi ruh atas desain dan konstruksi lanjutan atas ketatanegaraan, politik, ekonomi dan
pembangunan negeri.
Artinya, tidak serta merta konsep dan teori Barat yang telah menghancurkan
negeri ini lewat rembesan pendidikan dibuang, pensucian atas kurikulum dan sistem
160
pendidikan melalui reorientasi konsep ekonomi, sosial, budaya, politik, tata negara, dan
semuanya harus menjadi prioritas. Pekerjaan berat seluruh buku daras, buku teks, riset-
riset, artikel ilmiah, harus diarahkan bukan hanya diterjemahkan saja, apalagi kalau
negeri ini disuruh membaca buku berbahasa asing. Lebih penting adalah melakukan
redesain, rekonstruksi, bahkan menciptakan buku daras baru, buku teks baru, riset baru,
artikel ilmiah, harus diarahkan pada sistem nilai dan religiositas kita serta nilai-nilai lokal
yang sangat religius menjadi penting bagi perubahan mindset masyarakat negeri ini.
Ditegaskan Mulawarman, jangan pernah takut dengan perubahan, toh konsep dan
teori asing belum tentu statis, mereka juga dinamis dan bahkan selalu berubah, dan kita
Kita, kata Mulawarman, insya Allah punya gagasan sains teknologi cadas yang
berpihak pada negeri ini. Kita punya para guru besar, doktor, sarjana dan praktisi cerdas
yang mampu membangun negeri ini dan telah melakukannya hingga saat ini, berbasis
nilai tradisi religius dan kebangsaan kita. Selain itu, semua desain dan sistem
pembangunan negeri wajib dibangun dan diredesain dari sistem nilai religius dan
lokalitas kita sendiri. Tidak perlu seperti saran pemimpin negeri ini memanggil para
manusia karton yang hidup di luar negeri hanya karena tidak sabar dan malahan menjadi
antek-antek asing aseng asong, kecuali mereka memang masih memiliki semangat
Insya Allah, sebenarnya sistem nilai, desain, konstruksi pendidikan, riset dan aksi
kebudayaan telah dilakukan, tetapi semuanya saat ini hanya menjadi lembaran yang
memenuhi rak-rak perpustakaan, laboratorium dan hard disk komputer dan laptop.
Bahkan sistem ekonomi rakyat yang sangat reiligius dan bersifat kebersamaan telah
161
terjadi di negeri ini, sayangnya selalu saja negara melihat dan memenjara mereka dalam
koridor ekonomi usaha kecil yang tidak boleh menjadi dominan. Orientasi pembangunan
yang terlalu mercusuar dan cenderung meninggalkan rakyatnya demi yang katanya
kemajuan telah menggadaikan kemandirian dan selalu dibincang dalam bentuk investasi
maupun hutang triliunan rupiah. Mengapa misalnya kita tidak mendorong serta
mengonstruksi dengan serius ratusan hingga ribuan cluster ekonomi rakyat berbasis
negara hanya memberi award ketika mereka telah besar karena usaha mereka sendiri.
Inilah kemalasan negara dan mentalitas birokrasi yang sangat korup karena mereka hanya
infrastruktur dan bayar hutang ribuan triliunan rupiah. Bahkan mental malas itu juga
terbangun lewat tax amnesty misalnya. Wong jelas-jelas itu mereka pra pengusaha korup
yang mayoritas adalah non pribumi pengemplang pajak tidak mau bayar pajak kok
dibela. Saatnya kini, tegas Dedi Mulawarman, kita membuka semua konstruksi genuine
Siap tidak siap, harus siap, kita harus hijrah, tegas Dedi lagi. (Ibid.)
Namun yang pasti, sebagai penduduk mayoritas di negeri ini, banyak yang
berharap umat Islam bangkit dan memiliki kesadaran tinggi untuk bisa memainkan peran
yang signifikan. Mereka berharap agar kesadaran umat Islam ini mampu memberikan
kontribusinya yang positif dalam proses memajukan kebangsaan dan kenegaraan kita.
Kontribusi itu bisa dalam berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, budaya, atau
pendidikan. Harapan itu muncul kembali, terutama ada perasaan menyatu di Aksi Bela
162
Islam 212 yang mampu menghadirkan Islam tanpa sekat. Diharapkan, umat Islam ke
depan akan semakin maju dan berkiprah dalam peta kebangsaan di Indonesia. Keinginan
agar Islam dan umat Islam bisa memberikan peran positif dan kontributif ini, tentu tidak
hanya dilandasi kalkulasi politik dan ekonomi. Namun, ini muncul dengan melihat fakta
politis, sosiologis, historis, dan kultural yang selama ini mereka alami. Untuk itulah
menjadi penting dan menarik tulisan Imam Nawawi yang menulis tentang pentingnya
Bersatu dan Saling Menguatkan untuk Kemenangan Islam, dan menyatakan bahwa,
sejak kehadirannya, Islam telah datang membawa banyak perobahan kepada manusia.
Sebagian dari mereka yang tidak mendapat hidayah, hanya mampu kagum dan heran,
bagaimana Islam yang dari lahir sampai dalam putaran sejarah selalu menghadirkan
pesona-pesona yang akal dan nurani manusia dibuat kagum dan tak pernah mampu
melupakannya.
Kata Nawawi, Hugh Kennedy menguraikan dalam pengantar bukunya The Great
Arab Conquest How The Spread of Islam Changed the World We Live In, bahwa pada
680-an, seorang pendeta bernama John Bar Penkaye sedang mengerjakan ringkasan
tentang sejarah dunia di biaranya yang jauh terpencil di tepi Sungai Tigris yang mengalir
Ketika sampai pada titik untuk menulis sejarah zamannya sendiri, ia tertunduk
merenung ihhwal penaklukan bangsa Arab di Timur Tengah, yang masih tersimpan dalam
Bagaimana bisa, ia bertanya, orang-orang tanpa senjata, berkuda tanpa baju baja atau
163
Ia semakin terhenyak, hanya dalam periode yang singkat seluruh dunia diambil
alih orang-orang Arab. Mereka menguasai seluruh kota yang dikelilingi benteng,
mengambil alih pengawasan dari laut ke laut, dan dari timur ke barat Mesir, dari Crete
ke Cappadcia, dari Yaman ke Gerbang Alan (di Pegunungan Caucasus), bangsa Armenia,
Suriah, Persia, Byzantium dan Mesir serta seluruh wilayah di sekitarnya: tangan mereka
/117170/bersatu-dan-saling-menguatkan-untuk-kemenangan-islam.html)
atas sejarah Islam. Akan tetapi, semua itu belum menjelma di masa kini, dimana kita
Satu sisi, sebagai muslim kita boleh bangga, dan boleh sesekali melihat untuk
menguatkan semangat perjuangan sebagai seorang Muslim. Namun satu sisi kita juga
dituntut mampu menarik semangat ajaran Islam itu dalam ragam laku dan sisi kehidupan,
sebab Islam bukan sebatas objek kajian, tetapi sesungguhnya, Islam adalah ruh dari
Dr Zakir Naik pernah menjelaskan bahwa dari sisi effort pemuka-pemuka agama
di luar Islam telah melakukan persiapan rapi dan baik dengan sedemikian rupa, bahkan
jumlah ahli yang mereka siapkan untuk terjun ke gelanggang mencapai angka 1 juta jiwa.
Sedangkan Islam, belum sedemikian kuatnya. Zakir Naik menegaskan, akan sangat
mudah bagi Allah mematikan kita dan menggantikan kita dengan 1 juta ahli Islam. Akan
164
tetapi, Allah tidak lakukan hal itu, karena memberi kesempatan kepada kita untuk
Itulah tantangan generasi Muslim saat ini, bagaimana menata kembali kehidupan
kolektif untuk sampai pada apa yang dahulu pernah membuat dunia tercengang akan
Buya Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Pra-Kenabian hingga Islam di
Nusantara menegaskan bahwa Islam adalah agama yang mampu melahirkan perubahan
besar dan cepat, karena yang pertama kali diubah adalah manusianya dengan revolusi
Semua bermula dari penanaman tauhid yang kuat di dalam setiap jiwa kaum
Muslimin. Kita tidak boleh melupakan fase paling awal dalam sejarah lahir dan
berkembangnya Islam di Makkah ini. Umat Islam dianiaya, diusir bahkan ada yang
dibunuh, tetapi mereka tidak berputus asa dan tetap yakin bahwa Allah akan
Fase tersebut adalah fase yang sangat sulit, berat, tetapi ini adalah awal untuk
Islam bisa take off dengan baik dan sempurna. Dan, dari fase yang penuh heroisme itulah
tauhid menjelma dalam kehidupan dengan lahirnya persatuan kata, kesatuan tujuan,
kesatuan hati dan kesatuan tenaga yang sangat sulit dipecahkan oleh kekuatan kaum kafir.
Dengan kata lain, apabila kita ingin mengulang kejayaan Islam, hal pertama dan
utama, yang harus dibangun adalah perasaan sebagai saudara yang saling menjaga,
melindungi dan menguatkan, sehingga tidak ada kekuatan apapun yang mampu
menembus kekuatan barisan kaum Muslimin. Dan, untuk sampai pada tahap tersebut,
165
Modal untuk hal tersebut sudah ada, Aksi Bela Islam adalah puncak tahap
pertama yang sangat mengagumkan, dimana kesadaran umat Islam sebagai sama-sama
hamba Allah dan harus bersatu membela Islam telah diwujudkan. Hanya saja, itu adalah
modal yang harus dikelola untuk dikembangkan menjadikan Islam superior dalam kancah
kehidupan modern. Dan, beruntung, beberapa pihak menyalurkan modal tersebut melalui
jalur ekonomi, dan terbukti ampuh ketika disalurkan pula ke ranah politik. Kemenangan
Anies Sandi adalah kemenangan kesadaran umat Islam akan pentingnya politik dalam
Namun, kata Imam Nawawi, sekali lagi itu semua adalah modal dan baru tahap
permulaan. Dibutuhkan effort lebih keras (mujahadah) untuk menjadikan diri kita lebih
siap bergerak, bekerja dan berkarya untuk kejayaan Islam, bukan lagi atas nama Ilam
Sejauh hal ini menjadi sistem kesadaran umat Islam, niscaya cepat atau lambat,
Islam akan menjadi gelombang baru, gelombang yang akan mendatangkan perubahan,
yang untuk Indonesia, memang sudah saatnya umat Islam tampil dengan identitas Islam
yang sesungguhnya, yang sejuk, tegas, penuh kasih sayang dan terdepan dalam
menegakkan kebenaran dan keadilan. Setidaknya kita harus malu dengan apa yang telah
dipersembahkan oleh leluhur kita di negeri ini, mereka telah memberikan hasil
perjuangannya berupa Negara Kesatuan Republik IndonesiaNKRI ini dengan utuh dan
tugas kitalah menjadikan NKRI maju dan berpengaruh di tataran global, terlebih dunia
secara umum juga dilanda krisis peradaban yang sangat luar biasa.
166
Jika Islam pernah begitu mempesona dalam tataran sejarah, mengubah banyak
bangsa dengan sedemikian mengagumkan, dari Timur Tengah (Arab) hingga Barat
(Andalusia dan Turki) juga sudah menorehkan tinta emasnya, apakah mustahil, jika
zaman ini dan ke depan, umat Islam Indonesia mendapat kepercayaan memegang pucuk
Tentu bukan hal yang mustahil sekalipun tidak bisa dipastikan. Tetapi, seperti apa
yang ditegaskan oleh KH Abdullah Said, pendiri Pondok Pesantren Hidayatullah, bahwa
jika perangkat untuk kita mendapat pertolongan Allah telah benar-benar disiapkan, adalah
Dalam menutup opininya, Imam Nawawi mengajak kaum Muslimin bersatu, agar
berkibar panji Islam di seluruh penjuru negeri, menerangi seluruh kehidupan umat
manusia kembali, seperti dahulu pernah terjadi dan memberi bukti. Jika ingin mengulang
kejayaan Islam, kita harus memulai saling menguatkan dan bersatu. (Ibid.)
Namun harus disadari pula, meskipun umat Islam di Indonesia mayoritas, peran-
perannya dalam berbagai bidang kebangsaan masih belum meyakinkan. Umat Islam
sangat diperhitungkan hanya ketika berbicara tentang dukungan politik dan pengerahan
massa, namun sering diabaikan ketika berbicara tentang pembagian peran politik dan
penempatan berdasarkan profesionalitas. Umat Islam sering hanya berhenti unggul dalam
bidang kuantitas, namun untuk kualitas masih perlu kerja keras. Salah satu bidang garap
umat Islam yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah soal pendidikan.
Pendidikan ini sangat penting sebagai investasi masa depan. Dengan pendidikan
yang baik pula, bangsa ini akan bisa maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa
lain. Banyaknya institusi pendidikan Islam di negeri ini sepatutnya dilihat sebagai upaya
167
umat Islam dalam memajukan dunia pendidikan. Lantas banyaknya fakultas umum
didirikan di perguruan tinggi Islam adalah sebagai upaya konkrit umat Islam untuk ikut
menjadi aktor pembangunan bagi bangsa. Dengan demikian akan tumbuh kesadaran umat
untuk bisa lebih memahami peta kebangsaan secara komprehensif untuk kemudian
menyumbangkan banyak hal bagi pembangunan bangsa. Umat Islam juga akan memiliki
pemahaman yang bersifat teoretis terhadap berbagai persoalan kebangsaan yang mereka
Yang kadang menjadi kendala terhadap sumbangan umat Islam pada persoalan
kebangsaan adalah masih adanya anggapan dikotomi ilmu di sebagian besar masyarakat
dan pejabat kita. Di satu sisi, banyak dari kalangan umat Islam yang menganggap bahwa
mempelajari ilmu-ilmu umum tidaklah tepat, karena, itu hanya urusan dunia. Umat Islam
harus berorientasi mempelajari ilmu-ilmu agama yang berujung pada pengabdian diri
pada Tuhan. Dengan pandangan umum yang berkembang seperti itu, tidak heran jika
pendidikan umum. Menurut mereka, ilmu umum itu hanya akan menjadikan mereka
berorientasi pada dunia dan mengesampingkan urusan akhirat. Bahkan, ada asumsi
bahwa ilmu umum adalah ilmunya nonmuslim yang menjadikan umat Islam mundur.
Pernah terjadi, misalnya ketika KH Ahmad Dahlan dan KH Wahid Hasyim dulu
menganjurkan santrinya mempelajari ilmu umum seperti Ilmu Bumi dan Bahasa Belanda,
banyak dikafirkan oleh kiai-kiai dan pemuka agama lainnya. Ditambah lagi, kalangan
nonsantri juga masih banyak yang beranggapan bahwa para santri lebih tepat belajar di
sekolah agama dan mendalami ilmu agama. Banyak juga sinisme bahwa para santri itu
168
hanya bisa berdoa dan memimpin pengajian saja. Mereka tidak punya kemampuan
memimpin negara atau menjadi ilmuwan di bidang umum seperti ilmu politik, hubungan
Padahal, jika kita perhatikan secara saksama, banyak kalangan santri yang
menonjol dan sukses sebagai pemimpin bangsa ini. Hal itu tampak pada figur-figur
Dan hari ini pun, kita banyak menyaksikan para pengamat ilmuwan politik (political
scientist) kelas internasional yang lahir dari rahim santri, seperti Azyumardi Azra, Bahtiar
membuktikan bahwa integrasi keilmuan bukanlah mitos belaka. Integrasi ilmu saat itu
banyak muncul dalam bidang metafisika, fisika, matematika, dan ilmu umum lainnya
(Integrasi Ilmu: Sebuah Rekontruksi Holistik, 2005). Jadi, pada era integrasi ilmulah,
Islam bisa menjadi pelopor peradaban di muka bumi ini. Hal ini sudah seyogianya
Sebagai negara muslim terbesar di dunia dan sebagai negara demokratis ketiga di
dunia setelah Amerika dan India, Indonesia punya peluang dan kesempatan untuk
menjadi negara muslim terbesar yang berkontribusi besar pada peradaban dunia. Dengan
mendorong semua warga negara bisa mengakses pendidikan dan anggaran pendidikan
yang 20% itu, lembaga pendidikan tinggi Islam akan berkembang baik dan akan mampu
memberikan sumbangan signifikan bagi kemajuan bangsa ini. Dan ini perlu dilakukan,
karena sebagai negara muslim terbesar di dunia, Indonesia perlu mendorong lahirnya para
169
pemimpin Islam yang bersikap terbuka, berwawasan luas, dan beristiqomah pada
Lahirnya pemimpin muslim yang bersikap terbuka dan berwawasan luas dalam
dunia pendidikan kita jumlahnya harus dimaksimalkan. Harus lebih banyak lagi
pemimpin dengan kualitas seperti itu. Pemimpin Islam yang memiliki wawasan terbuka
dan semangat kebangsaan. Kondisi ini akan memberi sumbangan penting bagi masa
depan Indonesia. Dimana semangat kebangsaan itu akan menjadi modal penting perekat
keutuhan negara ini. Dimana Islam dan semangat kebangsaan akan terus memperkuat
keutuhan Indonesia. Meskipun dalam dinamika perjalanannya tidak selalu mulus. Sejarah
mencatat, karena keikhlasan umat Islam menerima bentuk republik bagi negara yang
menaungi seluruh penduduk dengan berbagai latar belakang agama, suku, dan golongan
NKRI menjadi harga mati dan Pancasila tetap langgeng sebagai ideologi bersama.
Umat Islam Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar. Salah satunya adalah perang
misalnya, dapat menjadi sumbu konflik ketika bagian terbesar dari warga negara, yakni
umat Islam, merasa diperlakukan tidak adil. Terorisme yang muncul di Indonesia pun
dianggap sebagian kalangan timbul antara lain karena persoalan ekonomi. Meski ide
memiliki dua sayap yang tergambar melalui dua sila dalam Pancasila, yakni sayap
persatuan dan keadilan. Jika dua sayap ini bermasalah, keindonesiaan terancam. Ini
menjelaskan bahwa mengapa saat Indonesia memiliki bonus demografi dengan jumlah
170
kelas menengah yang lebih besar dari keseluruhan penduduk, ide radikalisme juga
Kelas menengah muslim yang terpapar radikalisme ini merupakan akibat dari
keniscayaan, tetapi konsep kemajemukan masih belum selesai bagi sejumlah kalangan.
Haluan negara tentang bagaimana mengelola kemajemukan ini sangat bergantung pada
siapa penguasanya. Akhirnya demokrasi menjadi ajang untuk unjuk identitas diri. Ruang
publik menjadi ajang pertarungan identitas, sementara hukum yang seharusnya menjadi
haluan tak kunjung mewujud. Ketiadaan nilai yang seharusnya bisa menjadi acuan
identitas kelompok. Situasi ini menjadi ajang kemunculan orang-orang yang bicara
agama di ruang publik, tetapi tak jarang justru menjadi ancaman bagi demokrasi dan
kemajemukan Indonesia.
ancaman terhadap demokrasi. Indonesia sejak awal pendiriannya sebenarnya lahir antara
lain karena semangat kebangsaan umat Islam. Jauh sebelum BPUPKI merumuskan dasar
bagi Indonesia di masa depan sebagai darussalam, sebuah negara bangsa. NKRI dianggap
sebagai bentuk final bagi negara yang menaungi semua warga negara, apa pun latar
belakangnya. Sayangnya, saat fondasi demokrasi terancam, negara baru berpaling pada
ormas Islam yang sejak awal mengusung semangat kebangsaan ini. NU dan juga
Muhammadiyah selalu menjadi pemadam kebakaran. Negara malah abai terhadap kiai-
171
kiai yang selama ini mempromosikan Islam yang ramah, toleran, dan menghargai
keberagaman. Mereka selama ini tak pernah dipanggungkan oleh negara. Negara juga
belum memberlakukan kebijakan afirmatif yang berpihak kepada mereka yang menjaga
NKRI tetap utuh berdiri ini. Jika ini terus dibiarkan, semangat kebangsaan umat Islam
yang tersemai sejak negara ini belum berdiri dikhawatirkan pupus, dan Indonesia, negara
bangsa yang menjadi tempat bernaung warga dengan berbagai latar belakang ini, hanya
Umat sebagai simpul komunitas yang memiliki kesadaran terhadap hak dan
Umat berkewajiban memberikan kepastian keberagamaan yang damai. Dalam tubuh umat
inilah yang hari ini disebut sebagai modal kultural untuk mewujudkan pemerintahan yang
Dalam diksi umat, "identitas" (politik, agama, etnik dan hal lainnya) dimaknai
bukan sebagai alasan untuk menafikan liyan, melainkan justru liyan dianggap sebagai
"Orang lain" jadi modus eksistensial kehadiran kita. Dalam umat, etos sosial yang
Sayangnya, saat ini ada gejala konflik antara keindonesiaan dan keislaman. Gejala
itu terjadi dalam kaitan pemilihan gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Dan itu
terus terjadi meski Pilkada sudah usai. Itulah mungkin Presiden Jokowi pada 16 Mei
172
2017 lalu mengajak semua komponen bangsa untuk menghentikan saling hujat karena
kita bersaudara.
Yang pasti, konflik keindonesiaan dan keislaman itu karena ada kelompok yang
menganggap bahwa merekalah yang "paling Islam" dan sebaliknya juga ada kelompok
yang menganggap bahwa merekalah yang "paling Indonesia". Yang memilih Ahok-Djarot
dianggap anti-Islam dan munafik, sedangkan yang memilih Anies-Sandi dianggap anti-
Kedua anggapan itu keliru. Kalau kita pelajari kembali proses penyusunan UUD
pada 1945, ada keinginan tokoh-tokoh Islam supaya presiden RI adalah orang Indonesia
asli dan beragama Islam. Setelah melalui musyawarah, tokoh-tokoh Islam yang
menyusun UUD menyetujui bahwa syarat "harus beragama Islam" itu dibatalkan.
Kesediaan tokoh dan umat Islam menghapus syarat harus beragama Islam bagi presiden
sebenarnya sudah menunjukkan toleransi mereka. Akan tetapi, mereka yang tidak
memilih non-Muslim karena alasan keagamaan tidak bisa dianggap sebagai orang yang
tidak toleran atau melanggar UUD atau merusak kebinekaan. Itu didasarkan pada Pasal
29 Ayat 2 UUD 1945. Yang perlu dijaga ialah cara menyampaikan pendapat itu, jangan
sampai memakai bahasa yang kasar dan menyinggung atau mengandung nada kebencian.
Juga perlu diperhatikan tempat dan waktu dalam menyampaikan pendapat tersebut.
Sebenarnya konflik dalam kaitan pemilihan gubernur DKI Jakarta bukanlah antara umat
Islam dan umat non-Islam. Akan tetapi, justru terjadi antara kelompok dalam umat Islam:
antara yang menyetujui calon non-Muslim dan yang menolak calon non-Muslim.
Perbedaan pandangan itu terjadi karena perbedaan penafsiran terhadap Surat Al-Maidah
Ayat 51 dan sejumlah surat lain. Di dalam kalangan Islam sejak abad pertama Hijriah
173
sudah terdapat dua aliran besar dalam menafsirkan ayat-ayat suci. Aliran pertama
berpendapat bahwa syariat Islam bersifat dogmatis dengan berpegang pada teks nash
murni tanpa menggunakan potensi akal. Tokoh utama aliran ini adalah Abdullah bin
Umar, Ibnu Abbas, Amr bin Ash. Aliran kedua berpendapat bahwa syariat itu bersifat
rasional, maka dalam menafsirkan teks suci, kita perlu mengoptimalkan penggunaan
potensi akal. Tokoh-tokohnya ialah Abdullah bin Mas'ud, Umar bin Khattab, dan Ali bin
Abi Thalib. Menyikapi adanya dua kelompok seperti di atas, kedua pihak harus saling
Konflik keindonesiaan dan keislaman itu mungkin meluas pada Pilkada 2018.
Kalau pada Pilpres 2019 konflik semacam itu masih terjadi, hal itu berpotensi
mengancam persatuan Indonesia. Perlu ada upaya untuk meredamnya. Perlu dilakukan
dialog antarkelompok di dalam Islam maupun dengan kalangan agama lain untuk
meredamnya. Dalam dialog itu perlu dibahas dengan rinci apa yang dimaksud dengan
"politisasi agama", dan apa yang dimaksud dengan "isu SARA" (suku, agama, ras, dan
antargolongan). Dialog itu harus dilakukan dengan hati dan kepala dingin supaya dapat
menghasilkan kesepakatan yang bisa diikuti dalam praksis sehari-hari. Memang perlu
waktu yang cukup untuk bisa mendinginkan suasana. Yang penting ada kesadaran umat
Tapi memang perlu adanya kesadaran umat untuk tidak membiarkan masa depan
bangsa ini dalam karut-marut karena persoalan keagamaan. Intoleransi dan kekerasan
atas nama agama harus dicegah. Salah satu umat yang diharapkan adalah umat Islam.
Penganut Islam Indonesia yang mencapai 88,7 persen merupakan potensi yang sangat
174
besar dalam peran yang dapat dilakukan, khususnya dalam perdamaian dan penyebaran
Islam yang berkultur Indonesia, sebuah gagasan tentang Islam yang ramah, toleran, dan
tak gampang marah sebagai Islam pascanegara-bangsa. Itu sebabnya, Islam seperti kita
pahami sudah seharusnya dihadirkan untuk umat manusia, bukan agama untuk Tuhan.
dihadirkan dengan santun, ramah, dan penuh kasih sayang sebab Islam memang memiliki
makna keselamatan dan keramahan, bukan konflik kekerasan. Tatkala berhadapan dengan
rezim yang zalim, otoriter, dan tak adil, para nabi menyebarkan ajaran tentang kesalehan
sosial sekaligus kesalehan struktural. Nabi melawan kemungkaran dengan segala metode
agar ketidakadilan lenyap di muka bumi. Otoritarianisme dilawan dengan toleransi dan
tabayun (islah) mencari kebaikan dengan konsultasi, bukan menang sendiri. Dalam kisah,
para nabi selalu bertentangan dengan penguasa yang zalim, otoriter, dan tidak adil.
Di situlah peran Islam Indonesia saat ini diharapkan dengan sangat nyata.
Kehadiran Islam dengan misi profetik harus dihadirkan sebagai bagian dari perlawanan
atas perilaku tidak manusiawi. Kita berharap bahwa keislaman dapat menyapa mereka
yang mustadafin, secara ekonomi, politik, kultur, dan ilmu pengetahuan sehingga
keislaman kita sekurang-kurangnya akan menuju pada keislaman yang Rahmatan lil
Alamin.
Kita harus yakin akan janji Tuhan bahwa yang akan menjadi pertimbangan umat
beragama (termasuk umat Islam) adalah amal saleh yang kita kerjakan, sebagai amal
yang akan menyelamatkan, termasuk amal jariah kita. Segala kejahatan akan menuntun
kita sebagai umat beragama pada jurang kenistaan. Apakah kita akan masuk surga dengan
175
amal soleh yang kita kerjakan, itu adalah otoritas Tuhan atas pengadilan yang nanti
dilakukan saat Hari Kebangkitan. Karena itu, doktrin fastabiqul khairat sejatinya
mengajarkan kepada umat Islam hanya untuk berlomba-lomba dalam kebajikan, bukan
dalam kejahatan. Berlomba-lomba dalam kebajikan tentu saja dengan cara yang bajik
pula, santun, ramah dan tidak melakukan pengadilan atas pihak lain. Perilaku kebajikan
BAB VI
MEMBANGUN EKONOMI UMAT
sekarang ini kebanyakan pengusaha,'' kata Ketua 1 Koperasi Syariah 212 ini.
Valentino juga mengatakan tentang kebangkitan suatu negara yang berawal dari
berbagi (sharing economy) yang sebenarnya sudah diterapkan dari zaman Rasulullah.
Umat Islam harus bahu membahu membangkitkan ekonomi umat dengan prinsip
saling menolong (taawun) atau berjamaah. Ekonomi yang kuat akan membentengi akidah
umat Islam. Contoh sederhana, kita belanja di toko milik umat Muslim dengan niat
membantu kegiatan perekonomiannya. Insha Allah dengan belanja di toko milik umat
Muslim, kita akan mendapatkan pahala. Karena niat kita membantu perekonomian dia
energi Aksi 212 ke bidang ekonomi, yaitu dengan dibentuknya Koperasi Syariah 212.
Dan Koperasi ini adalah momentum yang paling baik untuk umat Islam bangkit dalam
bidang ekonomi. Satu-satunya badan yang bisa dibentuk adalah koperasi syariah.
Kemudian dalam pengembangan Koperasi Syariah 212 ini sepatutnya didirikan mini
mart-mini mart syariah. Namun prinsip pengembangan mini mart itu harus sesuai prinsip
syariah tidak boleh melenceng dari ajaran Islam. Mini mart-mini mart syariah ini untuk
menggantikan fungsi Indomart dan Alfamart serta macam-macam mart lainnya yang
milik aseng dan asing. Kalau umat Muslim belanja di mini mart milik aseng dan asing,
maka keuntungan dibawa lari bukan untuk kepentingan umat. Beda halnya kalau kita
178
belanja di mini mart syariah besutan umat yang dikelola atau didirikan secara berjamaah,
Untuk membangkitkan ekonomi umat itu, harus berjamaah atau taawaun. Jadi
kalau selama ini ekonomi umat Indonesia lemah, ini dikarenakan sejak penjajahan
Sekarang, umat Muslim harus sadar dan bergerak kembali ke awal dengan
berjamaah membangkitkan ekonomi umat. Jadi kalau kuat ekonominya maka ini akan
diimplementasikan justru bukan berasal dari faktor-faktor produski yang sudah tidak
mungkin diambil alih umat dari kalangan kapitalis. Yakni melainkan dengan
memberdayakaan kekuatan jumlah mayoritas umat Muslim untuk bersatu atau berjamaah.
Yakni, kekuatan dan persatuan membangun komitmen, keyakinan, dan keimanan yang
justru akan mendapatkan pertolongan dari Allah SWT yang Maha pemberi kesejahteraan
Koperasi Syariah 212 ini adalah momentum berjamaah umat Muslim dalam
kebangkitan ekonomi umat. Ini harus didukung. Dari sini kemudian kita membuka
harapan bak fajar yang terang untuk memajukan secara bersama dan merata
Sementara itu, menurut Ustadz Bachtiar Nasir, kalau umat Islam bangkit secara
revousioner, negara akan aman! Ia mengingatkan, bahwa potensi besar bangsa ini adalah
umat Islam. Tetapi yang harus diperhatikan adalah infrastruktur revolusi. Infrastruktur
179
untuk revolusi yang harus dibangun adalah sumber daya insani dan ekonomi umat,
ujarnya. Selain itu, ekonomi umat juga menjadi potensi penting yang harus diperhatikan.
Kita masih ingat ada sejumlah rekomendasi yang dikeluarkan oleh Kongers
Ekonomi Umat Islam di Jakarta, 22-24 April 2017. Isu utama: ekonomi lebih berkeadilan,
atasi ketimpangan, dan kedaulatan ekonomi umat. Jika ditilik, isu yang diangkat pada
kongres ini mewakili keresahan kita selama ini. Apa yang menjadi harapan peserta
kongres juga menjadi keinginan kita semua. Sistem ekonomi yang adil, merata, dan
mandiri adalah cita-cita bangsa, yang sampai kini belum bisa kita wujudkan sepenuhnya.
Ketimpangan dan konsentrasi penguasaan aset sudah lama menjadi keprihatinan. Adalah
wajar, ada kelompok yang lebih mampu memetik benefit dan memanfaatkan peluang
ketika negara tak berbuat apa-apa sehingga disparitas itu kian menganga. Kita juga
masyarakat. Kita melihat rekomendasi yang muncul pada Kongres Ekonomi Umat Islam
di Jakarta, 22-24 April 2017 lalu, sebagai bentuk sumbangsih dan kepedulian terhadap
upaya perbaikan ekonomi nasional. Selain sistem ekonomi yang adil, merata, dan
mandiri, rekomendasi lain adalah percepatan redistribusi aset dan optimalisasi SDA,
menggerakkan koperasi dan UMKM menjadi pelaku usaha utama ekonomi nasional.
Menjadikan koperasi/UMKM sebagai mitra sejajar usaha besar menjadi penting di sini
mengingat sebagai salah satu soko guru penting ekonomi, koperasi dewasa ini ibarat
180
hidup enggan mati tak mau, sementara UMKM masih banyak terkendala dalam akses
bawah, bertumpu. Kita melihat, sudah banyak yang dilakukan pemerintah, lewat berbagai
inisiatif menyasar langsung masyarakat terbawah, baik dimensi daya beli, kesehatan,
pendidikan, maupun sosial ekonomi lainnya. Namun, meski mengalami perbaikan, secara
signifikan angka kemiskinan dan ketimpangan relatif bergeming beberapa tahun terakhir.
Itu semua bukan hanya butuh komitmen politik, melainkan juga komitmen
anggaran terfokus. Target lebih definitif dan agresif juga diperlukan. Prinsipnya,
pemerataan tak bisa lagi hanya jadi sasaran ikutan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi harus bisa dinikmati langsung oleh masyarakat terbawah. Kebijakan yang
langsung menyerang jantung persoalan jadi kunci, tetapi kolaborasi pemerintah, swasta,
dan komponen masyarakat lain juga penting. (Kompas, Rabu, 26 April 2017, "Penguatan
Ekonomi Rakyat.)
menegaskan bahwa, Presiden Jokowi menyatakan tegas bahwa koperasi sangat penting.
Di sini Jokowi sealiran dengan gerakan koperasi yang sempat hampir berputus asa
membunuh gerakan koperasi. Kita mensyukuri uji materi diterima Mahkamah Konstitusi
konstitusionalnya yang terkait Pasal 33 UUD 1945 sebagai dasar demokrasi ekonomi
Indonesia. Koperasi adalah wadah ekonomi rakyat. Berpaham kerakyatan dan membela
kembali sesuai Pasal 33 UUD 1945, dengan menegaskan hakikat demokrasi ekonominya:
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara, dan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum dan
Cita- cita nasional yang strukturalistik ini hanya bisa dilaksanakan dengan
menggelar suatu perencanaan pembangunan nasional, yang tak bisa menyandarkan pada
kehendak dan selera pasar bebas. Apalagi kita wajib ikut melaksanakan ketertiban dunia,
berarti kita wajib ikut mendesain wujud dan mekanisme globalisasi, tak sekadar jadi
ekonomi bikinan sendiri Indonesia, artinya kita mengakhiri pola pikir ayun bandul dari
"kiri" ke "kanan" atau sebaliknya, kita menolak westernisme yang terperangkap pola
Pasal 33 bukan jalan kiri, bukan jalan kanan, bahkan bukanlah jalan tengah, tetapi
adalah jalan lain, suatu jalan lurus, yang para pendiri Republik menyebutnya sebagai
Dikatakan Jakob, The Third Way-nya Giddens tertinggal (55 tahun) dari Pasal 33
Hatta. Berpikir dalam konteks (ayun bandul) adalah obsolit. Bahwa Francis Fukuyama
menulis tentang the end of history (1992) dan menyatakan bahwa "demokrasi liberal
Barat merupakan bentuk final dari pemerintahan manusia", telah terbantahkan oleh fakta
dan juga disanggah Samuel Huntington (1996) yang mengemukakan pandangan tentang
Saat ini kita ditantang berpikir dalam konteks pergeseran paradigma dari manusia
sinilah kita harus mengangkat pentingnya daya kerja sama, bukan hanya daya saing.
Setelah Tembok Berlin runtuh (1989), umat manusia paradigmatik bicara lagi tentang alle
seterusnya adalah forum kerja sama, bukan forum persaingan bantai-membantai. Di sini
Sementara menurut Ustadz Bachtiar Nasir, kita semua tahu, bahwa pada 5 Januari
2017, Dewan Ekonomi Syariah 212 GNPF-MUI telah meresmikan Koperasi Syariah 212
Koperasi Syariah 212 ini, merupakan salah satu kekuatan penting dalam perjuangan umat
yang harus dijaga terus kesatuan umat, karena dalam ekonomi syariah ini bisa jadi pisau
bermata dua.
Alhamdulillah dalam gerakan 212 kemarin yang menyatukan jutaan umat Islam,
bisa dilanjutkan dengan hadirnya usulan koperasi Syariah 212 untuk terus digaungkan
perjuangan umat ini, jelasnya. Ia pun mengatakan, dalam gerakan Koperasi Syariah 212
ini, Pemimpin GNPF-MUI turut menyarankan kepada umat dalam pembuatan sistem
Koperasi Syariah ini menunjukkan semangat persatuan umat saat ini, karenanya
diharapkan setelah diluncurkan Koperasi Syariah ini bisa terus digunakan oleh umat
Muslim.
sebagai bagian perjuangan inti dari aksi umat ini. Umat harus jadi pelanggan setia dalam
minimnya seminar, workshop yang berkaitan dengan hal tersebut. Bisa kita lihat,
pengenalan ekonomi Islam hampir tidak ada dari tingkatan SD sampai dengan SLTA,
walaupun itu di sekolah yang berbasis Sekolah Islam Terpadu maupun sekolah yang
milik ormas-ormas Islam. Mereka hanya diajarkan tentang ekonomi liberalis dan sosialis.
Tapi ekonomi Islam yang sudah teruji di saat krisis malah tidak pernah diajarkan di
184
sekolah-sekolah. Sehingga untuk mengenalkan Ekonomi Islam harus dimulai juga dengan
Alhamdulillah, kata Amin Hadiono, pengusaha jamur, diakui saat ini sudah mulai
bermunculan program perbankan syariah di tingkatan SMK. Semoga angin segar ini bisa
diimplementasikan dalam dunia kerja (sehingga kualitas lulusan terjaga dan bisa diserap
di pasar kerja).
Ada 3 aspek untuk membangkitkan ekonomi umat Islam, yaitu aspek kultural,
aspek struktural dan aspek teknis. Aspek kultural berkaitan dengan budaya, norma, nilai,
pandangan hidup dan kebiasaan telah lama mentradisi dalam masyarakat muslim. Dalam
aspek ini bagaimana kita harus bisa membangkitkan etos bisnis umat sesuai dengan nilai-
nilai Islam. Dalam aspek ini peran ulama sangat penting untuk memberikan tauziah
tentang pentingnya duniawi untuk mendukung akherat, pentingnya berbagi sesama dalam
kesejahteraan umat. Ulama juga bisa berperan sebagai pencerah umat dalam merubah
umat Islam. Dalam aspek ini diharapkan ormas-ormas Islam bisa mendorong pemerintah
dengan akses informasi dan permodalan. Dalam aspek ini diharapkan juga peran serta
berbagi (zakat, infak dan shodaqoh) sebagai sarana untuk mengurangi kesenjangan
yang ke depan didorong secara ekonomi untuk menjadi musaqi (pembayar zakat).
185
Mendorong manusia dari tidak ada (miskin) menjadi ada (cukup secara ekonomi untuk
berzakat).
Aspek teknis adalah aspek yang berkaitan dengan konsistensi, keseriusan dan
kompetensi umat Islam dalam pengelolaan bisnis. Dalam aspek ini faktor kompetensi,
kecakapan dalam berwirausaha perlu mendapatkan perhatian yang sangat serius. Bisa kita
lihat di lingkungan kita, pada saat tetangga kita, ustad kita, baru keluar dari pondok
ilmu akherat kepada jamaah. Seiring waktu karena mereka jarang dibekali dengan
kompetensi dunia, begitu berkeluarga mereka sibuk mencari dunia sehingga lambat laun,
idealisme untuk selalu berbagi ilmu kalah oleh kebutuhan duniawi. Sehingga realita di
lapang banyak ustad kita yang kehidupannya rata-rata dari pengobatan islami dan herbal.
Dari ketiga aspek ini, mari kita sama-sama berpikir bagaimana meningkatkan
kuantitas dan kualitas pengusaha muslim, dengan berbagai cara. Misal seminar,
yang menarik untuk anak muda seperti young and shariah enterpreneur champ yaitu
sejenis acara kemah yang pesertanya adalah anak muda usia 18 s/d 30 tahun yang berisi
materi tentang bagaimana memandang enterpreneur dari sisi syariah yang tujuannya
diharapkan semakin banyak lahir pengusaha muda muslim yang berkualitas. Amin
Hadiono berharap, semoga sinergi dari akademisi, ulama, praktisi bisa menghasilkan
(UKM) di laman selasar.com, mengatakan bahwa, ekonomi menjadi pilar penting dalam
186
agama Islam. Bahkan dalam beberapa ungkapan Allah dalam Al-Quran, perintah salat
selalu disandingkan dengan zakat yang terkait dengan tingkat ekonomi umat. Sebab
hanya umat yang memiliki ekonomi yang cukuplah (nisab dan haul) yang dibebani zakat.
Begitu pentingnya ekonomi dalam Islam, nabi dan para sahabat telah memberikan
teladan bagaimana umat harus memiliki ekonomi yang kuat. Sejarah telah mencatat
bagaimana nabi menjadi pengusaha sukses terpercaya dan memiliki ekonomi yang kuat
Opini)
Muhammad muda telah terbiasa dengan transaksi dan membaca peluang ekonomi
dengan menjadi rekan bisnis pengusaha kelas kakap Mekah, yakni Siti Khadijah. Saking
kayanya, Muhammad muda memberikan maskawin 20 ekor unta terbaik dan sejumlah
emas ketika menikah dengan rekan bisnisnya itu yang sekaligus juga bosnya. Penguasaan
ekonomi memang menjadi perhatian serius nabi dan para sahabat. Pengalaman umat
Islam ketika diembargo ekonominya oleh kaum kafir Quraisy selama tiga tahun menjadi
pelajaran yang amat berharga. Sehingga ketika hijrah ke Madinah, nabi dan para sahabat
membangun sarana yang akan menggerakkan peluang ekonomi umat yakni, pasar.
Kata Suhardi, lokasi pasarpun dibangun tidak terlalu jauh dari masjid. Pasar yang
luasnya lebih kurang lima hektare itu menjadi pusat ekonomi umat dan akhirnya mampu
mengalahkan dominasi ekonomi kaum Yahudi yang selama ini menguasai Madinah.
Pentingnya penguasaan ekonomi dalam Islam dan bagaimana nabi dan sahabat
segera bangkit dari ketertinggalan ekonomi. Apalagi di Indonesia umat Islam adalah umat
yang terbesar di dunia. Populasinya mencapai lebih dari dua ratus juta jiwa.
sangat besar. Selama ini, peluang besar ini hanya dinikmati dan dikuasai oleh sekelompok
orang dan negara-negara lain di dunia. Umat Islam hanya menjadi objek atau konsumen
ekonomi saja, dan menyaksikan penguasaan ekonomi itu dikuasai oleh orang lain.
Potensi yang besar dan kesadaran akan pentingnya umat menguasai dan memiliki
ekonomi yang kuat inilah yang menyemangati Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk
menyadarkan umat dengan melakukan Kongres Ekonomi Umat pada 24-27 April 2017.
Ini adalah inisiasi besar MUI untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang selalu
Kedua, mempercepat redistribusi dan optimalisasi sumber daya alam secara arif
dan keberlanjutan.
Ketiga, memperkuat sumber daya manusia yang kompeten dan berdaya saing
Keempat, menggerakkan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah menjadi
Kelima, mewujudkan mitra sejajar usaha besar dengan koperasi, usaha mikro,
dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Ketujuh, membentuk Komite Nasional Ekonomi Umat untuk mengawal arus baru
perekonomian Indonesia.
Ketujuh deklarasi ini sesungguhnya dapat dilihat sebagai momentum besar dalam
membangkitkan ekonomi umat. Hanya saja, jangan sampai umat melihat deklarasi ini
hebat ranah tulisan dan ucapan, tapi haruslah membumi dan menjadi kenyataan. Sebab,
betapapun hebatnya sebuah deklarasi, tapi bila tidak dijalankan, hanyalah akan menjadi
keadilan ekonomi menjadi masalah serius yang sedang dihadapi bangsa ini. Kesenjangan
antara yang kaya dan miskin, jurangnya semakin melebar. Bahkan menurut laporan
Global Wealth Report ekonomi kita di posisi keempat paling timpang karena 1% orang
terkaya menguasai 49,3% kekayaan nasional. Itu artinya kekayaan nasional hanya
dikuasai oleh beberapa orang saja. Dan ironisnya, kekayaan itu didominasi oleh orang-
Kendati negara kita tidak melarang dan membeda-bedakan agama, etnis dalam
penguasaan ekonomi, tapi jurang yang terlalu lebar dan umat mayoritas hanya menjadi
tertentu semakin hari semakin besar dan pemerintah seakan tidak memiliki solusi dalam
potensi masalah yang akan lahir bila kesenjangan ini tidak segera diatasi inilah yang
Ekonomi Baru (DEB). Dalam dasar ekonomi ini pemerintah Malaysia melakukan
proteksi dan memberikan peluang kemudahan bagi etnis Melayu dan etnis yang tertinggal
memberikan kemudahan atas nama etnis tertentu seperti halnya Malaysia, tapi
memberikan kemudahan ekonomi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan
masyarakat ekonomi lemah untuk tumbuh berkembang maju dengan kebijakan yang jelas
dan terukur sangatlah dinantikan rakyat. Tegas Suhardi El-Behrouzy. Sudah saatnya
pemerintah kita bersuara lantang dan bertindak nyata untuk melakukan pemerataan
Menurutnya, hasrat untuk meningkatkan ekonomi umat ini, bukan hanya tugas
pemerintah saja, tapi juga harus diikuti oleh kesadaran umat dan turut sertanya
pengusaha-pengusaha muslim untuk membantu agar ekonomi umat bangkit serta semakin
Indonesia dan juga HIPMI untuk memajukan dan merangsang tumbuhnya ekonomi umat
yang ditawarkan pasangan Anies-Sandi di DKI Jakarta menarik juga untuk diterapkan di
setiap daerah di Nusantara. Apalagi bidang entreupreneurship belum jadi pilihan umat.
masih kalah dibanding Malaysia, Singapura, Jepang. Jumlah pengusaha Malaysia sudah
mencapai 5%, Singapura 7% dan Jepang 11% dari jumlah penduduk. Sedangkan
Indonesia berdasarkan catatan Kementerian Koperasi dan UKM hanya mencapai 3,1%,
dan dari persentase itupun pengusaha muslim masih amat sedikit. Oleh karena itu,
kesadaran umat untuk terus bergerak di bidang ekonomi ini adalah sangat penting guna
Besarnya potensi ekonomi umat harus dimanfaatkan oleh umat itu sendiri. Jangan
sampai populasi umat yang besar ini hanya dijadikan oleh orang dan negara lain sebagai
obyek usaha ekonomi mereka. Alhasil, umat tidak bisa berbicara secara ekonomi dan
terus menerus dijadikan budak ekonomi oleh kekuatan kapitalis yang mempunyai
Sudah saatnya umat Islam Indonesia terbangun dari tidur panjangnya. Umat Islam
harus sadar dengan sesadar-sadarnya bahwa menjadi muslim yang memiliki ekonomi
kuat adalah bagian dari perintah agama. Sebagaimana yang telah dicontohkan nabi.
Bahkan nabi dalam sabdanya menyatakan, mukmin yang kuat lebih dicintai Allah
ketimbang mukmin yang lemah. Selama ini banyak umat yang tidak menerima secara
utuh tentang ajaran Islam. Malah beberapa ceramah dan referensi, Nabi Muhammad
digambarkan sosok yang miskin. Padahal Nabi Muhammad bukanlah miskin. Nabi
191
adalah orang kaya, hanya saja harta kekayaannya cepat ia keluarkan untuk kepentingan
umat.
Dalam buku Muhammad Syafii Antonio yang berjudul, Muhammad SAW: The
Super Leader, Super Manager digambarkan bagaimana nabi sukses sebagai seorang
pemimpin dan juga manajer yang kaya. Bahkan nabi bertambah kaya setelah menikah
dengan miliarder Mekah Siti Khadijah. Hal ini ditunjukkan Allah dalam Al-Quran surat
Ad-Dhuha ayat 8 Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan (miskin)
Menilik bahwa ekonomi menjadi pilar penting dalam Islam dan sebuah bangsa,
maka kesadaran untuk membangun ekonomi umat harus menyebar di dalam setiap diri
umat Islam. Dan negara sebagai tempat umat ini tinggal, berkewajiban dalam membantu
mewujudkan impian umat ini. Sebab kemajuan umat di bidang ekonomi sesungguhnya
juga adalah kemajuan bangsa. Apalagi umat Islam adalah mayoritas penduduk negeri ini.
Umat dan negeri ini tidak boleh lalai lagi dalam meningkatkan ekonominya. Sebab,
persaingan era globalisasi ini, bukan lagi persaingan antar anak negeri ini, tapi sudah
Lalai dan lemah dalam aspek ekonomi akan membawa umat ini akan terus
menerus tergerus harga dirinya karena selalu memiliki ketergantungan dengan umat lain
dan ujungnya akan mempengaruhi independensi Indonesia sebagai sebuah negara dalam
menginginkan umat dan bangsa ini akan selalu dijajah dan di bawah kendali kekuatan
ekonomi kapitalis dan sekelompok kaum saja. Sebab, kalau ekonomi umat negeri ini
192
tidak semakin bangkit, maka artinya kita hanya merdeka dari dentuman meriam penjajah,
Suhardi El-Behrouzy, berharap, semoga Kongres Ekonomi Umat 2017, April lalu
Tentu saja apa yang diharapkan Suhardi El-Behrouzy dengan Kongres Ekonomi
Umat itu sama dengan yang kita harapkan bersama, agar ekonomi umat di negeri ini
segera bangkit. Semoga pula dengan hadirnya Koperasi Syariah 212 benar-benar menjadi
persatuan potensi ekonomi umat Islam Indonesia akan punya daya saing yang luar biasa.
Potensi ekonomi yang besar ini perlu terus dirawat dengan menegakkan tiang utama
pembiasaan shalat subuh berjamaah secara massal, ujar Dinsi. Katanya, aksi massa
seperti Aksi Bela Islam yang terjadi di Indonesia memiliki kemiripan dengan yang terjadi
di Turki. Dinsi menyebut Indonesia akan menjadi saudara kembar Turki menuju
Lebih lanjut Dinsi menyampaikan, bahwa gerakan kebangkitan ekonomi umat itu
dimulai dari masjid. Terbukti pasca Aksi Bela Islam (ABI), kegiatan shalat shubuh
berjamaah yang diinisasi di banyak masjid bisa menjadi pintu utama dan modal dasar
lembaga perekonomian umat ini, sebab potensi keekonomian umat Islam Indonesia ini
bisa menyaingi kemajuan Turki di bawah kepeminpinan Erdogan. Bukan mustahil, kita
bisa berdampingan dengan Turki menjadi lokomotif ekonomi dunia, tegas Dinsi.
Untuk mewujudkan itu, lanjut Dinsi, umat Muslim harus membangun ekonomi
umat berbasis masjid. Hal ini terbuktikan, Rasulullah Saw membangun umat Islam di
Madina dengan membangun masjid terlebih dahulu. Baru setelah itu mempersatukan
Selain itu, kata Valentino Dinsi, besarnya jumlah masjid dan mushola di Indonesia
yang diperkirakan sekitar 850 ribu dan jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas
Muslim terbesar di dunia, ini menjadi modal dasar bagi kebangkitan ekonomi umat
Muslim Indonesia.
Ditegaskannya, kita harus menyadari bahwa sisi ekonomi adalah bagian dari
kelemahan umat Islam. Sehingga titik lemah bidang ekonomi ini harus dibenahi dengan
membangun ekonomi umat berjamaah melalui Koperasi Syariah 212 menjadi garda
terdepan. Koperasi Syariah 212 ini fardhu kifayah, momentum yang harus kita ambil.
Kalau kita tidak bersatu membangkitkan ekonomi umat Muslim Indonesia, kita akan
Tentang bagaimana peran masjid dalam membangun ekonomi umat itu, dijelaskan
Ketua Kelompok Studi Ekonomi Islam SCiBe UMT 2015-2016, dalam tulisannya di
Membangun Ekonomi Umat. Dikatakan Syarnubih, Masjid adalah tempat ibadah kaum
194
muslimin yang memiliki peran strategis untuk kemajuan peradaban ummat Islam. Sejarah
telah membuktikan multi fungsi peranan masjid tersebut. Masjid bukan saja tempat
shalat, tetapi juga sebagai pusat pendidikan, pengajian keagamaan, militer dan fungsi-
ibadah, menguatkan rasa persaudaraan, mendalami ajaran Islam baik dalam segi Ibadah
maupun Muamalah. Rasulullah SAW pun telah mencontohkan multifungsi Masjid dalam
membina dan mengurusi seluruh kepentingan umat, baik di bidang ekonomi, politik,
Sejarah juga mencatat, bahwa masjid Nabawi oleh Rasulullah SAW difungsikan
sebagai (1) pusat ibadah, (2) pusat pendidikan dan pengajaran, (3) pusat penyelesaian
problematika umat dalam aspek hukum (peradilan) (4). pusat pemberdayaan ekonomi
umat melalui Baitul Mal (ZISWAF). (5) pusat informasi Islam, (6) Bahkan pernah
banyak fungsi masjid yang lain. Singkatnya, pada zaman Rasulullah, masjid dijadikan
membangun-ekonomi-umat-14215/)
Masjid menjadi salah satu tempat kebajikan dan kemaslahatan umat, baik dalam
ukhrawi maupun duniawi dalam segala macam aspek manajemen masjid. Namun pada
masa kini, fungsi masjid terlalu berdimensi duniawi sehingga peran-peran masjid pada
masa kini jauh berbeda dengan masa kebijakan Rasulullah SAW pada masa itu. Banyak
masjid berdiri megah nan mewah, namun masih banyak jamaah masjid itu sendiri yang
ekonominya jauh dari cukup. Lalu dimana fungsi masjid yang Rasulullah SAW terapkan?
195
Ibnu Khaldun pernah berkata Ekonomi adalah tiang dan pilar paling penting
Islam sulit dicapai bahkan tak mungkin diwujudkan. Ekonomi penting untuk membangun
Apa Ekonomi Umat itu? Dikatakan oleh Ahmad Syarnubih, salah satu peran atau fungsi
masjid pada masa Rasulullah SAW adalah sebagai pusat pemberdayaan Ekonomi Umat
melalui Baitu Mal (ZISWAF). Pada masa sekarang, peran Nazir masjid atau pengurus
masjid atau DKM masjid sangat penting dalam hal ini. Masalah Nazir Masjid banyak
mengalami problem mismanajemen dalam memakmurkan masjid yang terjadi saat ini.
Salah satu penyebab terjadinya mismanajemen tersebut adalah pengurus masjid (nazir
mesjid) yag kurang memiliki kapabilitas dan kurang berwawasan dalam beragama.
Padahal nazir masjid, khususnya yang membidangi dakwah, sangat menentukan untuk
Nazir masjid yang kurang berwawasan yang memandang agama Islam sebatas ibadah dan
aqidah hanya tertarik dengan kajian spiritual belaka, sehingga mereka mengundang para
ustadz yang ahli fiqih ibadah dan ahli teologi/sufistik saja. Nazir masjid sangat jarang
memilih materi ekonomi Islam yang ruang lingkupnya sangat luas. Padahal mengkaji
Selama ini materi ceramah dalam pengajian rutin berkisar di seputar tauhid,
tasawuf, fiqh, keluarga sakinah, akhlak dan ada pula yang secara khusus mengkaji tafsir
atau hadits. Namun sangat jarang membahas kajian muamalah (ekonomi Islam). Padahal
196
ekonomi Islam adalah bagian penting dari ajaran Islam. Masalah ekonomi adalah masalah
paling urgen (dharury). Para ulama masa lampau tak pernah mengabaikan kajian ekonomi
Islam. Hal itu bisa dibuktikan dalam kitab-kitab hasil karya mereka.
Ekonomi Islam bukan saja menjadi pilar dan rukun kemajuan Islam, tetapi juga
merupakan fardhu ain untuk diketahui setiap muslim. Nazir masjid yang cerdas dan
ingin akan kebangkitan Islam, akan menjadikan materi ekonomi Islam sebagai salah satu
materi kajian dalam pengajian agama di masjid, baik dalam pengajian rutin atau tabligh
Jika Nazir masjid sudah diisi orang-orang yang paham ibadah dan muamalah,
paham system ekonomi Islam, bukan tidak mungkin mereka akan membangun sebuah
Baitul Mal untuk pemberdayaan Ekonomi Ummat. Peran Baitul Mal untuk masjid sangat
penting bagi umat atau jamaah. Baitul Mal yang berfungsi sebagai penghimpun dana dan
penyalur dana baik itu untuk Zakat, infak, Shodaqoh dan wakaf maupun menyimpan
Contoh, umat yang sedang membutuhkan uang, ia tidak harus susah payah pinjam
ke renternir ataupun Bank, yang pada umumnya memakai sistem bunga pinjaman, dan
kita tahu bahwa itu adalah riba, dan riba jelas-jelas dilarang Allah SWT. Dengan adanya
baitul Mal, umat dapat meminjam dana dari Baitul Mal dengan tidak memakai bunga.
Kalau pinjam 1 juta, maka ia harus mengembalikannya 1 juta pula, tidak ada embel-
embel lainnya. Dan tidak hanya masalah pinjam uang, contoh lain yakni jika ada keluarga
jamaah yang meninggal dengan kondisi ekonomi kebawah, peran masjid melalui Baitul
Mal ini sangat penting. Karena melalui Baitul Mal, Nazir masjid dapat memberikan
bantuan berupa perlengkapan yang dibutuhkan, misalnya kain kafan, sabun, wewangian
197
maupun dana. Bahkan dari sisi ekonomi, kita bisa menjadikan mustahiq sebagai
pengusaha / pedagang. Dengan cara memberikan modal usaha kepada para mustahiq
untuk berdagang, dengan kesepakatan nisbah / bagi hasil keuntungan atau kerugian.
Misalnya, nisbah yang disepakati adalah 40:60, 40% untuk masjid dan 60% untuk
Mustahiq. Jadi, jika mendapat keuntungan Rp. 500.000,- si mustahiq wajib memberikan
40% dari Rp. 500.000 itu kepada masjid. Namun jika mengalami kerugian, maka akan
ditanggung oleh keduanya, agar tidak saling memojokkan satu sama lain. Dan masih
banyak fungsi Baitul Mal yang dapat memakmurkan dan mensejahterakan perekonomian
ummat. Tidak hanya Baitul Mal, mungkin saja untuk ke depannya Ummat/Jamaah akan
banyak mengerti dengan sistem ekonomi Islam. Mulai dari akad-akad dalam muamalah
seperti Syirkah, Ijarah, Rahn, Salam, Istishna, Hawalah, Wakalah, Wadiah, Mudharabah
dan lainnya, juga mengetahui transaksi yang dilarang oleh Islam, seperti Riba, Gharar,
Berbagai materi itu secara mendasar harus dipahami oleh Umat Islam agar tidak
terperosok ke dalam transaksi yang Batil. Ulama Abdul Sattar, mengatakan, mengetahui
hukum ekonomi Islam adalah dharuriyah (kemestian primer/utama) yang tak bisa
ditawar. Jika tidak diketahui, maka dikhawatirkan sekali umat Islam akan terperosok
Menurut Ahmad Syarnubih, jika semua dapat dibangun dan diterapkan, maka
Insya Allah peran masjid dalam Membangun Ekonomi Umat akan terus berkembang.
Pembagian zakat akan merata, kemiskinan akan berkurang, jumlah mustahiq akan
menilai susunan kabinetnya Jokowi dipandang dari perspektif ekonomi syariah, ada satu
keuangan. Bambang menyisihkan kandidat kuat lain, salah satu yang pernah disebut
sebagai pesaing adalah seniornya, Sri Mulyani. Tapi kini ia digeser menjadi Menteri
Bappenas.
Mengapa menarik? Tanya Anif Punti Utomo. Itu karena, Bambang Brodjonegoro
adalah ketua umum Ikatan Ahli Ekonomi Syariah Indonesia (IAEI). Jika hanya melihat
Bambang Brodjo sebagai menteri keuangan sekaligus ketua umum IAEI, mungkin juga
biasa saja. Namun, ketika dikaitkan dengan kolega dia yang sama-sama menjadi
komandan dalam otoritas keuangan sekaligus menjadi ketua organisasi ekonomi syariah,
di situ daya tariknya. Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad, dalam
organisasi ekonomi syariah, dia menjadi ketua umum Masyarakat Ekonomi Syariah
(MES). Berikutnya, Halim Alamsyah, selain sebagai deputi gubernur BI, dia juga sebagai
Jika kita menengok ke belakang, tonggak sejarah ekonomi syariah dimulai dengan
lahirnya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1 November 1991. Berdirinya bank
199
ekonomi syariah. Sejak itu industri keuangan dan bisnis syariah berkembang fantastis.
Dari sisi kinerja, dalam lima tahun terakhir bank syariah tumbuh 35-40 persen,
tetapi jika dilihat dari pangsa pasar masih sangat rendah, posisinya di sekitar 4,6 persen.
Begitu pula industri keuangan lain, seperti asuransi, pembiayaan, juga transaksi di bursa
/Ekonomi%20Syariah%20-%20Momentum)
Pencapaian pangsa pasar itu jauh di bawah perbankan syariah di Malaysia yang
sudah 23 persen. Betul bahwa Malaysia sudah mengembangkan bank syariah satu dekade
sebelum kita. Namun, mereka tidak perlu 20 tahun untuk mencapai pangsa pasar itu,
sementara Indonesia sudah hampir seperempat abad masih di bawah lima persen.
syariah yang idealnya dimulai dari perbankan. Jika bank syariah tumbuh pesat, industri
keuangan lainnya akan mengikuti, berikutnya gerbong sektor riil syariah juga akan
terangkut.
revolusioner yang diinisiatori oleh masyarakat atau lebih dikenal dengan istilah society
driven. Kini untuk menjadikan perbankan syariah memiliki pangsa pasar 20 persen,
dibutuhkan langkah revolusioner kedua. Dan, revolusi babak kedua ini harus dilakukan
Menurut Anif Punti Utomo, ada dua strategi pendekatan pengembangan anorganik
yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, memiliki bank negara yang beraset besar
sampai ratusan triliun rupiah. Bank ini nantinya akan menjadi simbol bagi ekonomi
syariah di Indonesia. Negeri dengan penduduk Muslim terbesar di dunia ini sudah
seharusnya memiliki bank syariah raksasa. Alternatif yang bisa dipilih adalah
memergerkan bank syariah yang dimiliki oleh bank negara, yakni Bank Syariah Mandiri,
BNI Syariah, BRI Syariah, dan BTN Syariah. Jika keempat bank itu dimergerkan, akan
memiliki aset sekitar Rp 115 triliun. Tidak cukup besar untuk menjadi bank syariah yang
besar. Cara ini juga tidak akan meningkatkan pangsa pasar. Alternatif lain adalah,
mendirikan bank syariah baru yang tentu harus bermodal besar, minimal Rp 20 triliun
sehingga bisa beraset di atas Rp 200 triliun. Langkah ini tidak seribet memergerkan bank,
tetapi membutuhkan dana tunai dari pemerintah. Jika dilakukan, akan menaikkan pangsa
pasar bank syariah. Alternatif berikutnya yang ekstrem adalah, mengonversi bank BUMN
menjadi bank syariah. Beberapa tahun lalu sempat ada wacana Bank BTN mau
dikonversi, tetapi urung dilaksanakan. Wacana itu perlu dibangkitkan lagi. Bahkan bukan
BTN yang dikonversi, melainkan BRI yang asetnya per September 2014 mencapai Rp
486 triliun.
Menurut kajian Anna Marina dkk (2013), ada kesamaan antara BRI dan bank
syariah, misalnya, customer base yang mirip, yaitu ritel, UKM, pertanian, dan
perekonomian rural. BRI juga menggarap pasar bidang infrastruktur, produksi, dan
perdagangan produk halal, seperti makanan, minuman, dan obat-obatan. Jika BRI
dikonversi, apalagi dilanjutkan dengan mengakuisisi bank syariah yang dimiliki bank
BUMN, dengan perhitungan neraca Juni, aset bank syariah itu mencapai Rp 591 triliun.
201
Pangsa pasar pun masih sekitar 13 persen. Namun, setidaknya sudah mengalahkan aset
Bank Islam Malaysia yang Rp 195 triliun dan menjadi salah satu bank syariah terbesar
dunia.
komitmen, pemerintah membuat kebijakan menempatkan sebagian dana APBN atau dana
yang berhubungan dengan pemerintah dan BUMN di bank syariah. Langkah ini yang
Ketika Anggito Abimanyu menjadi Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, dia
mewajibkan setoran dana dari calon haji lewat bank syariah. Dari sini perbankan syariah
Barangkali kelak tidak akan terulang lagi tiga tokoh ketua umum organisasi
ekonomi syariah sekaligus menduduki posisi di puncak otoritas moneter berbeda. Karena
itu, sekaranglah saatnya posisi mereka dioptimalkan untuk kebaikan umat. Jadikan
Selama ini society driven sudah melakukan langkah revolusioner. Kini, giliran
menggenjot pangsa pasar bank syariah sebesar negara jiran. Kita tunggu kiprah ketiga
tokoh itu untuk menyinergikan kekuatan masyarakat dan pemerintah agar Indonesia
Pernyataan Anif Punti Utomo di atas, bahwa harus ada langkah revolusioner dari
pemerintah menjadi sangat penting bagi perkembangan kemajuan ekonomi syariah dan
ekonomi umat ini. Hal itu pun diperkuat dengan penjelasan Presiden IIBF (Indonesia
202
Dikatakan oleh Heppy Trenggono, meski Kongres Ekonomi Umat oleh Majelis
Ulama Indonesia (MUI) telah selesai digelar, namun tujuan utamanya baru saja dimulai.
Arus Baru Ekonomi Indonesia bukan hanya sebuah jargon semata, oleh karenanya harus
dikawal agar segera terwujud. Yaitu, mengembalikan sistem ekonomi Indonesia sesuai
cita-cita kemerdekaan sebagaimana termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945, demikian
Karena kenyataan yang dihadapi hari ini adalah pertumbuhan ekonomi yang
diklaim nomer tiga didunia, yaitu 5,02 persen, hanya kalah dari India dan China, namun
jurang kesenjangan kian melebar. Kekayaan 4 orang taipan setara dengan kekayaan 100
juta penduduk Indonesia. Dengan mayoritas penduduk muslim maka ini menunjukkan
(Komas Ekomat) sebagai salah satu hasil dalam kongres yang digelar MUI tersebut. Hal
itu sangat diperlukan untuk mengawal arus baru perekonomian Indonesia. Selama ini
urusan ekonomi keumatan tidak ada yang ngurusi, Presiden tidak, apalagi menteri-
menterinya. Maka semakin lama umat semakin marjinal dan tergusur. Sehingga
ekonomi umat pada Kongres Ekonomi Umat MUI adalah gagasan dan perjuangan IIBF
sejak awal. Menurutnya, desain politik ekonomi akan menentukan bagaimana wajah
perekonomian sebuah bangsa. Sebut saja teori Trickle Down Effect (efek rambatan) dalam
ekonomi nasional. Sebuah teori yang merupakan konsep utama dari kapitalisme.
menghasilkan konglomerasi seperti yang kita lihat saat ini. Sayangnya, sebagian besar
Sehingga dengan spirit arus baru ekonomi Indonesia, Heppy Trenggono Peraih
Anugerah Tokoh Perubahan Indonesia dari Republika tahun 2011 itu, berharap desain
politik ekonomi yang menciptakan jurang kesenjangan tak boleh dilanjutkan. Terjadinya
yang semakin sejahtera itulah arus baru ekonomi Indonesia ke depan, terang Heppy.
Membangun ekonomi adalah sebuah rekayasa politik, tanpa politicall will tidak
terbangun ekonomi umat. Jumlah umat Islam yang sangat besar tidak berperan dalam
perekonomian karena tidak dirancang untuk memegang, demikian tandas Heppy. (Ibid.)
Sementara itu, Luqyan Tamanni, PhD kandidat bidang Keuangan Mikro Islam di
ekonomi Islam ada beberapa paradigma yang harus ditinjau ulang, misalnya tentang
204
obsesi terhadap pertumbuhan dan deficit financing yang sekarang diterapkan. Alhasil,
untuk memastikan pertumbuhan ekonomi tumbuh dengan baik, langkah yang diambil
banyak negara adalah menggenjot tingkat konsumsi rumah tangga untuk juga harus naik.
Selain itu, growth focus juga menjadikan defisit sebagai keniscayaan dan ketika
cendekia.org/grak/319-membangun-bangsa-dengan-ekonomi-islam)
tahun, tetapi juga tentang pemenuhan syarat (conditionality) yang harus dilakukan untuk
menjadikan Indonesia negara tidak mandiri, ujar Luqyan, Dengan adanya syarat hutang
dengan Jepang misalnya, Indonesia tidak kuasa menolak mobil produksi negara debitur
untuk masuk ke Indonesia. Jadi tidak heran kalau kemacetan bertambah terus walau
konsepsi yang dibangun dalam diskursus ekonomi Islam. Kemandirian dan kemakmuran
bangsa adalah amanat konstitusi, yang semangatnya sudah ada dalam ekonomi Islam.
Di sini Pemerintah dan pengambil kebijakan juga perlu merubah mindset secara
perlahan, terutama hasrat berhutang. Lebih baik menggunakan resources yang ada untuk
Murniati Mukhlisin, Dosen Akuntansi Islam STEI Tazkia yang bertugas di Inggris
ekonomi Islam bagi pembangunan bangsa. Keluarga Indonesia harus banyak belajar
tentang apa saja yang menjadi larangan dalam bertransaksi keuangan, baik jenis dari
205
transaksi keuangan syariah, masalah zakat maupun persoalan hutang. Hal ini penting
supaya para keluarga dapat mempraktikkan ekonomi secara Islami di lingkungan sendiri,
ekonomi berbasis masyarakat, berwirausaha dengan menggunakan akad Islami. Selain itu
menjadikan lembaga keuangan syariah yang ada sebagai mitra. Terhadap persoalan bank
syariah yang belum sepenuhnya syariah harusnya diberi solusinya oleh keluarga ini
yang berlebihan itu dilarang Rasulullah SAW. Sehingga ada doa untuk dapat jauh dari
hutang. Di dalam Kitab Al-Muwatta Imam Malik, Umar bin Khattab menyebutkan
hutang itu dimulai dengan ketakutan dan diakhiri dengan perseteruan, dan kalau kita
pikir-pikir sama persis apa yang juga banyak dialami oleh banyak keluarga-keluarga di
Syariah (LKPES) UMJ, mengajak tegas kita kembali saja ke ekonomi Islam. Karena
terbukti sistem ekonomi yang ada tidak mampu memberikan kesejahteraan malah hanya
Ekonomi Islam dikatakan bahwa setiap sistem ekonomi memiliki filosofi yang berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Seperti sistem ekonomi kapitalis, filosofi
ekonominya tercermin dalam dua ungkapan yaitu laissez faire dan invisible hand yang
merupakan konsep Adam Smith. Dengan filosofi ini setiap pelaku ekonomi diberikan
Adam Smith menyatakan bahwa jika setiap individu diberikan kebebasan untuk
mengembangkan modal yang dimilikinya, maka kesejahteraan akan dapat terealisasi. Hal
tersebut merupakan inti dari teori invisible hand yang digagasnya. Akan tetapi, dalam
Serikat sebagai episentrum krisis keuangan. Tapi, juga berdampak pada negara-negara
maju lainnya, seperti di kawasan Eropa dan Asia. Krisis yang terjadi saat ini adalah
negara kapitalis. Roy Davies dan Glyn Davies (1996) dalam buku, The History of Money
From Ancient time to Present Day, menguraikan bahwa sepanjang abad 20 telah terjadi
lebih 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini menunjukkan bahwa
rata-rata setiap lima tahun terjadi krisis keuangan hebat yang mengakibatkan penderitaan
pasar bebas. Sungguh ironis, negara yang selama ini diklaim sebagai negara adidaya,
tidak berdaya menghadapi krisis. Banyak yang mengatakan bahwa krisis ini adalah bukti
kematian neoliberalisme. Sehingga, dunia perlu menata kembali peran negara, pasar dan
mereka collaps pasca jatuhnya Lehman Brothers. Orientasi pembangunan yang bertumpu
207
pada pertumbuhan ekonomi seperti dalam dogma kapitalisme, terbukti tidak mampu
real based economy, sehingga rente ekonomi yang diperoleh bukan berdasarkan hasil
investasi produktif, namun dari investasi spekulatif. Kenyataan bahwa uang yang beredar
melalui transaksi di Wall Street adalah 3 triliun dolar AS per hari, dimana 90 persen
kegiatannya spekulatif tanpa memberikan kontribusi yang berarti bagi rakyat kecil. Hal
ini memperjelas bahwa ekonomi kapitalis yang diterapkan selama ini salah. (http://budi-
sansblog.blogspot.co.id/search/label/Ekonomi%20Islam)
Jadi karena itu, kata Herman, faham neoliberalisme tidak bisa dipertahankan.
Ekonomi kapitalisme yang menganut laizes faire dan berbasis riba kembali tergugat.
fluktuasi nilai tukar yang tidak sehat. Kursyid Ahmad (2001), secara tajam mengkritik
muncul saat ini bercirikan pada paradigma yang berupaya melepaskan ilmu ekonomi dari
semua kaitan transendental dan kepedulian etika, agama dan nilai-nilai moral.
Begitulah, kata Herman, kapitalisme telah menunjukkan kegagalannya dalam
mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan. Maka, kita perlu sistem ekonomi yang bisa
menjadi solusi terbaik dari kegagalan kapitalisme. Data empiris menunjukkan bahwa
pemecahan masalah ekonomi dunia selama ini hanya bersifat sementara. Untuk
ekonomi Islam sebagai solusi ekonomi yang berkeadilan. Ekonomi Islam harus mampu
kerapuhan, orang mulai berfikir tentang sistem ekonomi yang mampu menghadapi
turbulensi neoliberalisme dan lebih dapat menyejahterakan rakyat. Solusi yang layak
dikaji dan dipraktikkan adalah ekonomi Islam. Munculnya ekonomi Islam dalam
dan diamini banyak negara. Tujuan dari ekonomi Islam bukan semata-mata berorientasi
pada materi, tetapi lebih pada konsep kesejahteraan dan kehidupan yang lebih baik, yang
memberikan nilai keadilan ekonomi yang seimbang antara kebutuhan materi dan rohani
yang berdasarkan Al Qur'an dan sunnah Nabi. Ekonomi Islam tidak bisa dipisahkan dari
agar kemaslahatan dan kesejahteraan manusia benar-benar terwujud secara adil. Inilah
perbedaan fundamental antara ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme yang tidak
akan pernah bertemu. Dimana teori-teori ekonomi kapitalisme mengalami perubahan dari
masa ke masa. Hal ini berangkat dari pandangan tentang kebenaran yang mereka anut
Berbicara tentang ekonomi syariah spektrumnya sangat luas, yaitu segala upaya
prinsip syariah. Pemenuhan kebutuhan hidup tersebut dapat dilakukan melalui kegiatan
perbankan, asuransi, pasar modal, lembaga pembiayaan, dan sukuk; pariwisata syariah,
termasuk di dalamnya hotel syariah, salon dan spa syariah; halal food termasuk bahan
pangan, obat-obatan, kosmetik, dan produk olahan lainnya; pelayanan kesehatan seperti
rumah sakit dan laboratorium; life style seperti fashion serta lembaga/instrumen sosial,
Ekonomi Syariah mengatakan bahwa ekonomi syariah itu dikembangkan dalam rangka
masyarakat untuk bermuamalat sesuai syariah, kegiatan ekonomi syariah terutama dalam
20 tahun terakhir tumbuh secara signifikan, baik dari sisi kelembagaan, regulasi, maupun
bisnis. (http://budisansblog.blogspot.co.id/search/label/Ekonomi%20Syariah%20-%20-
Pengarusutamaan)
Dari sisi kelembagaan banyak sekali berdiri lembaga keuangan syariah (LKS),
mulai dari perbankan, asuransi, reasuransi, lembaga pembiayaan, pasar modal, reksadana,
lembaga penjaminan, koperasi syariah, BMT, dan lembaga wakaf. Dan dari sisi
Negara (SBSN), Peraturan Bank Indonesia (PBI), dan Surat Edaran BI yang terkait
210
Menteri Keuangn (PMK) yang terkait dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS),
Peraturan OJK, dan juga berbagai fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI.
Lalu dari sisi bisnis, perbankan syariah di Indonesia tumbuh sekitar 30-40 persen
yoy. Sementara perbankan konvesional berkisar 18-21 persen per tahun. Asuransi syariah
tumbuh sekitar 45 persen yoy dan pembiayaan syariah tumbuh 27,22 persen yoy. Nilai
kapitalisasi pasar saham syariah mencapai Rp 2.618,1 triliun atau 58,4 persen dari
kapitalisasai pasar BEI dan sampai Oktober 2013 mencapai Rp 4.485 triliun (OJK, 10
Desember 2013). Total penerbitan sukuk negara (SBSN) sampai Juli 2014 telah mencapai
Rp 233,1 triliun (Kemenkeu, 15 Juli 2014) dan menjadi salah satu sumber potensial
masih rendah. Untuk perbankan baru sekitar 4,9 persen dari industri perbankan nasional.
Demikian pula market share industri keuangan syariah non-bank masih berkisar 3,01
oleh masyarakat (bottom-up) dan peran pemerintah dirasakan masih kurang. Berdasarkan
dan pangsa pasarnya cukup besar, seperti Malaysia, Arab Saudi, Iran, dan UEA, peran
Oleh karena itu, kata Rahmat Hidayat, agar ekonomi syariah tumbuh secara lebih
baik di Idonesia dan market share-nya meningkat secara signifikan, pemerintah harus
211
memberi dukungan lebih nyata melalui berbagai kebijakan pro syariah yaitu
koordinasi, kerja sama dan sinergi berbagai pihak untuk mendukung pengembangan eko-
nomi syariah di Indonesia; (2) pemberian iklim yang kondusif (friendly) baik di tataran
makro maupun mikro, agar ekonomi syariah dapat berkembang secara lebih baik dan
termasuk kepastian hukum tentang pengenaan atau pembebasan pajak atas produk/jasa
pengelola dana sosial keagamaan seperti BAZNAS dan BWI, serta memastikan lembaga-
lembaga tersebut bekerja secara lebih profesional, akuntabel, dan amanah; (8)
penempatan sebagian dana APBN dan BUMN di perbankan syariah, sehingga menjadi
dana murah bagi pengembangan perbankan syariah; (9) harus didorong berkembanganya
industri pariwisata syariah, halal food, dan fashion syariah; (10) peningkatan kualitas
SDM ekonomi syariah; dan (11) peningkatan kesadaran masyarakat untuk bermuamalat
Untuk itu, usul Rahmat Hidayat, sepatutnya ada kementerian yang dapat
hamonisasi kebijakan dan program, agar ekonomi syariah di Indonesia dapat berkembang
lebih baik, mampu bersaing baik di kancah regional ASEAN maupun global, menjadi
yang terbesar di dunia, serta memberikan maslahah kepada umat, bangsa, dan negara.
(Ibid.)
Indonesia Wilayah IV Jawa Timur, di JAWA POS, 03 Desember 2014 menulis opini:
Pertemuan OKI dan Masa Depan Ekonomi Syariah, ia menegaskan bahwa terjadinya
krisis global kini di sisi lain memberikan peluang kepada tumbuh kembangnya ekonomi
Ekonomi syariah terbukti memiliki ketahanan terhadap krisis karena prinsip dasar
dari perekonomian tersebut adalah rahmatan lil alamin, yang lebih adil dan berhati-hati.
berwawasan kemanusiaan, berakhlak, dan seimbang di antara dua kutub (kapitalisme dan
sosialisme).
makroprudensial membutuhkan konektivitas dan kerja sama erat antarbank sentral negara
Islam. Kebijakan makroprudensial juga tidak akan berjalan sempurna apabila tidak
ekonomi syariah, baik di sisi produksi, distribusi, maupun di sisi instrumen keuangan
/label/Ekonomi%20Syariah%20-%20Masa%20Depan)
213
konkret kepada para gubernur bank sentral yang lain karena baginya untuk memajukan
ekonomi syariah tidak mungkin dilakukan tanpa mengintegrasikan antara sektor ekonomi
Disadari potensi penting dari zakat sebagai kekuatan ekonomi dan penyeimbang
distribusi pendapatan. Potensi zakat secara global saat ini sekitar USD 600 miliar. Di
Indonesia, potensi zakat sangat besar, bervariasi berdasar hitungan Rp 70 triliun hingga
Rp 100 triliun. Namun, kita juga menyadari bahwa dana zakat yang bisa dimobilisasi
menunjukkan tanda ke arah yang lebih baik dan produktif. Sebagai contoh di Jawa Timur,
pengembangan pembiayaan bank umum syariah tumbuh signifikan dalam empat tahun
terakhir; dari sekitar Rp 3 miliar menjadi Rp 18 miliar. Dilihat dari segi penggunaannya,
43 persen masih disalurkan ke sektor konsumsi. Namun, 41 persen dan 17 persen sudah
tantangan yang berat ke depan. Karena pemahaman masyarakat akan berbagai instrumen
syariah masih perlu ditingkatkan. Komitmen berbagai pihak untuk menjadikan Indonesia
sebagai kiblat ekonomi syariah dunia patut diapresiasi. Setelah diluncurkan Gerakan
Ekonomi Syariah, adanya pertemuan dan komitmen internasional menjadi sebuah fase
dirasakan dan dipahami masyarakat. Di sini, peran pemerintah menjadi penting. Bukan
214
hanya dari sisi legal dan formal, tetapi juga dalam keberpihakan yang riil kepada pelaku
tinggi, pengusaha, ormas Islam, dan masyarakat Islam pada umumnya, tidak kalah
penting. (Ibid.)
Untuk itu semua, bagi kemajuan ekonomi syariah di Indonesia ini, maka menurut
Bambang Brodjonegoro; salah seorang anggota kabinet Jokowi, dan Ketua Umum Ikatan
Ahli Ekonomi Islam, diperlukan adanya strategi. Ia menulis itu di REPUBLIKA, 30 April
2015 dengan judul: Strategi Ekonomi Syariah. Dikatakan Bambang Brodjo, penerapan
prinsip syariah dalam industri keuangan telah memperlihatkan daya tahannya dalam
dalam berusaha dan melarang spekulasi serta ketidakpastian. Prinsip keuangan Islam juga
mengutamakan risk sharing atau berbagi risiko, melarang transaksi money for money,
dan mengharuskan adanya riil aset yang mendasari suatu transaksi. Prinsip yang dianut
dalam sistem keuangan Islam ini mendorong terwujudnya keseimbangan dan memenuhi
rasa keadilan, yang pada gilirannya menciptakan stabilitas keuangan dan mewujudkan
Ekonomi%20Syariah%20-%20Strategi)
memasuki dekade ketiga sejak bank syariah pertama di Indonesia didirikan pada 1991
dan beroperasi pada 1992. Telah banyak capaian yang dihasilkan selama perjalanan
tersebut. Kini industri keuangan syariah di Indonesia telah diakui dunia dan dianggap
memiliki potensi besar yang dapat membawa Indonesia pada tahap pengembangan
215
antarpelaku industri keuangan syariah nasional. Hal ini mengacu pada RPJPMN Tahun
2015-2019 yang disahkan Presiden Joko Widodo melalui PP No 2 Tahun 2015 dan
agenda program prioritas pemerintahan Kabinet Kerja yang bernama Nawa Cita.
pertama, peningkatan daya saing sektor keuangan nasional ditopang oleh ketahanan dan
stabilitas sistem keuangan yang sehat, mantap, dan efisien. Kedua, peningkatan fungsi
pembangunan. Ketiga, peningkatan akses masyarakat dan usaha mikro kecil dan
program pemerintah di atas, perlu adanya kebijakan dan arahan strategis otoritas
keuangan dan kementerian terkait dalam mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah
ekonomi dan keuangan syariah untuk mengatasi masalah pembangunan, seperti access to
finance, optimalisasi potensi ekonomi daerah dan golongan menengah yang bertumbuh
pesat, serta melibatkan keuangan syariah untuk mobilisasi pendanaan bagi pembiayaan
sektor prioritas, seperti infrastruktur, sektor maritim, ketahanan energi, dan ketahanan
Keuangan secara reguler melakukan penerbitan Sukuk Negara sejak 2008. Bagi
investasi yang sesuai syariah. Kedua, Kementerian Keuangan juga berperan sebagai
pembuat kebijakan publik pada sektor keuangan syariah yang meliputi penentuan arah
termasuk pasar sukuk. Di sini Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) memiliki peran strategis
playing field antara syariah dan konvensional, dengan program pemetaan baru secara
lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan dan keuangan syariah yang secara umum
mengarahkan pelayanan jasa bank dan keuangan syariah sebagai layanan universal atau
bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-
masing bank dan keuangan syariah. Keempat, kebijakan fiskal pemerintah akan berusaha
diharmonisasi dengan jasa keuangan syariah untuk menciptakan suasana kondusif bagi
perekonomian dan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan dan kesinambungan fiskal.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh sumber daya manusia
(SDM) yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi
kebutuhan dan kepuasan nasabah. Selain itu, juga mampu mengomunikasikan produk dan
217
jasa keuangan syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi
prinsip syariah.
edukasi masyarakat, utamanya tentang universalitas nilai-nilai yang menjadi roh sistem
keuangan syariah, serta bentuk-bentuk aplikatif dari berbagai konsep ekonomi syariah,
menjadi sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, proses tersebut perlu memerhatikan
Di sejumlah daerah kita telah lama mengenal konsep dan tradisi bagi hasil.
dengan bahasa yang gampang dipahami masyarakat. Hanya dengan cara demikian, upaya
pengembangan sistem ekonomi syariah akan lebih dapat diterima oleh berbagai kalangan.
Kita juga ingin menjadikan negeri kita sebagai pusat keuangan syariah dunia yang
Inilah salah satu esensi perwujudan Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Indonesia bisa menjadi pusat keuangan syariah dunia karena Indonesia negara
Muslim terbesar di dunia dan pada saat yang sama, semakin meningkatnya jumlah
Indonesia bisa memakai sstem ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Dan kita percaya
dengan strategi seperti yang ditulis oleh Bambang Brodjo di atasdengan kenyataan
218
membangun ekonomi Islam atau ekonomi umat dan membangun Ekonomi Qurani yang
Dan itu semua karena terinspirasi oleh kedahsyatan Aksi Bela Islam yang kita
lakukan, yaitu sebuah episode perjuangan bela Quran Jihad Melawan Ketidakadilan.
SUMBER TULISAN
KORAN:
KORAN SINDO
KOMPAS
Koran HALUAN
REPUBLIKA
MEDIA INDONESIA
Koran JAKARTA
219
dll
URL:
http://budisansblog.blogspot.co.id/2017/05/ahok-dan-bangkitnya-politik-islam_6.html
https://news.detik.com/kolom/d-3485150/kekalahan-ahok-islam-politik-dan-narasi-
demokrasi-di-indonesia
http://geotimes.co.id/kekalahan-ahok-bukan-kekalahan-kemajemukan/
http://politik.rmol.co/read/2017/05/17/291702/MUI-Sayangkan-Aksi-Bela-Ahok-
Berujung-Separatisme-
http://rmol.co/read/2017/05/13/291228/Ahok-Tumbal-Citra-Istana-
http://budisansblog.blogspot.co.id/2017/05/babak-baru-jakarta.html
https://news.detik.com/berita/3502650/jokowi-hentikan-saling-hujat-fitnah-demo-karena-
kita-bersaudara
http://nasional.kompas.com/read/2016/09/12/07062571/memperkuat.toleransi.beragama?
page=3
http://geotimes.co.id/muhammadiyah-dan-tantangan-islam-moderat/
https://news.detik.com/kolom/d-3501314/mengurai-ketegangan-anak-bangsa
http://www.rumahpeneleh.or.id/212-pintu-masuk-hijrah-untuk-negeri/
https://www.hidayatullah.com/artikel/mimbar/read/2017/05/22/117170/bersatu-dan-
saling-menguatkan-untuk-kemenangan-islam.html
https://www.islampos.com/peran-masjid-dalam-membangun-ekonomi-umat-14215/
http://budisansblog.blogspot.co.id/search/label/Ekonomi%20Syariah%20-
%20Momentum
http://iibf-indonesia.com/tanpa-political-will-tidak-terbangun-ekonomi-umat/
http://budisansblog.blogspot.co.id/search/label/Ekonomi%20Syariah%20-
%20Pengarusutamaan
http://budisansblog.blogspot.co.id/search/label/Ekonomi%20Syariah%20-%20Masa
%20Depan
http://budisansblog.blogspot.co.id/search/label/Ekonomi%20Syariah%20-%20Strategi
TENTANG PENULIS:
ADIL MASTJIK, adalah aktivis Pelajar Islam Indonesia (PII) jawa Timur di tahun
delapan puluhan, yang sekarang masih aktif mengajar di beberapa perguruan tinggi
swasta, pernah menulis di beberapa media.
Ia lahir di kota Surabaya sekitar 64 tahun lalu, mencoba menulis buku tentang Aksi Bela
Islam ini, dimana ia adalah salah satu pelaku yang terlibat aktif di dalamnya. Apa yang ia
saksikan ia tulis dengan didukung data-data dari berbagai sumber yang bisa dipercaya.
Sebagai sebuah episode perjuangan bela Quran Jihad Melawan Ketidakadilan, ia merasa
terpanggil untuk membukukannya menjadi semacam kesaksian apa sebenarnya yang
terjadi di balik dahsyatnya Aksi Bela Islam itu.
Semoga Allah meridhai semuanya.
Begitulah, sedikit demi sedikit, hari demi hari ia tulis di tengah kesibukannya mengajar
Ternyata usahanya tidak sia-sia, sebuah buku yang Insya Allah menjadi sebuah penanda
dan momentum penting berhasil ia selesaikan, yaitu tentang kebesaran umat Islam di
negeri ini yang bisa kembali menemukan moment kebangkitannya. Ia berharap moment
kebangkitan ini akan selalu dirawat dan dijaga bagi kemaslahatan Indonesia tercinta.
Ia juga berharap, semoga buku ini: DAHSYATNYA AKSI BELA ISLAM bisa
menambah semangat bagi perjuangan Islam ke depan dengan penuh optimis. Inilah
sebuah sejarah indah Perjuangan membela Quran dan menggapai keadilan bagi
kesejahteraan seluruh masyarakat bangsa ini. Amin!!! ***