Pak Natsir banyak meninggalkan karya tulis yang berkaitan dengan dakwah dan
pemikiran, sebagiannya diterbitkan dalam bahasa Arab, misalnya Fiqh Da’wah,
dan Ikhtaru Ahadas Sabilain (Pilih Salah Satu dari Dua Jalan). Beliau juga
menulis buku khusus yang membahas permasalahan Palestina dengan judul
Qadhiyatu Falisthin (Masalah Palestina).
Menurut Al-Mustasyar Abdullah Al-‘Aqil, mantan wakil Sekretaris Jendral
Rabithah Alam Islami di Mekah Al-Mukaromah, “Dr. Muhammad Natsir sangat
serius memperhatikan masalah Palestina. Ia temui tokoh, pemimpin dan dai di
negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela
Palestina, setelah kekalahan tahun 1967”.
Ketika redaktur majalah “Al-Wa’yul Islami” Kuwait, ustadz Muhammad Yasir
Al-Qadhami bersilaturrahim ke rumah pak Natsir, Februari 1989, dan bertanya
tentang tokoh-tokoh yang berpengaruh pada dirinya dan mempengaruhi
perjuangannya, pak Natsir menjawab, “ Haji Syekh Muhammad Amin Al-
Husaini, Imam Asy Syahid Hasan Al-Banna, dan Imam Hasan Al-Hudhaibi.
Sedang tokoh-tokoh Indonesia adalah Syekh Agus Salim dan Syekh Ahmad
Surkati.”
Di hadapan sekitar 2.000 orang yang hadir dalam acara Tasyakur 80 Tahun
Muhammad Natsir, di Masjid Al-Furqan, Jalan Kramat Raya 45, Jakarta Pusat, 17
Juli 1988. Pak Natsir menyampaikan kepada jama’ah, founding fathers, tokoh dan
pendiri Republik ini, ulama, zuama, cendikiawan, dan generasi muda Islam
tentang perjuangan anak-anak dan pemuda Palestina melawan penjajah Zionis
Israel.
“Soal Palestina yang selama ini macet, hidup kembali dengan demonstrasi,
pemuda-pemuda dan anak-anak sekolah yang secara spontan menyatakan protes
dengan beramai-ramai melempari dengan batu (bukan granat) dengan seruan
Allahu Akbar, ke arah tentara Israel yang bersenjata lengkap. Sudah delapan
bulan yang demikian itu berjalan, sudah banyak yang syahid ditembaki oleh
tentara Israel. Tetapi mereka tak berhenti. Siapa yang mnenyangka tadinya akan
demikian semangat jihad anak-anak belasan tahun berhadapan dengan angkatan
bersenjata Israel…Demikianlah. Tak ada yang tetap di dunia ini. Innazzamaana
Qadistadaara (Zaman beredar, musim berganti)”.
Walau dikenal luas oleh para tokoh dunia, Pak Natsir tetap menjalani hidup
dengan penuh kesederhanaan. Pak Natsir merupakan salah satu dari sedikit tokoh
Islam Indonesia yang sungguh-sungguh berjuang menghidupi Islam, bukan
sungguh-sungguh hidup dari memanfaatkan Islam, sehingga menjadi gemuk di
jalan dakwah, seperti yang sekarang banyak dikerjakan orang-orang yang
mengaku tokoh Islam. Bagi Pak Natsir, dunia dengan segala gemerlapnya adalah
kepalsuan, bukan hakikat.
Tokoh yang sederhana ini wafat pada hari Sabtu tanggal 6 Februari 1993 pukul
12.10 WIB di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dalam usia 84 tahun.
Semoga Allah ampuni segala dosanya, diterima segala amal ibadahnya dan
dilapangkan kuburnya, dikumpulkan bersama para nabi, shiddiqin, syuhada dan
orang-orang shalih di dalam surga.
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa
yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala
sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhmahfuz) .”(QS:
Yaasin/36: 12).