Anda di halaman 1dari 12

BAB I

Pendahuluan

Tenggelam merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian
jika terlambat mendapat pertolongan. Tenggelam sendiri dapat terjadi pada air tawar
maupun air laut.1
Badan kesehatan dunia (WHO), mencatat tahun 2000 di seluruh dunia ada
400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka ini menempati urutan kedua
setelah kecelakaan lalu lintas. Afrika menempati posisi terbanyak kasus tenggelam di
dunia. Dan lebih dari sepertiga kasus terjadi di kawasan pasifik. Sementara, Amerika
merupakan kawasan yang mengalami kasus tenggelam terendah. Kejadian di Negara
berkembang lebih tinggi disbanding Negara maju. Tapi di negera berkembang, seperti
Indonesia angka kejadiannya belum dapat diketahui.1

Tenggelam merupakan salah satu penyebab kematian paling sering. Pada dasarnya
kematian pada korban yang tenggelam terjadi karena korban mengalami sumbatan jalan
nafas dan hipoksia (kekurangan oksigen). Karena itu penderita yang tenggelam sedapat
mungkin harus segera dibawa ke permukaan untuk dilakukan Resusitasi Jantung Paru
(RJP). Pertolongan pertama atau RJP di air adalah tindakan yang memiliki risiko tinggi
bagi korban dan juga penolong.4

Namun bila penolong terlatih, hal ini masih mungkin dilakukan.


Setelah penderita dibawa ke darat, RJP dapat segera dilakukan sebanyak 5 siklus sebelum
penolong meminta bantuan. Tindakan pembersihan jalan nafas seperti penyapuan mulut
dengan jari tidak perlu dilakukan karena sudah hampir pasti penyebab henti jantung pada
korban tenggelam adalah akibat hipoksia (kekurangan oksigen). Air tidak dianggap
sebagai benda asing yang dapat menyebabkan sumbatan.4

Tenggelam bisa terjadi di mana saja: laut, danau, bahkan di lingkungan sekitar
seperti kolam renang. Hal ini sering terjadi pada anak-anak dikarenakan para orang tua
kadang membiarkan anaknya berenang tanpa pengawasan padahal hal tersebut sangat
berbahaya.4
BAB II
Tinjauan Kepustakaan

A. Defenisi
Menurut kongres tenggelam sedunia, Tenggelam adalah suatu kejadian berupa
gangguan respirasi akibat terendam oleh cairan.1
Nyaris tenggelam adalah kondisi bertahan hidup dari peristiwa tenggelam hingga
menyebabkan ketidaksadaran atau paru-paru terisi air yang bisa mengakibatkan
komplikasi sekunder yang serius, termasuk kematian setelah terjadinya insiden.3
Tenggelam sekunder (secondary drowning) adalah kematian akibat perubahan
kimiawi dan biologi pada paru-paru setelah insiden nyaris tenggelam.3

B. Epidemiologi Tenggelam
Di banyak negara, tenggelam merupakan salah satu penyebab kematian bagi
anak-anak di bawah 14 tahun. Di Amerika Serikat, tenggelam adalah penyebab kematian
nomor dua di kalangan anak-anak berusia 14 tahun dan ke bawah (penyebab kematian
nomor satu adalah kecelakaan kendaraan bermotor). Tenggelam atau nyaris tenggelam
bisa terjadi di setiap genangan air yang bisa mengakibatkan mulut dan hidung anak
terendam air, termasuk di kubangan, toilet, bak mandi, akuarium, atau ember besar.3
Di seluruh dunia, tingkat kematian akibat tenggelam berbeda-beda menurut
aksesibilitas terhadap air, iklim, dan budaya berenang di tempat tersebut. Sebagai contoh,
di Britania Raya terdapat 450 korban mati tenggelam per tahun (1 : 150.000), sementara
di Amerika Serikat terdapat 6.500 korban mati tenggelam per tahun (1 : 50.000). Cedera
akibat tenggelam menempati peringkat ke-5 dalam penyebab kematian akibat kecelakaan
di Amerika Serikat. Angka total korban nyaris tenggelam tidak diketahui. Korban lebih
cenderung berjenis kelamin laki-laki, remaja, atau dewasa

C. Etiologi
Kondisi umum dan faktor risiko yang mengakibatkan tenggelam di antaranya
termasuk:

Pria cenderung lebih banyak tenggelam daripada wanita, terutama pria berusia 18-
24 tahun
Tidak memakai pelampung ketika menjadi penumpang angkutan air
Kurangnya pengawasan terhadap anak (terutama anak berusia 5 tahun ke bawah)]
Kondisi air melebihi kemampuan perenang, arus kuat, air yang sangat dalam,
terperosok sewaktu berjalan di atas es, ombak besar, dan pusaran air
Terperangkap misalnya setelah peristiwa kapal karam, kecelakaan mobil yang
mengakibatkan mobil tenggelam, serta tubuh yang terbelenggu pakaian atau
perlengkapan
Terganggunya kemampuan fisik akibat pengaruh obat-obatan dan minuman
beralkohol
Ketidakmampuan akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan
Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang, termasuk di antaranya:
infark miokard, epilepsi, atau strok.
Ditenggelamkan dengan paksa oleh orang lain dengan tujuan membunuh,
kekerasan antar anak sebaya, atau permainan di luar batas kewajaran.

D. Patofisiologi
Mekanisme patogenik dari korban tenggelam dihubungkan dengan hipoksemia
dan aspirasi.
Pada kasus kematian tenggelam akibat dari terhirupnya cairan, terdapat sejumlah
rangkaian kejadian-kejadian temporal yang dapat dikenali.2
1. Menahan nafas volunteer pada tahap awal
2. Dengan meningkatnya CO2 dan rendahnya O2 dalam darah, mengakibatkan
pernafasan terengah-rengah.
3. Spasme laryngeal dapat terjadi mengikuti arus masuk air
4. Kehilangan kesadaran
5. Apneu sekunder
6. Terengah-rengah involunter dimulai lagi, hanya bertahan beberapa menit
7. Kejang-kejang
8. Henti jantung dan henti nafas

Efek fisiologis aspirasi berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut.
Tenggelam di Air Tawar
Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipotonik, sedangkan pada
air laut hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorpsi dari alveoli sehingga
menyebabkan hipervolemia intravascular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis
intravascular.1
Pada keadaan ini terjadi absorbsi cairan massif ke dalam membrane alveolus,
dimana dalam waktu 3 menit dapat mencapai 70% dari volume darah sebenarnya. Karena
konsentrasi elektrolit dalam air tawar lebih rendah daripada konsentrasi dalam darah,
maka akan terjadi hemodilusi darah, air masuk ke dalam aliran darah sekitar alveoli dan
mengakibatkan pecahnya sel darah merah.2
Akibat pengenceran darah terjadi, tubuh berusaha mengkompensasinya dengan
melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga kadar ion dalam plasma
meningkat, akibatnya terjadi perubahan keseimbangan ion K+ dan Ca++ dalam serabut otot
jantung dan mendorong terjadinya fibrilasi ventrikel, yang kemudian menimbulkan
kematian akibat anoksia otak. Kematian dapat terjadi dalam waktu 4-5 menit.2

Tenggelam Dalam Air Asin


Konsentrasi elektrolit dalam air asin lebih tinggi dibandingkan dalam darah,
sehingga air akan ditarik dari sikulasi pulmonal ke dalam jaringan interstitial paru, hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya edem pulmonal, hemokonsentrasi, hipertonis,
hipovolemi, dan kenaikan kadar magnesium dalam darah. Hemokonsentrasi akan
mengakibatkan sirkulasi menjadi lambat dan menyebabkan terjadinya payah jantung.
Kematian dapat terjadi dalam waktu 8-12 menit setelah tenggelam.2

Pada kontak awal cairan dengan saluran nafas atas dapat memicu spasme laring
berat. Hal ini menyebabkan hipoksia tanpa aspirasi cairan yang signifikan. Aspirasi
cairan ke dalam trakea dan bronkus menyebabkan obstruksi jalan nafas, bronkokonstriksi,
hilangnya surfaktan, kerusakan alveolar dan endotel kapiler.1

E. Penderajatan Tenggelam5
Derajat1 : pemeriksaan fisis normal dengan gejala batuk
Derajat 2 : pada auskultasi paru terdengar suara napas tambahan ronki basah
Derajat 3 : edem paru akut
Derajat 4 : edem paru dengan hipotensi
Derajat 5 : henti napas (isolated respiratory arrest)
Derajat 6 : cardiopulmonary arrest
Penderita dengan derajat 1 dapat dipulangkan dengan pesan bila terjadi
perburukan gejala segera kembali ke Rumah Sakit.
Penderita tenggelam dengan derajat 2-6 memerlukan perawatan rumah sakit.

F. Penatalaksanaan Tenggelam
MANAJEMEN PRA-RUMAH SAKIT / LAPANGAN
Resusitasi perlu dilakukan segera, Cek respons penderita, Lakukan langkah-
langkah ABC (perlu diperhatikan apakah ada kecurigaan cedera vertebra servikal, bila
ada lakukan imobilisasi c-spine), Airway dan breathing support harus dilakukan sesegera
mungkin pada semua penderita, Segera mulai pemberian 100% oksigen, Pasien apnea
diberikan bag mask ventilation atau intubasi tanpa melihat suhu tubuh, Bila terjadi
hipotermia segera lakukan upaya penghangatan tubuh penderita, Asistol dan ventricular
fibrilasi memerlukan kompresi dada, Pemberian dekstrosa pada penderita koma atau
perubahan status mental (altered mental status), Upaya tersebut di atas dilakukan sambil
melakukan penderajatan, Upaya pengosongan lambung bila terdapat tertelannya air
dalam jumlah besar dapat dilakukan dengan pemasangan NGT. Distensi lambung juga
akan mengakibatkan muntah dan aspirasi lebih lanjut serta mengganggu proses
pernapasan.5

MANAJEMEN DI RUMAH SAKIT


Manajemen penderita pada saat di unit gawat darurat
Kategori A (Derajat 1&2)

Pertolongan dimulai dengan memberikan oksigen, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan PaO2 arteri, PaCO2, pH, jumlah sel darah, elektrolit, serta rontgen thorax.
Pada asidosis metabolik yang belum terkompensasi, dapat diberikan O2, pemanasan, dan
pemberian Bik-Nat. Infiltrat kecil pada paru tidak memerlukan pengobatan apabila cairan
yang terhisap tidak terkontaminasi. Sebagian korban yang tidak mempunyai masalah
dapat dipulangkan sedangkan sebagian lagi yang bermasalah dapat diobservasi dan diberi
pengobatan simptomatik di ruang perawatan sampai baik. Biasanya korban dirawat
selama 12 sampai 24 jam.6

Kategori B (Derajat 3&4)

Korban ini membutuhkan perawatan dan monitoring ketat terhadap sistem saraf
dan pernapasan. Masalah pernapasan biasanya lebih menonjol sehingga selain pemberian
oksigen perlu diberikan: Bik-Nat untuk asidosis metabolik yang tidak terkompensasi;
Furosemid untuk oedem paru; Aerosol B simptometik untuk bronchospasme; serta
Antibiotik untuk kasus teraspirasi air yang terkontaminasi.6

Pasien yang awalnya diintubasi setelah menampakkan fungsi pernapasan dan


neurologi yang baik dapat dilakukan ekstubasi. Di sini steroid tidak diindikasikan.
Sebagian kecil korban tenggelam mengalami kegagalan pernapasan. Biasanya terjadi
setelah aspirasi masif atau teraspirasi zat kimia yang mengiritasi sehingga korban ini
membutuhkan ventilasi mekanis. Pemberian infus sering diberikan untuk meningkatkan
fungsi hemodinamik. Cairan yang biasanya digunakan adalah cairan isotonik (Ringer
lactat, NaCl fisiologis) dan cairan yang dipakai harus cukup panas (4043 0C) untuk
pasien hipotermi. Bila cairannya seperti suhu kamar (21 0C) bisa memancing timbulnya
hipotermi. NGT harus dipasang sejak pertama pasien ditolong, yang berguna untuk
mengosongkan lambung dari air yang terhisap. Status neurologis biasanya membaik bila
oksigenasi jaringan terjamin. Perawatan biasanya memakan waktu beberapa hari dan
sangat ditentukan oleh status paru.6

Kategori C (Derajat 5&6)


Tindakan yang paling penting untuk kategori ini adalah intubasi dan ventilasi.
Vetilasi mekanis direkomendasikan paling tidak 24 sampai 48 jam pertama, termasuk
mereka yang usaha bernapasnya baik setelah resusitasi untuk mencegah kerusakan
susunan saraf pusat akibat hipoksia dari pernapasan yang tidak efektif. Pedoman ventilasi
awal FiO2 1,0 digunakan selama fase stabilisasi dan transfer. Kecepatan ventilasi awal
1,5 sampai 2 kali kecepatan pernapasan normal sesuai dengan usia korban, tekanan
espirasi 4 sampai 6 Cm H2O. Penyesuaian ini harus dilakukan untuk mendapatkan nilai
gas darah arteri sebagai berikut: PaO2 100 mmHg atau 2030 mmHg. Bic-Nat,
bronchodilator, diuretik, dan antibiotik diberikan apabila korban tenggelam. Penelitian
membuktikan bahwa mortalitas setelah 5 hari pengobatan menurun dari 50% menjadi
25% sampai 35%. Surfactan yang sering digunakan adalah surfactan sintetik (Exosurf)
dengan dosis 5 ml/kgBB diberikan melalui nebulizer terus-menerus selama priode
pengobatan.6

Disfungsi kardiovaskular harus dikoreksi dengan cepat untuk menjamin tranfer


oksigen yang adekuat ke jaringan. Resusitasi jantung paru perlu dilanjutkan pada korban
yang mengalami hipotensi dan syok setelah membaiknya ventilasi dan denyut nadi harus
diberikan bolus cairan kristaloid 20 ml/kgBB. Tindakan ini harus diulangi bila tidak
memberikan respons yang memuaskan1,5. Apabila tekanan darah tetap rendah, obat
inotropik IV harus diberikan. Dopamin dan Dobutamin harus digunakan pada pasien
yang mengalami takikardi sedangkan epinefrin diberikan pada pasien bradikardi. Pasien
dengan suhu tubuh < 30 0C harus segera dipanaskan untuk menjamin fungsi jantung.
Kejang diatasi secara konvensinal: pada awal diberikan benzodiazepin diikuti dengan
pemberian phenobarbital seperti Vecuronium atau Pancuronium 0,10,2 mg/kgBB IV
bisa digunakan untuk pasien yang gelisah agar pemberian ventilasi lebih efisien,
mengurangi kebutuhan metabolik, serta bisa menekan risiko atau ekstubasi yang tak
terencana akibat trauma jalan napas. Bila pasien tetap gelisah, diberikan morfin sulfat 0,1
mg/kgBB IV atau Benzodiazepin 0,1 mg/kgBB IB diberikan setiap 12 jam untuk sedasi.
Pasien kategori C3 dan C4 harus mendapat pengawasan dan tindakan untuk
mempertahankan sistem metabolik, ginjal, hematologi, gastrointestinal, dan neurologis
serta dievaluasi dengan ketat setelah pengobatan dimulai.6
Gangguan elektrolit tidak signifikan pada penderita tenggelam di air tawar. Pada
penderita tenggelam di air laut dapat terjadi kenaikan yang kritis dari natrium dan klorida
serum. Diperlukan diuresis yang agresif, koreksi cairan intravena, dan hipermagnesemia
dan hiperkalsemia juga dapat terjadi pada penderita tenggelam di air laut yang
memerlukan tindakan hemodialis.1
Keberhasilan tindakan diatas bergantung pada beberapa factor, antara lain
lamanya dalam air, suhu air, waktu sampai bernafas lagi, pH awal, evaluasi neurologist
awal. Faktor utama yang memperbaiki keberhasilan adalah terabanya detak jantung.1

REFERENSI

1. http://www.majalah-farmacia.com/rubri/one_news.asp?IDNews=439
2. www.freewebs.com/forensik-upnxx/chapterxi.htm
3. http://id.wikipedia.org/wiki/Tenggelam
4. http://www.klikdokter.com/p3k/detail/16
5. http://fk-unsyiah.forumotion.com/artikel-f39/pedoman-penatalaksanaan-
tenggelam-t90.htm
6. http://devysworld.wordpress.com/2008/04/26/near-drowning/

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tenggelam......................................................................................................2
B. Angka Kejadian ...........................................................................................................2
C. Etiologi ........................................................................................................................3
D. Patofisiologi ................................................................................................................3
E. Penderajatan Tenggelam ..............................................................................................5
F. Penatalaksanaan Tenggelam .....................................................................................5-8

BAB III
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................9

Tugas Referat

TENGGELAM
DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU TUGAS DALAM MENJALANKAN
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR PADA BAGIAN / SMF PULMONOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNSYIAH
RUMAH SAKIT Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

NAMA : FATAHILLAH
NIM : 0307101050014

PEMBIMBING
dr. Luthfi Helmi, SpP

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA


SMF PULMONOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM Dr.ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH DARUSSALAM
2009

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat dan Hidayah
Nya lah penulis telah dapat menyelesaikan referat dengan judul Tenggelam yang
merupakan salah satu tugas pada KKS SMF Pulmonologi RSUZA.
Penulis berharap bahwa hasil dari pembuatan tugas ini dapat diambil suatu ilmu
yang bermanfaat terutama bagi pembacanya.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Luthfi Helmi, SpP yang
telah memberikan tugas ini sebagai salah satu syarat yang harus dikerjakan di SMF
Pulmonologi. Jika terdapat kesalahan mohon kiranya agar dapat dibimbing lagi.

Banda Aceh 03 Juli 2009

Hormat saya
Fatahillah

Anda mungkin juga menyukai