Jajat Burhanudin
•
"Ulomo don Kekuosoon adalah sebuah karya londmorkyang mengungkapkan pergumulan eltte
Muslim secara komprehensif sejak akhir abad ke 19 sampai dekade awal abad ke·20, bahkan
menJangkau era kontemporer. Karya ini memberi sumbangan slgnifikan ke arah pemahaman leblh
baik dan akurat tentang arkeolog, Islam Indonesia kontemporer.•
-Azyumardi Azra
D reklur Sekolah Pascasal)ilna Uni,e,s1tas Islam Negeri Syar,! hidayatullah fUfN), Jakarta
•
PENERBIT MIZAN: KHAZANAH ILMU.ILMU ISLAM
adalah salah satu lini produk (product line} Penerbit Mizan yang
menyajikan informasi mutakhir dan puncak-puncak pemikiran dari
pelbagai aliran pemikiran Islam.
Jajat Burhanudin
,...
n,zan
Kl li\/i\N1\I I II , \\l, II ,l\\l 11\1,\,\\
HYu¼�
Pergumulan Elite Muslim dalam Sejarah Indonesia
Penulis: Jajat Burhanudin
ISBN: 978-979-433-691·5
Di distribusikan oleh:
.l11lZaD.
di/litali,,&�
V
Jajat Burhanudin
Jakarta, 2012
vi
ISi BUKU
1. Pendahuluan II
• Tujuan I 6
• Argumen Teorecis I 8
• Susunan Buku J 11
vii
Jajat Burhanudin
VIII
lsi Buku
ix
Jajat Burhanudin
X
DAFTAR SINGKATAN
XI
Jajat Burhanudin
xii
1
PENDAHULUAN
1
Jajat Burhanudin
2
Pendahuluan
3
Jajat Burhanudin
4
Pendahuluan
5
Jajat Burhanudin
Tujuan
MESKI ada banyak kontribusi dari studi sebelun1nya, satu hal sangat
pencing uncuk dikaji lebih jauh, yang berhubungan dengan proses
historis yang celah membekali ulama dengan modal kulcural dan
sosial agar recap bercahan di Indonesia masa kini. Perlu direkankan,
semua karya terdahulu menyoroti perkembangan murakhir ketika
ulama telah mapan sebagai sebuah institusi sosial-keagamaan,
terutama dengan berdicinya Nahdhacul Ulan1a (NU) pada 1926.
Akibatnya, ka rya-karya cersebut tidak memberi perhatian 1ne1nadai
pada la car belakang incelekcual dan proses sosio-hiscoris yang diala1ni
para ula1na dalam sejarah Indonesia, yang juscru berkontribusi
besar pada pembentukan gambaran mereka tenrang ulama.
6
Pendahuluan
7
Jajat Burhanudin
Argurnen Teoretis
UNTUK kembali pada REFORMULASI TRADISI sebagaimana
celah diseburkan di acas, perlu ditekankan bahwa istilah tradisi yang
digunakan di sini ridak 1nerujuk pada residu 1nasa lalu, melainkan
paradigma kultural yang dipakai ulama untuk memahami realitas;
sebuah kelompok (cluster) nilai clan norma yang menjadi pijakan
ulama mendefinisikan Islam bagi kaum Muslim. Alih-alih
mengasumsikan tradisi sebagai serangkaian kejadian yang terjadi
di n1asa lalu, dala1n studi ini tradisi justru dipahami sebagai sebuah
proses membencuk kembali clan mereproduksi apa yang diyakini
ada clan dipraktikkan di 1nasa lalu (Shils, 1981: 1 2 -19). Karenanya,
tradisi (dalam hal ini rradisi Islam) dipahami sebagai sebuah akriviras
mental atau suaru benruk pemikiran yang dikedepankan ulama
dalam upaya merekonstruksi, memodifikasi, berargumentasi, clan
n1enemukan realitas masa lalu atas dasar argu1nen kontemporer
(Hobsbaw1n, 1983: 1-14).
8
Pendahuluan
9
Jajat Burhanudin
10
Pendahuluan
Susunan Buku
SEBAGAIMANA relah dikemukakan, srudi ini berrujuan mengungkap
aspek-aspek yang terabaikan dalam studi-studi terdahulu tenrang
ulama, yaitu proses historis yang metnbuat ulama men1iliki fondasi
intelektual dan sosial yang mapan dala1n mempertahankan posisi
penring mereka dalam Islam Indonesia. Dengan dasar pe1nikiran
rersebut, saya memulai studi ini dengan periode kerajaan-kerajaan
Islam Nusanrara masa p r a k- olonial, ketika ulama memainkan
peranan penring sebagai kadi (qadi) clan syaikhul !slam, guna
memperkuat pelaksanaan Islam di dalam kerajaan. lni ta1npaknya
menjadi karakceristik utan1a periode cersebut di mana ulan1a hidup
sebagai elite agama clan 1nenjadi bagian dari elite yang berkuasa di
kerajaan. Potret sosio-politik ulama ini berakhir ketika panorama
kultural Nusantara-yang secara tradisional disebut dengan istilah
'negeri di bawah angin' (the land below the winds)-mulai berubah.
11
Jajat Burhanudin
12
Pendahuluan
13
Jajat Burhanudin
14
2
ISLAMISASI NEGERI DI
BAWAH ANGIN:
Ulama dan Politik Kerajaan
15
Jajat Burhanudin
16
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
Pembentukan Kerajaan
BERDASARKAN sumber-sumber historis yang cersedia tentang
sejarah a,val Islam di Nusantara, para sejarah,van berkesin1pulan
bahwa Sa111udera Pasai adalah kerajaan Islan1 perta1na yang berdiri
di Nusancara pada akhir abad ke-13.1 Kesimpulan ini didasarkan
pada bukci yang tertera pada nisan Malik a l -Saleh, raja Muslim
pertama Samudera Pasai, yang berangka cahun 1297.2 Pendapat ini
sesuai dengan cerica yang cerdapat dalam HikayatRaja-Raja Pasai, di
mana Malik al-Saleh digambarkan sebagai raja pertama di kerajaan
itu yang me1neluk Islam. Hikayat n1enceritakan bahwa Marah
Silu-nama asli Malik al-Saleh-bern1i1npi berju111pa dengan
Nabi Muharn1nad Saw. yang memincanya uncuk mengucapkan
kalimat syahadat. Nabi kemudian memberinya nama Malik al
Saleh. Berdasarkan kejadian tersebur, Marah Silu memeluk agama
Islam dengan julukan 'Sultan'. Selain itu, cerita cersebut mengakui
bahwa Malik al-Saleh telah mendirikan sebuah istana di Samudera,
sebuah wilayah di bagian utara Sumatera, sebagai pusat kerajaan
(Hill, 1960: 55-57; Jones, 1979: 129-157).
17
Jajat Burhanudin
18
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
19
Jajat Burhanudin
20
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
21
Jajat Burhanudin
22
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
23
Jajat Burhanudin
24
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
25
Jajat Burhanudin
26
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
27
Jajat Burhanudin
28
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
MAKKAH dan Madinah, juga dunia Islam secara umum, telah hadir
dalam pikiran penduduk Nusantara sebelum mereka memeluk
Islam. Perdagangan incernasional telah n1embawa Nusantara ke
dalan1 kontak dengan Timur Tengah (Braddell, 1857: 237-277).
Su1nber-sumber Arab menyebutkan dua surac-n1enyurat ancara raja
kerajaan p r a -Islam, Sriwijaya, Sri Indrawarman, dengan khalifah
Dinasti Umayyah, Umar bin Abdul Aziz (717-720). Berdasarkan
penelician Fatimi (1963: 121-140), dua surat ini memberi kita
bukti kuat tentang koncak awal antara Nusantara dengan Timur
Tengah. Di dalam surat-surat itu, seraya menyatakan dirinya
sebagai "Raja Nusantara" (the King of al-Hind), Raja Sri,vijaya
1nenyapa Abdul Aziz sebagai "raja Arab", n1enjelaskan fakta bah\\,a
raja tersebut relah akrab dengan Arab.
29
Jajat Burhanudin
30
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
31
Jajat Burhanudin
32
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
33
Jajat Burhanudin
34
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
35
Jajat Burhanudin
36
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
37
Jajat Burhanudin
38
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
39
Jajat Burhanudin
40
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
41
Jajat Burhanudin
Penghulu
SEKARANG saya akan beralih ke JAWA. Masyarakat Jawa me
miliki istilah khusus untuk jabatan kadi, penghulu. Jabatan ini
telah ada sejak awal berdirinya kerajaan-kerajaan Islam pada
abad ke-16. Keberadaannya dapat ditelusuri sampai ke De1nak,
kerajaan Islam pertama di Jawa. Raja pertamanya, Raden Parah,
mengangkar Pangeran Bonang-salah seorang wali di Ja,va
menjadi penghulu pertama kerajaan pada I 490. Dia diganrikan
oleh Makdum San1pang (I 506-1515) clan kemudian oleh Kiai
Pen1bayun (1515-1521). Kecika Pangeran Sabrang Lor berkuasa,
sebagai raja kedua De1nak, dia 1nengangkat Rah1natullah untuk
jabatan ini. Rahmatullah menjadi penghulu sampai 1521, ketika
Sunan Kudus mengganrikannya (Hisyam, 2001: 20-21; de Graaf
dan Pigeaud, 1985: 53-55).
42
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
43
Jajat Burhanudin
44
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
45
Jajat Burhanudin
46
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
47
Jajat Burhanudin
48
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
49
Jajat Burhanudin
bukanlah satu hal yang perlu didiskusikan, bahkan tak perlu juga
dipertanyakan. Malahan, eeks cersebut menekankan penerapan
prinsip-prinsip Islam dalam kerajaan. Di sini, ilustrasi centang
Nabi Adam dalam Taj al-Salatin pencing diikuci. Diangkac sebagai
penguasa kerajaan, Adam berupaya menerapkan prinsip-prinsip
lsla,n sejalan dengan rugas-rugas kenabiannya, yaitu 1nemenuhi
runtutan-cuncucan moral terkair dengan fondasi dasar kerajaan
yang bersifac llahiah.
50
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
51
Jajat Burhanudin
52
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
53
Jajat Burhanudin
54
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
55
Jajat Burhanudin
56
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
57
Jajat Burhanudin
58
lslamisasi Negeri di Bawah Angin
59
3
MEMBANGUN RANAH:
Ulama di Negeri Bawah Angin
yang Berubah
61
Jajat Burhanudin
62
Membangun Ranah
63
Jajat Burhanudin
64
Membangun Ranah
65
Jajat Burhanudin
66
Membangun Ranah
67
Jajat Burhanudin
68
Membangun Ranah
Alhasil, Ban ten adalah salah satu pangkalan cerakhir dari koca
koca perdagangan di Nusantara. Oleh karena itu, kemundurannya
diartikan cidak hanya sebagai awal bagi berdirinya voe clan
kemudian kekuasaan kolonial Belanda di Ja,va, rerapi juga akhir
dari "zaman perdagangan"-interaksi positif ancara perdagangan
incernasional, agama skciptural, clan perluasan kerajaan diNusancara
(Reid, 1993a: 325). Dengan demikian, jatuhnya kota-kota
perdagangan di Nusantara berpengaruh penting bagi perken,bangan
Isla1n yang secara geografis menjadi cerkonsentrasikan di wilayah
pedalaman dengan 1nunculnya inscicusi -inscicusi agama yang
berbeda dengar1 di pesisir. Dengan perkembangar1 ini, ulama juga
memasuki situasi sosial-politik baru yang jauh dari pergaulan
kosmopolican kota-kota perdagangan di pantai.
69
Jajat Burhanudin
70
Membangun Ranah
71
Jajat Burhanudin
72
Membangun Ranah
73
Jajat Burhanudin
74
Membangun Ranah
75
Jajat Burhanudin
76
Membangun Ranah
77
Jajat Burhanudin
78
Membangun Ranah
79
Jajat Burhanudin
80
Membangun Ranah
81
Jajat Burhanudin
82
Membangun Ranah
Membangun Ranah:
Ulama Jawa dan Pesantren
DALAM pengangkacannya sebagai pemimpin Tegalsari, Jahja
diminca antara lain untuk memberi perhatian pada kehidupan
ekonon1i penduduk desa. Dia didorong uncuk me1nanfaatkan
apa yang dapat diberikan tanah desa (Fokkens, 1886: 491); ini
1nemberi kita kesan kuat rentang keadaan pedesaan desa perdikan
dengan perranian yang menjadi bagian urama dalam kehidupan
perekonomian. Kondisi ini menjadi lebih jelas melalui sebuah surac
yang secara khusus dikirim kepada Kasan Besari, di mana ia diminca
untuk menyelesaikan sejumlah persoalan cencang, sebagai contoh,
83
Jajat Burhanudin
84
Membangun Ranah
85
Jajat Burhanudin
86
Membangun Ranah
87
Jajat Burhanudin
88
Membangun Ranah
89
Jajat Burhanudin
90
Membangun Ranah
Dayah di Aceh
91
Jajat Burhanudin
92
Membangun Ranah
93
Jajat Burhanudin
94
4
95
Jajat Burhanudin
96
Jarin gan Timur Tengah dan ...
97
Jajat Burhanudin
98
Jarin gan Timur Tengah dan ...
Tidak ada data akurat ten tang status sosial dan asal-usul daerah,
juga ju1nlah pasti rombongan haji di tahun-tahun sebelwn abad
ke1 - 9. Meski demikian, tidak diragukan lagi bahwa menjalankan
ibadah haji menjadi kecenderungan umum yang rerus meningkat
di antara para ulan1a pesantren. Mengambil satu concoh saja, di
Banten pada paruh kedua abad ke-19, Kartodirdjo (I 966: 156)
menunjukkan bahwa dari 164 guru agama di Kabupaten Auyer,
Cilegon, clan Kra1nar Waru, ha1npir setengah di anraranya, sekirar
67 orang, pernah berhaji. Bagi ulama pesanrren, haji memiliki
keistimewaan. Selain menandakan keislaman, haji menjadi penanda
status dan identitas sosial ulama sebagai elite desa, membedakan
mereka dari penduduk desa pada umumnya. Karena icu, serban
atau kopiah putih gaya Arab u111un1 digunakan para haji dan ulama.
Ia 111enjadi bagian dari sin1bol status 1nereka, yang meningkatkan
otoriras keaga1naan mereka di rengah-rengah para penduduk desa
(Vredenbregt 1962: 115).
99
Jajat Burhanudin
Madinah. Ditulis dalam bentuk sajak Aceh oleh Tuan Amar, bagian
pertama eeks tersebut adalah terjemahan bebas dari sebuah karya
Arab Risa/ah Ji Fadha'il Makkah, dari tahun 1713 (Ricklefs dan
Voorhoeve 1977: 158-159). Seperti tatnpak pada judulnya, teks
rersebut 1nengemukakan diskursus Islam baru yang cerfokus pada
Kora Suci, di mana puji-pujian terhadap Makkah clan Madinah
menjadi substansi uramanya, di samping mendorong para pembaca
unruk menunaikan haji ke Makkah (Voorhoeve 1957: 337).
Satu eeks penting lain dengan diskursus yang sama adalah Syair
Mekah dan Madinah oleh Syaikh Dav,ud Sunur, salah seorang
ulan1a terkemuka di Sun1atera Barat pada akhir abad ke-18 clan awal
abad ke-19 (Wieringa 2002: 182-188); Suryadi 2001: 57-124).2
Lebih dari H'ikayat Mekah Madinah, teks ini me1nasukkan Makkah
ke dalam jantung diskursus !slain yang tengah berkembang di
Nusanrara. Makkah digambarkan dalam Syair Mekah dan Madinah
secara lebih terperinci daripada yang dimuat dalam Hikayat Mekah
dan Madinah. Teks cersebut bahkan diklaim berpengaruh bagi
n1eningkatnya jumlah umat Muslim Nusantara yang pergi haji ke
Makkah. Isi teks tersebut dibagi ke dalan1 en1pat bab. Yang percan1a
berhubungan dengan perjalanan haji dari Makkah ke Jeddah,
menyarakan bahwa mereka dikelompokkai1 ke dala1n beberapa
golongan menurut daerah asal. Bab kedua mendiskusikan semua
aspek dalam ritual haji, disusul bab berikucnya tencang situasi di
Makkah. Bab cerakhir men,bahas pokok-pokok pengajaran Islan,
yang berlangsung di Makkah dengan 111uatan intelektual neo
sufisn1e (Iskandar 1996: 445-452; Wieringa 2002: 177-182).
100
Jarin gan Timur Tengah dan ...
101
Jajat Burhanudin
kapal api mesin uap antara Arab dan Hindia Belanda. Dari sensus
1885, jumlah imigran Arab di Hindia Belanda mencapai 20.501:
10.888 di Jawa dan Madura, sementara sisanya, 9.6 I 3, tinggal
di pulau-pulau di luar Jawa (van den Berg 1989: 68-71; Mobini
Kesheh 1999: 21).
Salah sacu aspek yang membuat orang Arab menjadi isu pen ting
kolonial adalah kenyaraan bahwa mereka memperoleh posisi
terhormat di tengah-tengah Muslim Hindia Belanda. Khususnya
n1ereka yang bergelar sayyid-yang memiliki garis genealogi
dari Nabi Muha1nn1ad-diakui n1emiliki "kesalehan Islam dan
kebaikan agama'' (Roff 1994: 41), sampai pada tingkat di mana
1nereka 1nenjadi suacu kelompok elite terkemuka yang dihonnati
clan diakui Musli1n Hindia Belanda sebagai "ulama pendakwah
yang berwenang dalam menencukan hukum-hukum Islam" (Van
der Kroef 1955: 16; deJonge: 1993: 78). Di mata kaum Muslim
102
Jarin gan Timur Tengah dan ...
103
Jajat Burhanudin
104
Jarin gan Timur Tengah dan ...
105
Jajat Burhanudin
Raffies tentang bahaya politik haji tetap utuh bahkan menjadi saru
perhatian kolonial yang utama rentang Muslim Hindia Belanda.
Haji dianggap sebagai sarana di mana spirit pemberontakan-yang
dibawa ke Makkah di anraranya oleh Musli1n "pemberontak" India
yang 1nencari perlindungan ke kora suci tersebuc-menjadi sumber
imajinasi keagamaan para haji dari Nusanrara (Laffan 2003: 38).
Akibatnya, selain mendorong dilakukannya srudi-studi kesarjanaan
tenrang Islam di Hindia Belanda, sebagai bagian mareri pelatihan
uncuk pegawai negeri sipil di Akademi Kerajaan di Delft clan
sebagai subjek bagi studi-studi akademis di Universitas Leiden
(Boland dan Farjon 1983: 8-13), Belanda mulai 1nengeluarkan
beberapa aturan untuk menghalangi kaum Muslim di Hindia
Belanda berhaji.
106
Jarin gan Timur Tengah dan ...
107
Jajat Burhanudin
kemunculan haji menjadi bukti dari peran pen ring Makkah dalam
diskursus Islam di Nusantara, di mana komunitas Jawi di Makkah
n1enjadi penyumbang utama.
108
Jarin gan Timur Tengah dan ...
109
Jajat Burhanudin
110
Jarin gan Timur Tengah dan ...
111
Jajat Burhanudin
Aras dasar fakta tersebur, Makkah pada akliir abad ke-19 1nenjadi
pusac penghasil ulama, bersamaan dengan kemunculannya sebagai
cujuan belajar umat Islam. Kekuasaan Syarif Usman yang netral
112
Jarin gan Timur Tengah dan ...
113
Jajat Burhanudin
114
Jarin gan Timur Tengah dan ...
studi Islam secara serius (Snouck Hurgronje 1931: 270), tetapi juga
berperan dalam mendidik sejumlah ulama pesantren cerkemuka.
Salah satunya adalah Mahfudz Termas (1868-1919).
115
Jajat Burhanudin
116
Jarin gan Timur Tengah dan ...
117
Jajat Burhanudin
umac Islam di daerah asalnya, yang juga menjadi sacu segmen dalam
komunicas Jawi di Makkah pada a bad ke-19. Meski digambarkan
"kurang maju" (Snouck Hurgronje 1931: 286), murid-murid
Nusa Tenggara Zainuddin di Makkah 1nuncul sebagai agen utama
perke1nbangan Islam di daerah tersebuc. Dalam konteks inilah,
Zainuddin mengilhami umat !slain di daerahnya untuk 1nempelajari
Islam di Makkah. Muhammad Zainuddin Abdul Majid adalah
seorang ulama cerkemuka. Dia tidak hanya menrransformasikan
spirit pengajaran Zainuddin ke dalam pendidikan Islam yang dia
dirikan di Lombok, cetapi juga terlibat dala111 pendirian institusi
ula1na di daerahnya, Nahdhatul Wathan (NW), yang kemudian
menjadi institusi Islam yang paling terkemuka di Nusa Tenggara
(Khudrin 1992).
Memperluas Jaringan:
Catatan Awai Kehadiran Komunitas Jawi di Kairo
118
Jarin gan Timur Tengah dan ...
119
Jajat Burhanudin
yang tinggal di riwaq al- jawi. Ali Mubarak hanya menyebuc satu
nama, Ismail Muhammad al-Jawi. Dia adalah pemimpin clan pada
saat yang sama guru bagi Muslin1 Hindia Belanda yang tingga1 di
riwaq al-]awi (Abaza 1994: 38-39). Abaza n1encatat bahwa pada
1871 terdapat enam pelajar yang tinggal di riwaq, clan 1nereka
meninggalkan riwaq menjelang tahun 1875 (Abaza 1994: 39).
120
Jarin gan Timur Tengah dan ...
Selain itu, 1nasih dalam periode abad k e -19, peran penting al
Azhar bisa dijelaskan melalui sistem pembelajaran dalam institusi
yang hampir sama dengan pesantren di Hindia Belanda. Fakta ini
dapat dilihat tidak hanya dalam cara ulama di al-Azhar memberi
kuliah kepada murid-n1uridnya, yang digambarkan sebagai tidak
mengenal silabus atau kurikulun1, clan bahkan tata tertib clan
kedisiplinan (Mitchell 1988: 80-83)-sesuatu yang juga terjadi
di pesantren-tetapi juga materi-materi pelajaran. Kitab-kitab yang
digunakan di al-Azhar sebagaimana diidentifikasi oleh Heyworth
Dunne ( 1939: 41-84) kebanyakan digunakan juga di pesanrren
di Hindia Belanda (van den Berg 1886: 518-555). Hanya dalarn
ranah praktik agama (fiqih), al-Azhar-tidak seperti pesantren yang
terbatas pada praktik-prakik mazhab Syafi'i-menggunakan kitab
kitab dari e1npat mazhab. Berdasarkan fakra-fakta ini, jaringan
antara Hindia Belanda clan Kairo-Makkah terbangun sejak abad k e -
19, yang kemudian rumbuh subur di awal abad ke-20. Komuniras
Jawi di Makkah menga,vali berdirinya sebuah jaringan dengan
Kairo. Mereka mulai datang ke Kairo secelah beberapa lama tinggal
di Makkah clan belajar dengan para ulama Makkah.
121
Jajat Burhanudin
122
Jarin gan Timur Tengah dan ...
123
Jajat Burhanudin
124
Jarin gan Timur Tengah dan ...
125
Jajat Burhanudin
126
Jarin gan Timur Tengah dan ...
jaringan ulama pada masa itu. Lebih penting lagi, percetakan clan
penerbiran kirab juga memberi kesempatan besar bagi para ulama
Jawi, yang rerlibac dalam penulisan kitab, untuk memperoleh
pembaca yang lebih luas dari karya-karya yang mereka culis, dan
pada gilirannya meningkarkan otoritas n1ereka di cengah-rengah
Muslim Hindia Belanda maupun di luar negeri.
127
Jajat Burhanudin
Bila melihat judulnya saja, jelas bahwa van den Berg mendaftar
kitab-k.irab yang hampir sama dengan yang diidenrifikasi Snouck
Hurgronje dan Heyworth-Dunne 1nasing-1nasing dalam halaqah
di Makkah dan al-Azhar di Kairo.6 Sekadar mengambil beberapa
concoh, dapat diseburkan di sini karya besar Sayyid Bakri bin
Muhammad Zainal Abidin al-Syatta (1846-1893) , Janah aL
Thalibin 'ala Hill Alfaz al-Mu'fn dalam bidang fiqih, serta al
Jurumi.yyah danAL.fiyyah dala1n bidang bahasa Arab. Untuk bidang
rafsir, karya Jalaluddin al-Suyuri dan al-Mahalli, 7afstr Jalalain,
rnenjadi sumber utama di samping rafsir karya al-Ba.idawi. Karya
a l -Ghazali, Ihya' 'ULum a lDin,
- menjadi karya paling penting dalam
bidang sufisme.
128
Jarin gan Timur Tengah dan ...
129
Jajat Burhanudin
dari Dinasti Sa'udi, baik Muhammad Ali Pasha dan Sultan Turki
Usmani tidak memiliki kontrol langsung atas Makkah. Mereka
n1enyerahkan urusan-urusan ekonon1i dan politik ke tangan
penguasa lokal, syarif, sementara kehidupan intelektual clan agan1a
!slain berada di rangan para ulama.
130
Jarin gan Timur Tengah dan ...
131
Jajat Burhanudin
ini dapat juga dinisbahkan kepada ulama Jawi lain dari abad
ke-19. Dalam ha! ini, Zainuddin dari Sumbawa pen ting untuk
dicatat. Seperti Nawa�vi, komentar Zainuddin atas kitab-kicab
standar n1embuatnya n1e1nperoleh perhatian penting. Sekadar
1nenyebut beberapa contoh, dia menulis Shird} al-Ruda sebagai
sebuah komentar atas Umm al-Barahin karya Sanusi, dan Minhaj
a l S- alam, yang diperuntukkan untuk pendidikan dasar Islam.
Lebih jauh, dalam kasus Palembang di Sumatera Selatan,
cransmisi Islam mengambil bentuk penerjemahan kitab-kirab
Arab ke dalam bahasa Melayu. Seperti ditunjukkan Fathurahman
(2002), para ulan1a Palembang abad ke-18 dan 19 terlibat aktif
dalan1 1nenyediakan terjemahan bahasa Melayu atas kitab-kitab
scandar berbahasa Arab kepada Muslim di Su1narera Selaran,
khususnya di Kesulranan Palembang. Shihabuddin, misalnya,
menulis Syarh 'Aqfdah a l I- man, sebuah terjemahan dari Jauhar a l
Tauhid karya Ibrahim al-Laqanni. Dalam karya ini, Syihabuddin
secara regas menyatakan tujuannya dalam menulis kitab, yakni agar
n1udah dipahami para pemula dala1n mempelajari Islam (lihat juga
Abdullah 1999: 28). Maksud yang sama juga ditunjukkan Ken1as
Fachruddin dalam karyanya .Kitab Mukhtasar, sebuah terjemahan
aras Risa/ah ft a l T
- auhid karya Wali Raslan al-Damashqi. Upaya
penerjemahan kirab-kirab berbahasa Arab juga menjadi perhatian
utama seorang ulama terkemuka lainnya dari Palembang,
Abdussamad al-Palimbani. Karya masterpiece-nya, Hidayah al
Salikin dan Sayr a/,-Salikin ditulis didasarkan pada karya al-Ghazali
Bidayah al-Hidayah clan lhyd' 'Ulum al-Din (Azra 2004: 131).
Selain kitab, proses trans1nisi di aras dikonfirmasi oleh kun1-
pulan fatwa. Meningkarnya komuniras Jawi membuar 1nereka
rerlibar aktif dalam persoalan-persoalan agama dan sosial di Tanah
Air. Dengan demikian, interaksi inrensif rerbangun di antara
komunitas Jawi, yang kemudian menciptakan rumbuhnya rasa
132
Jarin gan Timur Tengah dan ...
133
Jajat Burhanudin
Vernakularisasi Islam:
Ulama dan Tradisi Syarah
SEBAGAI pejuang Islam n1odernis, bisa dipaha111j jika sarjana
terkemuka seperti Fazlur Rahman 1ne111andang syarah atas kitab
dalam kaitan ini yang diculis ulama Jawi, bersa1na-sa1na dengan
permintaan fatwa (istifta) yang mereka utarakan-relah menandai
dekadensi intelektual Islam. Dia mengarakan bahwa "sejumlah
besar kecerdasan cerkubur dalam karya-kasya yang umumnya
n1embosankan clan mengulang-ulang itu" (Rahman 1982: 45).
Meski demikian, harus diterima bahwa kicab-kitab syarah clan
fatwa berfungsi efekrif dalam membuat ajaran Islam lebih mudah
dicerna. Dala1n kasus ulama Jawi, terurama dala1n kirab syarah
dan fatwa, penguasaan mereka atas pengerahuan keislaman bisa
dimanifesrasikan, sehingga memiliki otoritas sebagai penafsir yang
sah dari dokrrin-doktrin Islam. Demikianlah, melalui kitab-kirab
syarah clan fatwa, Nawawi dan Zainuddin men1iliki kedudukan
pencing dalan1 genealogi intelektual jaringan ulama di pesancren
di Ja,va clan Nusa Tenggara.
134
Jarin gan Timur Tengah dan ...
135
Jajat Burhanudin
136
Jarin gan Timur Tengah dan ...
Dalam kasus Nawawi, ha! ini bisa dilihat pada fakta bahwa
karya-karyanya sangat populer, menjadi sumber pembelajaran
lsla,n di pesantren. Tijan al-Darari yang telah diseburkan di atas,
misalnya, relah dicerak berulang-ulang serelah direrbirkan perrama
kali di Kairo pada 1883 clan kemudian di Makkah pada 1911.
Dan karya ini masih digunakan sebagai salah satu sumber penting
pengajaran Islan1 di pesantren-pesantren di Indonesia kini (Wijoyo
1997: 157-159; 372-378). Hal yang sa1na terjadi pada karya-karya
Na,vawi yang lain. Dari 40 kitab yang ditulisnya, sekitar 24 di
antaranya masih dicetak ulang dan digunakan di Indonesia, dan 9
kitab masih digunakan di pesantren-pesancren kini (van Bruinessen
1990: 263-267; Wijoyo 1997: 106-116). Hal ini membuktikan
bah.va karya-karya Nawawi-dan karya-karya ulama Jawi lain
berkembang menjadi "teks-teks dasar" dala1n pembelajaran Islan1
pesantren. Dengan de1nikian, kicab syarah n1enciptakan sebuah
hubungan antara ulama Ti1nur Tengah dengan para pelajar
pesanrren. Proses ini terus berlanjut ketika para sanrri 1nenjadi
ulama, yang kembali membaca dan menginrerprerasikan kirab
syarah dan kemudian mendiseminasikannya kepada pembaca
Muslim Hindia Belanda yang lebih luas.
137
Jajat Burhanudin
138
5
KOLONIALISME DAN
PEMBENTUKAN ELITE
MUSLIM BARU
139
Jajat Burhanudin
140
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
141
Jajat Burhanudin
142
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
143
Jajat Burhanudin
144
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
145
Jajat Burhanudin
146
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
147
Jajat Burhanudin
148
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
149
Jajat Burhanudin
150
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
151
Jajat Burhanudin
152
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
Belanda. Dalam sebuah surat yang dia rulis untuk Menteri Dalam
Negeri pada 7 Mei 1884, Kruijc, yang sedang cuti di Belanda,
merekomendasikan Snouck Hurgronje uncuk melaksanakan
cugasnya, karena dia sendiri sangat sibuk dengan begitu banyak
pekerjaan lain di luar n1engawasi jen1aah haji. Lebih dari iru, dalam
sebuah surar rerranggal 23 Mei 1884, Kruijr menjamin bahwa dia
akan bertanggung ja,vab untuk memberi pelacihan bahasa Melayu
bagi Snouck Hurgronje. Tindakan Kruijt ini merupakan respons
cerhadap Menteri Negeri Jajahan, J.P. Sprenger van Eyck, yang
awalnya meragukan kemampuan Snouck Hurgronje berhubungan
dengan jemaah haji.9
153
Jajat Burhanudin
154
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
155
Jajat Burhanudin
156
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
157
Jajat Burhanudin
158
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
Kolonisasi Islam
MENJ ELANG cahun 1880-an, seiring kekuasaannya yang meningkac
di ,vilayah jajahan, perjumpaan Belanda dengan persoalan
persoalan keislaman makin intensif. Selain urusan haji, Pemerintah
Belanda berusaha mengontrol langsung Hindia Belanda di
bawah pemerincahan kolonial Belanda. Teknologi militer clan
fasilicas komunikasi-jalan, rel kereca api, celegraf dan kapal
api-mendukung koncrol policik cersebut, clan mernungkinkan
Pemerincah Kolonial meningkackan penetrasinya acas Hindia
Belanda. Untuk studi ini, conroh paling penting untuk diseburkan
adalah dimasukkannya penghulu ke dalam birokrasi kolonial
Belanda. Hal ini tidak hanya menandai pengakuan Belanda
terhadap le1nbaga huku1n Islam yang berakar di Nusantara (Hisyam
2001: 60), cetapi juga rnenandai munculnya sebuah wajah baru
Islam, Islam yang cerkolonisasi.
159
Jajat Burhanudin
160
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
K.F. Holle
HOLLE tiba di Hindia Belanda ketika dia berumur 14 tahun dan
tinggal di daerah Priangan dekar Buitenzorg (Bogor), ten1pat di
1nana ayahnya mendirikan perkebunan ceh. Holle muda memulai
kariernya sebagai seorang juru tulis di sebual1 kantor pemerintah
pada tahun 1846. Namun, sepuluh tahun kemudian, pada 1856, dia
meninggalkan kantor tersebut dan mendirikan perusahaan sendiri
di Garut, Jawa Barat. Di Garut inilah, sembari mengelola usaha
pertaniannya, dia berhubungan dekat dengan masyarakat Sunda.
Dia berten1u dan kemudian 1nemelihara hubungan karibnya yang
berlangsung laina dengan Raden Haji Moehammad Moesa (1822-
1886), Kepala Penghulu Garuc. Seperci banyak orang Belanda masa
icu, dia juga menikahi seorang wanica Sunda (mojangpriyangan).
Dari Garut, dia kemudian kembali ke Bogor, tempat di mana dia
harus mengurus perkebunan yang dia warisi dari ayahnya. 13
161
Jajat Burhanudin
Dari kantornya itu, Holle bekerja secara serius ten tang urusan
Islan1 dengan Moesa sebagai informan kuncinya. Dia melancarkan
sebuah proyek yang bertujuan mengurangi pengaruh Islam bagi
Muslim Hindia Belanda, terurama bagi masyarakat Sunda. Pada
1873, Holle dan Moesa berangkac menuju Singapura dengan misi
untuk mengukur dampak pan-lslamisme terhadap meningkatnya
semangat jihad anti-Belanda di Aceh, dan untuk menyelidiki
pengaruh haji terhadap Muslim Hindia Belanda. Holle sampai
pada kesin1pulan bahwa para haji bertanggung jawab terhadap
penyebaran fanarisme Islam di Hindia Belanda. Mereka dianggap
sebagai para penghasut berbahaya bagi fanatisisme keagamaan
(Steenbrink 1993: 79). Oleh karena itu, sembari menghidupkan
kembali kebudayaan Sunda, Holle berusaha menarik para elite
Priangan (kaum Menak) agar menjauh dari Islam dan semua
bentuk unsur Islam-Arab. Dia merekomendasikan kepada para
penghulu untuk 1nenggunakan tulisan Latin, sebagai pengganti
rulisan Arab yang relah digunakan secara luas, yang dianggap
telah menciptakan permusuhan dan pengaruh keislaman Makkah
rerhadap Muslim Hindia Belanda (Moriyama 2003: 63). 15 Dia
juga mendorong pemerintah agar tidak menoleransi pengaruh
para haji, yang meliputi langkah-langkah, sebagai concoh, tidak
162
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
163
Jajat Burhanudin
per rahun plus rambahan 750 gulden, tapi juga mulai menikmari
gaya hidup kaum menak. Dia hidup sebagai orang yang kaya-raya
dalam sebuah rumah mewah, dengan enam istri dan tujuh betas
anak, dan me1niliki jaringan luas baik dengan kaum menak n1aupun
1nasyarakat Belanda. Status menak ini rnenurun pada keluarganya.
Dia memasukkan anak-anaknya ke sekolah Belanda yang dia
dirikan bersama Holle, pelindungnya. Oleh karena iru, keluarga
Moesa rampil sebagai menak rerkemuka di Priangan pada masa
itu. Putra pertamanya, Soeria Nataningrat, menjadi Bupati Lebak
di Banten, dan dua putranya yang lain, Karta Winata clan Kertadi
Koesoema, masing-masing diangkat sebagai Patih Sumedang dan
Sukabumi, sementara putrinya, L1sminingrar, dinikahkan dengan
Bupaci Limbangan (Moriya1na 2003: 7 0 7 - 4; Hisyarn 2001: 74-75).
Cerica centang Moesa di acas merepresencasikan kehidupan
penghulu di bawah Pemerinrah Belanda. "Moesa" yang sama dapar
diremukan di daerah lain di Ja,va, menunjukkan fakta bahwa
penghulu makin terlibat dalan1 lingkungan arisrokrasi pribumi
yang terkolonisasi. Hal ini menguat sejalan dengan berkembangnya
volume dan skala projek kolonial Belanda. Moesa mengabdikan
hidupnya unruk ruannya, melebihi kapasiras formalnya sebagai
Kepala Penghulu. Dia rnenjadi bagian dari kehidupan Holle;
mereka "menjadi satu cubuh dan saru ji\J,ra", demikian Aria Barara
di Wijaya-Patih Mangunreja di Priangan-menggambarkan
dalam syairnya yang dia tulis sepuluh tahun serelah kemarian
Moesa (Danoeredja 1929: 79-82). Holle membantu Moesa hingga
10 Agustus 1886 ketika dia 1neninggal dalam pelukan Holle.
Holle me1nainkan peran utama dala1n menghubungkan
Belanda dengan Musli1n menak penghulu, sebagaimana Moesa
lakukan kemudian dengan Muslim Hindia Belanda. Namun,
seperci Moesa dari sisi masyarakac Muslim, Holle bukanlah sacu
satunya orang Belanda yang berupaya menangani persoalan-
164
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
Snouck Hurgronje
SNOUCK Hurgronje tiba di Hindia Belanda pada 11 Mei 1889.
!tu rerjadi sekitar e1npat tahun setelah peneliciannya centang
ko1nunitas Jav,i di Makkah. Snouck tinggal di Buirenzorg (Bogor),
rempat di mana kantor Holle berlokasi, dan merawat Holle selama
dia sakir. Snouck Hurgronje memulai misinya unruk Islam dari
Garuc, tempat yang kemungkinan besar direkomendasikan oleh
Holle. Snouck Hurgronje tiba di kota kediaman Moesa pada 18
Juli 1889. Dari sana, dia 1nemulai perjalanannya di Jawa Barac
untuk menga1nati secara langsung cara Muslim Hindia Belanda
1nenjalankan keyakinan Islam mereka, dan dengan demikian
pengetahuan reorerisnya tenrang Islam meningkat (Boland dan
Farjon 1983: 16).
165
Jajat Burhanudin
166
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
167
Jajat Burhanudin
168
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
169
Jajat Burhanudin
170
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
171
Jajat Burhanudin
172
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
173
Jajat Burhanudin
174
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
175
Jajat Burhanudin
176
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
177
Jajat Burhanudin
178
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
179
Jajat Burhanudin
Lebih clari itu, meski makin terlibac clengan gaya hiclup priyayi,
beberapa penghulu masih merasa menjadi bagian clari clan memberi
hormat yang tinggi kepacla para ulama. Mereka 1nempertahankan
kecaatan kepada guru-guru mereka di pesantren. Tentu saja, sebagai
pegawai pemerintah, para penghulu kadangkala diperintah untuk
meminta ulama agar ticlak ikut serta dalam berbagai aktivitas yang
dapat mendorong munculnya pemberonrakan clan kekacauan
(Kartodircljo 1981: 78), seperti terbukti clari Surat Edaran 1889
yang clikeluarkan oleh Haji Soelaiman, penghulu Cianjur.22
Meski demikian, dalam pelaksanaannya, para penghulu masih
menunjukkan rasa hormat yang besar, membujuk para ulama
dengan cara yang sangat ra1nah. Dala1n pemberontakan Banten
rahun 1888, di mana ulama rerlibar, penghulu cenderung memberi
ranggapan yang hati-hati. Daripada menuduh ulama, mereka lebih
memusatkan perhatian pacla perlunya memelihara kecertiban
dalam umat Muslim. Malahan, kritik clan tucluhan yang berapi
api clatang dari seorang ula1na Arab asal Hadramaut yang terkenal,
Said Oesman (1822-1913). Belanda memasukkan ula1na ini, selain
penghulu, dala1n proyek Islam kolonial di Hindia Belanda. Berikuc
ini saya menjelaskan secara singkat mengenai ula1na Hadramaur
ini, sebelum saya membahas para ulama pesantren yang berada di
luar sistem pengetahuan kolonial.
180
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
181
Jajat Burhanudin
182
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
183
Jajat Burhanudin
184
Kolonialisme dan Pembentukan Elite Muslim Baru
185
6
MENJADI KOMUNITAS
BERBEDA:
Dimensi Historis-Sosiologis
Pesantren
187
Jajat Burhanudin
188
Menjadi Komunitas Berbeda
189
Jajat Burhanudin
190
Menjadi Komunitas Berbeda
191
Jajat Burhanudin
192
Menjadi Komunitas Berbeda
193
Jajat Burhanudin
Mishri, Umar a l S
- yami, dan juga ulama Jawi Nawawi Banten dan
Mahfudz Termas (Salim 1994: 27-34).
194
Menjadi Komunitas Berbeda
195
Jajat Burhanudin
Mengintegrasikan Pesantren
dengan Budaya Jawa
SEBAGAI seorang murid Nawawi Banten dan Mahfudz Termas,
Saleh Darat menjadi bagian dari kehidupan incelektual Makkah
pada n1asa itu. Namun, di sisi lain, dia juga sangat berakar
dalam budaya Jawa. Hal ini tampak dalam karya-karya yang
dia tulis. Selain menekankan Islam berorientasi-syariar, dia juga
memperkenalkan corak Islam rersebut dalam benruk penulisan
kitab yang mudah dipahami masyarakat Jav.a, yakni penjelasan
atas kitab-kitab berbahasa Arab ke dalam bahasa Jawa.
196
Menjadi Komunitas Berbeda
197
Jajat Burhanudin
198
Menjadi Komunitas Berbeda
awalnya. Akan tetapi, seperti telah saya kemukakan (bab 3), sufisme
itu bersifat spekulatif dan panreistik. Pengalaman Yasadipura I
(,vafat 1803) dan ken1udian cucu laki-lakinya Ranggav,arsiro
(1802-1974) menunjukkan bagain1ana pesantren pada masa iru
1nengajari mereka pengetahuan esoteris (kebatinan), di samping
beberapa ajaran dasar dan prakrik ritual. Dengan campilnya
l
Ihy! karya al-Ghazali secara dominan, sufisme di pesancren
bergeser kepada sufisme yang berlandaskan syariac. Oleh karena
itu, pengalaman Mas Rahmat dalam mengajarkan sufi wahdatu!
wujud di pesantren, sebagaimana diceritakan Kumar (1985: 64-
72), mulai 1nenghilang. Sebagai gantinya adalah gagasan-gagasan
keisla1nan yang berorientasi-Makkah yang diperjuangkan ulama
Jawi seperci Saleh Darat dan Khalil Bangkalan. Di luar icu, sufisme
al-Ghazali juga relah menciprakan keridakrerpisahan sufisme dan
syariar dalam pembelajaran pesanrren. lni masuk ke dalam bidang
ecika (akhlak), yang kemudian menjadi salah saru tujuan utama
dari pembelajaran pesantren (Dhofier 19806: 265; Zulkifli 2002:
40-41).
Kembali kepada Majmit'at karya Saleh Darar, kedudukan
penring kicab cersebuc didukung oleh kenyataan bahwa Saleh Darat
mendedikasikan Majmi/at untuk memberi Muslim awa1n sebuah
rumusan dokrrin-doktrin Islam yang mudah dipahami. Seperti
halnya dalam a lHi- kam, Saleh Darac bermaksud mengintegrasikan
kandungan Majmu'at dengan kehidupan Muslim sehari-hari,
khususnya di Jawa. Dalan1 salah satu bab n1enyangkut persoalan
persoalan sosial, misalnya, Saleh Darat n1enyarakan bahwa "kitab
ini singkat dan sederhana. Ini hanya dicujukan uncuk orang
awa1n seperti saya. Oleh karena icu, saya 1ne1nbuat buku ini tidak
mencakup semua aspek fiqih. Kirab ini rerurama menyangkur
aspek-aspek yang paling umum dipraktikkan oleh Muslim a,vam"
(al-Samarani [1899] 1955: 253). Dengan den1ikian, jelas bahwa
199
Jajat Burhanudin
200
Menjadi Komunitas Berbeda
201
Jajat Burhanudin
202
Menjadi Komunitas Berbeda
meski hanya sacu kaca" (Zarnuji 1963: 60, dikucip dari Dhofier
1982: 82).
203
Jajat Burhanudin
204
Menjadi Komunitas Berbeda
205
Jajat Burhanudin
ridak berasal dari kicab cerculis, cerapi dari penjelasan lisan ulama.
Pemahaman para sancri terhadap kitab tidak didasarkan pada
pen1bacaan secara independen (atas kitab-kitab yang dipelajari),
tetapi atas apa yang 1nereka terima dari ulan1a. Kicab al-Zarnuji
ini 1nasih digunakan clan 1nerupakan "salah satu pilar pendidikan
pesanrren" dewasa ini (van Bruinesen 1990: 257).
206
Menjadi Komunitas Berbeda
207
Jajat Burhanudin
208
Menjadi Komunitas Berbeda
209
Jajat Burhanudin
210
Menjadi Komunitas Berbeda
211
Jajat Burhanudin
212
Menjadi Komunitas Berbeda
213
Jajat Burhanudin
214
Menjadi Komunitas Berbeda
215
Jajat Burhanudin
216
Menjadi Komunitas Berbeda
217
Jajat Burhanudin
218
Menjadi Komunitas Berbeda
219
Jajat Burhanudin
220
Menjadi Komunitas Berbeda
221
Jajat Burhanudin
222
Menjadi Komunitas Berbeda
223
Jajat Burhanudin
224
7
225
Jajat Burhanudin
226
Munculnya Arena Baru
227
Jajat Burhanudin
228
Munculnya Arena Baru
229
Jajat Burhanudin
Ide Kemajuan
DALAM diskursus kemajuan ini, Abdul Rifai (1871-1932), seorang
Minang lulusan Sekolah Dokter-Jawa, layak mendapat perhatian.
Dengan Bintang Hindia-majalah berbahasa Melayu yang dia
terbitkan bersama H.C.C. Clockener Brousson di Belanda pada
230
Munculnya Arena Baru
231
Jajat Burhanudin
232
Munculnya Arena Baru
233
Jajat Burhanudin
234
Munculnya Arena Baru
235
Jajat Burhanudin
236
Munculnya Arena Baru
237
Jajat Burhanudin
238
Munculnya Arena Baru
239
Jajat Burhanudin
240
Munculnya Arena Baru
241
Jajat Burhanudin
242
Munculnya Arena Baru
243
Jajat Burhanudin
244
Munculnya Arena Baru
245
Jajat Burhanudin
246
Munculnya Arena Baru
247
Jajat Burhanudin
248
Munculnya Arena Baru
249
Jajat Burhanudin
250
Munculnya Arena Baru
251
Jajat Burhanudin
252
Munculnya Arena Baru
253
Jajat Burhanudin
254
Munculnya Arena Baru
pada reformisme Islam di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-
20, yang n1enunjuk pada munculnya ide-ide baru Islam di masa
ketika umat Muslim harus menghadapi tantangan modern dan
pengaruh Barat yang pervasif. Dengan den1ikian, dapat dipahan1i
jika refornlisme Islam bukan se1naca-mata fenomena incelektual
"tajdid' dan "is/ah"-"kelanjucan cradisi revicalisasi keyakinan dan
prakcik-prakrik Islam" (Voll 1983: 32)-rerapi ia juga memiliki
dimensi modern. Reviralisasi dirumuskan "dalam kaitan pemikiran
modern atau mengintegrasikan pemikiran dan institusi modern
dengan Islan1" (Rahn1an 1966: 222). Reformisme Islam dalan1
pengertian inilah yang dipelajari kon1unitas Ja,vi di Kairo, yang
disuarakan oleh a l -Afgani, Abduh, clan kemudian Ridha.
255
Jajat Burhanudin
256
Munculnya Arena Baru
257
Jajat Burhanudin
258
Munculnya Arena Baru
259
Jajat Burhanudin
260
Munculnya Arena Baru
261
Jajat Burhanudin
262
Munculnya Arena Baru
Manar agar gagasan reformisme itu menjadi pesan global, dan lebih
jauh dapat memperbaiki dan memperluas pesan-pesan tersebuc
untuk menjadi apa yang dikenal sebagai "reformisn1e Cairene"
(Laffan 2003: 120-122). Kairo 1nodern, dengan jumlah 1nedia
ceraknya yang besar, me1nfasilirasi penyebaran reformisme unruk
menjangkau pembaca yang lebih luas.
263
Jajat Burhanudin
264
Munculnya Arena Baru
265
Jajat Burhanudin
266
Munculnya Arena Baru
267
Jajat Burhanudin
Belanda yang lebih luas (Pijper 1984: 148; van Bruinessen 1992a:
26).
268
Munculnya Arena Baru
269
Jajat Burhanudin
81). Hal ini bisa djelaskan dari fakra bahwa pesan reformis dalam
al-Manar berdampak besar bagi umat Muslim Hindia Belanda,
terutama bagi masyarakat perkotaan di mana ide kemajuan
yang diusung al-Manar-menjadi ten1a utan1a diskursus tersebut.
Al-Man!tr berkontribusi dalam meletakkan fondasi kokoh bagi
perkembangan lebih lanjut gerakan pembaruan Islam di Hindia
Belanda. Sebagian rerkait dengan penyebaran a lManar- inilah
yang membuar Kairo menjadi pusat ororiras keagamaan yang
makin mengemuka, menyaingi Makkah sebagai pusat kehidupan
keagamaan Muslim I-Iindia Belanda. Proses ini menguat ketika para
pelajar dari Hindia Belanda dan Asia Tenggara di Kairo 1neningkat,
yang kemudian membentuk saru komunitas Ja,vi di Kairo.
270
Munculnya Arena Baru
271
Jajat Burhanudin
272
Munculnya Arena Baru
273
Jajat Burhanudin
274
Munculnya Arena Baru
275
Jajat Burhanudin
276
Munculnya Arena Baru
277
8
REFORMISME ISLAM DAN
TERCIPTANYA RUANG PUBLIK
279
Jajat Burhanudin
A l Imam
- memiliki peranan khusus dalam pembencukan
pemikiran policik dan incelektual Islam di Asia Tenggara (Roff
1967: 56-57; Milner 1995; Laffan 2003: 148-160). Peranan
pentingnya terutama terletak dalam menyediakan hubungan
kuac dengan gerakan refonnis Kairo. Oleh karena itu, 1najalah
al-Manar dijadikan n1odel oleh al-Imam sekaligus sebagai su1nber
pe1nikiran reformasi Islam uncuk para pembaca di Asia Tenggara
(Roff 1967: 59). Seperci al-Manar, al-Imam menjadikan semangar
pembaruan sebagai perhacian utarnanya. Dalam edisi pertarnanya,
redaktur aL-Imarn n1enulis bahwa majalah icu berupaya uncuk
"mengingatkan mereka yang terlupa; membangunkan mereka
yang terlelap; menunjukkan arah yang benar kepada mereka yang
cersesac; 1ne1nberi suara kepada mereka yang berbicara dengan
bijak; mengajak umac Isla1n berupaya sebisa mungkin uncuk hidup
menuruc perincah Allah; serca mencapai kebahagiaan cerbesar di
dunia dan memperoleh kenikmacan Tuhan di akhirac." (aL-Imarn,
I,Juli 1906).4
280
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
281
Jajat Burhanudin
282
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
283
Jajat Burhanudin
284
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
285
Jajat Burhanudin
dan dengan bantuan keuangan dari Raja Haji Ali dari Kerajaan
Lingga-Riau, Sekolah Iqbal menjadi pelopor sekolah Islam modern
di Asia Tenggara (Roff 1967: 66). Dengan staf pengajar yang
direkrur Utsman A.ffandi dari Mesir-untuk itu ia ken1bali ke
Mesir pada rahun 1907-sekolah ini menjadi sarana efektif untuk
menyebarkan pembaruan Islam di Asia Tenggara. Seperri yang
dilaporkan majalah a lImam,
- sekolah ini dirancang untuk memberi
para murid pelajaran keislaman dan juga yang disebut pelajaran
sekuler.7
286
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
287
Jajat Burhanudin
288
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
289
Jajat Burhanudin
290
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
291
Jajat Burhanudin
292
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
293
Jajat Burhanudin
294
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
295
Jajat Burhanudin
296
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
297
Jajat Burhanudin
298
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
299
Jajat Burhanudin
300
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
Sekolah
301
Jajat Burhanudin
302
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
303
Jajat Burhanudin
304
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
305
Jajat Burhanudin
306
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
rerbir rahun 1918, clan serelah itu menjadi Sinar Hindia hingga
1924 (Adam 1995: 172).
307
Jajat Burhanudin
308
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
309
Jajat Burhanudin
310
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
Meningkatkan Reformisme:
Penerbitan Buku-buku Islam
PEMBAHASAN di atas memberi kita bukti tentang makna pencing
media cecak yang semakin meningkat dalam perkembangan
reformisme Islam pada awaJ abad ke-20. Media cecak menjadi suatu
kacegori penting dalam reformisn1e Islam, di mana gagasan-gagasan
Islan1 baru me1nasuki jantung Musli1n teruta1na di pusat-pusat kota
di Hindia Belanda. Mereka menjadi pe1nbaca 1najalah dan surac
kabar, di mana pemahaman mereka acas ajaran Islam didasarkan
pada pembacaan yang mandiri, berbeda dengan sancri pesancren
yang mempelajari kicab di bav,ah otoritas ulama. Selain icu, media
cecak menyajikan Islam dengan ungkapan bahasa daerah, daJan1
bahasa Melayu dengan culisan Arab dan kemudian dengan tulisan
Latin. Hal ini 1nenciptakan kondisi yang baik bagi u1nat Islam
uncuk ikuc cerlibac dalam 1ne1nahami Islam secara 1nandiri, clan
karena icu mengurangi kesakralan ajaran Islam (Burhanudin 2004:
23-62).
311
Jajat Burhanudin
312
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
313
Jajat Burhanudin
314
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
Dalam saru edisi Islam Bergerak (10 Juni, 1917), salah saru
koran yang diterbitkan oleh Haji Misbach (akrivis Muslim
315
Jajat Burhanudin
316
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
317
Jajat Burhanudin
318
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
319
Jajat Burhanudin
320
Reformisme Islam dan Terciptanya Ruang Publik
321
Jajat Burhanudin
322
9
MENEGOSIASIKAN
MODERNITAS:
Gerakan Ulama di Hindia
Belanda
323
Jajat Burhanudin
324
Menegosiasikan Modernitas
dengan para pelajar Jawi selama tujuh tahun (Atjeh 1957: 55-63;
Dhofier 1982: 93-94; Khuluq 2001: 14-21).
325
Jajat Burhanudin
326
Menegosiasikan Modernitas
327
Jajat Burhanudin
328
Menegosiasikan Modernitas
329
Jajat Burhanudin
330
Menegosiasikan Modernitas
331
Jajat Burhanudin
332
Menegosiasikan Modernitas
333
Jajat Burhanudin
334
Menegosiasikan Modernitas
335
Jajat Burhanudin
336
Menegosiasikan Modernitas
337
Jajat Burhanudin
338
Menegosiasikan Modernitas
merawat tradisi Islam yang celah lama ada, cetapi juga memanipulasi
tradisi ini untuk keberlanjucan otoritas ulama di tengah komunitas
Musli1n Indonesia. Saya akan membahas pen,bentukan Islan,
tradisional nanti. Di sini, saya ingin sekilas n1engulas fenomena
di Sumatera Barat dan Jawa Barac, di mana para ulan1a tradisionalis
cerlibat dalam rivalitas dengan gerakan reformis dan mendirikan
organisasi lokal melengkapi Muhammadiyah dan NU.
339
Jajat Burhanudin
340
Menegosiasikan Modernitas
341
Jajat Burhanudin
kaum tua di ,vakcu yang sama (20 Mei 1930) mendirikan Perri
(Persatuan Tarbiyah Islamiyah) (Abdullah 1971: 135-136;
Koto 1997). Di bawah kepen1impinan ula1na terkemuka dari
Candung, Syaikh Sulai1nan Arrasuli (1871-1970),7 Perti menjadi
le1nbaga resmi kaum tua dalam me1negang misi me1npertahankan
Islam tradisional di Sumatera Barat. Hal ini meningkat dengan
kedatangan pemikir utamanya, Siradjuddin Abbas (1905-1980),
ke puncak kepemimpinan organisasi ini pada 1930. Dia membawa
Perti menjadi lembaga kaum tu.a yang berdiri kokoh dengan agenda
utamanya n1ewacanakan Islam tradisional.
342
Menegosiasikan Modernitas
343
Jajat Burhanudin
344
Menegosiasikan Modernitas
345
Jajat Burhanudin
346
Menegosiasikan Modernitas
347
Jajat Burhanudin
348
Menegosiasikan Modernitas
349
Jajat Burhanudin
350
Menegosiasikan Modernitas
Selain itu, arti penting buku ini juga terletak pada penegasannya
terhadap pendapat Hasyiin Asy'ari yang disebutkan di atas, bahv.ra
mazhab Syafi'i relah lama eksis di Indonesia. Siradjuddin memang
mendedikasikan salah saru bagian bukunya unruk membahas
sejarah maz,hab Syafi'i di Indonesia. Dan, seperti bisa diduga, dia
n1enunjukkan mazhab ini celah ada sejak pengenalan Islam ke
wilayah ini, clan kemudian berke1nbang sejalan dengan penyebaran
agama Islam ke seluruh ,vilayah yang kini disebut Indonesia (Abbas
1968: 198-253). Dengan ini, Siradjuddin berpendapat, pembelaan
kaum tradisionalis atas taqlid harus dijelaskan dengan kenyaraan
bah.,va mereka menganur mazhab yang sama, mazhab Syafi'i, clan
karena itu usaha untuk memelihara tradisi cersebut disamakan
dengan menghormati ulama. Oleh karena itu, Siradjuddin tampil
sebagai pe1nbela ulama, dan siap untuk ikut n1endebat dan
menanrang kaum reformis (Minhaji 2000: 87-116; 2001). Dengan
karya-karya yang disebutkan tadi, beserta karya empat-jilidnya yang
terkenal, 40 Masalah Agama (1970-1974), Siradjuddin 1nemberi
andil besar dalam mempertahankan Islam tradisional di Indonesia
dan Asia Tenggara koncemporer (Federspiel 1996: 193-220).
351
Jajat Burhanudin
Berasal dari bahasa Arab haul (n1asa sacu cahun), haul 1nenjadi
sebuah slametan di 1nana unsur-unsur Islam dan Jawa berdainpingan.
Seperci slametan pada perisciwa lainnya di Jawa, haul juga cerdiri
dari sejumlah kegiatan ritual. Diselenggarakan di rumah orang
yang meninggal, acara slametart ini dimulai dengan sambutan dari
tuan rumah termasuk menyampaikan n1aksud upacara ini (ujub).
352
Menegosiasikan Modernitas
353
Jajat Burhanudin
354
Menegosiasikan Modernitas
355
Jajat Burhanudin
356
Menegosiasikan Modernitas
Kitab kuning
KITAB kuning adalah ciri khas lain ula1na clan kaum santri. Makna
harfiahnya berarti "kitab [berwarna] kuning", n1enunjukkan kertas
berwarna kuning dari kirab-kicab yang ada di pesantren. Terlepas
dari kapan iscilah kicab kuning-bukannya kicab saja-mulai
digunakan dalam wacana ilmiah Indonesia, yang jelas kitab kuning
cerkait erat dengan Islam cradisional. Pada dasarnya ia merujuk
pada kitab-kitab berbahasa Arab yang digunakan dalam tradisi
pesantren. Nan1un, seiring adanya persaingan tradisionalis-refonnis
sejak awal abad ke-20, istilah tersebut mulai muncul dengan n1akna
sosiologis yang baru; ia menunjukkan pe1nbentukan wawasan
Islam cradisional, di mana kicab 1nemiliki peranan pencing. Secara
bersatnaan, kitab kuning juga mengandung 1nakna simbolis uncuk
membedakan Muslim cradisionalis dari Muslim reformis yang
wav,asan keislamannya berdasarkan pada pembacaan buku-buku
keislaman dengan tulisan latin dan dalam bahasa Indonesia (buku
putih) (van Bruinessen 1990: 227; Mas'udi 1985: 55-57).
357
Jajat Burhanudin
56). Dalam ha! ini, kutipan Hasyim Asy'ari berikuc penting uncuk
diperhacikan.
IN! dikutip dari salah satu risalah Hasyim Asy'ari, yang ditulis
untuk dijadikan konstitusi (qanun al-asasi) NU yang baru saja
didirikan. Kutipan ini mempunyai arti kl1usus dalam menunjukkan
bagaimana ulama dan NU mengidentifikasi diri mereka. Dikacakan,
sebagaimana yang diungkapkan kucipan ini, ulama cermasuk dalam
cradisi intelekcual yang celah mapan dan karena itu merupakan
badan otoritatif, terutama di bidang pengetahuan keislaman. Kitab
kuningtentunya telah lama dikaitkan dengan pendirian intelekrual
ulama. Menguasai kitab kuning dianggap sebagai prasyarac uncuk
bisa diakui sebagai ulama (Mas'udi 1985: 56; Dhofier 1984a: 27).
Pengala1nan seorang tokoh NU, Saifuddin Zuhri, bisa 1nembancu
1nenjelaskan bagaimana kitab kuning 1nemiliki peranan pencing
dala1n menentukan ke-ulama-an seseorang.
358
Menegosiasikan Modernitas
359
Jajat Burhanudin
360
Menegosiasikan Modernitas
361
Jajat Burhanudin
362
Menegosiasikan Modernitas
363
Jajat Burhanudin
a lThalibf.n
- tenrang sufisme (2 jilid ditulis sekirar rahun 1930-an),
Tasr£h a l - 'ibarat ( 1930-an) rentang astronomi, dan Manahij a l
'fmdad (1940-an) ten tang fiqih dan sufisme. Dengan karyanya
cersebuc, Ihsan Jampes meletakkan tradisi n1enulis kitab ke
dalam janrung budaya cecak yang rengah 1nuncul di dalam Islam
Indonesia. Me1nperhacikan karya-karyanya, jelas bahwa semuanya
dibuac dalam format penulisan kirab tradisional. Semuanya
merupakan penjelasan (syarh) aras kitab-kirab masyhur karya
ulama-ulama rerkemuka. Shiraj a lThalibin
- adalah penjelasan atas
Minhaj al-'Abidin karangan al-Ghazali (w. 1111), Tas1-ih al- 'ibarat
adalah penjelasan atas Natijah al-Miqdt karangan Kiai Dahlan di
Se1narang, semencara Manahij al-1mdad adalah penjelasan atas
Irsyad al- '!bad karangan Syaikh Zainal Abidin A l -Malibari (w. 982
H.)
364
Menegosiasikan Modernitas
bisa dikacakan terhadap ulama lain pada masa itu, salah satu di
antaranya adalah Ahmad Sanusi di Jav.ra Barat.
365
Jajat Burhanudin
366
Menegosiasikan Modernitas
367
Jajat Burhanudin
368
Menegosiasikan Modernitas
369
10
ULAMA DI INDONESIA
KONTEMPORER:
Refleksi ke Depa n
371
Jajat Burhanudin
372
Ulama di Indonesia Kontemporer
373
Jajat Burhanudin
374
Ulama di Indonesia Kontemporer
375
Jajat Burhanudin
Tantangan-tantangan Baru
376
Ulama di Indonesia Kontemporer
377
Jajat Burhanudin
378
Ulama di Indonesia Kontemporer
379
Jajat Burhanudin
380
Ulama di Indonesia Kontemporer
381
Jajat Burhanudin
Diwakili antara lain oleh Front Pembela Islam (FPI), Laskar Jihad
(LJ), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), clan dalam beberapa
segi tertentu adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), para tokoh
Islam radikal mencita-citakan penerapan hukum Isla1n (syarf'ah)
di lingkungan sosial-politik Indonesia. Apa yang 1nereka paha1ni
sebagai perjuangan penerapan syari'ah pada dasarnya beragam,
mulai dari melakukan sweeping tempat-tempat yang mereka anggap
sebagai sarang kegiacan mak�iac-pub, kafe, clan klub malam
hingga mengusulkan penggunaan Islam sebagai ideologi politik
Indonesia clan pada gilirannya adalah pendirian negara Islan1
Qamhari clan Jahroni 2004; Panggabean clan Amal 2004; Noorhaidi
2005). Mengingat persoalan-persoalan aktual yang mereka soroti,
ulasan media atas gerakan mereka, clan mungkin lebih pentingnya
lagi adalah dukungan politik elite tertencu Indonesia, Islam radikal
memperoleh cempat di dalam lanskap sosial-politik Indonesia
kontemporer.
382
Ulama di Indonesia Kontemporer
383
Jajat Burhanudin
384
Ulama di Indonesia Kontemporer
385
Jajat Burhanudin
386
Ulama di Indonesia Kontemporer
387
Jajat Burhanudin
388
Ulama di Indonesia Kontemporer
yang celah dibahas di acas. Sebagai cucu Hasyim Asy' ari dan pucra
Wahid Hasyim, Abdurrahman Wahid dacang dari inti keluarga
ulama di Jawa. Lahir di Jombang tahun 1940, Gus Dur-nan1a
populer Abdurrah1nan Wahid-men1peroleh pendidikan dasarnya
di Pesantren Tebuireng. Dia kemudian menghabiskan beberapa
rahun belajar di sejumlah pesantren di Ja,va, Pesantren Tegalrejo
di Magelang (1957-1959) dan Pesantren Krapyak di Yogyakarca
(1959-1963) di mana ia belajar dari ulama NU rerkemuka, Kiai
Ali Maksum. Di cahun 1964, dia meninggalkan Indonesia menuju
Kairo, Mesir, di mana ia belajar (dan cak pernah selesai) di al
Azhar. Dari Kairo, dia pergi ke Baghdad untuk n1empelajari sastra
clan kebudayaan Arab. Srudinya di Ti1nur Tengah berlangsung
hingga tahun 1971 saat ia kembali ke Pesantren Tebuireng milik
keluarganya (Barron 1996: 191-193). Dari pesanrren inilah dia
mulai membangun kariernya dalam kehidupan sosial-politik
Indonesia.
389
Jajat Burhanudin
390
Ulama di Indonesia Kontemporer
Ulama Lain
OJ samp1ng ulama NU, Islam Indonesia kontemporer juga
menyaksikan kemunculan ulan1a lain, yang terpenting di antaranya
adalah dewan ulama yang disponsori Pe1nerincah Indonesia, Majelis
Ulama Indonesia (MUI). Didirikan Juli 1975, MUI dirancang
untuk memfasilirasi komunikasi d u a -arah anrara kepenringan
pemerinrah clan masyarakar Muslim dengan cara di mana seluruh
golongan Muslim Indonesia terwakili (Mudzhar 1993: 4 7 4 - 8).
Begitu juga, MUI adalah badan nasionaJ yang keanggotaannya
cerdiri atas pemin1pin-pemin1pin hampir seluruh organisasi
Muslim- rermasuk ula1na NU centunya-serca ulama independen
di berbagai wilayah Indonesia. Memang, ciga dari lima kecua yang
relah memimpin MUI berasal dari NU: KH Syukri Ghozali dari
periode 1981 sampai 1984, KH Ali Yafie (1990-1999) dan ra'is
'am NU KHA. Saha! Mahfudh (1999-sekarang).
391
Jajat Burhanudin
392
Ulama di Indonesia Kontemporer
393
Jajat Burhanudin
394
Ulama di Indonesia Kontemporer
Refleksi ke Depan
PEMBAHASAN sebelu1nnya men1beri kita bukti tentang peran
pencing ula1na yang terus bertahan di Indonesia konte1nporer.
Dengan mengacu terutama kepada pengalaman NU, ulama
masih memegang pengaruh kuat di masyarakat Muslim,
khususnya dalam kehidupan keagamaan. Kembali lagi ke kasus
Gus Dur, kedudukannya sebagai seorang neo-n,odernis terkemuka
membuacnya diterima n1elampaui domain tradisionalnya di
lingkungan NU. Dia dikenal sebagai penyokong pluralisme dan
de1nokrasi di Indonesia. Meski demikian, dukungan ula1na sangat
pencing dalam karier incelekrual dan politiknya. Gus Dur sering
menyebutkan ucapan-ucapan ulama senior NU, yang disebuc
"ulama khos", sebagai pijakan etis dalam kecerlibacannya di dalam
urusan sosio-politik dan keaga1naan.
395
Jajat Burhanudin
396
Ulama di Indonesia Kontemporer
397
CATATAN AKHIR
Bab 1: Pendahuluan
1. Data jumlah pesantren berdasarkan laporan Departemen Agama
Indonesia. Lihat Departemen Agama RI, Data Potensi Pondok Pesantren
Seluruh Indonesia Tahun 1997 (Jakarta: Departemen Agama RI, 1997),
dan Doftar Pondok Pesantren Seluruh Indonesia Tohun 2003-2004
(Jakarta: Departemen Agama RI, 2004).
2. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) dilaksanakan pada 23-27 Januari
2006 dengan 1.200 responden dari seluruh provinsi di Indonesia. Saya
ingin berterima kasih kepada Saiful Mujani, Oirektur LSI, dan Fauny
Hidayat yang telah memperkenankan saya mengakses hasil survei
terse but.
399
Jajat Burhanudin
400
Catatan Akhir
401
Jajat Burhanudin
402
Catatan Akhir
Jusuf (1970). Untuk keperluan studi ini, saya memilih dua versi yang
dilatinkan oleh Khalid Hussain.
27. AI-Mawahib, hal. 75-76.
28. Ibid, hal. 84-85.
29. Grinter mencatat sejumlah karya yang dirujuk al-Raniri dalam karyanya
Bustan adalah: Kitab Qishdsh al-Anbiya' karya al-Kisa's, yang juga
diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dan bahasa lain di Nusantara,
Kisds al-Anbiyd' (Winsendt 1969: 4); Kitdb Daqd'iq al-Haqd'iq karya al
Ghazali, yang membahas tentang teologi Islam; lrsyad al-'lbdd karya
seorang sarjana Baghdad, Najmuddin al-Baghdadi (w.1122); danJawdmi'
al-Kalim ft al-Mawo'iz wa a /Hikom- karya Ali Muttaqi al-Burhanpuri
(1480-1567). Sementara pembahasan mengenai panduan bagi penguasa
(buku 111, IV, V, dan VIII), al-Raniri secara luas menggunakan karya al
Ghazali, Nasihat al-Mu/Ok dan lhyd' 'UIOm al-Din.
403
Jajat Burhanudin
404
Catatan Akhir
405
Jajat Burhanudin
18. Raffles (1978: 11, 3) menulis bahwa ulama memperoleh bayaran tertentu
dari hasil bumi, dan dibayarkan biasanya dalam musim tertentu serta
pada kesempatan tertentu, sepert1 khitanan, pernikahan, perceraian,
atau pemakaman. Crawfurd (1820: II, 266), lebih jauh, menyebutkan
bahwa ulama berhak atas sebagian kecil hasil panen, yang diistilahkan
dengan derma (zak6).
19. Wilayah pesisir barat Minangkabau yang pertama kali terislamkan adalah
Tiku, pelabuhan dagang yang utama; Pariaman dan Ulakan mengikuti
setelah ditetapkannya pengawasan Aceh atas pantai tersebut. Untuk
pembahasan yang lebih terperinci mengenai topik ini, lihat juga Azra
(2003: 43-44); Winstedt {1917: 170-175).
20. Penting untuk ditegaskan di sini, jenis hubungan antara rantau dan
darek, yang menunjukkan pertentangan dan penyesuaian antara Islam
dan kebiasaan setempat (adat), dan merupakan salah satu ciri utama
dinamika dan perkembangan Islam di Minangkabau. Untuk pembahasan
yang menyeluruh tentang hal ini, lihat Abdullah (1966: 1-24; dan 1971:
1-25).
21. Dobbin (1983: 121) menyatakan bahwa praktik-praktik sufi dengan
penyebutan nama Tuhan berulang-ulang, bernyanyi, dan menari dengan
musik adalah juga di antara praktik agama perdukunan. Lihat juga
Winstedt (1969: 20-25); Rinkes 1909: 9-10).
22. Kutipan di atas berasal dari Hikayat Jalaluddin, satu-satunya naskah
Melayu yang memuat sejarah Islam di Minangkabau. Dalam Hikayat ini,
Faqih Saghir Sarni' Syaikh Jalaluddin Ahmad Kuta Tuo menghubungkan
sejarah Islam dari masa ketika pertama kali diperkenalkan kepada
masyarakat Minangkabau hingga masa pembaruan Islam oleh gerakan
Padri. Naskah ini kemungkinan ditulis pada 1824 dalam bahasa Melayu.
Studi-studi tentang naskah ini, Iihat J.J. Hollander (1857); juga Steenbrink
(1984: 37-43).
23. Mesti dicatat bahwa pada saat Syaikh Burhanuddin mendirikan Tarekat
Surau Ulakan, di Minangkabau telah muncul tarekat sufi lain, yaitu Tarekat
Naqsyabandiyah dan Qadiriyah. Tarekat Naqsyabandiyah kemungkinan
besar didirikan pada dekade pertama abad ke-17 oleh seorang ulama
dari Pasai. Tarekat ini menyebar terutama di Lima Puluh Kato dan Tanah
Datar. Tarekat lainnya, Qadiriyah, terutama berpusat di wilayah pesisir
pantai dan Agam. Lihat Azra {2003: 63-64); Dobbin (1983: 121); juga
Steenbrink (1984: 177-185).
406
Catatan Akhir
407
Jajat Burhanudin
408
Catatan Akhir
409
Jajat Burhanudin
22. Surat Edaran ini ditulis oleh Haji Soelaiman menyusul pemberontakan
Banten tahun 1888, di mana ulama dan sejumlah kecil penghulu terlibat
dan kemudian ditahan (Kartodirdjo 1966: 344-7). Oleh karena itu, surat
edaran ini mengandung enam pokok: meminta ulama untuk mematuhi
perintah penjajah, menerima kekuasaan penjajah, menghindar dari
mengajarkan ajaran-ajaran yang salah kepada para santri , menyadarkan
masyarakat untuk membayar pajak kepada pemerintah, melaksanakan
kewajiban agama, dan bersyukur kepada Tuhan atas berkah hidup di
bawah Pemerintah Kolonia! Belanda. Surat Edaran ini dapat ditemukan di
Perpustakaan Nasional, Jakarta (104 A KFH 1/7). Lihatjuga Hisyam (2001:
90-2).
23. lni adalah judul tulisan Snouck Hurgronje dalam Nieuwe Rotterdomsche
Courant (14-16 Oktober 1886), di mana dia menulis, dikutip dari Laffan
(2003: 87), bahwa "orang Arab seperti Othman bin Jahja lebih berharga
daripada sekian bupati peminum-anggur dan 'berpikiran-bebas'". Lihat
juga Snouck Hurgronje (1924, IV: 69-83).
410
Catatan Akhir
411
Jajat Burhanudin
Pijper {1961: 4 0 1 9- ); Boland dan Farjon {1983: 32-3); dan Suminto {1985:
152-3).
2. Meskidemikian, semangat Kartini tetap hidup, melambangkan emansipasi
wanita Indonesia. Dan Abendanon memberikan penghormatan khusus
untuknya. Pada 1911, dia menerbitkan surat-surat yang ditulis Kartini
kepada istrinya, mengungkapkan cita-citanya akan pencerahan kaum
perempuan dari kelasnya, antara 1899 dan 1904, dengan judul Door
duisternis tot licht. Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, Hobis Gelap Terbitlah Terang, pertama kali diterbitkan tahun
1938 dan kemudian dicetak ulang berkali-kali oleh Balai Pustaka dan
penerbit-penerbit lainnya.
3. Per lu ditekankan di sini bahwa dalam perkembangannya, majalah
Medan Priyayi tidak lagi menjadi forum bagi priyayi. Seperti diungkapkan
semboyannya, ia berkembang menjadi suara "semua para penguasa
[pribumi], bangsawan, dan intelektual, priyayi, pedagang pribumi, para
pejabat, dan pedagang dari golongan bawahan yang memiliki kesamaan
[dalam status] dengan anak-anak negeri di seluruh Hindia Belanda". Lebih
jauh,Medan Priyoyi kemudian berubah menjadi suara orang-orang yang
tertindas di Hindia Belanda. Lihat Shiraishi (1909: 33-4). Untuk biografi
Tirtoadisurjo, Iihat Toer {1985).
4. Ahmad Soorkatie lahir di Pulau Arqu, dekat Dongala, Sudan. Dia
berharap dapat melanjutkan studinya di al-Azhar, Kairo, Mesir, namun
berhubung penutupan perbatasan Sudan dengan Mesir di masa rezim
Mahdist (1885-1898), perjalanan terencana ke Kairo seperti itu menjadi
amat sulit. Oleh karena itu, dia pergi ke Hijaz saat berusia 24 tahun
dan belajar di Madinah selama empat tahun {1896-1900) dan delapan
tahun di Makkah (1900-1908). Dia adalah murid ulama Makkah, Syaikh
Muhammad Husain bin Yusuf Khayyat yang menjalin hubungan dengan
Muslim Melayu dan Sumatera. Selama studinya di Hijaz, Soorkatie
bersentuhan dengan reformisme Islam Kairo, terutama melalui a /
'Urwah ol-Wutsqa dan al-Manor. Di tahun 1911, setelah menjadi ulama
dan guru yang terkenal di Makkah, dia direkrut oleh Mufti Syafi'i di
Makkah, Husain bin Muhammad al-Hibsyi {wafat 1912) dan dikirim ke
Batavia. Untuk kehidupan dan karier Ahmad Soorkatie, lihat Abu Shouk
(2002: 203-17); Mobini-Kesheh {1999: 54-6); Laffan (2003: 190); Noer
(1973: 73-8); Bluhm -Warn {1997: 293-308).
5. Untuk biografi Ahmad Khatib, lihat juga Hamka {1958: 230-6); Nazwar
(1983: 11-8); Saeran (1981: 16-22); Djaja (1966: 567-69).
6. Untuk pembahasan yang luas mengenai budaya cetak, lihat Eisenstein
(1979: bab dua); Fauzi (1990).
412
Catatan Akhir
413
Jajat Burhanudin
414
Catatan Akhir
415
Jajat Burhanudin
kemudian Tunas Melayu pada 1913. Pada 1940, dia kemudian diangkat
sebagai mufti Pahang. Li hat Roff (1967: 63-64); Hamzah (1991).
3. Sosok penting lain di balik penerbitan al-Imam adalah Syaikh Muhammad
Salim al-Kalili. Dia lahir di Cirebon dan kemudian diduga memainkan
peranan penting dalam Perang Aceh. Seperti yang dipublikasikan al
/mom, dia adalah penduduk Singapura. Perannya di al-lmom lebih
sebagai pengusaha yang menyokong penerbitan al-/mom secara
finansial ketimbang sebagai sarjana atau penulis. Selain itu, ada juga
Encik Abdullah bin Abdul Rahman dari Muar, tetapi tak banyak diketahui
tentangnya. Lihat Roff (1967: 64); Hamzah (1991); Laffan (2003: 150).
4. Untuk pembahasan mengenai maksud dan tujuan majalah al-lmom, lihat
juga Roff (1967: 56), Hamzah (1991: 2 8 -29).
5. Harus dicatat di sini bahwa Abduh membuat penjelasan atas sejumlah
ayat AI-Quran. Rasyid Ridha, yang menghadiri dan mencatat kuliah-kuliah
Abduh di al-Azhar, melanjutkan karyanya setelah Abduh meninggal pada
1905. Tafsfr al-Manor, judul lengkapnya Tafsfr al-Qur'{Jn al-Hakfm a l
Mushtahar bi Tafsfr al-Manor, pertama kali terbit tahun 1925. Untuk
pembahasan mengenai asal-usul tafsir ini, lihat Jansen (1974: 2 3 2- 4),
juga Adams (1933: 273).
6. Untuk pembahasantentang hal ini, Iihat juga Laffan (1996: 156-175; 2003:
160-165). Hal ini mengindikasikan pengaruh Meiji Jepang yang tengah
muncul dalam pembentukan nasionalisme di Indonesia, sebagaimana
juga dalam kasus Kairo. Untuk suara-suara yang berorientasi Tokyo dalam
al-lmom, lihat Andaya (1977: 1 2 3 1- 56).
7. Untuk pembahasan tentang sekolah ini, lihat a l -lmdm, vol. 21, no. 3, 4, 7,
dan 8; 9 September dan 7 Oktober 1907, 5 Januari dan 4 Februari 1908.
Lihat juga Hamzah (1991: 73-9); Laffan (2003: 150, 2 5 5 6- ). Akan tetapi,
sekolah ini tidak bertahan lama. Menghadapi perlawanan dari kaum tua
tradisionalis, sekolah ini direlokasi ke wilayah Riau dengan nama baru,
Madrasah al-Ahmadiyah, dan berdiri sampai 1909.
8. Sementara itu, di wilayah-wilayah Melayu yang kini disebut Malaysia,
reformisme Singapura juga mempunyai pengaruh kuat. Di bidang
penerbitan, hal tersebut dapat dilihat dari kemunculan majalah dan
koran-koran setelah a l l-mdm. Pada 1911, Haji Abbas bin Toha, eksponen
al-lmom, mulai menerbitkan majalah pembaruan Neratja. Di Penang,
diterbitkan majalah pembaruan a l -lkhwan dan Saudara. Majalah
majalah tersebut, seperti majalah dan penerbitan lainnya, mengusung
kelanjutan semangat pembaruan yang dikembangkan oleh al-Imam.
Lihat Roff (1972: 1 1 4
- ; 1967: 75-87).
9. Harus dijelaskan di sini bahwa al-Munir adalah majalah pertama yang
terbit setelah al-lmom di Indonesia. Di Malaysia, Neratja muncul tahun
416
Catatan Akhir
1911 dan Tunas Melayu tahun 1913, keduanya oleh H. Abbas, mantan
redaktur al-Imam. Lihat Roff (1972: 7 -8).
10. Untuk pembahasan tentang landasan al-Munir, lihat juga Yunus Hamka
(1958), Alfian (1989: 108), D jaj a (1966: 11, 700), Ali (1997: 26).
11. Tentang kandungan umum kedua majalah tersebut, lihat Roff (1967: 5 6 -
59), Hamzah (1991: 21-22), Noer (1973: 39-40), Azra (1991: 87-96), Ali
(1997).
12. Orang Muslim yang memakai pakaian Eropa menjadi salah satu hal yang
sangat diperdebatkan di wilayah Melayu-lndonesia pada awal abad ke-
20. Gaya berpakaian dimasukkan ke dalam identitas orang Muslim yang
berbeda dengan orang Eropa dan orang-orang yang akrab, dalam gaya
hidup mereka, dengan orang-orang Eropa. Untuk pembahasan tentang
hal ini, lihat van Dijk (1997: 39-84) dan juga artikel sebelumnya dari
Kaptein (2003) menyangkut isu yang sama, dengan penekanan pada
berbagai fatwa termasuk fatwa dari al-Munir.
13. Ulama setempat yang dirujuk dalam istifta' ini adalah Khatib Ali, ulama
tradisionalis dari Sumatera Barat yang menentang gerakan reformis.
Dia melarang pemakaian pakaian Eropa dan menyalahkan kaum muda
(ulama reformis) yang telah membolehkan praktik tersebut sehingga
seseorang terlihat seperti orang Kristen. Lihat Kaptein (2003: 6).
14. Lahir di Sungai Batang, Haji Rasul (Haji Abdul Karim Amrullah)
merupakan salah satu ulama kaum muda terkemuka di Sumatera Barat,
di samping Abdullah dengan al-Munir dan Sekolah Adabiyah, serta
Syaikh Muhammad Djamil Dj ambek (1860-1947) yang terkenal dengan
tablig-nya (dakwah Islam) di Bukittinggi. Lihat Djamal (2002: 18-29); Jaya
(1968: II, 267-268).
15. Mengutip Atjeh (1957: 221), Federspiel menulis bahwa Pembela Islam
kehilangan izin terbitnya karena membantah dengan sangat keras artikel
penulis Kristen yang menyerang Islam. Lihat Federspiel (2001: 93).
16. Pembahasan yang bagus mengenai budaya cetak dapat ditemukan dalam
Eisenstein (1979). Untuk contoh pengalaman negara-negara Muslim
lainnya, lihat Fauzi (1990) dan Eickelman (1992: 645-52) untuk Maroko;
Metcalf (1982: 198-234) dan Zaman (1999: 60-81) untuk Asia Selatan,
dan Khalid (1994: 1 8 7 2- 00) untuk Asia Tengah.
17. Untuk biografi Tjokroaminoto, Ii hat Amelz (1952: vol. I); Gonggong (1985);
Noer (1973: 107-9); Melayu (2002: 35-81); Amin (1995). Biografinya di
sini didasarkan pada sumber-sumber tersebut.
417
Jajat Burhanudin
418
Catatan Akhir
persoalan Islam, namun sayangnya tak satu pun dapat ditemukan. Untuk
biografi Chatib Ali, lihat Yunus (1981: 20-53).
7. Lahir di Tjandung, Bukittinggi, Sumatera Barat, Sulaiman Arrasuli
(Sulaiman al-Rasuli) datang dari keluarga ulama terkemuka asal
Tjandung, kemudian di banyak surau di Sumatera Barat. Tahun 1903,
dia berangkat ke Makkah untuk memperoleh pengajaran Islam lanjutan.
Seperti ulama Minangkabau lainnya di masa itu, dia terutama belajar
dengan Akhmad Khatib. Setelah empat tahun belajar di Makkah, tahun
1907 dia kembali ke Tjandung dan mulai mengajar di surau yang baru
didirikan. Di Tjandung inilah dia memperbarui pembelajaran tradisional
surau, memperkenalkan unsur-unsur modern ke dalam surau seperti
yang telah dilakukan kaum reformis. Bersama Syekh Djamil Djaho {I.
1875), dia mulai membangun jaringan kuat di antara ulama kaum tua
di surau-surau Minangkabau, yang kemudian menjadi Perti pada 1930.
Untuk biografi Sulaiman Arrasuli, lihat Bakry {1981: 76-85). Untuk
penjelasan keterlibatannya dalam mendirikan Perti, Ii hat Keto {1997: 3 6 -
9); Abdullah (1971: 135 -6).
8. Perlu dicatat bahwa pakauman adalah suatu wilayah di tingkat distrik yang
dipimpin oleh pejabat keagamaan, mewakili kantor penghulu. Mereka,
ulama pakauman, bertanggung jawab atas tugas-tugas mengelola
urusan-urusan keagamaan di wilayah distrik, dan oleh karena itu
bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban administratif Pemerintah
(Hisyam 2001: 36). Oleh karena itu, mereka juga disebut menak kaumor
menak paseban (lskandar 2001: 153), untuk menghubungkan mereka
dengan kaum priyayi di Jawa Barat (kaum menak).
9. (lskandar 2001: 176-7) mencatat bahwa ulama Sukabumi yang menjadi
pengikut setia Ahmad Sanusi adalah: Kiai Hadji Syafe'i dari Pesantren
Pangkalan, Cicurug, Kiai Hadji Muhammad Nahrowi dari Pesantren
Cantayan, Cibadak, Kiai Hadji Muhammad Basyuni dari Pesantren
Nyomplong, Kiai Hadji Muhammad Suja'i dan Kiai Hadji Badruddin dari
Pesantren Kadudampit. Di samping ulama-ulama pesantren, mantan
ketua SI Jawa Barat, Wigyadisastra, juga terlibat dalam pendirian AAI.
Dia kemudian ditetapkan sebagai wakil-ketua, membantu Ahmad Sanusi
sebagai ketuanya. Lihat juga Hidajatoel lslamiyah (No. 5, Juli 1931), dan
al-Mizaan {No. 1, Maret 1932).
10. Lahir di Jember, Mahfudz Shiddiq ditetapkan sebagai ketua NU tahun
1930 dalam Kongres Malang, dan sejak itu dia memberikan kontribusi
kepada NU termasuk dalam menerbitkan Koran NU, Berita Nahdlatul
Ulama. Untuk biografinya, lihat Ma'shum (1994: 1 9 1 -201).
11. Pendirian Bahsul Masa'il sebagai lembaga NU yang permanen dan
resmi baru terjadi kemudian, yaitu berdasarkan muktamar NU di Yogya
karta tahun 1989. Namun, pada kenyatannya, praktik ulama dalam
419
Jajat Burhanudin
420
Catatan Akhir
4. Harus dinyatakan di sini bahwa salah satu pemimpin utama JIL adalah Ulil
Abshar Abdalla. Dia datang dari keluarga ulama Jawa dan memiliki latar
belakang pembelajaran Islam dari pesantren yang kuat. Dengan gagasan
gagasan Islam liberal yang dia usung bersama JIL-nya, Ulil menjadi
sasaran kecaman keras sejumlah ulama MUI. Adian Husaini, anggota
MUI Provinsi Jawa Barat, bahkan mengeluarkan fatwanya sendiri yang
menyatakan bahwa Ulil harus dihukum mati.
5. Saya ingin berterima kasih kepadaJamhari dan Oman Fathurrahman yang
memperkenankan saya untuk mengakses hasil-hasil survei, serta Hendro
Prasetyo dan Saiful Mujani yang membantu saya dalam menganalisis
data statistik dari survei-survei tersebut.
6. Harus dicatat bahwa responden survei 2006 dibatasi hanya pada
komunitas pembelajaran Islam (ulama [kiai] sebagai pemimpin pesantren,
guru [ustadz] dan murid [santri] di lembaga-lembaga pembelajaran Islam
di kota-kota mayoritas Muslim di Indonesia (Sumatera Barat, Banten,
Jawa Barat, Jawa Tengah [termasuk Yogyakarta], Jawa T imur, Mataram
di Timor Barat, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan). Oleh karena itu,
survei 2006 tidak mewakili Muslim Indonesia di tingkat nasional seperti
dalam survei 2004. Meskipun demikian, dari perbandingan hasil survei
keduanya, survei 2006 menunjukkan kecenderungan yang hampir sama
dengan survei 2004.
421
DAFTAR PUSTAKA
423
Jajat Burhanudin
424
Oaftar Pustaka
425
Jajat Burhanudin
426
Oaftar Pustaka
A b uLughod,
- Ibrahim (1963) Arab Rediscovery of Europe: A Stud;, in
Cultural Encounters, Princeton: Princeton University Press.
Abu-Rabi', lbrahi1n M . (1996) Intellectual Origins ofIsla.mic Resurgence in
the ModernArab World, Albany: Stare University of New York Press.
Adam, Al1mac bin (1995) Jhe Vernacula.r Press and the Emergence of
Modern Indonesian Consciousness (1855-1913), lrhaca: Southeast
Asian Progra1n Cornell University.
Adams, Chales C. (1933) Islam and Modernism in Eg;,pt, London: Oxford
University Press.
Ahmad, Nur'ani (1981), "Syeikh Abbas Qadi Ladang Lawas'', dalan1
Sanusi Latif dan Edward (ed), Riwayat Hidup dan Peijuangan 20
Ula.rna Besar Sumatera Barat, Padang: Isla1nic Centre Sun1acera Barar,
66-75.
Aluned, J. Mohammed ( I 960) Jhe Intellectual Origins of Egyptian
Nationalism, London-New York-Toronto: Oxford University Press.
- ttas, Syed Muhammad Naguib (l 969) Preliminary Statement on a
alA
General 7heory of lslamization of the Malay-Indonesian Archipelago,
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pusraka.
---------- (1970) 7he lvfysticism of Hamzah Fansuri, Kuala Lumpur:
University of Malaya Press.
Alfian, 1'. Ibrahim (1987) Perang dijala.nAllah, PerangAceh 1873-1912,
Jakarca: Pusraka Sinar Harapan.
Alfian() 989) Muhammadiyah: 7he Political Behavior ofa Muslim Modernist
Organization under Dutch Cownialism, Yogyakarta: UGM Press.
Algadri, Hamid (1984) Snouck Hurgronje, Politik Belanda terhadap Islam
dan KeturunanArab, Jakarra: Puscaka Sinar Harapan.
Ali, Syamsuri ( 1997)AL-Munir dan Wacana Pembaharuan Pemikiran Islam
1911-1915, Padang: MA "Thesis WN lmam Bonjol.
Ali, Mukti (1958) lntetpretasi tentangAmalan-Amalan Muhanzmadiyah,
Jakarta: Pin1pinan Pemuda Muhanunadiyah Daerah Djakarta.
Ali, Fachry and Bahriar Effendy (1986) A1erambah }alan Bart, Islam,
Rekonstruksi J>emikiran Islam Indonesia Orde Baru, Bandung: Mizan.
Amar, lmron Abu (1986) Peringatan Khaul bukan dari Ajaran Islam adalah
Pendapat yang Sesat, Kudus: Menara Kudus.
Ainelz (1952) H.O.S. Tjokroaminoto: Hidup dan Perjuangllnnya, Jakarta:
Bulan Bincang, 2 vol.
427
Jajat Burhanudin
428
Oaftar Pustaka
Azra, Azyumardi (1990) "The Surau and the Early Reform Movements in
Minangkabau", Mizan 3, 2: 64•85.
··········(1992) The ·rransmission oflslAmic Refor,nis1n to Indonesia: Network
ofMiddle·eastern andMalay•lndonesian "Ulama"in the Seventeenth and
Eighteenth Centuries, Ne,v York: Ph.D Thesis Colun1bia University.
•········· (1994) Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad ke•l7 dan 18, Bandung: 11izan.
•-·-·----- (1995) "Hadrami Scholars in rhe Malay-Indonesian Diaspora:
A Preliminary Study of Sayyid 'Uthman" Studia lslan1ika 2, 2: 1-33.
---------· (1997) "A Hadrami Religious Scholar in Indonesia: Sayyid
'Uduna.n" dala1n Ulrike Freitag and Willian1 G. Clarence•Stnith (ed.)
Hadrami Traders, ScholArs and Statements in the Ocean, l750s-J960s,
Leiden, New York and Koln: Brill.
•········· ( 1999a) "Opposition to Sufism in the Ease Indies i n the
Seventeenth and Eighteenth Centuries" dalam Frederick de Jong clan
Bernard Radtke (ed.) IslamicMysticism Contested: Thirteenth Centuries
ofControversies and Poletnics, Leiden, Boston and Koln: Brill.
• ·- · · · ··· (19996) "The Transmission of al•Manar's Reformism to the
Malay•lndonesian World: rhe Cases of a/.Jmarn and a/.J\1unir",
Studia lslAmika 6, 3: 79• l l 1.
---------- (2003) Surau: Pendidikan lslAm Th1disional dalam Transisi dan
Modernisasi, Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
•········· (2004), The Origins of lslan1ic Refomtism in Southeast Asia:
Networks of Malay•lndonesian and Middle Eastern 'U/,ama' in the
Seventeenth and Eighteenth Century, Australia & Honolulu: Allen &
Unwin and University ofHawai'i Press.
Bachtiar, Harsja W. (1973) "The Religion of Java: A Commentary",
Majalah Jlmu•llmu Sastra Indonesia 5, 1: 85• l l 8.
Baer, Gabriel (1968) "'.A.Ii Mubarak's Khitat as a Source for the History of
Modern Egypt, dalan1 P.M. Holt (ed) Political and Social Change in
Modern Egypt, London: Oxford University Press.
•········· (1969) Studies in the Social History oflvfodern Egypt, Chicago:
University ofChicago Press.
Bakar, Abu (1978) Surat•Surat Penting: Tuanku Hasyim Bangta Muda,
Teungku Chi di Tiro, dan Teuku Umar pada 1\1asa Perang Kolonia!
BelAnda di Aceh, Banda Acch: Pusat Dokumentasi dan Informasi
Aceh.
429
Jajat Burhanudin
430
Oaftar Pustaka
Berg, ·rom van den (1998) Karel Frederik Holle: 7heeplanter in lndiii 1829-
1896, Amsterdam: Bert Bakker.
Bluhn1, Jutta E. (1983) "A Prelin1inary Scaten1en1 on the Dialogue between
the Reforn1 .tvfagazine al-Manar and the Malayo-Indonesian World",
Indonesia Circle 32, 35-42.
Bluh1n-Warn, Jutta E. (1997) ''Al-Manar and Alunad Soorkattie: Links
in the Chain of Trans1nission of Nfuha1nmad Abduh's Ideas c o the
Malay-Speaking World", dala1n P.G. Riddell and A.D. Screec (ed.)
Islam: Essays on Scripture, 7houghc and Society: A Festschrift in Honour
ofAnthony Johns, Leiden: Brill, 295-308.
Boland, B.J. and I. Farjon (1983) lslarn inlnd.onesia: a BibliographicalSurvey
1600-1942 with post-1945 Addenda, Dordrchc: Foris Publcacion.
Bosquet, G.-H. and Schacht, J. (eds) (1957) Selected works of C. Snouck
Hurgronje, Leiden: Brill.
Bowen, John R. (1993) Muslims through Discourse: Religion and ritual in
Gayo society, New Jersey: Princeton University Press.
Braddell, T . (1857) "The Ancient Trade and the Indian Archipelago" JlAEA,
4.
Braginsky, VI. (1993) The Systern of Classical Malay Literature, Leiden:
KITLV Press.
Brake!, L.F. (1970) "Persian Influence in Malay Licerature", Abr Nahrain 9:
1-16.
- - ---- -(1975a) 7he Hikayat Muhammad Hanafiyyah, The Hague: Martin us
Nijholf.
--------- (1975b) "Scace and Scacecrafr in 17th Cenrury Aceh'', dalan1 A.].S.
Reid ec al. (ed.), Pre-Colonial State System in Southeast Asia, Kuala
Lun1pur: Monographs of che Malaysian Branch of che Royal Asiatic
Society, 5 6 -66.
---------- (1979) "On the Origin of the Malay Hikayac", RIMA, 13,2: 1-33.
Brokelmann, Carl (1937-1947) Geschichte der Arabischen literatur Ifl -
Zweite den SupplementsbiindenAngepassteAziflage, Leiden: E.J. Brill.
Brown, C.C. (1970) Sejarah Melayu or M,zlay Annals, (Kuala Lumpur:
Oxford University Press.
Brugmans, Dr. I.J. 1938) Gescheidenis van het Onderwijs in Nederlands
lndie, Groninge n B
- acavia: J.B. Wolters Uicgevers Maatchapi j .
431
Jajat Burhanudin
432
Oaftar Pustaka
433
Jajat Burhanudin
434
Oaftar Pustaka
435
Jajat Burhanudin
436
Oaftar Pustaka
----- - --- (1974) "Ranggawarsita, the Pustaka Raja Madya and the Wayang
Madya", Oriens Extremus, vol. 21: 199-215.
----------(1976) "Further Data Concerning '.Abd a l -Sharnad a l P
- alin1bani",
BK!, 132: 2 6 7 2- 92.
---------- ( 1979) Hikajat Potjut Afuhamat: An Achehnese Epic, ·n1e Hague:
Marrinus Jijhoff.
Eccel, Christ, Egypt (1984), [slam and Social Change: al-Azhar in Conflict
and Accomrnodation, Berlin: Sch,varz.
Effendy, Bahtiar (1988) The 'Nine Star'and Politcs:A Study ofthe Nahdl.atul
Ul.ama's Acceptance ofAsas Tunggal and Its Withdrawal from Politics,
MA Thesis Ohio University.
Eickelman, Dale, F. (1978) "The Art of Memory: Islamic Education and
its Social Reproduction", CSSH 20: 485-516.
----------(1992), "l'v[a55 Higher Education and the Religious In1agination
in Contemporary Arab Sociecy'',Arnerican Ethnologist 19, 4: 643-655.
---------- ,vithJ. W Anderson ( 1997), "Prine, Isla1n, and the Prospects for
Civic Pluralisrn: Ne,v Religious Writing and Their Audiences", ]JS 8,
l: 43-62.
---------- dan J.W. Anderson (1999), "Redefining l'vluslim Publics", dalam
Dale F. Eickelman andJ.W.Anderson (ed.), JVew Media in the Muslim
World: The Emerging J>ublic Sphere, Bloomington: Indiana University.
Eisenstein, Elizabeth L. (1979), The Printing Press As An Agent of Change:
Communication and Cultural ]j-ansformation in early-lvfodern Europe,
Cambridge: Cambridge University Pre.55.
Eliade, Mircea (1958), Birth and Rebirth: the ReligiousMeaning ofInitiation
in Human Culture, translated fro1n French by Willard R. Trask, New
York: Harper & Brothers.
Eliraz, Giora (2002) "The Islamic Reformist Movement in the Malay
Indonesian World in rhe First Decades of the 20'h Century: Insights
Gained from a Comparative Look at Egypt", Studia lslamika, vol. 9,
no. 2, 47-87.
Ende, W . (1995) "Salafiyya", El, vol. 8, 900-09.
Erringron, Shelly (1975) A Study ofGenre: Meaning and Form in the Malay
Hikayat Hang Tuah, Irhaca: Ph.D. Thesis Cornell University.
Esposito, John L. andJohn 0. Voll (2001) Makers ofContemporary Islam,
New York: Oxford University Press.
437
Jajat Burhanudin
438
Oaftar Pustaka
Feillard, Andree (1999) 1VU vis-a-vis Negara: Pencarian lsi, Bentuk dan
Makna, Yogyakarta: LKiS.
Florida, Nancy K. (1995) Writing the Past, Inscribing the Futun:: the Histo1y
of Prophecy in ColonialJava, Durham: Duke University Press.
Fokkens, F. (1886) "Vrij Desa's op Java en Madoera", TBG, 31: 477-517.
Fox, Jan1es J. (199 I) "Ziarah Visits to the Tombs of Wali, the Founders
of Islam on Java", dalam M.C. Ricklefs (ed), Islam in the Indonesian
Social Context, Clayton: Centre for Southeast Asian Studies, Monash
University.
Frederick, William H . (1989), Vision and Heat: the Making ofthe Indonesian
Revolution, Ohio: Ohio University Press.
Frijling, W . (1912) "De Voornaamte Gebeurtenissen in het begin van de
2de Arjeh-expeditie, door Arjehers Beschrieven", TBB, 2: 23-26.
Gajahnata, K.H.0. with Sri-Edi S\vasono ( l 986)MasukdanBerkembangnya
Islam di Sumatera Selatan, Jakarta: UT-Press.
Gallop, Annable Teh (2003) "Seventeenth Century Indonesian Letters in
che Public Record Office" in Indonesia and the Malay World, 31, 91:
412-439.
Geerrl, Clifford (1960a) "The Javanese Kijaji: the Changing Role of a
Cultural Broker", CSSH 2: 228-249.
----------(1960b) The Religion ofJava, Illinois: The Free Press of Glencoe.
---------- ( 1963) Agricultural Involution: The Process of.Ecological Change in
Indonesia, Berkeley: University of California Press.
---------- (1973) The Interpretation of Ci+lture, Selected Essays by Clifford
Geertz, New York: Basic Books.
Gellens, S.I. (1990) "The Search for Knowledge in Medieval Muslim
Sociecies: A Con1paracive Approach", dalan1 D .F. Eickelman dan
J. Piscatory (ed) Muslim Travellers: Pilgrimage, Migration and the
Religious Imaginations, Berkeley: University of California Press.
Gibb, HA.R. er. al. (1994) [terj. dan rev.] 7he 7i-avel ofIbn Battuta 1325-
1354, London: The Hakluyt Society.
Gilliot, C. (1997) "Sharh", The Encyclopedia ofislam, Leiden: Brill.
Gobee E. and Adriaanse, C. (eds) (1957--1965) Ambtelijke adviezen van
C Snouck Hurgronje 1889--1936, The Hague: Nijhoff, 3 vols.
439
Jajat Burhanudin
440
Oaftar Pustaka
441
Jajat Burhanudin
442
Oaftar Pustaka
Ito Takashi (I 978) "Why Did Nuruddin a r -Raniri Leave Aceh in I 054
A.H.?", BK!, 134, 489-91.
----------( 1984), The World ofAdat Aceh: A Historical Sti,dy ofthe Sultanate
ofAceh, disertasi Ph.D (Canberra: Australian National University.
---------- and A. Reid (1985) "From Harbour Autocracies to 'Feudal
Diffusion' in 17 th Century Indonesia: the Case of Aceh", dalam
Edmund Leach (ed.) Feudalism: Comparative Stitdies, Sydney: Sydney
Association for Studies in Society and History.
Jaquet, EG.P (1980) "Mutiny en Hadji-Ordonnantie: Ervaringen met I 9e
Eeuwse Bronnen', BK!, I 36, 2 8 3 3- 12.
Jahroni, Jajang ( 1999) The life and Mystical Thought ofHaji Hasan Moestafa
(1852-1930), Leiden: MA Thesis Leiden University.
J
Jainuri, Achmad (1999) The Formation oMuharnmadiyah's ideology, 1912-
1942, Surabaya: WN Sunan Ampel Press.
Jakub, Ismail (1960) Teungku Tjhik Dhi-Tiro (Muhammad Saman):
Ptthlawan Besa,· dalam Perang Aceh (1881-189l), Jakarta: Bulan
Bintang.
Jan1hari (2000) "In the Center of Meaning: Ziarah Tradition in Java"
Studia Islarnika, 7, I: 51-88.
---------- (2001) "The Meaning Interpreted: the Concept of Barakah in
Ziarah" Studia lslamika, 8, I: 87-128.
---------- dan Jajang Jahroni (2004) (ed.) Gerakan Salafi R.a.dikal di
Indonesia, Jakarta: PPIM-Rajav,ali Pers.
Jamil, Fachurrahman (1995) Metode ljtihad A1ajlis Tarjih Muhammadiyah,
Jakarta:Logos Wacana Ilmu.
Jansen, Johannes J.G. (I 974), The Interpretation of the Koran in Modern
Egypt, (Leiden: E.J. Brill).
Jaspan, M.A. (1965) "In Quest ofLa,v: the Perplex.icy ofLegal Syncretis111
in Indonesia", CSSH, vol. VII, no. 3.
Jay, R.R. (I 963) Religion and Politics in Rural CentralJava (Cultural Report
Series 12), Yale University: Southeast Asia Studies.
Johns, A.H. (1955) "Daka'ik al-Huruf by Adbul Ra'uf of Singkel", ]RAS
2: l 0-23.
---------- (1961) "Sufisn1 as a Category in Indonesian Literature and
History",JSEAH2: 10-23.
443
Jajat Burhanudin
444
Oaftar Pustaka
445
Jajat Burhanudin
446
Oaftar Pustaka
447
Jajat Burhanudin
448
Oaftar Pustaka
449
Jajat Burhanudin
- -- ------- and A.C. Milner (1984) Perceptiom of the Haj: Five Malay texts,
Singapore: !SEAS.
---------- and M. B . Hooker (1988), "Jawi Literature in Pacani: The
maintenance of an Islan1ic Tradition", JMBRAS 61, 1: 1-86.
Meilink-Reolofsz, M.A.P. ( 1962), Asian Trade and European Influence, 'The
Hague: Marcinus Nijhoff.
- - - -(1970) "Trade and Islan, in the Malay-Indonesian Archipelago
---
Prior co che Arrival of the Europeans", dalam D.S. Richards (ed.) Islam
and the Trade ofAsia: A Colloquium, London: Bruno Cassirer.
Meinsn1a, J .J. ( 1884-1899) (ed.) Babad Tanah Djawi, in Prom: javaansche
Geshiedenis Loopende to het ¼tar 1647 der Javaansche Jaartelling,
's-Gravenhage: Nijhoff.
Melayu, Hasnul Arifin (2002), "Islam as an Ideology: the Political 111oughc
of1'jokroa1ninoco", Studia Islamika, vol. 9, no. 3, pp. 35-81.
l'vfessick, Brinkley (1996) 7he Calligraphic State: 'Textual Domination and
History in a Mu.slirn Society, Berkeley etc.: University of California
Press.
Metcalf, Barbara D. (1982) Islamic Revival in British India: Deoband,
1860-1900, Princeton: Princeton University Press.
Meuleman, Johan (2001) "Dakwal, Organization and Activities in Urban
Communities" paper pada seminar "The Dissemination of Religious
Authority in ·r,vencierh Century Indonesia", Leiden 20 December
2001.
l'vfeulen, van der (1981) Don't You Hear the Thunder? A Dutchman's Life
Story, Leiden: Brill.
Millie, J.P. and Syihabuddin (2005) "Addendun1 co Dre,ves: the Burda of
al-Busiri and the Miracle of Abdulqadir al-Jaelani in West Java", BK!
161, 1: 98-126.
Milner, A.C. (1982), Kerajaan: Malay Political Culture on the Eve of
Colonial Rule, 1ucson: Arizona University Press.
-------- - - (1983) "Islam and Muslin, Scace", dalam M.B. Hooker (ed.)
!slam in Southeast Asia, Leiden: E.J. Brill.
---------- (1995) 7he Invention ofPolitics in Colonial Malaya: Contesting
Nationalism and the £ypansion of the Public Sphere, Can1bridge:
Ca1nbridge University Press.
450
Oaftar Pustaka
451
Jajat Burhanudin
452
Oaftar Pustaka
---------- (1983) Kitab Jawi: Islamic 7hought ofthe Malay Muslim Scholars,
Singapore: lnscicure of Southeast Asian Studies.
Niel, Robert van (1984) The Emergence of the Modern Indonesian Elite,
Leiden: Foris Publication.
Noer, Deliar (1973) 7he modernist Muslim Movement in Indonesia 1900-
1942, Kuala Lu,npur: Oxford University Press.
---------- (2000 [1987]) Partai Islam di Pentas Nasional: Kisah dan Analisis
Perketnbangan Politik Indonesia 1945-1965, Bandung: Mizan
Noorhaidi (2005) Loskar Jihad: Islam, Militancy and the Quest for Identity
in Post-New Order Indonesia, Ph.D Thesis Utrecht University.
Nocojoedo, K.R:f. (1956) "Sekedar Gambaran Mengenai Pengadilan di
Jogjakarta", dalam Kota Jogjttkarta 200 Tahun, Jogjakarta: Panicia
Peringacan Kora Jogjakarta.
Nur'aeni, Zali (2005) Pesantren Daruttauhid: Virtual Pesantren in the
Global Era, MA Thesis UIN Syadf Hidayatullah Jakarta.
Ockeleon, G. (1939) Catalogus dari Boekoe-Boekoe dan Madjallah
Madjatlah jang Diterbitkan di Hindia Belanda dari Tahoen 1870-
1930, Batavia: Kolif.
Ong, W . Jackson (1982) Orality and Literacy: The Technowgi.zing of the
Word, London: Methuen.
Onghokham (1975) 7he Residency o flvfadiun: Priyayi and Peasant in the
Nineteenth Centtuy, Ne\v Haven: Ph.D Thesis Yale University.
Othman, Mohammad R. (1994) The Middle Eastern Influence on the
Devewpment ofReligious and Political Thought in Malay Socief)i 1880-
1940, Edinburgh: Ph.D. Thesis University of Edinburgh.
---------- (1997) "Hadramis in the Policies and Administration of the
Malay Scares in the Lace Eighteenth and Nineteenth Centuries",
dalam Ulrike Freitag dan William G. Clarence-Smith (ed.) Hadrami
Yi-aders, Scholars and Statements in the Ocean, 1750s-1960s, Leiden,
Ne\v York and Koln: Brill.
Outhoorn, van (1693) "Letter co Heren .A'Vll, 8 December 1693", in W .
Ph. Coolhaas (1975) Geno-ale Missiven van Gouverneurs-Generaal en
Raden aan Heren XVII der Verenigde Oosttindische Con1pagnie, vol. V ·
1686-1685, The Hague: Martinus Nijhoff.
PaJa,va, Alinn1ddin Hassan (2003) "'TI1e Penyengat School: A Review
of the Intellectual Tradition in the Malay-Riau K.ingdon1", Studia
Is!amika, vol. l 0, no. 3: 95-123.
453
Jajat Burhanudin
454
Oaftar Pustaka
455
Jajat Burhanudin
456
Oaftar Pustaka
- - ------- (1997) "Islam and the Reign of Pakubuwana II, 1726-49", dalam
P.G. Riddell dan A.D. Street (ed.) Islam: Essays on Scripture, Thought
and Society: A Fetschrift in Honour ofAnthony johns, Leiden: Brill,
237-52.
----------(2001) A History ofModern Indonesia since c. 1300, Basingstoke:
Palgrave.
---------- and Voorhoeve, P. (1977) Indonesian Manuscripts in Great Britain,
London: Oxford Universicy Press.
Riddell, Peter (200 I) "Arab Migrants and Islamization in the Malay World
during the Colonial Period", Indonesia and Malay World 29, 84: I 13-
128.
Rinkes, Douv,e. A. (1909) Abdoerraoefvan Singkel: Bijdrage tot de Kennis
van Mystiek op Sumatra enJava, Leiden: Proefschrift Leiden Unjversicy.
---------- (1996) Nine Saints ofJava, Kuala Lumpur: 1vfalaysian Sociological
Research Institute.
Robinson, Francis (1993), "Technology and Religious Change: Islam and
the Impact of Print", Modern Asian Studies, 27, I, pp. 229-351
Roff, William R. (1966) "The life and dines of Haji Othman Abdullah",
Peninjau Sejarah l, 2: 62-68.
---------- (1967) The Origins of Malay Nationalisni, New Haven and
London: Yale Universicy Press.
----------(1970) "Indonesian and Malay students in Cairo in the 1920s",
Indonesia 9: 73-87.
---------- (1972), Bibliography ofMalay and Arabic Periodicals Published in
the Straits Settlements and Peninsular Malay States, London: Oxford
Universicy Press.
---------- (1975), "The Origin and Early Years of the Majlis Ugama", dalam
W. Rolf (ed.), Kelantan: Religion and Politics in a Malay State, Kuala
Lumpur: Oxford Universicy Press.
----------(1985) "Isla111 Obscured? Son1e Reflections on Studies of Islatn
and Society in Southeast Asia", Archipel29: 7-34.
---------- (1994) "1he Meccan Pilgri111age: its Meaning for Southeast Asian
Islam", dalam R. Israeli dan A.H.Johns (ed.) Islam in Asia 2: Southeast
and East Asia, Jerusale111: Magnes Press.
457
Jajat Burhanudin
458
Oaftar Pustaka
459
Jajat Burhanudin
Shouk, Ahmed Ibrahim Abu (2002) "An Arabic Manuscript on the Life
and Career of Ahmad Muhammad Surkati and His lrshadi Disciples
in Java", dalam Huub de Jong dan Nico Kaprein (ed.), Transcending
Borders: Arabs, Politics, Yi-ade, and Islam in Southeast Asia, Leiden:
KI'fLV Press.
Siddiq, Achmad (1979) Khittah Nahdliyyah, Bangil: Percecakan Persacuan.
---------- (1985) Islam, Pancasila dan Ukhuwah Islamiyah, Jakarta: Laj nal1
Ta'lif ,van Nasyar PBNU.
Silverman, $.F. (l 965) "Patronage and Community-Nation Relationship
in Central Italy". Ethnology, 4: 172-89.
Si1nuh (1983) Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita: Suatu
Studi terhadap Ser-at Wirid Hidayat Jati, Yogyakarta: WN Sunan
Kalijaga.
Skinner, Quentin (1988) Meaning and Context: Quentin Skinner and his
Critics (edited by J Truly), Cambridge: Polity Press.
Skovgaard-Petersen, Jakob (1997) Defining Islam for the Egyptian State:
Muftis and Fatwas ofthe Dar a l!fta,
- Leiden, New York, Koln: E.J.
Brill.
Snackey, Arnold (1888) [ed. and transl.] Sair Soenoer ditoeroenkan dari A
B C lvfelaju-Arab, Bera,vi: np.
Snouck Hurgronje, C. (1906) The Achehnese, [terj. A.W.S. O'Sullivan
dengan index oleh R.J. Wilkinson], Leiden: Brill, 2 vol.
---------- (1915) Nededand en de Isl.am (2de vermeerderde drukl, Leiden:
Brill.
---------- (1931) Mekka in the Latter Part ofthe ]9th Century, Leiden: E.J.
Brill.
---------- (l 924) Verspreide Geschrifren, Den Haag: Nijhoff, vol. 4/l.
Soeba.rdi, S (1971), "Santri-Religious Ele1nents as Reflected in the Book of
Tjentini", BK/27: 331-49.
---------- (1975), The Book ofC1,bolek, ·n1e Hague Marcinus Nijhof.
Sun1into, H. Aqib (1985) Politik Isl.am Hindin Belana: het Kantoor voot
lnlandsche Zaken, 1899-1942, Jaka.na: LP3ES.
Soeratno, Siti Chama.n1ah (1991) Hikayat Iskandar Zulkarnain: Analisis
Resepsi, Jakarta: Balai Pustaka.
460
Oaftar Pustaka
461
Jajat Burhanudin
462
Oaftar Pustaka
Villiers, John (1990) "Makassar: The Rise and Fall of Eastern Indonesian
Maritime Trading State, 1512-1669" dalam John Villiers dan J.
Kathirithamby-Wells (ed.) The Southeast Asian J>ort and Polit)': Rise
and Demise, Singapore: University of Singapore Press.
Vlekke, B. H.NL (1981) Nusantara: A History ofIndonesia, The Hague and
Bandung: Van Hoeve.
Voll, John Obert (1983) "Renewal and Reform in Islamic History" Tajdid
and Isiah" dala1n John L. Esposito (ed.), ¼ices ofResurgent Islam, New
York: Oxford University Press.
Vollenhoven, van (195I) "van en over Nuruddin a r R
- aniri", BK!, I07:
353-368.
---------- (1952) "Baan Tadjalli: Gegevens voor een nadere srudie over
Abdurrauf van Singkel", TBG85: 87-117.
---------- (1955) Twee Maleise Geschriften vein Nurruddin ar-Raniri, Leiden:
Brill.
---------- (1957) Handlist of Arabic Manuscripts in the Library of the
University ofLeiden and Other Collections in the Netherlands, Leiden:
Leiden University Press.
Vredenbregt, J. (1962) "The Haddj: Some of its Features and Function in
Indonesia", BKI 118: 91-154.
Waal, H.L.E. de (1881) De Invloed der Kolonisatie op het Inlandschrecht in
Nederlandsch Oost lndie, Haarlem: G. van dern Berg (proofschrift).
Wahab, D1,ainuddin bin Ali (1983) "Power and Authority in the Melaka
Sultanate: The Traditional View", dalan, K. S. Sindhu dan Paul Wealr.hy
(ed.) Me/aka: 7he Transformation of a 1\111/a)' Capital c. 1400-1980,
Kuala Lumpur: Oxford University Press, I 983, IO1-1 I2.
Wahid, Abdurrahman (1974) "Pesanrren sebagai Subkultur", dalain M.
Da\vam Ral1ardjo (ed.) Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta: LP3ES.
---------- er. al. (1995) Biografi" 5 Rasi .tlm Nahdlatul Ularna, Yogyakarta:
Le-NU and Pusaraka Pelajar Glagal1.
Watt, W Montgomery (1973) The Forn1ative Period o fIslamic Thought,
Edinburgh: Edinburgh University Press.
Wehr, Hans (1974) A Dictionary ofModern Written Arabic (ed. oleh J.
Milton Co\van), Beirut: Librairie du Liban.
Wertheim, W.F. (1959) Indonesian Society in Transition: A Study of Social
Change, The Hague: van Hoeve.
463
Jajat Burhanudin
464
Oaftar Pustaka
465
INDEKS
467
Jajat Burhanudin
468
lndeks
469
Jajat Burhanudin
470
lndeks
375,407,409,412,413,424, 157,158,159,160,161,162,
453 163,165,166,167,168,169,
Hindia Timur BeJanda 63 170,171,172,173,174,175,
Hindu-Buddha 19,25,51,213,405 176,177,178,179,180,182,
Hirokoshi 4, 212 183,185,188,189,190,191,
HIS 229 192,193,194,195,196,197,
Hitu 20 198,199,201,202,203,205,
Hizbuc Tahrir 3,382 207,208,209,210,211,212,
I-Iusain 24,25, I03, 115,222, 336, 213,214,215,216,217,218,
361,401,412,414 219,220,221,222,223,224,
226,232,235,237,238,239,
240,241,244,245,246,248,
I 249,250,251,252,253,254,
Ibnu Arabi 27,147,173,401 255,256,257,258,259,260,
lbnu Hajar 44, I 33,361 26!,262,263,264,265,266,
Ibrahin1 al-Bajuri 131, 135,136,361 267,268,269,270,272,273,
lbrahin1 al-Laqanni 132 275,276,277,279,280,281,
ldhan1 Chalid 383,384,386,387, 282,283,284,285,286,287,
432 288,289,290,291,292,294,
ihsan 53 295,296,297,298,299,300,
Imam Mahdi 145,146,408 301,302,304,305,306,307,
insan kamil 27, 79 308,309,310,311,312,313,
Ishak Damaran 193 314,315,316,317,318,319,
Iskandar Syah 18,30 320,321,322,323,324,325,
Islam ii,vii, viii, ix. x, xii, l, 2, 3,4, 326,328,329,330,331,332,
5, 6,7,8, 9, 10,11, 12,13, 16, 333,334,335,336,337,338,
17,18,19,20,21, 22,23,25, 339,340,342,344,345,346,
26,27,28,29,30,31,32,33, 347,348,349,350,351,352,
34,35,36,37,38,39,40,41, 354,356,357,358,360,361,
42,43,44,45,46,47,48,49, 362,363,364,365,366,367,
50,51,52,54,55,56,57,58, 368,369,371,372,373,374,
59,62,64,66,68,69,71, 73, 375,376,377,378,379,380,
74, 75,76,77,78,79,80,81, 381,382,383,385,386,387,
82,83,84, 85, 86,87,88, 89, 390,391,392,393,394,395,
90,91,92,93,94,95, 96,97, 396,399,400,402,403,404,
98,99,100, IOI, 102,103,104, 405,406,407,411,412,413,
105, 106,107,108,109, I JO, 415,417,418,419,423,424,
Ill, 112,113,114,115,117, 425,426,427,428,429,430,
118,119,120,121,122,123, 431,432,433,434,435,436,
126,127,128,129,130,131, 437,438,439,440,441,442,
132, 133, 134,135,136,137, 444,445,446,447,448,449,
138,139,140,141,142,143, 450,452,453,454,455,456,
144,145,146,147, 149,150, 457,458,459,460,461,462,
151,152,153,154,155,156, 463,464,465
471
Jajat Burhanudin
472
lndeks
473
Jajat Burhanudin
474
lndeks
475
Jajat Burhanudin
476
lndeks
335,339,342,344,371,380,
Q 412,413,416
Quentin Skinner 9,460
Rernadhoe,nilah 233
Riad Pasha 255
R Rifa'a Badawi Rafi' al-Tahrawi 252
Rabiul Awa] 222 Rohana Kudus 234
Raden Aboe BakaI Djajadiningrat Romawi 96
111,153,423
Raden Adipati Djajadiningrat 228
Raden Ajeng Kartini 228
s
Saha! 1'>1ahfudh 391, 393
Raden Haji Moehan1mad Moesa 161
Said Oesman viii,102,103, 126,
Raden Haji Moehan1mad Nasir I 67
Raden Moeha1n1nad Joesoep 306 180, 181,182,183,184, 185,
R,1den Ngabehi Ranggawarsira 81, 243. 249
Saiful Rijal 32,33
82,460
Sajid Oe,nar bin Alaoei AJaras 312
Raden Patah 19,42,400
salafiyah 252,296, 297,298, 300
Raden Rangga Soerjadikocsoemah
Salin1 bin San1r 131
163
Sa,nanhoedi 237,238,239,24 I
Raden Temenggoeng Tirro Koesoemo
San1udera Hindia 16,64
236
Sa,nudera Pasai 16, 17,18, 29,30,
Raffles 56,84,105, I 06,406, 455
Rahman,Fazlur 134, 141 399
Raja Aceh 28,32,33,401 santri 2,13,44, 81, 85, 116, 117,
122,137,140, 142,150.163,
Raja Adam 25
166, 172, 187, 188,189,190,
Raja Ali Haji 178,179,428,449,
193,194,195,197,198,200,
455
201,202,203,204,205,206,
Raja Bantcn 36,45, 46, 47, 55, 423
207,208,209,210,211,212,
Raja Gowa-Tallo 67
213,214,215,216,217,218,
Raja Gresik 20
219,220,221,223,224,230,
Raja lskandar Zulkarnain 23,51
271,282,300,311,324,328,
raja sufi 27, 28
Raja Yazid bin Abu Sof)•an 24 338,352,354.355. 357. 368,
Rasyid Ridha 251,252,261,264, 369.371,378,410,419
Sarekar Dagang Islam 237, 238
266,267,271,281,289,298,
Saiekar Islan1 I 0, 238, 308,320, 321,
304,349,413,416
329,373
Ratna Djuita 234
Saroron10 308,425
Raru Pakubuwana 78, 79
Sayyid Abu Bakar bin Sayyid lvluha,n
reformisme 6, 7, 13, 240, 248, 250,
mad Syacra I I 5
252,255,260,261,262,263,
Sayyid Sali1n bin Abdullah bin Sumair
267,270,275,276,280,281,
103
284,285,286,287,290,291,
Sayyid Syaikh al-Hadi 280
292,294,295,296,297,298,
Sayyid Ulama af-Hijaz 109, 110
300,301,304,307,308,311,
Sejarah Banren 41,411,436
317,319,322,323,326,332,
477
Jajat Burhanudin
478
lndeks
479
Jajat Burhanudin
w z
Wahab Hasbullah x, I 16, I 92, 209,
324,327,328,329,330,331, Zainuddin al-Malibari 131
332,333,334,335,336,337, Zainuddin Labai d-Yunusi 302, 303
338 zakac 93, I 60,224,343, 405
wahdacul wujud 28, 74, 199
Wahhabi 113,129,141,142,262,
336,350
Wahhabisn1e 261,262
Wahidin Soedirohoesodo 233
Wali Sembilan 19,20
W.F. Idenburg 225
witjaksana 54, 55
W . Marsden 105
Wujudiyah 32,33, 34
480
BIOGRAFI PENULIS
481
•
• •
-
"l!uku lni bukanlah sebuah ens,klopedia, tetap, kekayaa!'I 1nformasl analltisnya
bersifat enslklopedls. Entah s.'lmbll lalu, entah se<ara mendalam, nyans segala
d,mensl dan dinamika keulamaan tidak diblarkan berlalu beg11u saja.
Semuanya dirangkai dalam format keseJarab.tn yang analitis: Sebuah
sumbangan akademis yang sangat berharga dalam.memahami sejarah.
intelektual Islam di tanah air:" •
• -Taufik Abdullah
· Ketu.l KQmis, llmu Soslal, Akademi llrnu PengeLAl,uim Indonesia
I ' ,
,
WACANA
NW-005