Anda di halaman 1dari 27

TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF

BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Teori Belajar dan Pembelajaran

Dalam rangka meningkatkan kemampuan pendidik, mereka harus memiliki


dasar empiris yang kuat untuk mendukung profesi mereka sebagai pengajar. Kenyataan
yang ada, kurikulum yang selama ini diajarkan di sekolah menengah kurang mampu
mempersiapkan siswa untuk masuk ke perguruan tinggi. Kemudian kurangnya
pemahaman akan pentingnya relevansi pendidikan untuk mengatasi masalah-masalah
sosial dan budaya, serta bagaimana bentuk pengajaran untuk siswa dengan beragam
kemampuan intelektual.
Jerome S. Bruner, seorang peneliti terkemuka, memberikan beberapa gambaran
tentang perlunya teori pembelajaran untuk mendukung proses pembelajaran di dalam
kelas, serta beberapa contoh praktis untuk dapat menjadi bekal persiapan
profesionalitas para guru.
Berdasarkan penelitian Jerome S.Bruner, menjelaskan bahwa dari segi psikologis dan
dari desain kurikulum pembalajaran sangatlah minim dibahas tentang teori
pembelajaran. Teori pembelajaran yang sudah ada selama ini, hanya terfokus pada
kepentingan teoritis semata. Sebagai contoh, pada saat membahas tentang teori
perkembangan, seorang anak tidak diajarkan pengaruhnya terhadap tantangan sosial
dan bagaimana pengalaman nyata yang nantinya akan dialami anak ketika berada di
masyarakat. Masih banyak contoh-contoh lain, bagaimana sebuah teori pembelajaran
tidak menyentuh aspek sosial dari murud, dan hal ini merupakan bentuk pembodohan
secara intelektual dan tidak memiliki tangungjawab moral.
Dari permasalahan di atas, kita menyadari bahwa, sebuah teori pembelajaran
sebaiknya juga menyangkut suatu praktek untuk membimbing seseorang bagaimana
caranya siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan, pandangan hidup, serta
pengetahuan akan kebudayaan masyarakat sekitarnya. Akan hal itu, perlu adanya
penjelasan dan pembahasan terkait dengan teori pembelajaran. Agar lebih spesifik dan
terfokus, dalam makalah ini akan hanya akan menguraikan dan menjelaskan satu dari
beberapa teori pembelajaran yang sudah ada, yaitu pada Teori Pembelajaran
Kognitivistik. Dan dari penjelasan ini nantinya diharapkan bisa memberikan
pemahaman yang utuh dan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Dengan
berbekal pemahaman yang utuh terkait teori pembelajaran yang dijadikan sebagai
pemahaman dasar dalam pembelajaran diharapkan siswa dapat menerima
pembelajaran yang akan kita sampaikan dengan baik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari Teori Pembelajaran?
2. Apa pengertian Teori Kognitivisme dalam Pembelajaran ?
3. Siapakah Tokoh-tokoh dalam Teori kognitivisme ?
4. Bagaimana pengaplikasi teori Kognitivisme dalam Pembelajaran ?
5. Bagaimana Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar ?
6. Apakah Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif ?

1.3 Tujuan Masalah

2. Mampu mengerti Teori Pembelajaran.


3. Mampu mengerti Teori Kognitivisme dalam pendidikan.
4. Mampu mengetahui tokoh Kognitivisme.
5. Mampu mengetahui pengaplikasian Kognitivisme dalam Pembelajaran.
6. Mampu mengetahui Pandangan Teori Kognitivisme Tentang Belajar.
7. Mampu mengetahui Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Pembelajaran


Teori pembelajaran harus mampu menghubungkan antara hal yang ada
sekarang dengan bagaimana menghasilkan hal tersebut. Teori belajar menjelaskan
dengan pasti apa yang terjadi, namun teori pembelajaran hanya membimbing apa yang
harus dilakukan untuk menghasilkan hal tersebut.
Ada 4 hal yang terkait dengan teori pembelajaran:
1. teori pembelajaran harus memperhatikan bahwa terdapat banyak kecenderungan cara
belajar siswa, dan kecenderungan ini sudah dimiliki siswa jauh sebelum ia masuk ke
sekolah.
2. teori ini juga terkait dengan adanya struktur pengetahuan. Ada 3 hal yang terkait
dengan struktur pengetahuan:
a. struktur pengetahuan harus mampu menyederhanakan suatu informasi yang sangat
luas.
b. struktur pengetahuan tersebut harus mampu membawa siswa kepada hal-hal yang
baru, melebihi informasi yang telah dijelaskan.
c. struktur pengetahuan harus mampu meluaskan cakrawala berpikir siswa,
mengkombinasikannya dengan ilmu-ilmu lain.
3. teori pembelajaran juga terkait dengan hubungan yang optimal. Seorang guru harus
mampu mencari hubungan yang mudah tentang sesuatu yang akan diajarkan agar
murid lebih mudah menangkap informasi tersebut.
4. yang terakhir, macam dari teori pembelajaran yang sudah ada, diantaranya :
a) Teori Pembelajaran Deskriptif dan Perspektif
b) Teori Pembelajaran Behavioristik
c) Teori Pembelajaran Kognitivistik
d) Teori Pembelajaran Humanistik
e) Teori Pembelajaran Konstruktivistik
2.2 Pengertian Kognitivisme
Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses
yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya belajar adalah suatu proses
usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat
dari proses interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan
dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang
bersifat relatif dan berbekas.
Dalam belajar, kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar
tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan. Bagi kognitivisme, belajar
merupakan interaksi antara individu dan lingkungan, dan hal itu terjadi terus-menerus
sepanjang hayatnya. Kognisi adalah suatu perabot dalam benak kita yang merupakan
pusat penggerak berbagai kegiatan kita: mengenali lingkungan, melihat berbagai
masalah, menganalisis berbagai masalah, mencari informasi baru, menarik simpulan
dan sebagainya.
Di samping itu, teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil
interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi
dan akomodasi. Teori kognitivisme mengungkapkan bahwa belajar yang dilakukan
individu adalah hasil interaksi mentalnya dengan lingkungan sekitar sehingga
menghasilkan perubahan pengetahuan atau tingkah laku. Dalam pembelajaran pada
teori ini dianjurkan untuk menggunakan media yang konkret karena anak-anak belum
dapat berfikir secara abstrak.
Dalam teori ini ada dua bidang kajian yang lebih mementingkan proses belajar
daripada hasil belajar, yaitu:

1. Belajar tidak sekedar melibatkan stimulus dan respon tetapi juga melibatkan
proses berfikir yang sangat kompleks (Budiningsih, 2005:34)1[1]
2. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Menurut psikologi kognitivistik, belajar
dipandang sebagai suatu usaha untuk mengerti sesuatu dengan jalan mengaitkan
pengetahuan baru kedalam struktur berfikir yang sudah ada. Usaha itu dilakukan
secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman, mencari
informasi, memecahkan masalah, mencermati lingkungan, mempraktekkan
sesuatu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sehingga, pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya sangat menentukkan keberhasilan mempelajari informasi
pengetahuan yang baru.2[2]
Teori ini juga menganggap bahwa belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek
kognitif dan persepsi untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi dan pemahamannya. Sedangkan situasi yang
berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat ditentukan oleh proses
berfikir internal yang terjadi selama proses belajar. Pada prinsipnya, belajar adalah
perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat dilihat sebagai tingkah
laku (tidak selalu dapat diamati)3[3]. Dalam teori ini menekankan pada gagasan bahwa
bagian-bagian dari situasi yang terjadi dalam proses belajar saling berhubungan secara
keseluruhan. Sehingga jika keseluruhan situasi tersebut dibagi menjadi komponen-
komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah, maka sama halnya dengan
kehilangan sesuatu (reilly dan lewis, 1983)4[4].
Sehingga dalam aliran kognitivistik ini terdapat ciri-ciri pokok. Adapun ciri-ciri
dari aliran kognitivistik yang dapat dilihat adalah sebagai berikut:
a) Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
b) Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
c) Mementingkan peranan kognitif
d) Mementingkan kondisi waktu sekarang
e) Mementingkan pembentukan struktur kognitif
Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalam belajar memperoleh dan
mempergunakan bentuk-bentuk representatif yang mewakili obyek-obyek itu di
representasikan atau dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau
lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental, misalnya seseorang
menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah
kembali kenegerinya sendiri. Tempat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain
negara tidak dapat dibawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat
itu. Pada waktu itu sedang bercerita, tetapi semua tanggapan-tanggapan, gagasan dan
tanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang
mendengarkan ceritanya.

2.3 Tokoh-tokoh kognitivisme


Tokoh dari teori tersebut antara lain Jean Peaget, Bruner, dan Ausebel, Robert M. Gagne.
a. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget.
Pakar kognitivisme yang besar pengaruhnya ialah Jean Piaget, yang pernah
mengemukakan pendapatnya tentang perkembangan kognitif anak yang terdiri atas
beberapa tahap. Dalam hal pemerolehan bahasa ibu (B1) Piaget mengatakan bahwa (i)
anak itu di samping meniru-niru juga aktif dan kreatif dalam menguasai bahasa ibunya;
(ii) kemampuan untuk menguasai bahasa itu didasari oleh adanya kognisi; (iii) kognisi
itu memiliki struktur dan fungsi. Fungsi itu bersifat genetif, dibawa sejak lahir,
sedangkan struktur kognisi bisa berubah sesuai dengan kemampuan dan upaya
individu.
Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi
perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Menurut
Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan
teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru
mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak. Anak-
anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-
baiknya. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya. Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-
temanya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetic,
artinya proses yang didasarkan atas mekenisme biologis dari perkembangan system
syaraf. Semakin bertambah umur seseorang, makin komplek susunan sel syarafnya dan
makin meningkat pula kemampuannya (Travers, 1976)5[5]. Sehingga ketika dewasa
seseorang akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang menyebabkan
adanya perubahan-perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya. Piaget membagi
proses belajar kedalam tiga tahapan yaitu :
a) Asimilasi
Proses pengintgrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. Contoh :
seorang siswa yang mengetahui prinsip-prinsip penjumlahan, jika gurunya
memperkenalkan prinsip perkalian, maka terjadilah proses pengintegrasian antara
prinsip penjumlahan (yang sudah ada dipahami oleh anak) dengan prinsip perkalian
(informasi baru yang akan dipahami anak).
b) Akomodasi
Proses penyesuaian antara struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Penerapan
proses perkalian dalam situasi yang lebih spesifik. Contohnya : siswa ditelah
mengetahui prinsip perkalian dan gurunya memberikan sebuah soal perkalian.
c) Equilibrasi
Proses penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Hal ini
sebagai penyeimbang agar siswa dapat terus berkembang dan menambah ilmunya.
Tetapi sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperlukan roses
penyeimbang. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-
sendat dan berjalan tidak teratur, sedangkan dengan kemampuan equilibrasi yang baik
akan mampu menata berbagai informasi yang diterima dengan urutan yang baik, jernih,
dan logis.
Piaget berpendapat bahwa belajar merupakan proses penyesuaian,
pengembangan dan pengintegrasian pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang
telah dimiliki seseorang sebelumnya. Inilah yang disebut dengan konsep schema/skema
(jamak = schemata/schemata). Sehingga hasil belajar/ struktur kognitif yang baru
tersebut akan menjadi dasar untuk kegiatan belajar berikutnya.6[6] Proses belajar
harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh siswa yang
terbagi kedalam empat tahap, yaitu :
1) Tahap sensorimotor (anak usia lahir 2 tahun)
2) Tahap preoperational (anak usia 2 8 tahun)
3) Tahap operational konkret (anak usia 7/8 12/14 tahun)
4) Tahap operational formal (anak usia 14 tahun lebih)
Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur
dan juga semakin abstrak cara berfikirnya. Karena itu guru seharusnya memahami
tahap-tahap perkembangan kognitif aak didiknya, serta memberikan isi, metode, media
pembelajaran yang sesuai dengan tahap-tahap tersebut.
Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang
anak berbeda pada tahap-tahap lainnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami
tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media
pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Jarome Bruner.


Berbeda dengan Piaget, Burner melihat perkembangan kognitif manusia
berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Sehingga, perkembangan bahasa memberi pengaruh besar dalam perkembangan
kognitif (Hilgard dan Bower, 1981)7[7]
Menurut Bruner untuk mengajarkan sesuatu tidak usah menunggu sampai anak
mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata
dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan kata lain, perkembangan kognitif
seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan
menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah
kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulai dari
Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi, tetapi disesuaikan dengan tingkat
perkembangan kognitif mereka, artinya menuntut adanya pengulangan-pengulangan.
Cara belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami konsep, arti
dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan
(Free Discovery Learning). Dengan kata lain, belajar dengan menemukan.
Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran adalah menghadapkan anak
pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan berusaha
membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya;
dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau
mengorganisasikan kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai
keseimbangan di dalam benaknya. Dari implikasi ini dapat diketahui bahwa asumsi
dasar dari teori ini adalah bahwa setiap orang telah memiliki pengetahuan dan
pengalaman didalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur kognitif, yang
kemudian mengalami tahap belajar sebagai perubahan persepsi dan pemahaman dari
apa yang aia temukan.
Teori ini menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan
kreatif jika guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (
termasuk konsep, teori, definisi, dsb) melalui contoh-contoh yang menggambarkan (
mewakili ) aturan yang menjadi sumber . Dari pendekatan ini belajar ekspositori
(belajar dengan cara menjelaskan). Siswa diberikan suatu informasi umum dan diminta
untuk mencari contoh-contoh khusus dan konkrit .
Menurut bruner ada 3 tahap dalam perkembangan kognitif, yaitu:8[8]
1. Enaktif : usaha/kegiatan untuk mengenali dan memahami lingkungan dengan
observasi, pengalaman terhadap suatu realita.
2. Ikonik :siswa melihat dunia dengan melalui gambar-gambar dan visualaisasi verbal.
3. Simbolik : siswa mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh
bahasa dan logika dan penggunaan symbol.
Keuntungan belajar menemukan (Free Discovery Learning):

a. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk
menemukan jawabannya.
b. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan
mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel.


Proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang
dimilikinya dengan pengetahuan baru (belajar menjadi bermakna/ meaning full
learning). Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap:
1) Memperhatikan stimulus yang diberikan.
2) Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah
dipahami.
Meaning full learning adalah suatu proses dikaitkannya
Menurut Ausebel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa
(Advanced Organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan
belajar siswa. Advanced organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi
seluruh isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan
tiga manfaat yaitu :

1. Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.


2. Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari
dan yang akan dipelajari.
3. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
Untuk itu pengetahuan guru terhadap isi pembelajaran harus sangat baik,
dengan demikian ia akan mampu menemukan informasi yang sangat abstrak, umum
dan inklusif yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Guru juga harus memiliki logika
berfikir yang baik, agar dapat memilah-milah materi pembelajaran, merumuskannya
dalam rumusan yang singkat, serta mengurutkan materi tersebut dalam struktur yang
logis dan mudah dipahami.

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Robert M. Gagne


Menurut gagne belajar dipandang sebagai proses pengolahan informasi dalam
otak manusia. Dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar.
Pengolahan otak manusia :
a) Reseptor
b) Sensory register
c) Short-term memory
d) Long-term memory
e) Response generator
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan
informasi yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang
sebagai proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak
manusia sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan dari lingkungan dan


mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol informasi yang
diterimanya dan kemudian di teruskan.
b. Sensory register (penempungan kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada
syaraf pusat, fungsinya menampung kesan-kesan sensoris dan mengadakan
seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual. Informasi yang masuk
sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian hilang dalam
system.
c. Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil pengolahan
perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk menentukan
maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori kerja,
kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi
dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan
selanjutnya diteruskan ke memori jangka panjang.
d. Long Term memory (memori jangka panjang) :menampung hasil pengolahan
yang ada di memori jangka pendek. Informasi yang disimpan dalam jangka
panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
e. Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan
dalam memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.

2.4 Aplikasi teori Kognitivisme


Aplikasi teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran yaitu guru harus
memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-
benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan
menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana kekompleks, guru menciptakan
pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk
mencapai keberhasilan siswa.
Berdasarkan prinsip teori pemrosesan informasi dirumuskan beberapa petunjuk
aplikasi teori pemrosesan informasi, yaitu (a) guru hendaknya yakin bahwa setiap
siswa memiliki perhatian terhadap apa yang dipelajari. Karena itu untuk menarik
perhatian siswa, guru dapat melakukan tindakan dengan memberikan tanda tertentu
misalnya tepuk tangan atau menghentakkan papan tulis, berkeliling ruangan atau
berbicara dengan irama, memulai pelajaran dengan mengajukan pertanyaan yang
membangkitkan minat siswa terhadap topik yang dibicarakan, (b) membantu siswa
membedakan iinformasi yang penting dengan informasi yang tidak penting untul
memusatkan perhatian misalnya dengan menuliskan tujuan pembelajaran, waktu
menjelaskan berhenti sejenak dan mengulangi lagi atau meminta siswa mengulangi apa
yang dijelaskan, (c) membantu siswa menghubungkan informasi yang baru dengan apa
yang diketahui misalnya dengan mengulangi hal-hal yang diketahui siswa untuk
mengingat kembali dan menghubungkan dengan informasi baru, menggunakan diagram
atau garis untuk menunnjukkan hubungan informasi baru dengan informasi yang
dimiliki, (d) sediakan waktu untuk mengulang dan memeriksa kembali informasi
dengan memulai pelajaran meninjau ulang pekerjaan rumah, mengadakan tes-tes
pendek yang sering, membuat permainan atau siswa saling berpasangan bertanya
jawab, (e) sajikan pelajaran secara tersusun dan jelas misalnya menjelaskan tujuan
pembelajaran, membuat ikhtisar atau rangkuman, dan (f) utamakan pembelajaran
bermakna bukan ingatan misalnya dengan mengajarkan perbendaharaan kata-kata
baru dan mengaitkannya dengan kata-kata yang sudah dimiliki.
Strategi mengingat atau menyimpan informasi dalam ingatan dan mengingatnya
kembali bila dibutuhkan dapat dilakukan (a) untuk menghafal informasi yang tidak
membutuhkan pemahaman, gunakan meneumonic (pembantu ingatan, kiat, atau
jembatan keledai). Misalnya untuk menghafal kata-kata ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budaya, pertahanan, keamanan, nasional dengan mneumonic IPOLEKSOSBUD
HANKAMNAS, (b) rumusan kembali dengan kalimat sendiri apa yang telah dipelajari,
dan (c) untuk mengatasi inhibisi retroaktif dapat dilakukan berbagai cara misalnya
mengajarkan konsep serupa tidak dalam waktu yang bersamaan atau mengajarkan
materi serupa dengan metode yang berbeda.
Dalam proses pembelajaran kita jumpai serial learning dan free recall learning,
yaitu belajar fakta menurut urutan tertentu, misalnya urutan rukun iman, rukun islam,
atau berwudlu serta urutan warna, urutan peristiwa dalam sejarah. Sedangkan free
recall learning ialah mempelajari daftar yang tidak perlu diurut, misalnya nama-nama
nabi atau rasul, nama tumbuhan, nama organ tubuh dan sebagainya.
Dalam praktiknya serial learning dan free recall learning terdapat beberapa cara
(a) organisasi atau penyusunan misalnya dengan menyusun daftar informasi yang akan
dipelajari menjadi kategori yang mempunyai arti dan mudah diingat, (b) metode loci,
artinya tempat. Ialah metode alat bantu mengingat dimana seorang membuat gambaran
pikiran yang berkaitan dengan tempat-tempat tertentu, (c) irama, metode mengingat
dalam bentuk nyanyian. Misalnya untuk mengenalkan urutan rukun Islam atau rukun
iman dengan nyanyian9[9].
2.5 Kelebihan dan kelemahan teori Kognitivisme
a) Kelebihannya yaitu : menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri; membantu siswa
memahami bahan belajar secara lebih mudah.
b) Kekurangannya yaitu : teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan; sulit
di praktikkan khususnya di tingkat lanjut; beberapa prinsip seperti intelegensi sulit
dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.

2.6 Pandangan Teori Kognitif Tentang Belajar


Menurut teori kognitif, belajar ialah proses internal yanh tidak dapat diamati
langsung. Perubahan terjadi dalam kemampuan seseorang untuk bertingkah laku dan
berbuat dalam situasi tertentu. Perubahan dalam tingkah laku adalah refleksi dari
perubahan internal.
Seperti halnya teori behavioristik, teori kognitif berpendapat bahwa
reinforcement dalam sangat penting. Hanya saja reinforcement dalam teori
behavioristik berfungsi memperkuat respon atau tingkah laku, sementara dalam teori
kognitif berfungsi sebagai sumber umpan balik. Umpan balik ini memberi tahu tentang
apa yang mungkin terjadi kalau tingkah laku diulang-ulang. Dalam teori ini
reinforcement juga berfungsi untuk mengurangi ketidakpastian yang mengarah ke
pemahaman dan penguasaan.
2.7 Prinsip-Prinsip Dasar Teori Belajar Kognitif
Dalam teori kognitif, manusia merupakan pemproses informasi yang aktif.
Informasi merupakan sesuatu yang diterima oleh pikiran secara terus menerus, meski
demikian beberapa informasi cepat terlupakan dan sepabagian yang lain diingat
sepanjang hayat.

Makalah teori Belajar Kognitif

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teori-teori belajar bermunculan seiring dengan perkembangan teori psikologi. Salah satu
diantara teori belajar yang terkenal adalah teori belajar behaviorisme dengan tokohnya B.F.
Skinner, Thorndike, Watson dan lain-lain. Dikatakan bahwa, teori-teori belajar hasil
eksperimen mereka secara prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih menekankan
timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur.
Namun seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan, teori
tersebut mempunyai beberapa kelemahan, yang menuntut adanya pemikiran teori belajar
yang baru. Dikatakan bahwa, teori-teori behaviorisme itu bersifat otomatis-mekanis dalam
menghubungkan stimulus dan respon, sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot,
padahal setiap manusia memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction) dan
pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak respon
jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata hati, dan
proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit diterima,
mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan hewan. Hal
ini dapat diidentifikasi sebagai kelemahan teori behaviorisme.
Dari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam teori behaviorisme dapat diambil suatu
pertanyaan, Upaya apa yang akan dilakukan oleh para ahli psikologi pendidikan dalam
mengatasi kelemahan teori tersebut ?Realitas ini sangat penting untuk dibahas dalam
makalah ini.
Untuk itu pembahasan makalah ini diangkat untuk mengungkap masalah-masalah
tersebut. Berdasarkan tulisan-tulisan dalam berbagai literatur, ditemukan bahwa para ahli
telah menemukan teori baru tentang belajar yaitu teori belajar kognitif yang lebih mampu
meyakinkan dan menyumbangkan pemikiran besar demi perkembangan dan kemajuan proses
belajar sebagai lanjutan dari teori behaviorisme tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Agar pembahasan dalam makalah ini tidak lari dari sub pembahasan ada baiknya
pemakalah rumuskan masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, antara lain :
Pengertian teori belajar Kognitif
Tokoh-tokoh (pemikir) dalam teori belajar Kognitif
Implikasi teori belajar Kognitif dalam pendidikan
1.3 Tujuan Penulisan
Mahasiswa mampu menjelaskan serta menjabarkan pengertian teori belajar Kognitif.
Mahasiswa mampu mengetahui tokoh-tokoh teori belajar Kognitif beserta contoh-contoh
pemikirannya.
Mahasiswa mampu mengetahui serta implikasikan teori belajar kognitif dalam proses belajar
mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Belajar Kognitif
Secara bahasa Kognitif berasal dari bahasa latin Cogitare artinya berfikir.10[1]
Dalam pekembangan selanjutnya, kemudian istilah kognitif ini menjadi populer sebagai salah
satu wilayah psikologi manusia/satu konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan
yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah pemahaman,
memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan
masalah, kesengajaan, pertimbangan, membayangkan, memperkirakan, berpikir dan
keyakinan.
Sedangkan secara istilah dalam pendidikan Kognitif adalah salah satu teori diantara
teori-teori belajar dimana belajar adalah pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan persepsi

10[1] Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah IAIN SU, 2011, hal :
17
untuk memperoleh pemahaman. Dalam model ini, tingkah laku seseorang ditentukan oleh
persepsi dan pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan, dan perubahan
tingkah laku, sangat dipengaruhi oleh proses belajar berfikir internal yang terjadi selama
proses belajar.11[2]
Teori belajar ini hadir dan muncul disebabkan para Ahli Psikologi belum puas dengan
penjelasan yang teori-teori yang terdahulu. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku
seseorang selalu di dasarkan pada kognisi, yaitu suatu perbuatan mengetahui atau perbuatan
pikiran terhadap situasi dimana tingkah laku itu terjadi.12[3] Teori belajar kognitif lebih
menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia.
Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996) bahwa Belajar adalah suatu aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap.
Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha
yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses
interaksi aktif dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan dan nilai sikap yang bersifat relatif dan
berbekas. Objek-objek yang di amatinya dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan,
gagasan, atau lambing yang merupakan sesuatu yang bersifat mental. Misalnya, seseorang
menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalaman kepada temannya. Ketika dia
menceritakan pengalamannya selama dalam perjalanan, dia tidak dapat mennghadirkan
objek-objek yang pernah dilihatnya selama dalam perjalanan itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat.13[4]
Dari keterangan dan penjelasan di atas dapat pemakalah simpulkan bahwa Kognitif
adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum kognitif diartikan potensi
intelektual yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu ; pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa (sinthesis), evaluasi

11[2] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal : 32

12[3] Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 214-215

13[4] Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011, hal : 28-29
(evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk mengembang
kan kemampuan rasional (akal).
2.2 Teori Belajar Koqnitif menurut Jean Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetika, yaitu
proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, yaitu perkembangan system syaraf. Dengan
bertambahnya umur maka susunan syaraf seseorang akan semakin kompleks dan
memungkinkan kemampuannya akan semakin meningkat.14[5] Jean Piaget meneliti dan
menulis subjek perkembangan kognitif ini dari tahun 1927 sampai 1980. Berbeda dengan
para ahli-ahli psikologi sebelumnya, Piaget menyatakan bahwa cara berpikir anak bukan
hanya kurang matang dibandingkan dengan orang dewasa karena kalah pengetahuan , tetapi
juga berbeda secara kualitatif. Menurut penelitiannya juga bahwa tahap-tahap perkembangan
individu /pribadi serta perubahan umur sangat mempengaruhi kemampuan belajar
individu.15[6]
Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang cukup dominan selama
beberapa dekade. Dalam teorinya Piaget membahas pandangannya tentang bagaimana anak
belajar. Menurut Jean Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu
proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu
terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan sosialnya berada
diantara anak dengan lingkungan fisiknya. Interaksi anak dengan orang lain memainkan
peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui pertukaran
ide-ide dengan orang lain, seorang anak yang tadinya memiliki pandangan subyektif terhadap
sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.
Proses belajar haruslah di sesuaikan dengan perkembagan syaraf seorang anak,
dengan bertambahnya umur maka susunan saraf seorang akan semakin kompleks dan
memungkinkan kemampuannya semakin meningkat. Karena itu proses belajar seseorang
akan mengikuti pola dan tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umurnya. Perjenjangan
ini bersifat hierarki, yaitu melalui tahap-tahap tertentu sesuai dengan umurnya. Seseorang

14[5] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 33

15[6] Di kutip dari : http://valmband.multiply.com/journal/item/12


tidak dapat mempelajari sesuatu yang diluar kemampuan kognitifnya.16[7] Dalam
perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu :
Struktur, Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental
dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan (action) menuju pada operasi-operasi dan
operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
Isi, merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang diberikannya
terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
Fungsi, Adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual.
Menurut Piaget perkembangan intelektual didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan
adaptasi. Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau
mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang teratur dan
berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses yaitu asimilasi
dan akomodasi.17
Menurut Pieget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu asimilasi,
akomodasi dan equilibrasi.
Asimilasi, adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam
benak siswa.
Akomodasi, adalah proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru.
Equilibrasi, adalah proses penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.18[9]
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.19[10]

16[7] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 33

17[8] Di kutip dari : http://valmband.multiply.com/journal/item/12

18[9] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 33

19[10] Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-


piaget//
Menurut Piaget aspek perkembangan kognitif meliputi empat tahap,20[11] yaitu:
Sensory-motor (sensori-motor)
Selama perkembangan dalam periode ini berlangsung sejak anak lahir sampai usia 2
tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih berbentuk primitif dalam arti masih
didasarkan pada perilaku terbuka. Meskipun primitif dan terkesan tidak penting, intelegensi
sensori-motor sesungguhnya merupakan intelegensi dasar yang amat berarti karena ia
menjadi pondasi untuk tipe-tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.
Pre operational (praoperasional)
Perkembangan ini bermula pada saat anak berumur 2-7 tahun dan telah memiliki
penguasaan sempurna mengenai objek permanence, artinya anak tersebut sudah memiliki
kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut
sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat dan tak didengar lagi. Jadi, padangan terhadap
eksistensi benda tersebut berbeda dari pandangan pada periode sensori-motor, yakni tidak
lagi bergantung pada pengamatan belaka.
Concrete operational (konkret-operasional)
Dalam periode konkret operasional ini belangsung hingga usia menjelang remaja,
kemudian anak mulai memperoleh tamnbahan kemampuan yang disebut sistem of operations
(satuan langkah berfikir). Kemampuan ini berfaedah bagi anak untuk mengkoordinasikan
pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu dalam sistem pemikirannya sendiri.
Formal operational (formal-operasional)
Dalam perkembngan formal operasional, anak yang sudah menjelang atau sudah
menginjak masa remaja, yakni usia 11-15 tahun, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan
pemikiran. Dalam pperkembangan kognitif akhir ini seorang remaja telah memiliki
kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan (serentak) maupun berurutan dua
ragam kemampuan kognitif, yakni:
o kapasitas menggunakan hipotesis
o kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak
Dalam dua macam kemampuan kognitif yang sangat berpengaruh terhadap kualiatas
skema kognitif itu tentu telah dimiliki oleh orang-orang dewasa. Oleh karenanya, seorang

20[11] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal : 26
remaja pelajar yang telah berhasil menempuh proses perkembangan formal operasional
secara kognitif dapat dianggap telah mulai dewasa.21[12]
2.2.1 Implikasi Teori Pieget untuk Pendidikan
Para pendidik memandang bahwa teori Pieget itucdapat dipakai sebagai dasar
pertimbangan guru di dalam menyusun struktur dan urutan mata pelajaran di dalam
kurikulum. Hunt mempraktekkan di dalam program pendidikan TK yang menekankan pada
perkembangan sensori motoris dan proeperasional.22[13] Misal belajar menggambar,
mengenal benda, dan menghitung.
Seorang guru yang tidak memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan kognitif
anak ini akan cenderung menyulitkan siswa. Contoh, mengajarkan konsep-konsep abstrak
tentang Shalat kepada sekelompok siswa kelas dua SD, tanpa adanya usaha untuk
mengkongkretkan konsep-konsepp tersebut, tidak hanya sia-sia, tetapi justru akan lebih
membingungkan siswa.23[14]
Implementasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Pembelajaran, adalah :
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.24[15]
Teori belajar Piaget dalam aplikasi praktisnya mementingkan keterlibatan siswa dalam
proses belajar mengajar, karena hanya dengan melibatkan atau mengaktifkan siswa, maka
proses asimilasi dan akoomodasi pengetahuan dapat terjadi dengan baik. Secara umum
pengaplikasian teori piaget dalam kegiatan pembelajaran biasanya mengikuti pola berikut :
a. Menentukan tujuan-tujuann instruksional
b. Memilih amteri pelajaran

21[12] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003, hal : 26

22[13] Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 216

23[14] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 35

24[15] Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-


piaget//
c. Menentukan topic-topik yang mungkin dipelajari secara aktif oleh siswa (dengan bimbingan
minimum dari guru).
d. Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang cocok untuk topic-topik yang akan
dipelajari siswa.
e. Mempersiapkan berbagai pertanyaan yang dapat memacu kreativitas siswa untuk berdiskusi
atau bertanya.
f. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.25[16]
2.2.2 Kritik terhadap teori Pieget
Kebanyakan ahli psikologi sepenuhnya menerima prinsip-prinsip umum Piaget bahwa
pemikiran anak-anak pada dasarnya berbeda dengan pemikiran orang dewasa, dan jenis
logika anak-anak itu berubah seiring dengan bertambahnya usia. Namun, ada juga peneliti
yang meributkan detail-detail penemuan Piaget, terutama mengenai usia ketika anak mampu
menyelesaikan tugas-tugas spesifik.
Pada sebuah studi klasik, McGarrigle dan Donalson (1974) menyatakan bahwa anak
sudah mampu memahami konservasi (conservation) dalam usia yang lebih muda daripada
usia yang diyakini oleh Piaget. Studi lain yang mengkritik teori Piaget yaitu bahwa anak-anak
baru mencapai pemahaman tentang objek permanence pada usia di atas 6 bulan. Balillargeon
dan De Vos (1991) 104 anak diamati sampai mereka berusia 18 tahun, dan diuji dengan
berbagai tugas operasional formal berdasarkan tugas-tugas yang dipakai Piaget, termasuk
pengujian hipotesa. Mayoritas anak-anak itu memang belum mencapai tahap operasional
formal. Hal ini sesuai dengan studi-studi McGarrigle dan Donaldson serta Baillargeon dan
DeVos, yang menyatakan bahwa Piaget terlalu meremehkan kemampuan anak-anak kecil dan
terlalu menilai tinggi kemampuan anak-anak yang lebih tua.26[17]
2.3 Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel belajar haruslah bermakna, materi yang dipelajari diasimilasikan
secara non arbitrer dan berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya.27[18] Ausubel seorang psikologist kognitif, ia mengemukakan bahwa yang

25[16] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 35

26[17] Di kutip dari : http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-


piaget//

27[18] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 35
perlu diperhatikan seorang guru ialah strategi mengajarnya. Sebagai contoh pelajaran
berhitung bisa menjadi tidak berhasil jika murid hanya di suruh menghafal formula-formula
tanpa mengetahui arti formula-formula itu. Sebaliknya bisa lebih bermakna jika murid diajari
fungsi dan arti dari formula-formula tersebut.28[19]
Dalam aplikasinya teori Ausubel ini menuntut siswa belajar secara deduktif (dari
umum ke khusus). Secara umum, teori Ausubel ini dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran melalui tahap-tahap sebagai berikut :
Menentukan tujuan-tujuan intruksional;
Mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan, dan struktur kognitifnya
melalui tes awal, interview, pertanyaan, dan lain-lain;
Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci;
Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai dari materi itu;
Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari;
Membuat rangkuman terhadap materi yang baru saja disampaikan dengan uraian yang
singkat;
Membelajarkan peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan
memberikan focus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada;
Mengevaluasi proses dan hasil bejar.29[20]
Menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut pengatur
kemajuan (advance organizer) didefenisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat
kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum mewadahi
(mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ada tiga manfaat dari
advance organizer ini, yaitu :
Dapat menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi pelajaran yang akan dipelajari;
Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipejari
siswa saat ini dan dengan apa yang akan dipelajari;
Dapat membantu siswa untuk memahami bahan secara lebih mudah.30[21]
2.4 Teori Belajar Bruner

28[19] Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 220

29[20] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 36-37

30[21] Ibid, hal :37


Bruner menusulkan teorinya yang disebut free discovery learning. menurut teori ini,
proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika dosen member kesempatan kepada
siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep, teori, defenisi, dan sebagainya),
melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan. Dengan kata lain siswa dibimbing
secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran
misalnya siswa tidak semata-mata menghafal defenisi kata kejujuran tersebut melainkan
dengan mempelajari contoh-contohnya yang konkret tentang kejujuran dan dari contoh itulah
siswa dibimbing untuk mendefenisikan kata kejujuran.
Menurut Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi agar
mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan eksperimen untuk
menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas baginya. Dari sudut pandang
psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output
pendidikan adalah pengembangan program-program pembelajaran yang dapat
mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar.
Sebagaimana direkomendasikan Merril, yaitu jenjang yang bergerak dari tahapan mengingat,
dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur atau prinsip baru
di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang dipelajari.31[22]
Teori belajar Bruner ini dalam aplikasinya sangat membebaskan siswa untuk belajar
sendiri. Karena itulah teori Bruner ini dianggap sanagt cenerung bersifat discovery (belajar
dengan cara menemukan). Disamping itu karena teori Bruner ini banyak menuntut
pengulangan-pengulangan maka desain yang berulang-ulang ini lazim disebut sebagai
kurikulum spiral Bruner. Kurikulum piral menuntut guru untuk member materi pembelajaran
setahap-demi setahap dari yang sederhana ke yang kompleks, dimana suatu materi yang
sebelumnyasudah diberikan, suatu saat muncul kembali, secara terintegrasi, di dalam suatu
materi baru yang lebih kempleks.32[23]
Dalam teori belajar, Bruner juga berpendapat bahwa kegiatan belajar akan berjalan
baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu.
Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga tahap. Ketiga tahap itu adalah:
Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau pengalaman baru;

31[22] Di kutip dari : http://valmband.multiply.com/journal/item/12

32[23] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 38
Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru
serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang
lain;
Evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua tadi benar atau
tidak.
Bruner mempermasalahkan seberapa banyak informasi itu diperlukan agar dapat
ditransformasikan . Perlu Anda ketahui, tidak hanya itu saja namun juga ada empat tema
pendidikan yaitu:
Mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan;
Kesiapan (readiness) siswa untuk belajar;
Nilai intuisi dalam proses pendidikan dengan intuisi;
Motivasi atau keinginan untuk belajar siswa, dan cura untuk memotivasinya.
Dengan demikian Bruner menegaskan bahwa mata pelajaran apapun dapat diajarkan
secara efektif dengan kejujuran intelektual kepada anak, bahkan dalam tahap perkembangan
manapun. Bruner beranggapan bahwa anak kecilpun akan dapat mengatasi permasalahannya,
asalkan dalam kurikulum berisi tema-tema hidup, yang dikonseptualisasikan untuk menjawab
tiga pertanyaan. Berdasarkan uraian di atas, teori belajar Bruner dapat disimpulkan bahwa,
dalam proses belajar terdapat tiga tahap, yaitu informasi, trasformasi, dan evaluasi. Lama
tidaknya masing-masing tahap dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain banyak
informasi, motivasi, dan minat siswa.
Bruner juga memandang belajar sebagai instrumental conceptualisme yang
mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam pikiran manusia. Oleh
karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran mental yang sesuai dengan pikiran
umum pada konsep yang bersifat khusus. Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif
seseorang, maka semakin bebas seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang
dihadapi. Perkembangan itu banyak tergantung kepada peristiwa internalisasi seseorang ke
dalam sistem penyimpanan yang sesuai dengan aspek-aspek lingkungan sebagai masukan.
Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada bagaimana dapat
mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat belajar dengan maksimal. Faktor
kognitif bagi teori belajar kognitif merupakan faktor pertama dan utama yang perlu
dikembangkan oleh para guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan
belajar peserta didik sangat dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat
berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses pendidikan.
Peranan guru menurut psikologi kognitif ialah bagaimana dapat mengembangkan
potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik. Jika potensi kognitif yang ada pada setiap
peserta didik telah dapat berfungsi dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah,
maka peserta didik akan mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang
dipelajari di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas. Bloom dan Krathwohl
menunjukkan apa yang mungkin dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga
kawasan yang diantaranya : Kognitif. Kognitif terdiri dari enam tingkatan, yaitu :
Pengetahuan (mengingat, menghafal),
Pemahaman (menginterpretasikan),
Aplikasi / penerapan (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah),
Analisis (menjabarkan suatu konsep),
Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh),
Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya).
2.5 Teori Belajar Gestalt
Teori Gestalt dikembangkan oleh Koffka, Kohler, dan Wertheimer. Menurut teori
Gestalt belajar adalah proses pengembangan insight. Insight adalah pemahaman terhadap
hubungan antar bagian dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori Behavioristik
yang menganggap belajar itu bersifat mekanistis, sehingga mengabaikan atau mengingkari
peranan insight. Teori Gestalt justru menganggap bahwa insight adalah inti dari pembentukan
tingkah laku.33[24] Peletak dasar teori belajar Gestalt ialah Max Wertheimer sebagai usaha
untuk memperbaiki proses belajar denga rote learning dengan pengertian bukan
menghapal.34[25] Dalam belajar, menurut teori Gestalt, yang terpenting adalah penyesuaian
pertama, yaitu mendapatkan respons atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting
bukan mengulangi hal-hal yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight.
Belajar dengan pengertiian lebih dipentingkan daripada hanya memasukkan sejumlah kesan.
Belajar dengan insight adalah sebagai berikut :
a. Insight tergantungg dari kemampuan dasar;
b. Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan;

33[24] Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011, hal: 39

34[25] Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 215
c. Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala aspek
yang perlu dapat diamati;
d. Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit;
e. Belajar dengan insight dapat diulangi;
f. Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi situasi-situasi baru.35[26]
2.5.1 Prinsip-prinsip Teori belajar Gestalt
Seperti diketahui Teori Belajar gestalt lebih menekankan kepada persepsi. Karena itu
prinsip-prinsip atau hokum-hukum yanga ada pada Gestalt pada umumnya menyangkut
persepsi. Adapun teori-teori gestalt antara lain :
Belajar berdasarkan keseluruhan
Belajar adalah suatu proses perkembangan
Anak didik sebagai organism keseluruhan
Terjadi transfer
Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Belajar harus dengan insight
Belejar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan, dan tujuan.
Belajar berlangsung secara terus-menerus.36[27]
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan Teori Belajar kognitif dapat kami simpulkan sebagai berikut :
a. Pandangan Teori Belajar Kognitif adalah:
Elemen terpenting dalam proses belajar adalah pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu.
Perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh
faktor yang ada pada dirinya sendiri.
Belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat
mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Dengan kata lain, aktivitas belajar
manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi.

35[26] Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011, hal : 19

36[27] Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011, hal : 20-21
Belajar pada asasnya adalah peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral yang bersifat
jasmaniah meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap
peristiwa belajar siswa.
Teori belajar kognitif lebih menekankan arti penting proses internal, mental manusia.
Tingkah laku manusia yang tampak, tak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan
proses mental, seperti : motivasi, kesengajaan, keyakinan dan sebagainya.
b. Tokoh-Tokoh Teori Belajar kognitif adalah :
Piagiet
Ausubel
Bruner
Gestalt
3.2 Saran
Hendaknya pengetahuan tentang kognitif siswa perlu dikaji secara mendalam oleh
para calon guru dan para guru demi menyukseskan proses pembelajaran di kelas. Tanpa
pengetahuan tentang kognitif siswa, guru akan mengalami kesulitan dalam
membelajarkannya di kelas, yang pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses
pendidikan yang dilakukan oleh guru di kelas. Karena faktor kognitif yang dimiliki oleh
siswa merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran di kelas. Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai
pengetahuan siswa melalui kegiatan belajar baik secara mandiri maupun secara kelompok
DAFTAR PUSTAKA
Fauziah Nasution, Psikologi Umum, Buku Panduan untuk Fakultas Tarbiyah IAIN SU, 2011.
Al Rasyidin & Wahyudin Nur Nasution, Teori Belajar dan pembelajaran, Medan :Perdana
Publishing, 2011.
Abu Ahmad & Widodo Aupriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991.
Syaiful bahri Djamarah,, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2011.
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.
http://valmband.multiply.com/journal/item/12
http://meetabied.wordpress.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-piaget//

Anda mungkin juga menyukai