Anda di halaman 1dari 205

KATA PENGANTAR

KETUA UMUM PENGURUS BESAR AL-KHAIRIYAH

Alhamdulillahirabbil Alamin atas segala ni’mat yang telah dikaruniakan


kepada kita, warga Al-Khairiyah. Diterbitkannya buku yang membahas khusus
tentang organisasi massa Al-Khairiyah semoga menjadi pemicu ormas nasional
ini untuk dapat melangkah lebih maju lagi.
Rambu-rambu kemajuan ormas yang digambarkan dalam buku ini menjadi
tolok ukur ormas dalam menyikapi kondisi politik secara nasional. Isu-isu popular
dikemas dalam wadah model gerakan humanis untuk menciptakan generasi emas
bangsa Indonesia.
Al-Khairiyah sebagai ormas yang pernah ikut mengawal persiapan
kemerdekaan melalui kader terbaiknya, Kyai Fattah Hassan ingin tetap mengawal
bangsa, Negara, dan seluruh tumpah darah Indonesia menjadi Negara besar di
mata dunia. Bangsa yang besar adalah bangsa yang dimuliakan oleh Allah,
Pencipta alam semesta.
Segenap Pengurus Besar Al-Khairiyah mengapresiasi kehadiran buku ini
untuk pencapaian visi dan misi ormas Al-Khairiyah yang cabang-cabangnya
tersebar luas di seluruh penjuru NKRI. Semoga menjadi ladang amal bagi warga
Al-Khairiyah.

Cilegon, 10 September 2021


Ketua Umum PB Al-Khairiyah

K.H. Ali Mujahidin, S.H.I., MM


KATA PENGANTAR PENULIS

Alhamdulillahirabbil Alamin atas karunia yang begitu besar dan agung


dari Allah SWT, penulis berhasil menyelesaikan penyusunan buku ini. Shalawat
dan salam semoga Allah SWT limpah curahkan selalu kepada Nabi Muhammad
SAW panutan dan teladan sepanjang hidup umat manusia.
Buku dengan judul “Gerakan Sosial Organisasi Massa Al-Khairiyah” ini
diterbitkan untuk menjadi pegangan cabang-cabang Ormas Al-Khairiyah di
seluruh Indonesia agar memahami sejarah dan tujuan pokok didirikannya Ormas
Al-Khairiyah.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam penulisan buku, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhirnya hanya kepada Allah SWT
penulis berdo’a, semoga ilmu yang telah diterima mendapat keridhaan dari Allah
SWT dan mereka yang telah memberikannya mendapatkan barakah dalam
menjalani hidup di dunia dan di akhirat kelak dimasukkan ke dalam surga-Nya.
Amin.

Cilegon, 10 September 2021

Dr. Rafiudin, M.Si.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar Pengurus Besar Al-Khairiyah ............................................. i


Kata Pengantar Penulis ................................................................................. ii
Daftar Isi ........................................................................................................ iii
Daftar Gambar................................................................................................ iv
Daftar Tabel ....... ........................................................................................... v

BAB I : PENDAHULUAN
A. Gerakan Sosial di Dunia Islam ................................................. 01
B. Organisasi Massa Besar di Indonesia ...................................... 11
C. Paradigma Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa ................. 14

BAB II : SEJARAH AL-KHAIRIYAH


A. Pemikiran Timur Tengah .......................................................... 24
B. Otobiografi Brigjen KH Syam, Pendiri Al-Khairiyah ............. 32
C. Pesantren Al-Khairiyah dari Masa ke Masa ............................ 36

BAB III : ORGANISASI MASSA AL-KHAIRIYAH


A. Cabang - Cabang Al-Khairiyah ................................................ 53
B. Organisasi Pesantren, Kemasyarakatan, dan Kegamaan
Al-Khairiyah ............................................................................ 64
C. Gerakan Sosial Klasik Al-Khairiyah ....................................... 83
D. Al-Khairiyah pada Masa Orde Baru ........................................ 103
BAB IV : GERAKAN SOSIAL ORMAS AL-KHAIRIYAH
A. Kebangkitan Organisasi Massa Al-Khairiyah ......................... 111
B. Motivasi Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah ................. 125
C. Bentuk - Bentuk Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah ... 134
D. Tujuan Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah ................... 145

BAB V : PROBLEMATIKA DALAM ORMAS AL-KHAIRIYAH


DAN SOLUSI
A. Kendala Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah .................. 154
B. Arah Kebijakan Program Gerakan Sosial Al-Khairiyah ........... 168
C. Implikasi Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah ................ 176
D. Kesimpulan ............................................................................... 181

Daftar Pustaka ............................................................................................... 184


Riwayat Hidup . ............................................................................................. 198

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pendekatan Gerakan Sosial ....................................................... 15


Gambar 2.1 Logo Al-Khairiyah .................................................................... 31
Gambar 4.1 Pola Gerakan Sosial Al-Khairiyah ............................................ 124
Gambar 4.2 Hirarki Motivasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah ........................ 132

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Cabang Al-Khairiyah ................................................................. 56


Tabel 4.1 Sebaran Penerima Program Donasi Al-Khairiyah ...................... 146
GERAKAN SOSIAL
ORGANISASI MASSA AL-KHAIRIYAH

Oleh:

Dr. Rafiudin, M.Si


BAB 1
PENDAHULUAN

A. Gerakan Sosial di Dunia Islam


Di dunia Islam pasca zaman kegelapan (Saeculum Obscurum) muncul
gerakan-gerakan sosial keagamaan yang mayoritas dilatarbelakangi oleh
keinginan kembali untuk memurnikan ajaran Islam. Di Saudi Arabia (Nejd)
terdapat gerakan Wahabi oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) dibantu
oleh Ibnu Suud dan Abdul Aziz Ibnu Suud. Gerakan yang terkenal keras tersebut
mampu membangkitkan semangat umat yang tertidur dalam keterbelakangan
sampai terbentuklah kerajaan besar Saudi Arabia. Di sisi lain juga terdapat
Gerakan Salafiyah atau Muhyi Atsaris Salaf yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-
Afghani (1838-1897), Muhammad Abduh (1849-1905), dan Rasyid Ridha (1856-
1935). Mereka berjuang demi tegaknya kemuliaan Islam dan kaum muslimin
(Izzul Islam Wal Muslimin).1
Di Negara lain seperti di Turki juga terdapat Gerakan Pembaharu yang
berjuang mengambil peradaban dari Barat sebagai dasarnya yaitu Tewik fikret
(1867-1915) dan Abdullah Jewdat (1869-1932). Di lain pihak ada Mehmed Akif
(1870-1936) yang menentang Gerakan Pembaharuan dari Barat dan Zia Gokalp
dengan nama asli Mehmed Zia Diyarbakr (1875-1924) yang fokus pada
penafsiran baru ajaran agama Islam. Selanjutnya yang paling monumental adalah
Musthafa Kemal Attaturk (1881-1938) yang dikenal sebagai bapak Turki karena
mampu menciptakan negara Turki Modern.2
Di India-Pakistan juga terdapat gerakan-gerakan sosial keagamaan seperti
yang dilakukan oleh Sir Sayyiki Ahmad Khan (1871-1898) yang dilansir bahwa
pemikirannya hampir sama dengan Abduh, Sayyid Amir Ali (1849-1928), seorang
tokoh rasionalis yang mengajak kepada pembaharuan, Muhammad Iqbal (1876-
1938), seorang penentang peradaban Barat yang dianggap materialistis, dan yang
1
Musthafa Kamal, dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam (Yogyakarta: PT
Percetakan Persatuan, 1988), 16-17
2
Kamal, dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 22-24
sangat fenomenal adalah Muhammad Ali Jinnah (1876-1948), yang mampu
menciptakan Negara Modern Pakistan.3
Fenomena di abad ke-19 juga terjadi berbagai macam gerakan sosial
seperti Ikhwanul Muslimin (1928) di Mesir, Jamaati Islami (1951) di Pakistan,
PAS Malaysia (1951) di Malaysia, Hizbut Tahrir (1952) di Palestina, Gerakan
Jihad Islam (1960) di Palestina, Hizbullah (1982) di Lebanon, Harakat A-
Muqawima Al-Islamiyyah (1988) di Palestina, dan Barisan Penyelamat Islam
(1989) di Aljazair.4
Di Indonesia sendiri terdapat beberapa gerakan sosial berbasis agama
antara lain Sarekat Islam (1911) dengan Haji Samanhudi sebagai tokohnya.
Sebagai Gerakan Reformis pada masanya fokus pada keinginan untuk
memperoleh hak-hak di bidang pendidikan untuk pribumi. Gerakan sosial
selanjutnya adalah Muhammadiyah (1912) yang dipimpin oleh KH Ahmad
Dahlan, Al Irsyad (1914) dipimpin oleh Syeikh Ahmad Surkati, Nahdlatul Ulama
(1926) dengan tokohnya KH Hasyim Asy’ari, dan Jam’iatul Wasliyah (1930)
dipimpin oleh Syeikh M. Yunus dan Syeikh Hasan Ma’shum. 5
Syarifuddin Jurdi menilai bahwa gerakan-gerakan sosial tersebut adalah
sebuah konsekuensi logis dari meningkatnya jumlah kaum terpelajar yang
mengadaptasikan konsep-konsep Islam yang bersifat ekslusif dengan pemikiran
modern yang bersifat rasional dan fungsional. Para terpelajar tersebut secara
bersama-sama merespons atas kondisi internal umat Islam yang nyaris sempurna
kolaps serta penetrasi pihak luar melalui kolonialisme dan imperialisme Barat. 6
Gerakan lain yang tidak kalah besar lahir di Bandung, Jawa Barat pada
tahun 1923, di mana sekelompok umat Islam yang tertarik pada kajian dan

3
Kamal, dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 25-27
4
Syarifuddin Jurdi “Gerakan sosial Islam: Kemunculan Eskalasi, Pembentukan Blok
Politik, dan Tipologi Artikulasi”, Politik Profetik, 1:1 (2013), 3
5
Kamal, dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 29-33
6
Jurdi, Gerakan sosial Islam, 1-2
aktivitas keagamaan mendirikan organisasi Persatuan Islam secara formal, dengan
tokoh utamanya Hadji Zamzam dan Hadji Mahmud Junus.7
Sekarang ini organisasi-organisasi tersebut dipimpin oleh tokoh-tokoh
muda yang terkenal, seperti Hamdan Zoelva sebagai ketua PP Syarikat Islam yang
juga mantan ketua Mahkamah Konstitusi dan KH Abdullah Djaidi sebagai ketua
Dewan Syura Al-Irsyad, keduanya menganggap ada pelanggara HAM terhadap
warga muslim Uighur dan pemerintah diminta untuk melakukan tindakan
persuasif, demikian halnya juga KH Yusnar Yusuf sebagai ketua PB Al Jamiyatul
Washliyah yang meminta pemerintah segera klarifikasi terkait muslim Uighur
yang beredar di Media Sosial (MEDSOS).8
Terkait dengan aksi terorisme yang terjadi di dua masjid, Deans Ave dan
Linwood, Christchurch, Selandia Baru banyak dikecam oleh organisasi-organisasi
Islam di Indonesia, antara lain Organisasi NU mengutuk keras terorisme yang
terjadi di Masjid Al-Noor, Kota Christchurch, New Zealand. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Sekjennya, Helmy Faishal Zaini “kami mengutuk keras
pelbagai tindakan terorisme, atas dasar dan latar belakang apapun. Tindakan-
tindakan yang menggunakan kekerasan, terorisme, menebarkan rasa benci,
bukanlah ajaran agama. Tidak ada satu agama pun yang membenarkan cara-cara
kekerasan.” Demikian juga dengan reaksi ketua Pimpinan Pusat (PP)
Muhammadiyah, Yunahar Ilyas, ketua umum ICMI, Jimly Ashiddiqie, ketua
Umum Wahdah Islamiyyah, Zaitun Rasmin, serta wakil ketua umum Dewan
Masjid Indonesia (DMI), Haji Syafruddin semuanya mengutuk aksi terorisme
tersebut dan meminta kepada seluruh umat Islam untuk tenang dan tidak
mengambil langkah-langkah yang melanggar aturan.9
Organisasi NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi yang terbesar
dan eksistensinya sangat dominan di Indonesia. Pergerakan organisasi massa
tersebut di Indonesia sangat fenomenal dengan tujuan untuk membangun

7
Howard M. Federspiel, Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX,
Penerjemah: Yudian W Asmin dan Afandi Mochtar (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1996) ,14-15
8
Ormas Islam Angkat Suara, Republika (Jakarta, 20 Desember 2018), 9
9
Umat diminta Menahan Diri, Republika (Jakarta, 16 Maret 2019), 9
kesadaran umat Islam dalam hidup bernegara di bumi Nusantara yang sangat
beragam baik agama, suku, maupun etnis. organisasi-organisasi massa tersebut
masuk ke daerah-daerah dengan semangat kebangsaan dan semangat religiusitas
yang tinggi. Kedanya juga sangat peka terhadap gejala-gejala sosial yang terkait
dengan umat Islam di seluruh dunia. Banten10 sebagai salah satu wilayah yang
terdekat dengan ibu kota juga tidak luput dari pergerakan kedua organisasi-
organisasi massa tersebut dan di Banten perkembangannya termasuk sangat pesat
dan dominan, baik dari segi pendidikannya maupun da’wahnya.
Di Banten sendiri, sebenarnya pada tahun 1916 lahir dua lembaga
pendidikan sekaligus organisasi massa terbesar, yaitu Mathla’ul Anwar dan Al-
Khairiyah.11 Kedua lembaga tersebut memiliki andil besar dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa dan membangun kesadaran masyarakat Banten tentang
pentingnya memiliki semangat perjuangan kemerdekaan sebagai salah satu modal
jati diri bangsa dan semangat untuk mencerdaskan generasi penerus demi bangsa,
negara dan agama.
Gerakan-gerakan sosial keagamaan terutama yang berkaitan dengan Islam
biasanya meliputi gerakan politik, sosial, pendidikan, dan da’wah.12 Sebuah
fenomena yang terjadi pada setiap gerakan Islam adalah sebuah cerminan jiwa
umat Islam pada zamannya.13 Pada studi pendahuluan diketahui bahwa khittah Al-

10
Banten adalah Provinsi ketiga puluh di Indonesia yang terletak di bagian paling barat
pulau Jawa. Nama Banten terdapat dalam beberapa versi. Ada yang mengatakan berasal dari nama
sungai Cibanten, Naskah Sunda Kuno Bujangga Manik. Ada juga yang mengakatan kata Banten
berasal dari kata katiban inten (kejatuhan inten), buku Pakem Banten Karya Tb.H.Achmad. Orang
Banten adalah penduduk asli yang mendiami bekas daerah kesultanan Banten di luar Parahyangan,
Cirebon, dan Jakarta. Bahasa Banten adalah salah satu dialek bahasa Sunda yang lebih dekat
kepada bahasa Sunda Kuno, pada tingkatan bahasa sunda modern di kelompokkan sebagai bahasa
kasar. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melalui program berita Beji Ti Lembur dalam bahasa
Banten yang disiarkan siaran televisi lokal di wilayah Banten.. Lihat Harian Umum Fajar Banten,
83 (2 Maret 2017), 1 dan 10
11
H.M. Atho Mudzhar, Perguruan Islam Al-Khairiyah Menatap Masa Depan, Makalah,
Sarasehan Himpunan Pemuda Al-Khairiyah, GSG Al-Khairiyah, Cilegon, (19 Februari 2005).
Lihat juga Hikmatullah A. Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah (Cilegon: PB Al-
Khairiyah, 2014), 6
12
Yumitro, Model dan Perkembangan Gerakan Revivalisme Islam di Indonesia Pasca
Reformasi, 61.
13
Soegijanto Padmo, “Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa”,
Humaniora, 19:2 (2007), 160
Khairiyah adalah pendidikan dan da’wah.14 Sementara berdasarkan pengamatan
penulis aspek-aspek politik Al-Khairiyah juga sangat terlihat jelas terutama dalam
melihat kader-kadernya yang ikut serta berlaga dalam pemilihan Pemimpin
Daerah dan Pusat. Dalam da’wah Al-Khairiyah diutamakan semangat untuk
menyeru kepada kebajikan dan mencegah dari keburukan (ta’muruna bil ma’ruf,
watanhauna ‘anil munkar).15
Al-Khairiyah memiliki dua lembaga yaitu berupa Yayasan Al-Khairiyah
yang mengurus sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan Yayasan dan
Pengurus Besar yang fokus dalam bidang da’wah islamiyah kepada umat Islam,
utamanya di bidang kerohanian, sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Berkenaan
dengan bidang da’wah ini, Yusuf Kalla dalam musyawarah nasional alim ulama
dan konferensi besar Nahdlatul Ulama (NU) di Banjar, Jawa Barat pada hari
Jum’at 1 Maret 2019, menyatakan bahwa bagian dari da’wah selain aqidah
(ketauhidan) dan ibadah adalah mu’amalah atau interaksi sosial kepada sesama
yang dinilainya juga sangat penting.16
Muslim Banten konsisten dalam pembentukan masyarakat yang agamis.
Di mata Belanda masyarakat muslim Banten dikenal sangat fanatik terhadap
Agama setelah Aceh.17 Perlawanan pengikut tarekat dan tragedi geger Cilegon
adalah dua contoh perjuangan masyarakat Banten yang memukul Belanda secara
fisik dan psikis, sehingga Banten menjadi target pembodohan orang Belanda.
Semboyan Belanda untuk rakyat Banten yaitu biarlah orang Banten tetap bodoh
(Laat de Bantammersdombelijven).18 Hal itu semata-mata untuk mendiskreditkan
muslim Banten.

14
Wawancara dengan Hikmatullah Jamud (Anggota dewan Pakar Al-Khairiyah),
Cilegon, 19 Desember 2018. Da’wah adalah upaya mengajak masyarakat menuju cara hidup
islami dalam segala aspek kehidupan, baik aspek kerohanian, maupun aspek sosial ekonomi,
politik, budaya, dan hukum yang ada di masyarakat. Lihat. Nurfin Sihotang, Tafsir Al-Ayat Ad-
Da’wah ila Allah (Padang: Rios Multicipta, 2012), 1
15
Hikmatullah A. Syam’un, “Refleksi 90 Tahun: Sebuah Perenungan Quo Vadis Al-
Khairiyah”, Suara Al-Khairiyah, 8 (Maret-September 2015), 23
16
Fauziah Mursid dan Andrian Saputra, “Wapres Minta NU Ikut Perbaiki Muamalah”,
Republika (Jakarta, 2 Maret, 2019), 1
17
Lihat. Rahayu Permana, Sejarah Al-Khairiyah (Cilegon: PB Al-Khairiyah, 2017),5
18
Suparman Usman, Pemberlakuan Syariat Islam di Banten (Serang: MUI Banten,
2003), 35
Tercatat dalam sejarah ketika terjadi pemerintahan yang kritis karena
ditangkapnya para tokoh nasional dan terhambatnya peredaran Mata Uang,
Banten tetap tegar dengan mencetak uang sendiri yang bernama ORIDAB dengan
alat seadanya yang disediakan oleh KH Syam’un sang Pendiri Al-Khairiyah.19
Dua target besar Banten dalam pembentukan manusia yang unggul yaitu di bidang
spiritual dan semangat berjuang demi bangsa dan negara sudah menjadi darah
daging di tengah masyarakat Banten.
KH Syam’un, pendiri Al-Khairiyah adalah seorang prajurit yang
seangkatan dengan Panglima Besar Soedirman ketika sama-sama ikut serta dalam
PETA dan terlibat langsung dalam pendirian angkatan bersenjata secara mandiri
sebagai sebuah bangsa yang berdaulat. KH Syam’un dengan pangkat terakhir
sebagai Brigadir Jenderal pernah ikut serta menjadi pendukung diangkatnya
Soedirman sebagai panglima pertama untuk Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
Murid-murid pertama KH Syam’un banyak yang terlibat dalam usaha
kemerdekaan Indonesia. K.H. Abdul Fatah Hasan sebagai salah satu anggota
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
mulai bersidang pada tanggal 10 Juli 1945, Prof. Sadeli Hasan yang terlibat di
partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI) yang didirikan pada
tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta dan menjadi tokoh pendidikan di bidang
tafsir, dan KH Syam’un serta murid-muridnya yang menjadi tokoh-tokoh politik
pada saat Indonesia merdeka. KH Syam’un sendiri menjadi bupati ke-12 di
Serang dan murid-muridnya seperti KH Ali Jaya dan lainnya banyak yang
menjadi camat. KH Syam’un memimpin Serang mulai dari tahun 1945 sampai
dengan tahun 1947.20

19
Syam’un, “Mempertahankan Eksistensi RI di Banten”, Suara Al-Khairiyah, 5 (Mei-
Juni 2014), 13
20
Michrab dan Hudari, Lihat Suparman Usman, Pemberlakuan Syariat Islam di Banten
(Serang: MUI Banten, 2003), 38, lihat juga H.M Yoesoef Effendi, Riwayat Hidup Kyai H. Mas
Muchammad Arsyad Thawil (Yayasan Pendidikan Al-Chasanah), 40
Kota-kota di Banten memiliki sebutan kota sejuta santri, seribu kyai.21
Salah satunya adalah Cilegon dijuluki sebagai Kota Santri dengan monumen yang
melegenda yaitu adanya Gunung Santri di sebelah utara kota Cilegon. Di kota
inilah lahir para pejuang kemerdekaan yang militan. Sebut saja Geger Cilegon
yang sempat membuat murka para penjajah Belanda karena banyaknya korban
yang berjatuhan dari pihak Belanda. Aktor utama dari tragedi tersebut adalah
seorang kyai besar, KH Wasid yang sezaman dengan Syeikh Nawawi Tanahara,
kedua-duaya adalah pejuang bangsa, Syeikh Nawawi berjuang dengan pena di
dunia pendidikan dan KH Wasid berjuang dengan senapan di medan perang. KH
Wasid tiada lain adalah kakek dari KH Syam’un. Darah pejuang dari sang kakek
mengalir dan menjadikan hidupnya secara penuh diabdikan untuk bangsa, negara,
dan agama. Gelar pahlawan yang baru diperoleh KH Syam’un pada tahun 2018
adalah bukti nyata bahwa ia adalah sosok pahlawan kebanggaan masyarakat
Banten utamanya kota Cilegon. Ia tidak mewarisi apapun di bidang harta benda,
tapi beliau telah berhasil mewariskan Al-Khairiyah.
Al-khairiyah sebagai salah satu lembaga sosial secara konsisten
melakukan gerakan sosial untuk membangun kerohanian dan spiritualitas
masyarakat Cilegon Banten. Gerakan Al-Khairiyah utamanya mengembangkan
pemahaman Islam yang sesuai dengan Aqidah Ahlu Sunah Wal Jama’ah
berasaskan pada Al-Qur’an dan hadits. Karena sebagaimana diketahui bahwa
warisan animisme, dinamisme, dan politeisme masih tampak di masyarakat
sehingga menimbulkan keragaman dalam cara mengamalkan ajaran agama,
walaupun sama-sama memeluk Islam.22

21
Hafis Azhari, Pesantren Bertransformasi, Suara Al-Khairiyah, 7 (Januari-Februari
2015), 5
22
Azril Yahya dan Sugiarto Wakhid, Agama dalam Dimensi Sosial dan Budaya Lokal
(Jakarta: Departemen Agama, 1997), 11. Animisme adalah ajaran atau doktrin tentang realitas
jiwa. Ajaran ini menekankan pemujaan pada makhluk spiritual yang objeknya tidak dapat dihihat
oleh mata manusia. Edward Burnett Tylor mejadikan animisme sebagai asal-usul kepercayaan
kepada Tuhan sebagaimana juga Herbert Spencer meskipun dinilai ada perbedaan gejala. Lihat.
Adeng Muchtar Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam konteks Prebandingan Agama
(Bandung: Pustaka Setia, 2004), 33. Dinamisme adalah ajaran yang memusatkan pemujaan kepada
benda-benda yang memiliki mana dalam bahasa Indonesia disebut tuah. Lihat. Zakiah Darajat,
dkk, Perbandingan Agama (Jakarta: Direktoran Pembinaan perguruan Tinggi Agama Islam, 1982),
25 dan 97. Dinamisme, Animisme, dan Politeisme serta Monoteisme merupakan sebuah hirarki
agama dari yang terendah yaitu dinamisme sampai yang paling tinggi yaitu monoteisme. Lihat.
Mayoritas masyarakat di Banten mengenal Al-Khairiyah yang memiliki
lembaga pendidikan dengan sekitar 500 cabang. Sayangnya, Al-Khairiyah di mata
masyarakat Cilegon Banten lebih dikenal hanya sebatas lembaga pendidikan,
jarang yang mengenalnya sebagai sebuah organisasi massa (ORMAS). Hal itu
karena sebagai ORMAS, Al-Khairiyah pernah mengalami mati suri yang cukup
lama. Padahal, Al-Khairiyah telah berbaur langsung dengan masyarakat miskin,
yaitu mereka yang tidak dapat mengenyam pendidikan formal dan terlebih lagi
sepak terjangnya di kancah politik yang terus menggema, terutama pada
perjuangan ide dan gagasan, cultural meaning dan isu-isu kontemporer.23 Al-
Khairiyah juga terus berjuang dalam pembentukan mental masyarakat miskin
karena masyarakat miskin adalah kelompok sosial yang paling rentan terhadap
praktik syirik sebagaimana sabda Nabi “Hampir-hampir kemiskinan mendekati
kekafiran” (HR. Abu Na’im).
Pasca reformasi sebagaimana dikemukakan Jurdi, tumbuh dan
berkembang gerakan-gerakan sosial yang memanfaatkan khususnya peluang
politik yang dibuka dan diinisiasi oleh kaum kapitalis.24 Peluang di dunia politik
juga mengubah cara pandang organisasi masyarakat terhadap kondisi sosial di
lingkungan organisasinya, termasuk perubahan-perubahan yang signifikan dari
cara pandang Al-Khairiyah terhadap problem warga Al-Khairiyah adalah sebuah
reorientasi gerakan sosial.25 Al-Khairiyah di awal kembangkitannya pasca
reformasi merenungkan kembali arah gerakan dan berusaha mempertajam
wawasan guna menentukan sikap yang benar agar kesalahan di masa lalu tidak
terulang kembali. Al-Khairiyah berusaha untuk menemukan jati diri gerakannya,

A.C. Kruyt, Keluar dari Agama Suku masuk ke Agama Kristen, Penerjemah: Th. Van den End
(Jakarta: PT BPK Gunung Mulia), 11.
23
Charles Tilly, “Social Movement and (all sorts of) other political interactions-local,
national, and international – including identities”, Theory and Society, 27:4 ( Agustus, 1998), 453-
480
24
Jurdi, Gerakan Sosial Islam, 4
25
Reorientasi adalah peninjauan kembali wawasan (untuk menentukan sikap, dsb). Lihat.
J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia (Jakarta: Kompas, 2003),
309.
atau dalam bahasa David Osborne dan Peter Plastrik disebut sebagai “the core
strategy: creating clarity purpose”. 26
Kondisi beragama kurang mendapat iklim yang baik sejak zaman
pemerintahan kolonial. Nilai-nilai moral terancam oleh situasi lingkungan yang
merusak. Kini modernisasi yang dianggap sebuah kemajuan hanya menyentuh
pembangunan fisik. Padahal membangun masyarakat yang sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional tidak hanya mementingkan segi fisik/jasmani tapi juga
segi rohani, tidak hanya mementingkan material tapi juga spiritual.27
Menurut Perwiranegara setidaknya ada dua hal yang dapat dilakukan agar
ide keagamaan dapat dikembangkan di tengah-tengah masyarakat yang semakin
hari semakin terlihat kompleks, yaitu reformulasi konsep dan sosialisasi nilai
keagamaan. Nilai dan konsep inilah yang apda akhirnya menjadi daya tahan
bangsa dan Negara dalam membendung kerusakan moral bangsa di abad ini.28
Harapan formal terhadap agama dan umat beragama terutama adalah
mengatasi dampak dan ekses modernisasi yang menggilas keberadaan masyarakat
miskin. Umat Islam dituntut untuk dapat menyesuaikan diri terhadap proses
modernisasi. Di sini agama ditempatkan pada posisi defensif, yaitu harus
melayani tujuan dengan cara-cara modern. Apabila agama tidak mampu
menyesuaikan diri dan tidak berfungsi efektif dalam mengatasi dampak dan ekses
modernisasi, maka tentunya agama akan diperkirakan tidak lagi relevan dan
ditinggalkan.29
Problem bangsa Indonesia saat ini sebagai negara berkembang adalah
mulai berkurangnya pemahaman keagamaan pada generasi muda bangsa.
Kemunduran umat Islam selain disebabkan oleh dogmatisme dan sikap taqlid juga
disebagakan oleh keadaan umat Islam yang tidak lagi seluruhnya menjalankan

26
David Osborne dan Peter Plastrik, Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for
Reinventing Government (Massachusetts: Adison-Wesley, 1997), 75-114
27
Alamjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta:
Departemen Agama, 1982), 32
28
Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama, 40
29
M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan perilaku politik Bangsa – Risalah
Cendikiawan Muslim (Bandung: Mizan, 1999), 380-381
ajaran-ajaran Islam.30 Kekhawatiran Nigel Barber tentang sebuah keniscayaan
yang akan terjadi baik di negara-negara maju maupun berkembang, bahwa
sebagian besar orang akan menjadi atheis. Pada saatnya nanti, orang lebih
mengutamakan kondisi finansial dari pada agamanya. Agama, paling lambat akan
punah tahun 2041 mendatang.31 Prediksi Nigel perlu direspons dengan cepat oleh
organisasi-organisasi keagamaan termasuk Al-Khairiyah. Masyarakat miskin akan
melakukan segala cara untuk mendapatkan uang karena kebutuhan yang
mendesak, oleh karenanya akan melakukan apapun untuk mencapai hal tersebut
termasuk praktik syirik dan meninggalkan ajaran agama.
Al-Khairiyah sebagai gerakan sosial melakukan usaha-usaha untuk
membendung ekses modernisasi dalam membantu masyarakat miskin khususnya
agar tidak jatuh ke jurang kekafiran.32 Adanya gerakan-gerakan di bidang
ekonomi, politik, dan budaya yang gencar dikembangkan Al-Khairiyah kiranya
menjadi sebuah masalah penelitian yang menarik termasuk sejarah Al-Khairiyah
yang telah menjadi pusat perkembangan pemikiran di awal pendiriannya dan
memberi kontribusi memunculkan ide singkronisasi gerakan sosial di masa lalu
dan sekarang.
Gerakan sosial Al-Khairiyah yang pernah mati suri kini menjadi fenomena
dalam format baru. Gerakannya sekarang lebih pada memunculkan ide atau
gagasan untuk membantu warga Al-Khairiyah yang kurang mampu secara
ekonomi, mulai mengembangkan ekonomi warga dengan membuat sebuah Al-
Khairiyah (AK) Mart dengan harga khusus bagi warga yang tidak mampu, Klinik
Al-Khairiyah dengan daya tampung 20.000 BPJS khusus untuk warga Al-
Khairiyah yang kurang mampu, pembetukan Brigade Al-Khairiyah untuk

30
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam Sejaraha Pemikiran dan Gerakan
(Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 203
31
Muhammad Qorib, “Nyawa Agama tak Terhingga”, Suara Muhammadiyah, 19,
(Oktober, 2013), 26
32
Ekses modernisasi yang paling dirasakan oleh masyarakat Cilegon adalah hedonisme
yang memudarkan semangat kebersamaan. Program donasi yang digencarkan oleh Al-Khairiyah
salah satunya mengikis gaya hidup tersebut, program harus terus mengaji juga mencoba mencegah
agar anak-anak tidak sampai terhipnotis oleh gadget dan mengerti akan kewajiban-kewajibannya
sebagai seorang muslim, dan program da’wah melalui media online mampu menjangkau
masyarakat lebih luas lagi dalam memberikan pemahaman penggunaan fasilitas modern secara
lebih bijaksana.
membela hak-hak warga Al-Khairiyah yang tertindas khususnya di lingkungan
kerja,33 kajian keagamaan dari tingkat awam setiap sebulan sekali sampai ke
pengajian tingkat cendekiawan yang dilakukan setiap hari rabu, dan
mempersiapkan kader Al-Khairiyah yang berbakat di dunia politik mulai dari
Tingkat Regional sampai Tingkat Nasional. Berdasarkan fenomena yang muncul
pada studi pendahuluan maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian sampai
akhir bulan Desember 2020 dalam sebuah judul disertasi, yaitu: Reorientasi
Gerakan Sosial Organisasi Massa Al-Khairiyah Pasca Reformasi.

B. Organisasi Massa Besar di Indonesia


Dua organisasi besar di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah adalah
dua organisasi yang paling banyak diteliti. Para peneliti baik dari dalam negeri
maupun luar negeri yang sudah melakukan studi pada kedua organisasi massa
tersebut, antara lain adalah: Alfian dalam disertasi di Universitas Wisconsin
meneliti tentang pergerakan Muhammadiyah di Sumatera Barat dan Mitsuo
Nakamura dalam disertasi di Universitas Cornell (1983) menulis tentang gerakan
Muhammadiyah di Kota Gede Yogyakarta. Ali Haidar pada tahun 1994 menulis
tentang NU dan Islam di Indonesia dan Kacung Marijan pada tahun 1992 menulis
tentang NU kembali ke Khittah. Sebuah tulisan Dian Kurnia (2011) juga
mengulas tentang gerakan sosial Keagamaan dengan judul “Potret gerakan sosial
Keagamaan di Indonesia” tulisan tersebut memotret Muhammadiyah dan
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai gerakan sosial terbesar di Indonesia.34

33
Contoh: Terjadinya privatisasi pada anak perusahaan BUMN Krakatau Steel telah
banyak merumahkan para pekerja dan menambah pengangguran di kota Cilegon. Dampaknya
terjadi unjuk rasa dari para pekerja dan menimbulkan gejolak sosial, karena kebijakan perusahaan
dinilai tidak memihak kepada para pekerja. Tokoh-tokoh Al-Khairiyah melakukan negosiasi
mencarikan jalan keluar yang terbaik di antara kedua belah pihak. Sosok yang munculkan pada
saat itu adalah KH Fathullah Syam’un, putra KH Syam’un. Wawancara dengan KH Syahwandi
Damiri (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 8 Februari 2019.
34
https://diankurniaa.wordpress.com/2011/05/29/potret-gerakan-sosial-keagamaan-di-
indonesia-studi-deskriptif-organisasi-muhammadiyah-dan-nu. Diakses pada tanggal 11 Januari
2019 pukul 12.00 WIB
Selain itu menurut Affan Gaffar Ikatan Cendiekiawan Muslim Indonesia
35
(ICMI) juga termasuk salah satu organisasi massa yang juga banyak diteliti,
antara lain Syafi’i Anwar pada tahun 1995 menulis tentang ICMI dan Politik:
Optimisme dan Kekhawatiran dan Douglas Ramage pada tahun 1995 menulis
tentang Islam di Indonesia terutama tentang ICMI. 36
Pada tahun 2005 Emmanuel Karagrannis menulis sebuah penelitian
tentang gerakan sosial Keagamaan dengan judul “Political Islam and Social
Movement Theory: The Case of Hizb Ut-Tahrir in Kyrgyzstan”. Penelitian
tersebut menelaah gerakan Hizb ut-Tahrir yang disimpulkan bahwa Hizb ut-Tahrir
tergolong kelompok radikal di Asia Tengah. 37 Meriati (2016) juga menulis
penelitan menarik dengan judul “Gerakan sosial keagamaan berbasis Masjid: studi
pada Majelis Pagi Berbagi se-kota Palembang). Penelitian ini memotret fungsi
manajemen organisasi syari’ah pada organisasi keagamaan Majelis Pagi Berbagi
di Masjid Palembang.38 Kemudian Limas Dodi (2017) meneliti gerakan sosial
keagamaan yang berjudul “Metamorfosis gerakan sosial keagamaan: antara
polemik, desiminasi, ortodoksi, dan penerimaan terhadap ideologi Lembaga
Dakwah Islam Indonesia (LDII)”. Dalam penelitian tersebut diulas usaha-usaha
LDII dalam melepaskan dinamika masa lalu yang dianggap sesat dan
menyesatkan dan kemudian berusaha mengguakan paradigma baru dalam gerakan
sosialnya.39
Singh dan Qodir menjelaskan penelitian dua tokoh terkemuka di bidang
gerakan keagamaan. Pertama, Sartono Kartodirjo yang meneliti tentang gerakan
keagamaan di Jawa lebih kepada struktur-struktur ajaran Ratu Adil atau penantian

35
ICMI diprakarsai oleh Imaduddin Abdurrahim, seorang dosen ITB yang juga
merupakan mantan aktivis masjid Salman. Melalui komunikasi yang baik dengan intelektual muda
BJ Habibie pada bulan Desember 1990, ICMI berhasil diresmikan langsung oleh Soeharto. Lihat.
Gonda Yumitro, “Model dan Perkembangan Gerakan Revivalisme Islam di Indonesia Pasca
Reformasi,” Tantangan Sosial Politik Era Kekinian Kolaborasi Pemikiran Berbagai Perspektif,
diedit oleh Winda Hardyanti dan Demeiati Nur Kusumaningrum (Yogyakarta: Gre Publishing),
64.
36
Affan Gaffar, “Islam dan Negara sebagai bahan kajian” Islam dan Negara dalam
Politik Orde Baru, Abdul Aziz Thaba (Yogyakarta: Gema Insani Press, 1996), XIV-XV
37
Researchgate.net
38
Meriati, “Gerakan sosial Keagamaan Berbasis Masjid”, Kontekstualita,Jurnal
Penelitian Sosial dan Keagamaan, 32:2 (Desember, 2016)
39
Jurnal.stainponorogo.ac.id
datangnya juru selamat. Kedua, Dawam Raharjo yang meneliti Visi pada setiap
gerakan LSM dan ORMAS yang berbasis keagamaan. Kajian yang dilakukan
pada masa reformasi tersebut fokus pada gerakan keagamaan dan penguatan civil
society.40
Tulisan tentang Al-Khairiyah sendiri dapat dilihat dalam bentuk disertasi
di perpustakaan Al-Khairiyah, antara lain penelitian yang dilakukan oleh
Machdum Bachtiar (2014) dengan judul “Kepemimpinan K.H. Sjam’un (Tokoh
Agama, Pendidikan, dan Militer serta Perannya dalam Perubahan Sumber Daya
Manusia di Banten)” penelitian ini menelaah khusus kepemimpinan tokoh utama
Al-Khairiyah yang memiliki banyak peran selain sebagai kyai, beliau juga adalah
seorang prajurit yang diurai secara mendalam dalam studi pendidikan. Maftuh
(2015) dengan judul “Lembaga Pendidikan Al-Khairiyah di Banten (1916-1942) -
Pendekatan Sejarah Sosial” penelitian ini fokus pada tinjauan Al-Khairiyah
sebagai lembaga pendidikan modern di Banten. Penelitian Rahayu Permana
(2015) yang meneliti tentang “Implementasi Pembelajaran Sejarah Berbasis Nilai
Perjuangan K.H. Syam’un” penelitian ini juga fokus pada masalah pendidikan di
lingkungan Al-Khairiyah.
Beberapa jurnal yang terkait denga Al-Khairiyah antara lain karya Herry
Wiryono (2012) dengan judul “Perkembangan Perguruan Islam Al-Khairiyah
Cilegon Banten 1916-1950”. Penelitian ini mengulas perjalanan Al-Khairiyah dari
awal berdirinya sampai tahun 1950 dan berupaya mendeskripsikan beberapa hasil
dari perjuangan KH Syam’un dalam peningkatan sumber daya manusia berupa
lulusan Al-Khairiyah dan sistem pendidikan yang dibangun secara modern.
Penelitian Rahayu Permana dan Fahmi Hidayat (2018) dengan judul
“Kesepakatan PB Al-Khairiyah Cilegon dengan PT. Krakatau Steel Tahun 1974-
1978” yang meneliti tentang andil Al-Khairiyah dalam pembebasan lahan PT
Krakatau Steel. Penelitian Rahayu Permana dan Ahmad Suhaili (2019) dengan
judul “ A Study of Character Education Transformation in the History of Al-
Khairiyah through Expertise Course (MKK)” yang meneliti tentang transformasi

40
Bilveer Singh dan Zuly Qodir, Gerakan Islam Non Mainstream dan Kebangkitan Islam
Politik di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), 15-19
pendidikan karakter di Al-Khairiyah khususnya pada kajian sejarah Al-Khairiyah
di masa keemasannya.
Meninjau beberapa kajian dan penelitian tersebut, tampaknya semua
peneliti lebih fokus mengkaji Al-Khairiyah sebagai lembaga pendidikan dan tidak
ada penelitian yang fokus mengkaji Al-Khairiyah sebagai organisasi massa.
Sehingga, penelitian tentang “Reorientasi gerakan sosial organisasi massa Al-
Khairiyah Pasca Reformasi” belum ada yang melakukan, padahal konsep gerakan
sosial tersebut sangat erat dan merekat ketika dikaitkan dengan perjuangan bangsa
Indonesia. Dalam penelitian pada gerakan sosial organisasi massa Al-Khairiyah di
Kota Cilegon akan dideskirpsikan gerakan sosial Al-Khairiyah pasca reformasi,
dengan demikian diharapkan timbul kesadaran bagi warga Al-Khairiyah untuk
menambah semangat dalam memperjuangan Visi dan Misi Al-Khairiyah demi
kepentingan bangsa, negara dan agama.

C. Paradigma Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa


Suatu gerakan tidak hanya memobilisasi sumber daya dalam rangka
menuntut atau mengkritik pihak lain yang tidak sesuai dengan pemikiran, pola
pandang, Visi Misi, dsb. Lebih dari itu, mobilisasi dalam suatu gerakan juga dapat
dilakukan untuk menggali potensi yang ada dalam diri suatu komunitas tertentu
guna mencapai tujuan bersama. Adanya mobilisasi yang demikian menunjukkan
bahwa ada ragam gerakan yang dapat diidentifikasi dalam sebuah gerakan sosial
yang terjadi di suatu daerah tertentu. Keragaman gerakan tersebut tentu akan
sangat berbeda daru satu daerah dengan daerah yang lain, karena ditunjang
dengan ragam perilaku, kultur, budaya, agama, suku, ras, dsb.
Gerakan sosial secara umum memiliki dua pendekatan yaitu pendekatan
gerakan sosial lama/ klasik dan gerakan sosial baru. Masing-masing memiliki
ruang lingkup tersendiri sebagaimana yang digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.1
Pendekatan Gerakan Sosial

Reorientasi Gerakan Sosial

Baru Klasik

1. Sifat Gerakan
2. Obyek Kritikan
3. Model Gerakan
4. Partisipan
5. Ideologi
6. Relasi

Organisasi Massa Al-Khairiyah

Gerakan sosial setidaknya memiliki tiga titik kajian dengan tokoh utamnya
masing-masing. Pertama, Michael Useem dengan teori tindakan kolektif
terorganisasi yang ditunjukan dengan adanya perubahan sosial. Kedua, McAdam
dkk merinci pada pendistribusian yang bernilai secara sosial. Ketiga, Charles Tilly
melengkapi dengan perubahan melalui interaksi yang mengandung perseteruan
dan berkelanjutan di antara Warga Negara dan Negara.41
Teori Tilly yang fokus pada terjadinya ketidakharonisan antara rakyat
dengan pemerintah mengidentikkan Gerakan sosial Al-Khairiyah sebelum
kemerdekaan, masa Orde Lama, dan Orde Baru. Gerakan yang berfokus pada
kritik terhadap pemeritah baik yang dilakukan secara organisasi maupun
perorangan. Di masa penjajahan umat Islam menjadi kekuatan utama bangsa
Indonesia yang kerapkali mengkritik kekuasaan kolonial Belanda dan Jepang
sampai pada tahap pemberontakan-pemberontakan. Teori tersebut juga didukung
oleh ahli lain seperti William Kornblum yang mengatakan bahwa secara teoretis
gerakan sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari dan atas prakarsa
masyarakat dalam usaha menuntut perubahan institusi, kebijakan atau struktur
pemerintah.42 Kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan kehendak
masyarakat atau bahkan bertentangan akan menjadi sasaran kritik masyarakat
karena gerakan sosial lahir dari masyarakat.
Pandangan Kornblum tersebut menunjukan suatu klarifikasi sosial dengan
kriteria tujuan yang hendak dicapai. Salah satu kriteria yang ditunjukan Kornblum
adalah Gerakan Revolusioner (revolutionary movement), yaitu gerakan sosial
yang bertujuan mengubah institusi dan stratifikasi masyarakat. 43 Revolusi di Rusia
(1917) dan Tiongkok (1949) adalah contoh terjadinya perubahan sistem budaya,
sosial, politik, dan ekonomi lama dengan sistem komunis.

41
Astrid S Susanto dan Sunarto, Masyarakat Indonesia Memasuki Abad Ke Dua Puluh
Satu, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1998), 21
42
Kornblum, William dan Carolyn D Smith, Sociology in a changing world (New York:
Thomson Wadsworth, 2008), 233-236
43
Kornblum dan Smith, Sosiology in a Changing World, 250. Kriteria Kornblum yang
dibedakan yaitu: conservative movement, reactionary movement, reformist movement, dan
revolutionary movement. Reformist movement: Gerakan yang bertujuan mengubah sebagian
institusi dan nilai seperti gerakan Boedi Oetomo yang memberikan pendidikan Barat secara
formal. Conservative movement: Gerakan yang bertujuan mempertahankan institusi dan nilai
seperti gerakan perempuan STOP-ERA di Amerika Serikat yang menentang gerakan feminis.
Reactionary movement: Gerakan yang bertujuan kembali ke institusi dan nilai di masa lampau dan
meninggalkan institusi dan nilai di masa kini seperti gerakan Ku Klux Klan di Amerika Serikat
yang mendukung keunggulan orang kulit putih.
Pada masa Orde Lama kedekatan presiden Soekarno dengan Partai
Komunis berujung pada terbentuknya Partai Masyumi yang merupakan kesatuan
dari seluruh organisasi massa (ORMAS) Islam pada saat itu untuk mengimbangi
gerakan Komunis yang merongrong pemerintahan. Seluruh organisasi massa
termasuk Al-Khairiyah hadir untuk sama-sama mengkritik pemerintah agar
mewaspadai gerakan Komunis yang sangat membahayakan pemerintah.
Pada masa Orde Baru menurut Mahmuddin umat Islam sering dianggap
sebagai pemberontak dan karena hal itu, segala bentuk aktivitas yang dilakukan
oleh umat Islam selalu diawasi oleh negara. Perkembangan organisasi-organisasi
keagamaan sangat terbatas, ada pengawasan dan pengaturan yang ekstra ketat.
Beberapa kelompok umat Islam bahkan ingin ditumpas dengan beragam cara oleh
penguasa Orde Baru. Berbagai peristiwa besar bermunculan sebagai upaya
pemberangusan kegiatan atau aktivitas umat Islam, seperti peristiwa tanjung priok
tahun 1984, tragedi lampung tahun 1989, penerapan Daerah Operasi Militer
(DOM) di Aceh dan lain-lain. Sikap buruk negara pada masa Orde Baru yang
ditunjukan kepada umat Islam menyebabkan umat Islam mendapat momentum
yang tepat dengan adanya Era Reformasi.44
Pasca reformasi adalah era kebebasan dalam mengutarakan pendapat.
Siapun boleh mengekspresikan segala aktivitas, termasuk gerakan sosial.
Pemerintah lebih permisif dalam menerima kritikan dan saran dari rakyatnya.
Sementara itu, gerakan sosial (social movement) seolah memiliki dinamika sendiri
dalam perjalanannya, diawali dengan gerakan politik yang fokus pada target
khusus yaitu negara melalui pendekatan politik (political approach). Negara
menjadi target kerena menjadi pemilik satu-satunya otoritas (source of power).45
Sebaliknya, suatu gerakan yang justru mendukung pemerintah juga dapat
dikatakan sebagai gerakan sosial. Suatu gerakan tidak harus muncul dari
masyarakat bahkan bisa jadi munculnya disebabkan dari hasil rekayasa para

44
Mahmuddin, ”Formalisme Agama dalam Perspektif Gerakan sosial”, Jurnal Diskursus
Islam, 3:1, (2015), 41
45
Elizabeth A. Armstrong, “Culture, Power, and Institutions: A Multi-Institutional
Politics Approach to Social Movements”, Sociological Theory, 26:1 (Maret, 2008), 74-94
pejabat pemerintah atau penguasa.46 Sekarang kondisi tersebut telah berubah
menjadi sebuah gerakan baru (new social movement) yang gerakannya lebih
kepada isu-isu seperti lingkungan, gender, dsb.47
McAdam dan Snow memotret gerakan sosial yang berbasis pada institusi
dan cultural meaning sebagai perkembangan gerakan sosial baru
mengelaborasikan teori-teori secara lebih komprehensif untuk membingkai
sebuah gerakan, yaitu dengan mengintegrasikan antara teori political opportunity
structure, resouce mobilization, dan collective action frames. Pandangan
McAdam dan Snow ini yang akan dijadikan grand theory dalam penelitian ini.48
Pada dimensi kesempatan berpolitik akan diungkapkan bagaimana Al-
Khairiyah memanfaatkan peluang tersebut untuk ikut serta andil di kancah politik
yang di era Orde Baru terkesan represif dengan alasan menjaga kestabilan politik.
Gerakan Al-Khairiyah di bidang ekonomi akan dikupas pada dimensi mobilisasi
sumber daya. Kekuatan Al-Khairiyah dari segi pendanaan dalam
menyelenggarakan aktivitas gerakan juga turut dipotret secara lebih mendalam.
Sementara pengemasan idiologi Al-Khairiyah dan display aktor-aktor gerakan
akan dilihat pada dimensi framing gerakan kemanusiaan.
Mahmuddin lebih jauh mengungkapkan strategi gerakan keagamaan masa
depan yaitu dengan kemampuan merespon permasalahan kontemporer,
mengembangkan strategi dan tujuan gerakan, dan menghilangkan sifat ideologis.
Dengan ketiga strategi tersebut diharapkan sebuah gerakan keagamaan dapat
memberikan pembelaan (advokasi) khususnya bagi anggota yang tidak sanggup
membela hak-haknya, mengembangkan pendidikan dan ekonomi, dan juga ikut
serta mengontrol terhadap kebijakan negara.49
Cara pandang Al-Khairiyah dalam mempertahankan ideologi dapat
dijelaskan dengan teori Syafii Anwar yang menggolongkan gerakan sosial Islam

46
Juwono Sudarsono (ed), Pembangunan Politik dan Perubahan Politik (Jakarta:
Gramedia, 1976), 24-25.
47
Charles Tilly, “Social Movement and (all sorts of) other political interactions-local,
national, and international – including identities”, Theory and Society, 27:4 ( Agustus, 1998), 453-
480
48
Doug McAdam dan David A. Snow, Social Movement: Reading on Their Emergence,
Mobilization, and Dynamics, (US: Roxbury Publishing Company, 1997)
49
Mahmuddin, Formalisme Agama dalam Perspektif Gerakan sosial, 46
yang ada di Indonesia ke dalam lima kelompok, yaitu: 1) Keompok
Fundamentalis-Radikal, Kelompok ini dinilai sangat ekstrim karena
pemahamannya cenderung bersifat absolut pada teks klasik Islam. Orientasi
pemikirannya cenderung tekstual sehingga terlihat kaku. 2) Kelompok Formalis-
Simbolik, Kelompok ini memunculkan makna-makna simbolik dalam
pemikirannya sehingga lebih sering memaknai teks secara kontekstual dan
memilih interpretasi baru yang lebih kekinian dalam menentukan sikap dalam
pemikiran-pemikiran yang terbuka dengan segala bentuk kritik. 3) Kelompok
Rasional-Inklusif, Kelompok yang cenderung terbuka dan lebih mendahulukan
pemikiran secara logis dari pada mengacu pada suatu teks tertentu dari ayat-ayat
suci maupun hadits nabi. Hasil pemikiran seolah dinilai sama dengan suatu teks
tertentu jika dikemukan oleh orang yang memiliki kecerdasan tertentu. 4)
Kelompok Emansipatoris-Transformatif, Sebuah kelompok yang cenderung
kepada misi Islam yang dinilai lebih kepada kemanusiaan dan pemberdayaan
(profetik). Masyarakat menurut kelompok ini harus ditransformasikan secara
norma dan etik sehingga unggul dibidang sosial dan ekonomi. 5) Kelompok
Liberal, Kelompok ini lebih mengutamakan pada penilaian bahwa Islam adalah
pengisi kehidupan utama dalam masyarakat sehingga harus diarahkan pada hal-
hal komplementer dalam kehidupan.50
Teori yang dikemukakan oleh Denny JA digunakan untuk mengurai
penyebab utama atau motivasi gerakan sosial Al-Khairiyah, mulai dari adanya
peluang untuk melakukan gerakan karena adanya kesempatan yang sangat terbuka
di Era Reformasi, atau karena adanya ketidakpuasan yang dialami oleh warga Al-
Khairiyah sehingga tertuntut untuk melakukan gerakan-gerakan tertentu, atau
karena adanya sosok figur pemimpin yang kharismatik yang memiliki pengikut
yang loyal sehingga gerakan sosial Al-Khairiyah muncul dan terus
berkesinambungan selama Era Reformasi. Sebagai teori pelengkap pada gerakan
sosial Al-Khairiyah yang sekarang terjadi pada sebuah negara yang menganut
demokrasi maka teori Denny JA tentang adanya kesempatan, ketidakpuasan dan

50
Lihat, Syarifuddin Jurdi, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern: Teori, fakta dan
aksi sosial (Jakarta: Kencana, 2010), 116-120
adanya tokoh penggerak atau pemimpin diangkat untuk dijadikan sebagai middle
theory.51
Penulis juga memotret suatu keragaman di masyarakat sekarang yang juga
memerlukan pendekatan analisis holistik, hal itu dilakukan agar hasil yang dicapai
menjadi ukuran pertimbangan dalam memecahkan setiap masalah yang bermula
dari adanya konflik sosial karena kesalahpahaman antara anggota kelompok sosial
tertentu. Dalam memahami masalah perilaku sosial digunakan pendekatan
fenomenologis sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Joachim Wach. 52
Sehingga dalam penelitian ini digunakan teori perilaku sosial Joachim Wach
sebagai middle theory.
Joachim Wach dalam sebuah teori perilaku sosialnya menjelakan tiga
dimensi yang berkaitan dengan ajaran yaitu doktrin, aktivitas rutin, dan
komunitas. Doktrin terpenting dalam ajaran Al-Khairiyah yang menjadi khittah
akan didalami dengan menelusuri dasar keilmuan sang pendiri yang merupakan
murid terbaik dari Rasyid Ridha yang akar keilmuannya bermuara kepada sang
pembaharu internasional yaitu Muhammad Abduh. Doktrin ajaran yang tersirat
adalah uraian mengenai cara mengembangkan kehidupan sosial politik, ekonomi,
dan budaya.
Teori Wach mengenai aktivitas rutin akan ditentukan dengan ukuran
aktivitas progresif yang mengandung sikap humanis, inklusif, dan dialogis. Cara
beragama yang humanis berarti mengembangkan sikap yang mengedepankan
penghargaan terhadap manusia tanpa melihat ideologi atau latar belakang suku
serta ras orang lain. Cara beragama yang inklusif berarti sikap keberagamaan yang
terbuka terhadap pemahaman orang lain dan mampu menghargai pemahaman
tersebut. Cara beragama dialogis adalah beragama dengan mengedepankan model

51
Noer Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga (Yogyakarta: Insist
Press, 2005), 21.
52
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama (Bandung: Pustaka Ilmu, 2000), 121.
Fenomenologi termasuk ke dalam lapangan metodologi di dalam studi agama. Sarjana yang mula-
mula mengaplikasikan metodologi ini adalah W.B. Kristensen. Fenomenologi yang disebut berasal
dari bahasa Yunani memiliki arti yang muncul dengan sendirinya. Lihat. Zakiah Darajat, dkk,
Perbandingan Agama (Jakarta: Direktoran Pembinaan perguruan Tinggi Agama Islam, 1982), 14.
dialog, yaitu tidak memaksakan kehendak, gagasan, atau ide yang dimiliki agar
mencapai kerukunan dalam pergaulan hidup sehari-hari.53
Setiap ajaran organisasi keagamaan memiliki aktivitas rutin yang di
lakukan, sebagai contoh di Al-Khairiyah, setidaknya melakukan kegitan pengajian
untuk warga Al-Khairiyah setiap sebulan sekali di lingkungan Al-Khairiyah,
dengan cara mengundang secara bergiliran para tokoh Al-Khairiyah dari seluruh
pelosok negeri untuk menjadi pembicara. Secara khusus ada pengajian para tokoh
serta guru besar yang setiap hari rabu siang di lakukan secara rutin. Para ulama
membahasa kajian tafsir dan hadits secara komprehensif dan mendalam, demikian
halnya dalam mengkaji alat, yaitu mengkaji kitab-kitab dalam rangka memperkuat
pemahaman bahasa arab. Kegiatan pengajian tersebut secara lebih mendalam akan
diobservasi lebih lanjut, mengingat pentingnya kegiatan rutin yang dilakukan
untuk mengukur eksistensi Al-Khairiyah pasca reformasi.
Warga Al-Khairiyah adalah sebuah komunitas khusus yang dinisbatkan
kepada seluruh masyarakat alumni Al-Khairiyah dari segi pendidikan formal serta
masyarakat luas yang secara rutin mengikuti pengajian di lingkungan Al-
Khairiyah. Interaksi sosial akan terlihat dengan jelas ketika warga Al-Khairiyah
berkumpul dalam satu majelis dan berdiskusi tentang isu-isu kontemporer yang
sedang berkembang di negeri ini. Secara umum interaksi antar warga, warga
dengan Pengurus Besar, dan warga Al-Khairiyah dengan masyarakat umum dapat
diamati dalam ruang-ruang pengajian di lingkungan Al-Khairiyah. Lenski
mengelompokkan konsep tentang masyarakat ke dalam dua kategori, yaitu
masyarakat geografis dan masyarakat kultural.54 Warga Al-Khairiyah jika ditinjau
dengan teori tersebut tergolong ke dalam masyarakat yang dipertimbangkan
terkategori sebagai masyarakat kultural, karena tergolong sebagai masyarkat
agamis yang memiliki kultur tersendiri, berbeda dengan masyarakat agamis
lainnya.
Teori Touriane lebih rinci menggolongkan masyarakat ke dalam empat
tipe, yaitu agraris (antar pekerja dan tuan rumah), merkantilis (antar budak dan
53
Mahmuddin, Formalisme Agama dalam Perspektif Gerakan sosial, 46
54
Nolan, Patrick dan Gerhard Lenski, Human Societies: An Introduction to
Maerosociology (Kogakusha: Paradigm Publishers, 2008), 55
saudagar), industri (antar buruh dan pemodal), dan terprogram (lebih beragam
dengan peran yang berbeda-beda),55 maka masyarakat Cilegon dapat
dikategorikan sebagai masyarakat industri karena hampir di setiap sudut kota di
lingkari oleh perusahaan-perusahaan raksasa sehingga pertarungan antara buruh
dan pemodal lebih sering terjadi sebagai pertentangan abadi.
Teori gerakan sosial menganggap bahwa semua fenomena yang
berhubungan dengan manusia merupakan tafsir sosial (socially constructed), 56
termasuk fenomena yang terjadi pada warga Al-Khairiyah. Di dalam tafsir sosial
terdapat beragam aktivitas dan pertukaran informasi (ajaran) yang tidak dapat
lepas dari dari makna-makna57 simbolik58 yang terdapat dalam ajaran tersebut dan
untuk mengungkapnya digunakan range theory dari teori simbol Clifford Geertz.
Secara khusus teori ini mencoba untuk menangkap makna-makna kebudayaan
melalui tafsir simbol-simbol yang setiap saat dan tempat dipergunakan orang
dalam kehidupan umum.59 Geertz memahami bahwa setiap obyek baik berupa
pemikiran, tindakan, rasa, peristiwa, tulisan dsb mempunyai makna simbolik yang
perlu ditafsirkan selaras dengan pemikiran Dillistone yang mengatakan bahwa
setiap simbol mempunyai makna-makna yang memerlukan sebuah interpretasi.60
Teori tafsir budaya simbolik yang digagas oleh Geertz meletakkan kebudayaan
sebagai sesuatu yang kontekstual dan semiotik sehingga kebudayaan ditafsirkan
dengan pemaparan konfigurasi atau sistem simbol yang memiliki makna
61
mendalam dan holistik.

55
Alain Touriane, The Workers Movement, (Cambridge: Cambridge University Press,
1987), 127
56
Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga, 41
57
Menurut Geertz, makna adalah sebuah penjelasan dan penguraian atas segala sesuatu
ekspresi-ekspresi (tindakan, gejala dan peristiwa) sosial. Ia menjelaskan bahwa dalam setiap
permukaan ekspresi-ekspresi kehidupan sosial terdapat jaringan-jaringan makna yang memerlukan
terkaan-terkaan yang bersifat interpetatif. Lihat Clifford Geertz, Tafsir Kebudayaan, Penerjemah:
F. Budi Hardiman, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 5-6.
58
Simbol dalam salah satu pengertiannya adalah kata, tanda, isyarat yang digunakan
untuk mewakili esuatu yang lain. Dalam sejarahnya penggunan simbol ini mencakup dua wilayah.
Pertama, wilayah pemikiran dan praktik keagamaan. Kedua, dalam sistem pemikiran logis dan
ilmiah. Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 2002), 1007-1008
59
Geertz, Tafsir Kebudayaan, 15 dan 21-22.
60
F.W Dillistone, The Power of Symbol, Daya Kekuatan Simbol, Penerjemah: A.
Widyamartaya, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 116.
61
Geertz, Tafsir Kebudayaan, 3-7 dan 17.
Teori tafsir budaya simbolik akan diperkuat dengan teori atribusi dalam
psikologi sosial. Tokohnya yang terkenal adalah Fritz Heider yang menjelaskan
bahwa perilaku seseorang dapat dijelaskan penyebabnya dengan teori atribusi,
baik yang disebabkan oleh keadaan internal seperti motif dan sikap atau keadaan
eksternal. Jika seorang warga Al-Khairiyah melakukan tindakan mengkritik
pemerintah secara internal dapat dikaji penyebabnya, antara lain memiliki sifat
pemberontak dan memiliki keilmuan yang cukup. Secara eksternal dapat
dimungkinkan karena kondisi lingkungan masyarakat yang memprihatinkan
secara ekonomi atau pergaulan dengan kelompok garis keras. Seorang peneliti
dapat mengatribusi suatu tindakan seseorang karena adanya daya personal yang
dimiliki oleh orang-orang yang sedang diteliti yang memiliki kemampuan dalam
bertindak, mempunyai niat dalam melakukan, dan bersuaha untuk menyelesaikan
tindakan tersebut, sampai peneliti memiliki anggapan bahwa tindakan tersebut
berhubungan dengan sifatnya atau karena adanya daya lingkungan. Menurut
Heider setiap individu pada dasarnya adalah seseorang ilmuwan semu (pseudo
scientist) yang berusaha untuk mengerti tingkah laku orang lain dengan
mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka
tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain
bertingkah laku tertentu.62

62
http://dictio.id. Diakses pada tanggal 10 Januari 2019 pukul 12.12 WIB
BAB II
SEJARAH AL-KHAIRIYAH

Charles Tilly menganggap rentang sejarah sebagai bagian terpenting


dalam melihat suatu gerakan sosial, bagi Tilly terdapat perbedaan yang jelas
antara gerakan sosial dengan aktivitas lainnya setelah meneliti dan mengkaji
sejarah dari suatu aktivitas atau kegiatan suatu gerakan. Gerakan sosial jelas
berbeda dengan kampanye pemilihan umum, perayaan hari pahlawan, peragaan
kekuatan militer, maupun perkabungan nasional. Jadi, buat Tilly tidak semua
bentuk aksi gerakan populer, aksi rakyat yang mengatasnamakan suatu hal dan
semua orang serta organisasi yang mendukung hal-hal tersebut bisa disebut
sebagai gerakan sosial.63

A. Pemikiran Timur Tengah


Awal abad ke XIX kaum muslimin membangun kembali kejayaan Islam
dengan gagasan modernisme dan reformisme atau gagasan pembaharuan dalam
Islam dengan semboyan “kembali kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits”.64 Ulama
pembaharu pertama dari Damaskus, Syiria, Ibn Taimiyah (1263-1328) bersama
murid sekaligus sahabatnya, Ibn Qayyim Al-Jauziyah (1292-1350). Meskipun
gerakan mereka selama kurang lebih empat abad tidak ada yang merespon, namun
gagasan mereka populer di kemudian hari.65 Seratus tahun sebelumnya juga telah
lahir seorang pemikir pembaharuan yaitu Al-Ghazali. Nama lengkapnya adalah
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali (1059-1111 M),
lahir di Thus, Khurasan Persia.66 Dengan tegasnya menyatakan: “Janganlah anda
mengenal kebenaran melalui para tokoh, tetapi kenalilah kebenaran, otomatis anda
akan mengetahui ahlinya. 67 Carilah kebenaran melalui analisa, jangan melalui
sikap mengekor (taqlid), sebab kebijaksanaan (al-hikmah) adalah barang hilang

63
Charles Tilly, Social Movement 1768-2004 (London: Paradigm Publishers, 2004), 7
64
Mustafa Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, (Yogyakarta: Persatuan
Yogyakarta, 1988), 15
65
Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 15
66
Thaha Abdul Baqi Surur, Imam Al-Ghazali Hujjatul Islam, Penerjemah, LPMI, (Solo:
CV Pustaka Mantiq, 1988), 13
67
Surur, Imam Al-Ghazali Hujjatul Islam,106
milik orang beriman, oleh sebab itu, ia berhak untuk mengambilnya di mana saja
dia temukan”.68
Ketiga tokoh tersebut mendapat posisi terhormat di kalangan umat Islam
abad XX sebagai ulama Islam yang pertama kali membuka alam pemikiran umat
setelah lama hidup dalam kegelapan berfikir. Di Saudi Arabia (Nejd) ada
Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) yang terkenal dengan Gerakan
Wahabi atau Golongan Muwahhidah dibantu sahabatnya, negarawan Ibn Su’ud
dan Abdul Aziz.69
KH Syam’un mendapatkan pencerahan dari ulama-ulama timur tengah,
sebagai contoh di Universitas Al-Azhar, Kairo, Ia mendapat bimbingan dari ulama
terkenal, Muhammad Rasyid Ridha, pemikir pembaharuan Islam.70 Pemikiran
Ridha diperkirakan sangat mendominasi pola pandang KH Syam’un dalam
pemberdayaan SDM yang ada di Pesantren Al-Khairiyah.
Muhammad Abduh, pembaharu kelahiran Mesir adalah alumni Universitas
Al-Azhar dengan predikat ‘Alim dan menjadi dosen di almamaternya tersebut.71
Abduh mengubah Al-Azhar serupa dengan universitas-universitas yang ada di
Eropa. Abduh berhasil memasukkan pelajaran umum seperti matematika dan ilmu
bumi di Al-Azhar.72 Pemikiran Abduh yang menentang dualisme atau dikotomi
dalam sistem pendidikan agama dan umum,73 berhasil diwarisi KH Syam’un
melalui murid kesayangan Abduh, yaitu Rasyid Ridha, pembaharu kelahiran
Libanon yang pernah melakukan perang pemikiran (ghazwatul fikr) terhadap
pemerintah absolut dari Kerajaan Turki Utsmani, Inggris, dan Perancis. 74
Tafsir karya Abduh adalah Tafsir Al-Manar. Pemikiran Abduh banyak
tertuang dalam sebuah majalah, Al-Urwah Al-Wusqa.75 KH Ahmad Dahlan,
pendiri Muhammadiyah (1912) juga memiliki kesan tersendiri dengan Tafsir Al-

68
Surur, Imam Al-Ghazali Hujjatul Islam,108
69
Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam,16
70
Lihat, Hikmatullah A Syam’un, Brigjen KH Syam’un, Suara Al-Khairiyah, 5 (Mei-Juni
2014), 7
71
Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam,19
72
Lihat, Rahayu Permana, Sejarah Al-Khairiyah (Cilegon: PB Al-Khairiyah, 2017), 3
73
Lihat, Permana, Sejarah Al-Khairiyah, 2
74
Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 21
75
Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 21
Manar karya M. Abduh dan Rasyid Ridha.76 Sistem pembaharuan di
Muhammadiyah juga tentunya didominasi oleh pemikiran kedua tokoh tersebut. 77
Salah satunya adalah Gerakan Tajdid.78 Sebuah kata yang digunakan oleh
Gerakan Pembaharuan dalam dunia Islam selain kata Ishlah pada saat itu.79
Berdasarkan hal tersebut KH Syam’un tidak ragu untuk mengirimkan
santri-santri terbaiknya ke Timur Tengah agar bangsa Indonesia bisa bangkit dari
Zaman kebodohan ke zaman yang terang benderang, santri-santri tersebut antara
lain:
1. Pada tahun 1933, K.H. Syam’un sendiri yang mengantarkan dua orang
santri untuk belajar di Universitas Al-Azhar Mesir, yaitu Abdul Fatah
Hasan dan Muhammad Syadeli Hasan80
2. Pada tahun 1956, Al-Khairiyah mengirimkan empat orang santri
terbaiknya, yaitu Rahmatullah Syam’un, Qurtubi Janah, Abdul Wahab
Afif, dan Sufri Muslim.81
3. Pada tahun 1960, Al-Khairiyah mengirim tiga orang santri terbaiknya,
yaitu Fatullah Syam’un, Syamhudi Abduh, dan Muhammad Saju Razak82
4. Pada tahun 1974, Al-Khairiyah melalui Akademi Ilmu Al-Qur’an
memberangkatkan dua orang santri ke Mesir yaitu, Rahimi Misja dan

76
Muhammad Abduh (1849-1905), dan Rasyid Ridha (1856-1935) adalah pendukung
Gerakan Muhyi Atsaris Salaf yang lebih dikenal dengan Gerakan Salafiyah sekitar abad XIX yang
dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani yang lahir di dekat Kabul, Afganistan tahun 1838 dan
wafat di Istambul, Turki tahun 1897. Tujuan gerakan tersebut adalah demi tegaknya kemuliaan
Islam dan kaum muslimin (izzul Islam Wal Muslimin). Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai
Gerakan Islam,17-18. Izzah adalah sesuatu yang berlawanan dengan ghurur (perasaan yang
keliru), ‘ujub (mengagumi diri sendiri), atau takabbur. Tapi, izzah adalah perasaan mulia ketika
menghadapi orang-orang yang takabbur, orang-orang yang berbangga dengan kekayaan, atau
kekuatan, keturunan, atau jumlah besar, atau kebanggaan-kebanggaan lain yang bersifat duniawi.
Izzah adalah bangga dengan iman, dan bukan dengan dosa dan permusuhan. Suatu perasaan mulia
yang bersumber dari Allah dan tidak mengharapkan sesuatu apapun dari manusia, tidak menjilat
kepada orang yang berkuasa. Lihat. Yusuf Al-Qardlawi, Metode dan Etika Pengembangan Ilmu
Perspektif Sunnah, Penerjemah, Kamaludin A Marzuki (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset,
1991), 78
77
Kamal dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, 30 dan 38
78
M Muchlas Abror, “Muhammadiyah dan Kesatuan”, Suara Muhammadiyah, 19 (1-15
Oktober 2013), 26
79
John O, Voll, lihat, Permana, Sejarah Al-Khairiyah, 2
80
Mufti Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un (Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Banten, 2015), 97
81
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 97
82
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 97
Mahfud Adra’i, melalui Institut Agama Islam Negeri Serang yaitu
M.Ramli Rasyidi.83
5. Pada tahun 1975, Al-Khairiyah mengirimkan tiga santrinya kembali yaitu,
Salimuddin AR, Syam’un Abduh, dan Sulaiman Yasin
6. Pada tahun 1978, Al-Khairiyah mengirimkan satu orang santri yaitu
Muhammad Amin Syibromalisi
7. Pada tahun 1979, Salah seorang santri Al-Khairiyah, Sanggiti Sohari
berangkat ke Mesir
8. Pada tahun 1980, salah seorang santri Al-Khairiyah, Ade Syam’un Syadeli
Hasan berangkat ke Mesir
9. Pada tahun 1981, M.Shobri Fayumi Thawil berangkat ke Mesir dan Udi
Mufrodi Mawardi berangkat ke Iraq
10. Pada tahun 1982, Dimyati Syuja’i berangkat ke Mesir

Al-Khairiyah didirikan oleh seorang pribadi yang kuat, ulet, tegas dan
tekun, yaitu K.H. Syam’un. Awalnya KH Syam’un merencanakan pendirian
Pesantren di Ambon. Namun, atas saran keluarga, akhirnya didirikan di Cilegon
dengan pertimbangan agar dapat dibantu oleh Syeikh Tsabit (kakak sepupu KH
Syam’un).84 Nama Al-Khairiyah diambil dari nama sebuah bendungan di sungai
Nil yang bernama Qanatir Al-Khairiyah yang berada di Provinsi Qolyubiyah,
Mesir. Pengambilan nama tersebut diharapkan akan menambah semangat juang
warga Al-Khairiyah di dunia pendidikan dan membawa manfaat yang besar bagi
masyarakat, agama, dan Negara, sebagaimana bendungan tersebut memberi
manfaat yang besar bagi masyarakat Mesir.85
Pengalaman K.H. Syam’un menimba ilmu baik di Mekah maupun di Cairo
menjadikannya sebagai tokoh pendidikan yang disegani para ulama di Banten
pada zamannya. Alumni Al-Khairiyah hampir semuanya dapat mengusai ilmu
agama secara mendalam dan menjadi para ulama. Generasi pertama hasil

83
Keterangan M. Shobri Fayumi, lihat Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 97-98
84
Mustofa dalam Wawancara dengan H. Abduh Razak di Cilegon 24 Januari 2019
85
H. M.A. Tihami, lihat Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 48
didikannya banyak yang menjadi tokoh-tokoh penting di daerahnya masing-
masing dan menjadi pejuang kemerdekaan.
Menurut K.H. Syam’un pendidikan merupakan salah satu cara yang efektif
untuk mengatasi segala persoalan hidup dan dapat dirasakan oleh masyarakat
luas.86 Ungkapan tersebut menjadi landasannya dalam membangun lembaga
pendidikan untuk pertama kalinya dalam bentuk Pondok Pesantren.
Menurut Ki Hajar Dewantara sistem pondok Pesantren memiliki banyak
kelebihan selain karena murah biayanya, juga interaksi edukatif antara kyai dan
santri terjadi selama 24 jam terus menerus.87 Bagi K.H. Syam’un Sendiri
Pesantren memberikan lingkungan yang baik bagi pematangan pikiran. Pada
periode awal Ia hanya memiliki santri 16 orang. 88 Santri-santrinya berdatangan
dari daerah-daerah sekitar Banten, seperti Serang, Pandeglang dan
89
Rangkasbitung. Para santri yang sudah merampungkan studinya dibaiat untuk
mengembangkan pendidikan Islam di daerah tempat tinggalnya masing-masing.90
Santri-santri didikan Pesantren awal ini kelak memainkan peran yang
sangat besar bagi perkembangan pendidikan Islam di wilayah Banten. Nama-
nama santri tersebut adalah: K.H. Ahmad Ambon, K.H. Ali Jaya, K.H. Masria,
K.H. Sahim, K.H.Sidik, K.H. Abu Bakar, K.H. Sohari, K.H. Syadeli Hasan, K.H.
Fatah Hasan, K.H. Sibromalisi, K.H. Ali Bakar, K.H. Ali Pandeglang, K.H.
Halimi Kubang Kure, K.H. Halimi Tegal Padang, K.H. Jasura Kamasan,
K.H.Amin Gunung Sari.91
Para santri hasil didikan K.H. Syam’un generasi pertama, banyak yang
menjadi ustadz/guru di Madrasah92 Al-Khairiyah masa awal. Mereka tidak hanya

86
Keterangan Sarbini Lihat Rahayu Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan
dan Perjuangannya (Yogyakarta: Eja_Publisher, 2016),20
87
Lihat Aguslani Muslih, “Integrasi Kurikulum Pesantren ke dalam Madrasah Aliyah”,
Suara Aliyah, 5, (Desember 1998-Januari 1999), 6
88
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
89
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa (Cilegon: PB Al-
Khairiyah, 1984), 2-3.
90
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 3.
91
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
92
Madrasah adalah sekolah yang menggabungka mata pelajaran agama dan umum dalam
kurikulumnya. Lihat Howard M. Federspiel, Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia
memiliki kompetensi akademik yakni penguasaan ilmu agama yang mendalam
dan profesional yaitu berupa rasa keterpanggilan untuk menularkan ilmunya pada
orang lain. Tapi, mereka juga memiliki kompetensi personal yang keberadaannya
tidak hanya mentransfer pengetahuan. Jauh dari pada itu, mereka menanamkan
sikap dan nilai-nilai yang dapat memotivasi siswa. Terpenuhinya kualifikasi guru-
guru Al-Khairiyah yang berkualitas, ditambah lagi dengan metode yang efektif
dan tersedianya fasilitas penunjang lancarnya kegiatan belajar mengajar,
memungkinkan lahirnya output yang terbaik. Tidak heran apabila banyak alumni
Al-Khairiyah yang menjadi elit agama di tempat tinggalnya, karena mereka
dididik dengan pendidikan yang terbaik selama menimba ilmu. Jiwa
kepemimpinan mereka juga dilatih sedemikian rupa sehingga menjadi tokoh-
tokoh yang disegani pada masanya.
Pada perkembangannya dalam catatan sejarah, Al-Khairiyah telah berhasil
meluluskan santri yang tersebar di berbagai Provinsi di Indonesia seperti Papua,
Ternate, Bawean, Ciparai, Bandung, Tegal, Brebes, Banyumas, Karawang,
Cilamaya, Bekasi, Bogor, DKI Jakarta, Tangerang, Lebak, Pandeglang, Serang,
Cilegon, Kota Tangerang, Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi,
Sumatera Barat dan lain-lain.93
Al-Khairiyah sebagai sebuah organisasi terdiri dari dua haluan, yang
pertama berupa Yayasan Al-Khairiyah dan yang kedua berupa Organisasi Massa
(ORMAS). Kedua haluan tersebut bergerak berdasarkan Visi dan Misi yang sama
dengan lambang organisasi yang sama.
1. Visi, Misi, dan Tujuan Al-Khairiyah
Setiap periode kepemimpinan visi misi Al-Khairiyah selalu dikembangkan
sesuai dengan tuntutan zaman. Pada periode 2016-2021 Al-Khairiyah membuat
visi misi strategis sebagai berikut:94

Abad XX, Penerjemah: Yudian W Asmin dan Afandi Mochtar (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1996), 270
93
Hikmatullah A. Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah (Cilegon: PB Al-
Khairiyah, 2014), 20-21.
94
Keterangan Nawawi Sahim, lihat Permana, Sejarah Al-Khairiyah, 64
VISI
Al-Khairiyah bertekad untuk menumbuhkan semangat kolektifisme,
pengabdian, dan profesionalisme menuju terwujudnya Al-Khairiyah yang besar,
tangguh, dan maslahat bagi umat.

MISI
a. Meningkatkan kebersamaan, kemitraan, dan partisipasi serta
membangkitkan kembali semangat berorganisasi, alumni, dan pengurus
Al-Khairiyah.
b. Meningkatkan peran serta Al-Khairiyah dalam bidang pengajaran, dakwah
islamiyah dan kesejahteraan sosial secara berkelanjutan.
c. Menciptakan sistem pengelolaan organisasi yang modern, mandiri serta
secara bertahap melengkapi sarana dan prasarana dasar organisasi

TUJUAN
a. Al-Khairiyah menjadi Organisasi Unggul
b. Al-Khairiyah menjadi sumber lahirnya pegiat da’wah yang moderat
c. Al-Khairiyah menjadi pelopor sistem terpadu yang unik dalam dunia
pendidikan

Makna Lambang/Logo Al-Khairiyah


Lambang Al-Khairiyah dalam sejarahnya merupakan perpaduan dari dua
organisasi besar yaitu lambang Nahdlatul Ulama (NU), dengan lambang Bola
Dunia dan lambang Masyumi, dengan lambang Bulan Bintang. Lambang tersebut
menurut digambar oleh M. Thohir Hanafi, sekretaris KH Syma’un dan pernah
menjadi ketua Pengurus Besar Al-Khairiyah yang diangkat pada tahun 1982.95

95
Wawancara dengan Hikmatullah Jamud (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 25 Februari
2019.
Gambar 2.1
Logo Al-Khairiyah

1. Warna dasar : Hijau Melambangkan Keimanan dan Kemakmuran


2. Warna lambang putih dan kuning; Melambangkan kesucian dan kemurnian
perjuangan Al-Khairiyah
3. Warna Laut : biru laut Melambangkan kedalaman ilmu pengetauhan
4. Gambar Bulan Bintang: Melambangkan Ukhuwah dan solidaritas umat Islam
dunia serta kejayaan umat Islam sedunia
5. Gambar Kepulauan Indonesia dan Dunia: Melambangkan wawasan
keindonesiaan dan kecintaan pada tanah air, melambangkan wawasan dunia
(global), serta melambangkan orientasi pengabdian yang bersifat
global/universal.
6. Gambar Idaroh: Melambangkan pusat pendidikan dan da’wah
7. Gambar dan tulisan Al-Qur’an dan Al-Hadits: Melambangkan Al-Qur’an dan
Al-Hadits sebagai sumber inspirasi perjuangan Al-Khairiyah
8. Tulisan Arab Al-Khairiyah diawali dengan huruf alif terjalin dengan
lam: Melambangkan jalinan kepribadian dan semangat Al-Khairiyah
berdasarkan pada nilai-nilai Tauhid
9. Lima garis ke atas puncak Idaroh : Melambangkan Rukun Islam
10. Lima lengkungan sinar: Melambangkan tanggal 5 Mei sebagai hari bangkit
Al-Khairiyah
11. Dua puluh lima garis sinar: Melambangkan tahun 1925 sebagai tahun bangkit
Al-Khairiyah
12. Gambar segitiga yang menyanggah bangunan Idaroh: Menggambarkan Al-
Khairiyah dibangun atas dasar Iman, Islam dan Ikhsan.96

B. Otobiografi Brigjend. K.H. Syam’un, Pendiri Al-Khairiyah


K.H. Syam’un lahir pada tanggal 5 April 1883 di Kampung Beji,
Bojonegara, Serang, Banten.97 Anak tungal dari pasangan H. Alwiyan dan Hj. Siti
Hadjar, putri K.H. Wasid.98 Saudara kandung ibundanya bernama Yasin.99
Genealogi K.H. Syam’un dari garis ibunya adalah Siti Hadjar binti K.H. Wasid
bin Abbas bin Ki Qosdhu bin Ki Rakse sampai ke Adipati Srenggene,
pendamping Sultan Hasanuddin di kesultanan Banten.100
Kakeknya K.H. Syam’un yang bernama K.H. Wasid adalah murid K.H.
Wachia, seorang pejuang kemerdekaan.101 Meskipun hanya belajar selama 6
bulan, tapi jiwa patriotisme KH Wasid telah tertanam sejak kanak-kanak.
Sementara kualitas keulamaannya diperoleh dari hasil didikan ayahnya sendiri
yang bercita-cita agar anaknya menjadi seorang mujtahid.102 Ia lahir di Grogol,

96
Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah, i-ii
97
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
98
Nama asli KH Wasid adalah KH Qosid, dulu ia dikenal dengan julukan Uwa Qosid
yang disingkat menjadi Wasid, karena ada kebiasaan menyingkat nama di kalangan masyarakat
Bojonegara pada saat itu. KH Syam’un memberi nama salah seorang putranya dengan Qosid sama
dengan nama kakeknya. Wawancara dengan KH Hikmatullah Jamud (Tokoh Al-Khairiyah),
Cilegon, 29 Oktober 2020.
99
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 1-3
100
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 3
101
KH.Wachiya pada tahun 1850 memimpin perang Gudang Batu I yang banyak
menewaskan banyak tentara Belanda dan perang Gudang Batu II pada tahun 1858. Lihat H.M
Yoesoef Effendi, Riwayat Hidup Kyai H. Mas Muchammad Arsyad Thawil (t.t: Yayasan
Pendidikan Al-Chasanah, t.th), 56
102
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 1-2. KH
Wasid terkenal sebagai pria yang merepotkan (troublesome) dan pemarah (short tempered man)
dan ahli hikmah, serta berasal dari keluarga pemberontak (family of rebels). Ayahnya, Abbas
adalah seorang pejuang yang ikut serta dalam pemberontakan yang dipimpin oleh KH Wachia
Cilegon, Banten pada tahun 1843, dari pasangan bernama Abbas dan Ny. Mas
Jakaromah yang menikah pada tahun 1841.103 KH Wasid dikaruniai tiga orang
anak yaitu: Yasin, Siti Hadjar, dan Fatimah.104
K.H. Wasid juga adalah salah seorang pengikut setia tarekat Qadiriyah wa
Naqsabandiyah dan bersama seluruh pengikut tarekat tersebut menjadi tokoh
utama, pemimpin perjuangan melawan Pemerintah Kolonial Belanda yang
terkenal dengan peristiwa Geger Cilegon pada bulan Juli tahun 1888. Prof. Dr. Ir.
Tb. Bachtiar Rifa’i dalam pidatonya di Mubes warga Banten Jakarta mengatakan:
“Para pahlawan Geger Cilegon itu berjuang tidak mempunyai pamrih lain, kecuali
ingin mengembalikan derajat bangsa Indonesia kembali merdeka. Oleh karena itu,
patut kita hargai dan peristiwanya perlu kita peringati setiap tanggal 17 Juli.”105
Pada tahun 1888 dengan bantuan Syeikh Al-Musaddad, seorang ulama
terkemuka dari garut,106 akhirnya keluarga Hj. Siti Hadjar dapat hijrah ke Mekah
dan menetap di sana dalam rangka penyelamatan dari para penjajah yang masih
menaruh dendam terhadap keluarga K.H. Wasid. Saat itu, K.H. Syam’un baru
berusia 5 tahun dan sedang menjadi santri di Daliran yang diasuh oleh K.H.
Kosimin dari Tanara,107 Ia adalah salah seorang murid Syeikh Nawawi Al-
Bantani,108 murid ulama Nusantara Syeikh Ahmad Khatib Sambas dan Syeikh
Abdul Ghani Bima dan yang paling berpengaruh adalah dua ulama besar dari
Mesir yaitu Yusuf Al-Sumbulaweni dan Ahmad Al-Nahrawi.109

pada tahun 1850. Lihat, Sartono Kartodirdjo, The Peasants Revolt of Banten in 1888, (Springer
Science Business Media, 1966) h. 188
103
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 11-12
104
Fatimah menikah dengan Syeikh Abdul Qadir dan dikaruniai anak yang bernama
Syeikh Tsabit. Syeikh Tsabit menikah dengan dengan Maimunah dan dikaruniai tiga orang anak,
yaitu Sulaiman, Mudzhar, dan Abduh Razak, Prof.Atha Mudzhar adalah keturunan dari Mudzhar.
Mustofa dalam Wawancara dengan H. Abduh Razak di Cilegon 24 Januari 2019
105
Lihat Effendi, Riwayat Hidup Kyai H. Mas Muchammad Arsyad Thawil, 48. Tarekat
(sufi brotherhood) dan pesantren adalah rekanan politik sejak dari zaman gerakan Pan Islam. Lihat,
Kartodirdjo, The Peasants Revolt of Banten in 1888. h. 154
106
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un,10
107
Keterangan Sarbini, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 4
108
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
109
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 24
Setelah kembali ke tanah air, pada tahun 1901 Ia memasuki Pesantren
Delingseng, Kebonsari, kewedanan Cilegon di bawah asuhan K.H. Sa’i, dan tahun
1902-1904, Ia menjadi santri di pondok Pesantren Kamasan, Kecamatan
Cinangka, Serang di bawah asuhan K.H. Jasim,110 alumni Pesantren Tegal Sari
Ponorogo yang berdiri pada tahun 1972 dengan pengasuhnya Kyai Hasan Besari,
konon kabarnya Ronggo Warsito, penyair dan peramal termasyhur keturunan
bangsawan Jawa juga alumni Pesantren tersebut.111
Pada tahun 1905 di usia 22 tahun, K.H. Syam’un berangkat ke Mekah
untuk mempelajari dan memperdalam ilmu-ilmu agama sampai tahun 1910. Ia
kemudian melanjutkan studinya ke Cairo sampai tahun 1915 dan tak lama
kemudian kembali ke Mekah untuk mengajar di Masjidil Haram. 112 Ia tidak lama
mengajar dan memilih pulang ke Tanah Air untuk tinggal bersama ibundanya di
kampung Citangkil, desa Warnasari kecamatan Pulo Merak, Serang.113 Pada tahun
1924, Ia kembali ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dengan biaya
sendiri.114
Perjalanan hidup K.H. Syam’un sejak tahun 1915 sampai dengan 1940
pernah menikahi 5 orang wanita dalam kurun waktu yang berbeda-beda.115 Istri
pertamanya adalah Ibu Nafisah dari Bojonegara yang dinikahinya tidak lama
setelah kembali ke tanah air dari menuntut ilmu.116 Kemudian Hasunah binti
Sam’un, dinikahi tahun 1919, Hj. Adawiyah binti Rasdam dinikahi tahun 1920
dan dikarunia anak bernama Rahmatullah Syam’un dan Ahmad Atoellah
Syam’un, Hj.Fauziah binti Abdul Fatah dinikahi tahun 1936 dan dikarunia anak
bernama Fatullah Syam’un, dan Hj. Mahdiyah binti Yasin dan dikarunia anak
bernama Qosid Syam’un dan Abdoel Karim Syam’un.117

110
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 1
111
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 19-21.
112
Keterangan Fatullah A. Syam’un lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949)
Gagasan dan Perjuangannya, 8-9
113
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 10
114
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 10
115
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
116
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
117
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 10
K.H. Syam’un wafat pada tanggal 2 Maret 1949 (1 Rajab 1468 H). 118
Beberapa bulan sebelum wafatnya, Ia sempat terkurung di kantor Kabupaten
Serang yang dimasuki oleh Belanda dengan kekuatan 1000 personil di bawah
pimpinan kolonel Blanken pada hari kamis, tanggal 23 Desember 1948.119 KH
Syam’un sedang mengenakan seragam militer dan memakai Pistol, atas saran
sang istri, Hj. Hasunah Ia pun mengganti pakaian militer dengan pakaian kyai
untuk mengelabui Belanda. Pada malam harinya, KH Syam’un berserta Patih
Soeria Atmadja dapat meloloskan diri dengan berpura-pura akan mengurus mayat
yang bergelimpangan di kawasan kantor.120
KH Syam’un bersama Patih Soeria Atmadja pergi ke Tanjung, tempat
kediaman Patih dan bermalam di sana. Keesokan harinya Ia pamit untuk ikut
bergabung dengan para gerilyawan di Peleton Anyer yang dipimpin oleh Letnan
Muda Chaidir. Ia pergi melalui samping Kabupaten Serang (yang sekarang diberi
nama jalan Brigadir Jenderal K.H. Syam’un) melalui jembatan Kaujon ke arah
Gunung Cacaban di Anyer.121
Di Gunung Cacaban K.H. Syam’un bertemu dengan Peleton Anyer dan
ikut bergabung sebagai gerilyawan, namun karena penyakit dada yang sudah lama
dideritanya, ia pun jatuh sakit. Tidak lam kemudian, ia wafat sekitar pukul 04.45
WIB dini hari, disaksikan oleh K.H. Sahim (salah seorang santri pertamanya), Ibu
Hasunah (istri), dan Letnan Muda Chaidir.122 Pada pukul 14.00 WIB oleh para
gerilyawan dan masyarakat setempat dimakamkan secara sederhana di
pemakaman umum Kampung Kamasan, Kecamatan Cinangka, Serang, Banten. 123

118
Warta Indonesia, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya,111
119
Effendi, Riwayat Hidup Kyai H. Mas Muchammad Arsyad Thawil, 42. Dalam catatan
sejarah lain pada tahun 1948 Belanda sudah mendirikan Negara Pasundan sebagai Negara Wayang
Belanda di Jawba Barat. Hal tersebut menggambarkan begitu kuatnya agresi Militer Belanda yang
kedua di pulau Jawa. Lihat Federspiel, Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX,
151-152.
120
Hikmatullah A Syam’un, Mempertahankan Eksistensi RI di Banten, Suara Al-
Khairiyah (Cilegon, Edisi 5/Mei-Juni 2014),12
121
Keterangan Fatullah A. Syam’un, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949)
Gagasan dan Perjuangannya,110
122
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
123
Keterangan Mansur Muhyidin, Lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949)
Gagasan dan Perjuangannya,111
Pada detik-detik terakhir sebelum wafat, K.H.Syam’un mewasiatkan
sesuatu yang amat penting kepada murid, istri, dan pejuang Islam, yaitu Ia
meminta anak-anaknya dan para santri agar terus diajar, syi’arkan dakwah Al-
Khairiyah, dan jangan tinggalkan panji Islam.124
Beberapa kitab karya K.H. Syam’un antara lain:
a. Kitab Al-Djami’ah Fi Aqidil Muslimin Wal Muslimat (Kitab aqidah untuk
muslim dan muslimat) ditulis dengan huruf Arab bahasa Jawa.
b. Kitab Aqidatoel At-Faal (Kitab aqidah untuk anak-anak) ditulis dalam
bahasa Arab
c. Kitab Mujmalussiratti Muhammadiyyah (Kitab sejarah lahirnya
Muhammadiyyah) ditulis dalam bahasa Arab.125

C. Pesantren Al-Khairiyah dari Masa ke Masa


Pesantren adalah institusi tafaqquh fiddin dalam arti tempat ulama (para
kyai) menyiapkan generasi muslim yang beriman, berilmu, berakhlak, serta
berkepribadian pejuang Islam.126 Kemunculan Pesantren di Nusantara telah
dimulai sejak tahun 1596.127 Sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam,
Pesantren memiliki sistem pendidikan yang khas, baik dari segi motivasi, tujuan,
metode, kurikulum maupun sarana dan prasarana. Lazimnya Pesantren didirikan
secara individual oleh seorang atau beberapa orang kyai (biasanya satu famili)
sehingga segala sesuatu yang berlaku dalam Pesantren itu sangat bergantung
kepada sistem kepemimpinan kyai yang bersangkutan.128
Pondok Pesantren setidaknya memiliki empat faktor utama yang menjadi
rukun Pondok Pesantren, yaitu: a. Adanya seorang Kyai sebagai figur kharismatik
yang disegani, b. Adanya santri yang menetap 24 jam di dalamnya bersama kyai,
c. Adanya saran ibadah dan belajar, dan d. Adanya materi (bidang studi agama)

124
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
125
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 13
126
Ahmad Sastra, “Ulama dan Pesantren”, Republika, Jakarta, 22 Maret 2017, 6
127
Hafis Azhari, “Pesantren Bertransformasi”, Suara Al-Khairiyah, 7 (Januari-Februari
2015), 5
128
Arifin, lihat Muslih, Integrasi Kurikulum Pesantren ke dalam Madrasah Aliyah, 4
yang diajarkan oleh kyai.129 Semangat juang para Kyai dan Pesantren yaitu
menyiapkan kader-kader pemimpin dan pemikir, yang mampu merumuskan
blueprint dan roadmap peradaban Islam.130
Peradaban Islam berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadits melahirkan
manusia yang berakhlakul karimah dan siap membawa misi mencegah perbuatan
keji dan mungkar sedangkan peradaban Barat berlandaskan epistemologi
sekularistik dan atheistik yang melahirkan manusia jahat, rakus, dan destruktif
demi memenuhi kehausan duniawi dan kekuasaan.131
Al-Khairiyah sebagai sebuah Pesantren mengalami pasang surut dalam
perjalanan organisasinya. Perjuangan pendiri Al-Khairiyah yang dilanjutkan oleh
keturunannya dan para alumni menjadikan Al-Khairiyah lebih matang dalam
menentukan laju gerak organisasi serta sikap keagamaan di tengah pro kontra
pemikiran umat terhadap suatu ajaran Islam yang dianut sebagian umat Islam di
Indonesia. Berikut adalah gambaran perjalanan Organisasi Al-Khairiyah dari awal
berdiri hingga sekarang.

1. Masa Awal Al-Khairiyah


Pada masa awal pendirian Al-Khairiyah, K.H. Syam’un fokus pada
pengajaran agama untuk para santrinya. Generasi awal santri tidak mengenyam
sedikitpun pendidikan selain ilmu-ilmu agama. Ia mencetak generasi awal sebagai
generasi ulama yang tangguh, terbukti bahwa alumni Al-Khairyah generasi awal
mayoritas menjadi ulama panutan masyarakat dan berkelas pada zamannya.
Tradisi (kultur) Pesanten begitu melekat seperti membaca dalailan dan
marhabanan di malam hari dan setiap subuh membaca Surah Al-Mulk, Al-
Waqi’ah, dan Ar-Rahman.132

129
Ahmad Rifa’i Arief, Khutbah Pekan Perkenalan (Tangerang: Pon-Pes Daar El-Qolam,
1993), 9-10, lihat juga, HM Atho Mudzhar, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya
Saing dan Kader Kepemimpinan Bangsa, Makalah pada Rakernas PB Al-Khairiyah, (Cilegon, 25
Februari 2017), 3
130
Sastra, Ulama dan Pesantren,6
131
Sastra, Ulama dan Pesantren, 6
132
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
Gagasan K.H. Syam’un tentang pentingnya landasan berfikir islami dan
pentingnya penegakkan syari’at Islam diwujudkannya dengan membangun istitusi
pendidikan yang memiliki wawasan pembaharuan, melalui langkah-langkah,
yaitu:
a. Menggembleng santri-santri agar memiliki rasa tanggung jawab, mendidik
kemampuan menggalang persatuan dan kesatuan
b. Mendidik pemuda-pemuda muslim yang sopan dan sentosa dunia akhirat
c. Meneruskan semangat perjuangan Geger Cilegon133
Dari ketiga langkah tersebut, langkah ketiga menjadi catatan penting
peneliti, bahwa Al-Khairiyah tidak semata-mata lembaga pendidikan yang
berkaitan dengan belajar mengajar. Namun jauh dari pada itu adalah sebuah
lembaga yang benar-benar dirintis untuk menanamkan semangat perjuangan
pendahulunya (K.H. Wasid) dalam membela Negara dan menjaga martabat
Bangsa Indonesia.
Gerakan sosial yang dilakukan oleh Al-Khairiyah tidak lepas dari
semangat Geger Cilegon yang telah membesarkan nama Cilegon di seluruh dunia.
Sikap tegas dalam membela kebeneran yang dilakukan oleh KH Wasid tetap
menjadi barometer Cilegon dalam memperjuangan hak-haknya sampai akhir
zaman.

2. Masa Keemasan Al-Khairiyah


Pendidikan Islam dalam bentuk Madrasah mulai bersemi dan berkembang
pada awal abad ke-20 Masehi. Hampir di seluruh penjuru Nusantara berdiri
Madrasah-Madrasah. Misalnya di Sumatera pada tahun 1909 didirikan Madrasah
Adabiyah Padang Sumatera Barat oleh Syeikh Abdullah Ahmad, pada tahun 1910
didirikan Madrasah School Batu Sangkar Sumatera Barat oleh Syeikh M. Taib
Umar, pada tahun 1913 didirikan Madrasah Nurul Iman Jambi oleh H. Abd.
Somad, pada tahun 1922 diantaranya didirikan Madrasah Juharain oleh H. Abd.
Majid, Madrasah Nurul Islam oleh H.M. Soleh, dan Madrasah Sa’adah Al-Darain

133
Keterangan Saleh, lihat, Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 19
oleh H. Ahmad Syakur. Di Sumatera Timur pada tahun 1912 berdiri Madrasah
Maslurah Tanjungpura dan pada tahun 1918 berdiri Madrasah Aziziyah. Di
Sumatera Selatan pada tahun 1920 didirikan Madrasah Al-Qur’aniyah Palembang
oleh K.H. Moch. Yunus.134
Di Kalimantan pada tahun 1918 berdiri Madrasah Al-Najah Wal Falah,
pada tahun 1922 berdiri Madrasah Al-Sultaniyah Sambas. Demikian juga di Jawa
berdiri Madrasah-Madrasah seperti di Kudus pada tahun 1915 didirikan Madrasah
Muawanul Muslimin oleh Syarikat Islam dan pada tahun 1918 didirikan Madrasah
Kudsiyah oleh K.H. Asnawi. Di Jombang pada tahun 1919 didirikan Madrasah
Salafiyah oleh K.H. Ilyas. Di Yogyakarta didirikan pada tahun 1912 Madrasah
Kweek School dan Kuliah Muballigin oleh Muhammadiyah. Di Solo pada tahun
1905 didirikan Madrasah Manbaul Ulum oleh R. Hadipati Sosrodiningrat dan R.
Panghulu Tafsirul Anam.135
Di Jawa Barat juga berdiri Madrasah-Madrasah, seperti di Majalengka
pada tahun 1917 didirikan Madrasah Ibtidaiyah Majalengka oleh K.H. Abd.
Halim dan Madrasah Gunung Puyuh di Sukabumi oleh K.H. Ahmad Sanusi. Di
Jakarta pada tahun 1913 didirikan Madrasah Al-Irsyad oleh Jam’iyah Al-Irsyad
dengan tokohnya Syeikh Ahmad Surkati. Di Banten Sendiri pada tahun 1916
didirikan Madrasah Mathla’ul Anwar oleh K.H. Mas Abdurrahman.136
Demikianlah gambaran Madrasah-Madrasah di Nusantara yang didirikan sebelum
tahun 1925. Sudah banyak Madrasah berdiri dengan berbagai macam modelnya
sesuai dengan visi dan misi pendirinya masing-masing.
Al-Khairiyah sebagai sebuah Pesantren mengalami perubahan setelah
ditutup sementara karena sang pendiri, K.H. Syam’un pada tahun 1924
melaksanakan haji dan mengajar di Masjidil Haram.137 Setahun kemudian, K.H.
Syam’un pulang ke tanah air dan mengundang para santri yang telah kembali ke

134
Lihat Muhtadin, “Dampak Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terhadap
Eksistensi Madrasah Aliyah”, Suara Aliyah, 5, (Desember 1998-Januari 1999), 49.
135
Lihat Muhtadin, Dampak Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terhadap
Eksistensi Madrasah Aliyah, 50.
136
Lihat Muhtadin, Dampak Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terhadap
Eksistensi Madrasah Aliyah, 49-50.
137
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 38.
kampung halamannya masing-masing. Ia bersama murid-muridnya mendirikan
lembaga pendidikan Islam yang diberi nama Madrasah Al-Khairiyah dan disahkan
oleh pemerintah Belanda pada tanggal 5 Mei 1925.138
Mulai dari tahun 1925 sampai dengan 1930, sistem kelas di Madrasah Al-
Khairiyah sama dengan sistem kelas yang ada di sekolah-sekolah yang didirikan
oleh kolonial Belanda, yaitu menempuh masa tempuh studi selama 9 tahun. Masa
tempuh tersebut terdiri dari 2 tahun masa persiapan, 3 tahun masa kelas
Ibtidaiyah, dan 4 tahun masa kelas Tsanawiyah. 139
Calon siswa yang dapat diterima menjadi siswa Madrasah Al-Khairiyah
Ibtidaiyah adalah anak laki-laki dan perempuan yang telah berusia 7 tahun untuk
kelas persiapan, sehingga diharapkan pada usia 16 tahun sudah dapat menamatkan
studi mereka di kelas VII. Sebagaian besar mata pelajarannya berupa pelajaran
Agama Islam dan sebagian kecil pengetahuan umum.140
Sistem pendidikan di Madrasah Al-Khairiyah terus diperbaharui sehingga
menjadi lebih modern dan sejajar dengan sekolah-sekolah umum di wilayah
Banten. Beberapa peraturan yang dibuat antara lain, sistem pendidikan 9 tahun
diubah menjadi sistem pendidikan model 11 tahun, yaitu:
a. Kelas Nol (Awaliyah) = 1 tahun
b. Kelas ½ (tahdiriyah) = 1 tahun
c. Kelas Ibtidaiyyah = 3 tahun
d. Kelas Tsanawiyah = 4 tahun
e. Kelas Muallimin = 2 tahun
Terobosan yang dilakukan Al-Khairiyah yang dipimpin oleh K.H.
Syam’un yang telah berani memasukkan ilmu pengetahuan umum di
Madrasahnya serta diadopsinya sistem persekolahan telah mengantarkan Al-
Khairiyah pada posisi sebagai pelopor dan pembaharu sistem pendidikan Islam di
Banten. Sebuah sistem yang pertama kali diterapkan Muhammad Abduh di

138
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 27
139
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 52
140
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 4-5
Universitas Al-Azhar.141 Perjuangan Abduh tersebut kemudian dilanjutkan oleh
muridnya, Muhammad Rasyid Ridha.
Pada tahun 1929, K.H. Syam’un berusaha memperluas dan
menyempurnakan Perguruan Islam Al-Khairiyah bersama dengan murid-
muridnya. Akhirnya, Madrasah Pesantren Citangkil menjadi sebuah kompleks
pendidikan yang terdiri dari beberapa lembaga pedidikan.142
Pertumbuhan dan perkembangan Madrasah Al-Khairiyah pada masa
penjajahan mengalami kemajuan yang pesat. Semangat Kyai dan para ustadz
dalam mencerdaskan santri-santrinya sebagai aset bangsa dan generasi penerus
benar-benar ditunjukan semata-mata hanya berharap ridha Allah dan penuh harap
untuk menjadi bangsa yang merdeka di kemudian hari.
Masa keemasan Al-Khairiyah terjadi pada tahun 1930an karena semakin
sempurnanya penjenjangan dari tingkat persiapan sampai tingkat mu’allimin.
Lebih jauh lagi, Al-Khairiyah juga pernah mendirikan beberapa model sistem
persekolahan di dalam naungannya. Menurut beberapa sumber, pada tahun 1936,
Al-Khairiyah mendirikan HIS dengan masa tempuh studi 3 tahun.143 Di lembaga
ini, bahasa Belanda diajarkan dan ilmu-ilmu umum menjadi titik tekannya. Di
dalam HIS, mata pelajaran Bahasa Belanda merupakan mata pelajaran yang
mendapatkan porsi paling besar, yakni 66,4 %, dari total mata pelajaran yang ada.
Akan tetapi di Al-Khairiyah, beberapa mata pelajaran agama juga diajarkan
seperti Al-Qur’an, tafsir dan hadits.144
Berdirinya lembaga persekolahan ini dilatarbelakangi oleh rasa
keprihatinan K.H. Syam’un terhadap situasi pendidikan Islam yang masih belum
mampu bersaing dengan sekolah-sekolah yang didirikan kolonial. Alasan
didirikannya HIS ini juga berdasarkan fakta bahwa sekolah-sekolah yang
berkualitas baik yang didirikan oleh pemerintah kolonial hanya mampu diakses
segelintir golongan, sedangkan sebagian besar masyarakat Banten masih harus

141
Lihat, Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 3
142
Mansyur Muhyidin, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 33-34
143
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 99.
144
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 50.
tetap puas dengan sekolah-sekolah desa dengan kualitas yang sangat sederhana.
Dengan kata lain, berdirinya HIS Al-Khairiyah merupakan counterculture
(budaya tanding) terhadap sekolah-sekolah kolonial yang ada di Banten.145
Walaupun HIS yang didirikan oleh pemerintah kolonial berbahasa
pengantar bahasa Belanda, akan tetapi dalam HIS Al-Khairiyah bahasa
pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Dengan demikian, Al-Khairiyah dalam hal
ini sudah sejak dini menanamkan rasa nasionalisme pada murid-muridnya melalui
penggunaan bahasa ini. Bahasa Indonesia sudah dipakai di Madrasah Al-
Khairiyah sejak awal berdirinya pada tahun 1925, yang berarti 3 tahun lebih awal
sebelum deklarasi Sumpah Pemuda yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan.
Pada tahun 1937, Al-Khairiyah bekerjasama dengan Pengurus Persekutuan
Dagang Tjilegon (PEDATI), yang dipimpin oleh Abdul Hamid Jr., untuk
membantu membiayai keperluan-keperluan HIS Al-Khairiyah. Namun karena
alasan yang tidak jelas, kerjasama tersebut agaknya berumur pendek. Akibatnya
HIS Al-Khairiyah menghadapi kesulitan keuangan. Selang waktu yang tidak
terlalu lama, karena tidak mampu menutupi biaya operasional yang sangat besar
dan kurangnya tenaga pengajar yang qualified, HIS Al-Khairiyah tutup pada
tahun 1939, tanpa mampu meluluskan satu angkatan murid pun.
Kendati pun HIS Al-Khairiyah ini gagal, namun eksperimen penerapan
sistem persekolahan yang dikelola oleh organisasi yang haluan pemikiran
keagamaannya tradisional ini, merupakan suatu hal yang sama sekali baru dan
belum pernah terjadi sebelumnya di Indonesia. Nahdlatul Ulama sendiri, di mana
K.H. Syam’un pernah menjadi pemimpin cabang Serang tahun 1927, 146 baru
mengadopsi sistem persekolahan ini pada tahun 1954, yang berarti 18 tahun
setelah HIS Al-Khairiyah berdiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
Perguruan Islam Al-Khairiyah adalah organisasi pendidikan Islam paling modern

145
H.M.A Tihami, Realitas Al-Khairiyah di Tengah-tengah Transformasi Masyarakat
Indonesia, Makalah, Simposium dan Kongres I Pemuda Pelajar Al-Khairiyah Se-Indonesia,
(Cilegon: tanggal 29-31 Desember 1992), 94-95.
146
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 22.
tidak hanya di Banten, melainkan juga di Indonesia, yang menerapkan sistem
persekolahan di dalam naungan organisasinya.
Pada tahun 1960, Al-Khairiyah mendirikan Madrasah Aliyah (setingkat
SLTA) dengan lama belajar 3 tahun. Sedangkan Madrasah Muallimin yang telah
berdiri sejak 1930 dihapus.147 Pada tahun 70-an Al-Khairiyah menunjukan
lingkungan yang sangat akademis. Topik yang sering dibicarakan pun tak luput
dari tema pendidikan, jadi santri merasa malu kalau tidak belajar.148 Warga
bersedia menampung santri yang dari luar daerah seperti dari Ambon, Bandung,
dan Sumatera. Mereka dengan senang hati menampung di rumahnya meski
dengan biaya sewa sekedarnya. Timbal balik yang ditunjukan para santri adalah
dengan ikut mengajari warga ilmu agama.149
Di zaman keemasan, pendidikan di Al-Khairiyah telah mampu menempa
para santrinya menjadi pribadi yang mandiri, kuat dan tidak pernah mengeluh,
dalam istilah lain “tidak cengeng”. Para ustadz selalu memberikan nasihat agar
santrinya menjadi orang pinter yang berhasil dan menanamkan sifat kejujuran dan
ketekunan dalam belajar. Karena motivasi para ustadznya yang baik, santri
menjadi sangat hormat kepada mereka yang menyebabkan ilmu pelajaran yang
disampaikan mudah dipahami. Tidak heran jika disaksikan para santri yang
menjadikan ustadz-ustadznya sebagai idola karena mereka memiliki hubungan
emosional yang sangat kuat.150 Pengajaran yang menarik tergambarkan dengan
adanya pengembangan minat pribadi para santri yang mengantarkan mereka
menjadi pribadi-pribadi yang kreatif.151

3. Masa Stagnasi
Pada tahun 1972 pemerintah berencana memperluas Pabrik Baja Krakatau
Steel seluas 3000 hektar. Salah satu desa yang terkena perluasan industri tersebut

147
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 16
148
Syamsul Arifin, “Al-Khairiyah Merespon Tantangan Jaman”, Suara Al-Khairiyah, 2
(November-Desember, 2013), 5
149
Arifin, Al-Khairiyah Merespon Tantangan Jaman, 5
150
H.M.A Tihami, “Hormat Sang Guru pada Gurunya”, Suara Al-Khairiyah, 8 (Mar-
Sept, 2015), 12
151
Kurt Singer, lihat Merdi Yurianto, “Media Audio Visual sebagai Alternatif Pengajaran
Teori Olahraga yang Efektif”, Suara Aliyah, 5, ( Desember 1998-Januari 1999), 29
adalah desa Warnasari di mana perguruan Islam Al-Khairiyah yang berada di
kampung Citangkil termasuk di dalamnya. Seluruh desa Warnasari itu akan
direlokasi di tempat yang lain. Para Pengurus Besar Al-Khairiyah menyadari akan
pentingnya pembangunan tersebut dan menyetujui perjanjian relokasi lahan
setelah beberepa kali Pengurus Besar mengadakan musyawarah baik dengan
pihak PT. Krakatau Steel sendiri, dengan Pemerintah Daerah Tingkat II
Kabupaten Serang, maupun dengan Gubernur Jawa Barat, Bapak Solihin G.P.
Pada tanggal 26 September 1974 (10 Ramadhan 1394 H) bertempat di
kantor Resetlement Cilegon telah dicapai kesepakatan/konsensus diperkuat
dengan surat penyataan dari pihak PT Krakatau Steel ditandatangi oleh Ir.
Murdiono, dari pihak Pemda Kabupaten Serang adalah Drs.Nurman, dan dari
pihak Pengurus Besar Al-Khairiyah diwakili oleh K.H. Ali Jaya. Selain
menyetujui program pemerintah tersebut, pihak Al-Khairiyah juga turut
membantu kelancaran pembebasan tanah di desa tersebut.
Berdasarkan kesepakatan antara pemerintah dengan Pengurus Besar Al-
Khairiyah tanggal 26 September 1974/10 Ramadhan 1394, diputuskan bahwa
pemerintah bersedia mengganti tanah Al-Khairiyah seluas 21 hektar lengkap
dengan bangunan Madrasah, aula, kantor, masjid, asrama, pertokoan dan lain-lain
yang dibutuhkan pondok Pesantren modern. Adapun rincian luas tanah itu
diperuntukkan 8 ha untuk bangunan-bangunan tersebut, dan 13 ha untuk
praktikum.152
Sistem pendidikan dan pengajaran di Perguruan Islam Al-Khairiyah,
terutama di masa-masa lalu menerapkan perpaduan antara sistem pendidikan
Pesantren dan sistem pendidikan Sekolah Modern. Komposisi kurikulum
Madrasah yaitu 70% agama dan 30% umum. Adapun mata-mata pelajaran yang
diajarkan di Al-Khairiyah di setiap jenjangnya pada tahun 1989/1990 yaitu:
a. Ibtidaiyah:
Al-Qur’an, Tafsir, Bahasa Arab, Fiqh, Tauhid & Akhlak, Sejarah Islam,
PMP, Matematika, IPA, IPS, Pendidikan Olah Raga Kesehatan
(PORKES), Pendidikan Kesenian, Bahasa Indonesia dan Keterampilan.

152
PB. Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 11
b. Tsanawiyah:
Tauhid & Akhlak, Tafsir, Hadis, Fiqh & Hikmatut Tasyri’, PMP,
PORKES, Pendidikan Kesehatan, Ushul Fiqh, Ilmu Tafsir, Musthalah
Hadis, Tarikh Islam, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Matematika, IPA dan IPS, Praktik Ibadah dan Keterampilan.
c. Aliyah:
Ilmu Tauhid/Ushuluddin, Tafsir, Hadis, Akhlak, Fiqh & Hikmatut Tasyri’,
PMP, PORKES, Pendidikan Kesenian, Ushul Fiqh, Tarikh Tasyri’,
Musthalah Hadis, Perbandingan Madzhab, Bahasa Arab, Mantiq, Bahasa
Indonesia, Bahasa Inggris, Sejarah, Ekonomi/Koperasi, Tata Buku/Hitung
Dagang, IPS, IPA, Geografi dan Antropologi serta mata pelajaran pilihan.
Al-Khairiyah kini bisa disaksikan dengan mata kepala kemajuan dan
perubahan yang dilakukan sudah jauh berbeda, terutama terobosan didirikannya
perguruan tinggi di lingkungan Al-Khairiyah. Jenis dan jenjang pendidikan yang
terdapat di Al-Khairiyah sekarang adalah sebagai berikut:153
a. Pondok Pesantren
b. Taman Kanak-kanak
c. Madrasah Diniyah
d. Sekolah Dasaar Islam Terpadu (SDIT)
e. Sekolah Luar Biasa (SLB mulai dari TK sampai dengan SLA)
f. Madrasah Tsanawiyah (MTs)
g. Madrasah Aliyah (MA)
h. Sekolah Menengah Atas (SMA)
i. Sekolah Tinggi Ekonomi (STIE)
j. Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STIKOM)
k. Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT).
Lembaga-lembaga pendidikan tersebut telah memiliki alumni yang
sebarannya berskala nasional, di antaranya yaitu Papua, Ternate, Bawean, Ciparai
Bandung, Tegal Jawa Tengah, Brebes, Banyumas, Karawang, Cilamaya, Bekasi,
Bogor, DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, Lebak, Pandeglang, Kabupaten

153
Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah, 20.
Serang, Kota Serang, Cilegon, Kota Tangerang, Provinsi Lampung, Bengkulu,
Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, dan lain-lain.154
Di samping lembaga-lembaga pendidikan tersebut, Al-Khairiyah juga
memiliki lembaga Otonom yang sudah terbentuk pada tahun 2013 antara lain:
Himpunan Pemuda Al-Khairiyah (HPA), Himpunan Wanita Al-Khairiyah
(HAMA), Lembaga Jaringan Bisnis Al-Khairiyah (LAJBA), dan Lembaga
Dakwah Mahasiswa Al-Khairiyah.155
Berbagai macam seminar di berbagai bidang keilmuan juga turut digelar di
lingkungan Al-Khairiyah sebagai upaya menguatan keilmuan warga Al-
Khairiyah, antara lain mengundang Gol A Gong (Heri Hendrayana Haris),
pemateri workshop dunia kepenulisan, jum’at 6 september 2013156 dan PB Al-
Khairiyah juga mengadakan Seminar Rekonstruksi Peradaban Banten di Gedung
Serba Guna (GSG) Al-Khairiyah, Rabu 24 September 2015 dengan nara sumber
Prof. Ilzamudin Ma’mur, Guru Besar IAIN Serang. 157
Selain seminar Al-Khairiyah juga mengadakan Workshop, seperti
STIKOM Al-Khairiyah mengadakan Workshop Penelitian Ilmiah pada hari sabtu
27 September 2015 dengan nara sumber Dr. Alimudin, Dosen UNTIRTA
Serang158 dan untuk meningkatkan kreativitas warga Al-Khairiyah dalam bidang
seni dan budaya, Al-Khairiyah memberi perhatian khusus dengan diadakannya Art
Creativity of STIT Al-Khairiyah (ACSA) pada 14-17 November 2013.159
Sebagai lembaga pendidikan Al-Khairiyah mengalami masa-masa
perubahan, utamanya dari Pesantren Tradisional menuju Pesantren Modern
dengan berbagai macam peluang dan tantangan di hadapi dari masa ke masa. Hal
tersebut secara rinci dapat dijelaskan mulai dari lembaga pendidikan tradisional
yang berbentuk pondok pesantren.

154
Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah, 8
155
Arifin, Al-Khairiyah Merespon Tantangan Jaman, 18
156
Lihat, Gol A Gong tularkan semangat menulis kepada MABA STIE Al-Khairiyah,
Suara Al-Khairiyah, 1 (September-Oktober 2013), 13
157
Lihat, PB Al-Khairiyah Gelar Seminar Rekonstruksi Peradaban Banten, Suara Al-
Khairiyah, 6 (Juli-Sep 2014), 17
158
Lihat, STIKOM Al-Khairiyah Selenggarakan WorkShop Penelitian Ilmiah, Suara Al-
Khairiyah, 6 (Juli-Sep 2014), 17
159
Art Creativity of STIT Al-Khairiyah, Suara Al-Khairiyah, 2 (Nov-Des 2013), 12
1. Lembaga Pendidikan Islam Tradisional
Pesantren Tradisional memiliki ciri-ciri antara lain, a. Mono pengajar,
artinya pengajaran bertumpu hanya pada seorang kyai, b. Materi yang diajarkan
khusus bidang agama, dengan berpegang kepada kitab-kitab yang dikarang oleh
ulama-ulama abad VII, c. Non klasikal.160 Al-Khairiyah sebelum menjadi
Madrasah di awal pendiriannya melakukan prinsip pendidikan tradisional. Pada
saat itu KH Syam’un sendiri yang mengajar langsung murid-muridnya.
Madrasah Al-Khairiyah merupakan hasil transformasi dari lembaga
pendidikan Islam Tradisional Pesantren menuju pendidikan Islam Modern. K.H.
Syam’un, seorang cucu dari seorang pemimpin revolusi Cilegon 1888, K.H.
Wasid, segera setelah kepulangannya pada tahun 1915 dari menuntut ilmu di
Mekah dan Mesir mendirikan Pesantren pada tahun 1916 di Kampung
halamannya Citangkil, Banten.
Pada saat itu ada dua sistem pendidikan pribumi yaitu, Pertama adalah
sistem pendidikan untuk para santri di Pesantren yang konsentrasinya adalah
ilmu-ilmu agama dan kedua adalah sistem pendidikan untuk anak-anak Priyai,
Cina, dan Arab di Sekolah Dasar Pribumi, HIS (Hollandsch Inlandsch Shool)
dengan masa studi 7 tahun161.
Sebagaimana umumnya Pesantren pada saat itu, jadwal pelajaran belum
diatur dan direncanakan secara sistematis dan tertulis. Pada awal pendirian Al-
Khairiyah, K.H. Syam’un pun masih menggunakan metode halaqah162 dalam
penyampaian materi. Hal itu dilakukan karena perbedaan usia dan pengetahuan
yang sangat mencolok antar satu santri dengan yang lainnya.163 Selain metode
halaqah juga dikenal metode sorogan dan bandongan164 yang diberlakukan

160
Arief, Khutbah Pekan Perkenalan, 10
161
Keterangan Latiful Khuluq Lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan
dan Perjuangannya,7
162
Halaqah atau ngalekor adalah para santri duduk melingkar dan belajar dari seorang
kyai yang menerjemahkan teks berbahasa Arab atau kitab kuning, lihat Ali, dkk, Biografi KH.
Syam’un, 41
163
Keterangan Sarbini, Lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 21
164
Bandongan atau wetonan adalah pembelajaran kolektif, guru mengajar beberapa
santri, biasanya posisi guru berada di tengah-tengah para santri. Sorogan adalah metode tatap
kurang lebih 8 tahun, yaitu antara kurun waktu 1916 sampai dengan 1924. Praktik
pendidikan ini dilakukan dengan non formal, karena itu tidak diberikan ijazah
formal.165 Para santri juga tinggal di kobong dengan para ustadz, mereka tidak
dipersatukan dalam sebuah asrama.166 Pendidikan Pesantren seperti ini memiliki
banyak kelemahan terutama dalam bidang manajemen dan administrasi
pendidikan, sehingga acapkali terkesan adanya kebebasan (ketidakteraturan).167
Mata pelajaran yang diberikan masih seratus persen ilmu-ilmu agama yang
mengkaji kitab-kitab fikih yang bermadzhab Syafi’i dan kitab tasawuf; di samping
mengenai Tata Bahasa Arab (ilmu alat seperti kitab Jurumiyyah, ‘Alfiya, dan al-
Qawa’id al-Lugawiyyah). Kitab tafsir yang dikaji adalah Tafsir al-Jalalain
dilengkapi dengan kitab-kitab dari disiplin ilmu hadis, ushul fikih dan akidah
akhlak.168

2. Lembaga Pendidikan Islam Modern


Memasuki zaman modern dengan ciri industrialisasi yang bertumpukan
pada Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) adalah satu kemestian. Masalah
kemestian ini perlu dijadikan salah satu titik tolak dalam membahas setiap
persoalan modernisasi dan industrialisasi, yaitu kemestian yang mengharuskan
adanya kesadaran tentang tak terindahkannya berbagai akibat proses modernisasi
dan industrialisasi. Perubahan yang terjadi dalam masyarakat modern merupakan
kemestian dan menjadi sebuah gejala rutin. Modernisasi menuntut adanya pribadi-
pribadi dengan kemampuan adaftif yang tinggi untuk menghadapi dan mengikuti
setiap perubahan yang terjadi.169

muka personal antara guru dengan santri, lihat Hikmatullah A Syam’un, Didirikan oleh Brigjen
KH Syam’un di Jaman Penjajahan, Suara Al-Khairiyah, 1 (September-Oktober 2013), 21
165
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 23
166
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
167
Dawam Raharjo, lihat Muslih, Integrasi Kurikulum Pesantren ke dalam Madrasah
Aliyah, 6
168
Daftar kitab-kitab yang dikaji di dalam pesantren ini, lihat Permana, Kyai Haji
Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 33
169
Madjid, Nurcholish, lihat Muhtadin, Dampak Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi terhadap Eksistensi Madrasah Aliyah, 48
Dunia Pendidikan Pesantren tidak lepas dari arus modernisasi, setidaknya
ada beberapa ciri yang menonjol pada Pesantren Modern dapat dilihat dari
beberapa hal, yaitu a. Sistem klasikal, artinya sudah ada jenjang masa pendidikan,
b. Tenaga pengajar berjumlah banyak, tidak tertumpu pada seorang kyai, c.
Kurikulum pengetahuan umum diajarkan berdampingan dengan pengetahuan
agama, d. Disiplin hidup di pondok diperketat,170 dan perubahan dari yang hanya
sekedar Pesantren menjadi Madrasah.
Pada tahun 1925 Al-Khairiyah mengalami perubahan dari sekedar
Pesantren, di mana para santri hanya belajar di kediaman para kyai atau ustadz di
lingkungan Al-Khairiyah menjadi Madrasah, sebuah lembaga pendidikan Islam
paling modern di Banten pada masanya. Al-Khairiyah telah memasukkan ilmu-
ilmu umum dalam kurikulum pendidikan dan pengajarannya. Al-Khairiyah di
bidang Pesantrennya dibantu oleh K.H. Arifudin dan Kyai Residin, alumni
Pesantren pelamunan sekaligus menantu Kyai Abdullah.171
Madrasah secara etimologis berarti tempat untuk belajar. 172 Secara
terminologis Madrasah berarti sekolah atau perguruan yang berdasarkan agama
Islam. Jadi di dalam Madrasah kajian utamanya adalah ilmu-ilmu agama Islam.
Al-Khairiyah adalah Madrasah yang menerapkan sistem klasikal dan telah
menggunakan papan tulis, bangku dan meja. Dikatakan bahwa, model yang
dicontoh dalam membangun lembaga pendidikan Islam ini adalah Universitas al-
Azhar, Mesir.173 Kurikulum di Madrasah Al-Khairiyah ini tidak hanya berisi mata
pelajaran agama belaka, melainkan telah ditambahkan juga di dalamnya ilmu-ilmu
umum, seperti ilmu Al-Jabar (menghitung), ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi,
ilmu kosmografi dan ilmu sejarah.174
Data tersebut menunjukkan bahwa, Madrasah Al-Khairiyah telah
mendesain kurikulumnya dengan mencampurkan mata pelajaran agama dan

170
Arief, Khutbah Pekan Perkenalan, 10
171
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
172
Muhaimin dan Abd. Mujib, lihat Muhtadin, Dampak Perkembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi terhadap Eksistensi Madrasah Aliyah, 48
173
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 4.
174
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 44.
umum. Tidak hanya sistem klasikal dan peralatan modern yang diadopsinya,
melainkan juga isi pelajaran telah berubah sama sekali dari lembaga pendidikan
Islam sebelumnya yang hanya berkutat pada ilmu-ilmu agama. Al-Khairiyah
adalah Madrasah pendidikan Islam pertama yang berani bereksperimen
mencampurkan ilmu-ilmu umum ke dalam Madrasah dan organisasi pendidikan
yang pertama pula yang mendirikan sekolah-sekolah umum dengan penekanan
yang besar pada ilmu-ilmu umum. Selain itu juga diajarkan ilmu filsafat di mana
pada saat itu semua Pesantren melarang keras diajarkan ilmu tersebut karena
dianggap merusak aqidah dsb. Para siswa yang dididik di Madrasah Al-Khairiyah
ini juga diberikan kegiatan ekstrakurikuler seperti kepanduan, kesenian (musik
rakyat) dan olah raga (pencak silat). Kegiatan-kegiatan ini diadakan untuk melatih
siswa agar kelak dia tidak canggung lagi ketika kembali ke masyarakat.
Jenjang pendidikan di Madrasah Al-Khairiyah dimulai dari kelas nol
(awaliyah), kelas setengah (tahdiriyah), kelas I, II, III, IV, V, VI dan VII, yang
masing-masing kelasnya menghabiskan waktu selama satu tahun. Jadi, siswa
diharuskan menempuh waktu 9 tahun untuk menyelesaikan studinya. Hal itu
terjadi karena siswa diwajibkan harus menempuh kelas persiapan selama dua
tahun pertama (kelas awaliyah dan tahdiriyah), sebelum mengikuti kelas
Ibtidaiyah yang berlangsung selama 7 tahun. Di dalam kelas persiapan, siswa
diberikan pengajaran bahasa Arab secara intensif sebagai dasar untuk mempelajari
kitab-kitab yang lebih tinggi pada tingkat selanjutnya. Bagi siswa yang telah
menempuh semua program Madrasah ini diberi hak untuk mengajar di tingkat
Ibtidaiyah.
Anak-anak yang akan memasuki Madrasah Al-Khairiyah ini telah
ditentukan umurnya, yakni berusia 7 tahun. Sehingga diharapkan pada usia sekitar
16 tahun dia telah merampungkan belajarnya. Lebih jauh, siswa yang diterima
pun tidak hanya berjenis kelamin laki-laki, melainkan juga dari mereka ada yang
berjenis kelamin perempuan.175

175
PB. Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 4-5.
Pada tahun 1932 Al-Khairiyah memiliki cabang pertama yaitu di Cimey
Teluk Petung Sumatera Selatan.176 Pada tahun 1934, Al-Khairiyah melakukan
pembaharuan terhadap jenjang Madrasah dari yang sebelumnya hanya
menghabiskan waktu 9 tahun, diubah menjadi 11 tahun dengan tiga tingkatan.
Jenjang Madrasah itu terdiri atas: Madrasah Ibtidaiyah (sekolah dasar) dengan
masa belajar enam tahun, Madrasah Tsanawiyah (SLTP) dengan masa belajar tiga
tahun dan Madrasah Mu’allimin (pendidikan guru) dengan masa belajar dua
tahun.177 Guru-guru yang kompeten direkrut dari lulusan Al-Khairiyah ditambah
dengan guru-guru yang datang dari Mekah.178
Perkembangan Al-Khairiyah semakin pesat dengan jumlah murid yang
semakin banyak yang sebagiannya berasal dari tempat-tempat yang jauh, maka
pondok Pesantren didirikan untuk menampung mereka. Di dalam pondok ini, di
luar jam pelajaran Madrasah, mereka diberikan pelajaran kitab-kitab kuning
dengan sistem wetonan atau bandongan dan sorogan.179 Kitab-kitab itu
diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan. Ada tingkat awal, menengah
dan atas. Seorang santri pemula terlebih dahulu mempelajari kitab-kitab awal,
barulah kemudian diperkenankan mempelajari kitab-kitab pada tingkat
berikutnya, dan demikianlah seterusnya.180
Uraian di atas menjelaskan bahwa, Al-Khairiyah telah berjasa dalam
mengembangkan dunia pendidikan Islam melalui upayanya mentransformasikan
sistem pendidikan tradisional ke sistem pendidikan modern. Walaupun demikian,
sistem lama tidak dihilangkan sama sekali. Terbukti masih dilaksanakannya
pendidikan Pesantren dengan ciri khas penggunaan metode sorogan. Metode ini
diakui oleh banyak ahli pendidikan sebagai salah satu metode orisinal Pesantren
yang terbukti efektif dalam proses belajar mengajar. Dengan metode ini, siswa

176
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
177
PB. Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 8;
178
Fatullah Syam’un, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 35
179
Sorogan adalah metode kuliah dengan santri menghadap guru seorang demi seorang
dengan membawa kitab yang dipelajari. Lihat, Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan dan
Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), 69
180
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 46.
dibimbing secara langsung oleh kyai secara individual sehingga diketahui di mana
kelemahan dan kelebihannya, untuk kemudian diberikan bimbingan lebih lanjut.
Al-Khairiyah dalam menghadapi tantangan zaman terus berbenah salah
satunya adalah membuat terobosan peningkatan kualitas santri dengan
membentuk Santri Taruna. Santri Taruna berarti santri yang menonjolkan
kedisiplinan dalam segala aspek seperti waktu, kebersihan, pembelajaran, dan
latihan, serta karakter atau kepribadian dengan metode yang terintegrasi antara
tradisonal/individual dengan modern/klasik.181
Keunggulan komparatif Al-Khairiyah antara lain: pendiri Al-Khairiyah
yang memiliki nama besar, kampus yang luas, dan jumlah cabang serta alumni
yang banyak. Keunggulan tersebut diimbangi dengan keunggulan kompetitif,
yaitu: menjaga nama baik dan nama besar pendiri, menyatukan cabang-cabang Al-
Khairiyah, dan menumbuhkan rasa sense of belonging alumni, sehingga mereka
peduli kepada Al-Khairiyah berupa sumbangsih pemikiran, maupun harta
benda.182

181
Mudzhar, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan Kader
Kepemimpinan Bangsa, 2
182
Mudzhar, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan Kader
Kepemimpinan Bangsa, 4
BAB III
ORGANISASI MASSA AL-KHAIRIYAH

A. Cabang-cabang Al-Khairiyah
Cabang-cabang Al-Khairiyah bertempat di gedung-gedung berupa
bangunan Madrasah yang terdiri dari dua organisasi yaitu berupa pendidikan di
bawah kendali Yayasan dan Organisasi Massa (ORMAS) di bawah kendali
Pengurus Besar Al-Khairiyah. Pada masa akhir kekuasaan kolonial Belanda,
organisasi Al-Khairiyah telah memiliki 37 cabang yang tersebar tidak hanya di
sekitar wilayah Banten, tetapi juga sampai ke Sumatera Selatan. Jumlahnya
bertambah hingga 46 buah ketika penjajahan Jepang berakhir di Indonesia.183
Ke-46 cabang Al-Khairiyah dengan nama Madrasah Ibtidaiyah berturut-
turut berdiri di tempat-tempat sebagai berikut: 1) Delingseng Cilegon (1929), 2)
Kamasan Cinangka Serang (1930), 3) Kelapian Pontang Serang (1930), 4) Pipitan
Walantaka Serang (1931), 5) Langon Pulomerak Cilegon (1931), 6) Beji
Bojonegara Serang (1931), 7) Kubangsawit Cilegon (1931), 8) Pulopanjang
Serang (1931), 9) Sumuranja Bojonegara Serang (1933), 10) Jombang Wetan
Cilegon (1933), 11) Temuputih Cilegon (1933), 12) Kalentemu Cilegon (1933),
13) Bojonegara Cilegon (1934), 14) Salatuhur Cikoneng Serang (1934), 15)
Cikeusal Serang (1935), 16) Tembakang Pontang Serang (1935), 17) Kramat
Watu Serang (1935), 18) Pontang Serang (1936), 19) Rancaranji Padarincang
Serang (1936), 20) Ciruas Serang (1936), 21) Sekong Pulomerak Cilegon (1936),
22) Tegal Wangi Pulomerak Cilegon (1936), 23) Kangkung Telukbetung
Lampung (1936), 24) Satu Waringin Kurung Serang (1938), 25) Pengoreng
Bojonegara Serang (1938), 26) Pamekser Mancak Serang (1939), 27) Palembang
Sumatera Selatan (1939), 28) Pekalongan Cilegon (1939), 29) Kubangkura
Cilegon (1940), 30) Badamussalam Kasemen Serang (1940), 31) Mucang
Tangerang (1940), 32) Benyawakan Mauk Tangerang (1940), 33) Mauk

183
Pendudukan Jepang berlangsung dari bulan Februari 1942 hingga bulan Agustus 1945.
Lihat Federspiel, Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX, 143
Tangerang (1940), 34) Bugel Padarincang Serang (1940), 35) Pamenteng Cilegon
(1940), 36) Kopibera Cinangka Serang (1940), 37) Mendong Cinangka Serang
(1940), 38) Sirih Cinangka Serang (1940), 39) Wadas Bojonegara Serang (1942),
40) Curug Bagendung Cilegon (1944), 41) Kramatwatu Serang (1945), 42)
Bendungmalang Carenang Serang (1945), 43) Sumur Gading Bojonegara (1945),
44) Kubang Puji Pontang Serang (1945), 45) Kampung Sawah Kaliawi Tanjung
Karang Lampung (1945), dan 46) Kejuruan Bojonegara Cilegon (1945).
Data tersebut menunjukan bahwa eksistensi cabang-cabang Al-Khairiyah
sudah masuk ke wilayah Lampung dan Bengkulu. Alumni yang hanya berbekal
ketaatan pada guru telah mampu membuka cabang-cabang Al-Khairiyah sampai
ke pelosok-pelosok kampung. Menurut Nanang Umar Nafis bahwa
memperbanyak cabang adalah salah satu dari program unggulan Organisasi Massa
Al-Khairiyah yang pada saat itu bernama Nahdlah Syubbanil Muslimin.184 Ia juga
menjelaskan bagaimana perjalanan ayahnya yang diamanatkan untuk membuka
Al-Khairiyah di Batu Gajah yang ada di Pedalaman dengan hanya berbekal
amanat guru dan orang tuanya. Ia sendiri lahir di tanah rantau yang merupakan
bukti bahwa perjalanan sejarah panjang Al-Khairiyah penuh dengan liku-liku.
Perjuangan tersebut telah membawa syi’ar Islam sampai di wilayah terpencil.
Cabang-cabang Al-Khairiyah semakin berkembang seiring dengan
semakin banyaknya lulusan dari Madrasah Al-Khairiyah pusat. Pada saat
wafatnya K.H. Syam’un pada tanggal 28 Februari 1948 (1 Jumadil Ula 1368 H),
Madrasah Al-Khairiyah sudah berjumlah 81 cabang. Prestasi yang dicapai oleh
pendiri Al-Khairiyah untuk mengawali babak baru pasca kepengurusannya.
Potensi yang besar untuk memperjuangkan Islam dengan jalur da’wah dan
pendidikan dilanjutkan oleh kepengurusan berikutnya dengan semangat yang
sama dan ditambah dengan semangat gotong royong antar murid-murid
kepercayaan KH Syam’un untuk terus melanjutkan perjuangan pendiri Al-
Khairiyah.

184
Wawancara dengan Nanang Umar Nafis, MM (Tokoh Al-Khairiyah) di Cilegon 18
Agustus 2020
Pada tahun 1983 berdasarkan data yang dihimpun oleh Pengurus Besar Al-
Khairiyah dalam bukunya Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa,
jumlah cabang Al-Khairiyah telah mencapai 417 dari berbagai jenjang. 185
Kemudian berdasarkan data sampai dengan tahun 1992, Perguruan Islam Al-
Khairiyah hanya memiliki cabang sekitar 360-an Madrasah dan Sekolah Umum,
dengan rincian, Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 329 buah, Madrasah Tsanawiyah
sebanyak 25 buah, dan Madrasah Aliyah dan Sekolah Umum sebanyak 15 buah.
Penurunan tersebut terjadi karena adanya masa stagnan Al-Khairiyah yang
lumayan lama sehingga cabang-cabang Al-Khairiyah banyak yang membuat
Yayasan sendiri. Juga, karena banyaknya Madrasah yang berpindah status sekolah
yang semula swasta menjadi Sekolah Negeri.
Data terakhir cabang Al-Khairiyah yang aktif diperoleh dari Pengurus
Besar Al-Khairiyah pada tahun 2020 adalah 303 cabang. Data cabang
sebagaimana terlampir adalah daftar cabang Al-Khairiyah yang masih aktif dan
masih menjalin komunikasi yang baik dengan Pengurus Bessar, utamanya yang
berkaitan dengan pendidikan.186 Sedangkan, terkait dengan program-program
Pengurus Besar seperti Program Donasi adalah program yang ada di Pengurus
Pusat Al-Khairiyah. Dalam wawancara dengan M.Ja’far Shodiq dari Cabang Al-
Khairiyah Pelindung Jaya Lampung diperoleh data bahwa di cabang Lampung
tidak ada Program Donasi sebagaimana yang dilakukan di Cilegon oleh Pengurus
Pusat.187 Lampung dijadikan barometer utama pergerakan Al-Khairiyah di
Tingkat Cabang, karena Al-Khairiyah di Lampung terhitung lebih maju. Hal itu
dibuktikan dengan adanya Wisma Haji Al-Khairiyah di Metro Lampung dan
banyaknya cabang-cabang Al-Khairiyah di Lampung.188 Demikian halnya dalam
wawancara dengan sekertaris DPD Cilegon, Ade Imun Romadhan yang

185
PB. Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 5.
186
Wawancara dengan Ahmad Munji (Wasekjen PB Al-Khairiyah), di Cilegon 11
Agustus 2020
187
Wawancara dengan M Ja’far Shodiq (Cabang Lampung), Via on Line 21 Oktober
2020
188
Wawancara dengan Ismatullah (Ketua DPD Cilegon) di Cilegon 27 Oktober 2020
menjelaskan bahwa Isu pokok gerakan harus terus belajar mengaji adalah isu yang
dikembangkan hanya di Pengurus Pusat Al-Khairiyah yaitu di Kota Cilegon.189
Berikut adalah sebaran atau gambaran dari data lampiran mengenai
cabang-cabang Al-Khairiyah ditinjau dari Kota dan Provinsi yang ada. Data ini
diambil pada tahun 2020 dari Pengurus Besar Al-Khairiyah:

Tabel 3.1
Cabang Al-Khairiyah
No Wilayah Provinsi
1 Cilegon Banten
2 Serang Banten
3 Pandeglang Banten
4 Tangerang Banten
5 Depok Banten
6 Jakarta Utara DKI Jakarta
7 Bekasi DKI Jakarta
8 Lampung Lampung
9 Palembang Palembang

Secara organisasi, Al-Khairiyah sudah memiliki kepemimpinan sentral


yang berpusat di kota Cilegon. Namun, belum memiliki kantor yang berpusat di
Ibu Kota sehingga terlihat belum memiliki keutuhan sebagai ORMAS Nasional.
Keinginan untuk memiliki kantor di Jakarta sudah sejak lama diimpikan dan
kurangnya SDM dan Pendanaan menjadi kendala utama untuk mewujudkannya.
Tradisi sillaturahmi antar cabang saat ini berjalan melalui media sosial
seperti Facebook, WA, dan Twitter. Dua kali dalam satu periode jabatan Pengurus
Besar, diadakan Rapat Kerja Nasional yang tujuan utamanya adalah memperkuat
tali sillaturrahim antara Cabang Al-Khairiyah. Kesempatan tersebut juga
dilakukan untuk saling berbagi pengalaman serta pencapaian-pencapaian di setiap

189
Wawancara dengan Ade Imun Romadhan (Sekretaris DPD kota Cilegon) di Cilegon
10 Oktober 2020
cabang. Transformasi pengalaman dalam mengembangkan Yayasan terjadi pada
saat itu, sehingga cabang-cabang yang masih tertinggal dapat belajar dengan
cabang lain yang sudah lebih maju.
Tingkat pendidikan yang ada di Al-Khairiyah tidak seragam satu dengan
lainnya. Pada masa-masa awal berdiri secara keseluruhan berbentuk Madrasah.
Namun, seiring berjalannya waktu dan tuntutan dari masyarakat maka di buka
berbagai macam tingkat dan bentuknya. Mulai dari tingkat PAUD sampai
Perguruan Tinggi. Ada yang dibentuk di bawah Koordinasi Kementrian Agama
(KEMENAG) seperti MI, MTs, MA, Sekolah Tinggi Agama Islam dan ada yang
dibentuk di bawah Koordinasi Kementrian Pendidikan dan Budaya
(KEMENDIKBUD).
Tuntutan masyarakat kepada Al-Khairiyah pada awalnya lebih banyak
kepada tuntutan di bidang Pendidikan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu
hal tersebut sedikit demi sedikit mengarah kepada tuntutan-tuntutan yang bersifat
sosial, utamanya yang terjadi di kota Cilegon. Kesulitan masyarakat dalam
menjalani hidup di Kota Industri dan sulitnya bersaing dengan pekerja dari Luar
Daerah dan dari Luar Negeri membuat masyarakat sering mengadu kepada
pengurus Al-Khairiyah untuk membuat terobosan-terobosan yang memihak
kepada masyarakat yang lemah.
Cabang-cabang Al-Khairiyah yang secara organisasi belum benar-benar
terintegrasi menyadari betul bahwa banyak warga dan masyarakat yang
membutuhkan solusi-solusi dalam permasalahan sosial yang dihadapi.
Pengangguran yang banyak, sulitnya mencari kerja, upah yang kecil, lemahnya
daya saing adalah bagian dari problem sosial yang sering dihadapi. Pandangan Al-
Khairiyah terhadap problem sosial di setiap cabang tentu berbeda-beda dan akar
masalah yang ada juga sangat berbeda. Seperti yang terjadi di Cilegon bahwa
warga merasa resah dengan kondisi hidup di daerah industri terlebih lagi dengan
adanya pergeseran dan orientasi pendidikan yang jauh meninggalkan nilai-nilai
agama menjadi keresahan tersendiri di bagi warga Al-Khairiyah khususnya dan
masyarakat Cilegon pada umumnya. Persoalan hidup mereka menggerakkan Al-
khairiyah untuk berjuang bersama warga dan memunculkan cikal bakal gerakan,
mulai dari gerakan pemberdayaan ekonomi warga, kesehatan, dan puncaknya
pada gerakan harus terus belajar mengaji untuk gererasi penerus perjuangan Islam.
Warga Al-Khairiyah yang pada awal berdiri sampai masa Orde Baru lebih
banyak disibukkan dengan kritik terhadap pemerintah berubah Pasca Reformasi.
Perubahan tersebut terjadi karena pandangan-pandangan para tokoh Al-Khairiyah
yang lebih mendukung perubahan-perubahan nilai yang terjadi di masyarakat
dengan terus menjadi jembatan keberhasilan warga di bidang-biang yang diminati.
Problem sosial warga Al-Khairiyah di setiap zaman berubah dan menjadi
isu-isu penting perjalan Al-Khairiyah dari masa ke masa.
Para Pengurus Al-Khairiyah baik di Tingkat Cabang maupun di Tingkat
Pusat memiliki isu lokal yang berbeda dan selama Pasca Reformasi hanya Al-
Khairiyah Pusat yang membangun isu yang ada dalam bentuk dan pola gerakan
sosial. Al-Khairiyah menjadikan isu lokal sebagai daya ungkit 190 untuk lebih
dekat dengan masyarakat, utamanya warga Al-Khairiyah sendiri. Daya ungkit
tersebut diharapkan menjadi pelopor untuk dapat diterapkan disetiap cabang-
cabang Al-Khairiyah karena stagnasi Al-Khairiyah pada waktu dulu lebih
dominan karena hilangnya daya ungkit untuk maju bersama dan melahirkan
gagasan yang baru serta semangat baru.
Organisasi Massa Al-Khairiyah yang pernah mengalami stagnasi adalah
organisasi yang telah lama berdiri dan tidak memiliki daya ungkit yang
berkelanjutan. Sehingga prediksi John Lofland bahwa gerakan sosial hanya dapat
bergerak 5 sampai 8 tahun akan berlaku pada setiap gerakan yang tidak memiliki
daya ungkit lanjutan. Al-Khairiyah menyadari hal tersebut sehingga di Al-
Khairiyah Pusat kemampuan daya ungkit tersebut menjadi prioritas dalam
melaksanakan dan mengembangkan gerakan sosial.
Daya ungkit hanya dapat diperoleh dari kepedulian yang besar terhadap
warga Al-Khairiyah. Semakin dalam menyelami kehidupan mereka maka akan
semakin banyak problem sosial yang diperoleh dan dapat ditindaklanjuti dengan

190
Daya ungkit adalah sebuah frase yang sering muncul di dalam percakapan tokoh-tokoh
Al-Khairiyah ketika membahas tentang masa lalu dan masa depan Al-Khairiyah. Frase ini dapat
diidentikkan dengan kreativitas meskipun dalam beberapa pembicaraan dinilai berbeda dengan
istilah daya ungkit.
daya ungkit yang dimiliki oleh Pengurus Besar. Isu untuk terus belajar mengaji
adalah isu yang diperoleh dari penyelaman pengurus terhadap problem-problem
sosial yang ada.
Dalam Studi Pendahuluan, penulis bersasumsi bahwa isu sentral gerakan
sosial Al-Khairiyah adalah isu ekonomi berdasarkan pada pengamatan sementara
bahwa Al-Khairiyah sedang berjuang membentuk Al-Khairiyah Mart untuk
menunjang ekonomi warga Al-Khairiyah karena dalam program Al-Khairiyah
Mart terdapat progam harga murah untuk warga Al-Khairiyah, pembayaran
belanja dapat dilakukan secara cashbond. Program kesehatan yang menampung
sekitar 20.000 BPJS untuk warga Al-Khairiyah tidak luput dari perhatian penulis
bahwa gerakan sosial Al-Khairiyah fokus pada masalah ekonomi dan kesehatan.
Pergerakan pemikiran dan lebih besarnya arus atau gelombang gerakan
yang dilakukan oleh warga Al-Khairiyah adalah seruan untuk sama-sama menjaga
anak-anak penerus generasi Islam untuk terus belajar mengaji. Seruan atau
pernyataan-pernyataan yang seperti itu dapat ditemukan dalam ruang-ruang
pengajian sebelum adanya Pandemi Covid-19 dan dapat diakses dalam koran-
koran harian di Banten bahwa warga Al-Khairiyah menginginkan anak-anaknya
terus belajar mengaji.
Isu yang besar ini setelah diurai baru dapat dilihat bahwa program-
program yang dilakukan seperti pembuatan Al-Khairiyah Mart, Klinik Al-
Khairiyah, Program Donasi, secara umum dilakukan untuk mencapai harapan
besar warga Al-Khairiyah. Sampai saat ini pembangun atau renovasi Madrasah-
Madrasah yang rusak masih dilakukan secara swadaya warga Al-Khairiyah. Hal
tersebut dilandasi oleh keyakinan bahwa sesuatu yang baik harus dimulai dari diri
sendiri. Kepedulian yang dibangun secara intern ini pada akhirnya menjadi
pemicu perusahaan-perusahaan di sekitar Cilegon untuk ikut serta memberikan
bantuan.
Program Da’wah yang dilakukan secara berkala dengan sistem yang lebih
modern juga dilakukan dalam rangka mengajak para milenial untuk terus belajar
mengaji sesuai dengan hobi dan kebiasaan mereka pada saat ini, yaitu lebih akrab
dengan media sosial. Keprihatinan setiap orang tua yang anak-anaknya mulai
menjauh dari ajaran agama, menjadi perhatian utama pengurus dalam
menciptakan kondisi atau suasana yang nyaman agar generasi milenial tetap dekat
dengan ajaran agama.
Data-data yang menunjang perubahan pola pikir dan pandangan warga Al-
Khairiyah diperoleh dari hasil observasi dan wawancara, antara lain yang
dilakukan dengan Humaedi, alumni Al-Khairiyah Cabang Pipitan Serang. Ia
mengatakan bahwa beberapa perbedaan pemikiran warga Al-Khairiyah dulu
dengan sekarang di antaranya adalah a. Mengenai pendidikan orientasinya terlihat
berbda antar pemikiran orang dulu dengan sekarang, dulu seorang wali murid
menginginkan agar anaknya kelak menjadi orang sholeh, sekarang lebih banyak
didominasi oleh keinginan untuk mendapatkan pekerjaan. Adapun bagi warga Al-
Khairiyah yang memasukkan anaknya ke pesantren karena adanya hubungan
keluarga semata atau ikut-ikutan dengan teman-temannya (lagi trend. Pen). b.
Mengenai da’wah secara konten dinilai sama tapi cara berda’wah sudah berbeda
karena menggunakan media yang lebih modern. dan c. Mengenai pekerjaan, dulu
dinilainya orang tua dalam bekerja tidak berharap lebih hanya untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari, tapi sekarng tuntutannya sudah berbeda yaitu ada
keinginan untuk mememenuhi kebutuhan lain yang mengarah kepada kemewahan
dan gaya hidup.191
Perbedaan pola pandang warga Al-Khairiyah dari waktu ke waktu
menunjukkan adanya pergeseran budaya yang sangat kuat. Warga Al-Khairiyah
sebagai masyarakat kultural berubah sesuai dengan pergeseran budaya dari
masyarakat petani menjadi masyarakat industri. Kota Baja yang disandingkan
dengan kota Cilegon karena perusahaan besar yang pertama kali lahir adalah
industri Baja, kini sudah didominasi oleh industri-industri kimia yang
membutuhkan keahlian lebih bagi warga dalam mempersiapkan diri untuk ikut
bersaing di dunia kerja.
Banyak pada pendatang dari Luar Daerah bahkan dari Luar Negeri yang
berbaur dengan masyarakat Cilegon dan memberikan dampak secara sosial

191
Wawancara dengan Humaedi (Alumni Al-Khairiyah Cabang), di Cilegon 21 Oktober
2020
terlebih lagi dari segi ekonomi. Perbedaan kelas terlihat bagi mereka yang bekerja
di perusahaan Kimia dibandingkan dengan mereka yang berkerja di tempat lain,
atau sebagai pedadang maupun petani. Taraf kehidupan yang berbeda melahirkan
problem baru dalam tatanan masyarakat di Cilegon. Gaya hidup berubah, pola
pikir berubah, cita-cita dan harapan pun ikut berubah sehingga membutuhkan
suatu pola tatanan kehidupan yang berbeda atau ideal untuk menjaga
keharmonisan hidup sebagai masyarakat Cilegon baik sebagai pribumi maupun
pendatang.
Pola pandang yang berbeda dari setiap warga Al-Khairiyah menjadi dasar
bahwa Al-Khairiyah harus dapat bergerak dinamis di tengah kemajuan zaman.
Setidaknya sebagai dasar gerakan sosial Al-Khairiyah harus bertumpu pada dasar
pemikiran utama pendiri Al-Khairiyah, yaitu mencerdaskan umat, pemberdayaan
ekonomi, dan cinta tanah air. Sebagai sebuah strategi yang dilakukan dalam
rangka mencapai tujuan tersebut adalah dengan mendirikan Nahdlotusy Syubanul
Muslimin, Al-Khairiyah pada tahun 1925 serta HIS (Hollandsch Inlandsch
School) pada tahun1930. Strategi yang dilakukan untuk memberdayakan ekonomi
umat adalah dengan mendirikan koperasi yang diberi nama Coeperatie Boemi
Poetera pada tahun 1927. Sedangkan strategi untuk menumbuhkan kecintaan
terhadap tanah air adalah terjun di dunia militer dan menjadi Panglima Militer
untuk wilayah Banten dan Bogor. 192
Gerakan yang dilakukan oleh pendiri Al-Khairiyah menjadi pedoman
gerakan-gerakan selanjutnya sebagai sebuah reorientasi gerakan yang menginduk
pada para pendahulu terlebih lagi pendiri Al-Khairiyah. Dipertahankannya
pondok pesantren serta sekolah-sekolah di lingkungan Al-Khairiyah bahkan
sampai tingkat Perguruan Tinggi adalah sebuah tradisi mempertahankan ide dan
gagasan pendiri Al-Khairiyah dalam mencerdaskan bangsa, didirikannya ORMAS
Al-Khairiyah adalah dalam rangka melanjutkan perjuangan Nahdlotusy Syubanul
Muslimin, dan dibangunnya Al-Khairiyah Mart sebagai bukti keberlanjutan
gerakan dari didirikannya Coeperatie Boemi Poetera.

192
Alwiyan Qosyid Syam’un. https://faktabanten.co.id/blog/2019/02/13/dasar-pemikiran-
gerakan-al-khairiyah. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2020
Gerakan sosial Al-Khairiyah yang mengangkat isu harus terus belajar
mengaji adalah potret keberlangsungan suatu dasar pemikiran yang
dikombinasikan dengan kebutuhan warga Al-Khairiyah, Ketakutan bahwa pada
suatu waktu anak keturunannya tidak ada yang bisa mengaji, keprihatinan
dekadensi moral yang diawali oleh minimnya pendidikan agama akibat kurang
mengaji, serta harapan untuk mempertahankan tradisi mengaji setiap sore di
Madrasah-Madrasah Al-Khairiyah.
Penguatan kurikulum di beberapa cabang Al-Khairiyah juga merupakan
sebuah pola pikir yang terus mengembangkan tantangan zaman. Cabang-cabang
Al-Khairiyah diberikan kebebasan untuk mengelola kurikulum secara lokal dan
disesuaikan dengan kondisi yang ada di daerah masing-masing. Seperti di Cilegon
lebih menekankan SMK untuk menjawab permintaan dari perusahaan-perusahaan
yang ada, di Lampung mempertahankan Madrasah karena kondisi masyarakat
petani dan lingkungan yang masih butuh Pendidikan Agama sebagai landasan
pengetahuan dalam menata kehidupan masyarakat Lampung jauh lebih besar
dibandingkan dengan di daerah lain, dsb.
Pola pikir pendiri Al-Khairiyah lebih besar pada penguatan kepada
kehidupan berbangsa dan beragama. Tidak terlihat pemikiran pendiri yang
bersebrangan dengan pemerintah atau menggunakan kritik pedas terhadap
pemerintah. Terjadinya pemikiran yang kontra terhadap pemerintah lebih sering
dilakukan warga Al-Khairiyah tanpa melibatkan Al-Khairiyah sebagai Organisasi
Massa, utamanya yang terjadi pada saat pemerintahan Orde Baru. Hal itu terjadi
karena sebagai Organisasi Massa sedang mengalami masa stagnasi dan belum
mendapatkan data yang mendukung jika masa stagnasi dikaitkan karena adanya
campur tangan pemerintah saat itu.
Pasca Reformasi menjadi titik tumpu yang membuka peluang seluruh
Organisasi Massa untuk ikut serta eksis kembali. Hal ini seolah dimanfaatkan oleh
Al-Khairiyah untuk kembali mengulang masa-masa kejayaan yang pernah pudar.
Sejak tahun 1999 hingga saat ini Al-Khairiyah belum pernah mengungkapkan
kritik terhadap pemerintah pusat. Bahkan sampai pada hari ini ketika pemerintah
mengalami banyak kritikan dari Orgaisasi Massa lain, Al-Khairiyah lebih
cenderung ikut serta barisan mayoritas ORMAS yang ada di Banten.
Baru-baru ini beberapa ORMAS besar di Banten mengadakan pertemuan
dalam rangka mengambil sikap terhadap undang-undang cipta kerja, Organisasi
Massa tersebut antara lain PW Muhamadiyah Provinsi Banten, PW Nahdlatul
Ulama Provinsi Banten, PW Persis Provinsi Banten, PW Mathla’ul Anwar
Provinsi Banten, dan PW Al-Khairiyah Provinsi Banten memberikan sikap khusus
tentang undang-undang Omnibus Law, yaitu berkaitan dengan hak untuk
menyampaikan pendapat, mendukung masyarakat yang tidak setuju dengan
undang-undang cipta kerja untuk mengajukan Judicial Review ke MK, menolak
untuk melengserkan kepemimpinan nasional, mendorong untuk tetap bersatu dan
fokus menanggulangi pandemi Covid-19, dan mengajak untuk memperkokoh
persatuan dan kesatuan Bangsa. (Serang 12 Oktober 2020).193
Budaya mengkritik pemerintah secara organisasi belum melekat di
lingkungan Al-Khairiyah baik pada masa Orde Lama, Orde Baru, maupun Pasca
Reformasi. Adanya Reorientasi Gerakan lebih mengacu pada bentuk dan pola
lama yang akan dipertahankan dari pada mencoba untuk membentuk pola baru
dalam pengambilan sikap kepada pemerintah. Reorientasi lebih terlihat dalam
ruang lingkup masa kejayaan, masa stagnasi, dan mengambalikan pola pikir untuk
kembali meraih masa kejayaan menjadi titik gerakan yang ingin dicapai. Ada
kesalahan yang terjadi, dan langkah-langkah yang tidak tepat yang diambil
Pengurus Besar sehingga mengalami masa stagnasi yang panjang. Sebagai
langkah menghindari masa tersebut terulang kembali maka reorientasi gerakan
perlu dipetakan kembali oleh Pengurus Besar.
Cabang-cabang Al-Khairiyah memiliki andil yang sangat besar dalam
mendorong laju organisasi agar tetap berjalan sesuai dengan dasar pemikiran
pendiri Al-Khairiyah. Sebab-sebab jatuhnya Al-Khairiyah dijadikan pelajaran
berharga baik di Tingat Cabang terlebih lagi di Tingkat Pusat. Dasar pergerakan
yang utama Organisasi Massa Al-Khairiyah adalah di bidang da’wah yang

193
https://muibanten.or.id/id/inilah-pernyataan-sikap-pimpinan-ormas-islam-dan-majelis-
majelis-agama-di-banten-terkait-uu-cipta-kerja. Diakses pada tanggal 12 Oktober 2020.
mencirikan dasar khas dengan organisasi lain yang sejenis. Da’wah adalah kunci
utama Al-Khairiyah dalam melewati proses kejayaan yang pernah dialami dan
akan tetap maju jika kunci ini terus dijaga dan dipertahankan eksistensinya.
Langkah mundur Gerakan Al-Khairiyah akan terlihat jika semangat
da’wah memudar dari seluruh warga Al-Khairiyah. Kepentingan organisasi harus
lebih diutamakan dari pada kepentingan pribadi atau golongan tertentu. Masa-
masa stagnasi menjadi catatan penting bahwa pada masa itu semangat
individualitas dan kelompok lebih di besar-besarkan dibandingkan dengan
kepentingan organisasi dan semangat kebersamaan.

B. Organisasi Pesantren, Kemasyarakatan dan Keagamaan Al-Khairiyah


Al-Khairiyah didirikan untuk kepentingan kemasyarakatan dan
keagamaan. K.H. Syam’un mendidik para santrinya agar menjadi manusia yang
berakhlak mulia. Mereka juga diajari ilmu agama, ilmu umum, seni, dan juga ilmu
berorganisasi.194 Menurut Hikmatullah A. Syam’un Al-Khairiyah bukan milik
golongan tertentu, namun milik masyarakat luas, masyarakat Indonesia, bahkan
masyarakat dunia yang memiliki semangat untuk memajukan dunia pendidikan.
Dalam hal keorganisasian, pada tahun 1927, K.H. Syam’un aktif di
organisasi Nahdatul Ulama (NU) cabang serang yang diketuai oleh K.H. Abdul
latif, salah seorang seniornya ketika sama-sama belajar (nyantri) di Pesantren
Daliran yang diasuh oleh K.H. Kosimin.195 Di NU cabang, K.H. Syam’un
menjabat sebagai wakil ketua. Ia termasuk pengikut ahlussunnah wal jama’ah
bermadzhab Syafi’i.196
Sebagai Lembaga Pendidikan Modern, Madrasah Al-Khairiyah juga harus
dikelola dengan cara-cara modern. Demikianlah, untuk menopang dana dan
mengembangkan Madrasah Al-Khairiyah maka diperlukan organisasi yang
khusus mengurusi hal tersebut. Akhirnya berdasarkan kesepakatan K.H. Syam’un

194
Keterangan Sidiq, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 16-17
195
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
196
Keterangan Sarbini, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 10-11
berserta murid-murid dan dibantu oleh K.H. Abdul Aziz (pensiunan kepala kantor
kecamatan Cilegon), maka pada tanggal 21 Juni 1931, didirikanlah organisasi
dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Syubbanil Muslimin (Perkumpulan
Kebangkitan Pemuda Islam) yang bertempat di Citangkil, Cilegon, tempat yang
sama dengan Madrasah induk.197 Keorganisasian yang ada sekarang ini pada
tingkat DPW dan DPD adalah organisasi otonom di bawah naungan Pemuda Al-
Khairiyah.
Kemudian, disusunlah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD
& ART) di mana di dalamnya terdapat rumusan maksud dan tujuan Al-Khairiyah.
Organisasi ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan K.H. Syam’un akan minimnya
kemampuan finansial Al-Khairiyah sebagai penopang biaya operasional Madrasah
terutama pada lima tahun pertama paska pendiriannya. Alih-alih dapat
meningkatkan kualitas pendidikan, mempertahankan keberadaannya pun dengan
standar yang paling sederhana sudah sulit dilakukan.
Dalam Statuten pasal 2 ayat (3), maksud Jam’iyyah Nahdlotus Syubbanil
Muslimin yaitu “akan mengoeatkan dan memadjoekan agama Islam golongan
ahlissoennah waldjama’ah” dengan cara: 1) memperbanyak Madrasah, 2)
mendirikan perpustakaan Islam, 3) mendirikan rumah yatim dan miskin, 4)
membantu sesama muslim yang tertimpa musibah berat.198
Struktur organisasi terdiri dari pelindung dan penasehat yang masing-
masing dijabat oleh K.H. Syam’un (Beschermheer) dan H. Abdul Aziz
(Advisuer). Sementara para dewan pengurus harian yaitu K.H. Ali jaya
(Voorzitter), H. Abdul Jalil (Vice Voorzitter), Ust. Masria (Secretaris I), M.
Syadeli Hasan (Secretaris II), H. Abdurrahim (Penningmeester I), Halimi
(Penningmeester II), M.Asy’ari, H. Halimi, H. Hasan, Qomaruzaman, Abdul
Fatah Hasan, Sahim, Syibromalisi, Resiman, M.Sufi, M.Rafe’i, H. Tahir, Rasyidi
(commisarisen).199
Seiring berjalannya waktu, sebagian pengurus Jam’iyah ini banyak yang
meninggal dunia, dan sebagian lagi ada yang menjadi pejabat pemerintah, tentara,
197
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya, 6-7.
198
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 5-7.
199
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 5-7
pamong praja, dan lain-lain, maka pada tahun 1951 Jam’iyah Nahdlatusy
Syubbanil Muslimin diubah menjadi Perguruan Islam Al-Khairiyah.200 Kejadian
ini menjadi tonggak sejarah perjalanan kepemimpinan Al-Khairiyah Pasca KH.
Syam’un.
Kepemimpinan Al-Khairiyah Pasca KH Syam’un memiliki dua perjalanan
kepemimpinan yaitu kepemimpinan Pesantren dan Organisasi Massa (ORMAS)
yang pada akhirnya mengerucut menjadi satu kepemimpinan terpusat. Pada awal
kepemimpinan Pesantren terdapat beberapa kali perubahan mulai dari KH
Masyria, KH. Syibromalisi, KH. Ali Jaya, KH. Rachmatullah Syam’un, KH.
Karim Syam’un, dan KH. Syatibi Ali.201 Kemudian kepemimpinan tersebut
berubah menjadi kepemimpinan terpadu sejak Drs. K.H. Hikmatullah Syam’un
sampai dengan sekarang yang dipimpin oleh H.Ali Mujahidin, S.H.I.
Sementara itu kepemimpinan organisasi kemasyarakatan dan keagamaan
dilalui oleh Al-Khairiyah dari mu’tamar ke mu’tamar. Sepanjang perjalanannya
mu’tamar Al-Khairiyah berjalan pasang surut, meskipun demikian kini menginjak
usia satu abad dari perjalanan Pesantren dan 90 tahun perjalanan Madrasah.
Organisasi Al-Khairiyah berjalan dinamis menuju Peradaban Al-Khairiyah
Modern yang terus berjuang untuk mengisi kemerdekaan yang hingga hari ini
esensinya masih terus diperjuangkan.
Secara garis besar perjalanan kepemimpinan Al-Khairyah dapat ditinjau
secara periodik sebagai berikut:

1. K. Masria Qasid Wasekh (tahun 1951)


K. Masria Qasid Wasekh dapat dikatakan sebagai penggagas dibentuknya
sebuah organisasi massa yang dibentuk dengan model yang lebih modern pada
saat itu, khususnya untuk Al-Khairiyah yang sedang terus menerus mencoba
untuk menjadi sebuah organisasi yang mampu memberi kontribusi yang besar
untuk bangsa dan negara. Beliau menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar

200
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 11.
201
Lihat Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah, 7
Al-Khairiyah untuk periode 1951-1955. Pertama kali organisasi ini dibentuk
dengan nama Perguruan Islam Al-Khairiyah.
Organisasi ini berpusat di Citangkil dengan pengurus baru yaitu Ust.
Masria Qasid Wasekh (ketua), Abdul Haq Ahmad (wakil), S.Misbach (sekretaris),
Muslih Sakim (Wk. Sekretaris), dan Muhammad Isa Rasdam (Bendahara), Ust.
Muslim dan Moh. Sidik (Pembantu Bendahara), Ust. Syibromalisi dan Ust. Abu
Bakar (Bag. Pendidikan), Sayuni (Sekretaris Bag. Pendidikan), Ust. Sahim (Pemb.
Sie. Pendidikan), Sarmidi (Bag. Bangunan), Moh. Syadeli (Sekretaris Bangunan),
H. Siradj (Bend. Bangunan, Abdul Ghani (Pemb. Bag. Bangunan), K.H. Ali Jaya,
K.H. Suhari, dan K.H. Syanwani (Penasehat).202

2. Prof. K.H. Syadeli Hasan (Mu’tamar I tahun 1955).


Pada periode ini organisasi beberapa kali berubah nama dari Perguruan
Islam Al-Khairiyah (1951) berubah menjadi Yayasan Perguruan Islam Al-
Khairiyah (1959), kemudian diganti lagi menjadi Organisasi Perguruan Islam
(OPI) Al-Khairiyah (1960), dan terakhir diganti lagi menjadi Yayasan Organisasi
Perguruan Islam (OPI) Al-Khairiyah (1972).
Prof. K.H. Syadeli Hasan menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar
Al-Khairiyah untuk periode 1955-1975. Beliau lahir tahun 1914 dan meninggal
tahun 1980. Riwayat pendidikan dimulai dari pesantren Al-Khairiyah, lulus tahun
1926 kemudian melanjutkan pendidikan ke Universitas Al-Azhar lulus tahun 1934
dan juga belajar di Universitas Kairo (Al-Jami’ah al-Qahirah) lulus tahun 1939.
Karirnya dimulai dari menjadi guru di MTs Tsanawiyah dan Muallimin Al-
Khairiyah tahun 1940, Guru di HIK Muhammadiyah Solo (1941-1943), dosen UII
Yogyakarta (1945-1979), ADIA Jakarta (1960-1963), terakhir beliau menjadi
dekan Fakultas Syari’ah IAIN Serang (1962-1979) dan pada tahun 1979 diangkat
menjadi guru besar di fakultas Syari’ah IAIN Sunan Gunung Djati Serang.203
Tepatnya pada tanggal 27 sampai dengan 30 April 1955 diadakan
mu’tamar/kongres pertama kalinya dalam sejarah Al-Khairiyah yang bertempat di
202
Rahmatullah Syam’un, lihat Ali dkk, Biografi KH Syam’un,72-73
203
Maftuh, Lembaga Pendidikan Al-Khairiyah di Banten (1916-1942): Pendekatan
Sejarah Sosial, Disertasi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015), 208-209
Citangkil. Mu’tamar ini dihadiri oleh para pengurus cabang Madrasah yang pada
saat itu telah mencapai 121 cabang. Mu’tamar pertama ini, terpilih sebagai ketua
umum yaitu Ust. M. Syadeli Hasan (ketua umum), Ust. Masria (Ketua I), Ust.
Abdul Kahar Hasan (Ketua II), Ust. Rakhmatullah Syam’un (Sekretaris Umum),
Ust. Misbach (Sekretaris I), Ust. M. Tahuri Salam (Sekretaris II),
Ust.Syibromalisi Awi, Ust. M.Isa, Ust. Abu Bakar, Ust. Sahim, Ust. Abdul Kohar
Rahim, Ny.Hasunan (Pembantu Sekretaris), seksi pendidikan yaitu Ust.
Sibromalisi Awi (Ketua), M.Tohuri Salam (Sekretaris), Ny.Hasunah, Ust.
Rahmatullah Syam’un, Ust. Sahim (Pembantu Sekretaris), Ust. Abdullah (ketua
Bendahara), Ust. S.Misbach (Sekretaris), Ust. M. Sidik (Pembantu), Ust. Abu
Bakar (Ketua Penerangan), Ust. S. Misbach (Sekretaris), Ust. M. Sidik
(Pembantu), Dewan Pertimbangan dan Fatwa, yaitu K.H. Ali Jaya (Ketua), Ust.
Abdul Latif (Sekretaris), K.H. Suhari, K. Arifudin, Ust. M.Tohir Hanafi
(Anggota), Panitia Kecil Pendidikan, yaitu Ust. Syibromalisi Awi (Ketua), Muslih
Sakim (Sekretaris), Ust. Abu Bakar, Ny. Hasunah, M.Tohuri Salam, dan ketua-
ketua komisariat Al-Khairiyah (Anggota).204
Mu’tamar tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut:
a. Semua Madrasah cabang harus menggunakan nama seragam, yaitu al-
Madrasah Khairiyah. Sebelumnya, Madrasah-Madrasah cabang masih
memakai nama menurut selera masing-masing. Ada yang bernama
Darussalam, Raudhaltul Athfal, dan lain-lain.
b. Mata pelajaran diseragamkan menurut kurikulum/silabus yang ditetapkan
oleh Perguruan Islam Al-Khairiyah Pusat.
c. Disahkannya Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
d. Disusunnya Pengurus Besar Perguruan Islam Al-Khairiyah.205
Tahun 1959 pemerintah Republik Indonesia akan memberikan sumbangan
uang ke lembaga-lembaga pendidikan Islam, baik Pesantren maupun Madrasah
yang memenuhi syarat. Adapun syarat-syarat yang diajukan pemerintah antara
lain:

204
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 15
205
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 7
a. Lembaga tersebut telah berstatus Badan Hukum, atau
b. Bernaung di bawah organisasi pendidikan yang telah memiliki badan
hukum, atau
c. Lembaga itu dikelola oleh organisasi yang berbadan hukum seperti
Yayasan dan lain-lain.
Perguruan Islam Al-Khairiyah yang pada saat itu belum berbadan hukum
memilih alternatif ketiga, yaitu dengan membuat Yayasan sendiri. Yayasan yang
didirikan bernama “Yayasan Perguruan Islam Al-Khairiyah”. Pada tahun yang
sama, tepatnya tanggal 14 Desember 1959, terbitlah Akte Notaris dengan nomor:
700/Jsn/1959. Dengan terbentuknya Yayasan tersebut maka dengan sendirinya
Organisasi Perguruan Islam Al-Khairiyah dibubarkan dan diganti dengan Yayasan
Perguruan Islam Al-Khairiyah.
Anggaran Rumah Tangga dan juga pengurusnya tidak banyak yang
berubah, yaitu: Ust. M.Syadeli Hasan (Ketua Umum), Ust. Masria (Ketua I), Ust.
Abdul Kahar Hasan (Ketua II), Ust. Misbach (sekertaris umum), Ust. Tahuri
Salam (Sekretaris I), dan Ust. Fatullah Syam’un (Sekretaris II).
Namun pada tahun 1960, nama Yayasan tersebut diubah kembali menjadi
Organisasi Perguruan Islam Al-Khairiyah (OPI) yang berkedudukan di Citangkil.
Pada tahun ini juga, Al-Khairiyah kembali mengirimkan murid-murid terbaiknya
untuk belajar ke Madinah, Saudi Arabia. Mereka adalah Fathullah Syam’un,
Samhudi Abduh dan M. Sadju Rajak.
Pada tahun 1964, Pengurus Besar OPI untuk pertama kalinya mengadakan
Rapat Kerja (Raker) dengan pengurus-pengurus Madrasah cabang yang pada
waktu itu telah berjumlah 246 yang tersebar di daerah Banten, Jakarta, Karawang
dan Sumatera. Sebenarnya, Raker ini adalah sebagai pengganti dari Mu’tamar.
Namun karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan karena Al-Khairiyah
mendapat sorotan negatif dari pemerintah Orde Lama, maka Raker dianggap
berfungsi sebagai Mu’tamar.
Pada tanggal 10 April 1968, Pengurus Besar OPI Al-Khairiyah
mengadakan rapat pleno dengan Madrasah cabang pada saat itu mencapai 305
cabang. Beberapa keputusan ditetapkan yaitu membentuk/menjadikan daerah
Citangkil sebagai daerah Istimewa Perguruan Islam Al-Khairiyah dan menjadikan
Madrasah-Madrasah yang ada di dalamnya sebagai Madrasah induk. Rapat pleno
tersebut menghasilkan kepengurusan yang ditetapkan untuk daerah istimewa,
yaitu K.H. Ali Jaya (ketua), Fuad Halimi (sekretaris), dan Abdullah (bendahara).
Dinamika sosial politik yang berkembang di Indonesia menjadikan Al-
Khairiyah kembali harus menyesuaikan dirinya. Maka pada tahun 1972, OPI Al-
Khairiyah kembali mengalami perubahan menjadi Yayasan Organisasi Perguruan
Islam Al-Khairiyah. Al-Khairiyah menjadikan Pancasila sebagai dasar
organisasinya, sebagaimana didesakkan oleh pemerintah Orde Baru saat itu.
Perubahan tersebut disahkan dengan Akte Notaris No. 164/1972 tanggal 12
Oktober 1972.206

3. K.H. Rahmatallah Syam’un (Mu’tamar II tahun 1975)


Beliau menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah
Periode 1975-1980. Beliau lahir tahun 1933 dan meninggal tahun 1989. Beliau
adalah putra dari pasangan K.H. Syam’un dan Hj. Adawiyah. Riwayat pendidikan
dimulai dari Sekolah Rakyat (SR) tahun 1940, SMP 1 Serang tahun 1946, SMA
Jakarta jurusan ilmu pasti (Paspal) tahun 1953 dan terakhir studi di American
University of Cairo Mesir. Karirnya dimulai dari menjadi komandan Tentara
Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dan pernah bekerja di KBRI Kairo. 207 Beliau
juga aktif mendukung Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) sebagai pilihan politik
dalam memberikan kontribusi politik kepada Negara. 208
Tepatnya pada tanggal 9 s/d 10 April 1975 diadakan Mu’tamar Al-
Khairiyah II bertempat di Citangkil. Dari mu’tamar tersebut dihasilkan Pengurus
Besar Al-Khairiyah yang baru, yaitu: H.Rahmatullah Syam’un (Ketua Umum),
H.M. Jasura (Ketua I), H. Abdul Halim (Ketua II), H.Nabani (Ketua III), H.
Fatullah Syam’un (Sekretaris Umum), H. Mansur Muhyidin (Sekretaris I),
Khaeruddin Arsyad (Sekretaris II), H. Achmad Gandi (Bendahara Umum),

206
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 11.
207
Lihat Permana, Sejarah Al-Khairiyah, 93-95
208
Wawancara dengan KH Hikmatullah Jamud (Tokoh Al-Khairiyah) dan Alwiyan Qasid
Syam’un (Pembina PB Al-Khairiyah). Cilegon, 15 Maret 2019.
Hasbullah Rasyid (Bendahara I), Dewan Pertimbangan dan Fatwa, yaitu Abdul
Latif (Ketua), H. Abdul Karim Syam’un (Sekretaris) dengan dilengkapi 19
anggota.209

4. K.H. Ali Jaya (Rapat Pleno 26 April 1980)


K.H. Ali Jaya bin Aldin menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Al-
Khairiyah untuk periode 1980-1982. Beliau lahir di Delingseng tahun 1901 dan
meninggal tahun 1982. Karir pendidikan lulus dari pesantren Al-Khairiyah. Pada
tahun 1929 mendirikan cabang Al-Khairiyah pertama di Delingseng. Karirinya
dimulai dari menjabat sebagai ketua pengurus Jam’iyyah nahdlatus subbanil
Muslimin tahun 1931, pernah menjadi camat Cinangka pada zaman revolusi
menggantikan K.H. Fatah Hasan, kepala kantor kecamatan Pulomerak, dan
terakhir sebagai camat lebak, Rangkasbitung. 210
Tepatnya pada tanggal 22 Mei 1980 Pengurus Besar Al-Khairiyah
mengadakan Rapat Pleno bertempat di Kampus Al-Khairiyah Delingseng. Di
antara hasil rapat tersebut adalah diangkatnya K.H. Ali Jaya sebagai Ketua Umum
Pengurus Besar Al-Khairiyah dan Ust. Sahim sebagai ketua Dewan Pertimbangan
dan Fatwa menggantikan K.H. Ali Jaya yang diangkat menjadi ketua umum PB
Al-Khairiyah.211

5. K.H.M. Thohir Hanafi (Rapat Pleno 28 November 1982)


Beliau menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Al-Khairiyah untuk
periode 1982-1985. Hal itu dilakukan untuk mengisi masa transisi karena belum
dapat melakukan mu’tamar dalam waktu dekat. Kepemimpinan beliau yang relatif
singkat setidaknya mampu mengisi estafet perjuangan Al-Khairiyah untuk terus
merangak maju.
Tepatnya pada tanggal 28 November 1982, Pengurus Besar Al-Khairiyah
kembali mengadakan Rapat Pleno. Rapat tersebut menghasilkan sebuah struktur

209
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 25-26.
210
Keterangan Humaedi, lihat Maftuh Lembaga Pendidikan Al-Khairiyah di Banten
(1916-1942): Pendekatan Sejarah Sosial, 210-212
211
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 33-35.
kepengurusan baru, yaitu Ust.H.M. Tohir Hanafi (Ketua Umum), Ust. Wahab Afif
(Ketua I), Ust.H. Zarkoni (Ketua II), Bpk.Muslih Sakim (Ketua III),
Drs.H.Athoullah Ahmad (Ketua IV), Ust. H.A.Suhaeli Syibromalisi (Sekretaris
Umum), Drs.M.A.Tihami (Sekretaris I), Drs.Mustofa Abduh (Sekretaris II),
Ya’kub Hasan (Sekretaris III), Drs.Sutomo AF.Hasan (Bendahara Umum),
Ust.Hilman Ismail (Bendahara I), Sanwani Sy.Anasi, BA (Bendahara II),
H.Harubi (Bendahara III).212
Dewan Pertimbagan dan Fatwa, yaitu K. Abd. Kahar Hasan (Ketua),
K.Sahim (Wk.Ketua I), K.H.M, Syarbini (Wk.Ketua II), A.Syatibi Ali
(Sekretaris), A.Tadjuddin, BA (Sk.Sek.I), Sidik Hamdan (Wk.Sek.II). H.Muchtar,
Zarkasyi, SH, K.M.Ali, Ust.H.M.Sidik, Ust.M.Isa, Ust. Hasun Ali, Ust.Bahruddin
Afif, Ust.H.Saefudin, H.M.Yasin, Ust.Humaedi Ali (Anggota). Seksi Pendidikan,
yaitu Drs.Habibuddin (Ketua) Hasanuddin Hambali, BA (Wk.Ketua I), Drs.Imat
Fatoni Ali (Wk.ketua II), Edy Suhaedi Sy.Ali BA (Sekretaris), Agus Humaedi,
BA (Wk.Sek I), Sa’dun Syibromalisi (Wk.Sek II), Drs. A.Sobri Syibromalisi,
Drs.Sumanta, Drs. Ali Darda Suchari, Drs.Rahmatullah Nuriman, Drs.M.Syafe’i,
Drs.M.A.Jazimi, Tohuri Salam, A.Jalil Afif, BA, Muchlasin Sarmidi, BA,
A.Syatibi Jamjuri, BA, Jahidi Hadi, BA, Syanwani Afif, BA, Hamdi Fayumi, BA
(Anggota).213
Seksi Penerangan/Humas, yaitu Drs. Mahdi Marzuki (Ketua), Drs.Hasbiun
(Wk.Ketua I), Ust.Syujai (Wk.Ketua II), Rifki Muslih, BA (Sekretaris), Alawi,
BA (Sek II), Mujtaba S.Ali (Sek III), Ust. Zubaedi Ahyani, Ust.M.Sidik Syamin,
Nawasi Jamsuri, Yusa BA, Syihabuddin Nasir BA, Rafiuddin BA dan lima orang
lainnya (Anggota).214

6. K.H. Fathullah Syam’un LML (Mu’tamar III tahun 1985 dan Mu’tamar IV
tahun 1990)
Beliau menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Al-Khairiyah untuk
periode 1985-1995. Beliau lahir di Serang tanggal 5 Desember 1940 dan
212
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 37.
213
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 62.
214
PB Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 63
meninggal pada tanggal 2 Desember 2012. Beliau adalah putra dari pasangan
K.H Syam’un dengan Hj.Fauziah. Riwayat pendidikan dimulai dari Sekolah
Rakyat di Cilegon 1952, SMP Muhammadiyah Cilegon 1955, MA Al-Khairiyah
Cilegon 1959, terakhir studi di Islamic University Madinah, Saudi Arabia tahun
1967. Karirnya dimulai dari menjadi ustadz di Pesantren Al-Khairiyah, Sekjen PB
Al-Khairiyah (1980-1985), dewan syuro PB Al-Khairiyah (1995-2010), menjadi
anggota DPRD Serang (1982-1987), DPRD Serang (1987-1992), dan terakhir
menjadi ketua DPRD Kota Cilegon (2004-2009).215
Tepatnya pada tahun 1985 diadakan Mu’tamar Al-Khairiyah III dengan
ketua umum terpilih yaitu, K.H. Fatullah Syam’un LML dan Iapun kembali
terpilih menjadi ketua umum pada Pada tahun 1990 pada Mu’tamar IV Al-
Khairiyah.

7. Prof. K.H. A. Wahab Afif, MA (Mu’tamar V tahun 1995)


Beliau menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Al-Khairiyah
Periode 1995-2000. Beliau lahir di Serang tanggal 12 September 1936. Istrinya
bernama Sri Anisa Sadeli Hasan dengan putra putrinya yaitu: Drs. H. Ahmad
Izzudin, Eva Sofia, SH, Drs. Muhammad Arif Iqbal, MA, Drs. Ahmad Syaukani,
MA, Ahmad Afifi, MA, dan Umi Hani Fitriani. Riwayat pendidikan dimuali dari
Sekolah Rakyat (SR) dan MI Al-Khairiyah Serang tahun 1950, MTs Al-Khairiyah
Citangkil tahun 1953, kemdian studi ke Universitas Al-Azhar, Mesir tahun1965.
Karirinya dimuali dari menjadi guru di Madrasah Al-Khairiyah tahun 1955, dosen
IAIN Bandung,216 kemudian menjadi rektor IAIB Serang.
Pasca Reformasi Pengurus Besar mulai berfikir untuk mengubah haluan
gerakan sosial yang selama masa Orde Baru digalakkan dengan lebih fokus
berbenah dan melihat kondisi nyata yang ada di organisasi. Prof. Dr. K.H. Wahab
Afif, MA terpillih menjadi ketua Pengurus Besar Al-Khairiyah sejak tahun 1995
sampai tahun 2000. Al-Khairiyah mulai menunjukan aktivitasnya di akhir
runtuhnya kekuasan Orde Baru walaupun hanya sekedar membentuk susunan

215
Lihat Permana, Sejarah Al-Khairiyah, 95-97
216
Lihat Permana, Sejarah Al-Khairiyah, 97-98
organisasi tapi hal itu adalah awal yang sangat berarti untuk pergerakan Al-
Khairiyah pasca Reformasi. Beberapa usaha sosial yang dilakukan oleh Pengurus
Besar antara lain:
a. Menghidupkan pesantren dan sekolah-sekolah yang berada di lingkungan
Al-Khairiyah Cilegon yang telah mengalami mati suri selama puluhan
tahun.
b. Menjalin tali silaturahmai antara alumni Al-Khairiyah agar tercipta
ukhuwah islamiyah yang kokoh.

8. Prof. Dr.K.H.A. Tihami, MA (Mu’tamar VI tahun 2000)


Beliau menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Al-Khairiyah untuk
periode 2000-2005. Beliau lahir lahir di Serang 15 Agustus 1951. Istrinya
bernama Fauziah Sy. Anasi dengan putra putrinya yaitu: Helmy Faizi Bahrul
Ulumi, Ivo Fauziastuti Tihamayati, Via Tuhamah Fauziastuti, dan Ovi Fauzia
Tihamayati. Karir Pendidikan dimulai dari SDN Pontang II (1965) dan MI Al-
Khairiyah (1966), MTs dan MA Al-Khairiyah Citangkil (1972), kemudian studi
ke IAIN Sunan Gunung Djati Serang untuk BA tahun 1976 dan IAIN Sunan
Gunung Djati Bandung untuk Drs tahun 1979 di bidang Syariah, kemudian
melanjutkan ke Program Pasca Sarjana UI (1992) di bidang Antropologi, dan
terakhir di tingkat doktor di bidang ilmu agama Islam di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta (1998).217
Prof Dr. K.H.M.A. Tihami, MA memiliki visi yaitu memposisikan Al-
Khairiyah sebagai organisasi Islam terdepan dalam mengupayakan terwujudnya
manusia beriman, bertaqwa, beramal saleh, berpengetahuan luas, berakhlak
karimah, berketerampilan, dan bermasyarakat. Misi yang dibangun yaitu: a.
Menampilkan Al-Khairiyah sebagai organisasi Islam yang solid, kooperatif, dan
berwibawa, b. Menyelenggarakan pendidikan yang berbasis Islam menuju
terbinanya manusia beriman, bertaqwa, dan berpengetahuan luas, c.
Menyelenggarakan da’wah efektif sebagai tanggung jawab agama menuju
terbinanya manusia beramal saleh dan berakhlak karimah, d. Menyelaraskan Al-

217
Tihami, Hormat Sang Guru pada Gurunya, 13
Khairiyah sebagai organisasi sosial dengan masyarakat menuju terbinanya
anggota masyarakat yang terampil dan bersatu.218
Ketua Pengurus Besar Al-Khairiyah melanjutkan kebijakan haluan
gerakan sosial Al-Khairiyah periode sebelumnya dan lebih memperkuat di bidang
pendidikan, antara lain:
a. Mendirikan Sekolah Tinggi dimulai dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
(STIE), Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT), dan Sekolah Tinggi Ilmu
Komputer (STIKOM). Gagasan pendidiran perguruan tinggi dilakukan
karena usaha untuk menghidupkan kembali pesantren yang sudah tutup
begitu sulit dirasakan. Pemikiran didirikannya perguruan tinggi membawa
angin segar kepada kemajuan persantren dan sekolah-sekolah yang ada di
lingkungan Al-Khairiyah pusat dan merupakan terobosan baru yang
mengangkat marwah Al-Khairiyah di mata masyarakat yang merindukan
kehadiran Al-Khairiyah.
b. Membenahi administrasi keuangan dan membuat sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi lebih mandiri. Hal itu dilakukan untuk memberikan
transparansi kepada wali murid dan wali mahasiswa sebab di dunia
modern faktor tersebut dianggap paling penting dalam merebut
kepercayaan masyarakat.
Susunan kepengurusan yang dibentuk adalah Prof. Dr. H.M.A.Tihami,
M.A (Ketua Umum), Drs. H.M. Sayuthi Ali, M.Ag (Ketua I), Drs. H. Sa’dun
Syibromalisi (ketua II), Drs. H. Dimyati S.Abu Bakar (Ketua III), H.A.Karim
Syam’un (Ketua IV), A. Jubaedi Ahyani, BA (Sekretaris Umum), Abai M.
Dimyathi, BA (Sek I), Drs. Agus Ubaidillah, MBA (Sek II), Abdullah Syarif, SE
(Sek III), Drs.Mahfud Salimi (Sek IV), H.Sanawiri Muhsin, SH (Bendahara), Dra.
Hj. Yayung Muttahidah (Wk.Bendahara).219
Majlis Syuro Al-Khairiyah diketuai oleh K.H.Fatullah Syam’un, L.M.L
dengan anggotanya Prof. K.H. Wahab Afif, MA, KH.Zuhri, KH.Zarkoni,
KH.Syarbini, H.Mukhtar Zarkasyi,SH, Prof.Dr.Atho Mudzhar, KH.Sufi Mudllim,
218
Pengurus Besar Al-Khairiyah 2000-2005, Buku Pedoman Organisasi, 1
219
Pengurus Besar Al-Khairiyah 2000-2005, Buku Pedoman Organisasi (Cilegon: PB Al-
Khairiyah, 2003),19
KH.Bahrudin Afif, Drs.H.M. Athoullah Ahmad, K.H. Jamhari, KH.Sanggiti
Sohari, MA, KH. Hasun Alikan, KH.Sadeli, KH.M.Sidik Sam’ani, KH.Sayuri,
KH.Nabhani, KH.Nuriman, KH.Ghozali Fakir, KH Salim Sayid, KH.Syatibi Ali,
KH.Hasun Mu’in, KH.Ahmad Halawi Hais, KH. Abdurrohman, K.Subki Abu
Bakar, KH.Hasbullah Kamar, KH.Syam’un Abduh, Lc, Drs.H.Sanwani S.Anasi,
Hj.Jumatul Hindia.220
Pengurus Besar Al-Khairiyah pada saat itu membuat empat departemen
penting yaitu Departemen DIKLITBANG dibawah koordinasi ketua I dengan
anggotanya Drs. H. Zakariya Syafei, M.Pd, Drs. A. Buhaeti Hamdani, Drs.
Habibuddin, Drs. Habuddin, Drs. Hikmatullah Jamud, Drs. Masnun Satibi.
Departemen Sumber Daya Manusia, Kooperasi, dan Wirausaha dibawah
koordinasi ketua II dengan anggotanya Drs. Sahwandi Darta, H. Bahruddin
Dahlan, Ali Mujahidin, H. Anis Muttaqin, SH, Drs.H.Bahri Syamsu Arif, Sa’ir
Asiman, S.Ag. Departemen Da’wah dan Pemberdayaan Peranan Perempuan
dibawah koordinasi ketua III dengan anggotanya H. Udi Mufrodi, Lc, M.A,
Tb.Iman Ariyadi, S.Ag, Edi Suhaedi S.Ali, B.A, Dra. Hj.Badi’ah Arif, Dra.
Roihatul Mahmudah, Dra. Uum Umayah. Departemen Organisasi, Kelembagaan
dan Pemuda dibawah koordinasi ketua IV dengan anggotanya H. Mahrur Muslim,
Drs. Syihabuddin Sidik, Drs. Sohari, MM, M.Nurullah, BA, Drs. Syamsudin,
Irfan Alwi, S.Ag.221

9. Drs. K.H. Hikmatullah Ahmad Syam’un, M.Si (Mu’tamar VII 2005 dan
Mu’tamar VIII 2011)
Drs. K.H. Hikmatullah menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Al-
Khairiyah untuk periode 2005-2016. K.H. Hikmatullah lahir di Serang tanggal 1
Maret 1952. Beliau adalah putra dari pasangan K.H. Ahmad Atoellah Syam’un
dan Hj.Mutiah. Beliau merupakan cucu dari pasangan K.H. Syam’un dengan Hj.
Adawiyah. Istrinya bernama Hj. Suhriah dengan putra putrinya yaitu: Elin
Hisyanti, SE, Khairiyah, M.Si, Azkiya SE, dan Zaki Maulana ST. Riwayat

220
Pengurus Besar Al-Khairiyah 2000-2005, Buku Pedoman Organisasi, 21
221
Pengurus Besar Al-Khairiyah 2000-2005, Buku Pedoman Organisasi,19-20
pendidikan dimulai dari SD Krenceng II tahun 1965, MTs Al-Khairiyah tahun
1968, MA Al-Khairiyah tahun 1970, kemudian studi ke IAIN Yogyakarta untuk
sarjana muda tahun 1973 dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Drs tahun
1980, terakhir studi ilmu penyuluhan pembangunan pertanian di IPB tahun
1996.222
Drs. K.H. Hikmatullah Syam’un, MH memiliki Visi organisasi dengan
semangat kolektifitas, pengabdian, dan profesionalisme menuju terwujudnya Al-
Khairiyah yang besar, tangguh, dan maslahat bagi ummat. Misi yang dibangun
yaitu: a. Meningkatkan kebersamaan, kemitraan, dan partisipasi serta
membangkitkan kembali semangat berorganisasi anggota, alumni, dan pengurus
Al-Khairiyah, b. Meningkatkan peran serta Al-Khairiyah dalam bidang
pendidikan pengajaran, da’wah Islamiyah, dan kesejahteraan sosial secara
berkelanjutan, c. Menciptkan sistem pengelolaan (manajemen) organisasi yang
modern, mandiri, serta secara bertahap melengkapi sarana, dan prasarana dasar
organisasi.223
Al-Khairiyah sebagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan
menangani kegiatan pendidikan, da’wah, sosial-ekonomi, seperti mendirikan
usaha ekonomi kerakyatan BMT, rumah singgah, melayani kegiatan sosial seperti
khitanan masal, dan dalam konteks kekinian mahasiswa Al-Khairiyah sering
melakukan koreksi atau bila diperlukan melakukan demo untuk menekan dan
meluruskan kebijakan yang dianggap salah atau keliru.224
Ketua juga ikut serta melanjutkan haluan yang telah dirancang oleh
pendahulunya dan memberikan kontribusi pemikiran untuk meningkatkan
pembenahan yang sudah dilakukan oleh ketua Pengurus Besar sebelumnya, antara
lain:
a. Bekerja sama dengan perusahan dan stakeholder di Cilegon
b. Membuka badan-badan otonom
c. Melihat peluang politik untuk kader agar dapat berkiprah di pemerintahan
d. Pengajian akademisi yang dikhususkan untuk para dosen
222
Lihat Permana, Sejarah Al-Khairiyah,101-102
223
Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah, 4
224
Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah, 5
10. K.H. Ali Mujahidin, S.H.I., MM (Mu’tamar IX tahun 2016)
K.H. Ali Mujahidin menjabat sebagai ketua umum Pengurus Besar Al-
Khairiyah untuk Periode 2016-Sekarang. K.H. Ali lahir di Serang tanggal 1
Januari 1977. Beliau adalah putra dari pasangan K.H. Abdul Karim Syam’un
dengan Hj. Uce Latifah. Beliau merupakan cucu dari pasangan K.H. Syam’un
dengan Hj.Mahdiah. Riwayat Pendidikan dimulai dari SDN Impres Simpang III
Cilegon tahun 1989, SMP Madinatul Hadid Cilegon tahun 1992, MA Al-
Khairiyah Citangkil tahun 1995, kemudian studi ke Universitas Mathlahul Anwar
Pandeglang. Karirnya dimulai dari menjadi ketua umum ARKINDO (2000-2005),
ketua DPD Himpunan Pemuda Al-Khairiyah (2009-2014), anggota DPRD
Propinsi Banten, Wakil Ketua KADIN Propinsi, Ketua KADIN Cilegon, dan
Dewan Penasehat MUI Propinsi Banten.225
Background ketua umum PB Al-Khairiyah K.H. Ali Mujahidin adalah
seorang profesional di bidang usaha, bahkan pernah menduduki jabatan sebagai
ketua KADIN kota Cilegon. Di bidang politik, ia dikenal sangat piawai dan
sempat ikut memeriahkan PILKADA dengan pencalonannya sebagai wali kota
Cilegon. Sosok figurnya jika dikaitkan dengan teori kepemimpinan John D.
McCharty dan Mayer N. Zald adalah seorang pemimpin yang berada dalam
kondisi memiliki kekuatan mentransformasikan keyakinan-keyakinan pada sebuah
tindakan konkrit. Gambaran yang lebih besar memberikan perhatian pada
pentingnya faktor organisasi yang disebut Resource Mobilization Theory, yaitu
sebuah pendekatan perilaku kolektif.226
Ketua Pengurus Besar yang sekarang sedang memimpin juga lebih fokus
pada pembenahan yang ada di ligkungan organisasi untuk lebih meningkatkan
kualitas hidup warga Al-Khairiyah, antara lain:
a. Mengubah status sekolah tinggi-sekolah tinggi yang ada di lingkungan Al-
Khairiyah menjadi Universitas
b. Menambah badan otonom baru seperti Brigade Al-Khairiyah

225
Lihat Permana, Sejarah Al-Khairiyah,102-104
226
John D. McCharty dan Mayer N. Zald, “Resource Mobilization and Social Movement:
A Partial Theory”, American Journal of Sociology, 82:6 ( Mei 1977), 1217-1218.
c. Berupaya mengajukan pendiri Al-Khairiyah agar dijadikan pahlawan
nasional
d. Menjadikan Al-Khairiyah sebagai organisasi masyarakat nasional yang
diakui secara hukum.
e. Melakukan silaturahmi secara nasional dengan pengurus-Pengurus Besar
organisasi islam lainnya, seperti yang dilakukan dengan NU dan organisasi
lainnya
f. Mendirikan Al-Khairiyah Mart untuk kesejahteraan warga Al-Khairiyah
g. Mendirikan Klinik Al-Khairiyah yang mampu menampung sekitar 20.000
BPJS.227
h. Membentuk team donasi cabang Al-Khairiyah dan team donasi bencana
alam seperti yang terjadi di tanjung lesung pada tahun 2018 dan musibah
longsor yang terjadi di Lebak pada tahun 2019
i. Sosialisasi gagasan dan program-program melalui media massa.
Lingkungan kulturan dan sosial membuat setiap orang, terlebih lagi tokoh-
tokoh yang bergerak di bidang sosial untuk membangun jaringan. Faktor
eksternal sebagai penentu reorientasi agar bergerak lebih cepat dari pada
faktor internal. Maka, peran media massa sangat menunjang keberhasilan
sosialisasi gagasan baru baik dalam skala regional maupaun nasional.228
Struktur kepengurusan dari Mu’tamar ke Mu’tamar mengalami perubahan,
semakin lama semakin bertambah lengkap. Khusunya pada periode 2016-2021
sebagaimana terlampir, telah berhasil melengkapi susunan kepengurusan lebih
detail lagi. Tidak hanya menyusun struktur Majelis Syura tapi juga menyusun
struktur Dewan Pakar. Hal tersebut semata-mata karena adanya perubahan iklim
politik di Indonesia yang terus mengalami perubahan-perubahan secara cepat dan
bervariasi. Kelengkapan pengurus departemen memungkinkan Al-Khairiyah
untuk dapat melaju lebih cepat sesuai Visi dan Misi yang ada.

227
Wawancara dengan KH. Ali Mujahidin, SHI (Ketua Umum Pengurus Besar Al-
Khairiyah), Cilegon, 10 Desember 2018
228
Soegijanto Padmo, “Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa”,
Humaniora, 19:2 (2007), 160
Struktur yang ada dengan segala variannya tetap berpijak pada perubahan
nama-nama tokoh yang terlibat dalam Organisasi Massa Al-Khairiyah. Mulai dari
penempatan para wakil ketua yang nama-namanya masih familiar sudah
menunjukan bahwa dari posisi struktur tidak begitu signifikan. Menariknya adalah
bahwa semakin jauh melewati masa Orde Baru semakin terbukan peluang untuk
berekspresi meskipun masih sebatas Banten.
Setiap organisasi memiliki aturan khusus yang dijalankan dalam
menjalankan roda organisasi. Demikian halnya dengan Al-Khairiyah, beberapa
aturan dibentuk agar memudahkan pihak Pengurus Besar dalam mengontrol
segala kegiatan dan memudahkan warga Al-Khairiyah dalam melakukan
komunikasi dengan Pengurus Besar, utamanya adalah warga Al-Khairiyah yang
ada di cabang- cabang. Beberapa aturan tersebut antara lain:
a) Tata Cara Pembentukan Struktur Organisasi Pengurus Besar Al-Khairiyah
1) Persiapan
(a) Al-Khairiyah Cabang didirikan atas pertimbangan memasyarakatkan
program-program Pengurus Besar Al-Khairiyah.
(b) Organisasi sosial kemasyarakatan / perorangan sebagai pemrakarsa dapat
mengambil prakarsa untuk membentuk Al-Khairiyah Cabang tersebut
(c) Sebelum diselenggarakan musyawarah pembentukan Al-Khairiyah
Cabang pemrakarsa berkonsultasi dengan Pengurus Besar Al-Khairiyah
(d) Maksud pendirian Al-Khairiyah Cabang diusulkan kepada Pengurus Besar
Al-Khairiyah secara tertulis
(e) Pendirian Cabang serta pengurusnya disahkan oleh Pengurus Besar Al-
Khairiyah
(f) Al-Khairiyah Cabang, kecuali dapat didirikan di setiap provinsi, kabupaten
dan kota, dapat juga didirikan di luar wilayah Republik Indonesia, atas
persetujuan Pengurus Besar Al-Khairiyah dan sepengetahuan Dewan
Syura Al-Khairiyah. Untuk Al-Khairiyah Cabang yang akan didirikan di
luar wilayah Republik Indonesia harus menghubungi Pemerintah RI dan
Kedutaan Besar RI di negara bersangkutan
(3) Organisasi
(a) Pengurus Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya seorang ketua, seorang
wakil ketua, seorang sekretaris, seorang bendahara dan beberapa orang
anggota pengurus sesuai kebutuhannya
(b) Pengurus Cabang dapat mengangkat seorang Pengawas atau lebih
(c) Pengurus Cabang, dalam segala kegiatan kepengurusan diwakili oleh salah
seorang Ketua
(d) Tiap Cabang mempunyai peraturan-peraturan kerja sendiri yang
disesuaikan dengan keadaan setempat dan tidak boleh bertentangan
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Al-Khairiyah
(e) Al-Khairiyah Cabang mempunyai hubungan Vertikal dengan Pengurus
Besar Al-Khairiyah
(f) Untuk kelancaran program Al-Khairiyah Cabang diberi hak untuk
membentuk Badan Pelaksana Al-Khairiyah Cabang
(g) Pendanaan seluruh program Al-Khairiah Cabang menjadi tugas Pengurus
Al-Khairiyah Cabang

b) Tata Cara dan Syarat Pendirian Cabang Yayasan Al-Khairiyah

1) Al-Khairiyah Cabang didirikan di suatu tempat baik di dalam maupun di


luar negeri atas pertimbangan penyebaran dan pelaksanaan program Al-
Khairiyah
2) Kepengurusan Al-Khairiyah Cabang ditetapkan dan disahkan oleh
Pengurus Besar Al-Khairiyah
3) Cabang diharuskan berpegang teguh pada Kode Etik Al-Khairiyah
4) Pendirian Al-Khairiyah Cabang dilaporkan kepada Dewan Syura serta
dikomunkasikan dalam Rapat Kerja Pengusur Besar Al-Khairiyah
5) Pengurus Al-Khairiyah Cabang terdiri atas sekurang-kurangnya 5 (lima)
orang yaitu: seorang Ketua atau lebih, seorang Sekertarsi atau lebih,
seorang Bendahara atau lebih, dan beberapa Ketua Bidang sesuai
kebutuhannya
6) Anggota Pengurus Al-Khairiyah Cabang diangkat oleh Pengurus Besar Al-
Khairiyah dengan Surat Keputusan untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, dan
dapat dipilih kembali untuk periode berikut
7) Tiap Cabang dapat mempunyai peraturan kerja sendiri yang disesuaikan
dengan keadaan setempat tetapi tidak bertentangan dengan Angaran Dasar
dan Aanggaran Rumah Tangga Al-Khairiyah Pusat serta Kode Etik Al-
Khairiyah
8) Dalam hal pergantian/penyempurnaan Pengurus Al-Khairiyah Cabang,
Pengurus Cabang dapat mengusulkan susunan Pengurus baru Al-
Khairiyah Cabang kepada Pengurus Besar Al-Khairiyah untuk
pengesahannya
9) Pengurus Al-Khairiyah Cabang bertugas melaksanakan program yang
telah ditetapkan oleh Pengurus Besar Al-Khairiyah atau Rapat Kerja di
wilayah masing-masing.
10) Pengurus Al-Khairiyah Cabang dapat melaksanakan program serta
kegiatan sendiri yang sesuai untuk daerahnya, asal tidak bertentangan
dengan tujuan Al-Khairiyah seperti yang tercantum dalam Anggaran dasar
/ Anggaran Rumah Tangga Al-Khairiyah.
11) Pengurus Al-Khairiyah Cabang dapat pula mengajukan saran/usul
program yang sesuai dengan tujuan Al-Khairiyah dalam Rapat Kerja
Pengurus Besar.
12) Pengurus Al-Khairiyah Cabang berkewajiban menyampaikan laporan
kegiatan secara berkala, sekurang-kurangnya sekali setahun, kepada
Pengurus Besar Al-Khairiyah.
Lain-lain:
1) Al-Khairiyah Cabang bernama Al-Khairiyah Cabang dengan ditambah
nama Provinsi, Kabupaten, dan atau Kota, disertai lengkap alamat dan
alat-alat komunikasi yang dipunyai
2) Setelah Al-Khairiyah Cabang terbentuk diharapkan segera melapor
kepada:
(a) Pemerintah Provinsi
(b) Pengurus Besar Al-Khairiyah Pusat d/a Jl. H. Enggus Arja No.1 Citangkil,
Cilegon – Banten
(c) Instansi Daerah yang relevan

c) Tata Cara Pengajuan Pelantikan Pengurus Al-Khairiyah Cabang


1) Setiap pengurus Al-Khairiyah cabang yang mengajukan pendirian
organisasi Al-Khairiyah dan pelantikan pengurus Al-Khairiyah,
wajibmemahami dan mematuhiAD dan ARTOrganisasi Al-Khairiyah.
2) AD dan ART Al-Khairiyah serta dokumen pendirian dapat di akses di
WEB Al-Khairiyah di: alkhairiyah.or.id, bisa juga melalui telp.
0254.7813947 atau alamat email di:
pengurusbesar.alkhairiyah@gmail.com
3) Surat pengajuan ditujukan kepada Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Al-
Khairiyah dengan tembusan kepada Sekjen PB Al-Khairiyah.
4) Bahwa untuk pendataan anggota, penggalian dana organisasi dan ketertiban
administrasi, mulai kepengurusan pengurus Pusat periode 2016 – 2021
berlaku ketentuan bahwa : Setiap Pengurus Al-Khairiyah Cabang yang
menghendaki SK Kepengurusan dan atau pelantikan, Pengurus harus
membuat dahulu Kartu Tanda Anggota (KTA)
5) Cara mengajukan pembuatan KTA adalah dengan mengisi formulir
Keanggotaan Al-Khairiyah (bisa diakses di website al-Khairiyah) dan
dikirim melalui pos atau via email,
6) Bagi Pengurus Al-Khairiyah Cabang yang sudah terbentuk, bisa melantik
Pengurus cabang di wilayah masing-masing, akan tetapi SK tetap dari
Pengurus Besar Al-Khairiyah Pusat

C. Gerakan Sosial Klasik Al-Khairiyah


Setiap ada suatu pergerakan sosial, menurut Denny JA, ada tokoh
penggerak yang kharismatik yang mampu membangun organisasi dan memberi
inspirasi kepada para pengikutnya. 229 Brigjen. KH. Syam’un adalah sosok yang
banyak memiliki pengikut pada awal pergerakan membela kemerdekaan melalui
berbagai macam cara yang mengantarkan namanya dikenang sampai hari ini,
utamanya di kalangan warga Al-Khairiyah. Sebagai cucu seorang penggerak
utama geger Cilegon, KH Syam’un mewarisi wibawa kepemimpinan yang tidak
diragukan lagi oleh para pengikutnya. Jiwa kepemimpinan yang tertanam di
dalam diri KH Wasid yang mampu menggerakkan warga untuk melakukan
pemberontakan tehadap penguasa Belanda telah menjadi catatan sejarah, bahwa
warga Cilegon adalah keturunan para pemberani yang siap berkorban jiwa raga
untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.
Al-Khairiyah yang didirikan pada masa penjajahan adalah salah satu
organisasi yang dipimpin oleh figur ulama yang menginginkan kemerdekaan
mutlak bagi segenap bangsa Indonesia. Adanya pemerintahan di tangan kolonial
Belanda dirasakan tidak memberi kepuasan terhadap warga pribumi dan regulasi
yang dibuat selalu membuat rakyat menderita dari waktu ke waktu.
Ketidakpuasan dan adanya sosok Kyai Syam’un yang kuat telah mengantarkan
warga Al-Khairiyah bangkit untuk sama-sama berjuang melakukan gerakan
sosial. 230
KH Syam’un yang pernah mengalami pendidikan di Timur Tengah dengan
semangat Tajdid yang diperoleh dari Rasyid Ridha telah mengantarkan gerakan-
gerakannya dalam bentuk gerakan fundamental. Beberapa ciri yang dikemukakan
oleh Kontowijoyo231 tentang kaum fundamentalis sangat melekat pada framing
Al-Khairiyah saat itu. Dimulai dari cara berpakaian KH Syam’un yang
mengenakan jubah yang diikuti oleh murid-muridnya, seperti KH Ali Jaya dsb
dan juga tentang sosoknya yang tidak disukai oleh Penjajah. Demikian halnya
dengan pola pikir yang dimiliki yang dinilai ekstrim pada saat itu. Seperti,
mendirikan sekolah Belanda di lingkungan pesantren bukanlah sesuatu yang

229
Noer Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga (Yogyakarta: Insist
Press, 2005), 21.
230
Menurut Denny JA ada tiga kondisi penting yang membuka peluang timbulnya
gerakan sosial, yaitu: kesempatan, ketidakpuasan, dan tokoh penggerak atau pemimpin. Lihat.
Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga, 21.
231
Kontowijoyo, Identitas Politik Umat Islam (Bandung: Mizan, 1997), 49
mudah diterima oleh masyarakat awam. Zainuddin Alavi dalam pandangannya
menilai bahwa kaum fundamentalis diidentikkan dengan gerakan Timur Tengah
atau gerakan Indonesia yang ada hubungan dengan Timur Tengah, baik hubungan
organisasi maupun hanya sekedar mengenyam pendidikan di Timur Tengah.232
Ada beberapa khittah perjuangan KH Syam’un yang diwasiatkan untuk
terus diperjuangkan oleh generasi sesudahnya antara lain:
a. Menyelenggarakan pendidikan dengan menggunakan metode sesuai
dengan perkembangan
b. Mengusahakan tumbuhnya ekonomi kerakyatan
c. Melaksanakan pergerakkan keumatan dan keindonesiaan
d. Membangun karakter kerahmatan yang didasarkan keimanan, ketakwaan,
dan amal shalih
e. Berkemampuan mengatasi setiap masalah dengan didasarkan semangat
persatuan, persaudaraan, saling memberi kekuatan, dan didasarkan taqwa
kepada Allah Swt, maunah, dan taufik.233
Kelima Khittah tersebut menunjukan adanya amanat yang besar yang
dipikul oleh warga Al-Khairiyah sebagai penerus perjuangan pendiri Al-
Khairiyah. Hal ini menunjukan pula bahwa perjuangan Al-Khairiyah tidak boleh
lepas dari kelima Khittah yang dapat dijadikan sebagai motivasi dalam
melanjutkan perjuangan Al-Khairiyah. Ketetapan atau rambu-rambu dalam
menjalankan suatu aktivitas organisasi adalah haluan besar yang dapat disebut
sebagai motivasi dasar dalam menjalankan program-program organisasi.
Bingkai motivasi pergerakan Al-Khairiyah terletak pada ideologi yang
dianut yaitu Islam dengan unsur-unsur yang ada didalamnya yang dikemas dalam
sebuah Khittah perjuangan KH Syam’un. Ideologi yang dianut warga Al-
Khairiyah yang sekaligus dijadikan motivasi gerakan sosial Al-Khairiyah
menunjukan kesinambungan suatu perjuangan yang digagas oleh pendiri Al-
Khairiyah. Peninjauan kembali terhadap Khittah perjuangan sebagai usaha untuk
mematangkan program-program Al-Khairiyah ke depan sudah membuktikan
232
Zianuddin Alavi, Islamic Educational Thougt in Middle Ages (India: Hederabat,
1983), 12
233
Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah, 4
usaha dilakukannya reorietasi yang mendasar bagi warga Al-Khairiyah. Program-
program yang dibangun berdasarkan motivasi gerakan sosial yang terkandung
dalam ideologi Islam dilihat dari unsur-usnur dari perjuangan KH Syma’un
berupa Khittah.
Ideologi Al-Khairiyah di awal berdirinya adalah Islam dan kemudian
berubah menjadi Islam dan Pancasila pada masa Orde Baru. Di masa
kepemimpinan Soeharto, atau yang lebih lazim disebut masa Orde Baru,
menganut asal tunggal yang ditetapkan pada tanggal 19 Februari 1985 melalui
Undang-Undang No.3/1985. Sebenarnya, saat pemilihan umum pada tahun 1982
terjadi, isu asas tunggal sudah merebak dan bahkan menjadi jargon-jargon partai
berlambang beringin. Puncaknya adalah pidato kenegaraan Presiden Seoharto di
depan sidang Pleno DPR tanggal 16 Agustus tahun 1982, beliau menyatakan
dengan tegas bahwa asas satu-satunya yang harus dicantumkan dalam sebuah
organisasi sosial terlebih lagi politik adalah Pancasila.234
Pasca pidato Presiden padaa tahun 1982 mulai diadakan sosialisai,
sehingga hampir seluruh organisasi Islam mencantumkan ideologi Pancasila
termasuk Al-Khairiyah. Tercatat dalam sejarah hanya PII yang bertahan dengan
asas Islam dan kemudian dibubarkan oleh Soeharto.235 Pada saat itu, PII dipimpin
oleh Masyhuri Amin Mukhri sebagai Pengurus Besar periode 1979-1983.
Ucapannya yang paling terkenal adalah “kalau semua organisasi Islam mengubah
asas menjadi Pancasila, biarlah PII tetap berasaskan Islam agar tidak terjadi
ijma”.236 Pemikiran PII yang dinilai sangat kaku pada implementasi pemikiran di
dunia Islam telah menggolongkannya sebagai kelompok gerakan sosial Islam
yang fundamenalis radikal. Sedangkan Al-Khairiyah dan beberapa organisasi
Islam lainnya yang mengubah asas Islam dengan Pancasila atau hanya sekedar

234
Zaimul Haq Elfan Habib. https://merahputih.com/post/read/pro-kontra-asas-tunggal-
Pancasila. Diakes pada tanggal 09 September 2020
235
Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah Organisasi Massa Pelajar Islam yang berdiri pada
tanggal 4 Mei 1947 di Yogyakarta, bergerak di bidang kepelajaran dan perkaderan yang bertujuan
terciptanya kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang berdasarkan Islam dengan tokoh
pertamanya Yoesdi Ghazali, sekarang dipimpin oleh Husin Tasrik Makrup Nasution. Lihat.
Wikipedia.org
236
Wawancara dengan KH Hikmatullah Jamud (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 11 Maret
2019.
menambahkan asas Pancasila dapat dikelompokkan kepada organisasi Islam yang
formalis simbolik.237
Gerakan sosial Islam khsusunya di Indonesia, sebenarnya merupakan
gerakan keagamaan yang muncul dari pergeseran orientasi keberagamaan dan
ketidakpuasan terhadap organisasi-organisasi ekstra kampus yang menyuguhkan
kegiatan sekuler dan juga terhadap 2 organisasi besar, yaitu Nahdlatul Ulama
(NU) dan Muhammadiyah yang dianggap tidak concern mengubah masyarakat
menjadi islami. 238
Gerakan Al-Khairiyah yang dipimpin oleh KH Syam’un pada awalnya
semata-mata untuk menyadarkan umat akan pentingnya harga diri sebagai sebuah
bangsa yang harus sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Gerakan pertamanya hanya
sebuah gerakan pengkaderan berbentuk pesantren tanpa membuat kelembagaan
khusus layaknya sebuah organisasi sosial. Ia mendidik kader-kader militan dalam
suatu perkampungan yang sekarang disebut kawasan Krakatau Steel. Pencetakan
kader-kader yang memahami Islam dengan baik, terutama penanaman keimaman
yang unggul membuat para kader siap berjuang demi agama dan bangsa
Indonesia. Para kader tinggal di perkampungan menyatu dengan rumah-rumah
warga karena KH Syam’un belum memiliki tempat yang layak untuk di tempati
para kader. Sebagian warga menyebut para kader sebagai santri karena dididik
oleh seorang Kyai. Pergerakan para kader adalah semata-mata untuk memurnikan
ajaran Islam dari perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat. Sebutan sang Kyai dengan
kendi, sembur dan jampi sebagai perilaku syirik sangat dikenal oleh masyarakat
Cilegon pada saat itu. Gerakan-gerakan tersebut terjadi di awal abad ke 20
tepatnya pada tahun 1916. Robert Misel dalam bukunya yang berjudul Teori
Pergerakan sosial, menyebut gerakan seperti ini sebagai gerakan sosial meskipun
tanpa adanya lembaga resmi yang menaungi. 239

237
Gerakan sosial Islam di Indonesia memiliki lima tipe kelompok, yaitu fundamentalis
radikal, formalis simbolik, rasional inklusif, emansipatoris transformatif, dan libral. Lihat,
Syarifuddin Jurdi, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern: Teori, fakta dan aksi sosial (Jakarta:
Kencana, 2010), 116-120.
238
Edy A. Effendi, “Pergeseran Orientasi Sikap Keberagamaan di Kampus-kampus
Sekuler”, Ulumul Qur’an, 4:3 (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1993), 12
239
Robert Misel, Teori Pergerakan Sosial (Yogyakarta: Resist Book, 2004), 6-7.
KH Syam’un terus berbenah dalam membuat gerakan sosial yang
menghadapi tantangan yang lebih besar. Pada tahun 1925, didirikanlah Madrasah
Al-Khairiyah sepulang dari studinya di Mesir. Setelah mendirikan Madrasah Al-
Khairiyah, KH Syma’un juga mendirikan sebuah koperasi yang dinamakan
Koperasi Bumi Putera pada tahun 1927 yang diketuai oleh K.H. Abdul Aziz
(Pensiunan Kepala Kantor Kecamatan Cilegon). Tujuannya yaitu untuk menopang
dana atas segala kebutuhan Al-Khairiyah. Pada tanggal 20 Juni 1928 (8 Muharram
1347 H), koperasi ini mendapatkan pengesahan secara badan hukum dari
pemerintah kolonial Belanda.
Koperasi Bumi Putera didirikan dengan ketentuan dasar “persamaan,
persaudaraan, perserikatan dan berusaha dalam daerah agama Islam.” K.H.
Syam’un mengelola koperasi berserta murid-murid dan dibantu oleh K.H. Abdul
Aziz (pensiunan kepala kantor kecamatan Cilegon), dan untuk menunjang
pergerakan sosial yang terorganisir dengan baik, maka pada tanggal 21 Juni 1931,
didirikanlah organisasi dengan nama Jam’iyyah Nahdlatul Syubbanil Muslimin
(Perkumpulan Kebangkitan Pemuda Islam) yang bertempat di Citangkil, Cilegon,
tempat yang sama dengan Madrasah induk.240 Tujuannya tidak lain adalah untuk
menopang kondisi Yayasan dan untuk memperkuat gerakan-gerakan sosial
keagamaan yang dirasakan semakin dilemahkan oleh para penjajah.
Pada tahun 1933 KH Syam’un mulai mengirim alumni Al-Khairiyah ke
Mesir guna meningkatkan kemampuan akademik para santrinya. Usaha untuk
menyamai pendidikan yang ada di lingkungan elit terutama Belanda juga ikut
dilakukan oleh KH Syam’un, yaitu dengan didirikannya sekolah umum
Hollandsch Inlandsch School (HIS). Sebuah terobosan yang sangat berani pada
saat itu, karena beliau menginginkan sekolah yang modern, berbahasa Belanda,
dan di dalamnya diajarkan pula ilmu Al-Qur’an dan Al-Hadits.241
Usaha KH Syam’un tahap kedua tersebut semata-mata karena keinginan
yang kuat untuk mengubah kondisi umat Islam yang terpuruk dari sisi ekonomi
karena adanya perbedaan kelas, model seperti ini disebut oleh Mansoer Fakih
240
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 6-7.
241
Keterangan Sarbini, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya,36
sebagai gerakan sosial yang terorganisisr secara tidak ketat yang memiliki titik
untuk mengubah struktur maupun nilai sosial.242
Al-Khairiyah di awal gerakannya melakukan gerakan sosial klasik dengan
menjadikan pemerintah sebagai pusat kritik, karena di pemerintah segala
kebijakan bermuara. Baik dan buruknya kondisi bangsa Indonesia ada dalam
regulasi yang diatur oleh pemerintah. Al-Khairiyah dalam gerakannya cenderung
dekat dengan marxist243 yang memiliki titik poin pada kelas hidup yang dialami
rakyat Indonesia karena dalam posisi terjajah oleh bangsa lain. Hal serupa juga
dialami oleh bangsa Indonesia, khususnya umat Islam di Era Soekarno atau Orde
Lama. Di mana kebijakan di akhir-akhir pemerintahan Soekarno lebih dekat
kepada masukan-masukan Partai Komunis Indonesia dari pada Partai Islam, yaitu
Masyumi. Al-Khairiyah yang ada dalam bagian partai Masyumi cenderung
mengkritik pemerintah pada saat itu untuk terus mempertahankan kelompok
Muslim agar tidak dibedakan secara politik dengan partai komunis.
Pandangan Marxist, gerakan sosial adalah reaksi (perlawanan) karena
adanya eksploitasi dan dominasi kelas/kaum/kelompok yang satu atas yang lain.
Hal tersebut lebih dikenal dengan istilah kontradiksi struktural (sebuah ekspresi
dari struktur kelas yang kontradiktif). Sebuah analisis yang dilakukan oleh
Mansoer Fakih tentang gerakan sosial, Marxisme lebih menitikberatkan pada
gerakan kelas buruh baik di pabrik maupun di sawah atau ladang. Uniknya Partai
Komunis yang justru dekat dengan para petani bahkan menginginkan agar petani
dipersenjatai agar dapat mempertahankan diri. Kelas buruh seolah dijadikan pusat
perubahan sedangkan Gerakan Non-Kelas tidak termasuk di dalamnya. Hal
tersebut dapat dikatakan hanya untuk menghindari generalisasi.

242
Lihat Zaiyardam Zubir, Radikalisme Kaum Terpinggir: Studi Tentang Ideologi, Isu,
Strategi dan Dampak Gerakan (Yogyakarta: Insist Press, 2002), Xxvii.
243
Pawal tahun 1970 terdapat beberapa gerakan sosial yang dominan pada tatanan
teoritis, yaitu neo-marxisme, perilaku kolektif interaksionis, dan struktural fungsional, serta neo-
utiliarian rasionalis. Al-Khairiyah dari segi gerakannya cenderung condong pada tatanan teoritis
berbentuk neo-marxisme. Kondisi tersebut berbeda jauh dengan kondisi sekarang, karena gerakan
yang muncul lebih sering berorientasi pada hermeneutika dan juga tindakan sosial. Secara garis
besar jika ditinjau dari tatanannya terdapat dua aliran besar, yaitu gerakan sosial klasik/tradisional
dan gerakan sosial baru.
Pandangan Fakih yang mendudukan gerakan lain sebagai Gerakan
Superstruktur bukan sebuah pengklasifikasian, namun lebih pada pandangan
adanya gerakan utama (basic) yang berkaitan erat dengan masalah ekonomi.
Aspek lain jika muncul dalam sebuah gerakan, semata-mata hanya untuk
memperkuat gerakan utama yang sangat essensial yaitu ekonomi. Gerakan-
gerakan lain di bidang pendidikan, kultur, politik bahkan ideologi sekalipun
intinya adalah untuk mengukuhkan kelangsungan ekonomi.244
Gelombang kritikan yang kuat membuat banyak hal terjadi baik di
lingkungan organisasi Masyumi maupun di intern Al-Khairiyah sendiri. Banyak
cabang-cabang Al-Khairiyah di kembangkan ke seluruh wilayah di Indonesia.
Cabang-cabang lama banyak yang menerima bantuan untuk terus dikembangkan
karena kuatnya arus gelombang yang muncul untuk tetap mendukung gerakan
keislaman di lingkungan istana. Meskipun pada akhirnya Masyumi dibubarkan
oleh presiden Soekarno. 245
Al-Khairiyah menjadi Organisasi Massa karena adanya kesempatan.
Indonesia di awal kemerdekaan menjadi sebuah harapan besar lahirnya sebuah
kemerdekaan dalam berbangsa dan benegara. Anugerah kemerdekaan menjadi
titik kepercayaan bahwa setiap warga bebas untuk berekspresi dalam
mengemukakan pendapat, cita-cita, dan harapannya.246
Gerakan KH Syam’un sebagai pemimpin kharismatik, memiliki andil
besar dalam mengubah masyarakat Cilegon menjadi lebih islami, beberapa usaha
yang dilakukan antara lain:

244
Lihat Mansoer Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan
Ideologi LSM Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 51.
245
John Lofland bahkan mampu menangkap gejala-gejala munculnya gerakan sosial
melalui kualitas gelombang sebuah elemen publik, utamanya elemen-elemen baru. Jika
gelombangnya semakin kuat dan membesar baik terencana atau tidak maka dapat dipastikan, itulah
gerakan sosial. Lihat. John Lofland, Protes, Studi Tentang Gerakan Sosial, Penerjemah: Luthfi
Ashari, (Yogyakarta: Insist Pers, 2003), 50.
246
Denny JA mengemukakan bahwa salah satu dari timbulnya gerakan sosial adalah
karena adanya kesempatan. Negara-negara demokratis dan moderat terbiasa membuka peluang
timbulnya gerakan sosial, sementara negara yang otoriter bisanya tidak membuka peluang sekecil
apapun pada gerakan sosial karena dianggap membahayakan atau setidaknya merugikan. Lihat.
Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga, 21.
1. Keilmuan Sebagai Santri
Sejarah Indonesia adalah sejarah perluasan peradaban santri.247 Para santri
dianggap memiliki kelebihan tertentu di bidang keilmuan dibandingkan dengan
mereka yang tidak nyantri. Sebagian mereka ada yang pulang pergi dari rumahnya
dan sebagian lagi tinggal di pondokan atau asrama. Mereka yang tinggal di
asrama disebut Asrom.248 Bidang ilmu santri adalah ilmu yang hak, yaitu ilmu
yang dapat menerangi jiwa-jiwa pemiliknya, bersenyawa dengan dirinya,
sehingga yang jauh menjadi dekat, yang ghaib menjadi hadir, dan yang tertunda
bisa segera selesai. Maka tekad untuk melakukan kebaikan dan takwa semakin
kuat dan minat untuk berbuat dosa dan kejelekan menjadi lemah.249
Pada tahun 1916, awal dibukannya pesantren oleh K.H. Syam’un,
keilmuan santri 100% adalah keilmuan agama. Dalam rangka memenuhi keilmuan
santri tersebut, K.H. Syam’un mengajarkan berbagai kitab-kitab yang isinya
berkaitan erat dengan pelajaran agama. Secara umum beliau membaginya ke
dalam tiga tingkatan, yaitu:
a. Tingkat dasar. Para santri tingkat dasar ini diajarkan kitab Fiqh (Safinah
An-Najah, Minhaj Al-Qawim, Kifayah Al-Akhyar), kitab Ushul Fiqh
(Waraqah), kitab Tauhid (Qathr Al-Ghaith, Ibrahim Al-Bajuri, Taftazani),
kitab Akhlak (Nasaih Al-Ibad, Bidayah Al-Hidayah, dan Nasaih Ad-
Diniyah), kitab Nahwu (Al-Jurumiyah, Sarah Al-Imrithi, dan Al-
Mutammima), dan kitab Sharf (Al-Kailani, Tafsir Al-Lughawiyah dan
Lamiyah Al-Afal)
b. Tingkat menengah. Para santri di tingkat menengah ini diajarkan kitab
Tafsir (At-Tafsir dan Al-Jalalain), kitab Hadits (Muhtar Al-Hadits
Nabawiyah dan Bulugh Al-Maram), kitab Musthalah Al-Hadits (Minhaj
Al-Mugis), kitab Fiqh (Mahahib As-Shamad), kitab Ushul Fiqh (Lathaif
Al-Isyarah), kitab Tauhid (Kifayah Al-Awam), kitab Tasawuf (Al-Hikam),

247
Ahmad Sugiri, “Proses Islamisasi dan Percaturan Politik Umat Islam di Indonesia”, Al-
Qalam, 59 (November 1996), 48
248
Azhari, Pesantren Bertransformasi, 4
249
Al-Qardlawi, Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah, 82
kitab Nahwu dan Sharf (Dahlan Al-Fiyah), kitab Balaghah (Syarh Al-
Jauhari Al-Ma’mun), dan kitab Mantiq (Idah Al-Mubham).
c. Tingkat lanjutan. Para santri di tingkat lanjutan diajarkan kitab-kitab besar,
yaitu kitab Tafsir (Ibn Katsir dan Ibnu Jarir At-Thabari,), kitab hadits
(Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), kitab Musthalah Al-Hadits (As-
Suyuti), kitab Fiqh (Fath Al-Muin, Qalyubi wa Amirah), kitab Ushul Fiqh
(Nihaya As-Saul), kitab Nahwu (Syarh Alfiyah), kitab Tasawuf (Syarh
Ath-Thalibin dan Ihya Ulumuddin), kitab Mantiq (Mi’yar Al-Ilm), dan
kitab Tauhid (Umm Al-Barahim).250
Sebelum tahun 1930, tingkat pendidikan di Madrasah Al-Khairiyah hanya
sebatas jenjang Tsanawiyah. Walaupun demikian kualitas lulusannya sangat baik.
Hal itu terbukti dari para lulusan yang telah mampu memainkan peranan penting
di masyarakat.251 Seperti terlihat dari komposisi kurikulum Madrasah Al-
Khairiyah tersebut, ilmu-ilmu umum mendominasi ilmu-ilmu agama. Hal ini
dapat menjelaskan mengapa alumni Al-Khairiyah masa belakangan penguasaan
ajaran agama Islam menjadi tidak sebagus pada masa dulu.
Sebelum tahun 1975, umum diketahui bahwa alumni-alumni Al-Khairiyah
setingkat MTs menjadi panutan agama atau menjadi tokoh agama di kampung
halamannya. Di samping karena situasi pada saat itu masih relatif sedikitnya kaum
terpelajar di kampung-kampung, juga dikarenakan penguasaan keilmuan agama
Islam para pelajar Al-Khairiyah relatif baik. Mereka mampu mengakses kitab-
kitab kuning, terutama yang diajarkan di Madrasah. Sedangkan pada
perkembangan akhir-akhir ini, para alumni Al-Khairiyah kurang mampu
memahami kitab-kitab kuning, untuk sekedar membaca Al-Qur’an sesuai dengan
tajwidnya pun sudah dianggap cukup baik.
Beberapa kitab karya K.H. Syam’un antara lain:
a. Kitab Al-Djami’ah Fi Aqidil Muslimin Wal Muslimat (Kitab aqidah untuk
muslim dan muslimat) ditulis dengan huruf arab bahasa Jawa.

250
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 44
251
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 52
b. Kitab Aqidatoel At-Faal (Kitab aqidah untuk anak-anak) ditulis dalam
bahasa arab
c. Kitab Mujmalussiratti Muhammadiyyah (Kitab sejarah lahirnya
Muhammadiyyah) ditulis dalam bahasa Arab.252
Pada tahun 2017 di bawah kepemimpinan KH Ali Mujahidin, santri Al-
Khairiyah dikembangkan dengan kemampuan berdisiplin, utamanya dalam
kedisiplinan waktu, kebersihan, kedisiplinan kegiatan pembelajaran dan latihan,
serta kedisiplinan karakter atau kepribadian. Hal itu dilakukan untuk menjawab
tantangan di masa yang akan datang yang penuh dengan persaingan yang lebih
ketat sehingga dibutuhkan santri-santri yang tangguh dan memiliki daya juang
yang tinggi, santri Al-Khairiyah yang demikian disebut sebagai santri taruna Al-
Khairiyah.253

2. Gerakan Sosial, Politik, Ekonomi, dan Budaya


a. Sosialis Moderat
KH Syam’un lahir (1883) di era penghapusan peraturan tanam paksa atau
cultuurstelsel (1830-1870), kecuali produk kopi yang berlangsung sampai 1915.
KH Syam’un hidup di zaman pemberlakuan kuli kontrak, bentuk bujukan
pemerintah kolonial yang sulit mendapatkan tenaga kerja. Mereka datang ke
pedesaan dengan bujukan palsu yang menjerumuskan ke bentuk kesengsaraan
baru. Menerima upah yang lumayan di hari pertama, tapi selanjutnya diperbudak.
Hingga timbullah pemberontakan rakyat di mana-mana pada saat itu. Di Cilegon
juga terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh KH Wasid, kakek KH Syam’un.
Pemberontakannya dinilai sebagai pemberontakan terbesar pada saat itu. Namun,
semua pemimpin pemberontak ditangkap dan dibuang secara hina, bukan sebagai
pemberontak, tapi sebagai kriminal.254

252
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 13
253
Taruna adalah pemuda/I baik usia sekolah dasar dan menengah maupun perguruan
tinggi. Peserta akademi militer di Indonesia biasanya disebut taruna. Sesuatu yang paling menonjol
dalam lembaga pendidkan yang siswanya disebut taruna adalah kedisiplinannya. Lihat. Mudzhar,
Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan Kader Kepemimpinan Bangsa, 2
254
Bambang Sukwati, Raja Mogok RM Soerjopranoto (Jakarta: Hasta Mitra, 1983), 7-9
K.H. Syam’un terus berjuang demi umat, bangsa, dan Negara, bahkan
pada awal kemerdekaan (1964) ketika terjadi kesulitan masuknya Oeang Republik
Indonesia (ORI) ke Banten. Atas izin pemerintah pusat dibuatlah Oeang Republik
Indonesia Daerah Banten (ORIDAB) untuk mengatur kepentingan rakyat banten
karena terputusnya hubungan dengan pemerintah pusat. Ternyata mesin pencetak
uang tersebut adalah sumbangan pribadi dari K.H.Syam’un atas nama Yayasan
Perguruan Islam Al-Khairiyah di Citangkil, Cilegon.255 Pengeluaran uang tersebut
didasarkan jaminan emas dari Cikotok. Pemprakarsa pembuatan uang tersebut
adalah pembantu gubernur Mr.Joesoep Adiwinata dan R.Lumanauw, kepala
kantor inspeksi keuangan Kresidenan Banten.256 Selanjutnya pada masa
kemerdekaan, kota Cilegon merupakan kota kewedanan yang tercatat dalam peta
di Jerman, karena di kota ini terdapat industri berat, pabrik baja PT. Krakatau
Steel.257
Selain ORIDAB, rakyat juga melakukan langkah alternatif seperti
membuat bensin dari karet, minyak tanah diganti minyak sawit, membuat obat
batuk dari sirih, dan membuat perban dari kulit kayu. 258 Berkat jasa-jasanya dalam
bidang sosial kemasyarakatan di Banten, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya
memberikan penghargaan kepada K.H. Syam’un berupa Bintang Kerajaan Kelas
II dari Perak murni. Pada tahun 2000 KH Syam’un mendapat anugerah Bintang
Mahaputera Utama dari Presiden Republik Indonesia saat itu, KH Abdurrahman
Wahid (GusDur).259 Puncaknya pada tahun 2018, KH Syam’un resmi mendapat
gelar pahlawan nasional dari Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo.
Semasa kerajaan Banten di tangan Maulana Muhammad Pangeran Ratu
Banten (1525-1552), Banten mempunyai mata uang lokal yang dibuat di dalam
Negeri Banten. Mata uang tersebut terbuat dari bahan baku tembaga, perunggu,
dan timah hitam dengan tulisan Jawa yang berarti Pangeran Ratu dan di salah satu

255
Fatullah Syam’un, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya,103.
256
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 103
257
Lihat Suparman Usman, Pemberlakuan Syariat Islam di Banten (Serang: MUI Banten,
2003), 34-35
258
Syam’un, Mempertahankan Eksistensi RI di Banten, 13
259
Syam’un, Brigjen KH Syam’un, 7
sisinya dengan tulisan Arab yang berarti Pangeran Ratu Ing Banten tanpa
keterangan angka tahun pembuatan.260 Ada juga uang yang bertuliskan Sultan
Abul Mafachir Raja Banten (1580-1596).261 Adanya mata uang-mata uang
tersebut menunjukan eksistensi Banten di dunia Internasional.

b. Politikus Sejati
Santri juga dianggap oleh KH Syam’un sebagai mitra dalam berdiskusi
masalah politik.262 Pada bulan oktober 1945 sampai dengan tahun 1947
Kresidenan Banten dipimpin oleh K.H. Tb. Achmad Khatib dengan staf ahli
sebanyak 40 orang kyai yang bertugas sebagai penasehat dan pengawas residen
dalam melaksanakan tugas. Sedangkan kabupaten serang dipimpin oleh bupati
K.H. Syam’un. Beliau menjadi bupati serang yang ke-12 mulai dari tahun 1945
sampai dengan tahun 1947.263 Data tersebut menunjukan bahwa KH Syam’un
adalah sebagai bupati pertama Serang pasca kemerdekaan Indonesia.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, seorang putra Banten yang juga
merupakan alumni Al-Khairiyah, KH Abdul Fatah Hasan tercatat sebagai anggota
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang telah
diangkat menjadi pahlawan Nasional dan namanya terukir dalam sejarah
Indonesia. Ide pokok pikirannya dikemukakan dalam rapat 29 Mei 1945 tentang
konsep kemerdekaan beragama yang akan dituangkan dalam UUD 1945.264
Khususnya pasal 29 ayat (2) yang hingga kini menjadi tolok ukur kerukunan umat
beragama yang berbunyi: “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaannya itu. Atas jasa besar yang telah ditorehnya, ia dianugerahi
sebagai Bintang Mahaputra pada tahun 1992 oleh Soeharto, Presiden Republik
Indonesia saat itu.

260
Juliadi dkk, Ragam Pusaka Budaya Banten (Serang: Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Serang, 2005), 128
261
Juliadi dkk, Ragam Pusaka Budaya Banten,133
262
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 12-13.
263
Michrab dan Hudari, Lihat Usman, Pemberlakuan Syariat Islam di Banten,38, lihat
juga Effendi, Riwayat Hidup Kyai H. Mas Muchammad Arsyad Thawil, 40
264
Usman, Pemberlakuan Syariat Islam di Banten, 34-35
Alumni Al-Khairiyah lainnya yang juga banyak bergerak di pemerintahan
adalah KH Mohammad Nur yang menjadi pejuang kemerdekaan RI.265 Prof. K.H.
Muhammad Syadeli Hasan yang menjadi anggota Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) dan menjadi wakil rakyat Banten pada tahun 1946, dan juga dipilih
menjadi anggota DPR Jawa Barat pada tahun 1950. 266 Abdul Qahar Hasan yang
menjadi anggota dewan di kabupaten Serang melalui partai Persatuan Muslimin
Indonesia (PERMUSI),267 juga ada yang pernah menjadi camat dan wedana
seperti K.H. Ali Jaya menjadi camat Cinangka dan Lebak, serta wedana di Anyer,
KH. Abdul Jalil (camat Pulomerak), K.H. Abdul Latif (camat Bojonegara), dan
K.H. Sohari (camat Cibeber).268

c. Ekonom Ulung
Madrasah Al-Khairiyah mendirikan sebuah koperasi yang dinamakan
Koperasi Bumi Putera pada tahun 1927 yang diketuai oleh K.H. Abdul Aziz
(Pensiunan Kepala Kantor Kecamatan Cilegon). Tujuannya yaitu untuk menopang
dana atas segala kebutuhan Al-Khairiyah. Pada tanggal 20 Juni 1928 (8 Muharram
1347 H), koperasi ini mendapatkan pengesahan secara badan hukum dari
pemerintah kolonial Belanda. Koperasi ini didirikan dengan ketentuan dasar
“persamaan, persaudaraan, perserikatan dan berusaha dalam daerah agama Islam.”

d. Seniman dan Budayawan Arif Bijaksana


Mufti Ali mendeskripsikan bahwa KH Syam’un adalah seorang seniman.
Pandai membuat Syi’ir dan Mars (lagu) yang sarat dengan semangat kejuangan
dan ketauhidan. Hal itu diketahui dari kemampuan salah seorang muridnya, KH
Syibromalisi yang pandai membuat Syi’ir.269 Contoh Syi’ir sebagai berikut:
Ya banii bantan hibbu // min niyamin ‘amiqin
Uthlubu ‘l-‘ilmawa ‘l-‘ala // muddata ‘umrikum baaqin

265
Syam’un, Didirikan oleh Brigjen KH Syam’un di Jaman Penjajahan,22
266
Effendi, Riwayat Hidup Kyai H. Mas Muchammad Arsyad Thawil, 40
267
Syibli Syarjaya, lihat, Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 80
268
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 77
269
Mufti Ali, Sang Pendiri Al-Azhar Asia Tenggara, Suara Al-Khairiyah, 5 (Mei-Juni
2014), 9
La takuunu kusaala // fanakuunu juhalaa
Wabihi ‘l-wathan udzalla // wabihi al-diiwan uzalla
(wahai orang-orang Banten bangunlah dari tidur panjangmu
Carilah ilmu dan martabat sepanjang hayat di kandung badan
Janganlah malas sehingga kamu menjadi bodoh
Dengan kebodohan, negeri menjadi hina dan pemerintahan menjadi rusak).
Dalam bait yang lain dapat didapat:
Siiruu linayla ‘l-‘ula // yaa banii ‘l-wathan
Fa‘qtafuu aatsara // ‘l-aabaa’i ‘l-kiraam
Fi thalabi ‘l-ma’ali // wa ‘l-ilmi wa ‘l-kiraam
Fi thalabi ‘l-ma’ali // wa ‘l-ilmi wa ‘l-karaamah
(Berupayalah untuk mencapai martabat wahai para anak negeri
Ikutilah jejak para leluhur yang mulia
Dalam mencari derajat, ilmu dan kemuliaan
Dalam mencari derajat, ilmu dan kharisma).270
Dari sisi budaya, yang paling terkenal dimunculkan oleh K.H. Syam’un
pada zamannya adalah ataqah. Unsur budaya gotong royong yang dipadukan
dengan sosial, ekonomi dan agama. Ataqah diadakan sebagai upaya Al-Khairiyah
dalam rangka menggalang dana untuk membiayai Madrasah-Madrasah dan
beasiswa bagi para alumni yang akan belajar ke timur tengah. Ada tiga klasifikasi
donatur yang masing-masing golongan berhak mendapatkan ataqah yang
berbeda-beda sesuai dengan derma yang ia sumbangkan. Ada ataqah kubra dan
ataqah sugra. Ataqah kubra adalah pembacaan surat al-Ikhlas sebanyak 100.000
kali. Sedangkan ataqah sugra adalah pembacaan tahlil sebanyak 70.000 kali.
Bacaan-bacaan tersebut pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah
meninggal, baik bagi donatur tersebut ataupun bagi keluarga donatur.
Klasifikasi donaturnya adalah: 1) Donatur golongan 1 adalah orang yang
menyumbangkan uang f.50 ke atas. Orang ini berhak mendapatkan ataqah kubara
dan sugra, 2) Donatur golongan II adalah orang yang menyumbangkan uang f.35

270
Maftuh, Lembaga Pendidikan Al-Khairiyah di Banten (1916-1942): Pendekatan
Sejarah Sosial, 163-170.
sampai di bawah f.50. Orang ini berhak mendapatkan ataqah kubra saja, dan 3)
Donatur golongan III adalah orang yang menyedekahkan uang antara f.15 hingga
kurang dari f.35. Golongan ini hanya mendapatkan ataqah sugra saja.
Disamping dijanjikan akan dibacakan ataqah, orang yang menjadi donatur
tersebut juga mendapatkan shalat ghaib dari para anggota dan murid-murid
Madrasah yang mukallaf yang dilaksanakan setelah shalat jum’at, apabila yang
bersangkutan meninggal dunia.271

3. Keulamaan dan Kemiliteran K.H. Syam’un


Keulamaan KH Syam’un sangat dirasakan oleh masyarakat umum dan
benar-benar diakui oleh para penguasa yang saat itu dijabat oleh orang pribumi
dalam komando para kolonial Belanda. Sejatinya kehadiran ulama diakui dari
masa ke masa. Di Indonesia bahkan sampai hari ini para penguasa senantiasa
menyandarkan diri kepada ulama dan kyai272 sebagai sumber legitimasi di dalam
melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaannya.273 Hal sedemikian rupa juga
terjadi pada masa kekhalifahan Islam, sebagai contoh para khalifah Abbasiyah
yang begitu gagah perkasa ketika memaksakan kehendak untuk menerapkan
ajaran mu’tazilah tentang keterciptaan Al-Qur’an dengan kekerasan pada
permulaan abad IX tersadar setelah merasakan memudarnya dukungan dari
rakyat, akhirnya mereka menyadari akan bahaya besar yang mengancam jika hal
tersebut terus berlanjut dan setelah 16 tahun diberlakukan akhirnya dihapuskan.
Hal yang demikian itu adalah bukti bahwa kekuasaan sebesar apapun tetap
akan mengalami kemunduran jika terlalu jauh dari ulama. Hal tersebut sering
terjadi bahkan berupa kedzaliman kepada ulama, sebagai contoh Ahmad bin
Hambal dari kalangan sunni pernah dianiaya dan dijebloskan ke dalam penjara
karena menolak ajaran mu’tazilah.274 Hal ini telah menjadi pelajaran berarti bagi

271
Ali, dkk, Biografi KH. Syam’un, 71-72
272
Kyai adalah orang yang alim yang tinggal di lingkungan pesantren. Lihat. Arief,
Khutbah Pekan Perkenalan, 9
273
Sugiri, Proses Islamisasi dan Percaturan Politik Umat Islam di Indonesia, 48
274
Edward Mortimer, Islam dan Kekuasaan, Penerjemah, Enna Hadi dan Rahmani Astuti,
(Bandung: Mizan, 1984), 42-43
para khalifah bahwa menjauh dari ulama akan membuat kekuasaannya sulit untuk
mendapat dukungan dari rakyat.
Di Indonesia kondisi bahwa kyai menjadi panutan masyarakat begitu
kental terasa. Kyai meruapkan pemimpin masyarakat. Kyai dan para ustadz
menjadi lapisan masyarakat yang paling terdidik di suatu masyarakat. Kyai
dengan pesantren sangat dekat bahkan menyatu dengan masyarakat. Hubungan
kyai dan santri adalah hubungan keteladanan, selain hubungan guru dan murid.
Jam kerja seorang kyai adalah 24 jam.275 Kyai atau ulama berkiprah untuk
mewariskan ilmu dan daya juang bagi generasi berikutnya.276 Kyai berfungsi
sebagai non formal leader dalam masyarakat, pengasuh karismatik dalam pondok
pesantren, guru, dan manager dalam organisasi pondok pesantren.277
Kyai merupakan gelar kehormatan yang diberikan oleh masyarakat atas
kepemimpinannya baik selaku pembimbing spiritual maupun sebagai pemimpin
masyarkat. Ulama adalah gelar yang lebih universal karena berlaku di seluruh
dunia Islam dan merujuk kepada kaum terpelajar di bidang agama, seperti ahli
fiqh, Al-Qur’an, dan hadits.278 Nabi Saw bersaabda: “Sesungguhnya ulama adalah
pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar, tetapi mereka mewariskan
ilmu. Siapa saja yang mengambil itu, ia mengambil bagian yang banyak.” (HR,
Abu Daud).
Pada tahun 1916 KH Syam’un telah menjadi seorang Kyai yang membina
dan memimpin pesantren Citangkil yang kemudian ditingkatkan menjadi
Madrasah yang dikenal hingga saat ini.279 KH Syam’un digambarkan dalam 3
dimensi: qalam, kalam, dan senapan karena keilmuan, kepandaian berdiplomasi,
dan kepemimpinannya.280 Terjadinya Perang Dunia II berimbas pula pada situasi
Al-Khairiyah. Jika di Bukit Tinggi, Sumatera Barat dikenal nama Ahmad Husein
(1925-1998), yang dikenal Harimau Kuranji yang dididik pemerintah Jepang

275
Mudzhar, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan Kader
Kepemimpinan Bangsa, 3
276
Sastra, Ulama dan Pesantren, 6
277
Arief, Khutbah Pekan Perkenalan, 11
278
Mulyadhi Kartenegara, Islam buat yang pengen tahu (Jakarta: Erlangga, 2007), 87-88
279
PB. Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 1
280
H.MA Tihami, Qolam, Kalam dan Senapan, Suara Al-Khairiyah, 5, (Mei-Juni 2014),
11
maka di Cilegon, Banten ada seorang ulama besar yang tidak hanya terkenal
qalam dan kalamnya saja, tapi juga senapannya, sosok pejuang tersebut bernama
KH Syam’un.281
Pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang mendarat di teluk Tasik Bojonegara
dan di Merak.282 Setahun kemudian Jepang membuat gagasan politik penguatan
kedudukan dan kekuasaannya dengan membuat pendidikan militer dari kalangan
pribumi. K.H. Syam’un salah seorang ulama besar di Banten akhirnya terlibat
dalam propaganda politik tersebut dan menjadi tentara Pembela Tanah Air
(PETA)283 dengan pangkat Daidanco (Komandan Batalyon) mulai tahun 1943284
sampai dengan tahun 1948, yaitu pada saat pendudukan tentara Jepang. 285 Sebagai
daidanco beliau pernah ikut bertempur melawan tentara sekutu yang
menggunakan kapal selam di pantai Bojong, Anyer Kidul yang meletus pada
tanggal 30 Juni 1945.286
Meskipun didikan Jepang disebut hei hoo atau tentara sukarela. Pada
kenyataannya sebagaimana diungkapkan oleh Hikmatullah A. Syam’un bahwa
keterlibatan KH Syam’un menjadi daidanco di PETA karena dibujuk oleh orang
Jepang muslim yang bernama Abdul Hamid Ono dan apabila ditolak maka
pesantrennya harus ditutup.287 Terlepas dari adanya ancaman atau tidak, sosok KH
Syam’un tentu mempunyai pertimbangan sendiri yang jauh lebih besar dari
sekedar menghindari sebuah ancaman atau suatu tekanan secara politik sekalipun.
Sebuah syair HAMKA untuk menggambarkan fenomena kekejaman
Jepang pada saat itu:
Beras yang putih untuk Jepang
Di kita jagung campur ubi

281
Mestika Zed dan Ibnu Wahyudi, Perlawanan Seorang Pejuang, Ahmad Husein,
(Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), 22 dan 65
282
Effendi, Riwayat Hidup Kyai H. Mas Muchammad Arsyad Thawil, 40
283
Istilah PETA lebih populer di Jawa dengan hanya berpusat di Bogor sedangkan di
Sumatera pendidikan militer bagi bumi putra disebut Gyugun yang dibentuk pada setiap
keresidenan. Lihat, Zed dan Wahyudi, Perlawanan Seorang Pejuang, Ahmad Husein, 22
284
Keterangan Sarbini, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 40
285
PB. Al-Khairiyah, Perguruan Islam Al-Khairiyah dari Masa ke Masa, 12
286
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 62
287
Syam’un, Mempertahankan Eksistensi RI di Banten, 12
Banyak bicara kena lampang
Kalau melawan di hukum mati.288
Kesibukan KH Syam’un di dunia militer, membuatnya harus menyerahkan
kepengurusan Madrasah Al-Khairiyah kepada murid-murid terbaiknya yaitu K.H.
Masria, K.H, Sahim, K.H. Syibromalisi Awy dan K.H. Abu Bakar. Selain mereka
berempat, murid-murid lain yang dipercaya K.H. Syam’un untuk mengajar di
Madrasah Al-Khairiyah pada masa ini yaitu Ust. Abdullah, Ust. Isa, Ust. Abdul
Qohar Abdurrohim, Ustdz. Sufiah, Ustdz. Asiah, Ustdz. Hasunah dan lain-lain.289
Di tengah kesibukan sebagai tentara pembela tanah air di dai san daidan
(Komandan Batalyon III) di Serang, K.H. Syam’un masih menjalankan tugasnya
sebagai seorang Kyai, yaitu dengan menyempatkan diri untuk mengajar di
pesantrennya seminggu sekali.290 KH Syam’un selalu menyemangati para
santrinya dengan sebuah motto, yaitu : Dadikaken Ilmu Nire Kuen Kamus Nire. 291
Para santri yang mengikuti jejak beliau sebagai tentara mayoritas berasal dari
organisasi kepanduan dan pencak silat yang ada di Perguruan Islam Al-Khairiyah
Citangkil.292 Ada salah seorang santri yang mengikuti jejak K.H. Syam’un yaitu
Rahmatullah Syam’un, putranya sendiri yang menjadi komandan Tentara
Republik Indonesia Pelajar (TRIP). 293
Pada tanggal 10 september 1945, K.H. Syam’un diangkat menjadi ketua
Badan Keamanan Rakyat (BKR) Keresidenan Banten dan BKR Kabutpaten
Serang yang bertugas menanggulangi situasi yang sedang masa transisi di mana
pada saat itu persenjataan BKR sangat sedikit, itupun adalah senjata hasil
rampasan perang.294 Tidak berapa lama kemudian, atas perintah komandan 1 Jawa
Barat, pada tanggal 18 Oktober 1945 diadakan rapat pembentukan Tentara

288
Zed, dan Wahyudi, Perlawanan Seorang Pejuang, Ahmad Husein, 21
289
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
290
Keterangan Mahdiyah, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 40-41
291
Wawancara dengan Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah),
Cilegon, 3 Desember 2018
292
Keterangan Fatullah Syam’un, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949)
Gagasan dan Perjuangannya, 41
293
Muhyidin, lihat Ali, dkk. Biografi KH. Syam’un, 77
294
Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan Perjuangannya, 78
Keamanan Rakyat (TKR), K.H. Syam’un diangkat sebagai Panglima Divisi
1000/1dengan pangkat kolonel295 yang meliputi wilayah Banten, Tangerang, dan
Bogor.296
KH Syam’un dalam menanggapi pemberontakan Dewan Rakyat yang
dipimpin oleh Tje Mamat pada 30 Oktober 1945 memerintahkan agar seluruh
wilayah keresidenan Banten mempertahankan kedaulatan RI. 297 Sebagai seorang
perwira kesetiaan beliau diuji, tapi semangat juangnya sebagaimana yang
diwariskan oleh kakeknya tetap membara yaitu menjaga kedaulatan Republik
Indonesia. Hingga hari ini semangat juang tersebut terus dijaga oleh warga Al-
Khairiyah dan diwariskan dari generasi ke generasi. Warga Al-Khairiyah harus
terus mengawal NKRI berdasarkan pancasila dan UUD 1945.298
Di tengah derasnya kelompok-kelompok Islam yang melakukan gerakan
sosial keagamaan untuk mengusung ide Negara Islam, Al-Khairiyah tetap
menjadikan NKRI dan Pancasila sebagai harga mati melalui jalur konstitusi yang
telah disepakati. Gerakan sosial keagamaan seperti HTI, MMI, KPPSI Sul Sel dan
berbagai asosiasi Islam lainnya yang dengan gigih mengusung ide Negara Islam,
Daulah Khilafah, dan Daulah Islamiyah. Kelompok-kelompok tersebut sekarang
menghindari pendekatan politik yang inkonstitusional dan tetap menempuh jalur-
jalur yang legal formal serta tidak menggunakan cara-cara kekerasan dan anarkis
untuk mencapai tujuan politiknya. 299 Hal tersebut membuat Al-Khairiyah kembali
harus lebih keras dalam membela NKRI dan Pancasila agar tidak ditinggalkan
oleh umat Islam.
Dekrit presiden pada tanggal 24 Januari 1946 tentang perubahan nama
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
Susunan organisasi diatur oleh panitia besar reorganisasi pada 23 Februari 1946.
Salah satu bentuk perubahan susunan adalah diubahnya nama Komandemen

295
Arsip subdisjarah, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan
Perjuangannya, 84
296
Tihami, Qolam, Kalam dan Senapan, 11
297
Syam’un, Mempertahankan Eksistensi RI di Banten, 12
298
Mudzhar, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan Kader
Kepemimpinan Bangsa, 1
299
Jurdi, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern, Teori, Fakta, dan Aksi Sosial, 118
I/Jawa Barat menjadi Divisi I/Siliwangi yang dipimpin oleh Panglima Jenderal
Mayor AH. Nasution, dengan wilayah meliputi Propinsi Jawa Barat dikurangi
keresidenan Cirebon dan Kabupaten Tasikmalaya. Divisi I/Jawa Barat
mempunyai lima Brigade, yaitu Brigade I/Tirtayasa, Brigade II/Suryakencana,
Brigade III/Kian Santang, Brigade IV/Guntur, dan Brigade V/Sunan Gunung
Jati.300
Brigade I/Tirtayasa yang wilayahnya meliputi Keresidenan Banten,
Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bogor tetap dipimpin oleh K.H. Syam’un
sampai bulan Desember 1946. Brigade I Tirtayasa inilah yang merupakan asal
usul Korem Maulana Yusuf. 301 Setelah itu diganti dengan Letnan Kolonel
Soekanda Bratamenggala dan K.H. Syam’un tetap menjadi Bupati Serang. 302 KH
Syam’un dipercaya memegang pemerintahan Republik Indonesia di wilayah
pedalaman seperti Lebak, Bayah, Cibaliung, serta Cilangkahan. 303

D. Al-Khairiyah pada Masa Orde Baru


1. Karakteristik Gerakan Sosial Al-Khairiyah
Awal munculnya gerakan sosial di lingkungan warga Al-Khairiyah pada
masa Orde Baru adalah adanya ketidakpuasan. Regulasi yang cenderung memihak
pada kelompok yang berkuasa dinilai menjadi sebuah pemicu utama yang
menimbulkan kerugian pada masyarakat khususnya umat Islam. 304 Sebagai salah
satu contoh begitu kuatnya cengkraman doktrin Orde Baru pada sendi-sendi
beragama adalah perilaku penguasa sampai pada tingkat kelurahan yang begitu
mendewakan Golkar sebagai partai penguasa sampai-sampai terucap “Kamu
bukan orang orang Golkar mintalah bantuan kepada Tuhan-mu!”. Ucapan tersebut
terungkap dari Lurah Kota Sari kepada salah seorang kader Al-Khairiyah yang
sedang mengurus surat jalan dari Cilegon ke Bandar Lampung. Al-Khairiyah

300
Disjarahdam, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan
Perjuangannya, 92-93
301
Nandy Mulya, “Sejarah, Agama, dan Pendidikan di Mata Seorang Nandy Mulya”,
Suara Al-Khairiyah, 7 (Jan-Feb 2015), 13
302
Disjarahdam, lihat Permana, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasandan
Perjuangannya, 97-98
303
Tihami, Qolam, Kalam dan Senapan, 11
304
Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga, 21.
lambat laun dirusak dan lemahkan oleh kediktatoran yang mengharuskan santri
dan ustadz bergabung bersama Golkar.305 Orde Baru dengan Partai Golkarnya
disebut oleh Dadang Kahmad sebagai rezim yang menyumbat politik massa.
Rakyat dibuat terbelenggu oleh kediktatoran, sehingga lahirnya orde reformasi
menjadi babak baru sejarah berbangsa dan berpolitik yang memunculkan arus
kekuatan aspirasi yang berbasiskan agama.306 Kejadian di Tanjung Priok dan
kejadian di Lampung menjadi dua kejadian yang sulit dilupakan sebagai luka
umat Islam di masa Orde Baru.307
Tokoh-tokoh Al-Khairiyah yang sudah lama tidak terdengar suaranya
bahkan tidak terlihat di tengah-tengah warga Al-Khairiyah menjadi momentum
yang besar dalam memupuk kerinduan warga Al-Khairiyah. Tokoh-tokoh yang
telah sukses meniti karir di berbagai bidang, mulai dari pendidikan sampai bisnis
menjadi suatu nilai tersendiri. Ketika awal reformasi bergulir, kemunculan alumni
yang terkenal dengan kedisiplinan bidang ilmu yang dimiliki hadir dengan
membawa harapan akan membawa Al-Khairiyah ke masa kejayaan di bidang
akademisi. Terlebih lagi ketika warga Al-Khairiyah merasakan sulitnya mencari
nafkah dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari maka sosok pengusaha atau
pebisnis dari tokoh-tokoh Al-Khairiyah benar-benar diharpkan kehadirannya
untuk memimpin Al-Khairiyah.
Al-Khairiyah mengarahkan haluan gerakan pada bidang-bidang sosial
politik, meskipun secara organisasi tidak menyatakan dukungan atau penolakan
terhadap kebijakan pemerintah. Perilaku kolektif yang dilakukan warga Al-
Khairiyah terlihat dari gerakan bersama dalam rangka menolak kebijakan
pemerintah yang otoriter di era Orde Baru dengan menggunakan bentuk perilaku
sosial yang bebas (emergent) dan terlepas dari kebijakan lembaga yang
menaunginya (extra institusional). Tujuan warga Al-Khairiyah semata-mata hanya

305
Wawancara dengan KH Hikmatullah Jamud (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 11 Maret
2019.
306
Dadang Kahmad, Wawasan Agama Madani sebuah keniscayaan sosiologis dalam
bangsa majemuk (Bandung: Majelis Pustaka dan Informasi PW Muhammadiyah Jawa Barat,
2017), 144
307
Kahmad, Wawasan Agama Madani sebuah keniscayaan sosiologis dalam bangsa
majemuk, 117
untuk mempertahankan kedaulatan rakyat, yaitu suatu kondisi masyarakat yang
bebas berekspresi tanpa adanya tekanan-tekanan fisik dan psikis dari
pemerintah.308
2. Gerakan Sosial Al-Khairiyah yang Teratomisasi
Sebuah gerakan sosial dapat terjadi setidaknya dengan sebab-sebab umum
yang dapat dilihat dari kejadian demi kejadian. Denny JA mengulas bahwa faktor
yang paling besar dari timbulnya suatu gerakan sosial adalah karena adanya
kesempatan. Pasca reformasi setiap tingkah laku yang dilakukan oleh sekelompok
orang dinilai sebagai suatu gerakan. Sistem Demokrasi yang dipilih oleh Bangsa
Indonesia telah membuka luas pintu ijtihad para kyai yang sanggup mengemban
amanah. Gerakan sosial kerapkali muncul dalam pemerintahan yang menganut
Sistem Demokrasi. Sekecil apapun kesempatan jika ada dan memungkinkan
seseorang mengambil manfaat darinya harus dilakukan (diambil). Berbeda dengan
suatu Sistem Otoriter yang dinilai sangat membahayakan dalam kelangsungan
hidup berbangsa dan bernegara, sebab segala sesuatu diatur oleh Negara.
Pemicu gerakan sosial selanjutnya lebih familiar disebut dengan
ketidakpuasan terhadap kekuasaan yang dinilai berat sebelah dalam kebijakannya
sehinga sebagian kelompok merasa tidak puas terhadap apa yanag dilakukan oleh
pemangku kebijakan. Terakhir yang biasa dijadikan sebab munculnya sebuah
gerakan sosial adalah lahirnya seorang pemimpin yang penuh wibawa dengan
segudang harapan yang ada pundaknya atau hanya sekedar janji-janji yang
terpenting menimbulkan kesepahaman yang terkadang hanya dimengerti oleh
sang tokoh dan anggotanya.309
Gerakan warga Al-Khairiyah pada masa Orde Lama dan Orde Baru yang
cenderung mengkritik pemerintah baik secara organisasi pada masa Orde Lama
maupun sendiri-sendiri pada masa Orde Baru, serta Gerakan yang sekarang
tergolong lebih mendukung pemerintah dalam pandangan Sudarsono sama-sama
sebuah gerakan sosial. Sebuah gerakan sosial di masa sekarang dinilai tidak hanya
gerakan yang murni dilakukan oleh sekelompok orang yang melakukan protes
308
Sadikin, Perlawanan Petani dan Konflik Agraria Dalam Diskursus Gerakan Sosial,
(t.p:t.t, 2004), 9.
309
Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga, 21.
terhadap kelompok lain yang biasanya diwakili oleh kelompok yang berkuasa,
namun kelompok yang berkuasa sendiri juga jika melakukan hal yang sama dalam
rangka mengamankan pemerintah yang disebut dengan gerakan rekayasa para
penguasa dapat dikatakan sebagai gerakan sosial juga.310
Dominasi Pemerintah Orde Baru dalam segala bidang dan menolak
gerakan-gerakan berbasis agama jika dikaitkan dengan teori Marxist dikenal
sebagai kontradiksi struktural. Kelompok Islam termasuk Al-Khairiyah
dieksploitasi secara berlebihan sehingga tidak mampu berekspresi dalam
berperilaku dan berfikir. Meskipun tidak selalu dapat dibenarkan adanya gerakan
superstruktur berkaitan erat dengan gerakan utama (basic) yaitu ekonomi.
Gerakan-gerakan lain seperti di bidang pendidikan, kultur, politik, bahkan
ideologi hanya sebagai pengukuh keberlangsungan ekonomi.311 Gerakan Al-
Khairiyah pada masa Orde Lama dan Orde Baru lebih dominan di bidang
pendidikan. Puncak kejayaan Al-Khairiyah di bidang pendidikan adalah ketika
Masyumi berjaya secara nasional sehingga mampu memperbanyak cabang ke
seluruh pelosok negeri dan secara berkala memberikan bantuan-bantuan kepada
cabang-cabang Al-Khairiyah yang belum mapan secara ekonomi. Sedangkan di
masa Orde Baru Al-Khairiyah secara organisasi tidak menentukan sikap, sehingga
secara individu ada yang terlibat di PPP sebagai partai yang membentuk
perlalwan secara politik dan ada juga yang terlibat di golkar namun tidak
mendapat bagian atau peran penting apapun.312 Di masa Orde Lama Al-Khairiyah
begitu teguh menyatu dengan Masyumi, termasuk di dalamnya Al-Wasliyah dan
Mathla’ul Anwar sedangkan dua organisasi lain seperti NU dan Al-Jauharatun
Naqiyah keluar dari barisan Masyumi.313
Pada masa kejayaan Masyumi, hampir 99% persen suara di Cilegon
berhasil direbut oleh Masyumi. Dari partai inilah organisasi Al-Khairiyah banyak

310
Juwono Sudarsono (ed), Pembangunan Politik dan Perubahan Politik (Jakarta:
Gramedia, 1976), 24-25.
311
Fakih, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan Ideologi LSM
Indonesia, 51.
312
Wawancara dengan KH. Chatib Rasyid (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 8 Februari
2019
313
Wawancara dengan KH Chatib Rasyid (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 25 Februari
2019
mendapatkan bantuan karena di dalamnya banyak tokoh-tokoh Al-Khairiyah yang
menduduki jabatan strategis seperti K.H. Abdul Fatah Hasan sebagai salah
seorang pendiri Partai Masyumi. Dari organisasi lain yang tokohnya dikemudian
hari menjadi seorang penggerak suatu pergerakan yang ulung, kelak di kemudian
hari sampai membentuk Pemerintahan Republik untuk daerah Priangan di Garut
adalah Muhammad Isa Anshary, salah seorang anggota Persatuan Islam.314 Masa-
masa kejayaan Masyumi menjadi masa yang sangat besar pengaruhnya untuk
kemajuan umat Islam terutama Al-Khairiyah dengan sejumlah cabang-cabangnya
yang banyak merasakan bantuan dari Masyumi.
Keberadaan Masyumi di masa Orde Lama berbanding terbalik dengan
masa Orde Baru, khususnya di wilayah Cilegon. Sejak Orde Baru berkuasa
Cilegon di bagi menjadi dua bagian suara, sebagian ke Golkar dan sebagian lagi
ke PPP. Secara organisasi yang pada saat itu dipimpin oleh Prof. Dr. K.H. Syadeli
Hasan (1955-1975), Al-Khairiyah dinilai bungkam dalam menentukan sikap.
Tapi, secara individu ternyata banyak kader-kader Al-Khairiyah yang mencoba
mengkritik pemerintah dengan mengikuti organisasi-organisasi lain salah satunya
Ust Qurthubi yang menjabat ketua Permusi Serang. 315 Sikap netral Al-Khairiyah
dipertegas oleh salah seorang tokoh Al-Khairiyah, Syahwandi Damiri yang
menyatakan bahwa pada masa Orde Baru secara organisasi Al-Khairiyah tidak
pernah mendukung pemerintah atau mengkritik secara langsung, sebab prinsip
yang dianut adalah taatilah Allah dan Rasul serta orang yang menjadi
pemimpin.316
KH. Hikmatullah Jamud, salah seorang mantan aktivis mahasiswa lulusan
Al-Khairiyah mengaku pernah dikeremi (dipenjara) di Polsek selama sehari
semalam karena diketahui menyebarkan surat yang diedarkan oleh Pelajar Islam
Indonesia (PII) yang tidak disukai oleh pemerintah Orde Baru. Demikian juga
Ust. Buhaiti Hamdani seorang pengajar Al-Khairiyah tingkat Madrasah Aliyah

314
Federspiel, Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX,
315
Wawancara dengan KH Chatib Rasyid (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 11 Februari
2019
316
Wawancara dengan KH Syahwandi Damiri (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 8 Februari
2019
pernah juga dipenjara selama tiga tahun kejadian tersebut sekitar tahun 1982. 317
Dalam teori psikologi belajar terdapat teori Insentif (incentive theory) atau juga
dikenal dengan teori Reinforcement negatif atau positif.
Kejadian yang menimpa KH. Hikmatullah Jamud dan K. Buhaiti Hamdani
adalah sebuah Reinforcement negatif dari pemerintah masa Orde Baru terhadap
warga Al-Khairiyah yang menghambat warga dalam berperilaku agamis dan
berfikir kritis.318 Perilaku KH. Hikmatullah Jamud bermotif eksternal sesuai
dengan teori Atribusi sebab yang menjadi pendorong perilakunya adalah sebuah
organisasi lain di luar Al-Khairiyah, yaitu organisasi PII. Melalui organisasi
tersebut Ust. Hikmat melakukan sebuah tindakan yang dianggap membahayakan
kekuasaan Orde Baru pada saat itu. Namun, label Al-Khairiyah yang tetap
melekat pada pribadinya juga ikut serta terbawa karena beliau adalah alumni Al-
Khairiyah. Kekerasan demi kekerasan yang dialami oleh sebagian warga Al-
Khairiyah semakin membuat lemah Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa. Tapi,
secara personal demi personal justru melahirkan gerakan-gerakan serupa yang
kreatif dengan model-model yang baru.319
Gerakan Al-Khairiyah secara individu-individu dilatarbelakangi oleh
perbedaan sebab musabab, tapi secara utuh visi misinya sama yaitu mengkritik
pemerintah yang otoriter. Kondisi tersebut sejalan dengan teori Interaksionisme
karena satu individu dengan individu yang lain memiliki semangat dan
pemahaman yang sama tentanng situasi dan kondisi masyarakat pada masa Orde
Baru, di mana terjadi banyak kekerasan dan intimidasi pada kelompok-kelompok
Islam. Gerakan individu-individu tersebut karena terjadi pada saat yang
bersamaan dan dari latar organisasi yang sama serta memiliki tujuan bersama
yaitu semata-mata ingin merekontruksi situasi sosial untuk menciptakan tatanan
kehidupan sosial yang jauh lebih baik, maka dapat dikategorikan sebagai gerakan

317
Wawancara dengan KH Hikmatullah Jamud (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 11
Februari 2019
318
Bimo Walgito, Psikologi Sosial (Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2003), 19-21
319
Lofland dengan tegas mensyaratkan bahwa suatu gerakan terkategori gerakan sosial
jika usia gerakannya dapat mencapai sekurang-kurangnya lima tahun dan diperkirakan paling lama
hanya dapat bertahan sampai delapan tahun dan syarat kedua adalah diawali oleh protes atau
gerakan yang dilakukan dengan cara kekerasan. Lihat. Lofland, Protes, Studi Tentang Gerakan
Sosial, 50.
sosial dan karena tekanannya pada aspek sosial psikologis maka dibangunlah
sebuah gerakan solidaritas emosional dalam penderitaan akibat tidak diberikannya
ruang berekspresi di masa Orde Baru.320
Warga Al-Khairiyah di masa Orde Baru secara individu teratomisasi
karena tercabut dari akarnya, yaitu Organisasi Al-Khairiyah. Secara individu
warga Al-Khairiyah di masa tersebut cenderung berpartisipasi dalam jenis
kelompok sosial lain serperti Permusi, PII, dll. Hal tersebut dalam teori
Fungsionalisme Struktural disebut dengan masyarakat massa, sebuah gerakan
yang tergolong klasik dalam menjelaskan fenomena gerakan sosial.321 Warga Al-
Khairiyah secara tidak langsung menjadi agen-agen gerakan para aktor dalam hal
ini adalah Pengurus Besar Al-Khairiyah. Sebagaimana ungkapan Anthony
Giddens bahwa aktivitas sosial tidak dihadirkan oleh para aktor, tapi diciptakan
oleh mereka melalui para agen.322

320
William Outhwaite, Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Edisi ke-2 (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2008), 784
321
Abdul Wahab Situmorang, Gerakan Sosial; Studi Kasus Beberapa Perlawanan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajara, 2007), 16. Pendekatan fungsionalisme struktural adalah pendekatan
yang pertama yang sering digunakan dalam menjelaskan fenomena gerakan sosial. Dalam
fungsionalisme struktural para peneliti dapat mempelajari struktur masyarakat tanpa perlu
mengetahui fungsinya begitu juga sebaliknya. Fungsionalisme kemasyarakatan fokus dalam
memperhatikan struktur sosial dan institusi masyarakat secara luas, hubungannya dan pengaruhnya
terhadap anggota masyarakat. Pendekatan fungsionalisme struktural terbagi dalam tiga bagian,
yaitu: a. Masyarakat Massa yang menempatkan individu teratomisasi. Karena tercabut dari
akarnya akibat perubahan sosial yang cepat, urbanisasi dan hilangnya ikatan tradisional, dan
terisolasi dari relasi kelompok, maka individu dalam masyarakat masyarakat adalah bebas dan
cenderung berpartisipasi dalam jenis kelompok sosial baru. b. Tekanan Struktural yang
menekankan pada ketidakkeseimbangan dari sistem sosial, utamanya antara nilai dengan praktik
dan disfungsi elemen dengan kelangsungan sistem. Semua memicu ketidakseimbangan sosial dan
memicu ketegangan struktural, sehingga berakhir dengan gerakan sosial. c. Deprivasi Relatif yang
berupa tekanan sosial psikologis berupa perasaan subjektif. Kenyataan yang tidak sesuai dengan
harapan dapat memicu timbulnya ketidakpuasan dan frustasi sehingga menyebabkan gerakan
sosial.
322
Anthony Giddens, The constituition of Society: Outline of the Theory of Structuration
(USA: University of California Press, 1986), 12
BAB IV
GERAKAN SOSIAL ORMAS AL-KHAIRIYAH

Reformasi di Indonesia diawali dari terjadinya krisis ekonomi yang


berlanjut ke arah krisis multidimensi pada akhir tahun 1997. Di sisi lain
Reformasi dinilai sebagai peluang untuk perubahan. Ada harapan besar yang
dimiliki segenap bangsa Indonesia untuk mewujudkan impian-impian baru yang
selama Orde Baru masih terpendam, utamanya adalah peluang untuk melakukan
politik praktis dengan sistem demokrasi sehingga setiap warga negara dapat
bermimpi untuk menjadi penguasa di Indonesia.
Pada awalnya Reformasi sebagaimana digambarkan oleh Sedarmayanti
adalah proses upaya sistematis, terpadu, dan komprehensif yang bertujuan semata-
mata untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good
323
governance). Reformasi pada tataran pemerintahan difokuskan pada masalah
birokrasi yang secara sistematis berdampak kepada sistem yang lain.
Demikian halnya dengan organisasi-organisasi masyarakat yang pernah
mengalami masa stagnan di masa Orde Baru, mereka mulai bergeliat kembali
untuk bangkit dari keterpurukan. Organisasi massa memiliki kesempatan dan
peluang yang seluas-luasnya di era Reformasi. Eksistensinya diakui dan mulai
diperhitungkan ketika sistem demokrasi disepakati menjadi jalur politik untuk
segenap bangsa Indonesia.
Al-Khairiyah adalah salah satu Organisasi Massa yang memiliki peluang
untuk kembali bangkit dari keterpurukan. Tokoh-tokoh Al-Khairiyah kembali
berkumpul dan saling berdiskusi tentang cara memulai kegiatan di lingkungan Al-
Khairiyah. Keterbatasan dana dan sumber daya manusia yang lemah menjadi
catatan penting akan sulitnya memulai langkah demi langkah dalam meniti jalan
kejayaan Al-Khairiyah.
Jalinan sillaturrahim antar alumni telah melahirkan arus besar pergerakan
Al-Khairiyah. Sisa-sisa kemampuan yang dimiliki tidak membatasi gerak langkah

323
Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, (Bandung: CV Mandar
Maju, 2009), 67
Al-Khairiyah untuk berbenah. Rumput-rumput yang tinggi di pusat peradaban Al-
Khairyah sedikit demi sedikit dipangkas. Butuh keberanian bagi para alumni
untuk melangkahkan kaki mengembalikan kejayaan Al-Khairiyah. Sosok tokoh
Alumni yang paling disegani kala itu adalah Prof. Wahab dan Prof. Tihami.
Keduanya begitu baik menjalin hubungan dengan keluarga pendiri Al-Khairiyah
seperti KH Fathullah Syam’un (mantan ketua DPRD kabupaten Serang 1992-
1997 dan ketua DPRD kota Cilegon 2004-2009). Cikal bakal kebangkitan Al-
Khairiyah pasca Reformasi dapat dilihat dengan dibukanya kembali Pesantren Al-
Khairiyah pusat.

A. Kebangkitan Organisasi Massa Al-Khairiyah


Sejarah telah mencatat bahwa gerakan keagamaan sebelum abad ke 20
selalu tertuju kepada kekuasaan asing yang dinilai tidak adil secara politik, sosial,
maupun ekonomi sehingga berakibat pada kesengsaraan rakyat. Gerakan demi
gerakan terjadi hampir di seluruh Nusantara dengan pemantik utamanya adalah
para kyai dan ulama. Prestise sosial yang digenggam oleh para kyai dalam
struktur masyarakat adalah prestise tertinggi karena mereka memiliki dua faktor
yang kuat yaitu secara geneologis dan keilmuan yang menyatu padu pada sosok
kyai.
Hubungan geneologis sering terjadi dengan dua hal yaitu hubungan
perkawinan antara kyai yang berbesan dengan kyai dan kyai yang mengangkat
muridnya menjadi menantu. Sedangkan hubungan keilmuan bisanya terjadi
karena adanya tapak tilas para kyai yang memiliki nasab guru yang sama yang
merujuk pada suatu keilmuan tertentu dengan dipandu oleh kharisma kyai yang
selalu ditaati oleh para murid. Di dunia pesantren tidak hanya keilmuan yang
dikuatkan dalam membina pribadi santri tapi ketaatan kepada guru jauh lebih
diutamakan dalam membekali diri untuk mencapai kehidupan yang penuh dengan
limpahan barakah. Kharisma kyai mampu menggerakkan pola pikir dan tingkah
laku masyarakat yang islami di wilayah yang religius seperti di Cilegon.
Gerakan keagamaan yang terjadi dalam bentuk gerakan sosial seperti
protes sosial pernah terjadi di Banten di penghujung abad ke 18. Protes sosial
dalam bentuk pemberontakan hampir terjadi di seluruh pelosok wilayah Banten,
dihancurkannya struktur kekuasaan Kesultanan Banten oleh Belanda menunjukan
kekhawatiran Belanda akan bangkitnya kekuatan pribumi. Dalam catatan Sartono
Kartodirjo pemberontakan terbesar dilakukan oleh para petani Banten yang
dimotori oleh pra kyai dan elit agama yang bergelar haji, terutama
permberontakan yang dikenal dengan Geger Cilegon pada tahun 1888. KH Wasid,
KH. Tb Ismail, KH. Marjuki, Kyai Arsyad Thawil, Kyai Arsyad Qhasir dll.
Pemberontakan Geger Cilegon mempunyai hubungan yang erat dengan
pemberontakan sebelumnya seperti pemberontakan Kyai Wakhia. Ditinjau dari
aspek keilmuan hampir seluruhnya adalah pengikut Tariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah yang pada saat itu dipimpin oleh Kyai Abdul Karim yang
bermukim di Mekkah sebagai pengganti pendahulunya yaitu Kyai Khatib Sambas.
Hampir seluruh pemberontak jika dikaitkan dengan geneologinya adalah murid
dari Kyai Abdul Karim dan Syeikh Nawawi Al-Bantani.
Pemberontakan terjadi bukan hanya karena adanya faktor sosial, ekonomi,
dan politik tapi juga adanya faktor ideologi agama (Islam) yang pada saat itu
kekuasaan Belanda dianggap menghina dan melecehkan ajaran agama seperti
adanya larangan menyuarakan adzan di atas menara untuk masyarakat Cilegon,
ada juga ucapan yang yang menyinggung umat Islam yang sedang shalat dengan
men-dzahar-kan suara pada shalat maghrib, Isya, dan subuh. Tindakan penguasa
dianggap telah menyinggung umat Islam hingga meletupkan protes sosial berupa
gerakan keagamaan yang dimanifestasikan dalam bentuk pemberontakan,
membunuh para pejabat kolonial serta pejabat pribumi yang menjadi antek-antek
kolonial. Sekarang di masa kemerdekaan UUD tahun 1945 menjamin kebebasan
beragama, dengan tetap menjaga norma-norma sosial utamanya yang tercantum
dalam undang-undang PNPS Nomor 1, tahun 1965 tentang penodaan dan
pencemaran agama.
Reformasi sebagai agenda perubahan yang dramatis karena lengsernya
Soeharto sebagai tokoh utama Orde Baru diwarnai oleh demo besar-besaran yang
dilakukan oleh rakyat Indonesia. Setidaknya ada beberapa agenda khusus
Reformasi yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan perubahan-perubahan
yang mendasar untuk mengisi Reformasi dengan penuh tanggung jawab, antara
lain: 1. Menjadikan hukum sebagai panglima yang lebih dikenal dengan istilah
supremasi hukum, 2. Menjadikan KKN sebagai musuh bersama, utamanya
penertiban birokrasi, 3. Mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat, 4.
Mengagendakan program otonomi daerah, 5. Mengadili mantan presiden
Soeharto, 6. Mencabut dwifungsi TNI/POLRI.
Agenda-agenda Reformasi yang begitu baik tentu menghadapi berbagai
masalah dalam perjalanannya. Tidak semua politikus dan elit politik menyetujui,
terlebih hal itu dapat merugikan golongan dan kelompoknya. Perjuangan
Reformasi belum berhenti dan harus terus dikawal agar berjalan dengan sebaik
mungkin. Adanya Reformasi telah membuka peluang yang seluasnya-luasnya
bagi setiap warga negara untuk ikut andil dalam mengelola sebuah negara agar
menjadi negara yang besar dan jaya.
Berbagai macam gerakan muncul di tengah-tengah gemuruh genderang
Reformasi yang dibunyikan oleh segenap elemen bangsa, mulai dari mahasiswa,
pegawai negeri dan swasta, petani, dan masyarakat yang menginginkan perubahan
terjadi ke arah yang lebih baik. Organisasi masyarakat yang pernah eksis di masa
Orde Lama dan tenggelam di masa Orde Baru mulai kembali melakukan
sosialisasi untuk bangkit kepada para anggotanya yang masih tersisa. Hal tersebut
sangat kental dengan kondisi Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa yang
mengalami masa stagan dalam kurun waktu yang lama.
Gerakan sosial Al-Khairiyah Pasca Reformasi dipicu oleh dua hal.
Pertama, adanya kesempatan. Negara demokratis seperti Indonesia membuka
peluang adanya gerakan sosial baik dengan gaya gerakan sosial klasik maupun
gerakan sosial baru. Kedua, adanya tokoh yang kharismatik dan memiliki banyak
pengikut yang mampu membangun organisasi dan banyak memberi inspirasi
kepada para pengikutnya.324 Sosok figur atau pemimpin ini dalam pandangan
McAdam, Zald dan McCarthy disebut sebagai profesional. 325
Sosok figur KH Ali Mujahidin sebagai ketua Pengurus Besar untuk
periode 2016-2021 adalah sosok figur yang sangat berpengalaman dalam
organisasi dan politik serta begitu kuat dalam mentransformasikan keyakinan-
keyakinan kepada warga Al-Khairiyah sehingga mampu melakukan sebuah
tindakan konkrit. Gambaran tentang figur seperti itu sejalan dengan pemikiran
McAdam dkk. Gambaran yang lebih besar dalam teori tentang profesionalime
adalah memberikan perhatian pada pentingnya faktor organisasi yang lebih sering
disebut resource mobilization theory yaitu sebuah tindakan perilaku kolektif.326
Hal tersebut sesuai dengan misi Al-Khairiyah yaitu membangkitkan kembali
semangat berorganisasi dan keinginan untuk menciptakan sistem pengelolaan
organisasi yang modern. Wujud kesuksesan yang digambarkan McAdam dkk
tentang sistem organisasi sebagai prasyarat masyarakat modern di abad ke-20.
Suatu organisasi akan maju jika tindakan dan sikap organisasi berpandu
pada perilaku kolektif anggota. Al-Khairiyah dengan segudang tokoh dan penuh
dengan pengalaman berorganisasi memahami betul titik lemah organisasinya yaitu
pada titik kebersamaan atau yang lebih sering disebut resouce mobilization
theory. Sosok pemimpin Al-Khairiyah yang sekarang, KH Ali Mujahidin berjuang
keras mengokohkan tali silaturrahim antar warga Al-Khairiyah untuk bersama-
sama melangkah ke arah kemajuan bersama untuk mencapai cita-cita bersama
sebagai warga Al-Khairiyah.
Kesadaran untuk maju bersama dibangun dengan modal pengalaman dan
kematangan dalam berorganisasi. Sebab-sebab atau faktor-faktor runtuhnya
semangat kebersamaan diurai mulai dari fakta sejarah sejak mulai melemahnya
semangat tersebut hingga betul-betul menghilang dari hati warga Al-Khairiyah.

324
Noer Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga (Yogyakarta: Insist
Press, 2005), 21.
325
Doug McAdam, John D. McCarthy, Mayer N. Zald (eds.), Comparative Perspectives
on Social Movements, Political Opportunities, Mobilizing Structures, and Cultural Framings
(New York: Cambridge University Press, 1996), 301
326
Jhon D. McCharty dan Mayer N. Zald, “Resource Mobilization and Social
Movements: A Partial Theory”, American Journal of Sociology, 82, No. 6 (1977), 1217-1218
Kesadaran bahwa semangat kebersamaan dalam berorganisasi tidak dapat dibeli
oleh apapun dan digantikan dengan kesadaran lain dibangun dengan
memperbanyak silaturrahim dan mengadakan kajian-kajian keagamaan khusus
tentang kealkhairiyahan.
Sebagai penopang semangat kebersamaan dan memupuk kesadaran
melalui pengetahuan sejarah, maka sejak tahun 2017 diwajibkan bagi cabang-
cabang Al-Khairiyah untuk memasukkan pelajaran atau mata kuliah
kealkhairiyahan di setiap jenjang pendidikan. Hal itu diterapkan khususnya dari
tingkat SMP/MTs, SMA/SMK/Aliyah, dan Perguruan Tinggi. Upaya tersebut
dilakukan agar warga Al-Khairiyah memahami dengan baik sejarah Al-Khairiyah
mulai dari masa berdirinya hingga sekarang yang penuh dengan liku-liku.
Ketua Pengurus Besar Al-Khairiyah menganggap bahwa Al-Khairiyah
telah luluh lantah akibat dari kebijakan yang diambil oleh PT Krakatau Steel.327
Adanya program Trikora di satu sisi memberikan kelengkapan secara sarana dan
prasarana namun di sisi lain merusak sistem pendidikan yang ada di Al-Khairiyah.
Secara organisasi kemasyarakatan program tersebut benar-benar mengubah
segalanya menjadi lebih rumit dan menyebabkan perjalanan organisasi Al-
Khairiyah tersendat. Hal tersebut menyebabkan Organisasi Massa yang belum
matang akhirnya stagnan di masa Orde Baru.
Ada satu kebuntuan organisasi Al-Khairiyah di masa Orde Baru yang
dinilai terlalu keras dalam membungkam sebuah organisasi yang bersebrangan
secara politik. Meskipun Al-Khairiyah secara organisasi tidak pernah menyatakan
bersebrangan secara politik namun kader-kader Al-Khairiyah seolah berjalan
masing-masing untuk dapat terus eksis secara merdeka tanpa tekanan. Beberapa
ungkapan yang sering dilontarkan kelompok Orde Baru adalah “tidak apa-apa
damai, tapi orang-orang itu harus tunduk ke sini”.328 Ungkapan halus namun
penuh dengan tekanan tersebut dinilai tidak sesuai dengan kebebasan dalam
berekspresi dan menunjukan eksistensi suatu organisasi.

327
Disampaikan KH Ali Muhahidin di Gedung Yayasan Al-Khairiyah, 14 Agustus 2019
328
Wawancara dengan KH. Chatib Rasyid (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 13 April
2019.
Fakta sejarah tersebut dijadikan pelajaran berharga bahwa sebagai sebuah
organisasi perlu menguatkan kebersamaan dalam menjalankan organisasi sebagai
dasar agar organisasi yang dibentuk dapat kuat dan bertahan lebih lama
dibandingkan dengan sebuah organisasi yang hanya muncul sesaat dan kemudian
hilang karena tujuan telah tecapai atau suatu kegagalan telah dialami. Gerakan
sosial pada umumnya hanya bertahan paling lama antara lima sampai delapan
tahun sebagaimana yang diungkapkan oleh John Lofland, tapi organisasi yang
dibentuk berdasarkan hukum (organisasi yang diakui oleh pemerintah) lebih dapat
bertahan lama dengan semangat kebersamaan yang ada. Al-Khairiyah yang
pernah mengalami masa stagnasi disebabkan hilangnya semangat kebersamaan di
tengah-tengah warga Al-Khairiyah.
Al-Khairiyah yang mengedepankan kepentingan pengembangan
organiasasi berusaha menempuh langkah-langkah persuasif dalam menghadapi
masyarakat milenial seperti sekarang ini. Doktrin keagamaan dikemas dalam
bentuk-bentuk kegiatan yang lebih rileks dan menyenangkan, utamanya di
kalangan anak-anak muda. Memupuk semangat kebersamaan sejak dini perlu
dilakukan juga oleh Al-Khairiyah agar kelak melahirkan tokoh-tokoh yang
semangat dan kepentingannya sama, setidaknya mengembangkan yang sudah
pernah diletakkan oleh pendahulunya.
Rumusan Henslin tentang tahap gerakan sosial yang paling puncak adalah
institusional. Al-Khairiyah pernah mengalami puncak tertinggi yang disebut masa
keemasan, yang dikenal tahap institusional dalam teori Henslin. Hal itu terjadi
pada masa kepemimpinan KH Syam’un dan mengalami tahap stagnasi organisasi
yang dalam istilah Henslin disebut tahap kemunduran329 yang cukup panjang di
masa Orde Baru. Tokoh gerakan sosial seperti John Lofland dan James M Henslin
menggambarkan sebuah gerakan sosial yang pasti mengalami pasang surut dalam
organisasi bahkan bisa menembus tahap hilangnya suatu organisasi. Pada
dasarnya setiap gerakan sosial memiliki tujuan utama, sehingga tujuan utama
menajdi dasar gerakan. Pada saat tujuan utama tercapai atau sebaliknya

329
James M Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Penerjemah: Komanto
Sunarto, (Jakarta: Erlangga, 2007), 231-232
mengalami kegagalan, gerakan sosial yang tidak memiliki program jangka
panjang akan hilang begitu saja.
Adanya tokoh yang memiliki komitmen yang kuat untuk maju bersama
terlihat di masa kepempimpinan Al-Khairiyah pasca Reformasi mulai dari KH
Wahab Afif, KH MA. Tihami, KH Hikmatullah A. Syam’un, dan puncaknya
terlihat pada masa kepemimpinan KH Ali Mujahidin yang dengan serius
membangkitkan kembali idealisme gerakan Al-Khairiyah dalam format baru yang
lebih elegan dan sesuai dengan tuntutan zaman.
Pasca Reformasi Al-Khairiyah menunjukan aktivitas yang sangat berarti
setelah lama stagnan. Para tokoh Al-Khairiyah sekaligus alumni Al-Khairiyah
yang berkompeten berkumpul dan berusaha memilih yang terbaik di antara
mereka untuk kembali menghidupkan Al-Khairiyah. Dibutuhkan forum yang
konsisten agar kader-kader Al-Khairiyah dapat terus berbenah dan meningkatkan
kualitas organisasi. Dalam bahasa ketua Pengurus Besar Al-Khairiyah “Perlunya
bagi Al-Khairiyah membentuk forum nasionalisme Al-Khairiyah.”330 Forum yang
bertujuan khusus untuk mengembangkan organisasi Al-Khairiyah agar dapat
berkompetisi dengan organisasi lain yang lebih maju.
Prof. KH Wahab Afif dan Prof. Dr. KH. H.MA. Tihami, MA mengawali
gerakan sosial di bidang pendidikan karena latar belakang keduanya sebagai
akademisi. Al-Khairiyah melakukan sosialisasi melalui pendidikan dengan
langkah-langkah strategis menuju didirikannya Pendidikan Tinggi di lingkungan
Al-Khairiyah, dengan demikian pendidikan sebagaimana pernah dijelaskan oleh
Nasution dapat diartikan sebagai sosialisasi.331
Sosialisasi melalui pendidikan membuahkan hasil setelah berjalan belasan
tahun sejak tahun 2002. Alumni-alumni Al-Khairiyah terutama dari Perguruan
Tinggi sangat menyadari bahwa Al-Khairiyah memiliki sejarah panjang dalam
memajukan masyarakat di Indonesia, utamanya di Banten dan Sumatera. Alumni-
alumni tersebut membawa berita ke daerah asalnya masing-masing tentang
kembali eksisnya Al-Khairiyah dan bangkitnya pusat peradaban dunia Islam yang

330
Disampaikan KH Ali Muhahidin di Gedung Yayasan Al-Khairiyah, 14 Agustus 2019
331
Nasution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksaran, 1994), 10
melahirkan banyak pejuang di Banten. Alumni-alumni Al-Khairiyah pada
akhirnya menjadi tokoh-tokoh di masyarakat yang sangat berpengaruh, karena
selain dididik ilmu agama mereka juga dibekali ilmu kewirausahaan yang baik.
Para alumni bahu membahu membentuk sebuah komunitas warga Al-
Khairiyah yang menyatukan tokoh-tokoh senior sebelum terjadi stagnasi
pendidikan dengan tokoh-tokoh muda produk Reformasi. Semangat tokoh senior
terlihat dari keterlibatan mereka mendukung program-program strategis yang
dilakukan oleh Al-Khairiyah, sedangkan tokoh-tokoh muda mulai berani tampil di
depan dalam setiap event-event penting yang terjadi baik secara regional maupun
nasional.
Munculnya tokoh muda Al-Khairiyah di dunia politik telah menginspirasi
warga Al-Khairiyah untuk ikut serta terlibat dalam ruang demokrasi yang selama
ini masih diabaikan. Peluang tersebut diambil oleh kelompok-kelompok yang
selama ini lebih mementingkan diri sendiri dari pada umat Islam yang ada di
Banten, sehingga masyarakat Banten tetap terlihat tertinggal (under developed) di
bandingkan dengan provinsi lain yang secara geografis lebih jauh dengan
pemerintah pusat. Tokoh muda dengan membawa misi kebersamaan terlihat
bersesuaian dengan Gerakan Pemuda Anshar yang memiliki misi Gerakan
Kerakyatan.332 Pemuda Al-Khairiyah pada hakikatnya juga menggali potensi dari
akar rumput sebagai ujung tombak digerakannya sebuah misi organisasi yang
ideal dalam melakukan perjuangan.
Kekosongan imam-imam shalat di pedesaan sudah menjadi pemandangan
yang sangat merisaukan dan dapat dikatakan sebagai sebuah krisis. Kedudukan
tersebut dahulu diisi oleh alumni Al-Khairiyah yang mengayomi masyarakat dan
tinggal berbaur di masyarakat serta memberi pelajaran-pelajaran keislaman yang
membuat masyarakat tetap memahami ilmu agama yang cukup sebagai bekal
hidup di dunia dan akhirat. Dengan kembali eksisnya Al-Khairiyah telah mengisi
kembali ruang-ruang kosong yang menggelisahkan masyarakat tersebut. Para
alumni meskipun tergolong muda, namun di tengah-tengah masyarakat mendapat

332
Andi Rahman Alamsyah (ed.), Gerakan Pemuda Ansor dari Era Kolonial hingga
Pasca Reformasi (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018), 272
tempat yang terhormat sebagai tokoh-tokoh muda Islam. Alumni Al-Khairiyah
seolah sudah benar-benar dirindukan terutama oleh para alim ulama yang sudah
sangat sepuh yang usianya rata-rata di atas 60 tahun. Sebut saja ustadz Hasbunah
dari Kecamatan Taman Baru, tokoh Al-Khairiyah di Kampung Sondol Wetan
Kelurahan Taman Baru tersebut sangat gelisah dengan kondisi masyarakat yang
pemahaman agamnya sangat minim dan merindukan kehadiran alumni-alumni Al-
Khairiyah yang sangat kompeten di bidang keagamaan. 333
Gerakan sosial Al-Khairiyah pasca Reformasi memiliki perubahan-
perubahan signifikan dari gerakan-gerakan yang kontra pemerintah menjadi
gerakan yang cenderung khusus membenahi internal organisasi dan mencoba
memanfaatkan adanya peluang politik untuk ikut serta berkiprah di pemerintahan,
sehingga terkadang disinyalir pro terhadap pemerintah. Para kader mulai banyak
yang berkiprah di dunia politik mulai dari perebutan kursi sebagai Wali Kota
Cilegon (H. Ali Mujahidin pada tahun 2010 dan 2020 ), Wakil Gubernur (H.
Embay pada tahun 2017), hingga Wakil Presiden (KH Ma’ruf Amin pada tahun
2019) dan sudah banyak yang menjadi anggota dewan mulai dari tingkat kota
sampai Provinsi (KH Fathullah Syam’un, KH. Ali Mujahidin, Sihabuddin Siddik,
Dede Rohana dkk). Ciri khas utama dalam sebuah gerakan sosial baru yang
didengungkan oleh McAdam dkk, adalah sinergitas sebuah gerakan sosial dengan
pemerintah.334 Adanya peluang politik membuat Al-Khairiyah lebih dinamis
memainkan perannya sebagai Organisasi Sosial Masyarakat yang berkiprah
kepada umat, bangsa dan Negara.
Organisasi Sosial dalam pandangan Sudarsono dapat terjadi dari gerakan
yang anti pemerintah dan juga pro pemerintah. Pada awalnya gerakan sosial
mengarah semata-mata pada pemerintah yang berkuasa. Gerakan yang dipandu
dengan semangat anti pemerintah. Kini, gerakan tersebut bisa terjadi justru dari
sebuah rekayasa yang diciptakan oleh pemerintah.335 Ungkapan tersebut dapat

333
Wawancara dengan Ust Hasbunah (Tokoh Masyarakat Kec Citangkil) di Cilegon 20
Desember 2019
334
Doug McAdam dan David A. Snow, Social Movement: Reading on Their Emergence,
Mobilization, and Dynamics, (US: Roxbury Publishing Company, 1997)
335
Juwono Sudarsono (ed.), Pembangunan Politik dan Perubahan Politik (Jakarta:
Gramedia, 1976), 24-25.
juga disebabkan oleh banyak fakta, bahwa pemerintah memberikan bantuan
secara khusus kepada Organisasi Massa sehingga dipandang sebagai upaya balas
jasa kepada pemerintah yang sedang berkuasa. Al-Khairiyah bergerak dinamis
dalam arti tidak selalu kontra pemerintah namun juga bukan kepanjangan tangan
dari pemerintah yang sedang berkuasa. Di satu sisi membangun sinerjitas dengan
pemerintah untuk membangun umat, di sisi lain tetap mandiri sebagai sebuah
Organisasi Massa yang independen.
Makna simbolik dalam sebuah gerakan dapat ditelusuri dari adanya
perubahan-perubahan yang signifikan dalam organisasi yang dijalankannya serta
dampak sosial yang dirasakan oleh masyarakat. Sebuah gerakan sosial seperti Al-
Khairiyah memiliki makna-makna simbolik yang hanya dapat dipahami oleh
warga Al-Khairiyah atau bahkan hanya dipahami oleh Pengurus Besar. Salah
satunya adalah Gerakan Peci Putih yang pernah digaungkan oleh ketua Pengurus
Besar pada saat ia pertama kali mencalonkan diri sebagai Wali Kota Cilegon pada
tahun 2010 dengan total suara sebanyak 36%, tiba-tiba muncul kembali pada saat
pemilihan Presiden pada tahun 2019 dalam bentuk relawan dengan sebutan
Brigade Peci Putih. Masyarakat mengenal dengan baik bahwa simbol Peci Putih
adalah simbol politik di kota Cilegon yang sering diidentikkan dengan Organisasi
Massa Al-Khairiyah. Dinamika sosial dan perubahnnnya akan selalu muncul
dalam bentuk simbol-simbol. Perubahan dalam masyarakat bisa terjadi pada nilai-
nilai sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan kelembagaan kemasyarakatan,
lapisan-lapisan dalam masyarakat (stratifikasi sosial), kekuasaan dan wewenang,
interaksi sosial, dan sebagainya.336
Nilai-nilai sosial yang dibangun oleh Al-Khairiyah dalam da’wahnya telah
membuat masyarakat Cilegon terlebih lagi warga Al-Khairiyah terwarnai sebagai
masyarakat yang agamis. Pola pandang masyarakat Cilegon untuk meraih
kemerdekaan pada saat dijajah oleh Belanda dan pola pandang yang kuat untuk
membela NKRI pada saat sekarang karena adanya gerakan-gerakan yang dinilai
Al-Khairiyah sebagai gerakan anti nasionalisme dan pancasila. Nilai-nilai luhur

336
H.R. Riyadi Soeprapto, Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern (Jakarta:
PT. Pustaka Pelajar dan Averoes Press Malang, 2001), 5
yang ditanamkan oleh Al-Khairiyah sebagai upaya penyadaran kepada warga Al-
Khairiyah khususnya agar tetap mempertahankan perjuangan membela Negara.
Pendiri Al-Khairiyah yang dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional adalah simbol
perjuangan warga Al-Khairiyah untuk membela Negara sampai titik darah
penghabisan, sebab dalam kondisi inilah sang pahlawan menghembuskan nafas
yang terakhir. Keteladanan Pendiri Al-Khairiyah dijadikan simbol perjuangan
warga Al-Khairiyah dalam merumuskan program-program organisasi agar
berjalan di atas haluan yang benar.
Sebagai sebuah Organisasi Massa yang terus melaju ke depan, Al-
Khairiyah melakukan beberapa kebijakan-kebijakan dalam organisasi, antar lain:
melakukan transformasi dalam memecahkan segala problem yang dihadapi oleh
organisasi, mengadopsi pemikiran-pemikiran dari ulama-ulama klasik dan
kontemporer yang dipandang berpengaruh, menduplikasi program-program yang
baik dari organisasi lain yang sudah mapan seperti NU dan Muhammadiyah, serta
melakukan sharing dengan pengurus secara rutin dan juga dengan tokoh-tokoh
serta warga Al-Khairiyah.
Melakukan transformasi dalam menyelesaikan suatu masalah berarti
berkaitan dengan sebuah kepemimpinan transformasi sebagaimana yang pernah
dikenalkan oleh James MacGregor Burns dalam teori Transformational
Leadership. Teori ini mencakup dua unsur yang sangat penting yaitu adanya relasi
dan adanya kerterkaitan dengan suatu perubahan real.337 Dalam kepemimpinan
seperti ini terjadi hubungan antara Pengurus Besar dengan warga Al-Khairiyah
yang berimplikasi pada terangkatnya harga diri, martabat, atau kedudukan
masing-masing ke tingkat moralitas nilai akhir (end values) yang lebih tinggi dari
sebelumnya.338
Kepemimpinan Al-Khairiyah dewasa ini mencoba melakukan perubahan
pada status quo melalui nilai-nilai yang dianut oleh mayoritas warga Al-
Khairiyah. Kecanggihan media sosial yang selama ini digandrungi oleh para
warga ikut serta mengubah pandangan mereka terkait dengan tujuan yang lebih
337
James MacGregor Burns, George R. Goethals dan Dr. Georgia L. Sorenson,
Encylcopedia of Leadership, (London: Sage Publications, 2004), 30
338
Lihat Burns dalam Burns, Goethals, Sorenson, dkk , Encylcopedia of Leadership, 468
tinggi dan mulia. Pengurus Besar cendrung lebih pro aktif dalam
mengartikulasikan masalah-masalah yang ada dalam sistem yang berlaku dengan
visi dan misi yang sangat mendesak berkaitan dengan budaya organisasi dalam
sautu wadah masyarakat yang baru. Kesamaan pemahaman dibangun ke arah nilai
moral yang lebih tinggi. Usaha-usaha Pengurus Besar dipersatukan dengan
semangat warga Al-Khairiyah, salah satunya yang berkaitan dengan semangat
mengaji. Pengurus Besar Al-Khairiyah bertekad akan menghidupkan Madrasah
agar anak-anak masih bisa mengaji. Usaha tersebut seiring seirama dengan
harapan warga Al-Khairiyah yang menginginkan anak-anaknya pandai mengaji
sebagaimana generasi-generasi sebelumnya. Visi dan misi disatukan dengan
harapan semata-mata untuk kepentingan warga Al-Khairiyah utamanya, dan
masyarakat pada umumnya.
Kepemimpinan transformasional setidaknya menjelaskan empat
komponen penting, yaitu: 1) Pengaruh yang direalisasikan (idealized influence).
Para ketua Pengurus Besar Al-Khairiyah pasca Reformasi mendapat kepercayaan
dan respek yang tinggi dari warga Al-Khairiyah karena mereka mampu mencapai
kepercayaan yang lebih dari para warga dan telah meletakkan dasar-dasar untuk
mampu bersama dalam mencapai cita-cita dengan upaya ekstra. 2) Pertimbangan
secara pribadi (individual consideration). Pengurus Besar memahami kebutuhan
dasar masyarakat dan potensi diri mereka, sehingga berupaya dengan penuh
semangat untuk mengembangkannya bersama warga Al-Khairiyah. 3). Stimulasi
Intelektual (intellectual stimulation). Pengurus Besar Al-Khairiyah secara
bertahap terus mengaktualisasikan ide-ide baru dan cara-cara baru dalam
melakukan gerakan sosial. 4). Inspirasi (Inspiration). Warga Al-Khairiyah
dilibatkan secara penuh dalam memikul tugas-tugas Pengurus Besar dengan
pemberian motivasi, keteladanan, dan membangkitkan antusiasme warga pada
kondisi yang tepat.339 Kepempimpinan transformasional mengantarkan warga Al-
Khairiyah ke arah tumbuhnya sensitivitas pembinaan dan pengembangan
organisasi terlebih lagi dalam pembangunan budaya organisasi.
339
Avolio, Bruce J. dan Bernard M. Bass, Developing Potential Across a Full Range of
Leadership TM_ Cases on Transactional and Transformational Leadership, Psychology Press,
2001), 2-3
Pengurus Besar juga mencoba untuk membuka diri dengan segala bentuk
kritik dan saran. Segala bentuk masukan terutama dari tulisan-tulisan yang
bermutu menjadi koleksi penting, utamanya yang berkaitan dengan gerakan sosial
karena Pengurus Besar memahami betul bahwa banyak pemikiran yang cerdas
dari pihak yang secara formal tidak ikut sebagai warga Al-Khairiyah. Hal tersebut
serupa dengan teori Mekanisme Voice Hirschman, sebuah teori yang mengandung
tiga bentuk respon dari masyarakat, yaitu: exit, voice, dan loyalty.340 Dalam
mekanisme voice setidaknya warga berusaha secara total untuk ikut serta
memberikan masukan meskipun dalam timbal balik dari organisasi diperoleh
sesuatu yang mengecewakan karena sebuah keyakinan, bahwa butuh suatu
perngorbanan untuk dapat maju bersama. Cita-cita bersama yang dibangun
dengan kepemimpinan transformasional turut membentuk kultur yang berbeda
dalam organisasi Al-Khairiyah dewasa ini. Konsolidasi ke cabang-cabang Al-
Khairiyah menjadi perhatian besar sebagai bentuk program khas yang tidak
terwujud sebelum Reformasi.341
Pengurus Besar berusaha dengan penuh kesadaran untuk melakukan
perubahan ke arah yang lebih baik. Mereka senang untuk melakukan kegiatan
dengan cara-cara mutakhir yang sejalan dengan perkembangan teknologi dan
tuntutan zaman. Para pengurus berusaha mencairkan situasi dan kondisi yang
terjadi pada warga Al-Khairiyah melalui pembinaan pemahaman agar segala
aktivitas yang dilakukan oleh Al-Khairiyah baik pengurus maupun warga dapat
berjalan lebih efektif, sebuah teori yang dikenalkan oleh Morehead dan Griffin,
yaitu unfreezing.342 Para pengurus mengganti perilaku dan sikap lama dengan
perilaku dan sikap yang diinginkan oleh Al-Khairiyah. Hal itu dapat menciptakan
suatu proses di mana Pengurus Besar dan warga Al-Khairiyah merangsang diri
satu sama lain bagi penciptaan level tinggi moralitas dan motivasi yang dikaitkan
dengan tugas pokok dan fungsi bersama mereka. Kepemimpinan semacam ini

340
Albert. O. Hirschman, Stretegi Pembangunan Ekonomi, Penerjemah: Paul Sitohang
(Jakarta: PT. Dia Rakjat, Yayasan Dana Buku Indonesia, 1970), 39
341
Wawancara dengan Ali Mujahidin (Ketua PB Al-Khairiyah), di Cilegon 10 Januari
2020
342
Morehead dan Griffin, Organizational Behavior “Managing People and Organization
(Boston: Houghton Mifflin Company, 1995), 253
akan mampu memunculkan ide-ide kreatif, hubungan yang sinergik,
kebertanggungjawaban, cita-cita bersama, dan nilai-nilai moral.
Setidaknya pola gerakan sosial Al-Khairiyah dapat dilihat melalui gambar
berikut ini:

Gambar 4.1
Pola Gerakan Sosial Al-Khairiyah

ISU HARAPAN

STAGNASI
TUJUAN
KOMUNITAS

STRATEGI
SIKAP

TINDAKAN

Isu pokok yang diangkat Al-Khairiyah adalah kegiatan mengaji di


kalangan masyarakat yang tidak boleh terhenti meskipun banyak tantangan yang
datang silih berganti. Gedung-gedung Madrasah yang hancur atau rusak,
lemahnya biaya operasional Madrasah, dan kehidupan ustadz serta ustadzah yang
sangat memprihatinkan menjadi isu bersama dalam melangkah untuk menuai
sebuah harapan yang mulia.
Isu tentang pentingnya kesinambungan dalam mengaji diusung oleh warga
Al-Khairiyah sebagai sebuah perjuangan bersama untuk melangkah lebih maju.
Sebuah sikap yang ditunjukkan oleh warga Al-Khairiyah adalah penilaian yang
utuh tentang kondisi atau realitas Madrasah yang membutuhkan perhatian yang
besar dari berbagai pihak. Warga Al-Khairiyah utamanya, harus bertindak dengan
nyata dalam memberikan bantuan kepada Madrasah dengan segala kemampuan
yang dimiliki.
Strategi yang dimunculkan dalam mencapai target atau tujuan adalah
dengan penggalangan dana di antara sesama warga Al-Khairiyah. Program donasi
menjadi pilihan dalam mengawali gerakan. Tujuan yang diinginkan serta harapan
yang diimpikan menjadi langkah akhir yang dilakukan untuk menunjang
eksistensi Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa.
Al-Khairiyah mengalami masa stagnasi yang panjang karena banyak hal,
mulai dari konflik internal, situasi politik yang tidak mendukung, dsb. Tapi, dari
sisi gerakan sosial Al-Khairiyah tidak melakukan peremajaan isu yang dibangun
setelah mencapai puncak kejayaan dan itu menjadi pelajaran bagi Al-Khairiyah
untuk tidak mengulangi masa-masa stagnasi yang sangat merugikan organisasi
dan umat.
Suatu organisasi seperti Al-Khairiyah akan terus menerus menjadi
organisasi yang eksis jika selalu melakukan peremajaan isu. Setelah sukses
mengantarkan suatu isu kepada harapan, Al-Khairiyah harus kembali mengangkat
isu baru yang sesuai dengan kondisi saat itu dan mengantarkannya kembali
kepada pencapaian harapan-harapan, sehingga menjadi Siklus Pola Gerakan Al-
Khairiyah.

B. Motivasi Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah


Motivasi secara umum diartikan sebagai suatu dorongan yang timbul dari
diri untuk mencapai tujuan yang lebih ditentukan. Peranan motivasi ini sangat
besar dalam mengarahkan seseorang atau sebuah organisasi dalam menentukan
sikap. Proses timbulnya motivasi didukung adanya kebutuhan yang belum
terpenuhi. Gerakan sosial Al-Khairiyah memiliki banyak kebutuhan pasca
Reformasi, utamanya yang berkaitan dengan ketertinggalan di hampir semua
bidang sosial yang selama masa Orde Baru hampir dinyatakan stagnan.
Di masa Orde Baru warga Al-Khairiyah di pusat maupun di cabang-
cabang, berupa Madrasah mengalami pelemahan dalam bidang ekonomi dan
sosial, serta kesehatan. Nasib pendidikan di pusat sangat memprihatinkan dan hal
tersebut juga berdampak buruk dengan cabang-cabang Al-Khairiyah terutama
secara fisik, berupa gedung Madrasah yang sudah rapuh dan butuh untuk
diperbaiki agar tidak menimbulkan bahaya bagi para penuntut ilmu di Madrasah-
Madrasah Al-Khairiyah.
Gejolak yang terjadi di tengah-tengah warga Al-Khairiyah karena berada
pada puncak keterpurukan yang terjadi tidak hanya di pusat, tapi rusaknya sarana-
sarana pendidikan di cabang-cabang yang tidak mendapat perhatian menjadi
alasan utama awal dari gerakan warga Al-Khairiyah untuk mengubah keadaan ke
arah yang lebih baik. Kondisi warga Al-Khairiyah yang terpuruk tersebut
melahirkan banyak kekecewaan yang besar terhadap kelompok penguasa baik
daerah maupun pusat. Hal inilah yang pada akhirnya mendorong Al-Khairiyah
menjadi ORMAS Nasional, agar diakui secara hukum dan mendapat perhatian
para penguasa. Hensil menyebut masyarakat dengan kondisi seperti ini dengan
343
istilah masyarakat agitatif. Warga Al-Khairiyah adalah masyarakat dengan
ketentuan Hensil masih berusaha mencuri perhatian para penguasa untuk
memenuhi kebutuhan mereka, utamanya yang berkaitan dengan kebutuhan untuk
belajar, seperti kebutuhan menimba ilmu agama atau mengaji. Sementara itu,
gedung-gedung sebagai sarana dalam menimba ilmu belum terpenuhi.
Keinginan besar warga Al-Khairiyah pada akhirnya memunculkan
semangat untuk mencari pemimpin yang diharapkan mampu memenuhi harapan
mereka. Kebutuhan mereka untuk mencari pemimpin adalah motivasi utama dari
gerakan sosial warga Al-Khairiyah pasca Reformasi. Terpilihnya KH Ali
Mujahidin sosok yang penuh semangat dan memiliki cita-cita besar untuk
mengadakan perubahan di kota Cilegon telah menjadikannya sosok yang
diharapkan untuk memenuhi harapan-harapan lain warga Al-Khairiyah secara

343
Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, 231-232
keseluruhan. Kemampuan KH Ali Mujahidin dalam berorganisasi telah mampu
menghimpun kekuatan yang dimiliki warga Al-Khairiyah baik secara ekonomi
maupun sosial, sehingga melahirkan prospek baru bagi kehidupan warga Al-
Khairiyah.
Ketokohan KH Ali Mujahidin menjadi harapan baru warga Al-Khairiyah
dalam mencapai tujuan dan cita-cita mereka. Namun, ketokohan yang dimiliki
oleh KH Ali tidak serta merta menutup kemampuan warga Al-Khairiyah untuk
berkarya secara mandiri dan berekspresi dengan berbagai keahlian dan
pengetahuan yang dimiliki, sehingga ketokohan KH Ali tidak menutup kreativitas
warga Al-Khairiyah. Hal ini menunjukan, bahwa gerakan sosial Al-Khairiyah
Pasca Reformasi termasuk bagian dari gerakan sosial baru. Warga Al-Khairiyah
berekspresi berdasarkan gerak batinnya,344 bukan di bawah kendali ketua atau
dalam ilmu fiqh disebut dengan istilah taqlid buta.
Hadirnya pemimpin yang diharapkan oleh warga Al-Khairiyah telah
mendorong Al-Khairiyah menjadi ORMAS Nasional dan menjadikannya
ORMAS baru secara legal. Tujuan utama dari dibentuknya legalitas tersebut
adalah agar mampu berpacu ke arah kemajuan bersama. Adanya ORMAS
Nasional melahirkan tim yang kuat dan solid dalam menggerakkan kondisi warga
Al-Khairiyah di lapangan, sehingga mengarahkan pergerakan Al-Khairiyah
menuju ranah politik dengan mengusung KH Ali Mujahidin sebagai calon kepala
daerah di tingkat kota secara independen.
Gerakan sosial yang mengarah kepada gerakan politik memupuskan
pandangan Sadikin yang mengatakan bahwa gerakan sosial tidak identik dengan
gerakan politik yang terlibat dalam perebutan kekuasaan secara langsung.345
Analisa gerakan sosial Al-Khairiyah justru memperkuat kajian Lorenz Von Stein,
tokoh yang pertama kali menggunakan istilah gerakan sosial,346 bahkan Charles
Tilly lebih tegas mengaitkan keduanya dan mengelompokkannya ke dalam

344
Eric Hoffer, Gerakan Massa, Penerjemah, Masri Maris, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1993), 25
345
Sadikin, Perlawanan Petani dan Konflik Agraria Dalam Diskursus Gerakan Sosial,
(t.p:t.t, 2004), 9.
346
Lihat Charles Tilly, Social Movement, 1768–2004, (London: Paradigm Publishers,
2004), 2 - 3.
kumpulan praktik dan interaksi politik.347 Gerakan sosial Al-Khairiyah yang
diawali dengan memunculkan kader-kadernya untuk duduk di ranah kekuasaan
baik legislatif maupun eksekutif pada puncaknya mengarahkan ketua ORMAS Al-
Khairiyah ke panggung politk secara langsung. Simbol-simbol ideologi dibangun
karena KH Ali berjalan dengan membawa simbol Madrasah yang termarjinalkan
di tengah-tengah kota modern setingkat Cilegon dengan pendapatan terbesar di
Banten. Hal itu dapat dilihat dari UMK kota cilegon yang ditetapkan gubernur
pada tahun 2020. Bahwa berdasarkan SK Nomor: 561/Kep.320-Huk/2019 tanggal
19 November 2019, dari 8 Kabupaten/Kota Banten, UMK tertinggi berada di Kota
Cilegon sebesar Rp. 4.246.081. Sedangkan upah terendah di Kabupaten Lebak
sebesar Rp. 2.710.654.348
Motivasi lain dari reorientasi gerakan sosial Al-Khairiyah Pasca Reformasi
selain adanya tokoh penggerak dapat diuraikan dari sudut pandang tokoh-tokoh
gerakan sosial antara lain Denny, McAdam, Zald, McCarthy, Tilly, Touraine, dan
Lofland adalah ketidakpuasan. Hal tersebut sesuai dengan kondisi sebagian warga
Al-Khairiyah hidup dalam tataran ekonomi kelas bawah dan tidak mendapat
perhatian baik dari Pemerintah Pusat maupun Daerah, terutama di cabang-cabang
yang ada di sekitar Banten. Kebutuhan yang mempunyai kekuatan terbesar pada
saat tertentu akan menjadi prioritas utama untuk dilaksanakan. Menurut Denny JA
ketidakpuasan lahir dari adanya pemerintah yang terlalu memihak pada kelompok
tertentu.349 Hal ini juga yang mendasari motivasi lain muncul seperti mencari
tokoh yang kuat untuk menjadi sandaran harapan mereka. Brown seorang pakar
psikologi sosial menyebut istilah ketidakpuasan dengan Deprivasi Relatif, karena
ketidakpuasan yang dimaksud adalah ketidakpuasan yang disebabkan kondisi diri
atau kelompok tertentu yang berada dalam posisi kekurangan. 350

347
Charles Tilly, “Social Movement and National Politics,” State-Making and Social
Movements: Essay in History and Theory, diedit oleh Charles Bright and Sandra Harding (Ann-
Arbor Michigan: University of Michigan Press), 7
348
https://economy.okezone.com/read/2019/ diakses pada tanggal 07 September 2020
pukul 10.00 WIB
349
Lihat Fauzi, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga, 21.
350
https://www.universitaspsikologi.com/2020/02/pengertian-deprivasi-relatif.html.
Diakses pada tanggal 14 September 2020 pukul 22.00 WIB.
Perjuangan Pengurus Besar yang menginginkan warga Al-Khairiyah harus
mampu berkreasi sendiri dalam mengusung kekuatan gerakan sosial yang
diembankan kepadanya adalah sebuah usaha untuk mendidik kemandirian di
tengah-tengah warga Al-Khairiyah, setidaknya dengan meningkatkan kualitas
pendidikan pada setiap keluarga. Lemahnya ekonomi yang dialami mayoritas
warga mengakibatkan pendidikan mereka tersendat sebatas lulusan SD, SMP, dan
SMA, kemudian mereka mencari kerja di perusahaan-perusahaan sebagai buruh.
Warga Al-Khairiyah yang berada dalam kondisi seperti ini adalah warga yang
mengajar di Madrasah-madarah cabang Al-Khairiyah di kampung-kampung yang
berada di sekitar Banten. Rasa aman yang dibangun utamanya dilakukan pada saat
mereka mengajar, karena banyak gedung-gedung Madrasah yang hampir roboh.
Rasa aman disini adalah bebas dari rasa takut dan ancaman dari lingkungan dan
juga akan adanya ancaman tentang segala kondisi dalam pekerjaannya. Apabila
kebutuhan fisik dan rasa aman sudah terpenuhi maka kebutuhan sosial dan afiliasi
akan menjadi prioritas.
Adanya peluang untuk berekspresi dan berkarya di masa Reformasi adalah
motivasi yang tidak kalah penting dalam gerakan sosial Al-Khairiyah. Ideologi
sebagai landasan warga dalam berekspresi benar-benar dimanfaatkan pasca
Reformasi. Sistem demokrasi yang dianut Negara Indonesia dinilai Denny JA
sebagai peluang terbesar suatu ORMAS dalam gerakan sosial. Pandangan Jhon
Lofland yang dikutip Syarifuddin Jurdi tentang motivasi utama suatu gerakan
sosial adalah ideologi di samping dua motivasi lain yang diungkapkannya. 351
Secara kasad mata, warga Al-Khairiyah terlihat minim jaringan yang
memadai, sehingga dibutuhkan gagasan-gagasan baru agar warga Al-Khairiyah
memiliki akses jaringan sosial yang lebih luas. Jaringan itu dianggap penting
karena akan mempertemukan kualitas-kualitas individu yang baru dengan
keahlian yang beragam sehingga mampu memicu warga Al-Khairiyah untuk
selalu siap berkompetisi dengan baik. Motivasi merupakan salah satu bingkai

351
lihat Syarifuddin Jurdi “Gerakan Sosial Islam: Kemunculan Eskalasi, Pembentukan Blok
Politik, dan Tipologi Artikulasi”, Politik Profetik, 1:1 (2013). Dua motivasi lain yang diungkapkan
oleh Loftland adalah doktrin dan kepercayaan. Keduanya tidak terlihat mengemuka dalam
penelitian Gerakan Sosial Al-Khairiyah.
penting dalam konsep core framing task dalam pandangan McAdam, yaitu usaha
untuk mengelaborasi panggilan untuk bergerak atau dasar untuk terlibat dalam
usaha memperbaiki keadaaan melalui tindakan kolektif.352
Teori Tindakan McAdam diperuntukan khusus untuk tindakan kolektif.
Besarnya arus masa baik dari warga Al-Khairiyah maupun yang bukan dalam
mempertahankan ideologi Islam dalam sebuah gerakan sosial adalah buah dari
usaha maksimal dalam memanfaatkan kesempatan yang ada. Warga Al-Khairiyah
yang terus berbenah diri dalam pandangan besar teori gerakan sosial adalah
interaksionisme yang intinya adalah terus menerus mempelajari perilaku kolektif.
Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa individu dan sekelompok orang bertindak
berdasarkan pemahaman dan eksperimen bersama.353
Pendekatan Interaksionis untuk studi gerakan sosial dinilai tidak berhasil
mengembangkan paradigma teoritis yang memadai. Pendekatan ini di satu sisi
menekankan pada aspek sosial-psikologis dari aksi kolektif seperti emosi,
perasaan solidaritas, prilaku ekspresif dan komunikasi, tapi di sisi lain
menekankan pada kemunculan gerakan sosial di dalam proses relasi dan interaksi
yang terus berjalan.
Warga Al-Khairyah pada hakekatnya masih berada pada posisi sebagai
sekelompok orang yang dilemahkan secara ekonomi terlebih lagi secara politis
agar Al-Khairiyah tidak memiliki kekuatan yang memungkinkannya ikut andil
dalam pertarungan politik.354 Hal tersebut tergambar bahwa minimnya bantuan
terutama dari Pemerintah Daerah (PEMDA) pada Madrasah Diniyah yang
menjadi program utama Al-Khairiyah agar masayarakat Cilegon pandai mengaji
(membaca kitab suci Al-Qur’an) terjadi secara masif.

352
Core Framing tasks terdiri dari diagnostic framing yang bertujuan mengintai masalah,
prognostic framing yang bertujuan menawarkan solusi, dan motivational framing yang bertujuan
untuk memperbaiki keadaan. Lihat.Benford R dan Snow DA, “Framing Process and Social
Movement: An Overview and Asssesment” Annual Review of Sociology, 26 (2000)
353
Dalam pendekatan interaksionisme Gerakan Sosial dimaknai sebagai ekspresi kolektif
untuk merekonstruksi situasi sosial atau untuk menciptakan tatanan kehidupan sosial yang baru.
Lihat. William Outhwaite, Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Edisi ke-2 (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2008), 784.
354
Wawancara dengan Ahmad Munji (Wasekjen PB Al-Khairiyah), di Cilegon 05 Maret
2020
Banyaknya cabang Al-Khairiyah utamanya di Cilegon menjadi sebuah
keniscayaan kembali bangkitnya kekuatan politik Al-Khairiyah, sehingga tidak
menutup kemungkinan pemicu gerakan sosial warga Al-Khairiyah juga didasari
oleh rasa perlawanan sebagaimana diungkapkan oleh Alain Touraine bahwa
sebuah gerakan lahir karena adanya pertaruhan nilai antara dua kelompok yang
sejatinya memiliki rasa permusuhan meskipun ia menyebutnya sebagai sebuah
kompetisi yang dinilai positif atau sehat. 355
Kompetisi ketua umum PB Al-Khairiyah dengan keluarga besar almarhum
Aat Syafa’at sebagai mantan Walikota Cilegon yang berhasil mengkader
keturunannya untuk memangku jabatan yang sama setelahnya termasuk motivasi
yang kuat dari gerakan sosial Al-Khairiyah. Kompetisi yang terjadi secara politis
yang terjadi antara ketua umum PB Al-Khairiyah menjadi motivasi terjadinya
berbagai macam gerakan warga. Kehidupan masyarakat yang Cilegon yang belum
terpenuhi secara ekonomi membuka peluang warga Al-Khairiyah untuk terus
berjuang melakukan gerakan sosial dalam bentuk-bentuk yang bervariatif.
Touraine sebagai penggagas motivasi kompetisi menguraikan bahwa kehidupan
suatu kelompok akan memunculnya irisan jika terjadi kompetasi antara dua
kelompok dalam suatu daerah tertentu.356
Pandangan Touraine juga mengulas seputar nilai yang dipertaruhkan. Al-
Khairiyah dibangun di atas nilai-nilai ideologi yang pasca Reformasi kembali
digaungkan bahwa Islam adalah ideologi yang pertama kali dianut oleh warga Al-
Khairiyah sebagai umat Islam dan Pancasila diusung dalam catatan tertulis secara
legal pada masa Orde Baru adalah sebagai suatu keharusan terjadi pada masa itu
dan sekarang diarahkan sebagai simbol kebangsaan warga Al-Khairiyah yang
lahir dari seorang Pahlawan Nasional, KH Syam’un. Ideologi dengan demikian
menjadi sebuah motivasi penting dalam gerakan sosial Al-Khairiyah.
Gerakan sosial Al-Khairiyah pada masa Orde Lama dan Orde Baru dikenal
dengan sebutan Nahdlah Syubbanil Muslimin. Menurut Nanang Umar Nafis,
gerakan tersebut berfokus pada pembuatan cabang-cabang Al-Khairiyah secara
355
Lihat Alain Touraine, “An Introduction to the Study of Social Movements”, Social
Research, 52: 4, (1985), 750.
356
Touraine, “An Introduction to the Study of Social Movements”, 750.
nasional. Motivasi gerakannya adalah syi’ar Islam di seluruh pelosok Negeri.
Alumni dikirim ke pelosok negeri sampai ke daerah Batu Gajah di wilayah
Sumatera.357 Kaitannya dengan syi’ar Islam pada saat ini semakin memudar dan
pada bagian-bagian seperti ini dibutuhkan reorientasi sebuah motivasi dari
gerakan sosial Al-Khairiyah dengan melihat perkembangan yang ada pasca
Reformasi.
Deskripsi tentang motivasi-motivasi yang menyertai perjalanan gerakan
sosial Al-Khairiyah Pasca Reformasi dapat dilihat melalui gambar berikut ini:

Gambar 4.2
Hirarki Motivasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah

Pertaruhan Nilai

Kompetisi

Kesempatan

Tokoh Penggerak

Ketidakpuasan

Motivasi gerakan sosial Al-Khairiyah jika diurut mulai dari awal, maka
pergerakannya diawali oleh ketidakpuasan atau sebuah kekecewaan yang
mendalam terhadap perhatian Pemerintah Daerah yang cenderung mengabaikan
kondisi Madrasah di lingkungan Al-Khairiyah. Ketidakpuasan tersebut membawa
emosi warga Al-Khairiyah untuk mencari sosok unggul yang dapat dijadikan
panutan dalam mengobati rasa tidak puas tersebut.
Hadirnya sosok KH Ali Mujahidin di tengah kegelisahan warga Al-
Khairiyah menjadi jalan baru, bahwa sebuah pergerakan dapat dimulai dengan

357
Wawancara dengan Nanang Umar Nafis, MM (Tokoh Al-Khairiyah) di Cilegon 18
Agustus 2020
adanya kualitas ketokohan tokoh penggerak. Ragam diskusi demi diskusi terjadi
dan berujung pada pengakuan warga Al-Khairiyah atas perhatian yang
ditunjukkan dalam membela kepentingan mereka.
Peluang yang diberikan oleh zaman yaitu hadirnya masa Reformasi,
hadirnya tokoh penggerak, dan kesempatan berpolitik menjadikan warga Al-
Khairiyah lebih percaya diri untuk mengusung isu-isu penting demi kemajuan
bersama. Ragam isu dimunculkan, mulai dari isu ekonomi, kesehatan, dan
pendidikan sehingga mendapatkan tema besar bahwa isu generasi penerus harus
terus belajar mengaji menjadi isu pokok gerakan sosial Al-Khairiyah.358
Al-Khairiyah sedikit demi sedikit berbenah dan mulai memiliki kekuatan
untuk melakukan kompetisi dalam mengusung kesempatan politik yang ada.
Kader-kader mulai digerakkan dan didorong untuk mengisi peluang-peluang yang
ada di pemerintahan yang berujung pada dukungan untuk KH Ma’ruf Amin.
Tidak sebatas itu, keadaan yang semakin berpihak dan merasakan betapa kuatnya
cengkraman kekuasaan terhadap keberhasilan isu yang sedang diusung, maka
setelah mencapai puncak instisusional organisasi massa Al-Khairiyah mengusung
kader terbaikknya untuk mencalonkan diri di bursa Pemilu Kepala Daerah
(PILKADA) di Cilegon.
Pertaruhan nilai-nilai semakin terlihat jelas dalam gerakan sosial Al-
Khairiyah. Nilai religiusitas yang diusung dalam memberikan pelajaran politik
kepada masyarakat dilakukan dengan jalur yang mulia. Mulai dari pencalonan
independen sampai kepada praktik politik yang penuh makna religius. Al-
Khairiyah tidak hanya mengangkat isu harus terus belajar mengaji sebagai sebuah
akhir pergerakan, tapi ingin mewujudkannya dalam dunia nyata dan didukung
oleh kekuasaan yang sedang diraih.359

358
Isu ekonomi diangkat dari ketimpangan penghasilan yang sangat berbeda jauh antara
guru Madrasah dengan guru di sekolah-sekolah umum di Cilegon, isu kesehatan berkaitan dengan
pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) yang belum maksimal, dan isu pendidikan khusus
berkaitan dengan Peraturan Daerah tentang penerapan syarat sekolah SMP adalah melampirkan
ijazah Madrasah.
359
Dalam kontestasi politik ini calon yang didukung oleh Al-Khairiyah belum mendapat
amanah memimpin Pemerindah Daerah kota Cilegon, namun cita-cita memberikan contoh politik
yang baik dan usaha memutus mata rantai dinasti koruptor telah tercapai.
C. Bentuk-bentuk Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah
Al-Khairiyah menginginkan setiap anggotanya berubah mulai dari pola
pikir sampai kepada perilaku yaitu menuju jalan yang lebih islami. Ketua PB Al-
Khairiyah, KH Ali Mujahidin hampir di setiap kesempatan selalu menyampaikan
besarnya pengaruh akhlak dalam kehidupan sehari-hari, bahkan untuk mencapai
kesuksesan dunia. Dalam teori David Aberle pandangan ini lebih dikenal dengan
istilah Rodemtive Movement, gerakan yang menginginkan perubahan secara
kaffah.360 Problem warga Al-Khairiyah yang semakin kompleks mulai dari
pendidikan agama yang minim bagi generasi milenial karena Pemerintah Daerah
kurang mendukung Madrasah untuk eksis, taraf hidup warga yang masih berada di
ambang kemiskinan, serta kesadaran untuk belajar yang rendah membuat Al-
Khairiyah harus mengubah secara total warganya agar kembali hidup islami dan
penuh dengan kebahagiaan.
Tipologi Aberle, mulai dari Gerakan Alternatif yang memfokuskan warga
Al-Khairiyah untuk meninggalkan perilaku tertentu yang dilarang oleh agama
seperti, seks bebas, judi, mabuk-mabukan, dsb, Gerakan Rodemtif sebagaimana
dikemukakan sebelumnya adalah gerakan yang terbatas dalam ruang lingkup
intern yaitu kesejahteraan warga Al-Khairiyah, Gerakan Reformasi yang fokus
untuk mengubah pandangan yang salah mengenai isu-isu tertentu, di mana Al-
Khairiyah menaruh perhatian pada pokok pembahasan yang dinilai negatif di
masyarakat seperti homoseksual yang meresahkan masyarakat, dan Gerakan
Transformatif yang dilakukan oleh Al-Khairiyah dalam rangka mempertahankan
ideologi Islam sebagai totalitas dalam berekspresi dan menyatakan suatu sikap.
Aberle sepertinya menggambarkan Tipologinya sebagai gerakan moral
yang bersifat adoptif, yaitu melihat keadaan yang terjadi di masyarakat dan
menggambarkan pemikiran masyarakat tertentu tanpa menggambarkan dengan
tegas harapan dan usaha-usaha yang dilakukan untuk mewujudkan harapan
tersebut. Gerakan Al-Khairiyah lebih condong mengarah kepada pencapaian
sesuatu yang besar, yaitu kekuasaan.

360
Lihat Calhoun, Craig, Sociology in America A History (London: The University of
Chicago Press, 2007), 45
Gerakan sosial warga Al-Khairiyah yang berkaitan dengan moral
dilakukan untuk pencapaian hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim
dalam arti hanya sebatas nasihat bahwa seorang muslim tidak sepantasnya
melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Tapi, hal besar yang mengarah
kepada penentu kebijakan dalam mensejahterakan warga Al-Khairiyah dan
masyarakat pada umumnya lebih mudah dilakukan melalui jalur kekuasaan. Hal
itu terlihat dari intensitas pembahasan tentang kekuasaan dan pelatihan kader-
kader Al-Khairiyah tentang kepemimpinan. Penempatan para kader di ranah
politik baik eksekutif maupun legislatif membuktikan eksistensi gerakan sosial
Al-Khairiyah ke arah Perlawanan Politik. Sebuah gerakan yang tidak hanya
sebatas protes, terlebih lagi sebuah gerakan kekerasan sebagaimana yang
dipaparkan oleh Lofland dalam teori gerakan sosialnya. 361
Perlawanan Politik dari gerakan sosial Al-Khairiyah mengemuka setelah
tahap akhir perjuangan gerakan sosial tercapai, yaitu tahap institusional. Henslin
sebagai penggagas tahapan dalam gerakan sosial menyatakan bahwa tahap
Isntitusional adalah tahap puncak dan tahap di mana seorang pemimpin beralih
kepada tahap pengembangan.362 Langakah perlawanan politik yang dilakukan
adalah bentuk pengembangan gerakan sosial Al-Khairiyah.
Langkah-langkah gerakan sosial Al-Khairiyah yang telah mencapai tahap
Institusional berusaha mengembangkan gerakan ke arah politik. Gerakan yang
semula hanya berupa partisipasi yang dilakukan Pengurus Besar untuk para kader
dan tokoh-tokoh Al-Khairiyah. Bentuk gerakan semacam ini pernah dilakukan
oleh Persatuan Islam, secara organisasi Persatuan Islam bukanlah organisasi
politik, namun anggota-anggotanya banyak yang ikut berpartisipasi dalam dunia
politik dan didukung secara organisasi. Salah satu keterikatan Persatuan Islam
dengan politik adalah pandangan keagamaannya yang begitu memperhatikan
aspek-aspek perilaku politik terkait di mana para pemimpinnya merasa perlu, dan

361
John Lofland, Protes, Studi Tentang Gerakan Sosial, Penerjemah: Luthfi Ashari,
(Yogyakarta: Insist Pers, 2003), 50.
362
Henslin, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi,, 231-232
diinginkan, untuk menyatakan sikap politik.363 Bedanya dengan Al-Khairiyah
salah satunya adalah karena pencapaian tahap Institusional yang dengan cepat
dilalui oleh Ketua Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah, KH Ali Mujahidin
sehingga menempatkan posisinya sebagai tokoh yang akhirnya terjun langsung di
petarungan politik 2020.
Motivasi warga Al-Khairiyah untuk mengubah kondisi ekonomi dan
berjuang untuk melakukan gerakan-gerakan yang bersifat pemenuhan sandang
pangan dalam kehidupan sehari-hari menunjukan bentuk Gerakan Utopia, karena
memiliki keterbatasan gerakan seputar pemenuhan ekonomi warga Al-Khairiyah
sehingga menghasilkan kesejahteraan di tengah masyarakat kota yang penuh
dengan gaya hidup mewah. 364 Jika mengacu pada Teori Horton dan Hunt terlihat
bahwa warga Al-Khairiyah berada pada posisi sekelompok orang yang butuh
perhatian, kelompok yang perlu untuk dibantu secara ekonomi terutama yang
berkaitan dengan kondisi Madrasah-Madrasah Al-Khairiyah yang
memprihatinkan di mana putra putri warga Al-Khairiyah menuntut ilmu agama
setiap harinya.
Setiap warga mulai diberikan fasilitas untuk kembali mengenal Islam
sebagai sesuatu yang dapat memberikan solusi dalam kehidupan sehari-hari.
Madrasah yang menjadi ujung tombak Al-Khairiyah dalam mengubah suatu
generasi yang islami terus diperbaharui baik dari segi fisik berupa fasilitas sekolah
dan sistem yang dikembangkan agar lebih modern dan sesuai dengan tuntutan
abad informasi, yaitu abad yang mengacu pada sistem teknologi informasi atau
digital.
Ragam bentuk gerakan sosial Al-Khairiyah Pasca Reformasi, baik yang
tertuang dalam Mu’tamar, RAKERNAS, maupun pemikiran murni tokoh
penggerak dalam ruang lingkup Pengurus Besar. Bentuk gerakan sosial yang
diperoleh dari data-data atau studi pustaka menunjukkan bahwa Al-Khairiyah

363
Howard M. Federspiel, Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX,
Penerjemah: Yudian W Asmin dan Afandi Mochtar (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1996), 126
364
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sociology, (New York: McGraw-Hill Book
Company, 1980), 198-201
sebagai sebuah Organisasi Massa (ORMAS) mencoba membuat sebuah model
gerakan yang lebih mudah diterima oleh generasi milenial.
Berbagai macam kendala yang dihadapi oleh Al-Khairiyah telah
membangkitkan kembali semangat perjuangan warga Al-Khairiyah untuk
membentuk arah kebijakan yang sistematis, tindakan logis, kebersamaan, terukur
dan rasional. Landasan Pengurus Besar dan warga Al-Khairiyah dalam
mengemban amanah organisasi adalah semangat dan integritas pengabdian, serta
profesionalisme.
Pengurus Besar menetapkan bentuk-bentuk gerakan sosial Al-Khairiyah365
yang menguatkan adanya reorientasi gerakan dari gerakan sosial klasik ke arah
gerakan sosial baru, mulai dari program rekonstruksi dakwah, refungsionalisasi
nilai dasar organisasi, dan transformasi gagasan.
Kondisi Al-Khairiyah pasca Reformasi lebih terbuka dari segi gerakannya.
Model gerakan yang kental dengan melibatkan banyak kalangan dan ditujukan
untuk kepentingan bersama tanpa melihat dari segi golongan tertentu. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Al-Khairiyah melakukan reoreintasi dari sisi model gerakan.
Demikian halnya denga obyek gerakan, sudah tidak tertuju pada satu arah yaitu
pemerintah. Kepekaan sosial yang melahirkan rasa untuk berbagi kepada sesama
lebih tinggi dibandingkan hanya untuk mengkritik pemerintah secara tidak
membangun.
Al-Khairiyah sekarang ini lebih condong untuk melakukan gerakan-
gerakan secara regional, tergantung pada isu yang dibangun. Di Cilegon pada saat
publikasi program donasi, tidak serta merta diikuti oleh seluruh cabang yang ada.
Program donasi lebih terfokus pada kota Cilegon dan sekitarnya. Di wilayah lain
di mana cabang Al-Khairiyah berada, bisa jadi program tersebut tidak dikenal
dengan baik.
Hal lain yang juga terlihat dengan jelas adalah para partisipan yang
tergolong dari kelompok yang cenderung jauh tertinggal dari dunia kerja.
Mayoritas adalah para pelajar dan mahasiswa yang cenderung lebih peka terhadap
365
Pengurus Besar Al-Khairiyah, Integritas Al-Khairiyah Menjaga Keutuhan dan
Memajukan Bangsa dalam Bingkai NKRI dengan Spirit Ummatan Wasathan, RAKERNAS 2 PB.
Al-Khairiyah (Cilegon: PB Al-Khairiyah, 2019), 2-3
kondisi sosial di lingkungan tempatnya berada. Dari segi usia para partisipan lebih
condong kepada pemberdayaan kaum muda dengan tidak meninggalkan golongan
usia lain. Para warga Al-Khairiyah bergerak ke arah perubahan tanpa melihat latar
belakang para warga, sehingga terbebas dari kepentingan individu atau kelompok
tertentu. Data tersebut menunjukkan bahwa Al-Khairiyah lebih melekat pada
gerakan sosial baru, sebab para pekerja sebagai sebuah kelompok kelas tertentu
identik dengan gerakan sosial lama di mana kebijakan pemerintah
dipertentangkan oleh kaum buruh.
Reorintasi yang paling mendasar pada sebuah gerakan sosial yang berlatar
keagamaan adalah pada ideologi. Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa yang
moderat lebih cenderung melakukan gerakan sosial tanpa terpaku pada ideologi
yang dianut, tapi lebih umum dan luas. Pandangan praktis tentang terjadinya
reorientasi gerakan didukung oleh penguatan program-program unggulan
Organisasi Massa Al-Khairiyah.
Gerakan sosial Al-Khairiyah lebih cenderung didasari pada pola pandang
gerakan fundamental, sedangkan pasca reformasi lebih mengarah pada pandangan
emansipatoris. Perubahan pola pandang yang ditujukkan untuk pembenahan soal-
soal kemanusiaan lebih diutamakan dibandingkan dengan soal-soal pokok ajaran
Islam seperti praktik ibadah dsb.
Kondisi gerakan da’wah Al-Khairiyah terlihat masih belum optimal, baik
secara isu gerakan, wacana, ataupun pernyataan-pernyataan sikap Al-Khairiyah
dalam merespon perkembangan dan dinamika masyarakat yang begitu cepat
berubah. Al-Khairiyah seakan selalu tertinggal dalam menyikapi isu dan wacana
yang berkembang dengan pesat di masyarakat. Da’wah yang dilaksanakan masih
terjebak pada pola-pola konvensional sehingga diperlukan rekontruksi metodologi
dalam bidang da’wah yang akan dikembangkan. Pembenahan terhadap
metodologi ini penting dilakukan untuk menegaskan kepada masyarakat tentang
pola da’wah gerakan Al-Khairiyah yang peka dan bersentuhan langsung dengan
kebutuhan da’wah masyarakat secara luas.
Pasca Reformasi khususnya pada masa kepemimpinan KH Ali Mujahidin
terjadi perubahan-perubahan drastis dalam menyampaikan sebuah da’wah. Media
sosial menjadi sarana atau media yang paling sering digunakan dalam
menyampaikan pesan da’wah kepada umat. Pada awal bulan Ramadhan 1441 H
yang bertepatan dengan tahun 2020, Al-Khairiyah telah membuat TV Channel Al-
Khairiyah di Youtube sebagai sarana da’wah khusus untuk menjangkau kaum
millenial yang lebih intens mendalami agama melalui media da’wah online dari
pada datang ke Majelis Ta’lim dan pengajian-pengajian yang dilakukan secara
tradisional. Pemikiran kritis dan dialog keagamaan sering mengiringi obrolan
ringan di lingkungan Al-Khairiyah layaknya sebagai ruang keluarga yang saling
mengingatkan dalam kebaikan dan menyampaikan saran untuk selalu bersabar
dalam menjalani kegiatan sehari-hari.
Media da’wah seperti kitab-kitab, dan buku-buku mulai dikaji dalam
obrolan-obrolan ringan di pagi hari dengan ruang waktu yang tidak terbatas.
Kesempatan untuk saling bertukar dengan para tokoh Al-Khairiyah terbuka luas
tanpa harus ada rasa sungkan yang sebelumnya menyelimuti pola pikir angkatan
muda Al-Khairiyah. Kekakuan dalam komunikasi mencair dengan sendirinya
tatkala suatu obrolan dimulai dengan santun dan ditopang asas saling menghargai
sebagai wasiat leluhur yang akan terus diwariskan dari genarasi ke generasi.
Tilly dalam tulisannya dengan detail menjelaskan bahwa suatu gerakan
dalam sebuah organisasi dapat berubah. Perubahan tersebut terjadi dipicu oleh
transformasi ekonomi, urbanisasi, dan formasi Negara sehingga karakter dan aksi
sosial suatu organisasi dapat bergeser.366 Dalam perspektif manajemen, salah satu
instrumen dasar yang menentukan berhasil tidaknya suatu gerakan dalam
menjalankan misinya terletak pada tingkat efektifitas pengorganisasiannya. Dalam
Pepatah Arab dijelaskan bahwa suatu kebathilan yang terorganisir dengan baik
akan mengalahkan suatu kebaikan yang tidak terorganisir. Suatu tindakan nyata
yang perlu dilakukan adalah memenuhi, melengkapi, dan melakukan pembenahan
terhadap struktur organisasi secara berkala sesuai dengan konteks kebutuhan
dengan kembali memfungsikan unsur-unsur dalam organisasi agar lebih efektif
dan efisien serta berdaya guna secara maksimal.

366
Charles Tilly, Louse Tilly and Richard Tilly, The Rebelious Century, 1830-1930,
(Cambridge: Harvard University Press, 1975), 86
Pandangan para pakar sosiologi dari Prancis seperti August Comte dan
Herbert Spencer tentang suatu kelompok masyarakat yang dapat dikatakan baik
adalah masyarakat yang sejenis dengan organisme yang hidup dengan syarat
mutlak adanya sturuktur yang menyatukan semua elemen yang ada dan fungsi
dari setiap elemen yang mendukung keberhasilan suatu kelompok atau dalam hal
ini adalah organisasi Al-Khairiyah. Suatu organisasi dinilai hidup dan
berkembang jika secara struktur dan fungsi berjalan dengan baik.
Al-Khairiyah Pasca Reformasi mendudukkan diri sebagai sebuah
organisasi yang dinamis dengan segala bentuk perubahan sosial yang ada di
tengah masyarakat. Adanya perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat dari
hasil penelitian Tilly sangat mempengaruhi suatu gerakan sosial.367 Mandulnya
kepengurusan di tingkat Pengurus Besar mulai dibenahi dengan segala macam
upaya agar eksistensinya tetap dinilai baik dalam memberikan kotribusi yang baik
kepada segenap warga Al-Khairiyah serta lingkungan yang ada, terlebih lagi
untuk masyarakat luas.
Pada dua pidato di hari kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 2019
dan 2020. Ketua Pengurus Besar (PB) Al-Khairiyah menyampaikan dua hal yang
saling berkesinambungan. Pada tahun 2019 ketua PB menyampaikan bahwa
Kemerdekaan selain kebebasan dari penjajahan juga harus dimaknai sebagai
kebebasan dari kebodohan.368 Isi ungkapan tersebut dapat dimaknai bahwa
organisasi sebesar Al-Khairiyah harus diisi oleh orang-orang yang pandai dan
berilmu. Sedangkan pada tahun 2020 ketua PB menyampaikan bahwa Al-
Khairiyah menginginkan setiap kader menjadi orang-orang yang luar biasa. Kader
Al-Khairiyah harus berbeda dengan kebanyakan orang. Selain menguasai
keilmuan juga piawai dan terampil serta memiliki akhlak yang mulia.369
Penekanan secara bertahap dalam membentuk organisasi yang baik menjadi

367
Tilly, dkk., The Rebelious Century, 1830-1930, 6
368
Pidato KH Ali Mujahidin pada pada saat upacara bendera dalam rangka memperingati
hari kemerdekaan RI, Cilegon, 17 Agustus 2019.
369
Pidato KH Ali Mujahidin pada pada saat upacara bendera dalam rangka memperingati
hari kemerdekaan RI, Cilegon, 17 Agustus 2020
perhatian ketua PB dalam membina para kader Al-Khairiyah agar dapat berubah
secara bertahap dan berkelanjutan.
Langkah-lagkah strategis dilakukan di lingkungan PB Al-Khairiyah, mulai
dari rapat berkala setiap satu bulan sekali sampai rapat minggunan yang secara
intens diadakan untuk mendalami tugas dan fungsi masing-masing bidang
organisasi. Rapat yang dalam istilah agama Islam disebut sebagai musyawarah
diyakini akan melahirkan banyak manfaat bagi laju organisasi yang berpandangan
modern. Pengurus Besar meyakini bahwa pemahaman yang baik pada tugas
pokoh setiap bidang akan melahirkan tindakan yang sesuai dengan harapan
sehingga roda organisasi akan berjalan dengan baik.
Al-Khairiyah berupaya mengaktualisasikan ide dan gagasan sebagai
jawaban atas dinamika perkembangan masyarakat yang semakin majemuk dan
dinamis. Al-Khairiyah menempatkan diri sebagai organisasi keagamaan yang
terdepan dalam mewacanakan isu-isu yang berkaitan dengan persoalan-persoalan
umat secara umum. Antara lain isu kemiskinan, penistaan agama, kekerasan
rumah tangga, dsb sebagai perhatian khusus jangka pendek, sementara untuk
jangka panjang, Al-Khairiyah berkonsentrasi pada persoalan-persoalan strategis
yang berkembang.
Ideologi Al-Khairiyah yang memadukan antara Islam dan Pancasila penuh
dengan nuansa politis. Perjalanan Ideologi Islam yang dianut sampai harus
mencantumkan pancasila seagai Ideologi Asas Tunggal pada masa Orde Baru
sebenarnya menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena selain
memperjuangkan nilai-nilai keislaman yang harus tegak di bumi pertiwi juga
menjunjung tinggi perjuangan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Perubahan Ideologi karena desakan Orde Baru pada tahun 1972 masih
menyisakan pertanyaan di awal Reformasi. Karena perubahan Ideologi Al-
Khairiyah tersebut juga mengubah badan hukum Al-Khairiyah dari Organisasi
Perguruan Islam (OPI) Al-Khairiyah menjadi Yayasan Organisasi Islam Al-
Khairiyah. Perubahan tersebut terjadi jauh sebelum Asas Tunggal disahkan secara
resmi, yaitu pada tahun 1985.
Pada prinsipnya pandangan Ideologi yang dianut warga Al-Khairiyah saat
ini lebih fokus pada pembenahan masalah-masalah kemanusiaan yang secara
nyata dihadapi oleh Al-Khairiyah, seperti kelayakan siswa-siswi Madrasah yang
belajar di gedung-gedung yang nyaman terus diperjuangkan, kondisi ekonomi
warga Al-Khairiyah terutama para ustadz yang mengajar di Madrasah
diperjuangkan kesejahteraannya. Lebih jauh dari itu gerakan Al-Khairiyah juga
berupaya menjaga jarak dari dilema Islam Liberal. Kelompok gerakan seperti ini
disebut pandangan kelompok Emansipatoris-Transformatif dalam khazanah
gerakan sosial Islam.370
Al-Khairiyah tidak menekankan pada sebuah madzhab tertentu dalam
menentukan pegangan hukum syariat atau berafiliasi dengan doktrin tertentu
dalam menentukan sikap keagamaan. Setiap situasi pada dasarnya memerlukan
analisa mendalam dalam mengambil sebuah kesimpulan dan sikap. Perlu
kedewasaan berfikir dalam menghadapi berbagai persoalan hidup terutama yang
berkaitan dengan persoalan-persoalan keagamaan.
Doktrin bahwa menjadi seorang muslim harus piawai dalam menggunakan
logika berfikir, menurut H. Syahwandi Damiri, salah seorang tokoh Al-Khairiyah
sangat penting, agar warga Al-Khairiyah tidak mudah terbawa arus global
pemikiran Islam atau malah stagnan dalam mengkritisi setiap fenomena
keagamaan yang ada. Fenomena munculnya tokoh Non-Islam, sebagai contoh
adalah Rocky Gerung perlu dijadikan pisau analisa bagaimana para tokoh
intelektual Islam mampu bersikap jauh lebih bijaksana dan rasional dalam
penilaian umat.371
Alumni Al-Khairiyah yang terkenal kritis dalam membuat sebuah
terobosan berfikir di masa silam ditunjang dengan kelengkapan referensi dalam
berargumentasi. Hal tersebut kini mulai dipupuk kembali agar pemikir-pemikir
muslim dapat pentas di panggung keilmuan sebagai pribadi-pribadi muslim yang

370
Lihat Abuddin Nata, Studi Islam Konprehensif (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011), 513., Budhy Munawar Rachman, Sekularisme, Libealisme, dan Plurasime, Islam
Progresif dan Perkembangan Diskursusnya (Jakarta: Grasindo, 2010), 93., dan M. Zidni Nafi,
Menjadi Islam Menjadi Indonesia (Jakarta: Quanta, 2018), 92.
371
Wawancara dengan KH Syahwandi Damiri (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon, 7
September 2020
disegani karena keluasan ilmu yang dimiliki, demikian H. Syahwandi Damiri
menambahkan.
Pandangan bahwa Pancasila masuk dalam ideologi gerakan sosial Islam
seperti Al-Khairiyah perlu untuk difahami secara kritis agar melahirkan sebuah
keyakinan yang tidak keliru di kemudian hari, khususnya bagi generasi penerus
perjuangan Al-Khairiyah. Sumber-sumber yang mengarah kepada nasionalisme
sehingga dicantumkan ideologi Pancasila dibandingkan dengan ideologi Islam
pada akhirnya menuju pemahaman global Al-Khairiyah yang menjadi Kampus
Pahlawan.
Al-Khairiyah sejak diangakatnya KH Syam’un sebagai Pahlawan Nasional
lebih dikenal dengan Kampus Pahlawan, suatu indikator yang menunjukan bahwa
pencatuman nama Pancasila sebagai ideologi adalah sebuah tekad yang kuat
bukan sekedar kamuflase dalam istilah Mark, pendiri Ideologi Marksisme. Al-
Khairiyah bergerak dengan penuh keyakinan untuk memposisikan diri sebagai
ORMAS yang siap berkiprah di pemerintahan jika peluang politik yang
diinginkan diberikan oleh Negara.
Berbagai macam gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Al-Khairiyah
terlihat sebuat reorientasi gerakan dari yang semula cenderung menyerang
pemerintah menjadi lebih ke arah usaha mengubah perilaku warga Al-Khairiyah
dan masyarakat pada umumnya untuk berbenah diri dan berusaha mengubah
kondisi hidup dari sisi ekonomi, ilmu pengetahuan, dsb.
Bentuk gerakan sosial Al-Khairiyah jika ditinjau dari sudut pandang
Horton dan Hunt lebih mendekati model suatu perlawanan (resistance
movement)372 terhadap hal-hal buruk atau negatif yang sering datang tanpa
disadari dan membuat rugi diri sendiri. Sebagai contoh adalah merebaknya
perilaku buruk para pelajar yang terjerumus ke dalam dunia narkoba yang sangat
meresahkan warga.
Al-Khairiyah dengan semangat perjuangan melawan narkoba telah
membentuk kelompok relawan anti narkoba yang disebut duta anti narkoba.

372
Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, Sociology, (New York: McGraw-Hill Book
Company, 1980), 198-201
Bentuk gerakan perlawanan (resistance movement) ini menghendaki agar
perubahan perilaku masyarakat yang semakin mengkhawatirkan terutama di
kalangan anak-anak pelajar dapat dicegah sedini mungkin. Generasi penerus
bangsa diharapkan oleh warga Al-Khairiyah benar-benar terhindar dari Narkoba.
Berbagai macam langkah dilakukan oleh Al-Khairiyah diantaranya adalah
mengadakan kerja sama dengan Badan Narkotika Nasional Kota (BNNK) dan
sesering mungkin mengadakan seminar tentang bahaya narkoba, seperti yang
sudah dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2019.
Para pelajar terlihat antusias dengan penjelasan yang diberikan oleh para
pemateri dalam kegiatan tersebut. Sosok Lian Firman yang juga menjadi duta anti
narkoba Al-Khairiyah memberikan penjelasan yang detail pada acara seminar
tersebut terutama tentang pentingnya untuk fokus pada tujuan hidup agar tidak
mudah tergoda dengan hal-hal negatif seperti narkoba. Sebuah kegiatan dan
bingkai gerakan sosial yang sangat menyentuh rasa kemanusiaan yang kuat dalam
pandangan Johnston dkk disebut sebagai sebuah ciri gerakan sosial baru.373
Tipe gerakan sosial Al-Khairiyah ditinjau dari sudut keagamaan lebih
mendekati Tipe Islam Emansipatoris-Transformatif, 374 hal tersebut sesuai dengan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh warga Al-Khairiyah yang diarahkan untuk
memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak hanya dari sudut pemahaman teks
belaka, tapi perlu pengkajian yang disesuiakan dengan tuntutan zaman. Lebih dari
itu dalam kajian-kajian besar ketika mengadakan pengajian-pengajian akbar
dikupas tuntas masalah-masalah sosial ekonomi sehingga didirikannya Al-
Khairiyah Mart merupakan jawaban-jawaban yang diusung oleh Pengurus Besar
untuk mensejahterakan warga Al-Khairiyah.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Al-Khairiyah juga tidak sebatas pada
gerakan sosial, kesehatan, dan ekonomi, namun ditunjang untuk ikut serta
memanfaatkan peluang politik bagi warga Al-Khairiyah yang dianggap memiliki
kemampuan untuk menjadi seorang pemimpin yang dapat menampung aspirasi

373
Lihat Enrique Larana, New Social Movements From Ideology to Identity,
(Philadelphia: Temple University Press, 1994), 6-9
374
Syarifuddin Jurdi “Gerakan Sosial Islam: Kemunculan Eskalasi, Pembentukan Blok
Politik, dan Tipologi Artikulasi”, Politik Profetik, 1:1 (2013), 119-120
masyarakat pada umumnya. Hal ini dimungkinkan sebab Al-Khairiyah memiliki
basis massa yang sangat besar, khususnya di daerah Cilegon, Serang dan
sekitarnya.
Peluang yang ada dimanfaatkan oleh warga Al-Khairiyah, utamanya pasca
Reformasi. Kader-kader terbaik banyak yang menduduki kursi legislatif di tingkat
kota sampai tingkat provinsi. Kesadaran warga Al-Khairiyah dalam menempa diri
untuk menjadi pemimpin umat dan di bidang pemerintahan tidak serta merta
menjadikan Al-Khairiyah sebagai gerakan politik. Secara umum, Al-Khairiyah
masih konsisten untuk terus berjalan di ranah sosial, ekonomi, dan menuju bidang
kesehatan, karena akhir-akhir ini masyarakat dinilai mulai krisis kesehatan
ditambah lagi dengan adanya pandemi Covid-19 yang tak kunjung selesai
penyebarannya.

D. Tujuan Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah


Tujuan dan makna simbolik dari reorientasi gerakan sosial Al-Khairiyah
Pasca Reformasi terlihat dari program-program Pengurus Besar yang sudah
terlaksana cenderung kepada usaha untuk mensejahterakan warga Al-Khairiyah
baik di tingkat pusat maupun cabang-cabangnya yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Tujuan utama gerakan sosial Al-Khairiyah pasca Reformasi semata-
mata untuk berbenah diri, mengingat organisasi yang usianya lebih dari satu abad
ini pernah mengalami masa-masa stagnan. Masa yang menyebabkan banyak
kerugian bagi warga Al-Khairiyah, terutama di bidang pendidikan.
Gedung-gedung di pusat dan cabang-cabang Al-Khairiyah yang terlihat
kumuh mulai dibenahi agar kembali terlihat kokoh dan asri. Gedung-gedung yang
roboh kembali dibangun dengan dana swadaya, utamanya dari para donasi dari
golongan pengusaha-pengusaha dan pejabat pemerintah yang sudah sukses dan
cenderung memiliki kepedulian terhadap Al-Khairiyah sebagai suatu organisasi
besar di Banten yang memiliki kiprah yang tiada ternilai bagi perkembangan
agama Islam di Banten.
Sebaran penerima donasi Al-Khairiyah sebagaimana terlampir hanya ada
di Provinsi Banten dan menyebar di tiga kota dengan menempatkan Cilegon
sebagai sebaran terbanyak. Langkah awal ini menunjukkan sebuah jawaban
bahwa upaya untuk membangkitkan kembali semangat mengaji bagi masyarakat
kota Cilegon dilakukan oleh Al-Khairiyah dengan serius.
Berikut adalah data-data sebaran penerima donasi Al-Khairiyah di tiga
kota besar di Banten:

Tabel 4.1
Sebaran Penerima Program Donasi Al-Khairiyah
No Kota Provinsi
1 Tangerang 10 Cabang
2 Cilegon 60 Cabang
3 Serang 2 Cabang

Di awal pasca Reformasi Pengurus Besar masih membenahi sistem


pendidikan dan fokus pada usaha pembenahan administrasi. Dalam
kepemimpinan Prof. Dr. KH. HMA. Tihami, MA tidak ada perbedaan dalam
program organisasi dengan masa sebelumnya, yaitu masih berkaitan dengan
program pendidikan dan da’wah. Hanya saja dalam pendidikan ditingkatkan ke
level perguruan tinggi. Prinsip dasarnya adalah mengefektifkan Tingkat Dasar dan
Menengah di seluruh cabang-cabang dan didirikannya Sekolah Tinggi sebagai
prasyarat Universitas yang dapat menampung multidisiplin ilmu sehingga
dikuatkan dengan kerjasama-kerjasama yang intens dengan lembaga lain.375
Dunia pendidikan menjadi prioritas pasca awal Reformasi yang haluannya
sedikit demi sedikit mengarah kepada kepentingan politik yang dinilai sangat
bertetangan dengan pendidikan secara program dan kebijakan. Seperti pernyataan
Permana, peneliti sejarah Al-Khairiyah yang mengatakan bahwa dunia politik di
luar kajian pendidikan karena tidak memiliki kepentingan apapun. 376 Di sisi lain
dalam konteks gerakan sosial baru justru menjadi sebuah keniscayaan

375
Wawancara dengan KH. MA Tihami (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon 31 Juli 2019
376
Wawancara dengan Rahayu Permana (Penulis buku Sejarah Al-Khairiyah), di Cilegon
30 Januari 2020
sebagaimana yang digambarkan oleh Tilly, peneliti di bidang gerakan sosial baru.
Gerakan sosial berusaha melihat peluang politik yang ada sehingga dapat masuk
ke dalamnya dan menjadi penguasa. Jalur kekuasaan dinilai lebih cepat dan tepat
dalam mengantarkan sebuah visi misi gerakan suatu organisasi sehingga dapat
tercapai dengan baik.
Gerakan sosial Al-Khairiyah setidaknya melahirkan sebuah identitas
gerakan sosial yang lebih dinamis di satu sisi tidak terlalu keras dalam mengkritik
pemerintah, bahkan memilih langkah-langkah dialog dan melakukan unjuk rasa
sesuai dengan aturan undang-undang yang berlaku. Identitas gerakan sosial klasik
tidak tampak dalam setiap langkah Al-Khairiyah, seperti kerumunan (crowd),
kerusuhan (revolt), huru-hara (mob), keributan (riots), dan juga kerusuhan rakyat
yang melanggar hukum (lawless furios rabble), terlebih lagi berupa
377
pemberontakan (rebels).
Di sisi yang lain Al-Khairiyah terlihat pro pemerintah dengan ikut andil
sebagai bagian dari sistem demokrasi dengan melibatkan para kader untuk terjun
di politik praktis. Hal itu dapat berjalan, antara lain karena adanya tokoh
penggerak, adanya protes dan ketidakpuasan, gerakan ini muncul di negara
demokratis dan modern. Demikian ciri-ciri utama sebuah gerakan sosial. Gerakan
yang berorientasi pada adanya perubahan ke arah yang diinginkan. Elemen publik
yang berkelompok-kelompok acapkali lahir membawa beragam keinginan yang
terekspresikan dalam sebuah gerakan-gerakan kecil yang bisa menjadi gerakan
sosial.
Charles Tilly memiliki kriteria tersendiri dalam menentukan gerakan sosial
yaitu, kampanye, repertoar, mengandung termin WUNCH. Kampanye berisi
tuntutan-tuntutan yang bersifat kolektif dan berlangsung bekali-kali, sedangkan
repertoar mengandung kombinasi tindakan politik, dan WUNC yaitu worthiness,
unity, number, dan commitment.378 WUNC sendiri mengandung representasi

377
Rajendra Singh, Gerakan Sosial Baru (Yogyakarta: Resist Book, 2010), 111., lihat
juga Gustave Le Bon, The Crowd, (London: Dover Publications, 2002), 133
378
Jika diterjemahkan menjadi kelayakan, persatuan, jumlah, dan komitmen.
berupa slogan, pernyataan-pernyataan sikap, dsb dari anggota gerakan yang
ada.379
Gerakan warga Al-Khairiyah di bidang pendidikan Madrasah lebih pada
tuntutan untuk diberikannya undang-undang dan aturan yang pro terhadap
Madarasah Diniyah (MD). Tuntutan ini sangat membantu semua elemen baik dari
unsur guru, buruh, dan petani yang masih sangat concern terhadap pendidikan
agama agar tetap eksis di Kota Santri yang setiap hari terlihat semakin
terpinggirkan dengan fasilitas minim dan memperihatinkan.
Gerakan politik yang sudah dilakukan warga Al-Khairiyah sangat banyak,
dengan mengakomodir segala kepentingan warga dan masyarakat umum untuk
melakukan perubahan politik yang bersih dari korupsi di tengah maraknya politik
uang yang terjadi di Banten dan Cilegon khususnya. Lahirnya dinasti yang korup
seolah ingin dihapus dari stigma buruk Kota Santri yang benar-benar agamis.
Gerakan warga Al-Khairiyah dilakukan melalui forum-forum dan rapat-rapat
umum untuk menyebarkan suatu ide dan gagasan yang gemilang. Selain itu,
gerakan warga Al-Khairiyah juga sangat politis karena gerakan ini mendukung
para kader terbaik Al-Khairiyah untuk terjun langsung di dunia politik baik di
tingkat eksekutif maupun legislatif dan mulai dari tingkat Regional sampai
Nasional. Dengan terpilihnya KH Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden dianggap
sebagai angin segar karena telah memiliki ujung tombak pergerakan yang lebih
besar lagi setelah sebelumnya mengalami kegagalan di tingkat kota dan provinsi.
Gerakan warga Al-Khairiyah dipelopori oleh pemimpin-pemimpin kharismatik
mulai dari kepemimpinan Prof. KH. MA Tihami MA sampai pada kepemimpinan
KH Ali Mujahidin, pemimpin yang mampu manarik masa dalam jumlah yang
sangat besar.
Sumbangsih yang ditimbulkan dalam gerakan warga di dunia pendidikan
agama juga sangat besar, sebab berkaitan erat dengan akses pendidikan agama
seluruh masyarakat sehingga mampu menghasilkan manfaat (worthiness) yang
menyeluruh. Gerakan warga Al-Khairiyah yang terdiri dari berbagai elemen,
mulai dari pelajar, guru, buruh, pekerja, petani dsb dengan tuntutan yang sama

379
Tilly, Social Movement, 1768–2004, 4
(unity) menunjukan sebuah kebulatan tekad warga dalam mewujudkan cita-cita
bersama. Setiap gerakan yang mereka lakukan mampu menghadirkan masa dalam
jumlah (number) yang besar seperti menghadirkan 1000 ulama untuk memperkuat
visi misi tersebut. Harapan mereka sama yaitu berkomitmen untuk tetap
menjadikan anak-anak mereka tetap mengaji di tengah-tengah gemerlapnya dunia
industri.
Al-Khairiyah secara struktur kepengurusan utamanya di kota Cilegon
didampingi oleh DPD Cilegon yang memiliki tugas utama yaitu melakukan
pembinaan dan advokasi terhadap warga Al-Khairiyah serta sebagai penggerak
kritik sosial yang membangun kepada semua komponen masyarakat. 380 Warga Al-
Khairiyah menjadi lebih leluasa dalam menuangkan kritik sosial yang ada
sehingga ikut serta membangun Pemerintah Daerah dengan ide dan gagasannya.
Beberapa hal yang menjadi perhatian warga Al-Khairiyah adalah
kebijakan Pemerintah Daerah terkait dengan masih banyaknya jumlah
pengangguran di kota Cilegon yang menjadi urutan ke-2, Galian C menjadi
pemicu banjir di wilayah kota Cilegon dan sekitarnya, PERDA Diniyah 2008
belum maksimal, pemerintah belum mampu melindungi Madrasah Diniyah yaitu
dengan memasukkan Ijazah Diniyah sebagai prasyarat memasuki sekolah tingkat
SMP, Peraturan Daerah (PERDA) tentang hiburan malam yang belum berjalan
sesuai aturan, PERDA masih mementingan kepentingan industri dari pada
kepentingan masyarakat seperti pembuangan limbah industri.381
Substansi gerakan sosial Al-Khairiyah yang bertujuan untuk
mensejahterakan warganya terbentur dengan kepentingan lain di lingkungan
kekuasaan daerah. Hal ini memicu untuk ikut serta andil dalam kancah politik
praktis para pengurus. Dengan cara memegang kekuasaan yang ada di daerah,
tujuan mensejahterakan warga akan lebih baik dan lebih cepat karena ditopang
oleh kekuasaan. Gerakan sosial harus memiliki tujuan dan aturan yang jelas,382

380
Wawancara dengan Sayuti (Ketua DPD Al-Khairiyah Cilegon), di Cilegon 05 Februari
2020
381
Wawancara dengan Sayuti (Ketua DPD Al-Khairiyah Cilegon), di Cilegon 30 Januari
2020
382
Wawancara dengan Rahayu Permana (Penulis buku Sejarah Al-Khairiyah), di Cilegon
30 Januari 2020
agar mampu mencapai tujuan yang diharapkan, utamanya untuk kepentingan
warga Al-Khairiyah.
Bergeraknya Al-Khairiyah dari hanya sekedar gerakan sosial menuju
gerakan politik, jika semata-mata hanya karena perbedaan cara pandang dalam
mengelola sebuah Instansi Pemerintahan dapat terkategori sebagai sebuah usaha
pembenahan, tapi jika dipicu adanya sebuah perlawanan terhadap sekolompok
masyarakat tertentu yang sedang berkuasa dan tidak menunjukan perlakuan yang
sama terhadap masyarakat tertentu, utamanya warga Al-Khairiyah dan dipicu oleh
sejarah politik masa lalu maka terkategori gerakan politik tersebut sebagai
gerakan sosial dalam pandangan Touraine.383
Dalam Khittah Al-Khairiyah sendiri dituangkan bahwa Al-Khairiyah harus
memiliki kemampuan mengatasi masalah dengan didasarkan semangat
384
persatuan. Kebersamaan warga Al-Khairiyah dan solidaritas dalam
memperjuangkan hak-hak warga menghadapkan Al-Khairiyah untuk maju dan
berusaha keras memenangkan kontestasi politik di Daerah maupun Pusat.
Kesempatan politik yang diberikan secara leluasa pasca Reformasi benar-benar
ingin dimanfaatkan dengan penuh semangat kebersamaan. Begitu kuat komitmen
warga Al-Khairiyah untuk maju bersama dan berbenah diri membuat setiap
langkah Al-Khairiyah bergerak pasti dan optimis karena didukung oleh elemen
lain yang disebut dengan sayap organisasi.
Al-Khairiyah memiliki beberapa sayap organisasi yang independen antara
lain Garda Peci Putih dan Brigade Peci Putih. Kedua organisasi sayap ini bergerak
di bidang politik dan pada hari jum’at tanggal 1 maret 2019 secara resmi di depan
para wartawan bahwa Al-Khairiyah mendukung Bapak Joko Widodo dan KH
Ma’ruf Amin sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pada kesempatan tersebut KH
Ali Mujahidin sebagai inisiator Gerakan Peci Putih menyatakan bahwa Al-
Khairiyah telah menyiapkan 150 ribu relawan untuk menguatkan pemenangan
pasangan 01 di provinsi Banten.

383
Alain Touraine, The Voice and the Eye, (New York: Cambridge University Press, 1981),
32.
384
Hikmatullah, A. Syam’un, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah (Cilegon: PB Al-
Khairiyah, 2014), 4
Pada tanggal 3 Maret 2019 para relawan Peci Putih kembali bergerak
untuk mengawal KH Ma’ruf Amin di Banten dalam rangka pelaksanaan
Silaturahmi Akbar Banten Bersatu untuk Indonesia bersama Prof. KH. Ma’ruf
Amin di Alun-alun Barat Kota Serang. Pada kesempatan itu seluruh relawan Peci
Putih membagikan ribuan peci putih kepada masyarakat yang hadir untuk
memperkuat solidaritas pemenangan Paslon nomor 01. Inisiator Peci Putih, KH
Ali Mujahidin kembali menyatakan bahwa perlu adanya ulama sebagai pemimpin
di Negara Indonesia untuk bisa menyatukan umat Islam dan menjaga kedamaian
antar umat beragama. Dukungan yang diberikan kepada Paslon nomor satu
ditargetkan mencapai 70% suara untuk Banten.
Dalam kerumunan orang yang mengenakan peci putih KH Ma’ruf amin
mengatakan bahwa “masyarakat Banten harus rela siap menjadi pejuang Bangsa
seperti KH Syam’un dan lain-lain yang merebut kemerdekaan. Indonesia harus
maju dan untuk mencapainya bangsa Indonesia harus pintar dan berakhalakul
karimah.” Para ulama dan santri yang hadir pada kesempatan itu terlihat sangat
antusias dengan pidato yang disampaikan KH Ma’ruf Amin. Teriakan-teriakan
takbir menggema dan teriakan menyebut K.H. Ma’ruf Amin berkali-kali terdengar
“Hidup Ma’ruf Amin! Hidup Ma’ruf Amin! Hidup Ma’ruf Amin!”.
Pada hari Jum’at tanggal 15 Maret 2019, KH Ali Mujahidin menyatakan
bahwa terjadi peningkatan elektabilitas suara pasangan nomor 01. Selain
mengajak masyarakat untuk bersatu memilih Paslon nomor 01, Peci Putih juga
siap untuk menangkal merebaknya berita bohong atau hoaks yang ditujukan
kepada Bapak Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin. Posisi masyarakat yang masih
mengambang (swing votter) setelah diarahkan cenderung lebih menyukai
pasangan Paslon nomor 01 dan telah menjadi solid sehingga menjadi pendukung
yang kuat (strong votter).
Khusus di kota Cilegon Gerakan Brigade Peci Putih (BPP) diketuai oleh
Anwar Musadad yang memiliki tugas pokok melakukan konsolidasi di tingkat
KORCAM (Koordinator Kecamatan). Konsolidasi tersebut dilakukan dengan
dibekali atribut sebanyak 200.000 yang serba berwarna putih seperti peci dan kaos
dengan tujuan untuk menciptakan simbol euforia. Konsolidasi juga sekaligus
diiringi dengan ajakan untuk melakukan pengajian rutin setiap malam Kamis. Hal
tersebut dilakukan semata-mata untuk membekali relawan agar tetap sopan dan
mengedepankan akhlak dalam melakukan tindakan dan gerakan apapun. BPP juga
dengan semangat menggandeng berbagai komunitas, seperti komunitas motor dan
komunitas Masyarakat Cinta Masjid (MCM) yang diketuai oleh Sahruji untuk
sama-sama berjuang memenangkan Paslon nomor 01.
Puncak dukungan relawan Brigade Peci Putih terjadi pada tanggal 24
Maret 2019 ketika Joko Widodo berkampanye di Stadion Maulana Yusuf Serang,
KH Ali Mujahidin sebagai ketua umum mengerahkan sebanyak 6000 relawan
dengan ciri khusus yaitu mengenakan peci putih. Para relawan berasal dari seluruh
wilayah Banten seperti Serang, Lebak, Tangerang, Pandeglang, terutama dari
Cilegon dengan jumlah pengendara motor mencapai 1.900 orang ditambah dengan
5 bus yang disediakan untuk perempuan sebanyak 500 orang.
Jika mengacu pada teori konflik sosial Touraine maka bagi warga Al-
Khairiyah setidaknya ada tiga hal utama yang menjadi perhatian, yaitu identitas
dan kontrol sosial budaya, identitas sosial, dan kekuatan politik. Secara umum
pandangan Al-Khairiyah kepada Pemerintah Daerah yang sedang berkuasa masih
sebatas memperhatikan kajian sosial budaya dan program yang tidak memihak
kepada masyarakat pada umumnya. 385
Pola pikir yang bersebrangan antara harapan dari warga Al-Khairiyah
dengan kenyataan yang diterima sebagai imbas dari sebuah kebijakan
menempatkan posisi Pemerintah Daerah seperti orang asing yang patut dicurigai
gerak geriknya. Pola pikir ini juga mendudukkan identitas warga Al-Khairiyah
pada posisi sebagai sekelompok orang yang terdzalimi sehingga keinginan keras
untuk duduk di pemerintahan bertujuan untuk mengubah alur kebijakan agar lebih
maslahat bagi masyarakat pada umumnya. Masyarakat Cilegon yang agamis
menjadikan kota Cilegon dijuluki sebagai Kota Santri yang harus tetap terjaga
dengan baik dengan perbaikan citra para pemimpinnya yang adil sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam. Ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan lebih
tepat disebut discrepancy oleh James Davies, seorang tokoh psikologi yang

385
Touraine, “An Introduction to the Study of Social Movements”, 750
berusaha keras mengembangkan Teori Deprivasi. Pandangannya secara global
menunjukan bahwa suatu ketidakpuasan lahir dari sebuah harapan besar yang
tidak terpenuhi.386
Bergesernya kondisi masyarakat yang terkenal dengan sebutan Kota Santri
menjadi Kota Baja lebih dikarenakan partisipasi masyarakat dalam menghargai
para pekerja di Krakatau Steel dibandingkan dengan masyarakat yang pernah
menyantri dan menjadi ustadz atau kyai di lingkungan Cilegon. Masyarakat yang
sudah terkontaminasi dengan gaya hidup mewah dan lebih bangga mempunyai
anak yang berhasil menjadi karyawan dibandingkan anak yang berjuang menuntut
ilmu agama yang dikemudian hari hanya menjadi guru-guru Madrasah dengan
penghasilan rendah. Kondisi tersebut diperparah dengan kurangnya perhatian
Pemerintah Daerah terhadap kondisi Madrasah-Madrasah yang ada di lingkungan
kota Cilegon.

386
https://www. universitaspsikologi.com/2020/02/ pengertian-deprivasi -relatif.html.
Diakses pada tanggal 14 September 2020 pukul 22.00 WIB.
BAB V
PROBLEMATIKA DALAM ORMAS AL-KHAIRIYAH DAN SOLUSI

A. Kendala Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah


Al-Khairiyah pada kepemimpinan KH Ali Mujahidin sudah menjalankan
dua kali rapat kerja nasional. Rapar Kerja Nasional (RAKERNAS) ke-1 diadakan
selama dua hari, yaitu sabtu 25 Februari 2017 sampai dengan minggu 26 Februari
2017 dengan diketuai oleh Alwiyan Qasyid Syam’un. RAKERNAS ini
mengusung tema “Integritas Al-Khairiyah Mengawal Keutuhan dan Kemajuan
Berbangsa serta Bernegara dalam Bingkai Islam Rahmatan Lil Alamin” Tema ini
menegaskan bahwa Al-Khairiyah sudah tidak lagi mendebatkan bentuk Negara
dan Pemerintah, karena Al-Khairiyah melahirkan para pendiri bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia di Banten Khususnya.
Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS) Al-Khairiyah ke-2 diadakan selama
dua hari yaitu hari kamis tanggal 17 Januari sampai 18 Januari 2019 dengan
diketuai oleh Hj. Ade Muslimat. RAKERNAS yang merupakan amanat AD/ART
Al-Khairiyah wajib digelar oleh Pengurus Besar minimal 2 kali dalam satu
periode. RAKERNAS ini menghabiskan dana sekitar 1 Miliar karena benar-benar
mengharapkan hasil yang maksimal serta pelayanan yang baik untuk seluruh
undangan. RAKERNAS ini mengusung tema “Keumatan Masyarakat dalam
Bingkai NKRI” dengan Estimasi peserta kurang lebih sebanyak 2000 perserta dari
10 Provinsi atau sekitar 679 cabang Al-Khairiyah dari seluruh Indonesia dengan
peserta terjauh berasal dari Papua. Adapun ragam acaranya meliputi bedah buku,
seminar, diskusi, sidang pleno dengan beberapa rekomendasi yang dikeluarkan
meliputi bidang kesehatan, pendidikan, sosial, keagamaan, dan bidang politik.
Target utama yang ingin dicapai adalah memperkuat ukhuwah persautan dan
kesatuan di Al-Khairiyah serta mengevaluasi program kerja dari hasil Raker yang
pertama.
Dalam RAKERNAS ke-1 juga diadakan pelantikan Pengurus Besar Al-
Khairiyah untuk periode 2016-2021 yang di dalamnya terdapat kurang lebih
sebanyak 22 badan otonom yang membantu ketua PB Al-Khairiyah dalam
melaksanakan program-programnya. Harapan utama ketua panitia dalam
pidatonya adalah Al-Khairiyah bisa berdaya saing dalam segi kepemimpinan,
produktivitas dan sustainable. Beberapa badan otonom yang sudah eksis, yaitu:
Brigade Islam (BRIGES) misalnya, dibentuk sebagai bagian dari satuan tugas
(SATGAS) Al-Khairiyah, Jaringan Santri Nusantara (JSN) menjadi badan otonom
yang menyambungkan santri-santri lulusan Pondok Pesantren Al-Khairiyah se-
Indonesia. Sementara untuk para tenaga pengajar dan pendidik di Al-Khairiyah,
dibuatkan Persatuan Guru dan Ustadz Al-Khairiyah. Selebihnya badan otonom
Al-Khairiyah yang dibentuk antara lain Himpunan Wanita Al-Khairiyah
(HAWA), Gerakan Mahasiswa Al-Khairiyah Satria Setia Bhakti (GEMA), Ikatan
Keluarga Besar & Alumni Al-Khairiyah (IKBAL), Ikatan Pelajar Al-Khairiyah
(IPA), Ikatan Cendekiawan Al-Khairiyah (ICA). Untuk bidang ekonomi, usaha
dan pelayanan masyarakat, dibentuk Himpunan Pengusaha & Pedagang Al-
Khairiyah (HIMPPA), Lembaga Bisnis Al-Khairiyah (LABA), Koperasi Al-
Khairiyah, Baitul Maal Al-Khairiyah, Bimbingan Haji Al-Khairiyah dan Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Al-Khairiyah. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
badan otonom yang dibentuk yakni Lembaga Training Center Al-Khairiyah,
Badan Peneliti Al-Khairiyah (BPA), Lembaga Pemantau Lingkungan Hidup Al-
Khairiyah (LPLHA) serta Lembaga Kajian Strategis & Kebijakan Publik.
Dalam RAKERNAS ke-2, ketua PB Al-Khairiyah menyampaikan bahwa
RAKERNAS ke-2 ini mengadakan syukuran atas penganugerahan Brigjen KH
Syam’un menjadi Pahlawan Nasional oleh Pemerintah dan diresmikannya Al-
Khairiyah sebagai Organisasi Massa Nasional sesuai dengan amanat Mu’tamar.
Agenda lain dalam RAKERNAS I yang sudah terwujud adalah konsolidasi dan
rehabilitasi 117 Madrasah di cabang-cabang Al-Khairiyah. Sedangkan salah satu
amanat Mu’tamar yang belum terealisasiskan adalah terbentuknya Universitas Al-
Khairiyah yang statusnya saat ini sudah disahkan oleh Kementrian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (KEMENRISTEKDIKTI).
RAKERNAS II semula akan dibuka langsung oleh Presiden Republik
Indonesia (RI), Joko Widodo. Namun, karena terbentur dengan kegiatan debat
pertama jelang pilpres maka digantikan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim.
RAKERNAS ini juga dihadiri oleh anggota DPR RI, Yandri Sutanto. Dalam
pidatonya Yandri berharap RAKERNAS ini menghasilkan rekomendasi-
rekomendasi yang implentatif dan bisa bermanfaat untuk umat dan sangat
meyakini bahwa Al-Khairiyah sangat berperan besar di tengah-tengah masyarakat.
Lebih jauh, dalam RAKERNAS ke-2 ini ketua PB Al-Khairiyah dalam
pidatonya menyinggung pemerintah kota Cilegon terkait PERDA Diniyah yang
dianggap tidak adil terhadap pendidikan Diniyah dan Ibtidaiyah, dengan harapan
besar bisa disamakan dengan Sekolah Dasar karena ketiganya sama-sama punya
Negara, sama-sama mendidik anak bangsa, dan sama-sama memberikan
kontribusi terhadap Negara. Ijazah Diniyah atau Ibtidaiyah yang dijadikan syarat
masuk SMP selain Ijazah SD dianggap penting agar ada keseimbangan anggaran,
pemantauan, perhatian dari pemerintah. Lembaga pendidikan Diniyah diharapkan
masuk ke dalam pendidikan formal dan tidak ada pelarangan Madrasah Ibtidaiyah
yang diadakan di pagi hari.
Al-Khairiyah dalam menghadapi tantangan zaman terus berbenah salah
satunya adalah membuat terobosan peningkatan kualitas santri dengan
membentuk Santri Taruna.387 Lahirnya para santri yang memiliki kemampuan
yang belum maksimal adalah kendala tersendiri bagi terbentuknya gerakan sosial
terutama di bidang keagamaan yang perlu melibatkan kader-kader yang militan
dan berilmu pengetahuan yang luas. Adanya Santri Taruna membuat semangat
dan pola pandang baru tentang kedudukan santri yang selama ini dinilai kurang
berdisiplin dalam menjalankan aktivitas hidup, menjadi tertantang untuk
mengedepankan kedisiplinan dalam segala bidang, utamanya dalam menjalankan
perintah agama dan belajar. Suatu kehidupan yang diisi oleh manusia-manusia
yang penuh disiplin akan terlihat lebih baik dan melahirkan harapan baru bagi
umat Islam akan datangnya generasi yang tangguh membela agama, bangsa, dan
NKRI.

387
Santri taruna berarti santri yang menonjolkan kedisiplinan dalam segala aspek seperti
waktu, kebersihan, pembelajaran, dan latihan, serta karakter atau kepribadian dengan metode yang
terintegrasi antara tradisonal/individual dengan modern/klasik. HM. Atho Mudzhar, Santri Taruna
Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan Kader Kepemimpinan Bangsa, Makalah pada
RAKERNAS PB Al-Khairiyah, Cilegon, 25 Februari 2017, 2
Keunggulan komparatif Al-Khairiyah antara lain: pendiri al-Khairiyah
yang memiliki nama besar, kampus yang luas, dan jumlah cabang serta alumni
yang banyak. Keunggulan tersebut diimbangi dengan keunggulan kompetitif,
yaitu: dengan menjaga nama baik dan nama besar pendiri, menyatukan cabang-
cabang Al-Khairiyah, dan menumbuhkan rasa sense of belonging alumni,
sehingga mereka peduli kepada Al-Khairiyah berupa sumbangsih pemikiran,
maupun harta benda.388
Beberapa tantangan389 yang akan dihadapi Al-Khairiyah ke depan
didiagnosa oleh Pengurus Besar dengan mengundang tokoh-tokoh Al-Khairiyah
untuk mengkaji lebih dalam, sehingga dapat melahirkan strategi dan usaha-usaha
yang dapat dilakukan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang ada.
Banyaknya cabang-cabang Al-Khairiyah menjadi tantangan manajemen. Cabang-
cabang Al-Khairiyah di seluruh pelosok Negeri menjadi bagian dari tantangan.
Masa stagnasi yang panjang membuat cabang-cabang Al-Khairiyah berjalan
masing-masing selama belasan tahun. Adanya kepengurusan Al-Khairiyah pasca
Reformasi belum sepenuhnya diketahui oleh cabang-cabang, sedangkan sebagian
kecil masih enggan untuk menjalin komunikasi kembali dengan Al-Khairiyah
pusat, disebabkan putusnya satu generasi kepemimpinan di cabang tersebut.
Al-Khairiyah juga memiliki tantangan antara memilih fokus perhatian
pada masalah pendidikan atau kegiatan sosial. Adanya Yayasan Al-Khairiyah di
satu sisi dan Pengurus Besar Al-Khairiyah di sisi yang lain dengan dipimpin oleh
satu orang menjadi satu kelebihan dan problem sekaligus. Kelebihannya bahwa
Al-Khairiyah dapat berjalan cepat dalam pengambilan keputusan dengan dipimpin
oleh satu orang. Tapi disisi lain karena menumpuknya tugas-tugas baik di
Yayasan maupun di Pengurus Besar, menjadi persoalan tersendiri sehingga ketua
harus benar-benar kerja ekstra keras agar keduanya dapat berjalan dengan baik.
Yayasan difokuskan pada sektor pendidikan, sementara Pengurus Besar lebih
fokus pada pengembangan da’wah.

388
Mudzhar, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan Kader
Kepemimpinan Bangsa, 4
389
Mudzhar, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengawal Daya Saing dan Kader
Kepemimpinan Bangsa, 4-5
Pasca masa stagnasi yang panjang menyisakan banyak problem, salah
satunya adalah kaderisasi sosok kyai yang memiliki kualitas keulamaan yang
memadai dan menjadi sosok figur yang diteladani oleh warga Al-Khairiyah.
Sosok kyai sentral yang diimpikan oleh warga Al-Khairiyah adalah sosok kyai
yang konsisten membina umat di tengah derasnya arus globalisasi dan tantangan
dunia modern yang begitu besar.
Sosok figur yang sekarang adalah anak-anak muda yang memiliki
semangat juang yang tinggi dan impian serta cita-cita yang mulia dengan segala
keterbatasan yang ada ingin mengembalikan citra ulama Al-Khairiyah yang
memiliki keilmuan yang mendalam di bidang agama, wawasan yang luas, dan
peka terhadap lingkungan sosial politik. Sosok ulama yang tidak menjauh dari
kekuasaan namun bersinerji dengan penguasa untuk membangun umat yang
bermartabat.
Persoalan cabang juga ikut menjadi perhatian Pengurus Besar. Cabang-
cabang Al-Khairiyah dinilai sangat otonom dalam mengembangkan dan merajut
ukhuwah yaitu bergerak dengan Yayasan yang beragam di bawah Organisasi
Massa yang sama yaitu Al-Khairiyah. Para alumni yang mendirikan lembaga
pendidikan di daerahnya masing-masing diberi kebebasan untuk menggunakan
nama Al-Khairiyah dengan kebebasan bernaung di bawah Yayasan yang lain.
Hal tersebut dinilai sebagai suatu tantangan yang berat karena harus
mengendalikan otoritas Yayasan yang berbeda dengan Yayasan pusat. Kendati
demikian, Al-Khairiyah dengan ORMAS Nasionalnya terus berupaya merangkul
cabang-cabang yang ada dan melakukan silaturrahim agar suasana kekeluargaan
antara pusat dan cabang menjadi harmonis. Para pendiri di Al-Khairiyah cabang
rata-rata sudah meninggal dunia dan dilanjutkan oleh keturunan atau bahkan
orang lain yang memiliki kepedulian terhadap Al-Khairiyah. Mayoritas para
penerus tersebut sangat senang bila mendapatkan kunjungan dari Al-Khairiyah
yang berpusat di Cilegon Banten. Kunjungan Al-Khairiyah pusat semata-mata
ingin menjalin kembali hubungan organisasi yang terputus selama puluhan tahun.
Probelm lain yang tidak kalah berat adalah sosialisasi. Keterbatasan dana
menjadi alasan utama kurangnya sosialisasi Al-Khairiyah baik di pusat maupun
di daerah-daerah. Keterbatasan tersebut tidak menjadi sebuah penghalang utama
di era digital seperti sekarang ini, namun tatap menjadi sebuah harapan besar
segala informasi yang bekaitan utamanya dengan visi misi di sampaikan secara
langsung. Hubungan psikologis yang begitu erat antara pusat dan cabang semata-
mata karena kepedulian pusat terhadap cabang-cabang yang begitu besar.
Al-Khairiyah Pusat terus bergerak memberikan donasi ke cabang-cabang
tanpa melihat keterbatasan yang ada. Hal itu dilakukan dengan penuh keyakinan
bahwa jalan panjag masih terbentang luas dan Al-Khairiyah harus benar-benar
bergerak agar anak-anak generasi muda Islam masih tetap belajar mengaji dengan
ruang kelas yang baik, aman, dan nyaman.
Sosialisasi yang baik akan malahirkan kinerja yang baik karena
melahirkan kesepahaman yang menguatkan organisasi. Terbentuknya organisasi
pusat yang baik telah melahirkan beberapa terobosan terutama yang berkaitan
dengan transparansi dalam berorganisasi dan meningkatkan sarana dan prasarana
agar terlihat lebih berkelas. Al-Khairiyah Pusat sangat membuka diri dalam
menerima saran dari cabang dari genarasi ke genarasi. Keinginan untuk
menjadikan kehidupan organisasi seperti satu keluarga menjadi cita-cita bersama
agar kebersamaan selalu terjalin dengan baik.
Pada dasarnya Al-Khairiyah memiliki alumni yang sangat banyak dan dari
berbagai kategori, mulai dari pesantren, sekolah umum, agama, dan perguruan
tinggi. Para alumni yang menjadi haluan gerakan Al-Khairiyah tidak seluruhnya
berkiprah, karena banyak yang mencari kegiatan-kegiatan lain yang lebih
dianggap dapat menunjang kehidupan mereka secara ekonomi dari pada kegiatan
gerakan yang ada di Al-Khairiyah, sebab selama ini masih dianggap belum sesuai
dengan harapan.
Seiring dengan perkembangan zaman, Al-Khairiyah terus memperbaiki
sistem agar dapat menyentuh seluruh elemen warga Al-Khairiyah baik alumni,
maupun masyarakat umum yang memiliki andil dalam pengembangan gerakan
Al-Khairiyah ke arah kemajuan umat Islam di seluruh wilayah di Indonesia
khususnya.
Dikembangkannya kegiatan sosial yang variatif dilakukan, semata-mata
untuk memenuhi sebanyak mungkin keinginan warga yang ingin maju bersama di
bawah panji-panji Islam melalui Al-Khairiyah. Ketertarikan kaum muda Al-
Khairiyah lebih cenderung di dunia organisasi dan usaha dibandingkan dengan
dunia lain yang sifatnya keagamaan. Namun, lambat laun sudah mulai bergeser,
setelah memahami bahwa kegiatan keagamaan yang dikelola dengan baik dan
dilatih secara profesional dapat mendatangkan manfaat baik secara ekonomi
terlebih lagi soal urusan akhirat.
Tokoh-tokoh Al-Khairiiyah yang masih konservatif dalam pemikiran dan
kegiatan keagamaannya masih terhitung banyak. Hal tersebut dapat dilihat dari
cara mereka berkomunikasi dan alat-alat teknologi yang digunakan masih
cenderung tertinggal. Kegiatan keagamaan yang berada di Era Digital ini belum
tersentuh dengan baik.
Para generasi muda yang sekarang mengemban amanah memimpin Al-
Khairiyah telah berusaha membuat kegiatan-kegiatan yang lebih modern dan
sangat peka terhadap perubahan kemajuan teknologi. Sarana da’wah tidak hanya
dilakukan dalam sebuah majelis tapi dibuat TV Channel yang dapat menjangkau
umat lebih luas lagi. Sedikit demi sedikit para tokoh yang masih konservatif
beralih dan mulai belajar hal-hal baru yang lebih bermanfaat.
Kemajuan sains dan teknologi beriring seirama dengan semakin pesatnya
peradaban umat manusia millenial. Al-Khairiyah sadar bahwa menjangkau semua
kemajuan tersebut tidak dapat dilakukan secara spontan. Adaptasi yang intens
dilakukan setahap demi setahap adalah proses yang perlu dilalui dalam
mengembangkan bakat yang ada. Sebagai Organisasi Massa yang menginginkan
kemajuan di berbagai bidang, Al-Khairiyah bertekad untuk mengembangkan
kemampuan diri dalam bidang teknologi, usaha tersebut diantaranya dilakukan
dengan membuka Sekolah Kejuruan yang berusaha mendekatkan generasi muda
dengan teknologi.
SMKIT Al-Khairiyah meskipun baru berjalan selama dua tahun, namun
mendapatkan atusiasme yang tinggi dari masyarakat dan stakeholder di Cilegon
khususnya. Sebab menyatukan antara teknologi dan ilmu keagamaan yang selaras
menjadi dambaan masyarakat dan dunia usaha di manapun, sebagai dasar atau
pondasi untuk kemajuan suatu perusahaan dan kelompok masyarakat di suatu
wilayah.
Al-Khairiyah pada awalnya adalah organisasi yang lebih mengedepankan
kemajuan di bidang pendidikan khususnya. Terobosan-terobosan yang pernah
dilakukan pada masa awal berdiri dianggap sebagai contoh tempat pendidikan
paling modern pada zamannya sehingga dapat melahirkan alumni-alumni yang
diperhitungkan kemampuannya.
Akhir-akhir ini, geliat pemanfaatan media sosial telah menjadi sebuah
kenyataan karena banyaknya kegiatan yang dilakukan melalui media sosial dan
menghasilkan kinerja yang membanggakan, baik di bidang pendidikan maupun
da’wah. Sebagian besar kegiatan sudah dilakukan dengan memanfaatkan media
sosial yang sebelumnya terlihat tabu dan sungkan untuk dilakukan sekarang telah
menjadi sebuah kekuatan yang perlu mendapatkan apresiasi karena adanya media
tersebut dapat membagkitkan semangat Al-Khairiyah yang selama ini terpendam.
Al-Khairiyah secara geografis terletak di pusat kota Cilegon sehingga
secara langsung merasakan dampak dari begitu cepatya urbanisasi di kota ini.
Kegiatan da’wah yang semula hanya monoton dengan bahasa dan budaya yang
sama, kini berubah lebih variatif sehingga dibutuhkan wawasan dan pengalaman
yang lebih luas dalam melakukan da’wah.
Para pandatang yang hidup di kota Cilegon sangat majemuk dengan
tingkat pendidikan yang juga sangat bervariatif. Hal tersebut memicu usaha keras
dari para tokoh Al-Khairiiyah agar dapat merangkul mereka sehingga langkah
kaki meraka dari wilayahnya masing-masing tetap mendapatkan perhatian
terutama di bidang keagamaan.
Di masyarakat pada umumnya, khususnya di kota Industri seperti Cilegon.
Pola pikir masyarakat tidak terlepas dari pemikiran sekuler yang mengedepankan
urusan dunia dari pada akhirat yang menyebabkan persaingan tidak sehat dalam
sebuah masyarakat. Al-Khairiyah yang konsisten membina umat dalam bingkai
nilai-nilai keagamaan mengalami perlakuan-perlakuan yang diskriminatif dari
perusahaan-perusahaan sekitar.
Perubahan pola pikir di masyarakat kota Cilegon menjadi perhatian
Pengurus Besar agar disain keislaman lebih menampilkan nilai-nilai yang elegan.
Seorang da’i dibentuk agar lebih berpenampilan layaknya seorang eksekutif yang
berbaju bersih, wangi, dan dipandang modern. Hal tersebut dimuali dari cara
berpakaian, mendesain lingkungan yang lebih nyaman dan asri, serta mengadakan
pertemuan-pertemuan dengan kalangan pengusaha agar lebih memiliki daya tarik
yang lebih di mata masyarakat.
Cara berpakaian yang rapih dan menunjukkan sosok-sosok eksekutif
muda, ditunjukan oleh Pengurus Besar semata-mata sebagai bahan latihan untuk
menjadi orang besar atau setidaknya menjadi eksekutif muda yang dihargai
minimal dari cara berpakaian. Sebab, berpakaian dengan model tertentu dapat
mununjukkan kepribadia seseorang.390
Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa (ORMAS) kerap bersentuhan
secara langsung dengan pergerakan politik di Daerah maupun Pusat. Sebagai
Organisasi Massa yang pernah ikut andil dalam partai Masyumi pada awal
kemerdekaan menjadikannya sebagai organisasi yang sangat diperhitungkan pada
saat itu, sehingga sampai kini perlu dipertahankan agar terus menjadi organisasi
yang terbesar di Banten.
Politik sesaat yang dimainkan oleh rakyat Indonesia sebagai sebuah pesta
demokrasi menunjukan adanya ketidakstabilan dalam merajut kerja sama antar
satu kelompok dengan kelompok yang lain. Hal itu telah memaksa Al-Khairiyah
agar lebih dinamis dalam menjalin kerja sama dengan pihak lain yang sama-sama
memiliki satu visi yaitu menegakkan panji-panji Islam sebagaimana amat pendiri
Al-Khairiyah.
Faham ekstrim sebagaimana dinilai oleh banyak kalangan telah menyebar
hampir di seluruh sudut Ibu Pertiwi. Demikian halnya di Cilegon yang dekat
dengan pusat Organisasi Massa Al-Khairiyah. Faham ekstrim yang ada selain
mencoba untuk mengalihkan perjuangan Al-Khairiyah juga kerap merekrut kader-
kader Al-Khairiyah agar berpindah haluan. Beberapa kader yang belum matang
dalam berorganisasi terlihat sering bergonta-ganti organisasi, sehingga menjadi

390
Wawancara dengan Faizuddin (Staf PB Al-Khairiyah), 29 September 2019
sasaran faham ekstrim. Hal ini selain merugaikan secara organisasi juga
merugikan individu yang bersangkutan. Kesempatan tersebut diambil pada
organisasi lengah dan tidak memberikan perhatian terhadap kondisi yang sedang
dialami kader.
Al-Khairiyah akhirnya melakukan pelatihan-pelatihan para kader dan
membina mereka secara berkala agar tetap konsisten dengan gerakan da’wah Al-
Khairiyah yang sudah lebih modern dan maju. Setiap kader yang dibentuk secara
ideologi juga difasilitasi agar dapat hidup lebih sejahtera karena hal itu menjadi
tolok ukur kehidupan berorganisasi di kota Industri. Para kader selain
membicarakan masalah keagamaan dan da’wah juga berbicara dan membahas
masalah usaha dan kesehatan para warga. Al-Khairiyah menyadari bahwa faham
ekstrim dapat masuk hanya melalui jalur kemiskinan yang dialami para kader
sehingga butuh strategi yang lebih konprehensif, selian diberikan pengetahuan
agama juga dibekali pengetahuan tentang langkah-langkah menjadi wirausaha
yang sukses agar dapat hidup lebih mandiri.
Peluang-peluang391 yang terbentang yang dimiliki oleh Al-Khairiyah
Pasca Reformasi mengubah paradigma lama ke paradigma baru sebagai sebuah
reoreintasi gerakan Al-Khairiyah. Terpilihnya KH Ali Mujahidin sebagai
representasi kaum muda pada Mu’tamar 2016 telah mengawali peran kaum muda
dalam memimpin Al-Khairiyah. Terobosan-terobosan besar dilakukan untuk
mematangkan Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa Nasional yang besar dan
memiliki nilai manfaat yang juga besar di tengah umat Islam di Indonesia.
Masuknya kader-kader muda dalam ORMAS menjadi harapan bersama agar lebih
memacu gerak langkah organisasi. Kaum milenial menjadi target utama pesan
da’wah yang diusung oleh pengurus organisasi yang didominasi anak muda ini.
Kepemimpinan kaum muda telah menjadikan Al-Khairiyah sebagai
Organisasi Massa yang diakui secara nasional dan mendudukkan pendiri Al-
Khairiyah sebagai Pahlawan Nasional. Dua agenda Mu’tamar yang dinilai berat
oleh sebagian kalangan kini menjadi kenyataan dan menjadikan Al-Khairiyah

391
Mudzhar, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan Kader
Kepemimpinan Bangsa, 5
kembali menggaung dari Banten untuk Indonesia, diawali dengan terpilihnya KH
Ma’ruf Amin sebagai wakil presiden Republik Indonesia.
Kaum muda di Al-Khairiyah telah mengubah paradigma Madrasah yang
dinilai kumuh menjadi lebih elegan dan memiliki nilai penting di mata
masyarakat, sehingga para orang tua tidak sungkan untuk kembali menyekolahkan
anak-anaknya di Madrasah. Program donasi telah banyak membuka peluang amal
jariyah yang sasarannya sangat tepat yaitu membidik sekolah Madrasah yang
masih dinilai sebelah mata oleh Pemerintah Daerah.
Program donasi didorong oleh semangat kebersamaan yang
memungkinkan terjadinya percepatan pergerakan pembangunan fisik Madrasah
sehingga dalam waktu dekat progam untuk peningkatan kualitas ustadz dan
kurikulum akan diteliti dan ditinjau kembali agar semakin sesuai dengan
tantangan zaman dan sejalan dengan program pemerintah untuk menguatkan nilai-
nilai keislaman dalam hidup berbangsa dan bernegara.
Para Pengurus Besar Al-Khairiyah terdiri dari berbagai elemen masyarakat
sehingga dinilai lebih mewakili segenap warga Al-Khairiyah yang memberikan
dukungan penuh terhadap cara kerja Pengurus Besar yang jauh lebih baik dari
tahun-tahun sebelumnya.
Dukungan masyarakat adalah simbol kesuksesan Organisasi Massa dalam
merajut program-program unggulannya. Kemampuan mengelola suatu organisasi
yang besar seperti Al-Khairiyah tidaklah mudah jika dilakukan oleh segelintir
orang. Namun, tekad pengurus untuk mengajak seluruh elemen warga Al-
Khairiyah membuka mata setiap warga bahwa Al-Khairiyah adalah milik umat
yang harus dipertahankan oleh seluruh umat Islam, utamanya adalah warga Al-
Khairiyah menjadi spirit yang besar bagi Pengurus Besar untuk terus berjuang
demi masa depan umat Islam di Indonesia.
Pemerintah Daerah (PEMDA) yang mendukung program-program Al-
Khairiyah sangat diapresiasi oleh warga Al-Khairiyah. Utamanya dukungan
secara pengaruh dalam mensukseskan setiap program yang dijalankan oleh
organisasi. Lebih dari itu Pemerintah Pusat pun kini telah banyak memberikan
bantuan secara moril dan meteril terkait pembangunan yang terus di galakkan di
pusat organisasi.
Dukungan Pemerintah Pusat tidak lepas dari usaha-usaha komunikasi yang
telah dibangun Pengurus Besar dengan segenap pejabat Pemerintah, mulai dari
tingkat kementrian dan elit politik. Komunikasi yang dibangun semata-mata untuk
mensosialisasikan Al-Khairiyah kepada masyarakat secara luas bahwa kembali
eksisnya Al-Khairiyah di tengah-tengah masyarakat Banten pada khususnya sudah
dirindukan oleh para alumni dan warga Al-Khairiyah dan umumnya masyarakat
yang pernah mengenal Al-Khairiyah pada masa silam. Pandangan bahwa Al-
Khairiyah akan menjadi icon Organisasi Massa yang Moderat di Banten kembali
mencuat setelah beberapa prospek yang dapat diraih Al-Khairiyah mulai
diseminarkan di ruang-ruang ilmiah.
Setiap warga Al-Khairiyah merasa bangga dengan sosok KH Syam;un
yang telah diangkat menjadi Pahlawan Nasional dan terlebih lagi mereka bangga
karena telah ikut andil melanjutkan perjuangan sang Pahlawan. Perasaan seperti
itu kerap didengar dari para alumni Al-Khairiyah di pusat maupun cabang.
Panggilan Al-Khairiyah untuk berjuang bersama selalu dinantikan. Suatu kalimat
yang sering muncul adalah “kalau untuk Al-Khairiyah saya siap”.392 Kalimat
tersebut adalah kalimat yang mengandung perasaan bangga jika bisa membantu
Al-Khairiyah dari segi apapun yang dibutuhkan. Sebuah kalimat yang tulus yang
lahir dari orang-orang yang mengerti betapa Al-Khairiyah memiliki magnet yang
sangat besar di hati masyarakat.
Indonesia sebagai sebuah negara yang berketuhanan Yang Maha Esa
dengan penduduk muslim sebagai mayoritasnya adalah peluang bagi Al-Khairiyah
untuk tetap eksis lebih baik di masa yang akan datang. Usaha-usaha serta
terobosan baru yang dibutuhkan oleh organisasi di tengah-tengah umat masyoritas
menjadi peluang emas untuk menegakkan panji-panji Islam di Bumi Pertiwi.
Kajian-kajian keislaman diharapkan oleh Pengurus PB mengarah pada tindakan-
tindakan dan gerakan-gerakan menegakkan panji-panji Islam yang berdiri di atas
semua golongan.

392
Wawancara dengan KH Muktilah (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon 5 November 2019
Al-Khairiyah yang sudah tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia
menjadikannya sebagai ORMAS yang diperhitungkan di Indonesia. Masyarakat
indonesia yang religious menjadikan Al-Khairiyah sebagai Organisasi Massa
yang mudah diterima di masyarakat karena adanya satu Visi dan Missi yang
mengakar sebagai sesama muslim. Terlebih para alumni Al-Khairiyah yang sudah
tersebar telah memiliki posisi-posisi strategis di wilayahnya masing-masing tentu
memudahkan Al-Khairiyah untuk lebih cepat lagi berkembang.
Ruh Al-Khairiyah adalah Pesantren. Sejarah telah mencacat bahwa awal
mula Al-Khairiyah adalah dari Pesantren sebelum menjadi Madrasah. Penguatan
Pesantren Al-Khairiyah di era sekarang dapat lebih cepat tercapai dengan hanya
mengadopsi sistem Pondok Pesantren yang lebih maju. Perjuangan pendiri Al-
Khairiyah yang memupuk pesantren sampai menjadi sebuah Organisasi Massa
saat ini telah melahirkan banyak pejuang. Para santri bangga dapat menimba ilmu
di Pesantren Pejuang, tinggal sistem yang diterapkan dan dikembangkan harus
terus dievaluasi dengan berkaca pada pesantren-pesantren yang baru tapi lebih
maju dalam pengelolaan dan sistemnya.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam mewujudkan program gerakan
sosial Al-Khairiyah Pasca Reformasi,393 ada yang terlihat sebagai problem klasik
seperti kebutuhan akan dana. ORMAS Al-Khairiyah dibentuk dan dijalankan
dengan dana yang sangat terbatas. Kepekaan warga Al-Khairiyah terhadap kondisi
sesama warga menjadi kekuatan utama bergeraknya organisasi. Musyawarah dan
kerja sama yang dibentuk sebagai usaha dalam menjalankan organisasi menjadi
alternatif usaha dalam menghimpun dana.
Di sisi lain yang lebih penting adalah masalah manajemen. Pengelolaan
organisasi belum memiliki sarana dan prasarana serta sistem yang sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan masyarakat, sehingga Al-Khairiyah tidak mampu
bersaing dengan organisasi lain.
ORMAS Al-Khairiyah pasca reformasi berada pada kondisi seperti anak
baru lahir, karena belum memiliki kemampuan apa-apa baik secara organisasi
393
Pengurus Besar Al-Khairiyah, Integritas Al-Khairiyah Menjaga Keutuhan dan
Memajukan Bangsa dalam Bingkai NKRI dengan Spirit Ummatan Wasathan, RAKERNAS 2 PB.
Al-Khairiyah, 1-2
maupun finansial. Sarana-sarana yang ada tidak terawat dengan baik, hampir
seluruh asset yang berbentuk bangunan tidak terurus karena mengalami masa
stagnan yang cukup lama. Jadi, untuk merawat asset yang sudah ada saja benar-
benar berat apalagi sampai menggerakkan ORMAS.
Kendala terbesar yang dihadapi oleh Al-Khairiyah adalah Memudarnya
ghirah warga Al-Khairiyah dan kebanggaan terhadap organisasi Al-Khairiyah
serta munculnya sikap apatis, apriori, dan egoism. Dampak terhebat dari masa
stagnasi adalah kondisi psikologis warga yang semula menaruh harapan besar
pada Al-Kahriyah, namun ternyata Al-Khairiyah harus melewati masa-masa
kemunduran yang sangat lama. Para tokoh jalan sendiri-sendiri sedangkan yang
muda mencari kehidupan lain yang lebih bermanfaat.
Kondisi tersebut ditambah dengan masih lemahnya pemahaman organisasi
dan nilai-nilai kealkhairiyahan pada sebagian pengurus di tingkat cabang maupun
daerah, sehingga seringkali produk-produk Mu’tamar tidak dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Pasca Reformasi, Al-Khairiyah berhasil mengadakan
beberapa kali mu’tamar. Namun, amanat mu’tamar sulit untuk dapat
direalisasikan, karena rumitnya persoalan-persoalan intern yang harus
diselesaikan terlebih dahulu. Baru setelah kepemimpinan KH Ali Mujahidin,
amanta mu’tamar satu demi satu dikejar sampai tercapai dengan perjuangan yang
sangat besar.
Kelemahan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lain adalah Mutu
pendidikan warga Al-Khairiyah yang masih sangat rendah. Pasca reformasi dinilai
sebagai masa yang sangat transparan, sehingga terlihat dengan jelas bahwa
mayoritas warga Al-Khairiyah masih rendah dari segi pendidikan. Kebutuhan
untuk memperbaiki kondisi tersebut dijawab dengan dibukanya Perguruan Tinggi
di lingkungan Al-Khairiyah. Para tokoh bahu membahu satu sama lain untuk
memperkuat program tersebut sehingga dengan penuh samangat berjuang untuk
meningkatkan pendidikan yang dimiliki dengan biaya yang terjangkau.
Selian SDM, Al-Khairiyah juga terkendala dengan kondisi fisik gedung-
gedung Al-Khairiyah di hampir seluruh cabang Al-Khairiyah. Cabang-cabang Al-
Khairiyah memiliki gedung-gedung yang sangat memprihatinkan bahkan sebagian
sudah hampir roboh. Kondisi gedung-gedung Al-Khairiyah rata-rata sudah rusak
sehingga perlu untuk direnovasi. TIM Donasi Al-Khairiyah dengan segala
keterbatasannya mencoba untuk ikut andil dalam proses peremajaan gedung-
gedung cabang dimulai dari yang paling parah kondisi sampai yang perlu renovasi
ringan diberi perhatian dari Al-Khairiyah Pusat.
Secara psikologis juga terlihat tampak kurangnya silaturahmi, konsolidasi,
dan koordinasi antara Pengurus Besar dengan Pengurus Wilayah, Daerah, dan
Cabang. Cabang-cabang Al-Khairiyah pada masa kepemimpinan KH Ali
Mujahidin mendapat angin segar untuk kembali berbenah diri dengan penuh
harapan. Langkah awal ketua Pengurus Besar dalam memimpin ORMAS Al-
Khairiyah adalah bersilaturrahim ke cabang-cabang dengan segala upaya yang
ada. Karena langkah ini diangkap sebagai satu-satu cara dalam merajut kembali
warga Al-Khairiyah yang berada di cabang-cabang.
Di bidang lain juga terlihat bahwa warga Al-Khairiyah belum mampu
berkreasi dalam segala bidang sesuai kondisi tuntutan modernisai. Terutama
lemahnya kreatifitas dan inovasi peran aktif Al-Khairiyah dalam bidang da’wah
dan pendidikan.
Trend da’wah akhir-akhir ini menjadi sorotan warga Al-Khairiyah teruama
di cabang-cabang. Kemampuan para tokoh Al-Khairiyah dalam merangkul masa
melalui metode yang lebih cocok dengan kaum milenial dinilai sangat sesuai.
Kemampuan tersebut baru terekspos dengan baik setelah mempelajari model-
model da’wah yang sekarang digandrungi oleh masyarakat. Penggunaan TV
Channel adalah salah satu andalan yang dijadikan media da’wah.

B. Arah Kebijakan Program Gerakan Sosial Al-Khairiyah


Beberapa program yang dibentuk Al-Khairiyah mengarah kepada
pemanfaatan Organisasi Massa yang melibatkan kecanggihan teknologi di era
informasi seperti sekarang ini. Di bidang da’wah misalnya, Al-Khairiyah
mengupayakan terbentuknya lembaga-lembaga da’wah dan majelis ta’lim di
setiap tingkatan.
Lembaga da’wah yang sudah berjalan adalah lembaga da’wah yang
khusus menaungi para mubaligh yang ditugaskan setiap hari Jum’at untuk mengisi
khutbah di perusahaan-perusahaan yang ada di lingkungan Cilegon dan
sekitarnya. Lembaga ini bernama Koorps Muballigh Cilegon (KMC) yang
diketuai oleh H. Hikmatullah Jamud, M.Si. Demi keberhasilan da’wah perlu
dikembangkan dan ditingkatkan kemampuan tenaga penda’wah atau da’i
profesional, terutama dalam penguasaan media komunikasi, media sosial, baik
elektronik maupun cetak.
Al-Khairiyah merumuskan modernisasi dunia da’wah yang dinilai begitu
kompleks sehingga membuat Pengurus Besar berfikir keras untuk menarik massa,
terutama kaum millenial yang selalu menjadi pusat perhatian Pengurus Besar
sekarang ini. Isi materi yang bagus belum tentu dengan mudah diterima oleh
kaum millenial, jika tidak dikemas dengan hal-hal yang sesuai dengan kondisi
psikologis mereka.
Da’wah yang dikemas dalam suasana baru yang lebih rileks dan dapat
diakses kapanpun menjadi peluang sekaligus tantangan yang berat bagi Al-
Khairiyah, karena da’wah secara daring membutuhkan kreativitas yang tinggi baik
dari Pengurus maupun sang da’i. Isi dan tema yang menarik saja terkadang kurang
mendapat perhatian. Hal tersebut terlihat dari seberapa besar minat kaum millenial
memanfaatkan TV Channel milik Al-Khairiyah. Konten-konten yang ada berupa
da’wah-da’wah belum serta merta membuat mereka tertarik.
Dewasa ini Al-Khairiyah berusaha mengirimkan para lulusan Madrasah
Tingkat Dasar dan Pertama dari Madrasah-Madrasah cabang Al-Khairiyah untuk
dididik di kesatrian Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Citangkil. Upaya ini
dilakukan dalam rangka pengkaderan generasi Al-Khairiyah yang lebih siap
bersaing di masa yang akan datang. Sebab, para generasi yang tidak disiapkan
sejak dini sulit untuk dapat mengikuti pelajaran yang diterapkan di pesantren Al-
Khairiyah. Butuh waktu penyesuaian yang cukup lama agar dapat
menyeimbangkan santri baru dengan kemampuan santri yang sudah masuk lebih
awal dari Tingkat Dasar.
Program lain yang dilakukan Al-Khairiyah adalah meluruskan masalah
hoax, fitnah, dan ujaran kebencian di media sosial. Ruang da’wah memiliki
tantangan yang berat ketika terjadi fitnah dan ujaran kebencian yang menyelimuti
kehidupan warga Al-Khairiyah dan masyarakat Cilegon pada umumnya.
Kemampuan para da’i untuk menangkal berita-berita yang hoax butuh keahlian
dan kematangan pengetahun yang dimiliki agar tepat sesuai sasaran.
Kondisi gerakan da’wah Al-Khairiyah terlihat masih belum optimal, baik
terkait dengan respon terhadap isu yang berkembang di masyarakat maupun
dalam membuat sebuah wacana tertentu yang bermanfaat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa Al-Khairiyah harus terus berbenah agar lebih memiliki
kemampuan dan daya saing yang tinggi.
Di bidang ekonomi, Al-Khairiyah mendirikan Al-Khairiyah Mart sebagai
wujud nyata pembangunan ekonomi Al-Khairiyah di semua Kecamatan sebagai
media yang mendukung operasional Al-Khairiyah. Pada hari Jum’at tanggal 2
November 2018 Pengurus Besar Al-Khairiyah meluncurkan Al-Khairiyah Mart
sebagai wadah inkubator yang bisa dimanfaatkan oleh seluruh warga Al-
Khairiyah. Pada tahun 2018 Al-Khairiyah Mart fokus pada pelayanan kepada
santri, guru, dan warga Al-Khairiyah di lingkungan Pesantren. Selain itu Pengurus
Besar juga berusaha menstimulasi agar Al-Khairyah Mart menjadi laboratorium
untuk menciptakan produk-produk yang unggul yaitu para santri enterpreneur
dengan memanfaatkan produk lokal seperti Gipang dan Keripik.
Hasil dari Al-Khairiyah Mart sangat membantu warga Al-Khairiyah untuk
mendapatkan pendidikan gratis berupa beasiswa sampai tingkat perguruan tinggi
serta pembangunan infrastruktur yang terus bergerak maju agar lebih nyaman
digunakan sebagai penunjang pendidikan yang modern. Program Al-Khairiyah
Mart juga mendapat dukungan dari Bank BNI yang siap membiayai warga Al-
Khairiyah yang dalam masa pembinaan dengan pinjaman senilai lima juta rupiah
sampai lima ratus juta rupiah. Mas Kuncoro yang saat itu hadir sebagai kepala
bidang pemasaran menegaskan bahwa syaratnya hanya surat rekomendasi dari
Pengurus Besar Al-Khairiyah. Intinya Bank BNI siap membantu program
Ekonomi Keumatan dengan memanfaatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Keberadaan Al-Khairiyah Mart juga ditunjang dengan didirikannya
Warung Wakaf yang ditujukan untuk kesejahteraan warga Al-Khairiyah di
cabang-cabang. Warung-warung wakaf didirikan dengan syarat di atas tanah-
tanah wakaf di sekitar cabang-cabang Al-Khairiyah.
Al-Khairiyah juga membangun kerjasama ekonomi dengan pemerintah
dan swasta. Usaha ini dilakkukan oleh Al-Khairiyah agar eksistensi antar lembaga
dapat terus terjalin sebagai ajang silaturahim dan melakukan kegiatan-kegiatan
yang bermanfaat. Al-Khairiyah akhir-akhir ini lebih menjalin kerjasama dengan
Pemerintah Pusat karena dinilai lebih proaktif dibanding dengan Pemerintah
Daerah, terutama Pemerintah Daerah kota Cilegon. Hal itu terjadi karena
pemerintah dinilai tidak bersinerji dengan visi dan misi Al-Khairiyah yang lebih
memilih mengembangkan Madrasah Diniyah dalam penguatan pendidikan Islam
dibandingkan dengan model pendidikan lain yang diusung pemerintah seperti
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), dsb.
Penunjang Al-Khairiyah Mart juga dilakukan melalui pemberdayaan
lembaga-lembaga koperasi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
perekonomian warga Al-Khairiyah. Lembaga ini belum sepenuhnya berjalan di
lingkungan Al-Khairiyah, namun gerakan ke arah pembentukan koperasi sudah
mulai dibuat.
Sektor penunjang ekonomi dilakukan dengan mengembangkan
kewirausahaan baik kecil maupun menengah (UMKM). Sebagai ORMAS yang
mengedepankan kesejahteraan bagi warga Al-Khairiyah dan masyarakat, Al-
Khairiyah cenderung berfokus pada pembinaan kader-kader untuk menjadi
pengusaha. Pengalaman ketua PB di bidang usaha banyak menarik minat kader-
kader dan warga Al-Khairiyah untuk ikut serta belajar dan berfikir menjadi
pengusaha.
Beberapa usaha yang digalakkan adalah usaha kuliner dan pembinaan
menjadi pengusaha online bagi warga yang memiliki keterbatasan ruang, waktu,
dan dana. Pembinaan ini langsung di pimpin oleh ketua PB, karena merasa bahwa
pembinaan ini sangat penting khususnya untuk kader-kader millenial Al-
Khairiyah agar mampu berdiri di atas kaki sendiri di bidang finansial.
Para akademisi dari Organisasi Massa Al-Khairiyah juga mengadakan
penelitian dan pengembangan dalam bidang sosial ekonomi, baik di dalam
maupun di luar negeri yang sifatnya tidak mengikat. Usaha ini belum maksimal
progresnya, Pengurus Besar masih fokus pada pembinaan yang ada di dalam kota
Cilegon agar setidaknya memiliki bekal awal sebelum terjun ke kancah Nasional
terlebih lagi luar Negeri.
Semangat kewirausahaan bagi warga Al-Khairiyah juga disosialisasikan
meskipun baru tahap pembinaan dan arahan-arahan untuk mengembangkan diri di
dunia usaha dan tidak bertumpu semata-mata menunggu pekerjaan yang
ditawarkan dari perusahaan-perusahaan sekitar Cilegon dengan keahlian yang
terkadang tidak dimiliki. Lemahnya tingkat pendidikan ikut memberi sumbangsih
bahwa warga yang tidak memiliki keahlian yang tidak sesuai dengan kebutuhan
perusahaan agar berjuang dengan jalur kewirausahaan untuk mendukung
perekonomian keluarga.
Al-Khairiyah juga ikut mendukung diadakannya balai-balai diklat
ketenagakerjaan. Program ini selain dilakukan di lingkuangan Al-Khairiiyah juga
bekerjasama dengan stakeholder yang ada di kota Cilegon pada khususnya.
Sebab, diklat-diklat yang ada sangat berkaitan erat dengan keahlian yang
dibutuhkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di wilayah Cilegon.394
Bidang sosial sebagai penunjang pokok gerakan sosial dilakukan dengan
membentuk Tim Sepuluh untuk menjalankan program donasi. Tim Donasi
bergerak dengan prioritas utama adalah pembenahan Madrasah-Madrasah Al-
Khairiyah di seluruh cabang. Sejak berdirinya Al-Khairiyah di cabang-cabang
hampir belum pernah melakukan renovasi yang diinisiasi oleh Pengurus Besar Al-
Khairiyah sehingga kehadirannya di tengah-tengah Pengurus Cabang memberikan
energi baru yang membuat para ustadz yang mengajar lebih optimis dalam
berda’wah di tengah-tengah masyarakat.
Pada hari sabtu, tanggal 22 Desember 2018 Al-Khairiyah meluncurkan
program sosial yaitu Jum’at Shadaqah Jariyah yang diketuai oleh Rahmatullah
394
Pengurus Besar Al-Khairiyah, Integritas Al-Khairiyah Menjaga Keutuhan dan
Memajukan Bangsa dalam Bingkai NKRI dengan Spirit Ummatan Wasathan, RAKERNAS 2 PB.
Al-Khairiyah, 22-23
Safrai. Program ini diawali oleh keprihatinan Pengurus Besar terhadap kondisi
Madrasah Diniyah cabang-cabang Al-Khairiyah yang tidak terurus dengan baik.
Adanya program ini kelak dapat membantu Madrasah-Madrasah yang kondisi
sangat buruk dari segi fisik bangunan, sehingga dibutuhkan penggalangan dana
dari seluruh warga Al-Khairiyah dan pendistribusiannya dilakukan secara
langsung oleh Tim yang sudah disiapkan oleh Pengurus Besar.
Selain menyampaikan donasi kepada cabang, juga dilakukan jalinan
silaturahmi antara pusat dengan cabang dan juga melakukan sosialisasi bahwa KH
Syam’un sudah diangkat menajdi Pahlawan Nasional. Program ini dibuat sebagai
program lanjutan dari program Al-Khairiyah Mart yang intinya semata-mata
untuk menguatkan ekonomi warga Al-Khairiyah di pusat dan di cabang-cabang
Al-Khairiyah di seluruh Indonesia.
Tim Donasi juga bergerak untuk memberikan bantuan terhadap berbagai
macam bencana yang terjadi, sebagai contoh pada awal tahun 2020 bencana
terbesar yang datang menimpa warga Lebak sehingga segala upaya dikerahkan
Pengurus Besar agar bisa hadir di tengah-tengah warga yang sedang tertimpa
musibah.
Program Donasi termasuk ke dalam program unggulan Pengurus Besar Al-
Khairiyah Pasca Reformasi yang menggiatkan warga Al-Khairiyah untuk
senantiasa berbagi, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Sebagai program
utama yang manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh warga Al-Khairiyah dan
umat Islam khususnya di wilayah Banten, maka program ini akan terus
dikembangkan semaksimal mungkin agar kesejahteraan warga dapat terjamin dan
menjadi warga yang beruntung. 395
Al-Khairiyah pada prinsipnya berdiri di atas semua golongan, demikianlah
pernyataan para tokoh dan Pengurus Besar Al-Khairiyah. Sebagai sebuah
ORMAS bukan hal yang mudah menempatkan diri sebagai ORMAS yang netral
di tengah hirup pikuk panasnya politik. Tapi, konsentrasi gerakan untuk terus
membantu dan menguatkan Tim Donasi yang fokus pada Madrasah dan

395
Wawancara dengan Ali Mujahidin (Ketua PB Al-Khairiyah), 10 Januari 2020
membantu Warga Al-Khairiyah yang tidak mampu tetap didahulukan di atas
kepentingan apapun yang datang kemudian, termasuk kepentingan politik.
Usia pesta politik dipandang sebagai sebuah kejadian yang temporer,
hanya seumur jagung. Tapi, Tim Donasi akan tetap melangkah jauh ke depan
menembus periode atau masa yang tidak ada batas ruang dan waktunya.
Perbedaan pandangan para tokoh Al-Khairiyah dari sudut politik akan terus
bergulir. Namun, haluan besar Al-Khairiyah yang siap mengusung kader yang
ikut pentas di kancah politik adalah sebuah kesepakatan bersama melalui
panggilan nurani.
Warga Al-Khairiyah yang konsisten ingin membesarkan nama Al-
Khairiyah, lahir sebelum kemerdekaan di tengah-tengah ORMAS lain yang
sebenarnya lahir baru-baru ini, pasca Reformasi. ORMAS Al-Khairiyah memiliki
banyak pengalaman pahit sehingga memiliki kematangan dalam bersikap dan
menata roda organisasi yang murni untuk kepentingan umat dan bangsa Indonesia
yang diperjuangkan jauh sebelum Indonesia merdeka.
Pesona Cilegon dengan tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan telah membuka
mata dunia bahwa Cilegon sebagai sebuah kota mewarisi darah pejuang
kemerdekaan. Geger Cilegon tidak hanya menjadi frase tanpa nilai, sebab setiap
pemimpin yang datang kemudian mengangkat nama besar penggeraknya
terdahulu sebagai spirit perjuangan.
Program unggulan di bidang sosial yang sangat ditunggu warga Al-
Khairiyah adalah Klinik Al-Khairiyah yang mampu menampung sekitar 20.000
BPJS. Program pendirian klinik masih menjadi kajian Pengurus Besar mengingat
SDM secara internal yang belum memadai dan terus melakukan usaha-usaha agar
program ini dapat terwujud sesuai dengan harapan. Kelayakan dan pelayanan di
bidang kesehatan menjadi sorotan Al-Khairiyah sebab banyaknya informasi dari
warga yang mengeluh karena adanya layanan kesehatan yang belum baik,
khususnya di kota Cilegon.
Di bidang budaya pertama-tama Al-Khairiyah membangun kultur Al-
Khairiyah yang intelektual religius, integritas, nasionalis, dan moderat. 396 Dalam
gerakan sosial baru, hubungan antar gerakan-gerakan sosial dengan perubahan
struktural dan kultural dalam sekala besar menjadi perhatian khusus. 397 Warga Al-
Khairiyah sebagai Masyarakat Kultural memiliki potensi besar dalam membentuk
peradaban yang tinggi.
Beberapa program unggulan yang menjadi amanat muktamar yaitu
mengantarkan Pendiri Al-Khairiyah sebagai Pahlawan Nasional. Program besar
ini telah tercapai dan sekarang Brigjen KH Syam’un telah resmi menjadi
Pahlawan Nasional. Sosialisasi serta penyebaran foto-foto KH Syam’un telah
menyebar di sekolah-sekolah hampir di seluruh wilayah Banten sekitar Cilegon
dengan hanya mengandalkan dana dari swadaya warga Al-Khairiyah.
Program unggulan lain, yaitu mendirikan Universitas Al-Khairiyah.
Tujuan pendirian ini adalah untuk menjadikan Al-Khairiyah sebagai pusat
peradaban Islam yang berlandaskan pada kajian-kajian akademis sehingga mampu
bersaing secara elegan di segala bidang kajian ilmiah. Pendirian ini secara sah
telah diterima oleh Pengurus Besar Al-Khairiyah pada hari Minggu tanggal 24
Januari 2021.
Selain itu, amanat muktamar yang dijadikan program unggulannya adalah
mewujudkan Al-Khairiyah sebagai ORMAS Islam Nasional. Program ini juga
telah tercapai dengan baik dan Al-Khairiyah telah resmi menjadi ORMAS yang
diakui di atas kertas secara nasional. Meskipun pada pelaksanaannya sudah
berkiprah selama kurang lebih satu abad. Usaha ini dilakukan agar Al-Khairiyah
diakui secara legal sebagai organisasi dan sekaligus sebagai usaha pembenahan
agar menjadi Organisasi Massa (ORMAS) yang terorganisir dengan baik dan
dinilai profesional di kalangan umat.
Di Al-Khairiyah ada sistem organisasi yang bertujuan untuk melakukan
penguatan ideologi. Program ini menjadi sebuah program yang tersistem

396
Pengurus Besar Al-Khairiyah, Integritas Al-Khairiyah Menjaga Keutuhan dan
Memajukan Bangsa dalam Bingkai NKRI dengan Spirit Ummatan Wasathan, RAKERNAS 2 PB.
Al-Khairiyah, 20
397
Touraine, The Voice and The Eye: An Analysis of Social Movement, 77-81
khususnya di kalangan pemuda Al-Khairiyah. Sebuah Ideologi yang ditanam
sejak dini lebih tepat sasaran dan menjadi sebuah kekuatan mental para kader Al-
Khairiyah agar tidak goyah dengan tujuan utama Al-Khairiyah, sebagaimana yang
diamanatkan oleh pendiri Al-Khairiyah yaitu menegakkan panji-panji Islam dan
membela NKRI.
Sebuah impian besar Al-Khairiyah terlihat pada upaya-upaya untuk
mewujudkan diklatpim 1 juta kader Al-Khairiyah. Program ini dilakukan secara
bertahap mulai dari penguatan kader-kader basis sampai ke cabang-cabang yang
pada akhirnya menyasar kaum milenial yang masih benar-benar dapat dibentuk
dengan baik secara sistemik yang sudah dibuat polanya oleh pengurus Al-
Khairiyah. Dalam momen-momen besar para kader biasanya diundang di Gedung
Serba Guna (GSG) milik Al-Khairiyah sehingga jumlahnya yang masih eksis
masih dapat terus dipantau sebagai bahan evaluasi. Seperti undangan seribu ulama
Al-Khairiyah yang berdomisili di Cilegon dan sekitarnya. 398

C. Implikasi Reorientasi Gerakan Sosial Al-Khairiyah


Al-Khairiyah berdiri di atas kesamaan tujuan antara pemimpin pesantren
dengan warga Al-Khairiyah. Ada keharmonisan yang dikisahkan dari mulut ke
mulut dari generasi ke generasi. Kesamaan tujuan tersebut melahirkan semangat
juang untuk sama-sama menjadi sebuah bangsa yang merdeka dan dapat berdiri di
atas kaki sendiri. Para pejuang yang lahir dari Al-Khairiyah telah banyak
mengajarkan sebuah keteladanan yang sangat baik untuk pondasi awal para
generasi penerus dalam menjalankan roda organisasi Al-Khairiyah.
Pasca Reformasi merupakan momentum yang paling ditunggu oleh Al-
Khairiyah agar dapat bebas berekspresi dengan segala macam kelebihan yang
dimiliki oleh warga Al-Khairiyah di pusat maupun di cabang. Dalam sebuah teori
organisasi biasa disebut dengan kompetensi inti (core competence) sebagai modal

398
Pengurus Besar Al-Khairiyah, Integritas Al-Khairiyah Menjaga Keutuhan dan
Memajukan Bangsa dalam Bingkai NKRI dengan Spirit Ummatan Wasathan, RAKERNAS 2 PB.
Al-Khairiyah, 19-20
awal dalam rangka memproduksi sebuah produk yang unggul.399 Alumni Al-
Khairiyah memiliki keunggulan dan keunikan yang khas karena memadukan
antara pendidikan salaf dengan pendidikan modern, alumninya diterima hampir di
semua golongan, dan yang paling penting adalah dapat menjaga almamater,
sehingga masyarakat merasa bangga dengan keberadaan alumni di lingkungan
mereka.
Sumber Daya Manusia (SDM) warga Al-Khairiyah secara keseluruhan
lebih banyak dari kalangan menengah ke bawah secara ekonomi, bahkan ada yang
sampai tidak mampu menyekolahkan anaknya. Kondisi tersebut diperparah
dengan sulitnya mencari pekerjaan di dunia industri yang lebih mengutamakan
keahlian khusus bagi karyawan-karyawannya, sehinggga masyarakat setempat
hanya menjadi penonton yang baik melihat hilir mudiknya para pekerja dari
daerah lain bahkan dari negara lain.
Warga Al-Khairiyah yang mayoritas berprofesi sebagai guru Madrasah
Diniyah hidup dalam keterbatasan ekonomi. Wakil sekertaris Pengurus Besar al-
Khairiyah menjelaskan bahwa warga Al-Khairiyah sering mendapatkan
diskriminasi dari pihak Pemerintah Daerah. Seharusnya honor daerah tidak boleh
diskriminasi dan PERDA Diniyah harus konsisten.400 Kehidupan warga Al-
Khairyah yang harus diperjuangkan dengan gerakan-gerakan sosial yang mampu
mengangkat harkat dan martabat mereka sebagai umat Islam.
Implikasi reorientasi gerakan sosial Al-Khairiyah Pasca Reformasi,
utamanya terhadap warga Al-Khairiyah baik di pusat maupun cabang-cabang dan
masyarakat lain di sekitar Al-Khairiyah yang telah memisahkan diri, sedikit demi
sedikit kembali bergabung menjadi warga Al-Khairiyah. Terjalin sillatruahim
yang harmonis antara pengurus pusat dengan pengurus cabang. Sebuah gerakan
yang lahir dari tujuan mulia dapat mempererat hubungan antara anggota

399
A core competence is a bundle of skills and technologies that enables a company to
provide a particular benefit to customers. Lihat. Hamel, Gary dan C. K. Prahalad, Competing for
the Future, (Boston: Harvard Business Press, 1994), 199
400
Wawancara dengan Ahmad Munji (Wasekjen PB Al-Khairiyah), di Cilegon 07
Februari 2020
organisasi, utamanya adalah yang berkaitan dengan hubungan antara pusat dan
cabang yang selama ini berjalan sendiri-sendiri.
Undangan pengurus pusat selain pada acara Mu’tamar melahirkan rasa
sense of belonging terhadap nama besar Al-Khairiyah bagi warganya. Mereka
rindu melahirkan suasana akademisi yang begitu indah terjalin antar warga
dengan membuahkan karya-karya besar baik sebagai individu maupun organisasi.
Salah satu bentuk gerakan sosial Al-Khairiyah berupa donasi yang dibingkai
dengan program jum’at berbagi,401 telah menunjukan semangat sillaturahim yang
baik di antara warga Al-Khairiyah.
Kegiatan lain yang sangat mendukung adalah adanya Pengajian Akbar
yang diadakan oleh Pengurus Besar dalam satu bulan sekali. Kegiatan yang
menghadirkan tokoh-tokoh Al-Khairiyah seolah kembali mengulang sejarah
bagaimana mereka dulu berdiskusi dan berbagi ilmu pengetahuan dengan cara-
cara yang penuh dengan suasana kekeluargaan.
Al-Khairiyah juga membuat sebuah TV Channel di Youtube sebagai usaha
mempererat tali sillaturahim. Tokoh-tokoh dan kader-kader Al-Khairiyah
dimunculkan dan dapat diakses satu sama lain pemikiran dan da’wahnya secara
online serta dapat diakses kapanpun sesuai dengan kebutuhan. Warga Al-
Khairiyah di pusat dan di cabang dengan mudah dapat berkonsultasi dengan para
pakar yang dibutuhkan dengan demikian jalinan keilmuan terus berkembang dan
saling mengisi kekurangan yang dimiliki.
Semangat untuk membantu warga Al-Khairiyah yang tidak mumpu di
kalangan warga lainnya yang mampu kembali berkembang, sehingga terkumpul
banyak bantuan yang secara rutin disapaikan oleh Tim Sepuluh yang dibetuk oleh
Pengurus Besar Al-Khairiyah. Tim Sepuluh dengan sasaran awal yaitu
merenovasi gedung-gedung Madrasah cabang Al-Khairiyah telah membuka mata
hati setiap warga Al-Khairiyah untuk bahu membahu membantu kembali
perjuangan Al-Khairiyah dalam memerangi buta huruf Al-Qur’an, utamanya bagi
masyarakat Cilegon yang dijuluki Kota Santri. Potensi yang dimiliki Al-Khairiyah

401
Wawancara dengan Rahayu Permana (Penulis buku Sejarah Al-Khairiyah), di Cilegon
30 Januari 2020
dengan jumlah cabang yang ada di Cilegon sekitar 117 cabang, memungkinkan
Al-Khairiyah untuk bergerak di garda paling depan dalam mendidik putra-putri
umat dalam mempelajari Baca Tulis Al-Qur’an (BTQ). 402
Warga Al-Khairiyah yang di cabang-cabang merasa bangga kembali
menjadi bagian dari Al-Khairiyah, karena Al-Khairiyah Pasca Reformasi lebih
intens memikirkan nasib warganya dibandingkan dengan kepentingan politik
semata. Meskipun menurut salah seorang sejarawan yang mendalami Al-
Khairiyah menyatakan bahwa salah satu motivasi gerakan sosial Al-Khairiyah
adalah sebagai upaya menghimpun kekuatan politik,403 tidak berarti Al-Khairyah
mencampuradukkan antara kepentingan politik dengan kepentingan sosial yang
dibangun secara serius pasca Reformasi.
Warga Al-Khairiyah pada akhirnya lebih dewasa dalam menyikapi
kompleksitas kepentingan dalam organisasi masyarakat Al-Khairiyah. Tujuan
utama organisasi yang menopang kepentingan pendidikan dan da’wah telah
menjadi agenda yang menyatukan warga dan membuat hidup mereka lebih
optimis dalam menghadapi tantangan ke depan yang lebih besar.
Implikasi politik yang ditafsirkan Tilly akan menyertai sebuah gerakan
sosial baru setidaknya menjadi pelajaran berharga bahwa sebuah gerakan sosial
yang murni bertujuan mensejahterakan warganya perlu ditopang dengan
kekuasaan sebagai jalan alternatif yang lebih menjanjikan. Warga membutuhkan
sebuah keputusan yang dapat dipercaya dari Pemimpin Daerah yang dipilihnya
untuk menyerap segala aspirasi yang lahir dari harapan setiap warga.
Hasil studi lapangan secara umum menunjukkan bahwa gerakan sosial Al-
Khairiyah Pasca Reformasi mengalami reorientasi gerakan dimulai dari
kepemimpinan KH Syam’un yang melakukan kompetisi dengan Kolonial
khususnya gerakan di bidang pendidikan yang pada saat itu secara kuantitas dan
kualitas dimonopoli oleh Belanda. Rakyat biasa tidak sedikitpun diberi peluang
untuk belajar di sekolah-sekolah terbaik pada saat itu.

402
Wawancara dengan Sayuti (DPD Al-Khairiyah Cilegon), di Cilegon 30 Januari 2020
403
Wawancara dengan Rahayu Permana (Penulis buku Sejarah Al-Khairiyah), di Cilegon
30 Januari 2020
Pada zaman Orde Lama, gerakan sosial Al-Khairiyah menempatkan posisi
sebagai lawan di akhir kepemimpinan presiden Soekarno. Al-Khairiyah
bergabung dengan Partai Masyumi sebagai sebuah protes kepada penguasa untuk
memperhatikan dan mempertimbangkan keberpihakan kepada Partai Komunis
Indonesia karena akan menjadi ancaman nasional demi keberlangsungan NKRI.
Secara politik terjadi persinggungan yang besar antara Al-Khairiyah dengan
Pemerintah karena didasari oleh ideologi sebagai akar dari berdirinya Al-
Khairiyah. Sulit untuk diterima bahwa Al-Khairiyah yang berbasis Islam secara
ideologi akan bergabung dan mendukung Partai Komunis yang pada saat itu
dipertahankan oleh presiden.
Kondisi yang berbeda ketika Orde Baru berkuasa, secara organisasi Al-
Khairiyah tidak terlibat langsung baik itu mendukung maupun menolak
kebijakan-kebijakan pemerintah. Suatu tradisi baru terjadi di tubuh organisasi di
mana setiap warga Al-Khairiyah berjalan sendiri-sendiri dalam menentukan sikap.
Bahkan, secara kenggotaan banyak yang mengikuti gerakan-gerakan yang
dilakukan oleh organisasi lain seperti PII. Warga Al-Khairiyah yang memiliki
kemampuan lebih dari segi ekonomi dan intelektualitas melakukan perlawanan
dan protes kepada pemerintah di bawah naungan organisasi lain.
Secara garis besar sebelum Era Reformasi, Al-Khairiyah lebih dominan
menunjukkan sikap kritis terhadap pemerintah. Isu-isu yang dibangun adalah isu-
isu yang berkaitan dengan sikap perlawanan kepada penguasa. Terjadinya
reorientasi gerakan di mulai pasaca Reformasi. Semangat keterbukaan dan
kebebasan mengemukakan pendapat serta ekspresi pemikiran menjadi dasar
utama Al-Khairiyah melakukan pembenahan-pembenahan secara mandiri dan
mengangkat isu-isu normatif untuk mengangkat nilai-nilai kealkhairiyahan yang
selama ini terpendam.
Al-Khairiyah bangkit dan mengusung isu untuk kembali belajar mengaji
bagi warga Al-Khairiyah khususnya dan masyarkaat pada umumnya. Isu sentral
yang digagas tersebut adalah sebuah usaha mengangkat nilai-nilai ideologis yang
murni dan nilai-nilai budaya yang luhur serta tradisi hidup bermasyarakat di Kota
Santri yang berevolusi sedikit demi sedikit menjadi Kota Industri.
D. Kesimpulan
Dari hasil kajian pada bab sebelumnya menunjukan bahwa reorientasi
gerakan sosial Al-Khairiyah Pasca Reformasi dilakukan dengan mengusung isu
kembali belajar mengaji. Sinergi Al-Khairiyah pusat dengan cabang-cabangnya
menunjukan kemajuan kolektif dari sebuah organisasi yang telah lama berjalan
tanpa arah. Tingkat kepercayaan cabang-cabang terhadap kepemimpinan
Pengurus Besar semakin tinggi yang melahirkan optimisme untuk maju bersama
dalam tali persaudaraan (ukhuwah) Al-Khairiyah sebagai organisasi perjuangan
yang melahirkan banyak pejuang-pejuang bangsa, negara, dan agama.
Pasca Reformasi Al-Khairiyah lebih memilih melakukan pembenahan diri
warga Al-Khairyah agar hidup lebih sejahtera terutama di bidang ekonomi dan
pendidikan. Selanjutnya, Al-Khairiyah sebagai sebuah organisasi yang mapan dan
penuh dengan pengalaman melakukan usaha-usaha untuk menempatkan para
kader agar duduk di pemerintahan. Sekecil apapun dari peluang politik yang ada
diambil dengan tujuan serta untuk merealisasiskan program-program organisasi
yang utamanya menginginkan ajaran Islam kembali digeluti dengan baik.
Cilegon sebagai pusat organisasi Al-Khairiyah dinilai warga Al-Khairiyah
masih terkategori tertinggal dari segi ekonomi dan pendidikan. Usaha kuat ingin
membenahi kondisi masyarakat di Cilegon akhirnya mengubah gerakan sosial
yang semata-mata di bidang da’wah ke arah gerakan yang memiliki haluan politik
karena diyakini maslahatnya akan lebih besar dalam mencapai program-program
organisasi. Namun, tujuan pokok dari gerakan sosial Al-Khairiyah adalah tetap
dan konsisten menginginkan masyarakat tetap belajar mengaji dengan fasilitas
yang layak.
Warga Al-Khairiyah telah berhasil melakukan setidaknya tiga bentuk
reorientasi gerakan, yaitu rekonstruksi metode da’wah Al-Khairiyah,
refungsionalisasi nilai-nilai dasar organisasi, dan transformasi ide, gagasan, serta
wacana gerakan keumatan yang populis di tengah-tengah masyarakat yang plural.
Metode da’wah yang semula hanya dilakukan secara tradisional yaitu dengan
mengadakan majelis ta’lim dan ceramah, sekarang telah mengikuti trend melalui
tulisan dan memanfaatkan media online yang lebih modern. Al-Khairiyah
mendirikan TV Channel Al-Khairiyah di Youtube sebagai usaha memperluas
jaringan da’wah sehingga menyentuh kaum milenial yang lebih banyak bergelut
di dunia maya dari pada mendatangi majelis-majelis ta’lim dalam memperdalam
pengetahuan mereka di bidang keagamaan atau kerohanian.
Nilai-nilai dasar Al-Khairiyah dalam berorganisasi adalah
mempertahankan tradisi musyawarah secara berkala baik bulanan maupun
mingguan dalam bentuk rapat-rapat resmi atau hanya dalam kelompok-kelompok
kecil. Hal tersebut kembali digencarkan untuk mempererat ukhuwah warga Al-
Khairiyah dan sebagai sarana dalam mengarahakan gerakan Al-Khairiyah agar
tepat sasaran. Demikian halnya dengan ide utama, gagasan, dan wacana, serta
gerakan Al-Khairiyah lebih mengarah kepada pembenahan ekonomi dan kondisi
pendidikan warga Al-Khairiyah. Dua hal yang menjadi fokus gerakan
diperjuangkan agar menjadi umat yang mandiri.
Tipologi Arbele yang menjelaskan bentuk-bentuk gerakan sosial menjadi
bentuk gerakan yang bersifat normatif atau lebih tepat disebut sebagai gerakan
moral, sementara gerakan sosial Al-Khairiyah setelah melewati tahap institusional
bergerak ke arah Gerakan Perlawanan Politis sebagai bentuk khas gerakan sosial
Al-Khairiyah. Perlawanan Politis menjadi bagian dari gerakan sosial baru sebagai
pemanfaatan peluang khususnya Pasca Reformasi. Hal tersebut sesuai dengan
Teori yang dinyatakan oleh Charles Tilly.
Implikasi reorientasi gerakan sosial Al-Khairiyah Pasca Reformasi,
utamanya terhadap warga Al-Khairiyah baik di pusat maupun cabang-cabang dan
masyarakat lain di sekitar Al-Khairiyah, antara lain: Kembali aktifnya cabang-
cabang Al-Khairiyah sebagai satu organisasi yang terpusat di Cilegon, terjalin
sillatruahim yang harmonis antara pengurus pusat dengan pengurus cabang,
munculnya semangat untuk membantu warga Al-Khairiyah yang tidak mumpu di
kalangan warga lainnya yang mampu, sehingga terkumpul banyak bantuan yang
secara rutin disampaikan oleh Tim Sepuluh yang dibetuk oleh Pengurus Besar Al-
Khairiyah, dan warga Al-Khairiyah yang di cabang-cabang merasa bangga
kembali menjadi bagian dari Al-Khairiyah karena Al-Khairiyah Pasca Reformasi
lebih intens memikirkan nasib warganya dibandingkan dengan kepentingan politik
semata. Hal itu membuat cabang-cabang yang telah memisahkan diri sedikit demi
sedikit kembali bergabung menjadi warga Al-Khairiyah.
Usaha Al-Khairiyah untuk memanfaatkan peluang politik tidak lepas dari
keinginan besar agar program-program yang berorentasi kepada kesejahteraan
warga dapat tercapai lebih cepat dan terarah. Kebijakan-kebijakan Pemerintah
Daerah (PEMDA) dinilai tidak memihak kepada kepentingan masyarakat menjadi
dorongan kuat untuk memasukkan kader-kader terbaik Al-Khairiyah agar
berkiprah di dunia politik.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Adams, Lewis Mulford dan C. Ralph Taylor, News Master Pictorial
Encyclopedia; A Concicet and Comprehensive Reference Work, New
YorK: Books Inc Publusher’s, t.th.
Alamsyah, Andi Rahman, ed. Gerakan Pemuda Ansor dari Era Kolonial hingga
Pasca Reformasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2018
Alavi, Zianuddin, Islamic Educational Thought in Middle Ages, India: Hederabat,
1983.
Ali, Mufti dkk, Biografi KH. Syam’un, Serang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Banten, 2015
Al-Qardlawi, Yusuf, Metode dan Etika Pengembangan Ilmu Perspektif Sunnah,
Penerjemah, Kamaludin A Marzuki, Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset, 1991.
Arief, Ahmad Rifa’i, Khutbah Pekan Perkenalan, Tangerang: Pon-Pes Daar El-
Qolam, 1993
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
Badudu, J.S., Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia, Jakarta:
Kompas, 2003.
Bagus, Lorens, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia, 2002.
Binder, Lonard, Islamic Lliberalism, Penerjemah: Imam Muttaqin, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001.
Burns, James MacGregor, George R. Goethals dan Dr. Georgia L. Sorenson,
Encylcopedia of Leadership, London: Sage Publications, 2004
Cohen, Jean L, Class and Civil Society: The Limits of Marxian Critical Theory,
Amherest: Massachusett Press, 1982.
Darajat, Zakiah, dkk, Perbandingan Agama. Jakarta: Direktoran Pembinaan
perguruan Tinggi Agama Islam, 1982
Daulay, Haidar Putra, Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2007.
Dillistone, F.W, The Power of Symbol, Daya Kekuatan Simbol, Penerjemah: A.
Widyamartaya. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, Jakarta:
PT. Gramedia, 1979.
Effendi, H.M Yoesoef, Riwayat Hidup Kyai H. Mas Muchammad Arsyad Thawil.
Yayasan Pendidikan Al-Chasanah
Esposito, John L. (ed.) Ali Syariati; Ideolog Revolusi Iran, Jakarta: Rajawali,
1987.
Faisal, Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial, Dasar-dasar, dan Aplikasi.
Jakarta: RajaGrafindo, 1995.
Faisal, Sanapiah, Penelitian Kualitatif;Dasar-Dasar dan Aplikasinya. Malang:
Yayasan Asih Asah asuh, 1990.
Fakih, Mansoer, Masyarakat Sipil Untuk Transformasi Sosial, Pergolakan
Ideologi LSM Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Fauzi, Noer, Memahami Gerakan–Gerakan Rakyat Dunia Ketiga,Yogyakarta:
Insist Press, 2005.
Federspiel, Howard M, Persatuan Islam, Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX,
Penerjemah: Yudian W Asmin dan Afandi Mochtar. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1996
Gaffar, Affan, “Islam dan Negara sebagai bahan kajian” Islam dan Negara dalam
Politik Orde Baru, Abdul Aziz Thaba, Yogyakarta: Gema Insani Press,
1996.
Garna, Judistira K, Teori-Teori Perubahan Sosial, Bandung: Program
Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, 1992.
Geertz, Clifford, Tafsir Kebudayaan, Penerjemah: F. Budi Hardiman. Yogyakarta:
Kanisius, 1992.
Geuss, Raymond, The Idea of A Critical Theory, Habermas & the Frankfurt
School, Cambridge: Cambridge University Press, 1981
Ghazali, Adeng Muchtar, Agama dan Keberagamaan dalam konteks
Prebandingan Agama, Bandung: Pustaka Setia, 2004
Giddens, Anthony, The constituition of Society: Outline of the Theory of
Structuration. USA: University of California Press, 1986.
Giddens, Anthony, Sociology, Cambridge: Polity Press, 2006.
Hardiman, F. Budi, Kritik Ideologi: Pertautan Pengetahuan dan Kepentingan,
Yogyakarta: Kanisius, 1990.
Haynes, Jeyf, Demokrasi dan Masyarakat Sipil Dunia Ketiga, Gerakan Politik
Baru Kaum Terpinggir, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000.
Henslin, James M, Sosiologi dengan Pendekatan Membumi, Penerjemah:
Komanto Sunarto, Jakarta: Erlangga, 2007
Hirschman, Albert. O, Stretegi Pembangunan Ekonomi, Penerjemah: Paul
Sitohang, Jakarta: PT. Dia Rakjat, Yayasan Dana Buku Indonesia, 1970.
Hoffer, Hoffer, Gerakan Massa, Penerjemah, Masri Maris, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1993
Hoofer, Kennert R, Economy as Ideology, Oxford: Rowman dan Littlefield Pub,
2003.
Horton, Paul B dan Chester L. Hunt, Sociology, New York: McGraw-Hill Book
Company, 1980.
Jary, Julia dan David Jary, Collins Dictionay of Sociology, HarperCollins
Publishers, 1995
Larana, Enrique, New Social Movements From Ideology to Identity, Philadelphia:
Temple University Press, 1994
Johnston, Hank, What is a Social Movement, USA: Polity, 2014
Juliadi dkk, Ragam Pusaka Budaya Banten, Serang: Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Serang, 2005.
Jurdi, Syarifuddin, Sosiologi Islam dan Masyarakat Modern: Teori, fakta dan aksi
sosial, Jakarta: Kencana, 2010
Kahmad, Dadang, Metode Penelitian Agama. Bandung: Pustaka Ilmu, 2000.
Kahmad, Dadang, Wawasan Agama Madani sebuah keniscayaan sosiologis
dalam bangsa majemuk, Bandung: Majelis Pustaka dan Informasi PW
Muhammadiyah Jawa Barat, 2017
Kamal, Mustafa dkk, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam, Yogyakarta:
Persatuan Yogyakarta, 1988.
Kartenegara, Mulyadhi, Islam buat yang pengen tahu, Jakarta: Erlangga, 2007.
Koentjaraningrat, Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1994.
Kartodirdjo, Sartono, The Peasants Revolt of Banten in 1888, Springer Science
Business Media, 1966
Kontowijoyo, Identitas Politik Umat Islam, Bandung: Mizan, 1997.
Kornblum, William dan Carolyn D Smith, Sociology in a changing world, New
York: Thomson Wadsworth, 2008
Kruyt, A.C, Keluar dari Agama Suku masuk ke Agama Kristen, Penerjemah: Th.
Van den End, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, t.th
Laclau, Ernesto dan Chantal Mouffe, Hegemony and Socialist Strategy: Towards
A Radical Democratic Politics, London: Verso, 2001
Le Bon, Gustave, The Crowd, London: Dover Publications, 2002
Nolan, Patrick dan Gerhard Lenski, Human Societies: An Introduction to
Maerosociology, Kogakusha: Paradigm Publishers, 2008
Calhoun, Craig, Sociology in America A History, London: The University of
Chicago Press, 2007
Lofland, John Protest, Studies of Collective Behaviour and Social Movements,
New York: Routledge, 1985
Ma’luf, Louis, Al-Munjid Fi Al-Lughah, Bairut: Dar al-Masyriq, 1977
Maftuh, Lembaga Pendidikan Al-Khairiyah di Banten (1916-1942): Pendekatan
Sejarah Sosial, Disertasi, Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2015
McAdam, Doug dan David A. Snow, Social Movement: Reading on their
emergence, mobilization and dinamic. US: Roxbury Publishing
Company, 1997.
McAdam, Doug Sidney Tarrow, dan Charles Tilly, Dynamic of Contention, New
York: Cambridge University Press, 2001.
McAdam, Doug, John D. McCarthy, Mayer N. Zald (eds.), Comparative
Perspectives on Social Movements, Political Opportunities, Mobilizing
Structures, and Cultural Framings, New York: Cambridge University
Press, 1996
Misel, Robert, Teori Pergerakan Sosial, Yogyakarta: Resist Book, 2004.
Moleong, Lexsy J, Metode Penelitian Kualitatif; Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2010
Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1998.
Morehead dan Griffin, Organizational Behavior “Managing People and
Organization, Boston: Houghton Mifflin Company, 1995
Mortimer, Edward, Islam dan Kekuasaan, Penerjemah, Enna Hadi dan Rahmani
Astuti, Bandung: Mizan, 1984.
Mouffe, Chantal, The Return of The Political, London: Verso, 1993
Mudzhar, H.M. Atho, Perguruan Islam Al-Khairiyah Menatap Masa Depan,
Makalah, Sarasehan Himpunan Pemuda Al-Khairiyah, GSG Al-
Khairiyah, Cilegon, 19 Februari 2005
Mudzhar, HM Atho, Santri Taruna Islam Al-Khairiyah Mengwal Daya Saing dan
Kader Kepemimpinan Bangsa, Makalah pada Rakernas PB Al-Khairiyah,
Cilegon, 25 Februari 2017
Muhadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, Edisi III. Yogyakarta: Pilar
Media, 1996.
Nafi, M. Zidni, Menjadi Islam Menjadi Indonesia, Jakarta: Quanta, 2018.
Nasr, Seyyed Hossein, Ideals and Realities of Islam, London: Aquarian, 1994.
Nasution, Harun, Pembaharuan dalam Islam Sejaraha Pemikiran dan Gerakan,
Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Nasution, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksaran, 1994.
Nata, Abduddin, Studi Islam Konprehensif, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2011.
Osborne, David dan Peter Plastrik, Banishing Bureaucracy: The Five Strategies
for Reinventing Government, Massachusetts: Adison-Wesley, 1997
Outhwaite, William, Kamus Lengkap Pemikiran Sosial Edisi ke-2, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008.
Hamel, Gary dan C. K. Prahalad, Competing for the Future, Boston: Harvard
Business Press, 1994
Pals, Daniel L, Seven Theories of Religion, Penerjemah. Inyiak Ridwan Muzir dan
M. Syukri. Jogjakarta: IRCiSoD, 2012.
Pengurus Besar Al-Khairiyah 2000-2005, Buku Pedoman Organisasi, Cilegon:
PB Al-Khairiyah, 2003
Pengurus Besar Al-Khairiyah 2016-2021, Integritas Al-Khairiyah Menjaga
Keutuhan dan Memajukan Bangsa dalam Bingkai NKRI dengan Spirit
Ummatan Wasathan, Rakernas 2 PB. Al-Khairiyah, Cilegon: PB Al-
Khairiyah, 2019
Avolio, Bruce J. dan Bernard M. Bass, Developing Potential Across a Full Range
of Leadership TM, Cases on Transactional and Transformational
Leadership, London: Psychology Press, 2001
Permana, Rahayu, Kyai Haji Sjam’un (1883-1949) Gagasan dan Perjuangannya,
Yogyakarta: Eja_Publisher, 2016
Permana, Rahayu, Sejarah Al-Khairiyah, Cilegon: PB Al-Khairiyah, 2017
Perwiranegara, Alamjah Ratu, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama.
Jakarta: Departemen Agama, 1982.
Porta, Wladimiro della and Vittorio Diani, Social Movement: An Introduction
(Second Edition), Oxford: Blackwell Publishing, 2006.
Pulungan, Amalia dan Abimanyu, Roysepta, Bukan Sekedar Anti Globalisasi,
Jakarta: IGJ dan WALHI, 2005.
Putra, Fadhillah dkk, Gerakan Sosial, Konsep, Strategi, Aktor, Hambatan dan
Tantangan Gerakan Sosial Di Indonesia, Malang: PlaCID’s dan
Averroes Press, 2006.
Qardhawi, Yusuf, Al-Shahwah Al-Islamiyah bain Al-Juhud wa Al-Tatharuf,
Penerjemah: Hawin Murthado, Solo: Era Intermedia, 2004.
Qiraati, Muhsin, Membangun Agama, Penerjemah, MJ. Bafaqih dan Dede Anwar
Nurmansyah, Bogor: Cahaya, 2004.
Qodir, Zuly, Islam Liberal: Paradigma Baru Wacana dan Aksi Islam Indonesia,
Yogyakarta: Pustaka pelajar, 2003.
Rachman, Budhy Munawar, Sekularisme, Libealisme, dan Plurasime, Islam
Progresif dan Perkembangan Diskursusnya, Jakarta: Grasindo, 2010.
Raharjo, M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik
Bangsa – Risalah Cendikiawan Muslim. Bandung: Mizan, 1999.
Sadikin, Perlawanan Petani dan Konflik Agraria Dalam Diskursus Gerakan
Sosial, t.p:t.t, 2004.
Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Bandung: CV
Mandar Maju, 2009
Sihotang, Nurfin, Tafsir Al-Ayat Ad-Da’wah ila Allah, Padang: Rios Multicipta,
2012
Singh, Bilveer dan Zuly Qodir, Gerakan Islam Non Mainstream dan Kebangkitan
Islam Politik di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015
Singh, Rajendra, Gerakan Sosial Baru, Yogyakarta: Resist Book, 2010
Situmorang, Abdul Wahab, Gerakan Sosial; Studi Kasus Beberapa Perlawanan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajara, 2007.
Smith, Christian (ed), Disruptive Religion The Force of Faith In Social Movement
Activism, New York: Routledge, 1996
Smith, Christian, The emergence of liberation theology: radical religion and
social movement theory, United States: The university of Chicago press,
1991.https://books.google.co.id/books?id=I_XnJF4aYOgC&printsec=fro
ntcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage&q&f=f
alse
Soeprapto, H.R. Riyadi, Interaksionisme Simbolik, Perspektif Sosiologi Modern,
Jakarta: PT. Pustaka Pelajar dan Averoes Press Malang, 2001.
Sudarsono, Juwono (ed), Pembangunan Politik dan Perubahan Politik, Jakarta:
Gramedia, 1976.
Sugiyono, Metode Peneliatain Pendidikan Pendekatan kwantitatif, kwalitatif, dan
R &D. Bandung: Alfabeta, 2012.
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta,
2012.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2010.
Sukwati, Bambang, Raja Mogok RM Soerjopranoto, Jakarta: Hasta Mitra, 1983.
Surur, Thaha Abdul Baqi, Imam Al-Ghazali Hujjatul Islam, Penerjemah, LPMI,
Solo: CV Pustaka Mantiq, 1988
Susanto, Astrid S dan Sunarto, Masyarakat Indonesia Memasuki Abad Ke Dua
Puluh Satu, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1998.
Suseno, Franz Magnis. Pemikiran Karl Marx, Jakarta: Gramedia, 1999.
Syam’un, Hikmatullah A, Prinsip Dasar Pengabdian Al-Khairiyah, Cilegon: PB
Al-Khairiyah, 2014
Syarbaini, Syahrial, Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2001.
Tarrow, Sydney, Power in Movement: Social Movement and Contentious Politic,
New York: Cambridge University Press, 2011
Tihami, H.M.A, Realitas al-Khairiyah di Tengah-tengah Transformasi
Masyarakat Indonesia, Makalah, Simposium dan Kongres I Pemuda
Pelajar al-Khairiyah Se-Indonesia, Cilegon: tanggal 29-31 Desember
1992
Tilly, Charles, “Social Movement and National Politics,” State-Making and Social
Movements: Essay in History and Theory, eds. Charles Bright and Sandra
Harding, Ann-Arbor Michigan: University of Michigan Press.
Tilly, Charles, Louse Tilly and Richard Tilly, The Rebellious Century, 1830-1930,
Cambridge: Harvard University Press, 1975
Tilly, Charles, Social Movement 1768-2004, London: Paradigm Publishers, 2004
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991.
Tim Penyusun Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991
Touraine, Alain, The Self Production of Society. Chicago: University of Chicago
Press, 1977.
Touraine, Alain, The Voice and The Eye: An Analysis of Social Movement,
Cambridge: Cambridge University Press, 1981
Touraine, Alain, The Workers Movement, Cambridge: Cambridge University
Press, 1987.
Touriane, Alain, The Post-Industrial Society, New York: Random House, 1971
Usman, Suparman Usman, Pemberlakuan Syariat Islam di Banten, Serang: MUI
Banten, 2003.
Waat, William Montogomery, Islamic Fundamentalism and Modernity,
Penerjemah: Kurnia Sastrapraja dan Badiri Khaeruman, Bandung:
Pustaka Setia, 2003.
Walgito, Bimo, Psikologi Sosial, Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2003
Yahya, Azril dan Sugiarto Wakhid, Agama dalam Dimensi Sosial dan Budaya
Lokal. Jakarta: Departemen Agama, 1997.
Yumitro, Ganda “Model dan Perkembangan Gerakan Revivalisme Islam di
Indonesia Pasca Reformasi,” Tantangan Sosial Politik Era Kekinian
Kolaborasi Pemikiran Berbagai Perspektif, diedit oleh Winda Hardyanti
dan Demeiati Nur Kusumaningrum, Yogyakarta: Gre Publishing, t.th
Zed, Mestika dan Ibnu Wahyudi, Perlawanan Seorang Pejuang, Ahmad Husein,
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001
Zubir, Zaiyardam, Radikalisme Kaum Terpinggir: Studi Tentang Ideologi, Isu,
Strategi dan Dampak Gerakan, Yogyakarta: Insist Press, 2002.
Majalah dan Jurnal
Abror, M Muchlas, “Muhammadiyah dan Kesatuan”, Suara Muhammadiyah, 19
(1-15 Oktober 2013): 26
Ali, Mufti, “Sang Pendiri al-Azhar Asia Tenggara”, Suara Al-Khairiyah, 5 (Mei-
Juni 2014): 8-9
Arifin, Syamsul, “Al-Khairiyah Merespon Tantangan Jaman”, Suara Al-
Khairiyah, 2 (November-Desember, 2013): 4-6
Armstrong, Elizabeth A, “Culture, Power, and Institutions: A Multi-Institutional
Politics Approach to Social Movements”, Sociological Theory, 26:1
(Maret, 2008): 74-94
Benford R dan Snow DA, “Framing Process and Social Movement: An Overview
and Asssesment” Annual Review of Sociology, 26 (2000): 611-639
Gol A Gong tularkan semangat menulis kepada MABA STIE Al-Khairiyah,
Suara Al-Khairiyah, 1 (September-Oktober 2013): 13
Hafis Azhari, “Pesantren Bertransformasi”, Suara Al-Khairiyah, 7 (Januari-
Februari 2015): 4-6
Jurdi, Syarifuddin “Gerakan Sosial Islam: Kemunculan Eskalasi, Pembentukan
Blok Politik, dan Tipologi Artikulasi”, Politik Profetik, 1:1 (2013)
Mahmduddin, ”Formalisme Agama dalam Perspektif Gerakan Sosial”, Jurnal
Diskursus Islam, 3:1, (2015): 37-49
McCarthy, John D., dan Mayer N. Zald, “Resource Mobilization and Social
Movement: A Partial Theory”, American Journal of Sociology, 82:6 (Mei
1977): 1212-1241
Meriati, “Gerakan Sosial Keagamaan Berbasis Masjid”, Kontekstualita, Jurnal
Penelitian Sosial dan Keagamaan, 32:2 (Desember, 2016)
Muhtadin, “Dampak Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terhadap
Eksistensi Madrasah Aliyah”, Suara Aliyah, 5, (Desember 1998-Januari
1999)
Mulya, Nandy, “Sejarah, Agama, dan Pendidikan di Mata Seorang Nandy
Mulya”, Suara Al-Khairiyah, 7 (Jan-Feb 2015): 11-13
Muslih, Aguslani, “Integrasi Kurikulum Pesantren ke dalam Madrasah Aliyah”,
Suara Aliyah, 5, (Desember 1998-Januari 1999)
Padmo, Soegijanto, “Gerakan Pembaharuan Islam Indonesia dari Masa ke Masa”,
Humaniora, 19:2 (2007): 151-160
PB Al-Khairiyah Gelar Seminar Rekonstruksi Peradaban Banten, Suara Al-
Khairiyah, 6 (Juli-Sep 2014): 17
Qorib, Muhammad, “Nyawa Agama tak Terhingga”, Suara Muhammadiyah, 19,
(Oktober, 2013): 48-49
STIKOM Al-Khairiyah Selenggarakan WorkShop Penelitian Ilmiah, Suara Al-
Khairiyah, 6 (Juli-Sep 2014): 17
STIT Al-Khairiyah Gelar ACSA, Suara Al-Khairiyah, 2 (Nov-Des 2013): 12
Sugiri, Ahmad, “Proses Islamisasi dan Percaturan Politik Umat Islam di
Indonesia”, Al-Qalam, 59 (November 1996):
Syam’un, Hikmatullah A, “Brigjen KH Syam’un”, Suara Al-Khairiyah, 5 (Mei-
Juni 2014): 6-7
Syam’un, Hikmatullah A, “Didirikan oleh Brigjen KH Syam’un di Jaman
Penjajahan”, Suara Al-Khairiyah, 1 (September-Oktober 2013): 21-22
Syam’un, Hikmatullah A, “Mempertahankan Eksistensi RI di Banten”, Suara Al-
Khairiyah, 5 (Mei-Juni 2014): 12-13
Syam’un, Hikmatullah A, “Refleksi 90 Tahun:Sebuah Perenungan Quo Vadis Al-
Khairiyah”, Suara Al-Khairiyah, 8 (Maret-September 2015): 23
Tihami, H.M.A, “Hormat Sang Guru pada Gurunya”, Suara Al-Khairiyah, 8
(Mar-Sept, 2015): 11-13
Tihami, H.MA, “Qolam, Kalam dan Senapan”, Suara Al-Khairiyah, 5, (Mei-Juni
2014): 10-11
Tilly, Charles, “Social Movement and (all sorts of) other political interactions-
local, national, and international – including identities”, Theory and
Society, 27:4 ( Agustus, 1998): 453-480
Touraine, Alain, “An Introduction to the Study of Social
Movements”, Social Research, 52:4, (1985): 749-787
Touraine, Alain, “Social Movements: Participation and Protests”, Scandinavian
Political Studies, 10:3, (1987):207-222.
Yurianto, Merdi, “Media Audio Visual sebagai Alternatif Pengajaran Teori
Olahraga yang Efektif”, Suara Aliyah, 5, (Desember 1998-Januari 1999)

Surat Kabar
Jalan Memupus Radikalisme terhadap faktor-faktor yang paling mendorong
berkembangnya radikal bernuansa agama di Indonesia, Kompas, Jakarta,
9 Mei 2011
Mursid, Fauziah dan Andrian Saputra, “Wapres Minta NU Ikut Perbaiki
Muamalah”, Republika, Jakarta, 2 Maret, 2019
Ormas Islam Angkat Suara, Republika, Jakarta, 20 Desember, 2018
Sastra, Ahmad, “Ulama dan Pesantren”, Republika, Jakarta, 22 Maret 2017
Umat diminta Menahan Diri, Republika, Jakarta, 16 Maret 2019

Internet
Habib, Zaimul Haq Elfan. https://merahputih.com/post/read/pro-kontra-asas-
tunggal-pancasila. Diakes pada tanggal 09 September 2020
http://dictio.id. Diakses pada tanggal 10 Januari 2019 pukul 12.12 WIB.
http://liputanbanten.co.id/12/03/2019/ diakses pada tanggal 15 April 2019 pukul
01.15 WIB
https://diankurniaa.wordpress.com/2011/05/29/potret-gerakan-sosial-keagamaan-
di-indonesia-studi-deskriptif-organisasi-muhammadiyah-dan-nu. Diakses
pada tanggal 11 Januari 2019 pukul 12.00 WIB
https://economy.okezone.com/read/2019/ diakses pada tanggal 07 September
2020 pukul 10.00 WIB
https://kbbi.web.id/ideologi. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2020 pukul 11.30
WIB
https://www.universitaspsikologi.com/2020/02/pengertian-deprivasi-relatif.html.
Diakses pada tanggal 14 September 2020 pukul 22.00 WIB
Iqbal, A.M https://www.youtube.com/watch?v=6X6nHCjXnXg&t=946s. Diakses
pada tanggal 21 Oktober 2020 pukul 19.00. WIB.
Researchgate.net
Santoso, Purwo, https://www.youtube.com/watch?v= uOyPGbJERIQ&feature=
youtu.be.Diakses pada tanggal 21 Oktober 2020 pukul 21.00 WIB
Savirani, Amalinda, https://www.youtube.com/watch?v=nEh0pphzva4. Diakses
pada tanggal 21 Oktober 2020 pukul 19.30 WIB
Syam’un, Alwiyan Qosyid. https://faktabanten.co.id/blog/2019/02/13/dasar-
pemikiran-gerakan-al-khairiyah. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2020
pukul 10.00 WIB.
Syamsuddin Haris, https://youtube.be/BmHy7IAeepk. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2020 pukul 21.34. WIB

Wawancara
Ade Imun Romadhan, M.Pd (Sekretaris DPD Al-Khairiyah Cilegon) di Cilegon
10 Oktober 2020
Ahmad Munji, M.Pd (Wasekjen PB Al-Khairyah) di Cilegon 07 Februari 2020
Dr. K.H. Chatib Rasyid, MH (Tokoh Al-Khairiyah) di Cilegon 12 Februari 2019
Dr. Rahayu Permana (Penulis buku Sejarah Al-Khairiyah) di Cilegon 30 Januari
2020
Drs. K.H. Hikmatullah Jamud, M.S.I ( Tokoh Al-Khairyah) di Cilegon 19
Desember 2018
Drs. K.H. Nawawi Sahim (Sekertaris Umum PB Al-Khairiyah) di Cilegon, 03
Desember 2018
Drs. K.H. Syahwandi Damiri, MM (Tokoh Al-Khairiyah) di Cilegon 08 Februari
2019
Faizuddin, M.Pd (Staf PB Al-Khairiyah) di Cilegon 29 September 2020
H. Abduh Razak (Tokoh Al-Khairiyah) di Cilegon 24 Januari 2019
Humaedi, M.Pd.I (Alumni Al-Khairiyah Cabang), di Cilegon 21 Oktober 2020
Ismatullah (Ketua DPD Al-Khairiyah Cilegon) di Cilegon 27 Oktober 2020
K. Alwiyan Qasid Syam’un (Pembina PB Al-Khairiyah) di Cilegon 15 Maret
2019
K.H. Ali Mujahidin S.H.I., MM (Ketua Umum PB Al-Khairiyah) di Cilegon 10
Januari 2020
KH Muktilah, M.Pd (Tokoh Al-Khairiyah), Cilegon 5 November 2019
KH. Nawawi Sahim (Sekertaris Umum Pengurus Besar Al-Khairiyah), di Cilegon,
3 Desember 2018
M. Ja’far Shodiq, S.Pd.I ( Cabang Lampung) Via on Line 21 Oktober 2020
Nanang Umar Nafis, MM (Tokoh Al-Khairiyah) di Cilegon 18 Agustus 2020
Prof. Dr. KH. HMA Tihami, MA (Tokoh Al-Khairiyah) di Cilegon 31 Juli 2019
Sayuti, M.Pd (Ketua DPD Al-Khairiyah Cilegon) di Cilegon 05 Februari 2020
Ust. Hasbunah (Tokoh Masyarakat Taman Baru, Alumni Al-Khairiyah) di
Cilegon 20 Desember 2019
RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap, Rafiudin, dilahirkan di Serang 19 Juli 1980


sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari perkawainan bapak Sapuri dan Ibu
Rapiah. Bertempat tinggal di Link. Sondol Wetan Rt/Rw 01/02, No.12.
Keluarahan Taman Baru, Kecamatan Citangkil, Kota Cilegon, Banten.
Pendidikan formal yang pernah ditempuh adalah Sekolah Dasar di SDN
Kosambironyok Anyer (lulus tahun 1993), MTS dan MA di Pondok Pesantren
Daar El-Qolam Gintung Balajara Tangerang (lulus tahun 1999), pendidikan S1 di
tempuh di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Fakultas Ushuluddin Prodi
Tafsir Hadits (lulus tahun 2003), dan pendidikan S2 di tempuh di Universitas
Indonesia Program Pascasarjana Prodi Kajian Timur Tengah dan Islam (lulus
tahun 2006), kemudian pendidikan S3 di tempuh di Pascasarjana UIN Sunan
Gunung Djati Prodi Religious Studies (lulus tahun 2021).
Sejak tahun 1999 penulis aktif mengajar dimulai dari pengabdian
mengajar di almamater Pon-Pes Daar El-Qolam selama dua tahun (1999-2001),
mengajar di Primagama Jakarta selama dua tahun (2003-2005), mengajar di
Universitas Muhammadiyah Jakarta selama setahun (2006-2007), dan terakhir
mengajar mulai tahun 2006 sampai hari ini di STIKOM yang sekarang berubah
menjadi Universitas Al-Khairiyah Cilegon sejak Desember 2020.

Anda mungkin juga menyukai