PEMBAHASAN
Musthafa Husni As-Siba‟i lahir di Kota Himsh, Suriah, tahun 1915. Ia besar di
lingkungan keluarga ilmuwan terpandang, terkenal dengan keluasan ilmu, dan
melahirkan ulama sejak ratusan silam. Ayah dan kakeknya penanggung jawab
khutbah di Masjid Jami‟ megah di Himsh, dari generasi. Ia terpengaruh dengan
ayahnya, ulama mujahid, dan khatib memukau, Syaikh Husni Al-Siba‟i. Ia mengukir
sikap-sikap kepahlawanan mengagumkan melawan kaum penjajah. Ia melawan
mereka dengan jiwa, tenaga, dan harta.
2. Perkembangan madrasah :
Semasa Abu Hassan al-Nadwi melawat Suriah pada tahun 1951 untuk
menyampaikan ceramah kepada Musthafa As-Siba‟i dan beliau mengiringi Al-Nadwi
untuk menyampaikan ceramah kepada aktivis-aktivis Ikhwan di Suriah dan melawat
tempat-tempat bersejarah di sana.8
2. Perkembangan madrasah :
Belajar dari para guru berpengaruh, menjadikan Izzuddin muda memiliki karakter
yang senantiasa berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunah, mengkritisi
terhadap kedzaliman penguasa, kesenjangan sosial, keterbelakangan ilmu
pengetahuan, kemerosotan akhlak serta cengkraman barat terhadap kaum
7
Musthafa As-Siba‟i sebagaimana dikutip oleh Abu Ridhwan, “Mengenali kisah hidup perjuangan Musthafa Al-
Siba‟iyy (1915-1964)”, artikel diakses pada 10 Oktober 2017 dari http://tarbiyyahpewaris.blogspot.com.
8
Abdullah Al-„Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, h. 485
muslimin.Izzuddin muda juga tertarik dan bergabung dengan madrasah jihad yang
didirikan oleh Muhammad Rasyid Ridha.Rasyid Ridha, adalah seorang intelektual
Muslim Suriah yang mengembangkan gagasan modernisme umat Islam, melanjutkan
gagasan Al-Afghani dan Muhammad ‘Abduh.Di madrasah ini Izzuddin dan rekan-
rekannya memantau dan menjalin hubungan dengan pergerakan jihad yang ada di
negeri Muslim lainnya.Demikianlah proses tarbiyah yang dijalani oleh pemuda
Izzuddin selama di Mesir yang memberikan pengaruh bagi perjuangannya
selanjutnya.
3. Menjadi Ulama
5. Dampak Al-Qassam
Melalui kesaksian Syaikh Namr, para wartawan Arab mengutip kebenaran yang
tersembunyi di dalam kelompok al-Qassam. Hal itu merupakan bukti bahwa
penyerangan bersenjata al-Qassam ini ditetapkan sebagai awal dari revolusi.Al-
Qassam dikenal luas sebagai pejuang yang semasa hidupnya mencurahkan segenap
tenaganya untuk merangkul kalangan pekerja dan para petani, karena mereka adalah
kelompok yang paling banyak dan siap berkorban di jalan Allah
6. Brigade Al-Qassam
Imam Hamid bin badis adalah seorang ahli sains dari Algeria, dan reformis
sosial, agama, politik dan pendidikan yang terkemuka. Beliau hidup selama lima
puluh tahun pada abad ke-20. Beliau dilahirkan pada tahun 1889 dan meninggal
dunia pada tahun 1940, dan hidup semasa penjajahan Perancis yang cuba
memutarbelitkan dan melemahkan asas-asas negara Algeria dengan
memusnahkan sejarah, identiti, budaya dan perpaduan agama dan bahasa.
2. Perkembangan Madrasah :
Ibn hadis melaksanakan pendekatan pendidikan untuk menghadapi penjajahan
Perancis yang kejam dalam pelbagai bidang, termasuk kewartawanan,
pendidikan, persatuan-persatuan sivil, politik, dan lain-lain. Kajian ini menonjolkan
peranan ‘imam Hamid bin badis dalam kemajuan negara Algeria ke arah pendidikan
yang lebih baik dan kehidupan yang lebih bahagia. Kajian ini bermula dengan kanvas
ringkas mengenai masa yang sukar di mana Imam Hamid bin basis hidup, dan kesan-
kesan negatif penjajahan Perancis yang kejam dari sudut politik, ekonomi, sosial,
budaya dan agama, di samping itu juga menyerlahkan kehidupan Imam bin basis
pendidikan beliau dan pengembaraan tempatan dan antarabangsa beliau. Fokus kajian
ini adalah pemeriksaan yang mendalam mengenai usaha sosial dan pendidikan lmam
bin badis yang memakan masa lebih daripada rutin hariannya: kewartawanan,
dan pendidikan.
Proyek Abd al-Hamid Ibn Badis (1889-1940) untuk reformasi Islam seperti yang
dilakukan di Aljazair mengajukan banyak pertanyaan yang menakutkan.Abd al-
Hamid Ibn Badis juga peduli dengan pendidikan anak-anak dan peran wanita
dalamMasyarakat Muslim Aljazair. Sikap pria Muslim dan Eropa terhadap wanita
dari budaya yang berlawanan bisamembantu untuk menggambarkan perbedaan antara
peradaban Muslim dan Barat, dan dapat dilihat sebagai yang utama sumber
kesalahpahaman lintas budaya. Seperti yang telah diamati Heggoy, “Memang, topik
tentang wanita mungkin menyebabkan lebih banyak kepahitan dalam hubungan
Muslim-Eropa daripada yang lain kecuali Islam itu sendiri. Itu tetap menjadi tulang
perselisihan dan penghinaan timbal balik selama periode kolonial dan itu belum
mereda sejak itu.”9 Faktanya bahwa jilbab atau syal atau hijab, misalnya,
diperdebatkan secara nasional di sekolah-sekolah Prancis, surat kabar besar.
Dalam edisi perdana al-Muntaqid Juli 1925, Abd al-Hamid Ibn Badis menjadi
orang Aljazair pertama Pemimpin Muslim di antara dua perang dunia untuk
mengungkapkan keyakinan tentang keberadaan seorang Aljazair bangsa. Ibn Badis
berbicara bahkan sebelum pembentukan Etoile Nord Africaine, Aljazair pertama
organisasi nasionalis. Ibn Badis memusatkan upayanya pada rekonstruksi umma
9
Alf A. Heggoy, “Penghinaan Budaya: Pandangan Eropa dan Aljazair tentang Perempuan di Masa Kolonial dan
Independen Aljazair,” Dunia Muslim vol. 62 (19): hal. 325.
jazairiyah ini, atau bangsa Aljazair. Akibatnya, posisi Ibn Badis mirip dengan posisi
yang diadopsi pada tahun 1926 oleh nasionalis radikal Messali Hajj. Pergeseran
kebijakan ini meredakan kecemasan para musuh para reformis—marabout yang
pantang menyerah, pendukung asimilasi penuh, dan titik dua. Di bawah seperti itu
kondisi tak tertahankan, para ulama terpaksa mengubah nada mereka juga. Ibnu Badis
membaca yang berikut ini ayat pada bulan Ramadhan 1937, dalam perayaan sekolah.
Abu al'la al-Maududi dilahirkan pada tanggal 3 Rajab 1321 H atau 25 September
1903 M di Aurangabad (sekarang disebut Andha Pradesh), Hyderabad, Deccan di
India Selatan.10 Ayah Maududi, Ahmad Hasan yang dilahirkan pada tahun 1855 M di
Delhi, berasal dari keluarga terhormat yang silsilah keturunannya dapat ditelusuri
sampai kepada Nabi Muhammad saw. Keluarga Maududi telah mempunyai tradisi
kepemimpinan spritual yang terkenal sejak lama karena sejumlah besar dari nenek
moyangnya merupakan pemimpin tarekat yang terkemuka, di antaranya Khawajah
Qutb al-Din Maududi (w. 527 H), seorang pendiri tarekat Chisty, aliran sufisme, yang
ajarannya mencapai bagian benua Indo-Pakistan, melalui muridnya, Khawajah
Maududdin Ajmeri. Pihak keluarga menyatakan berasal dari Maudud, perawi hadis
Nabi yang konon tiba di India bersama Muhammad Ibn Qassim sejak akhir abad ke-
13 H atau abad ke-15 M. Al-Maududi lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh
muslim India Utara) dari Delhi. Ayah Maulana Maududi adalah seorang seorang
pengacara.11
10
Khurshid Ahmad dan Zafar Ishaq Anshari, Islamic Perpectives: Studies in Honour of Mawlana Sayyid Abu al'la al-
madudi, (Leicerter: Islamic Foundation, 1980), hlm. 360
11
Mufakkir-i Islam; Sayyid Abul A'laal-Maududi, (Lahore: Islamic Publications, 1971), hlm. 46-47.
tahun 1858 M. Warisan pengabdian mereka kepada penguasa muslim menyebabkan
mereka dapat terus merasa dekat dengan kejayaan sejarah muslim di India, karena itu
mereka tidak akur dengan pemerintah Inggris.12 Keluarga Maududi meninggalkan
Delhi, menetap di Deccan, dan mengabdi dari generasi demi generasi Nizam
Hyderabad karena keluarga Maududi juga berasal dari India Utara membuat
kedekatannya dengan warisan pemerintahan Islam di India, pretensi aristokratis, dan
kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peranan sentral dalam membentuk
pandangan dunia Maududi di kemudian hari.13
2. Perkembangan Madrasah
Sayyid Ahmad Hasan, ayah Maududi, termasuk yang pertama masuk Sekolah
Tinggi Anglo-Oriental Muslim yang didirikan Sayyid Ahmad Khan di Aligarh, dan
ikut eksperimen dengan modernis Islam. Sayyid Ahmad Hasan keluar dari Aligarh
untuk menyelesaikan studi dalam bidang hukum di Allahabad. Ketika menetap di
Hyderabad, Sayyid Ahmad Hasan menjadi sufi (corak pemikirannya mengarah
kepada tasawuf), kemudian pindah ke Delhi dan mengabdi di tempat suci
Nizamuddin Awliya. Ahmad Hasan menyukai tasawuf, semangatnya menciptakan
lingkungan yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan anaknya. Ahmad Hasan
berupaya keras membesarkan anaknya dalam kultursyarif (kemuliaan), mendidik
dengan pendidikan klasik. Anak-anaknya diajarkan bahasa Arab, Persia dan Urdu di
rumah, membaca teks sastra dan agama. Maududi sudah ahli dalam bahasa Arab pada
usia muda, menguasai bahasa Arab dengan sangat baik, sehingga pada usia 14 tahun
sudah dapat menerjemahkan al'labal-madudi al-Jadilah (wanita modern) karya Qasim
Amin ke bahasa Urdu. Pada usia 11 (sebelas) tahun, Maududi masuk sekolah di
Aurangabad, yang bernama Madrasah Fauqaniyah.
12
Maryam Jamilah, Biografi Abul A'la al-Maududi, terj. Dedi Djamaludin Malik, (Bandung: Risalah, 1984), hlm. 11
13
Sayyid Vali Reza Nasr, Islami; Asal-Usul, Teori dan Praktik Kebangkitan Islam, dalam Pioneers of Islamic Revival,
terj. Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 102
tradisional.Maududi terpaksa meninggalkan Hydrabad yang sedang belajar di
Perguruan. Maududi mulai bekerja sebagai wartawan pada Akhbar Muslim. Sebagai
wartawan, Maududi banyak menulis dan pandai mengeluarkan pikirannya sehingga
berpengaruh besar pada pemikir muslim kontemporer, sejak dari Mindanao sampai
Maroko. Sejak Sayyid Qutb di Mesir, sampai aktivis kebangkitan Islam di Aljazair,
Iran, Malaysia atau Sudan, berkembang di seputar mukaddimah Maududi
Pengaruhnya yang paling kuat terasa di Asia Selatan yang membentuk pemikiran
Maududi. Maududi berupaya untuk memenuhi minat intelektualnya pada persoalan
politik, dan tidak tertarik pada persoalan agama.
Langkah kedua yang ia ajukan, sejalan dengan pengajaran bahasa Arab adalah
mengkaji al-Qur'an dan hadis sebelum mulai pendidikan mereka di bidang
hukum.Langkah ini sejalan dengan penerapan pengetahuan bahasa Arab yang
kajiannya sama-sama bersumber dari bahasa Arab. Dalam mengkaji al-Qur'an dan
hadis, harus benar-benar diarahkan kepada penelusuran ayat dan makna hadis yang
sesuai dengan penafsiran kontemporer. Reformasi ketiga Maududi dalam rangka
reformasi pendidikan hukum adalah menekankan kurikulum akademi hukum kepada
3 (tiga) mata kuliah utama yaitu:
Bediuzzaman Said Nursi salah satu pemikir Islam yang paling cemerlang pada
zaman modern, beliau dilahirkan pada tahun 1293 H/1876 M dengan nama Said bin
Mirza. Ia berasal dari desa bernama Nurs salah sebuah perkampungan Qadha’
(Khaizan) di wilayah Bitlis terletak di sebelah Timur Anatolia dan merupakan anak
dari seorang sufi.(1)Said Nursi dilahirkan dalam sebuah keluarga yang sederhana dari
pasangan Mirza dan Nuriye. Kedua orang tuanya berasal dari suku kurdi yang berada
di kawasan geografis Usmani yang dikenal dengan masyarakat Kurdistan. Said juga
dikenal dengan sebutan Said Nursi yang merujuk pada nama desa kelahirannya yaitu
desa Nurs. Said Nursi merupakan anak keempat dari enam bersaudara.
Said Nursi mulai belajar di Kuttab (Madrasah) yang dipimpin oleh Muhammad
Afandi di Desa Tag pada tahun 1882, namun tidak berlansung lama karena beliau
berkelahi dengan murid bernama Mehmet. Hal ini terjadi karna Said sangat menjaga
harga dirinya , dia tidak akan mendengar perkatan dengan nada memerintah sekecil
apapun. Sebagaimana Saat ini beliau dikenal dengan seorang anak yang suka
berkelahi dengan teman-teman sebayanya bahkan yang lebih tua dari dirinya.
Sehingga dia kembali ke Desa dan memberi tahu ayahnya bahwa dia tidak akan ke
madrasah sampai dia cukup besar. Waktu belajar Said pun akhirnya hanya satu kali
dalam seminggu yaitu setiap kali kakaknya pulang ke rumah.
Sejak kecil Said Nursi sudah memperlihatkan tanda-tanda seorang jenius.Hal ini
seperti terlihat kebiasaan beliau banyak bertanya dan gemar menelaah masalah-
masalah yang belum dimengertinya.Kemudian beliau kembali melanjutkan sekolah di
Desa Pirmis namun tidak bertahan lama setelah itu pada tahun 1888M, beliau
berangkat ke Bitlis dan mendaftarkan diri disekolah Syaikh Emin Efandi. Ketika
Syeikh sedang mengajar di Mesjid, Said bangkit dan menolak apa yang disampaikan
oleh Syeikh dengan mengatakan: “Tuan, Anda salah, yang benar seperti itu!” dengan
perkataan yang dilontarkannya itu sehingga semua yang berada disana memandang
Said dengan penuh takjub. Tidak mungkin seorang murid menentang otoritas seorang
Syeikh sehingga Said harus meninggalkan pendidikannya. Kemudian melanjutkan
lagi ke Madrasah Mir Hasan Wali di Mukus (Bahceseray), kepala sekolahnya adalah
Molla Abdulkerim, beliau hanya bertahan beberapa hari, kemudian melanjutkan ke
Vastan (Gevas) dekat Van.
Diawal kehidupannya, Said Nursi benar-benar dihadapkan pada kondisi yang sulit
untuk menjamin masa depan umat Islam, bahkan lebih parah lagi kondisi tersebut
telah membawa pada jatuhnya Imperium Islam ‘Dinasti Turki Usmani’. Sebagai
implikasinya, keruntuhan Dinasti Usmani ini telah membuka kaum liberalis dan
musuh-musuh Islam untuk menghancurkan sisa kekuatan umat Islam. Mereka datang
membuat interfensi politik dengan bebas mencampuri urusan Dinasti Turki Usmani
dan membuka jalan lebar untuk memecah belah dunia Islam serta membangkitkan
disintegrasi secara internal. Kondisi terpuruk ini laksana seperti mimpi buruk bagi
Dinasti Turki Usmani.
2. Perkembengan Madrasah
Pada tahun 1907, Said Nursi mengajukan usulan mendirikan “Madrasah al-Zahra”
pada masa Sultan Hamid II, suatu perjuangan yang ia usahakan dalam bidang
pendidikan. Perjuangannya berlanjut pula di zaman pergolakan pada 1908-
1912.Ketika itu Said Nursi berjuang keras menegakkan satu sistem kelembagaan
yang berdasarkan Syariat Islam dan menentang gerakan pemberontakan. Memandang
pengaruh Said Nursi serta ketokohannya, para pimpinan gerakan pemberontakan
mencoba membujuk dan mempengaruhinya untuk ikut serta dalam gerakan mereka.
Adapun mereka yang datang menemuinya adalah Emanuel Carasso, seorang yang
Yahudi berkebangsaan Itali.(6)
Setelah Dinasti Turki Usmani mengalami keruntuhan pada tahun 1922,dan diikuti
dengan berdirinya Republik Turki, corak perjuangan Said Nursi bertambah berat,
yakni harus berhadapan dengan orang Islam sendiri. Pada masa pemerintahan Kemal
Ataturk ini, Said Nursi banyak menghadapi kekerasan penguasa dengan keluar-masuk
penjara, Said Nursi sendiri disebutnya Madrasah Yusufiyah. Di penjara Said Nursi
ditempatkan di sel sendirian dengan sejumlah interogasi yang menyudutkan. Langkah
ini sebagai upaya pihak berwajib agar mentalnya melemah Tetapi Said Nursi tetap
melanjutkan perjuangannya, bahkan ia bertekad menyusun Risail An Nur, sekalipun
mendapat berbagai tekanan.(7)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bediuzzaman Said Nursi adalah salah satu pemikir islam yang paling cemerlang
pada zaman modern. Ia dibesarka dalam keluarga yang taat beragama dan beliau anak
keempat dari enam bersaudara. Sejak kecil Said Nursi sudah memperlihatkan tanda-tanda
seorang jenius. Said Nursi belajar tanpa guru dengan kejeniusan yang dimilikinya
sehingga mampu menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan baik ilmu-ilmu agama
maupun ilmu-ilmu modern. Saran Said Nursi dalam menempuh pendidikannya, beliau
tidak menetap dalam satu madrasah untuk meneyalesaikan sekolahnya, hal ini terjadi
karena Said muda sangat menjaga harga dirinya, beliau tidak akan mau mendengar
perkataan dengan nada memerintah sekecil apapun itu atau diperlakukan dengan tidak
baik terhadap murid lainnya. Said Nursi juga seorang anak yang mandiri, beliau tidak
mau menerima bantuan ataupun sedekah dari orang lain kerena menurutnya dengan
menerima bantuan dari orang lain berarti terikat dengan orang lain dan beliau merasa
bahwa hal itu akan menjadi beban pada dirinya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah Islam. Yogyakarta: Penerbit
Ombak, 2011.
An-Nabhani, Taqiyuddin. Ad-Daulah Al-Islamiyah. Terj. Umar faruq, dkk, Daulah islam.
Jakarta: HTI Press, 2009
Ash-Sallabi, Ali Muhammad, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Usmaniyah. Terj. Samson
Rahman, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Usmaniyah. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003).
Jihad Syi’b al-Filistin. Syaikh Prof. Dr. Mahmoud Shiyam. Mu’assasah Al-Quds Ad-
Dauly, Yaman, 2009 dan At-Tarikh al-Filistiin al-Qadimah, Prof Syaikh ‘Aly Muqbil,
Mu’assasah Al-Quds Ad-Dauly, Yaman, 2009.
Alf A. Heggoy, “Penghinaan Budaya: Pandangan Eropa dan Aljazair tentang Perempuan
di Masa Kolonial dan Independen Aljazair,” Dunia Muslim vol. 62 (19): hal. 325.
Abul A'la al-Maududi, The Islamic Law and Constitution, Lahore: Islamic Publications
Ltd, 1977, Cet. Ke-6 Khilafah wa al-Mulk, terj. Muhammad al-Baqir, Bandung: Mizan, 1996
Maryam Jamilah, Biografi Abul A'la Maududi, terjemahan Dedy Djamaluddin Malik dari buku
aslinya "Who is Maudoodi", Bandung: Risalah, 1984
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern Di India dan Pakistan, Bandung: Mizan, 1992
Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta: UI-
Press, 1990