Diuretik
Diuretik
Penggolongan Diuretik:
1. Diuretik Osmotik
2. Penghambat transport elektrolit di tubuli ginjal
3. Penghambat karbonik anhidrase
4. Benzotiadiazid
5. Diuretik hemat kalium
6. Diuretik kuat
Diuretic adalah obat apa pun yang mengangkat tingkat buang air kecil dan dengan demikian
menyediakan sarana diuresis paksa. Ada beberapa kategori diuretik. Semua diuretik
meningkatkan ekskresi air dari tubuh, meskipun masing-masing kelas melakukannya dalam
cara yang berbeda.
Jenis Diuretic
Langit-langit tinggi diuretik adalah diuretik yang dapat menyebabkan diuresis besar-
hingga 20% beban disaring NaCl dan air. Ini sangat besar dibandingkan dengan normal ginjal
natrium reabsorpsi yang meninggalkan hanya ~0.4% disaring natrium dalam urin. Loop
diuretik memiliki kemampuan ini, dan karena itu sering identik dengan langit-langit tinggi
diuretik. Loop diuretik, seperti furosemide, menghambat kemampuan tubuh untuk reabsorb
natrium pada loop naik di nephron yang mengarah ke penyimpanan air dalam urin sebagai air
biasanya berikut natrium kembali ke dalam cairan ekstraselular (ECF). Contoh lain dari
langit-langit tinggi loop diuretik meliputi asam ethacrynic, torsemide dan bumetanide.
Thiazides
Tindakan anti jangka pendek didasarkan pada kenyataan bahwa thiazides mengurangi
preload, penurunan tekanan darah. Di sisi lain efek jangka panjang ini disebabkan oleh efek
vasodilator tidak diketahui yang menurunkan tekanan darah bintang perlawanan.
Digitalis
Ini adalah diuretik yang tidak mempromosikan sekresi kalium ke dalam urin; dengan
demikian, kalium terhindar dan tidak kehilangan sebanyak di diuretik lain. Istilah "kalium-
hemat" merujuk kepada efek daripada sebuah mekanisme atau lokasi; Meskipun demikian,
istilah hampir selalu merujuk kepada dua kelas tertentu yang memiliki efek mereka di lokasi
yang sama:
Thiazides menyebabkan bersih '' penurunan '' dalam kalsium yang hilang dalam urin.
Hemat kalium diuretik menyebabkan jaring '' peningkatan '' kalsium hilang dalam
urin, tetapi peningkatan '' jauh lebih kecil '' dari peningkatan yang terkait dengan
kelas-kelas lain diuretic. Ini dapat meningkatkan risiko kepadatan tulang berkurang.
Diuretik osmotik
Glukosa, seperti mannitol, adalah gula yang dapat berperilaku sebagai diuretic
osmotik. Tidak seperti mannitol, glukosa umumnya ditemukan dalam darah. Namun, dalam
keadaan tertentu seperti diabetes mellitus, konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia)
melebihi kapasitas maksimum reabsorpsi ginjal. Ketika ini terjadi, glukosa tetap di filtrate,
menuju retensi osmotik air dalam urin. Glucosuria menyebabkan hilangnya hipotonik air dan
Na+ menuju keadaan hypertonic dengan tanda-tanda volume pemiskinan seperti: kering
mukosa, hipotensi, tachycardia, dan penurunan turgor kulit. Penggunaan beberapa obat,
terutama stimulan mungkin juga meningkatkan glukosa darah dan dengan demikian
meningkatkan buang air kecil.
Pengertian Diuretik
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin melalui
kerja langsung terhadap ginjal. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama
menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua
menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Proses deuresis dimulai dengan
mengalirnya darah ke glomeruli (gumpalan kapiler) yang terletak d bagian luar ginjal
(cortex). Dinding glomeruli inilah yang bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif
dapat di lintasi air, garam, dan glukosa.Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi
cairan udem, yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume
cairan ekstra sel kembali menjadi normal.
1. Diuretik osmotic
2. diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase
3. diuretik golongan tiazid
4. diuretik hemat kalium
5. diuretik kuat
Diuretik osmotik
a. Tubuli proksimal Diuretik osmotik ini bekerja pada tubuli proksimal dengan cara
menghambat reabsorpsi natrium dan air melalui daya osmotiknya.
b. Ansa enle Diuretik osmotik ini bekerja pada ansa henle dengan cara menghambat
reabsorpsi natrium dan air oleh karena hipertonisitas daerah medula menurun.
c. Duktus Koligentes Diuretik osmotik ini bekerja pada Duktus Koligentes dengan
cara menghambat reabsorpsi natrium dan air akibat adanya papillary wash out, kecepatan
aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain. Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai
untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh dari diuretik
osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan isisorbid.
3. Diuretik golongan tiazid Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal
dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Efeknya lebih lemah dan lambat tetapi
tertahan lebih lama (6-48 jam) dan terutama digunakan dalam terapi pemeliharaan hipertensi
dan kelemahan jantung (dekompensatio cardis). Obat-obat ini memiliki kurva dosis efek
datar, artinya bila dosis optimal dinaikkan lagi efeknya (dieresis, penurunan tekanan darah)
tidak bertambah.Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah ; klorotiazid,
hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid, politiazid, benztiazid, siklotiazid,
metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.
4. Diuretik hemat kalium Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan
duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi
kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung
(triamteren dan amilorida).efek obat-obat ini hanya melemahkan dan khusus digunakan
terkombinasi dengan diuretika lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron
menstimulasi reabsorbsi Na dan ekskresi K. proses ini dihambat secara kompetitif (saingan)
oleh obat-obat ini. Amilorida dan triamteren dalam keadaan normal hanyalah lemah efek
ekskresinya mengenai Na dan K. tetapi pada penggunaan diuretika lengkungan dan thiazida
terjadi ekskresi kalium dengan kuat, maka pemberian bersama dari penghemat kalium ini
menghambat ekskresi K dengan kuat pula. Mungkin juga ekskresi dari magnesium dihambat.
5. Diuretik kuat Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden pada
bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium, kalium, dan
klorida. Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Banyak
digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru. Memperlihatkan
kurva dosis efek curam, artinya bila dosis dinaikkan Yang termasuk diuretik kuat adalah ;
asam etakrinat, furosemid dan bumetamid.
Edema yang disebabkan oleh gagal jantung, penyakit hati, dan gangguan
ginjal.
Non Edema seperti hipertensi, glukoma, mountain sickness, Forced diuresis
pada keracunan, gangguan asam basa, dan nefrolitiasis rekuren
Hipertensi
digunakan untuk mengurangi volume darah seluruhnya hingga tekanan darah menurun.
Khususnya derivate-thiazida digunakan untuk indikasi ini. Diuretic lengkungan pada jangka
panjang ternyata lebih ringan efek anti hipertensinya, maka hanya digunakan bila ada kontra
indikasi pada thiazida, seperti pada insufiensi ginjal. Mekanisme kerjanya diperkirakan
berdasarkan penurunan daya tahan pembuluh perifer. Dosis yang diperlukan untuk efek
antihipertensi adalah jauh lebih rendah daripada dosis diuretic. Thiazida memperkuat efek-
efek obat hipertensi betablockers dan ACE-inhibitor sehingga sering dikombinasi dengan
thiazida. Penghetian pemberian obat thiazida pada lansia tidak boleh mendadak karena dapat
menyebabkan resiko timbulnya gejala kelemahan jantung dan peningkatan tensi.Diuretik
golongan Tiazid, merupakan pilihan utama step 1, pada sebagian besar penderita.
Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat, bila ada bahaya
hipokalemia.
Diuretik golongan tiazid, digunakann bila fungsi ginjal normal. Diuretik kuat biasanya
furosemid, terutama bermanfaat pada penderita dengan gangguan fungsi ginja. Diuretik
hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat bila ada bahaya hipokalemia.
4. Sindrom nefrotik
Manitol dan/atau furosemid, bila diuresis berhasil, volume cairan tubuh yang hilang
harus diganti dengan hati-hati.
6. Penyakit hati kronik spironolakton (sendiri atau bersama tiazid atau diuretik kuat).
8. Hiperklasemia
9. Batu ginjal
Diuretik tiazid
1. Tubuli proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang dsini direabsorbsi secara aktif untuk
kurang lebih 70% antara lain ion Na dan air, begitu pula glukosa dan ureum. Karena
reabsorbsi berlangsung secara proporsional, maka susunan filtrat tidak berubah dan tetap
isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol dan sorbitol) bekerja disini dengan
merintangi reabsorbsi air dan juga natrium.
2. Lengkungan henle
Dibagian menaik dari henles loop ini kurang lebih 25% dari semua ion Cl yang telah di
filtrasi d reabsorbsi secara aktif disusun dengan reabsorbsi pasif dari Na dan K tetapi tanpa
air, hingga filtrate menjadi hipotonis, diuretika lengkungan seperti furosemida, bumetanida,
dan etakrina, bekerja terutama disini dengan merintangi transfor Cl dan demikian reabsorbsi
Na pengeluaran K dan air juga diperbanyak.
3. Tubuli distal
Di bagian pertama, Na di reabsorbsi secara aktif pula tanpa air hingga filtrate menjadi
lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja ditempat ini dengan
memperbanyak ekskresi Na dan Cl sebesar 5-10%. Di bagian kedua ion Na ditukarkan
dengan ion K atau NH, proses ini dikendalikan oleh hormone anak ginjal aldosteron.
antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat kalium (amilorida triamteren)
bertitik kerja disini dengan mengakibatkan ekskresi Na (kurang dari 5%) dan retensi K.
4. Saluran pengumpul
Hormone antidiuretik ADH (vasopressin) dan hipofisis bertitik kerja disini dengan jalan
mempengaruhi permeabilitas bagi air dari sel-sel saluran pengumpul.
Efek samping
1. Hipokalemia
Kekurangan kalium dalam darah. Semua diuretic dengan ttitik kerja dibagian muka tubuli
distal memperbesar ekskresi ion K dan H karena ditukarkan dengan ion Na. akibatnya adalah
kandungan kalium plasma darah menurun dibawah 3,5 mmol/liter. Keadaan ini terutama
dapat terjadi pada penanganan gagal jantung dengan dosis tinggi furosemida, mungkin
bersama thiazida. Gejala kekurangan kalium ini bergejala kelemahan otot, kejang-kejang,
obstipasi, anoreksia, kadang-kadang juga aritmia jantung tetapi gejala ini tidak selalu menjadi
nyata. Thiazida yang digunakan pada hipertensi dengan dosis rendah (HCT dan klortalidon
12,5 mg perhari), hanya sedikit menurunkan kadar kalium. Oleh karena itu tidak perlu
disuplesi kalium (Slow-K 600 mg), yang dahulu agak sering dilakukan kombinasinya dengan
suatu zat yang hemat kalium suadah mencukupi. Pasien jantung dengan gangguan ritme atau
yang di obati dengan digitalis harus dimonitor dengan seksama, karena kekurangan kalium
dapat memperhebat keluhan dan meningkatkan toksisitas digoksin. Pada mereka juga d
khawatirkan terjadi peningkatan resiko kematian mendadak (sudden heart death).
2. Hiperurikemia
Akibat retensi asam urat (uric acid) dapat terjadi pada semua diuretika, kecuali amilorida.
Menurut perkiraan, hal ini diebabkan oleh adanya persaingan antara diuretikum dengan asam
urat mengenai transpornya di tubuli. Terutama klortalidon memberikan resiko lebih tibggi
untuk retensi asam urat dan serangan encok pada pasien yang peka.
3. Hiperglikemia
Dapat terjadi pada pasien diabetes, terutama pada dosis tinggi, akibat dikuranginya
metabolisme glukosa berhubung sekresi insulin ditekan. Terutama thiazida terkenal
menyebabkan efek ini, efek antidiabetika oral diperlemah olehnya.
4. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia ringan dapat terjadi dengan peningkatan kadar koleterol total (juga LDL
dan VLDL) dan trigliserida. Kadar kolesterol HDL yang dianggap sebagai factor pelindung
untuk PJP justru diturunkan terutama oleh klortalidon. Pengecualian adalah indaparmida yang
praktis tidak meningkatkan kadar lipid tersebut. Arti klinis dari efek samping ini pada
penggunaan jangka panjang blum jelas.
5. Hiponatriemia
Akibat dieresis yang terlalu pesat dan kuat oleh diuretikaa lengkungan, kadar Na plasma
dapat menurun drastic dengan akibat hiponatriemia. Geejalanya berupa gelisah, kejang otot,
haus, letargi (selalu mengantuk), juga kolaps. Terutama lansia peka untuk dehidrasi, maka
sebaiknya diberikan dosis permulaan rendah yang berangsur-angsur dinaikkan, atau obat
diberikan secara berkala, misalnya 3-4 kali seminggu. Terutama pada furosemida dan
etakrinat dapat terjadi alkalosis (berlebihan alkali dalam darah).
6. Lain-lain
Gangguan lambung usus (mual, muntah, diare), rasa letih, nyeri kepala, pusing dan jarang
reaksi alergis kulit. Ototoksisitas dapat terjadi pada penggunaan furosemida/bumetamida
dalam dosis tinggi.
7. Interaksi
kombinasi dari obat-obat lain bersama diuretika dapat menyebabkan interaksi yang tidak
dihendaki, seperti:
1. Penghambat ACE
Dapat menimbulkan hipotensi yang hebat, maka sebaiknya baru diberikan setelah
penggunaan diuretikum dihentikan selama 3 hari.
2. Obat-obat (NSAIDS)
Dapat memperlemah efek diuretic dan antihipertensif akibat sifat retensi natrium dan
lainnya.
3. Kortikosteroida
4. Aminoglikosida
5. Antideabetika oral
6. Litiumklorida
Dinaikkan kadar darahnya akibat terhambatnya ekskresi.
2. Asam etakrinat: edecrin Derivate fenoksiasetat ini ( 1963) juga bertitik kerja
dilengkungan henle. Efeknya pesat dan kuat, bertahan 6-8 jam. Ekskresnya berlangsung
melalui empedu dan kandung kemih. Berhubung ototoksisitasnya dan seringnya
mengakinbatkan gangguan lambung usus, zat ini tidak boleh diberikan pada anak-anak
dibawah usia 2 tahun. Dosis: oral 1-3 dd 50 mg p.c., intravena (perlahan) 50 mg garam Na.