Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian

Jerawat adalah kondisi abnormal kulit yang terjadi akibat gangguan

berlebihan pada produksi kelenjar minyak yang menyebabkan penyumbatan

saluran folikel rambut dan pori-pori kulit. Jerawat pada wajah disebabkan oleh

bakteri Propionibacterium acnes yang mengubah lemak sebum dari bentuk cair

menjadi lebih padat. Banyaknya bakteri tersebut pada saluran kelenjar sebasea

yang didukung dengan kurangnya kebersihan kulit dan tersumbatnya pori-pori

kulit sehingga berakibat pori-pori kulit sulit untuk bernafas dan dapat

mengakibatkan infeksi atau pembengkakan pada jerawat (Dewi, 2009).

Pengobatan jerawat bisa diberikan dengan antibiotik seperti tetrasiklin,

eritromisin, doksisiklin, klindamisin dan bahan-bahan kimia lainnya seperti sulfur,

resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam azelat dan retinoid, akan tetapi

obat tersebut memiliki efek samping antara lain iritasi, sedangkan penggunaan

jangka panjang dapat menimbulkan resistensi (Nurhabibah, 2016). Pasien

berjerawat yang menerima antibiotik tetrasiklin, eritromisin atau klindamisin

untuk pengobatannya, cenderung menyebabkan peningkatan terjadinya infeksi

saluran nafas atas bila dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan

antibiotik (Margolis dkk, 2005). Oleh karena itu, dibutuhkah suatu bahan

alternatif alami yang dapat digunakan dalam pengobatan jerawat. Salah satu bahan

yang bersumber dari hewan yang dapat digunakan dalam pengobatan jerawat ialah

lendir dari bekicot (Mardiana dkk, 2015).

1
Menurut Nugroho (2015) penggunaan bekicot untuk perawatan wajah

pertama kali dipopulerkan oleh Tokyo Clinical Salon dan perawatan tersebut

dilakukan dengan menempatkan tiga bekicot di wajah. Bekicot-bekicot ini akan

berjalan di sekujur wajah sehingga mengeluarkan zat antibiotik alami serta asam

hyaluronat yang melawan masalah kulit sekaligus menghidrasi kulit. Aghina dkk

(2015) menyatakan bahwa lendir bekicot memiliki kandungan yang dapat

melembabkan kulit yaitu senyawa allantonin dan senyawa glycosaminoglycan

yang berperan penting dalam menjaga jaringan penghubung antar sel sehingga

membuat kulit menjadi kencang. Mardiana dkk (2015) menyatakan bahwa lendir

bekicot diformulasikan dalam bentuk sediaan gel dengan konsentrasi zat aktif

sebesar 11% memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat

yaitu Propionibacterium acnes. Lendir bekicot memiliki senyawa aktif yaitu

achasin. Senyawa achasin ditengarai berperan penting sebagai peptida

antimikroba. Berdasarkan kemampuan antibakteri tersebut maka lendir bekicot

sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi zat aktif dalam suatu sediaan anti

jerawat.

Dalam mengaplikasikan lendir bekicot sebagai sediaan anti jerawat maka

diperlukan suatu sediaan topikal yang baik digunakan pada kulit. Sediaan emulgel

dipilih atas dasar kelebihan dari emulsi dan gel. Emulgel merupakan campuran

dari sediaan emulsi dan gel. Kelebihan gel yaitu dapat memberikan rasa dingin di

kulit dengan adanya kandungan air yang cukup tinggi sehingga nyaman

digunakan dan adanya sistem emulsi dalam bentuk sediaan emulgel akan

memberikan penetrasi tinggi pada kulit (Nurhabibah, 2016).

2
Pada sediaan emulgel terdapat sistem gel dan sistem emulsi. Pada sistem

emulsi, agen pengemulsi berperan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik

emulsi. Tween 80 dan span 80 merupakan agen pengemulsi yang sering

digunakan secara bersamaan. Tween 80 adalah agen pengemulsi larut air sehingga

mampu membentuk emulsi tipe M/A. Span 80 adalah agen pengemulsi nonionik

di mana gugus lipofilnya lebih dominan. Pada interfacial film theory, adanya

stable interfacial complex condensed film yang terbentuk saat agen pengemulsi

yang bersifat larut air dicampurkan dengan agen pengemulsi yang bersifat larut

lemak mampu membentuk dan mempertahankan emulsi dengan lebih efektif

dibandingkan penggunaan agen pengemulsi tunggal (Kim, 2004). Pada sistem gel,

basis gel akan berperan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas fisik gel.

Hidroksi propil metil selulosa merupakan agen pembentuk gel yang aman

digunakan karena tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe dkk, 2009). Oleh

karena itu, agen pengemulsi dan basis gel akan mempengaruhi sifat fisik dan

kestabilan sistem emulgel.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian ini dengan judul Formulasi Sediaan Emulgel Anti Jerawat Lendir

Bekicot (Achatina fulica) Menggunakan Tween 80 dan Span 80 Sebagai Agen

Pengemulsi Serta HPMC Sebagai Basis Gel.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

3
1. Apakah lendir bekicot dapat diformulasikan dalam sediaan emulgel

menggunakan tween 80 dan span 80 sebagai agen pengemulsi serta HPMC

sebagai basis gel ?

2. Berapakah konsentrasi tween 80 dan span 80 sebagai agen pengemulsi serta

HPMC sebagai basis gel yang dapat menghasilkan sediaan emulgel yang

memenuhi syarat evaluasi fisik ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah lendir bekicot dapat diformulasikan dalam sediaan

emulgel menggunakan tween 80 dan span 80 sebagai agen pengemulsi serta

HPMC sebagai basis gel

2. Untuk mengetahui berapakah konsentrasi twen 80 dan span 80 sebagai agen

pengemulsi serta HPMC sebagai basis gel yang dapat menghasilkan sediaan

emulgel yang memenuhi syarat evaluasi fisik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dampak dan manfaat antara lain

sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang potensi lendir bekicot

sebagai anti jerawat.

2. Menambah keterampilan peneliti di bidang formulasi emulgel anti jerawat.

3. Sebagai tambahan sumber pustaka dalam penelitian formulasi emulgel.

4. Sebagai acuan bagi industri yang ingin memproduksi emulgel anti jerawat

lendir bekicot.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Rujukan Penelitian

Penelitian yang menjadi rujukan atau referensi dalam penelitian ini antara

lain adalah:

1. Karina (2016) mengembangkan formula oksibenzon dan oktilmetoksisinamat

sebagai tabir surya dalam sediaan emulgel dengan menggunakan kombinasi

emulgator tween 80 dan span 80. Emulgel tabir surya dibuat menggunakan

HPMC sebagai basis gel serta paraffin cair, tween 80 dan span 80 sebagai basis

emulsi dan oksibenzon dan oktilmetosisinamat sebagai bahan aktif tabir surya.

Pengujian sediaan meliputi pengamatan organoleptis, pengamatan

homogenitas, penentuan tipe emulsi, pH, viskositas, penentuan ukuran partikel

dengan mikroskop selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar dimana

pengukuran dilakukan setiap 1 minggu, pengujian iritasi terhadap sukarelawan,

dan penentuan nilai SPF sediaan dengan metode Mansur. Hasil penelitian ini

dapat disimpulkan bahwa emulgel formula F4 (HLB 9) dengan perbandingan

konsentrasi Tween 80 dan Span 80 (1,76% : 2,24%) paling stabil dan nilai SPF

sediaan tabir surya yang dihasilkan berada pada rentang maksimal.

2. Yenti dkk (2014) mengembangkan formulasi emulgel ekstrak etanol daun

dewa (Gynura pseudochina (L.) DC) untuk pengobatan nyeri sendi terhadap

tikus putih jantan. Pada penelitian ini digunakan 3 formula (F1, F2, dan F3)

ekstrak etanol daun dewa dengan konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10%. Evaluasi

terhadap formula emulgel meliputi organoleptis, homogenitas, distribusi

5
ukuran partikel, pemeriksaan stabilitas dengan pendingin dan suhu kamar, pH,

uji daya menyebar, uji iritasi kulit dan penentuan tipe krim. Uji efek

penyembuhan nyeri sendi dilakukan pada tikus putih jantan yang diinduksi

nyeri sendi dengan menggunakan AgNO3 1% secara intraartikular. Ekstrak

etanol daun dewa dapat diformulasi dalam bentuk sediaan emulgel dengan

konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10% dan memberikan stabilitas secara fisika.

Formula emulgel ekstrak etanol daun dewa memberikan efek analgetik dan

efek tertinggi diberikan oleh emulgel ekstrak etanol daun dewa dengan

konsentrasi 10 %.

3. Aghina dkk (2015) mengembangkan formulasi masker gel peel-off lendir

bekicot dengan variasi konsentrasi bahan pembentuk gel. Lendir bekicot

mengandung senyawa allantoin yang berfungsi sebagai pelembab. Penelitian

ini bertujuan untuk mendapatkan formula masker gel peel-off dengan bahan

aktif lendir bekicot yang memenuhi persyaratan farmasetika. Formulasi masker

gel peel-off terdiri dari dua tahap, pertama pembuatan basis dengan variasi

konsentrasi bahan pembentuk gel antara polyvinyl alkohol (PVA) dan HPMC,

kedua dilakukan pembuatan sediaan dengan menambahkan lendir bekicot 3%

dan 6% menggunakan basis terbaik berdasarkan evaluasi basis. Pemeriksaan

karakteristik meliputi uji organoleptis, daya sebar, waktu mengering, pH,

viskositas dan uji aktifitas. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa basis terbaik

adalah basis dengan komposisi bahan pembentuk gel PVA 15%, HPMC 1%,

propilenglikol, nipagin dan nipasol. Hasil evaluasi sediaan menunjukkan

bahwa sediaan masker gel peel-off yang mengandung konsentrasi 3% dan 6%

6
masing-masing memiliki nilai daya sebar 7,96 cm dan 7,76 cm, waktu

mengering 51,66 menit dan 41,66 menit, pH 6,21 dan 6,68, viskositas 11350 cP

dan 15500 cP. Berdasarkan hasil uji aktifitas, masker gel peel-off dengan

konsentrasi lendir bekicot 3% dan 6% dapat meningkatkan kelembaban kulit

yang signifikan secara statistik pada lima orang panelis.

4. Mardiana dkk (2015) mengembangkan formula gel lendir bekicot yang

bertujuan untuk mengetahui aktivitas lendir bekicot terhadap bakteri penyebab

jerawat (Propionibacterium acnes), mengetahui konsentrasi hambat minimum

(KHM) dari lendir bekicot terhadap bakteri Propionibacterium acnes, dan

memformulasikannya dalam bentuk sediaan gel. Formulasi gel yang dibuat

menggunakan variasi jenis dan konsentrasi plasticizer (propilen glikol dan

gliserin). Seluruh formula kemudian dievaluasi karakteristinya meliputi

organoleptis, waktu kering, kelengketan, dan kerapuhan. Berikutnya dibuat

sediaan gel dengan basis terpilih berdasarkan tahap optimasi basis dan

penambahan 11% lendir bekicot berdasarkan hasil uji KHM. Sediaan tersebut

kemudian dievaluasi meliputi waktu kering, uji daya lengket, uji kerapuhan, uji

stabilitas dipercepat dan uji aktivitas antibakteri sediaan. Hasil evaluasi sediaan

menunjukan bahwa sediaan gel dengan komposisi HPMC 2%, propilen glikol

10%, EDTA 0,1%, lendir bekicot 11%, aquadest 50%, dan etanol 70% ad

100% memiliki waktu kering 8 menit, gel tidak terlalu lengket, kerapuhan yang

baik, relatif stabil pada penyimpanan berdasarkan uji stabilitas, dan

mempunyai aktivitas antibakteri yang sebanding dengan gel tetrasiklin.

7
B. Landasan Teori

1. Bekicot

a. Klasifikasi dan Morfologi

Menurut taksonomi hewan, bekicot diklasifikasikan sebagai berikut

(Nurhadi dan Yanti, 2016) :

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Gastopoda

Ordo : Pulmonata

Sub ordo : Stylommatophora

Famili : Achatinidae

Genus : Achatina

Spesies : Achatina fulica

Gambar 1. Bekicot (Achatina fulica) (Dokumentasi Pribadi)

Bekicot merupakan hewan yang bertubuh lunak, tidak beruas,

mempunyai pelindung tubuh berupa cangkang yang berbentuk kerucut,

mengeluarkan lendir dari tubuhnya, dan aktif pada malam hari. Binatang ini

sering dikategorikan sebagai hama tanaman (Rukmana dan Yuniarsih,

2001). Morfologi dari bekicot meliputi tubuh yang tertutup oleh cangkang

8
sebagai eksoskeleton, bila tubuh menjulur dari eksoskeleton akan tampak

kepala dan kaki yang merupakan bagian muscular, kepala dilengkapi

dengan dua tentakel, tidak ada batas yang jelas antara kaki dan kepala, dan

cangkang terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam (Nurhadi dan Yanti,

2016).

b. Kandungan dan Manfaat

Meskipun bekicot termasuk hama tanaman, namun ternyata memiliki

potensi ekonomi yang cukup tinggi. Daging dari bekicot mengandung

protein hewani yang cukup tinggi, setara dengan kandungan protein dalam

daging hewan lainnya. Bekicot juga mengandung asam-asam amino esensial

leusin, isoleusin dan lisin dalam jumlah yang cukup (Rukmana dan

Yuniarsih, 2001).

Manfaat bekicot sebagai bahan obat-obat tradisional telah lama

diketahui oleh masyarakat, bangsa Romawi pernah menggunakan daging

bekicot sebagai obat sakit perut dengan cara memakan sate bekicot tanpa

diberi bumbu, kemudian mereka meminum anggur putih. Resep tersebut

saat itu dianggap paling mujarab untuk mengobati sakit perut. Di kalangan

masyarakat Indonesia, bekicot juga sering digunakan sebagai obat bagi

penderita penyakit pernapasan seperti batuk asma dan sebagainya. Akhir-

akhir ini bekicot telah dipergunakan sebagai obat penyakit kulit (gatal-gatal,

eksim, kudis, dan sebagainya) dan di beberapa kampung sering dijumpai

masyarakat yang menggunakan cairan daging bekicot sebagai obat luka

yang terkena benda tajam (Sadhori, 1997).

9
2. Jerawat

a. Pengertian

Jerawat dalam bahasa inggris disebut acne yang merupakan kondisi

abnormal kulit yang terjadi akibat gangguan berlebihan produksi kelenjar

minyak (sebaceous gland) yang menyebabkan penyumbatan saluran folikel

rambut dan pori-pori kulit. Jerawat biasanya terdapat di wajah, dada (dada

depan dan belakang) dan atas lengan. Kulit memerah dan meradang terjadi

jika adanya kelenjar minyak (sebasea) memproduksi minyak di kulit. Proses

terjadiny jerawat adalah ketika keratin yang lepas tertumpuk di kulit, maka

hal ini akan mengakibatkan tersembatnya muara kelenjar unit pilosebaseus.

Penyumbatan tersebut menyebabkan getah kelenjar pilosebaseus tidak dapat

keluar, yang akhirnya timbullah tonjolan pada permukaan kulit yang kita

sebut dengan jerawat. Penyumbatan tersebut akan menjai lebih parah

apabila terjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri propionibacterium,

sehingga terjadilah peradangan (Dewi, 2009).

b. Jenis-jenis Jerawat

Jika dilihat dari segi tempat munculnya, secara umum jerawat dapat

dibagi menjadi dua, yaitu jerawat wajah dan jerawat badan. Sedangkan jika

dlihat dari segi tingkat keparahannya, jerawat dapat terbagi menjadi tiga

yaitu (Dewi, 2009) :

1) Jerawat Komedo

Jerawat komedo adalah jerawat yang muncul karena adanya

sumbatan di pori-pori kulit. Komedo disebabkan karena adanya sel-sel

10
kulit mati dan kelenjar minyak yang terlalu berlebihan pada kulit.

Komedo dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu blackhead dan whitehead.

Blackhead terlihat seperti pori-pori yang membesar berwarna hitam

karena penyumbatan. Blackhead dikatakan sebagai whitehead ketika

terdapat lapisan kulit baru yang tumbuh di atas penyumbatan tersebut.

Tumbuhnya lapisan kulit baru di atas penyumbatan pori tersebut

menyebabkan warnanya berubah menjadi keputih-putihan oleh karena itu

komedo tipe ini disebut sebagai whitehead.

2) Jerawat Klasik

Jerawat klasik atau acne vulgaris adalah jerawat jenis berbentuk

tonjolan yang lebih besar dari komedo dan kecil berwarna merah muda.

Jerawat jenis inilah yang paling banyak ditemukan oleh anak yang

sedang memasuki usia pubertas.

3) Jerawat Batu

Jerawat batu atau cystic acne adalah jerawat yang berukuran lebih

besar dari jerawat klasik. Penyebab jerawat batu adalah lebih

dikarenakan faktor genetika atau keturunan. Jerawat batu timbul karena

kelenjar minyak yang sangat over-aktif dan pertumbuhan sel-sel kulit

yang tidak secepat kulit normal (Dewi, 2009).

c. Penyebab Jerawat

Penyebab sebenarnya mengapa seseorang mempunyai jerawat dan

yang lain tidak punya masih belum diketahui secara menyeluruh. Menurut

11
penelitian, ada beberapa faktor yang menyebabkan jerawat secara umum

antara lain (Dewi, 2009) :

1) Stres

2) Keturunan dari orang tua (gen)

3) Aktivitas hormon

4) Adanya kelenjar minyak yang berlebih

5) Bakteri di pori-pori kulit

6) Iritasi kulit

7) Pil pengontrol kelahiran/ pil KB, namun banyak wanita mengalami

penurunan munculnya jerawat semasa pemakaian pil

8) Berada dalam lingkungan dengan kadar chlorine yang tinggi, terutama

chlorinated dioxins, yang menyebabkan jerawat serius yang disebut

chloracne

9) Adanya penyumbatan saluran pembuangan kelenjar minyak pada kulit

10) Banyaknya produksi kelenjar minyak

11) Banyaknya bakteri Propionibacteria acnes pada saluran kelenjar

sebasea yang didukung dengan kurangnya kebersihan kulit, yang mana

hal ini bisa mengakibatkan infeksi/ pembengkakan pada jerawat dan

seringnya memakai steroid.

d. Metode Pengobatan Jerawat

Metode yang dapat dipilih untuk mengobati jerawat terdiri dari 3

jenis, yaitu (Dewi, 2009) :

12
1) Pengobatan jerawat dengan cara alami/natural

Pengobatan alami yang dimaksud disini adalah cara-cara

penyembuhan jerawat dilakukan dengan melakukan hal-hal tertentu

seperti mengompres jerawat dengan ramuan tradisional atau

mengkonsumsi makanan alami tertentu seperti buah-buahan dan sayuran.

2) Pengobatan jerawat dengan produk perawatan jerawat

Metode kedua adalah dengan mengkonsumsi obat-obatan khusus

untuk menyembuhkan jerawat. Obat-obatan tersebut dapat berupa

multivitamin atau antibiotik, baik yang dioleskan ke area yang berjerawat

maupun yang diminum dengan dosis tertentu. Jenis obat-obatan inipun

masih bisa dibagi lagi menjadi dua, yaitu obat-obatan yang dapat anda

beli tanpa perlu menggunakan resep dokter dan obat-obatan yang hanya

dapat digunakan dengan menggunakan resep dokter.

3) Perawatan jerawat dengan metode atau teknik modern

Cara yang terakhir adalah metode pengobatan dengan teknik atau

alat-alat modern, seperti laser misalnya. Untuk melakukan hal ini, anda

dapat mengunjungi klinik dermatologi terdekat yang ada ditempat anda.

Pengobatan jerawat bisa diberikan dengan antibiotik seperti

tetrasiklin, eritromisin, doksisiklin, klindamisin dan bahan-bahan kimia

lainnya seperti sulfur, resorsinol, asam salisilat, benzoil peroksida, asam

azelat dan retinoid, akan tetapi obat tersebut memiliki efek samping antara

lain iritasi, sedangkan penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan

resistensi (Nurhabibah, 2016). Pasien berjerawat yang menerima antibiotik

13
tetrasiklin, eritromisin atau klindamisisn untuk pengobatannya, cenderung

menyebabkan peningkatan terjadinya infeksi saluran nafas atas bila

dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan antibiotik (Margolis

dkk, 2005).

3. Emulgel

Emulgel adalah emulsi, baik itu tipe minyak dalam air (M/A) maupun air

dalam minyak (A/M), yang dibuat menjadi sediaan gel dengan mencampurkan

bahan pembentuk gel (Mohamed, 2004; Jain dkk, 2010). Sedangkan emulsi

adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika yang mengandung

paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana satu diantaranya

didispersikan sebagai globul-globul dalam fase cair lain (Martin dkk, 1993).

Fase tersebut terdiri atas fase hidrofil, umumnya adalah air, dan fase lipofil

(hidrofob) yaitu minyak mineral, minyak tumbuhan, atau pelarut lipofil seperti

kloroform, benzene, dan sebagainya. Untuk menstabilkan emulsi dibutuhkan

emulgator atau bahan pengemulsi (Voigt, 1995). Bentuk sediaan emulgel lebih

disukai oleh pasien karena memiliki keuntungan sifat emulsi dan gel. Oleh

karena itu, emulgel digunakan sebagai pembawa berbagai macam obat pada

kulit (Mohamed, 2004).

Dibandingkan dengan sediaan lain, emulgel memiliki beberapa

kelebihan, yaitu (Panwar dkk, 2011) :

a. Dapat membawa obat yang bersifat hidrofobik dan tidak larut air. Obat-obat

hidrofobik tidak dapat dicampurkan secara langsung ke dalam basis gel

biasa karena kelarutan menjadi penghalang utama dan menjadi masalah

14
ketika obat akan dilepaskan. Emulgel membantu mencampurkan obat

hidrofobik ke dalam fase minyak lalu globul minyak tersebut didispersikan

dalam fase air dengan mencampurkannya pada basis gel.

b. Stabilitas yang lebih baik. Sediaan transdermal/topikal lain memiliki

stabilitas yang lebih rendah bila dibandingkan dengan emulgel. Misalnya

sediaan serbuk bersifat higroskopis, krim yang menunjukkan inversi fase

atau breaking dan salep dapat menjadi tengik karena menggunakan basis

berminyak.

c. Kapasitas penyerapan obat lebih baik bila dibandingkan dengan sistem

partikulat seperti niosom dan liposom. Niosom dan liposom yang berukuran

nano dan merupakan struktur vesikular dapat terjadi kebocoran sehingga

dapat menyebabkan efisiensi penyerapan yang lebih rendah. Sedangkan gel

yang merupakan konstituen dengan jaringan yang lebih luas dapat menyerap

obat lebih baik.

d. Memungkinkan biaya produksi yang lebih rendah. Pembuatan emulgel

terdiri dari tahapan yang pendek dan sederhana sehingga memungkinkan

untuk diproduksi. Tidak ada alat khusus yang dibutuhkan untuk

memproduksi emulgel. Selain itu, bahan yang digunakan merupakan bahan

yang mudah dijangkau secara ketersediaan dan ekonomis.

e. Tidak memerlukan proses sonikasi yang intensif. Dalam membuat molekul

vesikular memerlukan sonikasi yang dapat menyebabkan kebocoran atau

degradasi obat. Namun, permasalahan ini tidak ditemui ketika membuat

emulgel karena tidak memerlukan sonikasi.

15
f. Emulgel dapat dibuat menjadi sediaan lepas terkendali untuk obat-obat

dengan waktu paruh pendek.

Emulgel dibuat dengan mencampurkan emulsi dengan gel dengan

perbandingan tertentu. Bahan tambahan yang biasa digunakan dalam

pembuatan emulgel adalah basis gel yang dapat meningkatkan viskositas, agen

pengemulsi untuk menghasilkan emulsi yang stabil, humektan dan pengawet.

Syarat sediaan emulgel sama seperti syarat untuk sediaan gel, yaitu untuk

penggunaan dermatologi harus mempunyai syarat sebagai berikut : tiksotropik,

mempunyai daya sebar yang mudah melembutkan, dapat bercampur dengan

beberapa zat tambahan (Mohamed, 2004).

Pada emulgel, emulsi dicampurkan kedalam basis gel yang telah dibuat

secara terpisah. Kapasitas gel dari sediaan emulgel membuat formulasi emulsi

menjadi lebih stabil karena adanya penurunan tegangan permukaan dan

tegangan antar muka secara bersamaan dengan meningkatnya viskositas dari

fase air (Khullar dkk, 2012). Emulgel memilki karakteristik yang dimiliki oleh

suatu sediaan emulsi dan gel sehingga memiliki tingkat penerimaan oleh pasien

yang tinggi. Oleh karena itu emulgel saat ini telah banyak digunakan sebagai

pembawa dalam sediaan topikal (Panwar dkk, 2011).

4. Agen Pengemulsi

Agen pengemulsi adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antar

muka antara minyak dan air, meminimalkan energi permukaan dari droplet

yang terbentuk (Allen, 2002). Bahan pengemulsi digunakan untuk

menstabilkan emulsi yang mencegah koalesensi, yaitu penyatuan tetesan kecil

16
menjadi tetesan besar dan akhirnya menjadi suatu fase tunggal yang memisah

(Anwar, 2012).

Agen pengemulsi nonionik biasa digunakan dalam seluruh tipe produk

kosmetik dan farmasetik. Agen pengemulsi ini memiliki rentang dari

komponen larut minyak untuk menstabilkan emulsi A/M hingga material larut

air yang memberikan produk M/A. Agen pengemulsi ini biasa digunakan untuk

kombinasi agen pengemulsi larut air dan larut minyak untuk membentuk

lapisan antarmuka yang penting untuk stabilitas emulsi yang optimum. Agen

pengemulsi nonionik memiliki toksisitas dan iritasi yang rendah (Billany,

2002).

Agen pengemulsi nonionik memiliki bermacam-macam nilai hydrophile-

lipophile balances (HLB) yang dapat menstabilkan emulsi M/A atau A/M.

Penggunaan agen pengemulsi nonionik yang baik bila menghasilkan nilai HLB

yang seimbang antara dua agen pengemulsi nonionik, dimana salah satu

bersifat hidrofilik dan yang lain bersifat hidrofobik. Agen pengemulsi nonionik

bekerja dengan membentuk lapisan antarmuka dari droplet-droplet, namun

tidak memiliki muatan untuk menstabilkan emulsi dan cara menstabilkan

emulsi adalah dengan adanya gugus polar dari agen pengemulsi yang terhidrasi

dan bulky yang menyebabkan halangan sterik antar droplet yang akan

mencegah koalesen (Kim, 2004). Pada penelitian ini dugunakan kombinasi

agen pengemulsi tween 80 dan span 80.

17
1. Twen 80

Gambar 2. Rumus Struktur Tween 80

Tween 80 atau Polysorbat 80 merupakan ester oleat dari sorbitol di

mana tiap molekul anhidrida sorbitolnya berkopolimerisasi dengan 20

molekul etilenoksida. Tween 80 berupa cairan kental berwarna kuning dan

agak pahit (Rowe dkk, 2009).

Tween 80 digunakan sebagai agen pengemulsi pada emulsi topikal

tipe minyak dalam air, dikombinasikan dengan agen pengemulsi hidrofilik

pada emulsi minyak dalam air, dan untuk menaikkan kemampuan menahan

air pada salep dan konsentrasi 1-10% sebagai agen pengemulsi. Tween 80

digunakan secara luas pada kosmetik sebagai agen pengemulsi (Smolinske,

1992). Tween 80 larut dalam air dan etanol (95%), namun tidak larut dalam

mineral oil dan vegetable oil. Aktivitas antimikroba dari pengawet golongan

paraben dapat mengurangi jumlah dari polisorbat (Rowe dkk, 2009).

2. Span 80

Gambar 3. Rumus Struktur Span 80

18
Span 80 mempunyai nama lain sorbitan monooleat. Pemeriannya

berupa warna kuning gading, cairan seperti minyak kental, bau khas tajam,

terasa lunak. Kelarutannya tidak larut tetapi terdispersi dalam air, bercampur

dengan alkohol, tidak larut dalam propilen glikol, larut dalam hampir semua
o
minyak mineral dan nabati, sedikit larut dalam eter. Berat jenis pada 20 C
o
adalah 1 gram. Nilai HLB 4,3 dan viskositas pada 25 C adalah 1000 cps

(Smolinske, 1992).

Ester sorbitan secara luas digunakan dalam kosmetik, produk

makanan, dan formulasi sebagai surfaktan nonionik lipofilik. Ester sorbitan

secara umum dalam formulasi berfungsi sebagai agen pengemulsi dalam

pembuatan krim, emulsi, dan salep untuk penggunaan topikal. Ketika

digunakan sebagai agen pengemulsi tunggal, ester sorbitan menghasilkan

emulsi air dalam minyak yang stabil dan mikroemulsi, namun ester sorbitan

lebih sering digunakan dalam kombinasi bersama bermacam-macam

proporsi polisorbat untuk menghasilkan emulsi atau krim, baik tipe M/A

atau A/M dengan konsentrasi 1-10% (Rowe dkk, 2009).

5. Basis Gel

Gel merupakan suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu

dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul

organik yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989). Gel adalah

pembawa yang digunakan dengan tujuan pemberian obat pada bagian mukosa,

misalnya mata, hidung, vagina, dan pemberian melalui rektum. Gel sering

19
digunakan dalam penghantaran obat yang mengandung polimer yang dapat

menjerap sejumlah air yang dikenal dengan hidrogel (Anwar, 2012).

Bahan pembentuk gel biasanya sebuah sebuah polimer dengan

konsentrasi beberapa persen yang memberikan konsistensi semisolid pada

formulasi baik fisik ataupun cross-lingking (taut silang) kimia. Konsistensi ini

akan mengurangi kecepatan pengeringan formulasi dan memperpanjang lama

diamnya pada sisi pemberian (Anwar, 2012).

Basis gel yang digunakan dalam penelitian ini adalah HPMC.

Hipermelosa atau HPMC berbentuk serbuk granul atau serat berwarna putih

atau putih-krem. HPMC larut dalam air dingin, membentuk larutan koloid

kental, praktis tidak larut dalam air panas, kloroform, etanol (95%) dan eter

tetapi larut dalam campuran air dan alkohol. Kegunaan HPMC diantaranya

sebagai zat peningkat viskositas, zat pendispersi, zat pengemulsi, penstabil

emulsi, zat pensuspensi, sustained release agent, pengikat pada sediaan tablet,

dan zat pengental (Rowe dkk, 2009). HPMC digunakan sebagai basis gel

dengan konsentrasi 2-10% (Garg dkk., 2001). Menurut Arifin dkk (2015)

HPMC 2,5% lebih baik dari carbomer 940 1% dalam menghasilkan sediaan

yang memenuhi syarat evaluasi fisik pada emulgel serbuk kasar papain.

Gambar 4. Rumus Struktur HPMC

20
6. Formula

a. Master Formula

Master formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 1. Master Formula Emulgel Ekstrak Daun Dewa (Yenti, 2014)


Bahan Konsentrasi (%)

Ekstrak Daun Dewa 10

HPMC 2,5

Parafin cair 5

Twen 80 1,08

Span 80 0,42

Propilenglikol 10

Metil Paraben 0,03

Propil Paraben 0,01

Aquades ad 100

b. Modifikasi Formula

Modifikasi formula yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 2. Modifikasi Formula Tiap 50 gram Emulgel Lendir Bekicot


Konsentrasi (%)
Bahan
A B C Fungsi
Zat Aktif Lendir Bekicot 11 11 11
Bahan Gel : HPMC 2,5 3,5 4,5 Basis Gel
Propilenglikol 10 10 10 Humektan
Metil Paraben 0,2 0,2 0,2 Pengawet
Propil Paraben 0,1 0,1 0,1 Pengawet
Menthol 0,05 0,05 0,05 Agen Flavour
Bahan Parafin Cair 5 5 5 Emolien
Emulsi : Tween 80 1,08 1,76 2,44 Emulgator
Span 80 0,42 2,24 4,06 Emulgator
Aquades ad 100 ad 100 ad 100 Pelarut

21
7. Monografi Bahan Tambahan

a. Propilenglikol

Gambar 5. Rumus Struktur Propilenglikol

Propilenglikol memiliki pemerian yang jernih, cairan kental, tidak

berwarna, rasa khas, praktis tidak berbau, menyerap air pada udara lembab

dengan kelarutan dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan

kloroform, larut dalam eter dan dalam beberapa minyak esensial, tidak dapat

bercampur dengan minyak lemak. Propilenglikol harus disimpan dalam

wadah tertutup rapat, ditempat sejuk atau kering dan memiliki

inkompantibilitas terhadap senyawa pengoksidasi seperti KMnO4.

Propilenglikol dapat digunakan sebagai humektan dengan konsentrasi 15%

dan dapat digunakan sebagai pelarut dengan konsentrasi 5-80%

(Kementerian Kesehatan RI, 2014; Rowe dkk, 2009).

b. Metil Paraben

Gambar 6. Rumus Struktur Metil Paraben

22
Metil paraben atau nipagin memiliki bentuk hablur kecil, putih,

berbau khas lemah dan sedikit rasa terbakar. Metil paraben sukar larut

dalam air, dalam benzene dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut

dalam etanol dan dalam eter. Metil paraben digunakan sebagai pengawet

antimikroba dalam kosmetik, produksi makanan dan formula farmasi. Metil

paraben dapat digunakan sendiri ataupun dengan kombinasi paraben, zat

anti mikroba lain. Metil paraben mempunyai aktivitas anti mikroba antara

pH 4-8. Efek pengawetan akan menurun sebanding dengan meningkatnya

pH. Metil paraben memiliki keaktifan paling lemah dari seluruh paraben.

Aktivitasnya dapat diperbaiki dengan mengkombinasikan dengan paraben

lain. Aktivitas antimikroba dari metil paraben menurun dengan keberadaan

surfaktan non ionik seperti polisorbat 80. Namun, dengan penambahan

propilenglikol (10%) telah dibuktikan dapat membantu aktivitas

antimikroba paraben ketika terdapat surfaktan non ionik karena dapat

mencegah interaksi antara antimikroba dan polisorbat. Metil paraben

digunakan sebagai pengawet dalam sediaan topikal dengan konsentrasi

0,02-0,3% (Kementerian Kesehatan RI, 2014; Rowe dkk, 2009). Kombinasi

penggunaan metil paraben dengan propil paraben ialah dengan konsentrasi

0,2% : 0,1% sebagai agen pengawet (The Hallstar Company, 2017).

c. Propil Paraben

Gambar 7. Rumus Struktur Propil Paraben

23
Propil paraben atau nipasol memiliki bentuk serbuk atau hablur kecil,

tidak berwarna dan sangat sukar larut dalam air, sukar larut dalam air

mendidih, mudah larut dalam etanol dan dalam eter dengan penyimpanan

dalam wadah tertutup baik. Propil paraben merupakan senyawa paraben

yang berfungsi sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produksi

makanan dan formula farmasi. Propil paraben dapat digunakan sendiri

ataupun dikombinasikan dengan paraben maupun antimikroba lain.

Aktivitas antimikroba propil paraben efektif pada pH 4-8. Efek sebagai

pengawet menurun dengan meningkatkatnya pH. Propil paraben lebih aktif

melawan jamur daripada melawan bakteri dan lebih aktif melawan gram

positif daripada gram negatif. Penggunaannya sebagai pengawet dalam

sediaan topikal dengan konsentrasi 0,01-0,6% (Kementerian Kesehatan RI,

2014; Rowe dkk, 2009).

d. Menthol

Gambar 8. Rumus Struktur Menthol

Menthol memiliki pemerian berupa hablur berbentuk jarum atau

prisma, tidak memiliki warna, memiliki bau tajam seperti minyak permen,

rasa panas aromatik dan di ikuti rasa dingin. Menthol sukar larut dalam air,

sangat mudah larut dalam etanol (95%), mudah larut dalam parafin cair dan

dalam minyak atsiri. Menthol inkompantibel dengan butyl-kloralhidrat,

24
kloralhidrat, kromium trioksida, beta naftol, fenol dan potassium

permanganat. Penyimpanan menthol harus dalam wadah tertutup rapat.

Menthol digunakan sebagai agen flavour dan dalam sediaan topikal

digunakan dengan konsentrasi 0,05% - 10% (Rowe dkk, 2009).

e. Parafin Cair

Parafin cair atau minyak mineral berbentuk cairan transparan, tidak

berwarna, kental praktis tidak berasa, tidak berbau dalam suhu sejuk dan

sedikit berwarna jika dipanaskan. Paraffin cair praktis tidak larut dalam

etanol (95%), gliserin dan air, larut dalam aseton, benzena, kloroform,

karbon disulfide, eter dan petroleum eter. Penambahan sedikit surfaktan

yang sesuai akan meningkatkan kelarutan. Paraffin cair merupakan minyak

yang umum digunakan dalam kosmetik dan produk makanan. Untuk emulsi

topical, paraffin cair digunakan dalam konsentrasi 1-32% (Rowe dkk,

2009).

f. Aquades

Aquades atau air suling memiliki bentuk cairan jernih, tidak berwarna,

tidak berbau, tidak mempunyai rasa dan memiliki penyimpanan dalam

wadah tertutup baik. Aquades digunakan dalam sediaan topikal sebagai

pelarut sediaan (Kementerian Kesehatan RI, 1979).

25
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga formulasi emulgel lendir bekicot dengan

tiga kali replikasi dan pengujian dilakukan secara evaluasi fisik. Desain penelitian

yang digunakan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Desain penelitian


Evaluasi Sediaan Emulgel Anti Jerawat Lendir Bekicot
Evaluasi Fisik Uji
Formula Uji Stabilitas Uji
Uji Uji Uji Uji Uji Tipe Iritasi Cycling Kesukaan
Organoleptik pH Homogenitas Viskositas Emulsi Test
A
B
C
Keterangan :
A = HPMC 2,5%, Tween 80 1,08%, Span 80 0,42%
B = HPMC 3,5%, Tween 80 1,76%, Span 80 2,24%
C = HPMC 4,5%, Tween 80 2,44%, Span 80 4,06%

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April - Juni 2017 di Laboratorium

Farmasetika Akademi Farmasi Bina Husada Kendari.

D. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah lendir bekicot yang dibuat dalam satu

konsentrasi.

26
E. Kerangka Konsep Penelitian

HPMC
(2,5%, 3,5%, 4,5%)

TWEEN 80 Emulgel Anti Jerawat


(1,08%, 1,76%, 2,44%) Lendir Bekicot

SPAN 80
(0,42%, 2,24%, 4,06%)

Gambar 9. Skema Kerangka Konsep Penelitian

F. Variabel Penelitian

Variabel Bebas : HPMC, Tween 80, Span 80

Variabel Terikat : Emulgel Anti Jerawat Lendir Bekicot

G. Definisi Operasional Variabel

1. Lendir bekicot adalah cairan padat, agak kental dan mengalir lambat yang

diperoleh dari hewan bekicot dan digunakan sebagai bahan aktif.

2. HPMC adalah salah satu polimer derivat dari selulosa yang dapat digunakan

sebagai basis gel dalam formulasi emulgel anti jerawat lendir bekicot.

3. Tween 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan yang dapat

digunakan sebagai agen pengemulsi dalam formulasi emulgel anti jerawat

lendir bekicot.

4. Span 80 adalah ester asam lemak polioksietilen sorbitan yang dapat digunakan

sebagai agen pengemulsi dalam formulasi emulgel anti jerawat lendir bekicot.

27
5. Emulgel lendir bekicot adalah sediaan yang terdiri dari sediaan gel dan emulsi

yang digunakan sebagai anti jerawat yang mengandung lendir bekicot, tween

80, span 80 dan HPMC.

H. Prosedur Penelitian

1. Alat dan Bahan

a. Alat yang digunakan

Batang pengaduk, corong gelas (pyrex), cawan krus, cawan porselin,

gelas kimia (pyrex), gelas ukur (pyrex), sudip, sendok tanduk, timbangan

analitik dan digital, viskometer, pH Meter.

b. Bahan yang digunakan

Akuades, etanol (95%), dapar asetat, dapar fospat, HPMC, lendir

bekicot, parafin cair, metil paraben, propil paraben, propilenglikol, span 80,

tween 80.

2. Prosedur Kerja Pembuatan Sediaan Emulgel Lendir Bekicot

a. Pengambilan dan Penyiapan Sampel

Bekicot yang digunakan berasal dari anaiwoi kota kendari. Menurut

Mardiana dkk (2015) pengambilan lendir bekicot dilakukan dengan cara

menyentuh badan lendir bekicot hingga badan masuk ke dalam cangkang

yang sebelumnya dilakukan pencucian terlebih dahulu terhadap bekicot

yang akan diambil lendirnya, cara ini digunakan untuk meminimalisir

adanya kotoran yang terbawa saat pengambilan lendir bekicot serta

memperpanjang masa hidup bekicot. Kemudian ditampung lendir bekicot

yang telah diambil.

28
b. Pembuatan Emulsi

1) Dibuat fase minyak dengan mencampurkan span 80 dengan parafin cair

pada suhu 70 C.

2) Dibuat fase air dengan mencampurkan tween 80 dan sebagian air pada

suhu 70 C.

3) Ditambahkan fase minyak ke dalam fase air pada suhu 70 C hingga

terbentuk emulsi.

c. Pembuatan Gel

1) Didispersikan HPMC sedikit demi sedikit dalam air panas dengan suhu

80 C.

2) Digerus hingga terbentuk massa gel.

3) Dilarutkan metil paraben dan propil paraben ke dalam propilenglikol dan

menthol kedalam etanol (95%) kemudian dicampurkan dengan massa

gel.

d. Pembuatan Emulgel

Emulsi dan gel yang telah dibuat dicampurkan sedikit demi sedikit

dan digerus hingga terbentuk massa emulgel dan ditambahkan lendir bekicot

lalu gerus hingga terbentuk sediaan emulgel.

3. Prosedur Kerja Evaluasi Sediaan Emulgel Lendir Bekicot

a. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan cara pengamatan terhadap

bentuk, warna, dan bau, dari sediaan gel yang telah dibuat (Voigt, 1994).

29
b. Penentuan Tipe Emulsi

Pengujian tipe emulsi dapat dilakukan dengan metode pengenceran,

yaitu dimasukkan sampel ke dalam gelas kimia, jika ke dalam sampel

ditambahkan sedikit air, dan jika pengocokan atau pengadukannya

diperoleh kembali emulsi yang homogen, maka emulsi yang diuji berjenis

M/A. Jika sampel dicampur dengan minyak maka hal ini menyebabkan

pecahnya emulsi. Pada jenis A/M akan diperoleh hasil sebaliknya (Voigt,

1994).

c. Penentuan pH Sediaan
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat

ini dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan dapar asetat

pH 4,0 dan dapar fosfat pH 7,0 sehingga angka yang muncul pada alat

berada pada pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan aquadest dan

dikeringkan dengan tisu. Pengukuran pH basis emulgel dilakukan dengan

cara : sebanyak 1 gram emulgel diencerkan dengan aquadest hingga 10 mL

dalam wadah yang cocok. Elektroda dicelupkan ke dalam wadah tersebut,

biarkan jarum bergerak sampai pada posisi konstan. Angka yang

ditunjukkan pH meter merupakan nilai pH emulgel (Yenti dkk, 2014).

d. Pemeriksaan Homogenitas

Emulgel ditimbang 0,1 gram kemudian dioleskan secara merata dan

tipis pada kaca transparan, sediaan harus menunjukkan susunan yang

homogen dan tidak terlihat butir-butir kasar (Yenti dkk, 2014).

30
e. Pemeriksaan Viskositas

Sediaan diukur viskositasnya menggunakan alat viskometer. Sampel

dimasukkan ke dalam wadah dengan volume 100 mL. Spindel yang sesuai

dimasukkan ke dalam sediaan hingga tanda batas. Motor dinyalakan dan

spindle dibiarkan berputar. Setelah penunjuk skala menunjukkan angka

yang tetap, pengukuran dianggap selesai (Sari, 2014).

f. Uji Iritasi

Pengujian iritasi kulit dengan cara uji tempel tertutup pada kulit

manusia dimana 0,1 gram sediaan dioleskan pada pangkal lengan bagian

dalam dengan diameter pengolesan 2 cm kemudian ditutup dengan perban

dan plester, biarkan selama 24 jam kemudian dioleskan lagi, lakukan

selama 3 hari. Setelah itu amati gejala yang ditimbulkan. Apabila tidak

menimbulkan iritasi pada kulit, massa sediaan dinyatakan memenuhi

syarat pengujian (Yenti dkk, 2014).

g. Uji Stabilitas Cycling Test

Salah satu cara mempercepat evaluasi kestabilan adalah dengan

penyimpanan selama beberapa periode (waktu) pada suhu yang lebih

tinggi dari normal. Cara khusus ini berguna untuk mengevaluasi shelf

life sediaan dengan siklus antara 2 suhu. Dilakukan satu siklus pada saat

sediaan disimpan pada suhu 4C selama 24 jam lalu dikeluarkan dan

ditempatkan pada suhu 40 2C selama 24 jam. Percobaan ini diulang

sebanyak 6 siklus (Pambudi, 2013).

31
h. Uji Kesukaan

Pada uji ini panelis mengemukakan tanggapan pribadi suka atau

tidak suka, di samping itu juga mengemukakan tingkat kesukaannya.

Tingkat kesukaan disebut juga skala hedonik. Skala hedonik

ditransformasi ke dalam skala numerik dengan angka menaik menurut

tingkat kesukaan (Lukman dkk, 2012).

4. Analisis Data

a. Data

1) Data primer

Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil Laboratorium

Farmasetika Akademi Farmasi Bina Husada Kendari.

2) Data sekunder

Data sekunder yaitu data yang berasal dari literatur-literatur yang

mendukung penelitian ini.

b. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil

pembuatan dan uji evaluasi fisik sediaan emulgel anti jerawat lendir

bekicot.

c. Penyajian Data

Data hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabulasi.

d. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian diolah dalam bentuk tabel

kemudian dijelaskan dalam bentuk narasi.

32
5. Skema Jalannya Penelitian

Bahan Gel :
1. HPMC
2. Propilenglikol
3. Metil Paraben
4. Propil Paraben
Bahan Emulsi :
1. Parafin cair
2. Tween 80
3. Span 80

Emulsi Gel

Massa Emulgel
Bekicot Lendir bekicot

Formula A, B, C

Evaluasi Fisik Sediaan

Uji Uji Uji Uji Uji Uji Uji Uji


Organoleptik Tipe pH Homogenitas Viskositas Kesukaan Stabilitas Iritasi
Emulsi sediaan Cycling
test

Hasil

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 10. Skema Jalannya Penelitian

33
DAFTAR PUSTAKA

Aghina, Y., Amila, G. dan Dina, M. 2015, Formulasi Masker Gel Pell Off Lendir
Bekicot (Achatina fulica) dengan Variasi Konsentrasi Bahan Pembentuk
Gel, Prosiding Penelitian Spesia UNISBA, Bandung, pp 246, diakses pada
20 Desember 2016, karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/farmasi/article/view
File/1848/pdf.

Anwar, Effionora. 2012, Eksipien Dalam Sediaan Farmasi Karakterisasi dan


Aplikasi. Dian Rakyat, Jakarta.

Allen, L.V. 2002, The Art, Science, and Technology of Pharmaceutical


Compounding, Second Edition. American Pharmaceutical Association,
USA.

Ansel, H.C. 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV, diterjemahkan
dari Bahasa Inggris oleh Farida Ibrahim, UI PRESS, Jakarta.

Arifin, M.F., Syarmalina., Diana, S., Shafa, N., Dida M.H. dan Hifziel, A. 2015,
Optimasi Formula Emulgel Serbuk Kasar Papain, Jurnal Ilmu Kefarmasian
Indonesia, 13:1, diakses pada 20 Desember 2016, http://jifi.ffup.org/wp-
content/uploads/2015/12/JIFI-VOLUME-13-NO-1-APRIL-2015-OK_1-
9_MF-Arifin-ok_4edit_opt.pdf.

Aulton, M.E. and Diana M.C. 1991, Pharmaceutical Practice. Publishers Ptc Ltd,
Singapore.

Berniyanti., Titiek. dan Suwarno. 2007, Karakterisasi Protein Lendir Bekicot


(Achasin) Isolat Lokal Sebagai Faktor Antibakteri Universitas Airlangga,
Media Kedokteran Hewan Vol 23, No 3. Surabaya, pp 139, diakses pada 20
Desember 2016, http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-02-Berni-
SWN-Ref.pdf.

Billany, M. 2002. Suspensions and Emulsions, in Aulton, M. E., (Ed),


Pharmaceutics : The Science of Dosage Form Design, 2nd Ed., 342, 344,
348, ELBS with Churchill Livingstone, New York.

Chirag, Patel dkk. 2013. Emulgel: A Combination of emulsion and gel. Journal of
Discovery and Therapeutics, 1 (6), 57-61.

Dewi, Shinta Ayu. 2009, Cara Ampuh Mengobati Jerawat Secara Alami dan
Medis. Buana Pustaka, Yogyakarta.

Gerg, S. dkk. 2011, Compendium of Pharmaceutical Excipients for Vaginal


Formulations. NIPER, India.

34
Hoan, Tan, Tjay dan Kirana, Rahardja, 2008. Obat-Obat Penting Edisi Keenam.
Jakarta : Elex Media Komputindo Krishna.

Jain, A., Surya, P.G., Yashwant, G., Hemant, K. and Sanjay, J. 2010,
Development and Characterization Of Ketocozaloe Emulgel For Topical
Drug Delivery Plagia Research Library, Der Pharmacia Sinica, Smriti
College of Pharmaceutical Education, Indore, India, pp 221-231, diakses
pada 25 Desember 2016, http://www.imedpub.com/articles/development-and
characterization-of-ketoconazole-emulgel-fortopical-drug-delivery.pdf.

Karina, Pompi. 2016, Formulasi Dan Evaluasi Emulgel Tabir Surya Dari
Oksibenzon Dan Oktilmetoksisinamat Menggunakan Kombinasi Tween 80
Dan Span 80, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Kementerian kesehatan RI. 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Jakarta.

Kim, Cherng-Ju. 2004, Advanced Pharmaceutics Physicochemical Principles.


CRC PRESS, London.

Khullar, R., Saini, S., Seth, N. and Rana, A.C. 2011, Emulgels: A Surrogate
Approach For Topically Used Hydrophobic, International Journal of
Pharmacy and Biological Science, 1:117-118, diakses pada 20 Desember
2016, http://ijpbs.com/ijpbsadmin/upload/ijpbs_50c82835a2df7.pdf.

Lukman, A., Emma, S. dan Roli, O. 2012. Formulasi Gel Minyak Kulit Kayu
Manis (Cinnamomum burmannii Bl) Sebagai Sediaan Antinyamuk,
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Riau, Jurnal Penelitian Farmasi Indonesia
Vol 1, Riau, pp 24, diakses pada 20 Maret 2017,
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=105805&val=5121.

Margolis, D.J., Whitney, P.B., Ole, H. dan Jesse, A.B. 2005, Antibiotic
Treatment Of Acne May Be Associated With Upper Respiratory Tract
Infections. American Medical Association, University of Pennsylvania
Center for Education and Research in Therapeutics, Philadelphia, pp 1132-
1133, diakses pada 25 Desember 2016, http://lib.ajaums.ac.ir/booklist
/archives%20of%20dermatologySep-913.pdf.

Mardiana, Z.H., Amila, G. dan Lanny, M. 2015, Formulasi Gel yang


Mengandung Lendir Bekicot (Achatina fulica) Serta Uji Aktivitas
Antibakteri Terhadap Propionibacterium acne. Prosiding Penelitian Spesia
UNISBA Farmasi Gelombang 2 (2014-2015), Bandung, pp 223-224, diakses
pada 25 Desember 2016, http://karyailmiah.unisba.ac.id/index.php/farmasi/
article/viewFile/1776/pdf.

35
Martin, A., Swarbick, J., Cammara, A. and Chun, A.H.C. 1983, Farmasi Fisik,
diterjemahkan dari Bahasa Inggris oleh Yoshita, UI Press, Jakarta.

Mohammed, M.I. 2004, Optimation Of Chlorhenisin Emulgel Formulation.


Article 26. Cairo, Department of Pharmaceutics, Faculty of Pharmacy, Cairo
University.

Mutschler, Ernst., 1991. Dinamika Obat Edisi Kelima. Bandung: ITB.

Nugroho, Ridho. 2015, Wajah Lembut Bebas Keriput Dengan Facial Bekicot.
Tabloid Nova, diakses pada 15 Januari 2017, http://nova.id/Mode-dan-
Kecantikan/Kecantikan/Wajah-Lembut-Bebas-Keriput-Dengan-Facial-
Bekicot-Berani-Coba.

Nurhadi dan Yanti, Febri. 2016. Buku Ajar Taksonomi Invertebrata. Deepublish,
Yogyakarta.

Nurhabibah. 2015, Formulasi Emulgel Antijerawat Dari Ekstrak Rimpang


Temulawak (Curuma xanthorrhiza Roxb.) dan Uji Aktivitasnya Terhadap
Bakteri Propionibacterium Acnes, diakses pada 29 Desember 2016,
http://farmasi.uniga.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/Teknologi
Farmasi.pdf.

Panwar, A.S. dkk. 2011, Emulgel : A Review, Asian Journal of Pharmacy and
Life Science, 1:336-337, diakses pada 25 Desember 2016,
http://ajpls.com/admin/issues/pissue71.pdf.

Pambudi, K. 2013. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Sediaan Emulsi Minyak
Biji Jinten Hitam, Universitas Indonesia, Jakarta, diakses pada 20 Maret
2017, http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-08/S45435-Kurniawan %20
Pambudi.

Rowe, R.C., Paul, J.S. and Sian, C.O. 2009, Handbook Of Pharmaceutical
Excipients 6th Edition. Pharmaceutical Press, Washington D.C.

Rukmana, Rahmat dan Yuniarsih, Yuyun. 2001, Aneka Olahan Bekicot. Kanisius,
Yogyakarta.

Sadhori S, Naryo. 1997, Teknik Budidaya Bekicot. PT Balai Pustaka, Jakarta


Timur.

Shargel, L., dan Yu, 1993. Applied Biopharmaceutis and Pharmacokinetics, 3ed,
Appleton and Lange, Estwalk, Connecticut, p. 134-167.

Sari, M.P. 2014, Formulasi Krim Tabir Surya Fraksi Etil Asetat Kulit Pisang
Ambon Putih [Musa(AAA Group)] dan Penentuan Nilai Faktor Pelindung

36
Surya (Fps) Fraksi Etil Asetat Secara In Vitro, Skripsi, Universitas Islam
Bandung, Bandung.

Smolinske, S.C. 1992, Handbook of Food, Drug and Cosmetics Excipients, CRC
Press, USA, 295-296 cit. Laveirus, M.F., 2011, Optimasi Tween 80 dan
Span 80 Sebagai Emulsifying Agent Serta Carbopol Sebagai Gelling Agent
Dalam Sediaan Emulgel Photoprotector Ekstrak Teh Hijau (Camelia
sinensis L.): Aplikasi Desain Faktorial, Universitas Sanatha Dharma,
Yogyakarta, 11-13.

The Hallstar Company. 2017, Methyl Paraben NF, Chicago, diakses pada 17
Januari 2017, https://www.hallstar.com/product/methyl-paraben/.

Voigt, R. 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmas, diterjemahkan dari Bahasa


Inggris oleh Soendani Noerono S, Gadjah Madah University Press,
Yogyakarta.

Yenti, Revi, dkk. 2014, Formulasi Emulgel Ekstrak Etanol Daun Dewa (Gynura
Pseudochina (L.) Dc) Untuk Pengobatan Nyeri Sendi Terhadap Tikus Putih
Jantan. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang, Prosiding
Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi
dan Klinik IV tahun 2014, Padang, pp 56-58, diakses pada 26 Desember
2016, http://semnasffua.com/pub/2014/PROSIDING%202014_p56-63.pdf.

37
Lampiran 1. Perhitungan Bahan
Tiap 50 gram formula emulgel lendir bekicot mengandung:
Formula A
11
1. Lendir bekicot 11% = 100 50 gram = 5,5 gram
10
Dilebihkan 10% = 100 5,5 gram = 0,55 gram
Yang ditimbang = 5,5 gram + 0,55 gram = 6,05 gram
2,5
2. HPMC 2,5% = 100 50 gram = 1,25 gram
10
Dilebihkan 10% = 100 1,25 gram = 0,125 gram
Yang ditimbang = 1,25 gram + 0,125 gram = 1,375 gram
10
3. Propilenglikol 10% = 100 50 gram = 5 gram
10
Dilebihkan 10% = 100 5 gram = 0,5 gram
Yang ditimbang = 5 gram + 0,5 gram = 5,5 gram
0,2
4. Metil Paraben 0,2% = 100 50 gram = 0,1 gram
10
Dilebihkan 10% = 100 0,1 gram = 0,01 gram
Yang ditimbang = 0,1 gram + 0,01 gram = 0,11 gram
0,1
5. Propil Paraben 0,1% = 100 50 gram = 0,05 gram
10
Dilebihkan 10% = 100 0,05 gram = 0,005 gram
Yang ditimbang = 0,05 gram + 0,005 gram = 0,055 gram
5
6. Parafin cair 5% = 50 gram = 2,5 gram
100
10
Dilebihkan 10% = 100 2,5 gram = 0,25 gram
Yang ditimbang = 2,5 gram + 0,25 gram = 2,75 gram
1,08
7. Tween 80 1,08% = 50 gram = 0,54 gram
100
10
Dilebihkan 10% = 100 0,54 gram = 0,054 gram
Yang ditimbang = 0,54 gram + 0,054 gram = 0,594 gram
0,42
8. Span 80 0,42% = 50 gram = 0,21 gram
100

38
10
Dilebihkan 10% = 100 0,21 gram = 0,021 gram
Yang ditimbang = 0,21 gram + 0,021 gram = 0,231 gram
0,05
9. Mentol 0,05% = 50 gram = 0,025 gram
100
10
Dilebihkan 10% = 100 0,025 gram = 0,0025 gram
Yang ditimbang = 0,025 gram + 0,0025 gram = 0,0275 gram
10. Aquadest ad 50 gram = 50 16,6925
= 33,3075 mL

Iisakbar2016

39

Anda mungkin juga menyukai