Pada tahun 1930, Albert Einstein menulis: “Saya lebih dapat menerima
adanya kesepakatan yang adil dengan orang-orang Arab, atas dasar hidup bersama
dalam kedamaian, dari pada harus membentuk sebuah negara Yahudi. Terlepas dari
pertimbangan-pertimbangan praktis, kesadaran saya akan esensi Judaisme menolak
gagasan sebuah negara Yahudi, dengan garis perbatasan, angkatan bersenjata, dan
sebuah tindakan temporal yang berlandaskan kekuatan, bukan kerendahhatian. Saya takut
akan terjadi kehancuran Yudaisme dari dalam, terutama akibat tumbuhnya nasionalisme
sempit di kalangan kita sendiri.“ (Roger Garaudy, Israel dan Praktek-praktek Zionisme,
(Bandung: Pustaka, 1988).
*****
Pengantar untuk buku berjudul “Penjajahan Yahudi dan Mimpi Perdamaian Dunia”
ini ditulis saat sedang gencar-gencarnya serangan tantara Zionis Yahudi Israel ke Gaza.
Serangan itu telah membunuh 100 lebih penduduk Gaza. Lebih dari 500 orang luka
parah. Banyak diantaranya anak-anak dan wanita. Beberapa hari sebelumnya, tantara
Israel juga menyerbu Masjid al-Aqsha, melukai ratusan jamaah masjid yang sedang
menjalankan ibadah Ramadhan.
Judul buku itu terilhami oleh pidato Mantan PM Malaysia Mahathir Mohammad,
dalam Konferensi Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur, tahun 2003. Bahwa,
penyelesaian masalah Palestina adalah kunci dari perdamaian dunia. Hal senada juga
disuarakan oleh banyak ilmuwan di AS sendiri, seperti Paul Findley, Mochel Colin Piper,
dan sebagainya.
Tetapi, dukungan AS kepada Israel yang membabi buta, telah menyeret dunia ke
situasi konflik abadi yang jauh dari cita-cita perdamaian. Politik luar negeri AS terhadap
Israel tampak tidak masuk akal dan semena-mena, ketika AS harus mendukung tindakan
Israel yang jelas-jelas salah dan bertentangan dengan hukum internasional. Misalnya,
Presiden AS Donald Trump memindahkan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Jerusalem.
Pada saat yang sama, kekejaman tentara Zionis Israel sudah menjadi santapan
rutin masyarakat internasional. Dunia sudah maklum, bahwa Israel bukanlah sebuah
negara kecil yang lemah yang dikepung oleh kekuatan-kekuatan besar, seperti David
(Daud) melawan raksasa Goliath (Jalut). Dunia sudah dengan mudah menyaksikan
kekuatan negara Yahudi Israel dengan dukungan negara adidaya Amerika Serikat.
Buktinya, berbagai resolusi dan imbauan terhadap Negara Yahudi Israel sudah
tak diindahkan lagi. Peraturan-peraturan internasional diabaikan, dengan berbagai
alasan. Lebih mendasar lagi, negara Zionis Israel tetap menerapkan praktik rasisme.
Karena itulah, ilmuwan Yahudi Dr. Israel Shahak menyebut negara Israel merupakan
ancaman perdamaian, bukan saja untuk Kawasan Timur Tengah, tetapi juga untuk dunia.
Pandangan dan sikap Dr. Israel Shahak dapat dibaca lebih dalam dalam buku ini.
Sama halnya, jika kita mengatakan, bahwa Ahmadiyah adalah sesat. Itu bukan
merujuk kepada pengikut Nabi Muhammad saw. Tetapi, Ahmadiyah adalah kelompok
sesat yang merupakan pengikut Nabi palsu Mirza Ghulam Ahmad, yang kebetulan
namanya juga “Ahmad”. Zionisme modern yang melahirkan negara Israel, memang
Gerakan sekuler yang mengeksploitasi jargon-jargon keagamaan, untuk meraih
dukungan Yahudi.
Buku ini merupakan kumpulan artikel pilihan yang saya tulis dalam rentang
waktu sekitar 15 tahun. Tentu saja, artikel-artikel itu saya tulis sebagai respon terhadap
peristiwa yang terjadi di Palestina. Biasanya, peristiwanya serupa: perampasan tanah,
rumah, dan serangan Yahudi atas warga Palestina. Karena itu, tidak dapat dihindari
adanya penulisan fakta dan referensi yang berulang. Semoga hal itu semakin memperkuat
gambaran dan pemikiran tentang masalah ini.
Pada sisi lain, saya memandang perlunya buku ini disebarkan secara luas melalui
Sejak awal berdirinya, tahun 1967, Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia telah
memberikan perhatian besar terhadap masalah Palestina. Pendiri Dewan Da’wah
Islamiyah Indonesia, Mohammad Natsir, pernah membentuk Komite Indonesia untuk
Solidaritas Dunia Islam (KISDI), yang sangat aktif dalam menangani masalah Palestina.
Saya pernah menjadi sekretaris KISDI selama beberapa tahun, di masa kepemimpinan H.
Ahmad Sumargono (alm.).
Semoga buku sederhana dan ringkas ini dapat menjadi panduan pemikiran
dalam memahami dan melaksanakan aktivitas solidaritas terhadap rakyat Palestina.
Alhamdulillah, hingga pengantar ini ditulis, pemerintah Indonesia masih tetap konsisten
sikapnya. Pemerintah RI dengan tegas menyatakan dukungannya terhadap perjuangan
rakyat Palestina.
Semoga Indonesia akan menjadi negara adil-makmur dan kuat sehingga dapat
memainkan peran penting dalam “mewujudkan perdamaian dunia” sebagaimana
dimanahkan dalam Pembukaan UUD 1945. Amin. (Depok, 15 Mei 2021).
Ungkapan Mahathir yang disebarkan pers Barat ini kemudian menjadi heboh.
Reaksi keras berdatangan dari para pemimpin Barat dan Yahudi. Mahathir dituduh anti-
Semit. Bahkan Menteri Luar Italia, Franco Frattini, mengancam membawa masalah ini ke
Sidang Uni Eropa. Namun, Malaysia tampak tidak gentar dengan berbagai kecaman itu.
Menteri Luar Negeri Malaysia, Syed hamed albar, menyebut Frattini sebagai ‘ekstremis’.
Terlepas dari pro-kontra Mahathir versus para pemimpin Barat dan Yahudi,
Mahathir Mohammad telah mengangkat satu wacana penting yang menjadi pembahasan
luas dalam sejarah kemanusiaan, yaitu “Yahudi menguasai dunia.” Pertanyaannya, tentu,
kapan, dimana, dan bagaimana Yahudi menguasai dunia? Yang lebih penting, benarkah
Yahudi menguasai dunia saat ini? Di antara sederetan peradaban yang eksis saat ini,
Huntington tidak memasukkan “Peradaban Yahudi” (Jewish Civilization) ke dalam
peradaban besar. Padahal, menurutnya, “Religion is a central defining characteristic of
Melihat jumlah orang Yahudi, menurut Huntington, jelas Yahudi bukan peradaban
besar (major civilization). Mengutip pendapat Arnold Toynbee, ia menyebut, peradaban
Yahudi adalah ‘arrested civilization’ (peradaban yang tertawan) yang berkembang dari
peradaban Syriac awal. Secara historis, peradaban Yahudi beraviliasi kepada Kristen
dan Islam dan selama berabad-abad Yahudi memelihara identitas kultural mereka dalam
peradaban Islam, Barat, dan Ortodoks.
Dari segi jumlah, dibandingkan dengan Islam dan Kristen, Yahudi sangat kecil.
Dalam Atlas of The World’s Religions, disebutkan jumlah pemeluk agama Yahudi
15.050.000 (lima belas juta lima puluh ribu). Tentu, ini satu jumlah yang sangat kecil,
jika dibandingkan dengan pemeluk Islam yang 1.179.326.000, dan pemeluk Kristen
1.965.993.000. (Ninian Smart, Atlas of The World’s Religions, (New York: Oxford University
Press, 1999). CM Pilkington, dalam bukunya, Judaism, malah menyebut angka yang
lebih kecil, yaitu 13 juta jiwa. Mereka kini tersebar utamanya di 10 negara, yaitu USA
(5.800.000), Israel (5.300.000), Bekas Uni Soviet (879.800), Perancis (650.000), Kanada
(362.000), Inggris (285.000), Brazil (250.000), Argentina (240.000), Hongaria (100.000),
dan Australia (97.000). (Lihat, Pilkington, Judaism, (London: Hodder Headline Ltd.,
2003).
Dengan jumlah sekecil itu, bagaimana Yahudi dapat menguasai dunia, dengan
proxi? Artinya, Yahudi berkuasa dengan menggunakan tangan orang lain, terutama
negara-negara besar. Dalam pidatonya, Mahathir sebenarnya lebih menekankan,
agar umat Islam belajar dari sejarah Yahudi. Bagaimana bangsa kecil yang mengalami
Sebutan “people who think” untuk Yahudi memang tidaklah terlalu berlebihan.
(Islam menyebutnya sebagai Ahl Kitab – people of the book). Hingga kini, bisa dilihat,
Yahudi begitu agresif dan aktif dalam mewarnai literatur-literatur dunia di berbagai
bidang. Dalam kajian keislaman, misalnya, Yahudi telah membangun lembaga-lembaga
ilmiah yang serius dan menerbitkan banyak buku dan jurnal tentang Islam. Sebaliknya,
dunia Islam seperti belum tertarik untuk mengkaji soal Yahudi secara ilmiah. Hingga
kini, kalau tidak salah, belum satu pun universitas Islam – setidaknya di Indonesia – yang
memiliki pusat Kajian Yahudi yang credible.
Namun, prestasi ilmiah bukanlah monopoli bangsa Yahudi. Bangsa mana pun
kini juga memiliki ilmuwan-ilmuwan handal di berbagai bidang. Indonesia beberapa kali
tercatat meraih kemenangan dalam olimpiade fisika internasional. Hanya, barangkali,
Yahudi lebih unggul dalam “public relation”. Orang-orang Yahudi memiliki sejumlah
sutradara berkaliber internasional dan menguasai cukup besar jaringan media
internasional. Ini sudah tersohor. Sektor finansial juga banyak dipegang Yahudi. Tetapi,
sebenarnya, orang-orang Arab pun bukan kecil nilai investasinya di Barat. Arab Saudi
pernah dikabarkan memililiki investasi senilai 700 milyar USD di AS. Keluarga Alfayed
termasuk deretan orang terkaya di Inggris. Belum nama-nama Adnan Kashogi, dan
Bukan Mitos
Dominasi Yahudi dalam politik internasional, sebenarnya sesuatu yang mudah
dilihat, terutama dalam kasus Israel, yang oleh AS ditempatkan sebagai “special ally”.
Hingga kini, AS tak henti-hentinya berdiri di belakang Israel. Hampir setiap Presiden
AS membuat komitmen untuk melindungi kepentingan Israel. Sebab itulah, berbagai
resolusi PBB terhadap Israel tidak dapat dijalankan. Status Jerusalem, misalnya, menurut
Resolusi MU PBB 181 tahun 1947, adalah “corpus separatum” dan bukan bagian wilayah
Israel. Maka, hingga kini, PBB belum mengakui Jerusalem sebagai ibukota Israel. Gabriel
Sheffer, dalam bukunya, US-Israeli Relations at The Crossroad, (1997), melihat hubungan
spesial antara Israel-AS dengan tiga pendekatan.
Jika muslim kalah dalam soal Palestina, kata Mahathir, maka merekalah yang
harus melakukan introspeksi. “We cannot fight them through brawn alone. We must also
use our brains,” kata Mahathir. Lobi-lobi Zionis di Kongres AS bisanya juga diliput secara
terbuka oleh media massa AS dan Israel. Dalam perspektif politik luar negeri AS yang
pragmatis, mudah dipahami, AS mendukung Israel selama kepentingannya terjaga. AS-
lah yang memelopori keluarnya Resolusi 181/1947, tentang pembagian wilayah Palestina,
yang menjadi salah satu dasar berdirinya negara Yahudi Israel. Memang, ada satu
masalah “non-pragmatis” dalam politik AS, khususnya sejak munculnya gerakan New
Christian Right (NCR) di AS, pada tahun 1970-an. Gerakan ini aktif mendukung Yahudi
sayap kanan (Israeli Right Wing) yang menggalang dukungan buat kepentingan Zionis
Israel.
Salah satu dokumen yang banyak diterbitkan di dunia Islam tentang “kejahatan
dan hegemoni Yahudi” adalah dokumen The Protocols of the Elders of Zion. Dokumen ini
begitu banyak dibicarakan, dan hingga kini masih menjadi salah satu bacaan penting di
dunia dalam memahami Yahudi. Hitler, disebut-sebut termasuk yang terpengaruh oleh
The Protocols. The Protocols tersebar luas antara Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Sudah menjadi sangat popular, bahwa The Protocols ditulis dengan mengungkapkan
adanya satu skenario rahasia untuk menaklukkan dunia, yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
Yahudi. Secara umum, tujuan dari the Elders of Zion diantaranya adalah mendiskreditkan
agama; menyebarkan ide-ide subversif di antara kaum muda di seluruh dunia, mendorong
dan memelihara krisis ekonomi; dan terakhir, di tengah terjadinya berbagai kekacauan,
muncullah pemerintahan Yahudi-Masoni yang menempatkan dunia di bawah satu “pax-
Judaica”.
Henry Ford, pendiri Kerajaan Ford Motor Company, secara khusus menulis
banyak artikel yang mengingatkan akan bahaya Yahudi bagi Amerika dan juga dunia
Sebenarnya tanpa melihat The Protocols pun, kejahatan Zionis Yahudi sudah
begitu gamblang. Dokumen-dokumen Yahudi yang mengungkap kerjasama Zionis-Nazi
semakin banyak diungkap. Dalam bukunya, Zionist Relations with Nazi Germany (1979),
Faris Glubb, seorang sastrawan dan sejarawan Inggris mencatat banyak data seputar
ini. Jika soal ini belum menjadi perhatian dunia, kata Glubb, ini adalah akibat suksesnya
propaganda Zionis. Tahun 1955, dalam KTT Asia-Afrika di Bandung, Zionis sudah dicap
sebagai satu bentuk imperialisme yang paling jahat (the last chapter in the book of old
colonialism, and the one of the blackest and darkest chapter in human history). Dalam
bukunya, Islam and The Problem of Israel (2003), al-Faruqi menyatakan, wajib hukumnya
menentang gagasan Zionis, meskipun mereka membangun negara di bulan.
Yahudi memang bukan mitos. Dan tidak perlu dijadikan mitos. Ia adalah bangsa
Dalam bukunya, A History of Jerusalem: One City, Three Faiths, (London: Harper
Collins Publishers, 1997), Karen Arsmtrong mencatat kisah indah tentang penaklukan
Jerusalem oleh pasukan Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khathab. Peristiwa itu
terjadi pada 636 M. Karen Armstrong menulis:
“Umar juga mengekspresikan sikap ideal kasih sayang dari penganut (agama)
monoteistik, dibandingkan dengan semua penakluk Jerusalem lainnya, dengan
kemungkinan perkecualian pada Raja Daud. Ia memimpin satu penaklukan yang sangat
damai dan tanpa tetesan darah, yang Kota itu belum pernah menyaksikannya sepanjang
sejarahnya yang panjang dan sering tragis. Saat ketika kaum Kristen menyerah, tidak ada
pembunuhan di sana, tidak ada penghancuran properti, tidak ada pembakaran symbol-
simbol agama lain, tidak ada pengusiran atyau pengambialihan, dan tidak ada usaha untuk
memaksa penduduk Jerusalem memeluk Islam. Jika sikap respek terhadap penduduk
yang ditaklukkan dari Kota Jarusalem itu dijadikan sebagai tanda integritas kekuatan
monoteistik, maka Islam telah memulainya untuk masa yang panjang di Jerusalem,
Pujian Karen Armstrong pada Umar bin Khathab bukan tanpa dasar. Selama
ribuan tahun, Kota Jerusalem menjadi ajang perebutan dan pertumpahan darah. Saat
berada di bawah Kerajaan Judah (Yahudi), Jerusalem pernah ditaklukkan Babylonia
selama dua kali. Yang pertama tahun 597 SM. Ketika itu, Judah dibawah pimpinan Raja
Jehoiachin. Setelah itu, mereka memberontak lagi melawan Babylonia, dan pada 586
SM, pasukan Nebuchadnezzar, kaisar Babilonia ketika itu, kembali menaklukkan Judah.
Rajanya, Zedekiah, dibuat buta, dan dibawa ke Babylon dengan dirantai. Kota Jerusalem
dihancurkan dan Solomon Temple dibakar habis. (Max L. Margolis dan Alexander Marx, A
History of the Jewish People, (New York: Atheneum, 1969)).
Memang, tidak ada tradisi dan persekusi kaum kafir dalam Islam, sebagaimana
ditemukan dalam konsep “heretics” di abad pertengahan Eropa. Islam menyebut kaum
non-Muslim sebagai “kafir”, tetapi itu sama sekali bukan sebuah izin apalagi perintah
untuk mengeksekusi kaum kafir karena perbedaan agama. Al-Quran menegaskan:
“Tidak ada paksaan untuk memeluk agama.” (al-Baqarah:256). Karen Armstrong dalam
bukunya, Holy War: The Crusades and Their Impact on Today’s World, (London: McMillan
London Limited, 1991), mencatat: “There was no tradition of religious persecution in the
Islamic empire.”
Ketika itu, Yahudi di Uthmani dan di berbagai penjuru dunia memberikan ucapan
selamat atas kebijakannya terhadap Yahudi. Sebagai contoh, the Central Committee of
the Alliance Israelite Universelle in Paris mengirimkan ucapan selamat kepada Sultan
Abdulhamid II, yang isinya: “Pada musim semi tahun 1492, kaum Yahudi yang diusir dari
Spanyol menemukan perlindungan di Turki. Sementara mereka ditindas di belahan dunia
lainnya, mereka tidak pernah berhenti menikmati perlindungan di negeri-negeri leluhur
Tuan yang jaya. Mereka mengizinkan Yahudi hidup dalam keamanan, untuk bekerja dan
untuk membangun.” (Lihat, Avigdor Levy, “Introduction” , dalam Avigdor Levy (ed.), The
Jews of The Ottoman Empire, (Princeton: The Darwin Press, 1994).
MENYIKAPI KEBRUTALAN
NEGARA YAHUDI “ISRAEL”
Awal Agustus 2006. Hari-hari itu, kaum Muslim seluruh dunia menyaksikan
kebrutalan yang membabi buta kaum Zionis Yahudi terhadap kaum Muslim di Palestina
dan Lebanon. Setiap hari, jet-jet tempur beserta tank-tank negara Yahudi Israel
membunuhi warga Muslim. Dunia mengutuk serangan Israel itu. Tetapi, semuanya
tidak berdaya, tidak mampu mencegah kebrutalan Israel. Padahal, dari segi hukum
internasional, aksi sepihak Israel yang menyerbu Lebanon jelas-jelas tidak dibenarkan.
Tetapi, kaum Zionis Israel tidak mempedulikan hal itu. Mereka merasa lebih kuat,
dan menganggap remeh protes-protes dunia Islam terhadap kebrutalan mereka. Pada
akhir Juli 2006, serangan bom Israel bahkan menyerang tempat pengungsian penduduk
sipil di Desa Qana, sehingga membunuh lebih dari 60 warga Lebanon – 37 diantaranya
adalah anak-anak. Seketika itu kemudian dunia mengecam Israel. Tetapi, tetap saja, hal
itu tidak mampu menghentikan kebiadaban kaum Zionis Israel.
Umat Islam dan dunia Islam hanya mampu melakukan protes, menangis,
mengeluarkan resolusi dan kutukan demi kutukan. Tetapi, tidak ada yang digubris
Jadi, umat Islam harusnya menjadi umat yang mulia, umat yang disegani, umat
yang terbaik yang menjadi saksi atas umat manusia lainnya. Tetapi, semua itu tidak
akan terjadi, jika umat Islam meninggalkan syarat-syarat untuk dapat menjadi umat
yang mulia. “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (kamu) menyuruh
kepada yang makruf dan mencegah kemunkaran, serta beriman kepada Allah.” (QS Ali
Imran:110). Jika kaum Muslim meninggalkan syarat untuk menjadi mulia, maka mereka
akan menjadi umat yang hina.
Kondisi umat Islam yang tidak berdaya menghadapi kebiadaban kaum Zionis
Israel seperti mencerminkan apa yang telah digambarkan oleh Rasulullah saw:
“Hampir tiba suatu zaman dimana bangsa-bangsa dari seluruh dunia akan datang
mengerumuni kamu bagaikan orang-orang yang kelaparan mengerumuni hidangan
mereka.” Maka salah seorang sahabat bertanya: “Apakah karena jumlah kami yang sedikit
pada hari itu?” Nabi SAW menjawab: “Bahkan, pada hari itu jumlah kamu banyak sekali,
tetapi kamu umpama buih di waktu banjir, dan Allah akan mencabut rasa gentar terhadap
kamu dari hati musuh-musuh kamu, dan Allah akan melemparkan ke dalam hati kamu
penyakit al wahnu.” Seorang sahabat bertanya: “Apakah al wahnu itu Ya Rasulallah?”
Rasulullah SAW menjawab: “Cinta dunia dan takut mati.” (HR Abu Daud)
Tanpa perlu melakukan riset yang rumit, dengan mudah dapat dilihat, bahwa
kondisi umat Islam sangat mirip dengan apa yang digambarkan Rasulullah saw tersebut.
Di berbagai belahan dunia, umat menghadapi ujian dan cobaan yang berat. Umat
Islam diperlakukan dengan sangat hina. Tidak disegani dan ditindas dimana-mana. Di
Palestina, Moro, Xin Jiang, India, Kashmir, Thailand Selatan, dan di berbagai belahan
dunia lainnya, umat Islam menghadapi penindasan dalam berbagai bidang kehidupan.
Umat Islam, yang jumlahnya sekarang sekitar 1,3 milyar jiwa, bernasib seperti buih,
Sebagai Muslim kita tidak boleh berdiam diri terhadap perkembangan di Palestina
dan Lebanon saat ini. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang bangun pagi dan tidak
peduli dengan masalah umat Islam, maka dia tidak termasuk bagian dari umat Islam.”
Secara umum, ada dua tanggung jawab muslim terhadap dunia Islam, yaitu (1)
tanggung jawab risalah, dan (2) tanggung jawab ukhuwah. Tanggung jawab risalah
wajib dilaksanakan oleh umat muslim berdasarkan perintah Allah SWT yang terdapat
dalam sejumlah ayat Al Quran:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kemunkaran. Merekalah orang-
orang yang beruntung.” (QS Ali Imran:104).
Karena mengemban misi yang sangat mulia -- yaitu untuk menyebarkan rahmat
kepada seluruh alam, yang dapat juga diartikan sebagai tugas untuk menyelamatkan
umat manusia dari kehancuran -- maka umat Islam diberi julukan dengan berbagai
predikat yang agung, seperti “khairu ummah”, “ummatan wasatha”, dan sebagainya.
Pada sisi lain, sebutan-sebutan indah itu juga mengindikasikan adanya perintah Allah
SWT, agar umat Islam menjadi umat yang mulia, umat yang disegani, umat yang kuat,
dan umat yang agung; bukan umat yang hina dan lemah. Hal itu dapat dilihat, misalnya,
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu),
kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya, sedang Allah mengatahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada
jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.”
(QS al-Anfal:60).
Mudah dipahami, dengan kondisi sebagai “umat yang mulia”, “umat yang kuat”,
dan sebagainya, maka umat Islam akan dapat menjalankan fungsi dakwah dan amanah
risalah kepada seluruh manusia, dengan lancar. Jika kondisi umat Islam sebaliknya,
yakni umat yang lemah dan hina, maka umat Islam bukanlah menjadi “subjek”, tetapi
akan menjadi “objek”. Bukan menjadi da’i, tetapi malah menjadi “mad’u”, bukan menjadi
“penentu arah” perjalanan dunia, tetapi malah menjadi “yang diarahkan”.
Tanggung jawab yang kedua, yakni tanggung jawab ukhuwah, juga jelas-jelas
merupakan perintah Allah SWT.
Umat muslim diibaratkan oleh Rasulullah SAW sebagai satu tubuh (kal jasadil
wahid) atau satu bangunan yang saling menguatkan (kal bunyan yasyuddu ba’dhuhum
ba’dha). Dalam hadits lain, Rasulullah SAW juga mengibaratkan kaum Muslimin seperti
penumpang yang bersama-sama berlayar ke tengah lautan. Di dalam kapal itu, ada satu
penumpang yang bermaksud melobangi kapalnya untuk mengambil air. Jika seluruh
penumpang membiarkan orang itu melobangi perahunya, maka binasalah dia dan juga
seluruh penumpang.
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan dan Hari
Akhir berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, sekalipun
mereka itu orang tua sendiri, anak, saudara kandung atau keluarga. Mereka itulah yang
Allah telah tuliskan keimanan di hatinya dan menguatkannya dengan pertolongan dari-Nya.
Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam sorga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap
(limpahan rahmat) Allah. Mereka itulah “hizbullah”. Ketahuilah, bahwa sesunggguhnya
“hizbullah” itulah yang pasti menang.” (QS Al Mujadalah:22).
Ironinya, justru sekarang, persaudaraan muslim itu sudah ditinggalkan oleh umat
Muslim, yang kini terkoyak-koyak dan terpecah belah dalam berbagai paham nasionalisme
sempit, bahkan terkadang sudah bersikap fanatis buta terhadap kelompoknya sendiri.
Dalam situasi dimana saudara-saudara kita kaum Muslim Palestina dan Lebanon
menjadi mangsa keganasan dan kebiadaban Yahudi saat ini seyogyanya kaum Muslimin
kini mampu menyatukan hati dan pikiran untuk melakukan gerakan perlawanan yang
efektif dan serius.
Kaum Muslim di Indonesia, sudah harus mulai berpikir serius dalam merumuskan
srategi perjuangan melawan Yahudi. Sebelum melakukan perlawanan, umat Islam harus
tahu persis, di mana posisi-posisi Yahudi di Indonesia. Perusahaan mana saja yang
dibiayai Yahudi. Siapa saja pendukung-pendukungnya di Indonesia. Bagaimana cara
mereka menguasai umat Islam. Semua itu harus dipelajari dan dikaji dengan serius oleh
umat Islam, agar tidak salah dalam melangkah dan menyusun program perjuangan; agar
tidak sporadis dalam melawan kekuatan Yahudi yang sudah menggurita di berbagai
sektor kehidupan: informasi, studi dan pemikiran Islam, keuangan, sampai barang-
barang konsumsi rumah tangga.
Perjuangan melawan hegemoni Yahudi dan para kroninya adalah perjuangan yang
GAZA DISERANG,
JANGAN LUPA AKAR MASALAH!
Ketika terjadi serangan ke Gaza pada bulan Mei 2019 lalu, sebuah media online
menulis: “Konflik Gaza: Israel dan kelompok militan Hamas saling gempur”. (https://www.
bbc.com/indonesia/majalah-48167924).
Anehnya lagi, masih ada media massa di Indonesia yang tetap menggunakan istilah
“militan Palestina” untuk para pejuang Palestina yang berjuang melawan pendudukan
Israel. Sementara istilah “militan” sama sekali tidak disematkan kepada penguasa Zionis
Yahudi dan para pendukungnya, yang secara terang-terangan melakukan pembantaian
kepada warga sipil Palestina.
Sementara itu, situs detik.com (12 November 2019) menulis berita tentang
serangan Israel ke Gaza itu sebagai berikut: “Serangan Israel yang menargetkan para
militan Jihad Islam di wilayah Jalur Gaza kembali menewaskan seorang warga Palestina
dan melukai beberapa orang lainnya. Serangan di bagian utara Jalur Gaza ini terjadi di
tengah eskalasi kekerasan antara para militan di Gaza dengan pasukan Israel. Militer
Israel menyatakan, pihaknya menargetkan para militan Jihad Islam dari unit peluncuran
roket kelompok tersebut dalam serangan di Gaza pada Selasa (12/11) ini.”
Militan Islam
Penggunaan sebutan ‘militan’ untuk para pejuang Palestina – dan tidak untuk
penjajah Israel – memiliki arti penting bagi Israrel dan pendukungnya. Samuel Huntington,
dalam bukunya yang berjudul “Who Are We? The Challenges to America’s National Identity”
Ia menekankan, bahwa saat ini, Islam militan telah menggantikan posisi Uni
Soviet sebagai musuh utama AS. (This new war between militant Islam and America has
many similarities to the Cold War).
Dalam Who Are We? Huntington menyebut, yang disebut sebagai Islam militan
bukan hanya Osama bin Laden atau al-Qaeda group. Tetapi, banyak kelompok lain yang
bersifat negatif terhadap AS. Kata Huntington, sebagaimana dilakukan oleh Komunis
Internasional dulu, kelompok-kelompok Islam militan melakukan protes dan demonstrasi
damai, dan partai-partai Islam ikut bertanding dalam pemilihan umum. Mereka juga
melakukan kerja-kerja amal sosial.
Dalam sub-bab berjudul “The Search for an Enemy”, Huntington mencatat, bahwa
pasca Perang Dingin, AS memang melakukan pencarian musuh baru, yang kemudian
menemukan musuh baru bernama “Islam militan”, setelah peristiwa WTC. Disebutkan:
“And on September 11, 2001, Osama bin Laden ended America’s search. The attacks on New
York and Washington followed by the wars with Afghanistan and Iraq and more diffuse “war
on terrorism” make militant Islam America’s first enemy of the twenty-first century.”
*****
Jadi, meskipun para pejuang Palestina itu berjuang untuk merebut kemerdekaan
mereka, media massa menyebut mereka sebagai kaum militan – yang seolah-olah boleh
dibunuh dengan cara apa saja. Buktinya, tidak asa sanksi apa pun kepada Israel!
Padahal, sejak merampas tanah Palestina dan mendirikan negara Yahudi, 14 Mei
1948, kaum Zionis Israel ini tak henti-hentinya menebar teror dan kekejaman. Pada 10
November 1975, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 (xxx) yang menyatakan:
“Zionisme adalah sebentuk rasisme dan diskriminasi rasial.”
Kekejaman demi kekejaman kaum Yahudi Israel terhadap umat Islam terus
terjadi. Semua berawal dari keserakahan bangsa Yahudi yang tak puas-puasnya
merampas negeri Palestina dan mengusir penduduknya. Meskipun PBB tak mengesahkan
pendudukan Israel atas Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem, tetapi kaum Yahudi
terus merampok tanah Palestina. Ribuan permukiman Yahudi terus dibangun di wilayah
pendudukan, termasuk di Kota Jerusalem.
Tindakan Yahudi yang terus menjarah Tanah Palestina dan tak puas dengan hasil
rampokannya, mengingatkan kita pada sifat dasar bangsa Yahudi yang disebut dalam
al-Quran. Yakni, sifat serakah dunia, lupa sejarah, dan tak tahu terimakasih serta suka
berkhianat.
“Dan kamu akan jumpai mereka adalah manusia-manusia yang paling tamak
terhadap dunia, bahkan dibanding kaum musyrik… (QS al-Baqarah:96).
Keserakahan Yahudi Israel itu juga menunjukkan betapa mereka adalah kaum
Zionis Yahudi lupa sejarah. Selama beratus tahun, mereka ditindas oleh bangsa-
bangsa Eropa. Selama itu pula mereka mendapatkan perlindungan di negeri-negeri
muslim. Ketika itu, sejumlah Paus di Vatikan dikenal sangat anti-Yahudi. Pada tanggal
17 Juli 1555, hanya dua bulan setelah pengangkatannya, Paus Paulus IV, mengeluarkan
dokumen (Papal Bull) bernama “Cum nimis absurdum”. Paus menekankan, bahwa para
pembunuh Kristus, yaitu kaum Yahudi, pada hakekatnya adalah budak dan seharusnya
diperlakukan sebagai budak. Yahudi kemudian dipaksa tinggal dalam ‘ghetto’, yang hanya
memiliki satu pintu masuk.
Tak hanya itu. Yahudi juga dipaksa menjual semua miliknya kepada kaum Kristen
dengan harga sangat murah; maksimal 20 persen dari harga yang seharusnya. Di tiap
The Council of Toledo itu sendiri membuat sejumlah keputusan: (1) larangan
perkawinan antara pemeluk Yahudi dengan pemeluk Kristen, (2) keturunan dari pasangan
itu harus dibaptis dengan paksa, (3) budak-budak Kristen tidak boleh dimiliki Yahudi (4)
Yahudi harus dikeluarkan dari semua kantor publik, (5) Yahudi dilarang membaca Mazmur
secara terbuka saat upacara kematian.
*****
Kondisi Yahudi di wilayah Kristen Eropa itu begitu bertolak belakang dengan
perlakuan yang diterima Yahudi saat di bawah kekuasaan Islam. Sejumlah penulis Yahudi
menggambarkan kondisi Yahudi di Spanyol di bawah pemerintahan Islam ketika itu
sebagai suatu “zaman keemasan Yahudi di Spanyol” (Jewish golden age in Spain).
Pada tahun 1535, David dei Rossi, seorang Yahudi Italia, mencatat bahwa di
wilayah Utsmani, kaum Yahudi bahkan memegang posisi-posisi di pemerintahan,
Karena itu, kaum Yahudi perlu diingatkan, akan sejarah mereka. Bahwa, selama
ratusan tahun, mereka dilindungi dan diperlakukan dengan baik oleh umat Islam. Kini,
mereka tak tahu diri. Sudah mencaplok 80 persen wilayah dan mengusir jutaan warga
Palestina, masih tak puas-puas juga. Patutlah kita ingatkan bangsa ini: “Wahai kaum
Yahudi, janganlah serakah dan lupa sejarah!” (***).
JANGAN MENCONTOH
PENGKHIANATAN YAHUDI
“Dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, Sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, Yaitu Taurat, dan memberi
khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang
Itulah karakter kaum Yahudi. Sebuah karakter yang dengan begitu mudah
menolak kebenaran, meskipun mereka tahu tentang kebenaran. Karena itu, Rasulullah
saw menjelaskan, bahwa makna kata ‘al-maghdhub’ (yang dimurkai Allah SWT) dalam
surat al-Fatihah adalah ‘al-Yahud’. Jadi kaum Yahudi adalah prototipe orang yang tahu
tentang kebenaran tetapi tidak mau mengikuti kebenaran, bahkan sebaliknya, merekalah
yang menyembunyikan dan mengubah-ubah kebenaran.
“Ada beberapa kesulitan yang harus kita hadapi jika hendak membahas bahan
sejarah Perjanjian Lama secara bertanggung jawab. Sebab yang utama ialah bahwa proses
sejarah ada banyak sumber kuno yang diterbitkan ulang atau diredaksi (diolah kembali
oleh penyadur). Proses penyaduran turun-temurun itu ada untung ruginya. Salah satu
keuntungannya ialah bahwa sumber-sumber kuno itu dipertahankan dan tidak hilang atau
terlupakan. Namun, ada kerugiannya yaitu adanya banyak penambahan dan perubahan
yang secara bertahap dimasukkan ke dalam naskah, sehingga sekarang sulit sekali untuk
Richard Elliot Friedman, dalam bukunya, Who Wrote the Bible, (New York:
Perennial Library, 1989), juga menulis: “It is a strange fact that we have never known with
certainty who produced the book that has played a central role in our civilization.” Jadi,
menurut Friedman, adalah hal yang ajaib bahwa kaum Yahudi-Kristen sebenarnya tidak
pernah tahu dengan pasti, siapa yang menulis kitab mereka. Padahal, kitab itu sudah
begitu memainkan peran sentral dalam peradaban mereka. Bahkan, Kitab Torah (Five
Book of Moses, yakni Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan) dikatakan
Friedman sebagai salah satu teka-teki paling kuno di dunia (It is one of the oldest puzzles
in the world).
Gara-gara ulah Yahudi yang mengubah-ubah kitab mereka itu, maka kebenaran
menjadi kabur, karena dicampur aduk dengan kebatilan. Dalam surat al-Baqarah:41-42
sudah disebutkan peringatan Allah agar kaum Yahudi jangan menjadi orang yang pertama
kafir dan jangan mencampuradukkan antara yang haq dan bathil dan menyembunyikan
kebenaran.
Tentu saja kaum Yahudi sangat tertohok dengan ayat-ayat al-Quran yang
menelanjangi habis-habisan kecurangan mereka. Karena itu bisa dipahami jika mereka
tidak pernah ridho kepada kaum Muslim, sampai kaum Muslim mengikuti millah mereka
(QS al-Baqarah 2:120). Mereka kemudian menyimpan dendam yang terus terpendam dan
berusaha keras untuk merusak Islam. Jika kita cermati, saat ini, betapa banyak orang
diantara kaum Muslim yang – sadar atau tidak – mengikuti jejak kaum Yahudi dalam
mengubah-ubah dan menyembunyikan kebenaran. Kita tidak habis pikir, bagaimana ada
orang yang mengaku Islam tetapi mendukung upaya penyerangan terhadap al-Quran,
melecehkan Nabi Muhammad dan para sahabat Nabi.
Ada juga yang secara terang-terangan dengan berbagai dalil yang dibuat-buat
menghalalkan perkawinan homoseksual dan perkawinan muslimah dengan laki-laki
non-Muslim. Ada yang membuat-buat tafsir al-Quran ala Yahudi dengan membuang
makna teks dan menekankan aspek konteks secara serampangan. Itulah yang dilakukan
misalnya oleh Prof. Musdah Mulia dan para penulis buku Fiqih Lintas Agama yang
membuang makna teks dan menggunakan aspek konteks secara amburadul, sehingga
Dia menulis: “Literalists interpret the Bible rigidly, saying, “It means exactly what
it says”. In other words, literalists (also called fundamentalists) concern themselves with
only the text of the Bible. Contextualists interpret the Bible more broadly, saying “We must
consider not only the text but also the context of the Bible. In other words, we must also
consider such a things as historical and cultural situation in which the Bible was written.”
(hal. 22)
Model tafsir Bibel Kristen-Yahudi seperti ini, yang menajamkan aspek tekstual
dan kontekstual dan menekankan aspek historisitas teks, saat ini banyak mencengkeram
sebagian akademisi Muslim. Itu bisa kita lihat dalam buku-buku tentang studi Islam yang
bermunculan dewasa ini.
Seorang dosen UIN Yogya yang menerbitkan disertasinya dengan judul “Muslim-
Christian Relations in The New Order Indonesia:The Exclusivist and Inclusivist Muslims’
Perspectives, (Bandung: Mizan, 2005)” membagi kaum Muslim Indonesia ke dalam dua
golongan, yakni kaum ‘Inclusivist Muslims’ dan exclusivist Muslim’. Kaum Muslim Inklusif,
kata dia, adalah mereka yang mempersepsikan Islam sebagai agama evolutif dan
menerapkan metode tafsir kontekstual terhadap al-Quran dan Sunnah. (… they perceive
Islam as an evolving religion they apply a contextual reading to the Quran and sunna).
Sedangkan Muslim eksklusif adalah yang menerapkan metode penafsiran al-Quran dan
Sunnah secara literal. (They apply a literal approach in understanding the foundation texts
of Islam, namely the Quran and the sunna of the Prophet).
Karena problem teks Bibel itulah, maka kaum Yahudi-Kristen tidak bisa
menafsirkan secara tekstual, sebab memang tidak ada teks yang bisa dipegang. Teks
Bibel selalu berubah dari waktu ke waktu. Salah satu Bibel edisi bahasa Inggris yang
biasanya dianggap otoritatif adalah King James Version. Tapi, sekarang pun sudah
muncul New King James Version. Kita bisa bandingkan teks Bibel terbitan Lembaga
Alkitab Indonesia (LAI) edisi 1971 dan 2004, misalnya, maka kita akan bertemu dengan
begitu banyak ayat yang bukan hanya berubah teksnya, tetapi juga maknanya. Sebagai
contoh, bandingkan ayat Bibel Yahudi tentang larangan keluar pada hari Sabat:
Edisi LAI tahun 1971 menyatakan: “tetapi hari yang ketudjuh itulah sabat
Tuhan, Allahmu, pada hari itu djangan kamu bekerja, baik kamu, atau anakmu laki-laki,
atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau
binatangmu, atau orang dagang jang ada didalam pintu gerbangmu.”
Sedangkan dalam edisi tahun 2004 ditulis: “tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat
Tuhan, Allahmu, maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-
laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau
hewanmu, atau orang asing yang ditempat kediamanmu.”.
Kekeliruan pola pikir terhadap al-Quran yang menjiplak pola pikir Yahudi-Kristen
itu bukan khas dosen UIN Yogya itu saja. Kita bisa menyimak bagaimana membanjirnya
istilah-istilah asing ke dalam kosa kata studi Islam dewasa ini, seperti istilah ‘Islam
fundamentalis’, ‘Islam literalis’, dan sebagainya, yang berasal dari tradisi Yahudi-Kristen.
Banyak yang latah membeo saja dalam menggunakan istilah-istilah yang lahir
dalam tradisi Yahudi-Kristen tersebut, tanpa sikap kritis. Padahal, kita tidak bisa begitu
saja mengambil istilah-istilah itu tanpa disesuaikan dengan makna dalam Islam. Sebagai
Masalah teks Bibel itu sangat berbeda dengan al-Quran, sehingga cara
penafsirannya pun sangat berbeda dengan Bibel. Sebagai teks manusiawi unsur
historisitas sangat ditekankan dalam penafsiran. Tetapi, sebagai teks wahyu, makna
kata-kata dalam teks al-Quran adalah terjaga dari zaman ke zaman. Karena itu, hukum-
hukum al-Quran bersifat universal, melintasi zaman dan budaya, meskipun ayat-ayat itu
diturunkan di wilayah Arab pada waktu tertentu dan dengan kondisi kultural tertentu.
Ketika al-Quran melarang minuman keras, itu bukan hanya untuk orang Arab saja, tetapi
berlaku untuk semua manusia. Kewajiban jilbab bukan hanya berlaku untuk wanita Arab
abad ke-7, tetapi tetap berlaku sampai sekarang. Dan sebagainya.
Rencana Israel untuk mencaplok wilayah Tepi Barat terus menimbulkan protes
internasional. Berbagai kalangan dari kaum muslim, Kristen, dan bahkan Yahudi, telah
menyampaikan keberatan atas rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu itu.
Berulang kali Netanyahu mengancam akan mencaplok permukiman warga Yahudi di Tepi
Barat, yang dihuni sekitar 700.000 orang Yahudi.
Sikap Presiden Donald Trump berbeda dengan sikap Presiden Obama yang pada
tahun 2012 menolak rencana Israel untuk membangun 3.000 permukiman Yahudi di Tepi
Barat dan Yerusalem. Sekjen PBB Ban Ki Moon ketika itu juga mengecam rencana Israel
dan menyebut tindakan itu melanggar hukum internasional. Inggris dan Perancis sampai
memanggil Duta Besar Israel di negara masing-masing. Dunia Islam tentu saja lebih
Tapi, seperti biasa, Israel terus membandel. Negara Yahudi ini seperti tak
menggubris semua protes yang ditujukan kepadanya. Padahal, sebelum berdirinya negara
Israel, tahun 1948, bangsa Yahudi tidak memiliki negara. Tokoh Zionis Israel, Theodore
Herzl, menyerukan negara-negara Barat untuk mendukung rencana mendirikan satu
negara Yahudi.
Menurut Herzl, problem bangsa Yahudi bukanlah problem sosial atau agama,
tetapi problem karena Yahudi adalah “sebuah bangsa tanpa wilayah” (a nation without
a land). Karena itu, Herzl meminta, agar negara-negara besar memberi suatu wilayah
untuk memenuhi kebutuhan bangsa Yahudi. Ia menulis: “Let sovereignty be granted us
over a portion of the globe large enough to satisfy the rightful requirements of a nation,
and the rest we will arrange ourselves.”
*****
Pencaplokan Israel atas Tepi Barat dan juga Yerusalem – selain melanggar
hukum internasional – juga membuktikan keserakahan kaum Yahudi Israel. Al-Quran
sudah mengingatkan salah satu ciri yang menonjol pada kaum ini adalah serakah dan
tamak terhadap dunia. “Dan kamu akan jumpai mereka adalah manusia-manusia yang
paling tamak terhadap dunia, bahkan dibanding kaum musyrik… (QS 2:96).
Ketamakan Yahudi Israel itu juga menunjukkan betapa mereka adalah kaum yang
tidak tahu berterimakasih. Mereka lupa, bahwa sebelum negara Yahudi Israel berdiri di
Palestina, 14 Mei 1948, mereka adalah bangsa yang teraniaya di berbagai penjuru dunia;
terusir dari negeri mereka sendiri, dan kemudian selama beratus tahun mendapatkan
perlindungan dari kaum Muslimin di Andalusia dan Turki Utsmani.
Itulah perilaku bangsa Yahudi, yang sifat-sifatnya banyak disebut dalam al-Quran.
Salah satunya, adalah sifat tidak tahu berterimakasih, lupa diri, dan serakah. Sampai-
sampai Nabi Musa a.s. yang menyelamatkan mereka dari penindasan Fira’un pun mereka
khianati dan sakiti hatinya. “Dan ingatlah saat Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai
kaumku, mengapa kalian menyakiti aku, dan sungguh kalian tahu bahwa aku adalah utusan
Allah untuk kalian.” (QS as-Shaf (61):5).
Ini tentu sebuah pelajaran berharga bagi kaum muslimin. (Semarang, 6 Juli
2020).
ISRAEL BIADAB,
SERANG LAGI MASJID AL-AQSHA
Situs berita CNBC Indonesia (7/5/2021) menulis bahwa ratusan umat Islam
terluka menyusul serangan Israel ke Masjid al-Aqsha, Jumat malam (7/5/2021). Laporan
paramedis menyebut 200 warga Palestina luka dalam kejadian itu. Mereka dirawat ke
rumah sakit setelah terkena peluru karet oleh Bulan Sabit Merah Palestina.
Salah satu warga harus kehilangan matanya dan dua orang lain cedera serius di
kepala. Ada pula yang mengalami retak tulang rahang. Menyikapi serbuan Israel itu, AS
dan Eropa menyerukan kedua belah pihak menahan diri. Presiden Turki Recep Tayyip
Erdogan menyebut Israel sebagai negara teroris. “Israel, negara teroris yang kejam,
menyerang Muslim di Yerusalem dengan cara yang biadab tanpa etika,” kata Erdogan.
Presiden Turki tentu saja sangat geram dengan tindakan biadab polisi dan
tentara Zionis Israel itu. Sebab, itu sudah berulangkali terjadi. Dunia internasional pun
menonton kebiadaban dan kezaliman yang berulang kali dilakukan oleh Zoonis Israel.
Apa pun pemicu serbuan Israel tersebut, yang jelas, akar masalahnya adalah
Tahun 2009 dan beberapa kali sesudahnya, milyaran pasang mata di seluruh
dunia menyaksikan sebuah drama pembantaian manusia oleh pasukan Zionis Israel. Jet-
jet tempur Israel, disokong tank-tank, kapal laut serta pasukan darat, dengan semena-
mena membunuhi penduduk Gaza. Wanita dan anak-anak pun tak terkecuali. Raungan
dan jerit tangis anak-anak Gaza yang ditayangkan berbagai stasiun TV internasional tak
mampu menghentikan hasrat kaum Zionis dalam menumpahkan darah warga Palestina.
Dunia berteriak. Dewan Keamanan PBB, Dewan HAM PBB, dan berbagai
komunitas internasional – Muslim dan non-Muslim – mengutuk tindakan Israel. Dan
seperti biasa, Israel tidak peduli dengan semua bentuk imbauan dan ”tekanan di atas
kertas”.
Bahkan, sejumlah aksi kebiadaban yang di luar peri kemanusiaan pun dilakukan.
Seorang dokter di Gaza, Abu Aukal, misalnya, menceritakan kisah memilukan yang
menimpa Shahd (4 tahun). Tubuh anak ini terkoyak-koyak akibat dimakan oleh anjing
(milik) Zionis Yahudi.
Puluhan jenazah wanita dan anak-anak Palestina korban kebiadaban kaum Zionis
sudah ia tangani. Tapi, kondisi jenazah Shahd sungguh mengerikan. Menurut saksi mata,
tubuh anak itu dibiarkan selama bebarapa hari menjadi santapan anjing-anjing bawaan
tentara Yahudi Israel. Keluarga tak sanggup mengambilnya, karena ditembaki oleh
Tentu saja kebiadaban semacam ini sudah tersiar ke seluruh penjuru dunia. PBB
sudah mengecam kebiadaban Israel. Umat manusia yang waras dan masih mempunyai
hati nurani pun pasti tersengat hatinya menyaksikan kebiadaban Israel, yang tiap hari
membantai penduduk Gaza. Dalih Israel bahwa serangannya untuk mempertahankan
diri tidak dapat diterima akal sehat. Dewan HAM PBB memutuskan bahwa Israel telah
melakukan pelanggaran HAM massal terhadap warga Palestina.
Sejak merampas tanah Palestina dan mendirikan negara Yahudi, 14 Mei 1948,
kaum Zionis Israel ini tak henti-hentinya menebar teror dan kekejaman. Pada 10 November
1975, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 (xxx) yang menyatakan: “Zionisme
adalah sebentuk rasisme dan diskriminasi rasial.” Tahun 1955, Indonesia memelopori
Konferensi Asia-Afrika, yang salah satu jiwa pokoknya jiwa anti-Zionisme. Mantan
Menlu RI, Roeslan Abdulgani, menulis, dalam konferensi tersebut Zionisme dikatakan
sebagai “the last chapter in the book of old colonialism, and the one of the blackest and
darkest chapter in human history”. Menurut Roeslan, “Zionisme boleh dikatakan sebagai
kolonialisme yang paling jahat dalam jaman modern sekarang ini.”
Dr. Israel Shahak, cendekiawan Yahudi, dalam bukunya, Jewish History, Jewish
Religion (1994) menulis: “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only
to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle
East and beyond.” Jadi, menurut Shahak, keberadaan negara Israel yang sangat rasis
memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia.
Dengan segala kekuatannya, kaum Zionis Yahudi memang masih bisa berbuat
semaunya. Dulu mereka bisa menyembunyikan kekejamannya dari mata dunia. Selama
puluhan tahun, Israel mencitrakan dirinya sebagai “david kecil” yang dikepung oleh
“raksasa goliath”.
Meskipun dari Indonesia kita hanya mampu menyampaikan duka, kecaman, dan
doa, tetapi insyaAllah kita tidak akan berhenti berusaha untuk terus memperjuangkan
kemerdekaan Palestina dan pembebasan Masjid al-Aqsha dari cengkeraman Zionis
Israel. Allahummanshuril mujaahiddiin di Filistin wa fii kulli makaan. Aamiin. (***).
Al-Quran dan Hadits Nabi Muhammad saw sudah banyak sekali menyebutkan
tentang sifat-sifat buruk kaum Yahudi. Selama ratusan tahun, bangsa kecil ini teraniaya.
Mereka ditolong oleh umat Islam. Tapi, kini mereka benar-benar tak tahu diri.
Setiap hari kita menyaksikan kaum Yahudi membantai anak-anak dan wanita
Palestina, tanpa henti. Tidak ada rasa belas kasihan sama sekali. Sudah ratusan orang
Palestina dibunuhi. Ratusan lainnya luka-luka parah. Dunia hanya bisa marah, sampai
hari ini.
Sebab, negara Zionis Israel terus dibela oleh Amerika Serikat. Dengan alasan
“membela diri” dari serangan roket-roket Hamas, Presiden AS Joe Biden membenarkan
serangan besar-besaran Israel terhadap rakyat Gaza. Padahal, ada logika yang terputus.
Salah satu puncak kejahatan Zionis Israel adalah pembakaran Masjid al-Aqsha
tahun 1967. Kejadian itu memicu terbentuknya Organisasi Konferensi Islam (OKI).
Berulangkali OKI menyerukan agar Isreal mematuhi resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB
No 242 dan 338, agar Isarel meninggalkan tanah yang diduduki tahun 1967, yaitu Tepi
Barat dan Jalur Gaza. Kota Jerusalem ditetapkan sebagai “corpus separatum”, tempat
yang berada di bawah pengawasan internasional.
Tetapi, Israel tak mahu tahu dengan keputusan dan hukum internasional. Mereka
terus menggunakan logika kekuatan: might is right. Pemukim-pemukim Yahudi ilegal
terus merampas tanah-tanah Palestina. Kecaman demi kecaman internasional terus
dilayangkan. Berbagai saluran diplomatik mengalami kebuntuan.
Michel Colin Piper, dalam bukunya, The High Priests of War, menyebutkan
besarnya peranan ‘tokoh-tokoh pro-Israel’ dalam penentuan kebijakan luar negeri AS,
khususnya terhadap Israel. Tahun 1994, Piper menggegerkan AS dengan bukunya, “Final
Judgement”, yang membongkar peran agen rahasia Israel, Mossad, dalam pembunuhan
John F. Kennedy.
Mantan pejabat Deplu Amerika, William Blum, dalam bukunya Rogue State: A
Guide to the World’s Only Superpower (2002), menyebut, kebijakan politik luar negeri AS,
memang secara klinis dapat dikatakan ‘gila’. Dan itu diakui oleh para pembuat kebijakan
itu sendiri. Kata Blum: However, it can be argued, that for more than half century American
foreign policy has, in actuality, been clinically mad. Blum meletakkan kesimpulannya itu
di bawah subjudul “the madman philosophy” (filosofi orang gila).
Dalam bukunya, Deliberate Deceptions: Facing the Facts about the US-Israeli
Relationship, Findley mengungkap, bahwa sejak tahun 1987, bantuan ekonomi dan militer
langsung pada Israel berjumlah 3 milyar USD atau lebih. Antara 1949 sampai akhir 1991,
pemerintah AS telah memberikan dana senilai 53 milyar USD kepada Israel dalam bentuk
bantuan maupun keuntungan-keuntungan istimewa. Senator Robert Byrd dari Virginia
Barat, mengatakan: “Kita telah memberikan bantuan luar negeri kepada Israel selama
beberapa dasawarsa dengan jumlah dan syarat-syarat yang belum pernah diberikan
kepada satu negeri mana pun di dunia ini.”
Sikap gelap mata AS dalam membela aksi-aksi teror dan brutal Israel selama
ini disebut Paul Findley sebagai ’hubungan kolutif’ (collusive relationship) yang
membahayakan masa depan AS sendiri: “AS memberikan dukungan (kepada Israel) yang
tanpa dukungan AS itu, Israel tidak akan mampu melanjutkan penindasan atas hak asasi
manusia dan ekspansi wilayahnya. Hubungan kolutif ini sangat merusak pengaruh AS ke
seluruh dunia. Ini akan membawa pemerintah AS untuk menjalankan praktik memalukan
dengan membutakan mata atas pelanggaran yang dilakukan Israel, baik terhadap hukum
internasional maupun hukum AS, suatu kebiasaan yang dicatat oleh para pemimpin luar
Jumlah orang Yahudi di AS memang hanya sekitar 2 persen. Tapi, seperti ditulis
oleh pakar psikologi AS, Prof. Kevin McDonald, dalam bukunya The Culture of Critique,
bahwa gerakan intelektual kaum Yahudi pada abad ke-20 telah menghancurkan rasa
percaya diri bangsa Barat (have destroyed the confidence of Western man).
Umat Islam tentu saja tidak berharap banyak kepada AS. Umat Islam sedunia yakin
dengan Pertolongan Allah SWT. Meskipun begitu, umat Islam – termasuk yang tinggal di
AS – terus-menerus berusaha memberikan tekanan kepada pemerintah AS, agar mereka
bersikap lebih proporsional terhadap Israel dan Palestina. Sebab, saat ini, AS merupakan
negara adidaya yang paling bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penjajahan
Israel. Wallahu A’lam bish-shawab. (***).
KOALISI
KRISTEN FUNDAMENTALIS DAN ZIONIS
Faktor koalisi Kristen fundamentalis dan Zionis Israel tampak sangat menonjol
di masa pemerintahan Presiden Bush junior dan Donald Trump. Bahkan, Bush
dianggap seorang “Kristen fundamentalis”, setidaknya dipengaruhi oleh aspirasi kaum
fudamentalis Kristen.
Dalam buku berjudul “The Eagle’s Shadow: Why America Fascinates and Infuriates
the World” (2002), Mark Hertsgaard menggambarkan cukup kentalnya “pengaruh Kristen”
dalam politik AS. Tentang Bush junior ini, Hertsgaard mencatat: “George W. Bush, who
cited Jesus Christ when asked to name his favorite philosopher, is a ‘born again’ believer
who happens to owe fundamentalists a major political debt.”
Pengaruh fundamentalis Kristen pada politik Bush ini tentu bukan satu-satunya
faktor. Namun, ini membantu untuk membaca latar belakang berbagai kebijakan politik
Presiden AS. Dalam soal Israel-Palestina, misalnya, kuatnya dukungan Presiden Bush
junior bisa dilihat pada doktrin Kristen sayap kanan.
Tak heran, jika dalam serbuan AS ke Irak tahun 2003, kaum fundamentalis
Kristen sudah siap-beraksi. Koran Berita Harian Malaysia, (1/4/ 2003), menurunkan berita
berjudul “Mubaligh Kristen Mahu Murtadkan Penduduk Irak”. Koran yang merupakan
suara resmi pemerintah Malaysia ini menulis berita: “Dua pertubuhan mubaligh Kristian
terkemuka AS mendedahkan mereka hanya menunggu lampu hijau untuk memasuki
Iraq dan memurtadkan penduduk Islam di Negara itu yang kini diserang Washington dan
sekutunya siap masuk Irak, begitu Saddam jatuh.”
Franklin Graham, misionaris AS terkenal, menyatakan, “We are there to reach out
to love them and to save them, and as a Christian I do this in the name of Jesus Christ.”
Jeff Christopherson, seorang pastor dari Kanada menyatakan, segera akan membangun
Bahkan, diduga kuat, serangan AS terhadap Irak ketika itu juga dipengaruhi
aspirasi Kristen fuandamentalis. Israel dan kaum Kristen fundamentalis AS memiliki
rasa ketakutan terhadap Saddam Hussein. Bagi mereka, Saddam Hussein merupakan
ancaman serius. Sebab, berdasarkan Bible, mereka percaya akan kemunculan kembali
Raja Babylon Nebuchadnesaar, menjelang kiamat, yang akan mengancam eksistensi
Israel. Dan Nebuchadsessar kedua itu adalah Saddam Hussein. Sebuah buku “The Rise of
Babylon: Sign of the End Times” yang ditulis oleh Dr. Charles H. Dyer dari Dallas Theological
Seminary, (1991), menggambarkan Saddam Hussein sebagai “The New Nebuchadnezzar”
bagi Israel dan Timur Tengah pada umumnya.
Buku ini menggambarkan, bahwa upaya Saddam untuk membangun kota wisata
“Babylon” sebagai bukti bangkitnya Babylon baru sebagaimana disebutkan dalam Bible.
Di halaman 44, Dyer mencatat: “Nebuchadnezzar was the only Arab ruler ever able to lead
Arab armies against the Israelites and defeat them in battle. Nebuchadnezzar took the
land of Palestine from the Israelites. By rebuilding Babylon, Saddam Hussein was making
himself the new Nebuchadnezzar, who also hoped to lead the Arab armies in victory over
Israel.” Kebetulan, pada tahun 1987, saat festifal Babylon internasional Irak mencetak
poster-poster dan mata uang yang menggambarkan Saddam Hussein sebagai pewaris
tahta Nebuchadnezzar.
*****
Bangsa Indonesia tidak dapat memandang remeh kasus Papua saat ini. Suara-
suara yang menuntut Papua merdeka sudah muncul dari kalangan kelompok-kelompok
agama Kristen di Indonesia. Karena itulah, pemerintah Indonesia perlu memiliki sikap
yang hati-hati dan tegas dalam menghadapi masalah Papua. Kasus lepasnya Timor-
Timur dari NKRI tentu menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. (Depok, 4
Januari 2021).
Dokter Abu Aukal nyaris tak percaya dengan apa yang dilihatnya di Gaza. Jenazah
Shahd (4 tahun) terkoyak-koyak akibat dimakan oleh anjing (milik) Zionis Yahudi. Puluhan
jenazah wanita dan anak-anak Palestina korban kebiadaban kaum Zionis sudah ia
tangani. Tapi, kondisi jenazah Shahd sungguh mengerikan. Menurut saksi mata, tubuh
anak itu dibiarkan selama bebarapa hari menjadi santapan anjing-anjing bawaan tentara
Yahudi Israel. Keluarga tak sanggup mengambilnya, karena ditembaki oleh tentara Israel
begitu berusaha mendekati jenazah sang bocah. (Republika, 15/1/2009).
Tentu saja kebiadaban semacam ini sudah tersiar ke seluruh penjuru dunia. PBB
sudah mengecam kebiadaban Israel. Umat manusia yang waras dan masih mempunyai
hati nurani pun pasti tersengat hatinya menyaksikan kebiadaban Israel, yang tiap hari
membantai penduduk Gaza. Dalih Israel bahwa serangannya untuk mempertahankan
diri tidak dapat diterima akal sehat. Dewan HAM PBB memutuskan bahwa Israel telah
melakukan pelanggaran HAM massal terhadap warga Palestina.
Sejak merampas tanah Palestina dan mendirikan negara Yahudi, 14 Mei 1948,
kaum Zionis Israel ini tak henti-hentinya menebar teror dan kekejaman. Pada 10 November
1975, Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 3379 (xxx) yang menyatakan: “Zionisme
adalah sebentuk rasisme dan diskriminasi rasial.” Tahun 1955, Indonesia memelopori
Konferensi Asia-Afrika, yang salah satu jiwa pokoknya jiwa anti-Zionisme. Mantan
Menlu RI, Roeslan Abdulgani, menulis, dalam konferensi tersebut Zionisme dikatakan
sebagai “the last chapter in the book of old colonialism, and the one of the blackest and
darkest chapter in human history”. Menurut Roeslan, “Zionisme boleh dikatakan sebagai
kolonialisme yang paling jahat dalam jaman modern sekarang ini.”
Dr. Israel Shahak, cendekiawan Yahudi, dalam bukunya, Jewish History, Jewish
Religion (1994) menulis: “In my view, Israel as a Jewish state constitutes a danger not only
to itself and its inhabitants, but to all Jew and to all other peoples and states in the Middle
East and beyond.” Jadi, menurut Shahak, keberadaan negara Israel yang sangat rasialis
memang merupakan ancaman bagi perdamaian dunia.
Berburu militant
Apa yang dilakukan Zionis Yahudi saat ini di Gaza tampaknya merupakan realisasi
dari politik pasca Perang Dingin yang dirancang oleh kelompok tertentu untuk memburu
kaum militan Islam. Samuel P. Huntington, dalam bukunya Who Are We (2004) sudah
menulis: “The rhetoric of America’s ideological war with militant communism has been
transferred to its religious and cultural war with militant Islam.”
Itulah yang juga terjadi di Afghanistan. Taliban, dengan alasan termasuk kategori
’militan’ maka harus dibasmi dari muka bumi. Anehnya, masih ada saja media massa
yang juga mengumbar sebutan ’militan’ untuk Hamas dan tidak menggunakannya untuk
Ehud Olmert dan George W. Bush yang jelas-jelas bertanggung jawab atas pembunuhan
massal warga Afhgansiatan dan Palestina.
Perburuan terhadap Hamas pun sudah berlangsung lama. Karena tidak berhasil
melumpuhkan Hamas, maka Israel dengan dukungan AS makin kalap saja. Apalagi
setelah Bush mendapat hadiah lemparan sepatu dari wartawan Irak, al-Zaidi. Pada
22 Maret 2005, Syekh Ahmad Yassin, pemimpin Hamas, tewas dirudal oleh helikopter
Israel. Hanya untuk membunuh seorang kakek yang lumpuh sekujur tubuhnya, Israel
harus menggunakan senjata pemusnah massal semacam itu. Sebulan kemudian, Sabtu,
17 April 2005, giliran Abdul Azis Rantisi, pemimpin Hamas juga dihabisi Israel dengan
cara serupa.
Pasca terbunuhnya Syekh Ahmad Yassin, Menteri Pertahanan Israel Saul Mofaz
berkata: “Akan kami bunuh semua pemimpin Hamas Palestina”. Mofaz tidak menggubris
seluruh protes terhadap aksi biadab Israel. Menurutnya, jika ada reaksi terhadap itu,
maka itu hanya bersifat sementara dan akan segera dilupakan.
Ketika itu, Gedung Putih pun hanya menyesalkan terbunuhnya Syekh Yassin. “We
are deeply troubled by this morning’s actions in Gaza,” kata Condoleeza Rice, yang waktu
itu masih menjabat penasehat keamanan Gedung Putih. Namun, ia juga menekankan,
bahwa Hamas adalah teroris dunia dan Yassin adalah pemimpinnya. Katanya: “Let’s
remember that Hamas is a terrorist organization and that Sheikh Yassin himself has been
heavily involved in terrorism.”
Sikap AS yang terus menjadi bodyguard dan cukong Israel semacam inilah yang
telah memicu kenekadan pemimpin Israel untuk terus membunuh para pemimpin Hamas
dan membunuhi penduduk Israel. Pasca terbunuhnya Rantisi, Israel juga menyatakan,
bahwa mereka telah membunuh seorang “mastermind of terrorism”, dan terus
Siapa yang teroris sebenarnya? Hamas adalah pemenang sah pemilu di Gaza. Tapi,
AS tidak mau mengakuinya. Hamas berjuang karena negaranya dijajah dan dirampas.
Hanya karena meluncurkan roket-roket yang mencedarai beberapa gelintir warga
Yahudi, maka Hamas dicap sebagai teroris. Sementara tentara AS dan Israel yang telah
membantai ribuan warga sipil Afghanistan dan Palestina diberi kedudukan terhormat
sebagai ”pemberantas” teroris. Karena mereka kuasa, dunia pun tidak berdaya. Bahkan,
negara-negara Islam yang bergelimang kekayaan pun tak berdaya. Pemimpin-pemimpin
Arab terus sibuk menggelar rapat dan merumuskan ”Resolusi”, sementara di depan mata
mereka warga Palestina dijadikan santapan peluru dan anjing Yahudi.
Logika Kekuatan!
Jika para pemimpin dunia Islam masih percaya pada “logika kertas”, maka Yahudi
justru hanya percaya kepada logika kekuatan. Pada 29 April 2003, saat peringatan
Holocaust, Ariel Sharon berpidato: “The murder of six million Jews has demonstrated that
the Jewish people can only achieve security through strength.” Dengan mengenakan peci
khas Yahudi (kipa) Sharon menegaskan, bahwa hanya kekuatan (strength) yang dapat
menyelamatkan bangsa Yahudi. Karena itu, ia tidak terlalu percaya pada penggunaan
cara-cara yang dinilainya menunjukkan kelemahan, seperti diplomasi, perundingan, dan
sejenisnya.
Logika kekuatan ini memang banyak dianut oleh para tokoh Zionis. Salah satunya,
Vladimir Jabotinsky. Gideon Shimony, penulis buku The Zionist Ideology (1995) menyebut
Jabotinsky seorang Zioinis yang brilian, orator ulung, yang tumbuh di komunitas Yahudi
Rusia. Teori-teorinya banyak diaplikasikan dalam gerakan Zionisme, terutama dalam
penggunaan kekuatan dan segala cara yang memungkinkan untuk mewujudkan impian
Zionis, termasuk penggunaan kekerasan. Ralph Schoenman, dalam bukunya The
Hidden Agenda of Zionism, juga banyak mengungkap pemikiran Jabotinsky dalam
mewujudkan impian Zionis. Bahkan, kaum Zionis tidak tabu untuk bekerjasama dengan
Nazi Jerman, kaum pembantai Yahudi sendiri. Fakta-fakta kerjasama Nazi Jerman
Melihat track record perilaku kaum Yahudi Zionis selama ini, sebenarnya,
pembantaian ribuan warga Palestina di Gaza saat ini memang tidak aneh. Zionis Yahudi
memang haus darah. Mereka belum puas mencaplok wilayah Palestina, membunuh dan
mengusir jutaan penduduknya. Kini, kaum Zionis mengerahkan anjing-anjing buas untuk
memakan jenazah anak-anak Palestina! Karena itu, kita benar-benar terbelalak, ada saja
beberapa gelintir manusia di Indonesia yang masih menaruh simpati kepada Israel dan
mencerca Hamas. (***)
Disebutkan, bahwa kaum LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender) dunia
bersukaria dengan kemenangan Joe Biden. Sabtu, 7 November 2020, atau Ahad 8
November 2020 waktu Indonesia, Joe Biden menyapa para gay dan transgender Amerika
dalam pidato kemenangannya.
“Saya bangga dengan koalisi yang kami kumpulkan, yang paling luas dan paling
beragam dalam sejarah, “kata Biden,” Demokrat, Republik, dan Independen. Progresif,
moderat dan konservatif. Tua dan muda. Perkotaan, pinggiran kota dan pedesaan. Gay,
straight, transgender. Putih. Latino. Asia. Penduduk asli Amerika. ”
*****
Harian Israel, Haaretz menulis sebuah berita berjudul: “Biden: Jewish leaders
drove gay marriage changes”. Dikatakan, bahwa, “Vice President Joe Biden is praising
Jewish leaders for helping change American attitudes about gay marriage and other
issues. Biden says culture and arts change people’s attitudes. He cites social media and
the old NBC TV series “Will and Grace” as examples of what helped changed attitudes on
gay marriage. Biden says, quote, “Think … behind of all that, I bet you 85 percent of those
changes, whether it’s in Hollywood or social media, are a consequence of Jewish leaders
in the industry.” Biden says the influence is immense and that those changes have been
for the good.”
Pernyataan Joe Biden itu tidak dapat dipandang enteng. Bahwa, para tokoh
Yahudi-lah yang telah mendorong terjadinya perubahan sikap bangsa Amerika terhadap
perkawinan sejenis. Bahwa, budaya dan kesenian adalah media yang berhasil mengubah
sikap dan perilaku masyarakat. Ia pun menyebut peran penting media sosial dan satu
film serial TV “Will and Grace” di NBC-TV. Biden berani bertaruh bahwa 85 persen
perubahan itu dimainkan oleh para tokoh Yahudi yang berperan besar di Hollywood atau
media sosial.
Jadi, kata Fisher, jika Anda bisa membentuk opini, maka Anda akan mampu
mencipta aneka peristiwa. (Dikutip dari buku The New Jerusalem: Zionist Power in
America karya Michael Collins Piper, Washington, DC: American Free Press, 2004).
*****
Kaum muslimin di AS lebih banyak memilih Joe Biden ketimbang Donald Trump.
Itu karena sikap Biden yang dianggap lebih bersahabat terhadap umat Islam. Dukungan
terhadap zionis Israel pun dinilai lebih rendah – meskipun Biden dan Trump sama-sama
merupakan sekutu khusus Israel.
Khusus tentang masalah LGBT, kaum muslimin di Indonesia akan semakin berat
dalam memperjuangkan aspirasinya melawan legalisasi LGBT. Sebab, sikap resmi AS
Terakhir, tentu kita terus berdoa kepada Allah SWT dengan ikhlas dan sungguh-
sungguh, semoga negeri kita diselamatkan dari azab Allah SWT, karena merejalelanya
kemaksiatan, sedangkan kita diam, tanpa berbuat apa-apa. Allaahumma sallimnaa wal-
muslimiin. (***).
Pernyataan itu dilontarkan oleh pejabat top pemerintahan Trump, Adam Boehler,
kepada Bloomberg dan kemudian dipublikasikan pada Selasa (22/12/2020). Pernyataan
Boehler kepada Bloomberg tersebut juga dikutip oleh media Israel, The Times of Israel.
Hingga kini, beberapa negara Arab yang sudah membuka hubungan diplomatik
dengan Israel adalah: Uni Emirat Arab (UEA), Yordan, Bahrain, Sudan, dan Maroko.
Boehler juga mengakui bahwa AS berharap kalau Oman dan Arab Saudi sepakat untuk
menormalisasi hubungan dengan Israel.
“Hingga saat ini tidak terdapat niatan Indonesia untuk membuka hubungan
diplomatik dengan Israel,” ujar Retno dalam konferensi pers virtual, Rabu (16/12/2020).
Retno menambahkan, Indonesia tetap memberikan dukungan besar terhadap
kemerdekaan Palestina sampai saat ini. “Dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan
Palestina berdasarkan “two-state solution” dan parameter internasional yang telah
disepakati, secara konsisten akan tetap dijalankan,” kata Retno.
*****
Sementara ini, tentu kita lega dengan penegasan pemerintah RI. Namun,
kita harus terus mengingatkan pemerintah RI, agar tetap konsisten dengan amanah
Konstitusi RI yang menolak segala bentuk penjajahan. Pembukaan UUD 1945 dengan
tegas menyatakan: bahwa kemerdekaan ialah hak segala bangsa. Dan oleh sebab
Menurut Roeslan Abdulgani (Menlu RI periode 24 Maret 1956-28 Januari 1957 dan
seorang tokoh PNI (Partai Nasionalis Indonesia), salah satu jiwa pokok dari Konferensi
Bandung adalah jiwa anti-Zionisme. Dalam konferensi tersebut Zionisme Israel oleh
banyak delegasi dikatakan sebagai “the last chapter in the book of old colonialism, and
the one of the blackest and darkest chapter in human history” (babak terakhir dari buku
kolonialisme kuno dan salah satu babak paling hitam dan paling gelap dalam sejarah
kemanusiaan).
Kini, Presiden Donald Trump sudah tumbang, digantikan dengan Joe Biden.
Tetapi, meskipun biasanya kadarnya agak berkurang, rezim Biden dari Partai Demokrat,
secara prinsip juga menganggap Israel sebagai “teman khusus” (special ally) dari
AS. Godaan duniawi untuk membuka hubungan dengan Israel sepertinya akan terus
ditawarkan kepada Indonesia. Biasanya tawaran itu dilakukan oleh beberapa tokoh
agama dengan pertimbangan tertentu. Semoga Indonesia tidak tergoda, dan tetap setia
dengan Pancasila dan UUD 1945.
Ternyata saat ini, sosok kelompok IIPAC sudah bisa dikenali lebih jelas. Mereka
sudah mendeklarasikan dirinya dalam sebuah situs: https://iipac.wordpress.com/
about/protokol-indonesia-israel/.
Dalam akte pendirian AIPAC disebutkan, bahwa tujuan lembaga ini adalah: untuk
menyelenggarakan Kerjasama dengan lembaga-lembaga Israel, Yahudi Internasional
dan melindungi hak hak warga Negara Yahudi dan keturunan Yahudi di Indonesia serta
memajukan kerjasama bisnis, investasi, IT dan pendidikan tinggi dengan universitas di
seluruh dunia.
Zaman tampaknya sudah jauh berubah. Dulu, banyak kaum muslim yang malu
jika bekerjasama dengan Yahudi, apalagi dengan negara Zionis Israel. Hingga kini
pun, secara resmi, Indonesia masih tetap memandang Israel adalah negara penjajah,
sehingga Indonesia tidak membuka hubungan diplomatic dengan Israel. Tapi, zaman
tampaknya sudah berubah.
Membaca sosok lembaga IIPAC di internet, saya teringat saat dialog dengan
Jadi, kata Maimonides, adalah terlarang untuk menolong orang non-Yahudi yang
berada di ambang kematian. Jika, misalnya, ada orang non-Yahudi yang tenggelam di
laut, maka dia tidak perlu ditolong. Israel Shahak juga menunjukkan keanehan ajaran
agama Yahudi yang menerapkan diskriminasi terhadap kasus perzinahan.
Jika ada laki-laki Yahudi yang berzina dengan wanita non-Yahudi, maka wanita
itulah yang dihukum mati, bukan laki-laki Yahudi, meskipun wanita itu diperkosa. Tidak
banyak orang Yahudi yang berani bersuara keras terhadap agama dan negaranya, seperti
halnya Prof. Israel Shahak, sehingga dia memang bisa dikategorikan Yahudi yang ‘aneh’,
karena menyimpang dari sifat-sifat bangsa ini pada umumnya.
Begitulah sikap IIPAC. Begitu pula sikap Dr. Israel Shahak terhadap negara Zionis
Israel. Silakan memahami dan berdoalah untuk saudara-saudara kita yang berjuang
merebuk hak kemerdekaannya! (***).
Data itu diumumkan Kementerian Kesehatan Gaza. Israel bertindak kalap setelah
roket—untuk pertama kalinya sejak 2014—ditembakkan dari wilayah Gaza ke Yerusalem.
Kementerian Kesehatan Gaza, dalam sebuah pernyataan yang dilansir Russia Today,
mengatakan beberapa korban luka juga dirawat di Rumah Sakit Beit Hanoun di utara
Gaza.
*****
Sudah bukan rahasia lagi, Israel terus berusaha menjalin hubungan erat dengan
negeri muslim terbesar ini. Pasalnya, Indonesia memang sangat aktif dalam mendukung
perjuangan rakyat Palestina. Tahun 1955, Presiden Soekarno memelopori Konferensi
Asia-Afrika (KAA) yang mengutuk Zionisme sebagai bentuk penjajahan yang paling jahat.
Sikap tegas Bung Karno terhadap Israel masih berlanjut. Tahun 1957, Timnas
Indonesia lolos penyisihan zona Asia untuk melenggang di Piala Dunia 1958 di Swedia.
Namun, Timnas memilih tidak tampil di Piala Dunia ketimbang beradu di satu lapangan
dengan Israel.
Hingga masa akhir kekuasaanya, Bung Karno tetap pada pendiriannya untuk
terus berjuang untuk kemerdekaan Palestina. Dalam pidatonya pada HUT RI ke-21,
Presiden Sukarno menyatakan alasannya selama ini konsisten memperjuangkan
kemerdekaan Palestina.
“Kita harus bangga bahwa kita adalah satu bangsa yang konsekuen terus, bukan
saja berjiwa kemerdekaan, bukan saja berjiwa antiimperialisme, tetapi juga konsekuen
terus berjuang menentang imperialisme,” kata Bung Karno.
“Itulah pula sebabnya kita tidak mau mengakui Israel...” Bung Karno menandaskan.
(https://www.liputan6.com/news/read/3189190/sukarno-cerita-anti-israel-dan-
perjuangan-kemerdekaan-palestina).
*****
Menyikapi hal itu, pada 19 September 1993, sekitar 15.000 kaum muslimin
Indonesia melakukan protes anti-Israel di halaman Masjid Agung al-Azhar Jakarta.
Hingga kini, secara umum, sikap politik pemerintah Indonesia tidak berubah.
Indonesia menolak hubungan diplomatik dengan Israel. Pada 30 November 1987, Presiden
Soeharto pernah berpidato, bahwa konflik Timur Tengah hanya dapat diselesaikan jika
rakyat Palestina mendapatkan kemerdekaan untuk mendirikan negara berdaulat di
tanah airnya yag dicaplok oleh Israel. Presiden menegaskan, Israel harus angkat kaki
dari wilayah yang didudukinya dalam Perang tahun 1967, termasuk Jerusalem.
Jadi, akar masalah di Masjid al-Aqsha dan Palestina secara keseluruhan adalah
penjajahan Israel atas Palestina. Bukan masalah roket Hamas. Penjajahan dan kekejaman
Israel itu yang harus segera diakhiri. Itulah sikap resmi bangsa Indonesia sejak dulu
hingga kini.
Pembukaan UUD 1945 dengan tegas menyatakan: bahwa kemerdekaan ialah hak
segala bangsa. Dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Menurut Roeslan Abdulgani (Menlu RI periode 24 Maret 1956-28 Januari 1957 dan
seorang tokoh PNI (Partai Nasionalis Indonesia), salah satu jiwa pokok dari Konferensi
Bandung adalah jiwa anti-Zionisme. Dalam konferensi tersebut Zionisme Israel oleh
banyak delegasi dan dikatakan sebagai “the last chapter in the book of old colonialism,
and the one of the blackest and darkest chapter in human history” (babak terakhir dari
buku kolonialisme kuno dan salah satu babak paling hitam dan paling gelap dalam
sejarah kemanusiaan).
*****
Di masa Presiden Soeharto, Indonesia berulang kali didesak oleh Israel dan AS
untuk membuka hubungan diplomatik dengan Israel. Namun, desakan dan tekanan itu
gagal. Sebagai contoh, pada tanggal 13 Januari 1994, lima orang senator AS yang bertemu
dengan Presiden Soeharto mendesak agar Indonesia segera mengakui Israel. Namun,
permintaan para senator AS itu ditolak oleh Soeharto dengan alasan bertentangan
dengan UUD 1945, mengingat Israel masih menduduki wilayah Palestina dan menolak
hak merdeka bagi bangsa Palestina. (Republika, 14 Januari 1994).
Dalam Sidang KTT OKI ke-6 di Dakar Senegal, tahun 1991, Presiden Soeharto
berpidato: “Perdamaian hanya dapat ditegakkan dengan memberikan hak menentukan
nasib sendiri kepada rakyat Palestina dan penarikan tanpa syarat pasukan pendudukan
Israel dari seluruh wilayah Arab yang diduduki, termasuk Al Quds Al-Syarif, Dataran Tinggi
Golan dan Lebanon Selatan.” (Republika, 16 Juni 1999)
Dalam bukunya, The Culture of Critique, pakar psikologi AS, Prof. Kevin MacDonald
menulis, bahwa gerakan intelektual abad ke-20, sebagian besar dibentuk dan dimotori
oleh orang-orang Yahudi. Gerakan intelektual itu telah mengubah secara mendasar
kehidupan masyarakat Eropa dan telah menghancurkan rasa percaya diri orang-orang
Barat (destroyed the confidence of western man).
Dalam bukunya, Tragedy and Hope, Prof. Carroll Quigley menulis, bahwa pada
abad ke-19, muncul ideologi yang lebih menekankan sisi-sisi kebinatangan manusia.
Pandangan ini, misalnya, dimotori oleh Charles Darwin yang karyanya menekankan
bahwa hakikat manusia itu sama dengan binatang. Juga, oleh Sigmund Freud melalui
karya-karyanya yang didominasi aspek seksual sebagai motivasi tindakan manusia.
(This newer ideology was found in the nineteenth century and may be regarded as one
which emphasized man’s freedom, to indulge his more animal-like aspects…). (Quigley,
1998:832).
Dominasi kaum Yahudi dalam peradaban Barat modern saat ini tidaklah diragukan
lagi. Negara mini Yahudi Israel mampu memaksa dunia tunduk kepada kemauan mereka.
Hampir seluruh negara dunia menolak klaim Israel atas kota Jerusalem. Tapi, Israel tak
ambil pusing. Negara adikuasa seperti AS pun tak berdaya dan menyokong klaim Israel.
Worldview (pandangan hidup) yang berhenti pada aspek dunia, kini dan saat ini,
itulah yang disebut sebagai worldview sekuler. Manusia di Barat tak lagi bersemboyan
Lalu, hawa nafsu pun diangkat sebagai Tuhan (ilah). “Tidakkah kamu perhatikan
orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya. Maka Allah menyesatkannya atas
ilmunya, dan Allah menutup hati, dan pendengarannya, dan Allah menjadikan hijab pada
pandangannya…” (QS 45:23).
****
Nah, kini tengoklah sekitar kita? Adakah indikator pemikiran dan tata
nilai kehidupan yang “mirip-mirip” dengan ciri-ciri pemikiran Yahudi? Nabi sudah
mengingatkan, bahwa umat Islam nanti akan ikut-ikutan “sunnah-sunnah” kaum Yahudi
dan Nasrani, sedikit demi sedikit. Bahkan, jika mereka masuk ke lobang biawak sekali
pun, diikuti pula oleh kaum Muslimin! (HR Muslim).
Seruan boikot kepada “produk Israel” itu perlu dijabarkan. Bukan hanya produk
barang dan jasa. Tetapi, juga termasuk “pola pikir sekuler-materialis” dan semangat
menolak diatur oleh Allah SWT, sebagaimana digambarkan dalam banyak ayat al-Quran.
Kini, tengoklah dunia pendidikan kita. Apa motivasi para siswa dan mahasiswa memasuki
bangku sekolah atau menyerbu jurusan-jurusan tertentu di universitas? Apakah niat
mereka untuk beribadah, untuk berjihad di jalan Allah, atau untuk tujuan duniawi. untuk
meraih gengsi sosial atau untuk mencari ilmu yang bermanfaat?
Nabi saw mengingatkan: “Siapa yang mencari ilmu yang sepatutnya ditujukan
Begitu juga teori tentang kemajuan bangsa. Dalam bahan ajar, seperti tercantum
dalam kurikulum terakhir, kriteria negara maju diukur dari pendapatan per kapita dan
tingkat sarana-prasarana kehidupan fisik lainnya. Tidak ada kriteria iman, taqwa dan
akhlak mulia, dalam penentuan kriteria negara maju.
”Sesungguhnya agama yang diakui Allah adalah al-Islam. Dan tidaklah kaum yang
diberi al-Kitab itu berselisih paham, kecuali setelah datangnya bukti yang meyakinkan
karena kedengkian di antara mereka.” (QS Ali Imran: 19).
Al-Quran juga menyebutkan bahwa kaum ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) memang
tidak sama. Ada yang kemudian beriman kepada kenabian Muhammad saw. Jumlahnya
sedikit (QS 2:88). Tetapi sebagian besar fasik. (QS 3:110). Di zaman Rasulullah saw, ada
dua tokoh Yahudi yang terkemuka yang akhirnya memeluk Islam, beriman kepada risalah
yang dibawa Nabi Muhammad saw. Keduanya, yakni Hushein bin Salam dan Mukhairiq,
menjadi bahan cemoohan kaumnya sendiri. Jika sebelumnya mereka sangat dihormati,
setelah masuk Islam, mereka dikucilkan.
Suatu ketika, kaum Yahudi datang kepada Rasulullah, saat Abdullah bin Salam
Mendengar ucapan Abdullah bin Salam, kaum Yahudi berbalik mencaci maki,
dan menuduhnya sebagai pendusta. Sebab, dia sudah tidak lagi memeluk agama
Yahudi. Ketika itu, turunlah wahyu kepada Rasulullah saw: ”Katakanlah: “Terangkanlah
kepadaku, bagaimanakah pendapatmu jika Al Qur’an itu datang dari sisi Allah, padahal
kamu mengingkarinya dan seorang saksi dari Bani Israil mengakui (kebenaran) yang serupa
dengan (yang disebut dalam) Al Qur’an lalu dia beriman, sedang kamu menyombongkan
diri. Sesungguhnya Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.(QS Al-
Ahqaf ayat 10)
Setelah kabar keislaman Abdullah bin Salam tersiar di kalangan kaum Yahudi,
maka mereka dengan congkak dan sombong mengata-mengatai, mencaci-maki,
menghina, menjelek-jelekkan dan memusuhinya dengan sekeras-kerasnya. Abdullah bin
Salam tidak mempedulikan caci maki keluarga dan kaumnya. Dia terus bertahan dalam
Islam dan termasuk sahabat Nabi dari kaum Anshar. Ia meninggal tahun 43 H di Madinah,
di masa Khalifah Mu’awiyah.
”Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus,
mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka
juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka
menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada
(mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang saleh. Dan apa
saja kebajikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima
Abdullah bin Salam termasuk diantara kaum Yahudi yang menyimpang dari
tradisi kaumnya yang menolak kenabian Muhammad saw. Ia berani menentang tradisi
kesombongan kaumnya sendiri. Di antara kaum Yahudi, ada juga yang berani mengkritik
ajaran agamanya dan praktik-praktik kebiadaban kaumnya sendiri, meskipun mereka
tidak sampai memeluk agama Islam.
Salah satunya adalah Dr. Israel Shahak. Guru besar biokimia di Hebrew University
ini memang bukan Yahudi biasa. Dia tidak seperti sebagaimana kebanyakan Yahudi
lainnya, yang mendukung atau hanya bengong saja menyaksikan kejahatan kaumnya.
Suatu ketika, saat dia berada di Jerusalem, pakar biokimia dari Hebrew University ini
menjumpai kasus yang mengubah pikiran dan jalan hidupnya. Saat itu, hari Sabtu (Sabath)
Shahak berusaha meminjam telepon seorang Yahudi untuk memanggil ambulan, demi
menolong seorang non-Yahudi yang sedang dalam kondisi kritis.
Inilah contoh beberapa orang Yahudi yang memang beda dengan banyak Yahudi
lainnya! Contoh lain dari kaum Yahudi yang kemudian memeluk Islam dan dikenal sebagai
cendekiawan muslim adalah Leopold Weiss (Muhammad Asad) dan Margareth Marcus
(Maryam Jamilah). (****).
FREE MASON
DAN PAHAM BEBAS AGAMA
Jejak-jejak Free Mason dalam berbagai revolusi di dunia banyak ditulis oleh
sejarawan. Ambil contoh Revolusi Perancis. Will and Ariel Durant, dalam The Story of
Civilization Part X (Rousseau and Revolution), (New York: Simon and Schuster, 1967),
memaparkan peran Free Mason dalam Revolusi Perancis, tahun 1789.
Tentang Free Mason, dicatat dalam buku ini: “they had to profess belief in ”the
Great Architect of the universe”. No further religious creed was required, so that in general
the Freemasons limited their theology to deism.” (hlm. 939).
Dalam konteks Indonesia, kita perlu menelaah lebih jauh kelompok Free Mason
Buku karya Dr. Th. Steven ini aslinya berjudul “Vrijmetselarij en samenleving
in Nederlands-Indië en Indonesië 1764-1962.” Pada halaman persembahan, tertulis:
”Dipersembahkan kepada para anggota dan mantan anggota dari Tarekat Mason Bebas
di Hindia Belanda dulu dan di Indonesia.”
Dijelaskan, bahwa misi organisasi ini adalah: ”Setiap insan Mason Bebas
mengemban tugas, dimana pun dia berada dan bekerja,untuk memajukan segala sesuatu
yang mempersatukan dan menghapus pemisah antar manusia.”
Cermatilah misi Free Mason ini! Yakni, “menghapus pemisah antar manusia!”.
salah satu yang dianggap sebagai pemisah antar manusia adalah ”agama”. Maka, jangan
heran, jika banyak manusia kemudian berteriak lantang: ”semua agama adalah sama”.
Atau, seruan bahwa, ”semua agama adalah benar, karena merupakan jalan yang
sama-sama sah untuk menuju Tuhan yang satu.” Siapa pun Tuhan itu, tidak dipedulikan.
Dalam buku karya Dr. Steven tersebut ditulis: ”Dalam tarekat Mason Bebas
nilai tinggi kepribadian manusia berada di latar depan. Manusia sebagai individu dalam
pemikiran Masonik ditempatkan secara sentral. Pekerjaan, pekerjaan rohani, dalam
Tarekat Mason Bebas diarahkan pada penemuan wujud diri sendiri. Erat berhubungan
dengan ini, asas-asasnya bertujuan memajukan apa yang dapat mempersatukan manusia
dan melenyapkan apa yang dapat memisahkan manusia.” (hlm. 2). Juga disebutkan,
bahwa, ”Manusia mempunyai kemampuan dan hak untuk membentuk suatu kesadaran
norma sendiri.” (hlm. 3).
Sejak awal abad ke-18, Freemasonry telah merambah ke berbagai dunia. Di AS,
misalnya, sejak didirikan pada 1733, Free Mason segera menyebar luas ke negara itu,
sehingga orang-orang seperti George Washington, Thomas Jefferson, John Hancock,
Benjamin Franklin menjadi anggotanya. Prinsip Freemasonry adalah “Liberty, Equality,
and Fraternity”. (Lihat, A New Encyclopedia of Freemasonry, (New York: Wing Books,
1996).
*****
Sebagai perbandingan, dapat diambil juga kasus yang terjadi di Turki Utsmani.
Dalam buku ”Ksatria-kstaria Templar Cikal Bakal Gerakan Free Masonry (Terj.)”, disebutkan
upaya kaum Free Mason di Turki Utsmani untuk menggusur Islam dengan paham
humanisme.
Comte yang dikenal sebagai penggagas aliran positivisme juga mendesak agar
Islam diganti dengan positivisme. Sikap anti-agama diantara para tokoh Free Mason
juga sangat jelas. Salah satunya dilakukan oleh Abdullah Cevdet, tokoh Gerakan Turki
Muda. Ia menulis dan menerjemahkan lebih 70 buku.
Pada pengantarnya untuk terkemahan buku Akli Selim (Akal Sehat), ia menulis:
”Akli Selim (akal sehat) adalah pemberontak yang suci, dan gelora kecintaan
padanya terbakar dalam hati kita dan tidak akan pernah dapat dipadamkan... Tuhan
kita adalah virtue (nilai kebaikan), namun virtue tidak akan mungkin terwujud tanpa
kebebasan.”
Karena teracuni oleh ajaran Free Mason, Abdullah Cevdet menjadi begitu
benci pada Islam. Menurut sejarawan Turki, Konyali Ibrahim Hakki, setika meninggal,
jenazahnya diantar ke masjid Aya Sofia. Tapi, para imam menolak untuk memberikan
upacara pemakaman secara Islam. Akhirnya, peti jenazahnya diambil alih oleh dewan
kota.
Paham humanisme sekular adalah paham Free Mason. Kaum Free Mason
menegaskan, mereka menolak campur tangan agama dalam tempat-tempat pemujaan
mereka (loge). Seorang anggota Free Mason di Indonesia, dalam sebuah suratnya kepada
Wakil Suhu Agung Free Mason Hindia Belanda, Carpentier Alting, menulis: ”Secara tepat,
politik tidak diizinkan masuk ke dalam Tarekat, dan hal yang sama berlaku untuk agama.”
(Dr. Th Steven, hlm. 476).
Tampaknya, meskipun Free Mason sudah dibubarkan Bung Karno tahun 1961,
pengaruh pemikiran penyamaan dan bebas agama, masih cukup terasa dalam berbagai
bidang kehidupan. Ini tentu menjadi tantangan besar bagi kaum Muslim.
Dalam acara Kuliah Ahad Malam (Kalam), 15 November 2020, saya menyinggung
sedikit tentang perkembangan istilah dan gagasan “Islam Liberal” yang sejalan dengan
pemikiran kaum “Yahudi Liberal”. Pagi ini, 16 November 2020, saya coba membandingkan
sebagian isi situs “Yahudi Liberal” dengan situs “Islam Liberal” di Indonesia. Khususnya,
soal dukungan dan pembelaan terhadap LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender).
Dukungan dan pembelaan terhadap perilaku LGBT masih bisa dijumpai pada
*****
Dalam berita yang ditulis oleh Benjamin Cohen ini, disebutkan, bahwa Yahudi
Liberal merupakan kelompok agama Yahudi pertama yang memberikan pelayanan jasa
perkawinan homoseks. Di kalangan Yahudi Liberal, memang sudah banyak pemuka-
pemuka agama (rabbi) yang gay maupun lesbian. Dengan diadakannya seremoni
perkawinan sejenis tersebut, maka perkawinan sejenis (homoseksual) bagi kaum Yahudi
sudah diakui sama statusnya dengan perkawinan lain jenis (heteroseksual) di kalangan
otoritas Rabbi Liberal (Liberal Rabbinic authorities).
Kaum Yahudi Ortodoks yang dipimpin oleh Rabbi Sir Jonathan Sacks,
menyatakan, bahwa kelompoknya tidak akan mengikuti tindakan kaum Yahudi liberal
tersebut. Seorang jurbicaranya menyatakan, “Tidak ada harapan arus utama Yahudi
Ortodoks akan mengizinkan perkawinan sesama jenis.”
Dari 31 pemuka agama Yahudi (rabbi) yang menjadi anggota penuh “Konferensi
Rabbi Yahudi Liberal” (Liberal Judaism’s Rabbinic Conference), empat diantaranya
Begitulah tindakan kaum Yahudi Liberal yang sekarang sudah secara resmi
menjadi bagian dari agama Yahudi. Sama dengan Yahudi Ortodoks, Yahudi konservatif,
dan sebagainya. Agama Yahudi tidak lagi menjadi satu. Tapi sudah terpecah-pecah
menjadi agama yang banyak. Mereka juga dengan ‘kreasinya’ sendiri, mengubah-ubah
hukum perkawinan sejenis yang sudah ditegaskan di dalam Bibel mereka sendiri, bahwa
tindakan homoseksual adalah tindakan jahat yang harus dijatuhi hukuman berat.
Dalam Kitab Imamat: 13, dikatakan: “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki
secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian,
pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.”
Tetapi, karena kaum Yahudi Liberal ini ingin agamanya menyesuaikan dengan
perkembangan zaman, mereka memandang, tidak ada yang tetap dalam agama mereka.
Hukum-hukum agama yang sudah jelas pun mereka ubah-ubah, sesuai dengan keinginan
mereka. Bahkan, mereka buat sinagog sendiri, yang akhirnya juga menjadi tempat
upacara perkawinan sejenis. Selain sinagog sendiri, kaum Yahudi liberal juga sudah
memiliki media massa dan penerbitan buku sendiri.
*****
Mereka pun sadar akan kemungkinan kesalahan Kitab mereka dan menghargai
nilai-nilai pengetahuan di luar Kitab agama mereka. (Liberal Judaism believes that the
Hebrew Scriptures including the Torah are a human attempt to understand the Divine Will,
and therefore uses Scripture as the starting point for Jewish decision making, conscious
of the fallibility of scripture and of the value of knowledge outside of Scripture).
Itulah gagasan dan perkembangan Yahudi Liberal. Silakan dicermati terus dan
bandingkan pemikiran-pemikiran “Islam liberal” dengan “Yahudi liberal”. Semoga kita
tidak ikut-ikutan merusak agama kita sendiri, sebagaimana yang dilakukan oleh kaum
Yahudi Liberal. Sebab, Islam adalah agama yang dijaga oleh Allah. Yang rugi dan hancur
adalah yang merusak Islam itu sendiri. Percayalah! (***).
Sebuah pesan penting Prof. Syed Muhammad Naqib al-Attas sejak awal tahun
1970-an, adalah: “Pahamilah peradaban Barat dengan baik! Waspadalah! Dengan itu, kita
akan dapat memahami nasib dan kedudukan umat Islam saat ini!”
Tahun 1973, sebuah buku penting karya Prof. Naquib al-Attas, diterbitkan.
Judulnya, Risalah untuk Kaum Muslimin. Buku ini memuat pemikiran-pemikiran penting
dan mendasar tentang Islam dan tantangan yang dihadapi umat Islam di era modern.
Begini pesan Prof. Naquib al-Attas kepada umat Islam: “Seperti juga dalam ilmu
peperangan kau harus mengenali siapakah dia seterumu itu; di manakah letaknya kekuatan
dan kelemahan tenaganya; apakah helah dan tipu muslihatnya bagi mengalahkanmu;
bagaimanakah cara dia menyerang dan apakah yang akan diserangnya; dari jurusan
manakah akan serangan itu didatangkan; siapakah yang membantunya, baik dengan
secara disedari mahupun tiada disedari – dan sebagainya ini, maka begitulah kau akan
lebih insaf lagi memahami nasib serta kedudukan Islam dan kau sendiri dewasa ini apabila
penjelasan mengenai seterumu itu dapat dipaparkan terlebih dahulu.” (Syed Muhammad
Menurut Prof. al-Attas, kedatangan Islam, sejak awal mula, telah memberikan
tantangan yang sangat fundamental terhadap sendi-sendi utama agama Kristen yang
merupakan suatu unsur penting bagi peradaban Barat. Islam menjelaskan bahwa agama
Kristen yang dikenal sekarang bukanlah agama yang ditanzilkan oleh Allah SWT, dan
bukan agama yang mendapat pengesahan daripada-Nya.
Bahwa, Nabi Isa a.s. adalah utusan Allah yang diperintahkan membetulkan semula
penyelewengan agama Yahudi dan menyampaikan khabar baik tentang kedatangan Nabi
Muhammad saw. Jadi, Nabi Isa a.s. tidaklah diutus untuk membawa agama baru yang
kemudian dikenal dengan nama Kristen.
“Wahai Bani Israel, aku ini adalah utusan Allah yang diutus kepadamu bagi
mengesahkan semula Taurat yang telah datang sebelumku dan untuk menyampaikan
kabar baik tentang seorang Rasul yang akan datang sesudahku bernama Ahmad.” (QS 61:
6).
“Shahadan, maka sesungguhnya tiada hairan bagi kita jikalau agama Kristian
Barat dan orang Barat yang menjelmakan Kebudayaan Barat itu, dalam serangbalasnya
terhadap agama dan orang Islam, akan senantiasa menganggap Islam sebagai
bandingnya, sebagai tandingnya, sebagai taranya dan seterunya yang tunggal dalam
Prof. Naquib Al-Attas mengimbau agar kaum Muslimin tidak alpa dan lena dalam
mengemban tugasnya sebagai umat Islam. Umat Islam tidak seharusnya secara bulat-
bulat menerima dan mengharapkan harapan yang sia-sia bantuan dan kerjasama serta
persahabatan yang ikhlas dari yang lain.
Prof. al-Attas mengajak umat Islam merenungkan makna firman Allah dalam
surat al-Baqarah 120: “Tiada akan orang Yahudi dan Kristian itu rela menerimamu
melainkan kau jua yang dikehendaki mereka mengikut cara agamanya. Katakanlah
(olehmu): Sesungguhnya Petunjuk Allah – itulah satu-satunya Petunjuk. Andai kata kau
mengikut hawa nafsu mereka, sesudah sampai kepadamu Ilmu yang Sebenarnya, maka
tiada akan kau dapati bagimu Pelindung mahupun Penolong yang akan dapat mencegah
tindak balasan Allah.”
Lalu, diingatkanlah kaum muslimin dengan bahasa yang jelas dan lugas:
“Bukankah di zaman kita ini pun jelas bahawa orang-orang Yahudi dan Kristian – yang
keduanya menjelmakan sifat asasi Kebudayaan Barat – memang tiada rela menerima baik
seruan Islam dan kaum Muslimin, melainkan kita jua yang dikehendaki mereka mengikut
cara agamanya? – menganuti sikap hidup yang berdasarkan semata-mata keutamaan
kebendaan, kenegaraan dan keduniaan belaka. Dan agama dijadikannya hanya sebagai
alat bagi melayani hawa nafsu. Bukankah Ilmu yang sebenarnya sudah sampai kepada
kita? Maka mengapa pula kita membiarkan sahaja nasib umat kita dipimpin oleh
pemimpin-pemimpin politik, kebudayaan dan ilmu pengetahuan dan juga para ulama yang
lemah dan palsu yang sebenarnya tiada sedar bahawa mereka sedang mengekori hawa
nafsu Kebudayaan Barat! Mereka membayangi Kebudayaan Barat dalam cara berfikir,
dalam sikap beragama, dalam memahami nilai-nilai kebudayaan dan mengelirukan faham
serta tujuan ilmu. Kepada Kebudayaan Baratkah akan kita berlindung, akan kita memohon
Kritik Prof. Naquib al-Attas terhadap peradaban Barat dinilai sebagai pemikiran
hebat, dan dimasukkan dalam buku berjudul “Powerful Ideas” terbitan The Cranlana
Program, Canberra, 2002. Lebih lengkapnya, silakan dibaca buku saya: Mengenal Sosok
dan Pemikiran Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas (YPI Attaqwa, 2020).
Semoga kita dapat memahami kondisi kita saat ini. Setiap hari kita berdoa
berulang kali: “Ya Allah Tunjukkan kami jalan yang lurus. Yaitu, jalan orang-orang yang
Engkau beri nikmat; bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai (al-Yahuud) dan bukan
jalan orang-orang yang sesat (al-Nashara). Aamiin. (***).
Bangsa Yahudi memang unik. Bangsa mungil ini begitu banyak dipaparkan
sejarah, sifat, dan perilakunya dalam al-Quran. Bangsa ini diselamatkan oleh Nabi
Musa a.s. dari pembantaian Firaun. Tapi, hanya dalam tempo 40 hari, mereka sudah
mengkhianati Nabi Musa, dengan menyembah patung anak sapi. Al-Quran surat al-
Baqarah berkisah tentang sifat dan perilaku Yahudi yang bandel, “ngeyel” dan banyak
bertanya untuk tidak mentaati perintah Allah SWT.
Belum lagi sifat serakahnya kepada dunia (QS 2:96); sifat rasisnya karena merasa
sebagai satu-satunya “kekasih Tuhan” (QS 62:6), dan berbagai sifat lain yang digambarkan
dalam al-Quran. Sampai-sampai Nabi Musa a.s. bersedih hati dengan kelakuan kaumnya
(QS 61:5).
Pada saat yang sama, selama ratusan tahun, kaum Yahudi menjadi korban
persekusi kaum di Eropa. Misal, pada 17 Juli 1555, hanya dua bulan setelah
pengangkatannya, Paus Paulus IV, mengeluarkan dokumen (Papal Bull) bernama
Cum nimis absurdum, yang menekankan, para pembunuh Kristus, yaitu kaum Yahudi,
pada hakekatnya adalah budak dan seharusnya diperlakukan sebagai budak. (Lihat,
Encyclopaedia Judaica, Vol. 2; Peter de Rosa, Vicars of Christ: The dark Side of the
Papacy, (London: Bantam Press, 1991).
Begini isi suratnya: “Pada musim semi tahun 1492, kaum Yahudi yang diusir dari
Spanyol menemukan perlindungan di Turki. Sementara mereka ditindas di belahan dunia
lainnya, mereka tidak pernah berhenti menikmati perlindungan di negeri-negeri leluhur
Tuan yang jaya. Mereka mengizinkan Yahudi hidup dalam keamanan, untuk bekerja dan
untuk membangun … The Alliance Israelite Universelle bersama dengan Yahudi Turki;
dan seluruh pemeluk agama lain dari semua negeri, bergabung dengan kami untuk
merayakan ulang tahun ke-400 bertempatnya Yahudi di Turki.” (Lihat, Avigdor Levy,
“Introduction” , dalam Avigdor Levy (ed.), The Jews of The Ottoman Empire, (Princeton:
The Darwin Press, 1994).
Tetapi Sultan Abdul Hamid menolak rencana Herzl. Ia menulis surat yang sangat
tajam isinya kepada Herzl. “Saya tidak dapat menjual walau sejengkal pun dari tanah
Palestina, karena ini bukan milikku, tapi milik rakyatku.” (I can not sell even a foot step
of land, for it does not belong to me but to my people). (Stanford J. Shaw, The Jews of
the Ottoman Empire and the Turkish Republic, (Houndmilld: MacMillan Academic and
Professional Ltd, 1991).
Sikap tegas Sultan Abdul Hamid terhadap program Zionis dilihat sebagai
penghalang utama ambisi untuk mendirikan negara Israel. Adalah menarik cara kerja
kaum Yahudi Zionis dalam menumbangkan Sultan dan mendirikan negara Yahudi.
Metode yang mereka gunakan adalah semacam “smart rebellion” dan berpola klendestin.
Sultan mulai diposisikan sebagai bagian dari masa lalu, dengan jargon-jargon
kebebasan, “freedom”, “liberation”, dan sebagainya. Mereka menyebut pemerintahan
Abdul Hamid II sebagai “Hamidian Absolutism”, dan sebagainya. Gerakan Zionis di Turki
Utsmani mencapai sukses yang sangat signifikan menyusul pencopotan Sultan pada
bulan April 1909. Di antara empat perwakilan National Assembly yang menyerahkan surat
pencopotan Sultan itu adalah Emmanuel Carasso (Yahudi) dan Aram (Armenia). (Lihat,
Mehmed Maksudoglu, Osmanli History 1289-1922, Kuala Lumpur: IIUM, 1999).
Penyebaran paham kebebasan (liberalisme) model Barat oleh Gerakan Turki Muda
akhirnya berhasil menumbangkan Turki Utsmani. Sultan Abdul Hamid II memandang,
kebebasan yang digalakkan oleh Turki Muda adalah suatu senjata penghancur bagi Turki
Maka ingatlah peringatan Nabi saw: “Sungguh kalian akan mengikuti sunnah-
sunnah orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta;
bahkan jika mereka masuk ke lubang biawak, kalian pun mengikutinya.” Kami (para
sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nashrani?” Beliau
menjawab, “Maka siapa lagi?” (HR. Muslim).
Ini pelajaran dari sejarah. Jangan hanya menuding keluar. Lihatlah, ke dalam diri
kita, umat Islam. Pasti ada yang salah dengan kita! Wallahu A’lam bish-shawab. (***).
Rasulullah saw bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam fitrah. Kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari).
Dari Hadits Nabi saw tersebut kita memahami betapa pentingnya peran orang
tua dalam mendidik anak. Dengan pendidikan yang benar, maka anak akan menjadi
manusia yang baik; manusia beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.
Sebaliknya, bisa jadi – tanpa sadar – orang tua justru menjadikan anak-anaknya
memiliki sifat-sifat seperti kaum Yahudi, Nasrani, atau Majuzi. Sebagai contoh, salah
satu sifat kaum Yahudi yang disebutkan dalam al-Quran adalah sifat materialis dan
kecintaan terhadap dunia yang sangat berlebihan. (QS 2: 55, 96).
Dalam shalat pun, kita berdoa, agar ditunjukkan jalan lurus; bukan jalan orang
yang dimurkai Allah dan bukan jalan orang yang tersesat. Rasulullah saw menyebut
contoh yang dimurkai Allah adalah kaum Yahudi dan yang tersesat adalah kaum Nasrani.
Itu maknanya kita harus paham, mana jalan Islam, mana jalan Yahudi, mana
Sangat aneh jika untuk dapat mencari makan dengan baik, orang tua mau
mengerahkan segenap kemampuan intelektual dan materialnya, tetapi untuk
menyelamatkan diri dan anak-anaknya dari api neraka, dan agar mereka tidak menjadi
Yahudi atau Nasrani, justru dilakukan sambilan atau asal-asalan.
*****
Rasulullah saw sudah mengabarkan, bahwa: “Hak anak atas orang tuanya
(kewajiban orang tua terhadap anaknya) adalah memberi nama yang baik, memberi tempat
tinggal yang baik, dan memperbaiki adabnya.” (HR. Baihaqi).
“… pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri
dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang cukup
menyibukkannya.” (QS Abasa: 34-37).
Kita perlu catat dengan baik, bahwa di zaman modern seperti sekarang, dominasi
Yahudi dalam dunia pemikiran dan pendidikan modern sangat kuat. Karena itu, untuk
menghindarkan seseorang agar tidak terjebak ke dalam pemikiran dan kelakuan Yahudi,
pun bukan perkara mudah. Padahal, Allah SWT sudah mengingatkan: “Orang-orang
Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridha kepadamu sampai kamu mengikuti agama
mereka.” (QS al-Baqarah: 120).
Begitu juga peringatan dari Rasulullah saw: “Sungguh, kalian benar-benar akan
mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta
demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke dalam lubang biawak sekalipun kalian
pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum
Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Muslim).
Kaum Yahudi dan Nasrani telah berhasil mewujudkan peradaban modern, yang
dikenal sebagai peradaban Barat (Western Civilization). Untuk menyadarkan kaum Muslim
akan tantangan besar yang sedang mereka hadapi, khususnya dari peradaban Barat,
pakar pendidikan dan pemikiran Islam, Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas menyeru
kaum Muslimin agar benar-benar mengenal peradaban Barat, sebab peradaban inilah
yang kini sedang menguasai dan tidak henti-hentinya melakukan serangan terhadap
Islam dalam berbagai bentuknya. Prof. al-Attas menulis:
“Seperti juga dalam ilmu peperangan kau harus mengenali siapakah dia seterumu
itu; di manakah letaknya kekuatan dan kelemahan tenaganya; apakah helah dan tipu
muslihatnya bagi mengalahkanmu; bagaimanakah cara dia menyerang dan apakah yang
akan diserangnya; dari jurusan manakah akan serangan itu didatangkan; siapakah yang
membantunya, baik dengan secara disedari mahupun tiada disedari – dan sebagainya ini,
maka begitulah kau akan lebih insaf lagi memahami nasib serta kedudukan Islam dank au
Dominasi Yahudi di dunia Barat, khususnya di AS, misalnya, bisa dilihat dalam
kasus pengesahan (legalisasi) perkawinan sejenis di AS. Pada 22 Mei 2013, Wakil
Presiden AS Joe Biden memberikan pujian kepada tokoh-tokoh Yahudi yang telah berjasa
dalam mengubah persepsi bangsa AS tentang perkawinan sejenis. Harian Israel, Haaretz
menulis sebuah berita berjudul: “Biden: Jewish leaders drove gay marriage changes”.
Dikatakan, bahwa, “Vice President Joe Biden is praising Jewish leaders for helping change
American attitudes about gay marriage and other issues.”
Pakar psikologi AS, Prof. Kevin McDonald, dalam bukunya The Culture of Critique,
menyimpulkan bahwa, gerakan intelektual abad ke-20, -- yang sebagian besar didirikan
dan dipimpin oleh orang-orang Yahudi – ‘have changed European societies in fundamental
ways and destroyed the confidence of Western man.”
Jadi, jika Rasulullah saw, sudah mengingatkan, jangan kita ikuti pola pikir dan
cara hidup kaum Yahudi dan Nasrani, serta didiklah anak-anak kita agar mereka tidak
menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majuzi, perlu kita sadari, bahwa perintah Rasulullah saw
itu sungguh bukan perkara mudah untuk kita jalankan.
Mencari ilmu semacam ini – untuk menyelamatkan aqidah dan akhlak diri dan
keluarga kita – bukan pekerjaan sambilan. Perlu kesungguhan dan keikhlasan. Semoga
Allah SWT melindungi diri dan keluarga kita. Amin. (***).
JANGAN MENYIMPANG
DARI SHIRATHAL MUSTAQIM
Sebagai Muslim, kita diwajibkan membaca doa dalam shalat, minimal 17 kali
sehari: ”Ihdinash shirathal mustaqim” (Ya Allah, Tunjukkanlah kami jalan yang lurus).
Shirathal Mustaqim adalah jalannya orang-orang yang diberi kenikmatan oleh Allah
atas mereka (para nabi, para syuhada, dan shalihin), dan bukannya jalan orang-orang
yang dimurkai Allah (al-maghdhub) dan bukan pula jalan orang-orang yang tersesat (al-
dhalliin).
Kaum al-maghdhub ini juga bukannya tidak tahu tentang al-Quran. Bahkan, bisa
jadi mereka sangat pandai berhujjah dengan al-Quran. Khalifah Umar bin Khathab r.a.
pernah menyatakan, bahwa yang paling beliau khawatirkan akan menimpa umat Islam
adalah ’tergelincirnya’ orang-orang yang ’alim dan ketika orang-orang munafik sudah
Rasulullah saw juga pernah menyampaikan, bahwa yang paling beliau khawatirkan
menimpa umat Islam adalah munculnya orang-orang munafik yang pandai berhujjah
(kullu munaafiqin ’alimil lisan). Jadi, golongan al-maghdhub adalah siapa saja yang sudah
mengetahui kebenaran, tetapi enggan mengikuti kebenaran dan bahkan mengubah-
ubah dan menyembunyikan kebenaran. Karena itulah, kita diperintahkan untuk berdoa,
agar jangan sekali-kali kita termasuk ke dalam golongan seperti ini.
Begitu juga kita berdoa semoga tidak termasuk ke dalam golongan ’al-dhalliin’,
golongan yang tersesat. Mereka tersesat karena tidak tahu dan tidak bisa membedakan
mana yang benar dan mana yang salah. Karena ketidaktahuan atau kebodohan inilah,
golongan ini akan menyangka yang benar sebagai bathil dan yang bathil mereka sangka
benar.
Karena itu, kita juga diperintahkan senantiasa berdoa, agar jangan sampai
termasuk ke dalam golongan yang tersesat ini. Salah satu doa yang biasanya dibaca
oleh kaum Muslimin adalah ”Ya Allah tunjukkanlah yang benar itu benar, dan berikanlah
kemampuan kepada kami untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah yang bathil itu bathil
dan berikanlah kemampuan kepada kami untuk menjauhinya.”
Suatu ketika, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Rasulullah
saw menggambar sebuah garis lurus. Lalu, beliau menggambar sejumlah garis yang
mengarah ke kanan dan ke kiri dari garis lurus tersebut. Rasul saw mengatakan: ”Ini
adalah garis-garis yang bermacam-macam. Pada setiap garis ini ada setan yang
menyeru kepadanya.” Kemudian beliau membaca ayat al-Quran: “wa anna hadza shirathiy
mustaqiiman fattabi’uuhu wa laa tattabi’u as-subula fatafarraqa bikum ‘an sabiilihi.”
Allah SWT dalam QS Ali Imran: 101 juga mengingatkan kita semua agar bersungguh-
sungguh dalam bertaqwa kepada-Nya dan jangan sekali-kali mati kecuali dalam keadaan
Islam. Karena itu, kita juga senantiasa berdoa, agar pada ujung kehidupan kita nanti, kita
tetap dalam kondisi iman dan Islam, tidak syirik, tidak murtad, dan tidak kafir. Itulah yang
disebut sebagai ‘husnul khatimah’, akhir kehidupan yang baik. Diantara manusia, hanya
diri kita sendiri yang tahu persis isi hati kita, apakah kita masih dalam iman yang benar
atau tidak.
Tetapi, tentu saja, untuk mengetahui mana yang iman dan mana yang kufur, mana
yang haq dan mana yang bathil, tidak cukup dengan berdoa saja. Hal itu harus disertai
dengan ilmu. Karena itu, kita diwajibkan untuk senantiasa mencari ilmu, sepanjang
hidup. Dan ilmu yang terpenting adalah ilmu untuk memahami mana yang haq dan mana
yang bathil. llmu untuk membedakan mana yang haq dan mana yang bathil itu sudah
diturunkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya.
Di zaman modern saat ini, dimana berbagai gagasan yang merusak Islam sudah
begitu menyebar bagai virus ganas, umat Islam justru dihadapkan pada tantangan yang
sangat berat dalam masalah keilmuan. Khususnya, ilmu untuk membedakan yang haq dan
yang bathil. Sebab, pada zaman seperti ini, yang memperjuangkan kebathilan pun tidak
jarang berhujjah dengan ayat-ayat al-Quran dan hadits nabi. Tetapi, cara pemahaman
mereka terhadap al-Quran sudah tidak sesuai dengan yang dirumuskan oleh Rasulullah
dan pewaris beliau, para ulama yang shalih.
Bagi kita, umat Islam, al-Quran yang merupakan wahyu Allah SWT adalah pedoman
hidup yang utama. Cara memahami al-Quran (metodologi tafsir) pun sudah diajarkan oleh
Rasulullah saw dan para sahabat Nabi yang mulia. Para ulama pewaris nabi kemudian
merumuskan metodologi tafsir dengan sangat cermat dan teliti. Karena al-Quran adalah
kitab yang terjaga lafaz dan maknanya, maka menurut Prof. Naquib al-Attas, ilmu tafsir
adalah ilmu pasti. Tafsir, bukan ilmu spekulasi. Termasuk ketika menafsirkan ayat-ayat
tertentu dalam al-Quran yang memungkinkan terjadinya perbedaan pandangan (zhanniy).
Perbedaan pendapat itu pun ada landasannya. Tidak asal beda.
Pada tiap jalan yang menyimpang itu, kata Rasul saw, ada setan yang mengajak
manusia untuk mengikuti jalannya. Jadi, pilihan bagi orang-orang yang berilmu sudah
sangat jelas: ikut shirath al-mustaqim, atau ikut jalan oran-orang yang dimurkai Allah
(al-maghdhub), atau ikut jalannya orang-orang yang sesat (al-dhaalliin).
Dan sungguh telah jelas, mana yang haq dan mana yang bathil. Tentu, itu bagi
yang mau memahami kebenaran. (***).
Salah satu kekhasan agama Yahudi (Judaisme) adalah ajaran untuk tidak
menyebut nama Tuhan mereka secara sembarangan. Itu terkait dengan empat huruf
“nama Tuhan” yang tidak diketahui dengan pasti bagaimana cara membacanya. Karena
itulah, dalam tradisi Yahudi, nama Tuhan tidak disebutkan. Tapi, mereka membaca
“YHWH” dengan “Adonay” (Tuhanku).
Dalam buku “Pengantar Bahasa Ibrani”, disebutkan, bahwa: “Kata nama yang
paling penting dalam PL (Perjanjian Lama. Pen.) ialah ( הוהיyhwh), nama Allah Israel,
yang ditemukan kurang lebih 6823 kali dalam PL. Nama tsb mungkin dulu diucapkan
“Yahweh”, tetapi menurut tradisi Yahudi, nama yang Mahasuci itu tidak boleh diucapkan
*****
Soal nama Tuhan telah menjadi perdebatan panjang dalam agama Kristen.
Banyak kelompok Kristen menolak menggunakan sebutan “Allah” bagi Tuhan Kristen.
Ellen Kristi, dalam bukunya yang berjudul “BUKAN ALLAH, TAPI TUHAN” (Borobudur
Indonesia Publishing: 2008), mengajak kaum Kristen untuk secara tegas menyebut
nama Tuhan mereka dengan “Yahweh”, bukan menerjemahkan nama Tuhan “YHWH”
dengan “TUHAN” seperti yang dilakukan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) selama ini.
Dalam buku kecil berjudul “Waspadalah terhadap Sekte Baru, Sekte Pengagung
Yahweh”, Pdt. A.H. Parhusip, menulis tentang nama Tuhan dalam Kristen:
”Lalu mungkin ada yang bertanya: Siapakah Pencipta itu dan bagaimanakah
kalau kita mau memanggil Pencipta itu? Jawabnya: Terserah pada Anda! Mau panggil;
Pencipta! Boleh! Mau panggil: Perkasa! Silahkan! Mau panggil: Debata! Boleh! Mau
panggil: Allah! Boleh! Mau panggil: Elohim atau Theos atau God atau Lowalangi atau
Tetemanis...! Silakan! Mau memanggil bagaimana saja boleh, asalkan tujuannya
memanggil Sang Pencipta, yang menciptakan langit dan bumi... Ya, silakan menyebut
dan memanggil Sang Pencipta itu menurut apa yang ditaruh oleh Pencipta itu di dalam
hati Anda, di dalam hati kita masing-masing. Lihat Roma 2:14-15.”(Lihat, Parhusip,
Waspadalah terhadap Sekte Baru, Sekte Pengagung Yahweh (2003), hal. 40-41. Buku
kecil Pdt. Parhusip ini tidak mencantumkan penerbit, tetapi hanya tahun dan alamat
penulisnya di GSJA ”PEMENANG” jalan Tanah Lapang 19 Patane III – PORSEA 22384
Sumbagut.)
*****
Dalam Islam, nama Tuhan sangat penting dan bersumber dari wahyu, bukan
hasil konstruksi budaya. Bagi umat Muslim, Allah adalah nama diri (proper name) dari
Dzat Yang Maha Kuasa, yang memiliki nama dan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat Allah
dan nama-nama-Nya pun sudah dijelaskan dalam al-Quran, sehingga tidak memberikan
kesempatan kepada terjadinya spekulasi akal dalam masalah ini.
Tuhan orang Islam adalah jelas, yakni Allah, yang SATU, tidak beranak dan tidak
diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. (QS 112). Imam Ibn
Katsir dalam Kitab Tafsir-nya menulis bahwa ‘Allah’ adalah ‘al-ismu al-a’dhamu’ (Nama
‘Allah’ juga merupakan nama yang khusus dan tidak ada sesuatu pun yang
memiliki nama itu selain Allah Rabbul ‘Alamin. Bahkan, sejumlah ulama seperti Imam
Syafii, al-Khithabi, Imam Haramain, Imam Ghazali, dan sebagainya menyatakan, bahwa
lafaz Allah adalah isim jamid, dan tidak memiliki akar kata.
Menurut para ulama ini, kata Allah bukan ‘musytaq’ (turunan dari kata asal). Salah
satu bukti bahwa lafaz Allah tidak ”musytaq” adalah jika ditambahkan ”huruf nida” (huruf
panggilan, seperti huruf ”ya nida’” maka tidak berubah menjadi ”Yaa ilah”, tetapi tetap
”Yaa Allah”. Sedangkan jika huruf nida ditambahkan pada kata ”al-Rahman”, misalnya,
maka akan berubah menjadi ”Yaa Rahman” (perangkat ta’rif-nya hilang). (Lihat, Ibn Katsir,
Tafsir al-Quran al-‘Adhim, (Riyadh: Maktabah Darus Salam, 1994), 1:40)
Ada kemiripan kisah Nabi Musa a.s. dalam Kitab Keluaran dengan kisah Nabi
Musa a.s. dalam QS Thaha. Dalam keyakinan orang Muslim, al-Quran adalah wahyu yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagian isinya berisi cerita para Nabi yang
mengkoreksi cerita-cerita versi sebelumnya. Dalam versi Yahudi/Kristen, Muhammad
SAW dianggap telah menulis al-Quran dengan menjiplak Bibel. Karena itu, tinggal pilih,
percaya yang mana?
Dalam Kitab Keluaran 3:14 diceritakan: ”Firman Allah kepada Musa: “AKU ADALAH
AKU.” Lagi Firman-Nya: “Beginilah kau katakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah
mengutus aku kepadamu.”
Jadi, berbeda dengan Yahudi dan Kristen, nama Tuhan dalam Islam adalah Allah.
Nama Allah itu bukan hasil budaya atau kesepakatan masyarakat Arab. Tapi, nama itu
kita ketahui, karena Allah SWT telah mengenalkan nama-Nya melalui al-Quran, kitab
wahyu yang terakhir.
Kaum muslim patut bersyukur, bahwa mereka tidak berselisih tentang nama
Tuhan. Wallahu A’lam bish-shawab. (***).
Bukan itu saja. Setiap hari, kaum Muslimin berdoa dalam shalat: “Ya Allah,
tunjukkan kami jalan yang lurus. Yaitu jalannya orang-orang yang Engkau beri nikmat;
dan bukannya jalan orang-orang yang Engkau murkai, dan bukan pula jalan orang-orang
yang sesat.” Rasulullah saw menyebutkan bahwa al-maghdhuub adalah al-Yahuud, dan
al-dhalliin adalah al-Nashara. SMA Pesantren at-Taqwa bernama Pesantren for the Study
of Islamic Thought and Civilizations (PRISTAC).
Rasulullah saw bersabda: “Setiap anak dilahirkan dalam fitrah. Kedua orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari). Jadi, setiap
hari, seorang muslim, minimal 17 kali berdoa agar terhindar dari jalannya orang-orang
Yahudi.
Doa bukan sekedar ucapan, tapi harus disertai dengan ikhtiyar sunguh-sungguh
untuk mencapainya. Jika kita berdoa agar diberi ilmu yang bermanfaat, tentu itu
Nah, berdoa agar terhindar dari jalan Yahudi, pun perlu diaplikasikan dengan
sungguh-sungguh. Langkah terpenting adalah belajar tentang karakter-karakter Yahudi,
sehingga tidak terjebak ke jalan-jalan Yahudi itu. Rasulullah saw sudah mengingatkan:
“Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian
sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk
ke dalam lubang biawak sekalipun kalian pasti akan mengikuti mereka.” Kami bertanya;
“Wahai Rasulullah, apakah mereka itu kaum Yahudi dan Nasrani?” Beliau menjawab: “Siapa
lagi kalau bukan mereka?” (HR Muslim).
Para santri atau pelajar tingkat SMA rata-rata sudah memasuki usia akil-baligh.
Mereka sudah dewasa. Mereka sudah mukallaf. Artinya, mereka sudah terkena kewajiban
menjalankan syariat Islam, memiliki keimanan yang benar, dan berakhlak yang benar
pula. Mereka sudah bertanggung jawab terhadap diri mereka.
Karena itu, para santri tingkat SMA ini sudah harus paham dengan baik, karaker
Yahudi yang begitu banyak disebutkan dalam al-Quran. Tujuannya tak lain agar para
santri itu selamat dari jalan-jalan yang menyimpang dari shirathal mustaqim. Jangan
sampai para pelajar tingkat SMA belum paham apa-apa tentang ciri-ciri kaum Yahudi-
Nasrani, sehingga berpeluang besar – mungkin tanpa sadar – para santri dan pelajar itu
menjadi Yahudi-Nasrani tanpa sadar!
Rasulullah saw sudah mengingatkan pula, bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan
fithrah. Kedua orang tuanya yang menjadikan anak-anaknya memiliki sifat-sifat seperti
kaum Yahudi, Nasrani, atau Majuzi. Sebagai contoh, salah satu sifat kaum Yahudi yang
disebutkan dalam al-Quran adalah sifat materialis dan kecintaan terhadap dunia yang
sangat berlebihan. (QS 2: 55, 96).
Siapkan Gurunya
Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan, bahwa kaum Yahudi dan
Nasrani telah berhasil mewujudkan peradaban modern, yang dikenal sebagai peradaban
Barat (Western Civilization). Untuk menyadarkan kaum Muslim akan tantangan besar
yang sedang mereka hadapi, khususnya dari peradaban Barat, pakar pendidikan dan
“Seperti juga dalam ilmu peperangan kau harus mengenali siapakah dia seterumu
itu; di manakah letaknya kekuatan dan kelemahan tenaganya; apakah helah dan tipu
muslihatnya bagi mengalahkanmu; bagaimanakah cara dia menyerang dan apakah yang
akan diserangnya; dari jurusan manakah akan serangan itu didatangkan; siapakah yang
membantunya, baik dengan secara disedari mahupun tiada disedari – dan sebagainya ini,
maka begitulah kau akan lebih insaf lagi memahami nasib serta kedudukan Islam dan kau
sendiri dewasa ini apabila penjelasan mengenai seterumu itu dapat dipaparkan terlebih
dahulu.” (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, (Kuala
Lumpur: ISTAC, 2001), hlm. 9).
Al-Quran begitu banyak menyebutkan ciri-ciri kaum Yahudi, yang sangat penting
diketahui oleh para santri dan pelajar muslim. Tujuannya agar mereka mengenal dan
terhindar dari cara berpikir dan cara bertindak yang sesat. Bukan untuk membenci atau
menimbulkan permusuhan. Lebih dari itu, kaum Muslim punya kewajiban melanjutkan
dakwah Nabi Muhammad saw untuk mengajak kaum Yahudi-Nasrani ke jalan yang benar,
dengan cara-cara yang baik. (QS Ali Imran: 64, an-Nahl: 125).
Dalam mengajarkan Islamic Worldview untuk santri tingkat SMA, saya berusaha
menjelaskan ciri-ciri ad-Dinul Islam sebagai satu-satunya agama wahyu yang murni.
Setelah itu langsung disambung dengan materi tentang ciri-ciri karakter serta “jalan-
jalan” (shiraath) Yahudi dan Nasrani. Termasuk dalam hal ini adalah paham sekularisme
yang menjadi ciri utama peradaban Barat-modern.
Karena itu, mengingat pentingnya materi ajar ini, perlu kiranya kita menyiapkan
guru-guru aqidah di pesantren yang menguasai khazanah Islam dengan baik, sekaligus
memahami ajaran-ajaran pokok Yahudi-Nasrani beserta sejarah dan perkembangannya
yang terakhir. Dengan itu, InsyaAllah, setelah lulus, para santri akan lebih siap menghadapi
ujian keimanan di era modern, menjaga ibadah dan akhlaknya, serta mampu berdialog
dengan kaum Yahudi-Nasrani dengan baik. Wallahu A’lam bish-shawab. (***).
Tanya: Siapakah yang disebut Zionis Israel dan siapakah itu Yahudi? Apakah
Zionis Israel selalu identik dengan Yahudi? Adakah yang membedakan keduanya?
Jawab: Zionisme religius adalah paham kaum Yahudi untuk kembali ke tanah
yang menurut mereka “dijanjikan Tuhan” (the promised land). Ketika mereka terdiaspora,
keinginan itu diwujudkan dalam bentuk pergi ziarah ke Palestina. Tapi, sejak munculnya
buku Der Judenstaat, karya Theodore Herzl, Zionisme tadi diubah menjadi Zionisme
politik, yakni keinginan kaum Yahudi untuk membentuk negara Yahudi, yang sekarang
diberi nama negara Israel. Jadi, tidak setiap Yahudi adalah Zionis, tapi setiap zionis
adalah Yahudi. Ada banyak kaum Yahudi yang menolak Zionisme, seperti aliran Naturai
Karta.
Jawab: Ada yang motifnya kemanusiaan, seperti yang dilakukan oleh Dr. Israel
Shahak (profesor biokimia di Hebrew University), yang menulis buku Jewish History,
Jewish Religion. Dia menentang sifat rasialisme agama Yahudi dan negara Israel. Tapi,
ada juga yang motifnya agama, seperti Naturai Karta. Bahkan, sejak kemunculannya,
1897, Zionisme banyak ditentang kaum Yahudi sendiri, sehingga kongresnya harus
pindah dari Berlin ke Basel, Swiss.
Tanya: Bagaimanakah peta pergerakan Yahudi saat ini? Sejauh mana kekuasaan
mereka dari segi ekonomi dunia?
Jawab: Selama sekitar 1400 tahun, Yahudi itu tunduk di bawah Islam. Mereka
dilindungi oleh umat Islam ketika mereka ditindas kaum Kristen dimana-mana. Jadi,
kita tidak perlu terlalu silau dengan kekuatan Yahudi. Penguasaan mereka di berbagai
bidang bukan berarti tidak bisa dikalahkan. Yang perlu diseriusi juga adalah berjihad
di lapangan pemikiran untuk menumbangkan konsep-konsep sekular-liberal yang
dipromosikan kaum Yahudi. Ini perlu perjuangan serius dan berkelanjutan. Jadi, kalau
dunia pendidikan kita mampu merumuskan dan menerapkan konsep ilmu yang Islami,
maka otomatis konsep-konsep Yahudi akan tumbang.
Tanya: Sebenarnya apa yang diinginkan Israel dari bumi Palestina? Apakah benar
tujuannya untuk mendirikan Negara Israel Raya?
Tapi, bagi Yahudi sekular, seperti gerakan Zionis modern, mereka gunakan klaim
teologis (theological claim) ini sebagai alasan untuk mendirikan negara Israel. Karena itu,
tidak benar kalau ada yang menyatakan, masalah Palestina ini bukan masalah agama.
Dasar mereka, setidaknya klaim mereka, untuk menguasai Palestina adalah dasar
keagamaan. (***)
Tahun 1969, menyusul kekalahan Arab dalam Perang Tahun 1967, Dr. Yusuf
Qaradhawi menulis satu buku berjudul: ”Dars an-Nukbah ats-Tsaniyah: Limadza
Inhazamnaa wa Kaifa Nantashir.” (Diterbitkan di Indonesia tahun 1988 oleh Pustaka
Bandung dengan judul: ”Mengapa Kita Kalah di Palestina?). Dalam bukunya, al-Qaradhawi
menegaskan:
”Satu hal yang amat saya tegaskan di sini adalah keharusan kita untuk kembali
kepada Islam. Islam yang benar. Islam yang menyeluruh yang mengembalikan diri kita
– sebagaimana yang dulu pernah terjadi – menjadi sebaik-baik ummat yang pernah
dihadirkan untuk seluruh ummat manusia. Tanpa kembali kepada Islam, maka nasib yang
akan kita alami, sungguh amat mengerikan, dan masa depan pun akan demikian gelap
gulitanya.”
Dalam Atlas of The World’s Religions, disebutkan jumlah pemeluk agama Yahudi
Dunia mengutuk kekejaman Zionis Israel. Namun, Israel tidak peduli. Mereka
merasa kuat karena jelas-jelas didukung oleh negara adikuasa AS dan sekutu-sekutunya.
Sistem PBB sudah diatur sedemikian rupa sehingga tidak bisa merugikan kepentingan
Israel. Jika sebelumnya banyak yang menaruh sedikit harapan pada Obama, maka
harapan itu kini mulai sirna. Barack Obama ternyata tak beda dengan Presiden AS lainnya
yang menempatkan Israel sebagai sekutu utamanya. Kita tunggu saja, apakah setelah ia
resmi memangku jabatan Presiden AS nantinya, akan ada perubahan sikap. Kita pesimis,
jika melihat sikapnya selama ini terhadap Israel.
Dalam buku Atlas of Jewish Civilization, Martin Gilbert mencatat tentang kebijakan
penguasa muslim Spanyol terhadap Yahudi. Dia katakan, bahwa para penguasa muslim
itu juga mempekerjakan sarjana-sarjana Yahudi sebagai aktivitas kecintaan mereka
terhadap sains dan penyebaran ilmu pengetahuan. Maka mulailah zaman keemasan
Yahudi di Spanyol; penyair, dokter, dan sarjana memadukan pengetahuan sekuler dan
agama dalam metode yang belum pernah dicapai sebelumnya. Kaum Yahudi itu bahkan
menduduki jabatan tertinggi di dunia muslim, termasuk perdana menteri beberapa
khalifah di wilayah Islam bagian Timur dan Barat.
Itulah kebaikan dan perlindungan umat Islam terhadap Yahudi. Tapi, setelah
melihat kekuatan Islam melemah, kaum Zionis kemudian justru berpaling ke Barat. Mereka
Jadi, kekejaman dan kebiadaban Zionis Yahudi memang sudah masyhur dan
dimaklumi oleh dunia internasional. Mayoritas negara-negara di dunia mengutuk
tindakan Israel. Tapi, AS tetap mendukung kebiadaban Israel. Di sinilah kita melihat
praktik nyata kebohongan demokrasi yang digembar-gemborkan AS dan sekutu-
sekutunya. Dalam struktur PBB sendiri dilestarikan sistem yang sangat otoriter dan
sangat tidak demokratis. Kekuasaan PBB untuk melakukan aksi militer diberikan kepada
Dewan Kemanan; sedangkan Dewan Keamanan sendiri sudah dikuasai oleh lima anggota
tetap. Jika satu saja anggota tetap itu tidak setuju dengan satu resolusi, maka resolusi
itu batal. Akhirnya, yang berkuasa bukanlah suara mayoritas, tetapi AS dan sekutu-
sekutunya.
Tahun 2003, saat pembukaan KTT Organisasi Islam di Kuala Lumpur (16/10/2003),
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad kala itu juga sudah mengingatkan bahaya
kekuasaan Yahudi di dunia. Mahathir mengajak umat Islam untuk melihat sejarah,
bagaimana bangsa kecil yang ditindas dimana-mana selama ribuan tahun itu kini bisa
menguasai dunia.
*****
DR. ADIAN HUSAINI, adalah Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
Menyelesaikan Ph.D. dalam Islamic Civilization di International Institute of Islamic
Thought and Civilization-- Internasional Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM), tahun
2010.
Saat ini juga menjadi Ketua Program Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibn
Khaldun Bogor. Pernah menjadi wartawan di Harian Berita Buana dan Harian Republika
(1990-1998), Pengurus Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI Pusat (2000-2010), dan
Pengurus Majelis Tabligh PP Muhammadiyah 2005-2010.
Beberapa bukunya, antara lain: Pragmatisme dalam Politik Zionis Israel (Jakarta:
Khairul Bayan, 2004), Tinjauan Historis Konflik Yahudi-Kristen-Islam, diterbitkan tahun
2004, oleh Gema Insani Press, Jakarta, Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen
ke Dominasi Sekular-Liberal (Jakarta: Gema Insani Press, 2005) – buku ini mendapat
penghargaan sebagai buku terbaik pertama untuk kategori non-fiksi dalam Islamic Book
Fair di Jakarta tahun 2006.