BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A. DEFENISI
Asma berarti sesak nafas. Sesuai dengan namanya, orang yang
mengindap asma mengalami kesulitan bernafas, sesak dalam dada, dan nafas
berbunyi. Asma adalah penyakit sistem pernafasan dimana saluran pernafasan di
paru-paru menjadi terlalu aktif dan terlalu responsif. Terlalu aktif artinya terlalu
sensitif, dan karena meningkatnya sensitivitas ini, paru-paru anda jadi meradang
ketika terkena beberapa zat yang mengganggu seperti udara dingin, asap, serbuk
sari bunga, dan lain-lain. Meradang artinya menjadi merah dan benkak. Paru-paru
disebut terlalu responsif jika paru-paru bereaksi berlebihan terhadap beberapa
pemicu iritasi dengan menyempitnya saluran pernafasan dan mengisinya dengan
lendir, cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian dalam pada saluran
pernafasan. Ketika saluran pernafasan mengetat dan dipenuhi dengan lendir,
saluran pernafasan menjadi sempit dan mengganggu pergerakan udara ke dalam
dan keluar paru-paru. Ketika hal ini terjadi, orang mengalami kesulitan bernafas.2
B. PATOFISIOLOGI.
Asma adalah suatu gangguan peradangan kronik pada jalan napas dengan
kom-ponen herediter mayor. Menurut Lemanske dan Busse (1997), peningkatan
responsivitas dan peradangan jalan napas berkaitan dengan kromosom llql3
(reseptor igE afinitas-kuat), 5q (kelompok gen sitokin), dan 14q (reseptor antigen
sel T). Juga harus terdapat pemicu di lingkungan bagi orang yang rentan. Tanda
utama asma adalah obstruksi reversibel jalan napas akibat kontraksi otot polos
bronkus, hipersekresi mukus, dan edema mukosa. Terjadi peradangan jalan napas
dan responsivitas terhadap sejumlah rangsangan, antara lain iritan, infeksi virus,
aspirin, udara dingin, dan olah raga. Sel mast dan eosinofil terangsang oleh faktor
sel induk, sitokin, dan kinase (Holgate, 1997). Aktivasi sel mast menyebabkan
bronkokonstriksi akibat pembebasan histamin, prostaglandin D2, dan leukotrien.
Karena prostaglandin seri F dan ergonovin menyebabkan eksaserbasi asma, kedua
3
obat yang sering digunakan di bidang obstetri ini sebisa mungkin dihindari.1
C. PERJALANAN PENYAKIT.
Secara klinis asma merupakan suatu spektrum penyakit yang luas yang
berkisar dari mengi ringan sampai bronkokonstriksi berat yang dapat
menyebabkan gagal napas, hipoksemia berat dan kematian. Akibat fungsional dari
bronkospasme akut adalah obstruksi jalan napas dan berkurangnya aliran udara.
Usaha bernapas meningkat secara progresif dan pasien mengeluh dada sesak,
mengi, atau kehabisan napas. Perubahan oksigenasi selanjutnya merupakan
cerminan dari ketidaksesuaian ventilasi-perfusi karena penyempitan jalan napas
tidak merata.
Stadium-stadium klinis asma diringkaskan pada Tabel 46.3. Pada penyakit
ringan, hipoksia pada awalnya dikompensasi dengan baik oleh hiperventilasi,
seperti tercermin oleh normalnya tekanan oksigen arteri dan berkurangnya
tekanan karbon dioksida sehingga terjadi alkalosis respiratorik. Seiring dengan
bertambah parahnya penyempitan jalan napas, gangguan ventilasi perfusi
meningkat sehingga terjadi hipoksemia arteri. Pada obstruksi yang parah, ventilasi
sedemikian terganggu karena kelelahan otot pernapasan sehingga terjadi retensi
CO2 awal. Karena adanya hiperventilasi, hal ini mungkin hanya dijumpai pada
awal penyakit karena tekanan CO2 arteri kembali ke kisaran normal. Akhirnya,
pada obstruksi yang sudah kritis, terjadi gagal napas yang ditandai dengan
hiperkapnia dan asidemia.
Walaupun perubahan-perubahan ini umumnya reversibel dan ditoleransi
baik pada individu sehat yang tidak hamil, stadium-stadium awal asma mungkin
sudah berbahaya bagi wanita hamil dan janinnya. Kapasitas residu fungsional
yang lebih kecil serta meningkatnya pirau menyebabkan hipoksia dan hipoksemia
lebih mudah terjadi.
4
Tabel 46.3
Stadium Po2 Pco2 pH FEV (%perkiraan
Alkalosis respiratorik Normal 65-80
ringan
Alkalosis respiratorik 50-64
Sedang
Zona Bahaya Normal Normal 35-49
<35
F. PENATALAKSANAAN ASMA
Kesuksesan manajemen asma selama kehamilan membutuhkan kerjasama
antara ahli obstetri, bidan, dokter dan perawat khusus asma dan pasien sendiri.
Terapi farmakologi asma selama kehamilan tidak mempunyai perbedaan dengan
terapi asma pada wanita yang tidak hamil. Idealnya, selama kehamilan adalah
tidak menggunakan terapi obat-obatan terutama selama trimester pertama karena
dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital. Edukasi dan pencegahan
lebih diutamakan untuk pasien asma dalam kehamilan. Kelainan genetik dan
6
kromosom terdapat pada 25% dari kelainan kongenital. Sekitar 1% dari seluruh
kelainan kongenital berhubungan dengan pemakaian obat-obatan. Penyebab 65%
kelainan kongenital belum diketahui.
sel mast. Kedua obat ini tidak efektif untuk asma akut dan diberikan dalam jangka
panjang untuk pencegahan.
Teofilin adalah suatu metilxantin, dan gararn-garamnya bersifat
vasodilator dan mungkin antiinflamasi. Beberapa turunannya dianggap berman-
faat sebagai terapi rumatan oral untuk pasien rawat jalan yang tidak berespons
secara optimal terhadap kortikosteroid dan agonis-p inhalan. Preparat teofilin
lepas lambat juga mungkin bermanfaat untuk digunakan sebelum tidur malam
pada wanita dengan gejala nokturnal.
Pemodifikasi leukotrien adalah obat-obat baru yang menghambat
sintesis leukosit. Beberapa contoh adalah zileuton, zafirinkas, dan montelukas
(Medical Letter, 1999). Farmakologi dan mekanisme kerja obat-obat tersebut baru-
baru ini diulas oleh Drazen dkk. (1999). Obat-obat ini diberikan per oral atau
melalui inhalasi sebagai pencegahan dan tidak efektif untuk penyakit akut. Peran
obat-obat ini dalam terapi asma sampai saat ini masih belum jelas, dan pengalaman
pemakaian pada wanita hamil masih sangat terbatas.
Serangan asma akut sangat berbahaya dan harus ditangani dengan serius
untuk mencegah jatuhnya penderita ke dalam status asmatikus. Status asmatikus
dalam kehamilan dapat menyebabkan terjadinya pertumbuhan janin yang
terhambat, mortalitas ibu dan janin, juga morbiditas janin.
Sangat penting untuk wanita hamil penderita asma untuk tidak terlambat
mendapat pengobatan selanjutnya jika terdapat tanda-tanda berikut :
Pengobatan tidak memperlihatkan perbaikan yang cepat.
Perbaikan tidak menetap.
Terjadi perburukan.
Episode adalah berat.
Terjadi penurunan gerakan janin.
agresif (lihat Tabel 46-3). Kelelahan, retensi karbon dioksida, atau hipoksemia
adalah indikasi untuk intubasi dan ventilasi mekanis.
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA