Disusun oleh:
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2014
APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH RUMAH
SAKIT TERUTAMA INSTALASI FARMASI
MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ASEAN?
A. PENDAHULUAN
2
1) Develop Asean into a single market
2) Eliminate tariffs and non-tariffs barriers
3) Free movement of professionals
4) Encourage private participation
5) Harmonise custom procedures
Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu departemen atau unit atau
bagian di suatu rumah sakit yang dipimpin oleh seorang apoteker dan dibantu oleh
beberapa apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan kompeten secara profesional dan merupakan tempat
penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
paripurna, mencakup perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan
kesehatn/ sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat
tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu; dan pengendalian distribusi dan
penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah sakit; pelayanan farmasi
klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung pda penderita dan
pelayanan klinik merupakan program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar,
2004).
3
Menurut PerMenkes No. 58 tahun 2014, instalasi farmasi adalah unit
pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit dan berfungsi sebagai tempat pengelolaan perbekalan
farmasi serta memberikan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) memiliki tugas dan tanggung jawab:
Pengelolaan perbekalan farmasi mulai perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung dan
pengendalian.
Menyediakan terapi obat yang optimal, pelayanan bermutu dengan biaya
minimal.
Pengembangan pelayanan kefarmasian yang luas dan terkoordinasi dengan
baik & tepat. Melangsungkan Pelayanan farmasi optimal.
Pelayanan Farmasi profesional berdasarkan prosedur Kefarmasian dan etik
profesi.
Melaksanakan KIE.
Melakukan pengawasan berdasar aturan yang berlaku.
Menyelenggarakan pendidikan & pelatihan, penelitian & pengembangan
di bidang farmasi.
Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium RS.
4
B. PEMBAHASAN
5
anggaran BPJS hanya lima persen, sedangkan di negara lain enam hingga delapan
persen. Akibatnya pelayanan kesehatan pada negara tersebut lebih murah
dibandingkan Indonesia sendiri, sehingga masyarakat lebih banyak memilih
pelayanan kesehatan di negara orang dibandingkan negara sendiri.
Agar bisa bersaing ke depannya, maka rumah sakit terutama bagi instalasi
farmasi (IFRS) sebagai unit bisnis satu-satunya penyedia pelayanan farmasi di
rumah sakit dituntut mempunyai rumusan/managemen strategi yang tepat untuk
meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, salah satunya menyiapkan
managemen obat di rumah sakit.
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu aspek penting dari
rumah sakit. Ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya
operasional bagi rumah sakit, karena bahan logistik obat merupakan salah satu
tempat kebocoran anggaran. Untuk itu manajemen obat dapat dipakai sebagai
proses penggerak dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki untuk
dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap dibutuhkan agar
operasional efektif dan efisien (Lilihata, 2011).
6
terkoordinir, dan menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu
dan biaya. Untuk mengemban tanggung jawab tersebut apoteker yang diinginkan
adalah apoteker yang berkompeten, sehingga mampu bersaing menghadapi
perdagangan bebas ASEAN. Menurut PerMenKes No.58 tahun 2014 pasal 6 ayat
2, untuk dapat melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelayanan
obat-obatan di rumah sakit , maka pelayanan obat-obatan di instalasi farmasi
rumah sakit harus memberlakukan kebijakan sistem satu pintu.
Sistem satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium, pengadaan, dan pendistribusian
alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien melalui instalasi farmasi rumah sakit. Dengan
demikian semua perbekalan farmasi yang beredar di rumah sakit merupakan
tanggung jawab mutlak instalasi farmasi rumah sakit sehingga tidak dibenarkan
adanya pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit yang dilaksanakan selain
oleh instalasi farmasi rumah sakit (Anonim, 2014).
Istilah satu pintu berarti satu kebijakan (Formularium RS, tata laksana
obat, harga jual obat sergam, dan menentukan distributor yang tepat), satu SOP,
satu pengawasan operasional, dan satu sistem informasi. Tujuannya untuk
menghindari resep keluar dengan outlet apotik di tiap lantai, jemput resep,
fasilitas antar untuk jarak tertentu, dan kerja sama dengan poli rawat jalan,
sehingga dapat meningkatkan pendapatan rumah sakit.
7
b) standarisasi Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai;
c) penjaminan mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai;
d) pengendalian harga Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai;
e) pemantauan terapi Obat;
f) penurunan risiko kesalahan terkait penggunaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai (keselamatan
pasien);
g) kemudahan akses data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai yang akurat;
h) peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit dan citra Rumah Sakit;
i) peningkatan pendapatan Rumah Sakit dan peningkatan
kesejahteraan pegawai.
8
prinsip efektif, aman, ekonomis dan
rasional dan diadakan koreksi
dengan metode ABC-VEN.
C. Pengadaan Alokasi dana pengadaan yang telah Perlu adanya pengusulan kenaikan
ditetapkan oleh pemerintah masih anggaran pengadaan obat kepada
sangat kurang. Pemerintah supaya ketersediaan
obat dapat terpenuhi.
Proses pengadaan tidak dilakukan Memberikan masukkan berbasis
oleh instalasi farmasi tetapi data kepada pemerintah untuk
penunjukkan panitia pengadaan oleh melibatkan IFRS dalam proses
pemerintah pengadaan sehingga proses
pengelolaan obat menjadi bagian
integral dan obat akan menjadi
produk teraupetik dan bukan barang
(komoditas bisnis).
Perlu dilakukan pengadaan langsung Harus memilih supplier secara
secara berkala sehingga ketersediaan selektif (pabrikan, distributor) yang
obat dapat terjamin. memenuhi aspek mutu produk yang
terjamin, aspek legal dan harga
murah.
Sering terlambatnya barang datang Melakukan koordinasi rutin kepada
dan terjadi kekosongan obat supplier/ distributor dan kerjasama
dengan beberapa apotek di luar RS
dalam penyediaan obat-obatan cito.
Prosedur tetap dan waktu pengadaan Menetapkan SOP dan waktu
obat melalui pembelian langsung pengadaan obat melalui pembelian
belum berjalan secara langsung.
konsiten.
D. Penyimpanan Rendahnya nilai ITOR yang Mengendalikan jumlah persediaan,
menyebabkan menumpuknya stock menyediakan data persediaan dan
obat. dukungan SIM berbasis IT
Masih besarnya persentase obat Pendataan obat-obatan yang
kadaluwarsa. mendekati tanggal kadaluwarsa.
Masih kurangnya tenaga terlatih di Mengadakan/mengikutsertakan
dalam pengelolaan inventory. tenaga instalasi farmasi di dalam
kegiatan pelatihan mengenai
inventory control Management
Belum terintegrasinya SOP tentang Melaksanakan kebijakan farmasi
perbekalan farmasi sehingga belum satu pintu serta mengusulkan
dapat dicapai monitoring dan kepada pihak manajemen rumah
evaluasi atas pelaksanaan kegiatan sakit agar mengintegrasikan SOP
penerimaan tentang perbekalan farmasi.
Masih adanya item obat yang tidak Pemantauan dan pengawasan
digunakan selama 3 bulan berturut- terhadap stock setiap bulan agar
turut dapat diketahui adanya obat yang
merupakan stock mati.
9
E. Distribusi Pengendalian sistem distribusi Mengembangkan SOP distribusi
perbekalan farmasi yang belum perbekalan farmasi selain itu perlu
berfungsi secara optimal adanya penggunaan SIM dalam
mengawasi dan mengendalikan
distribusi perbekalan farmasi
sehingga dapat berjalan optimal.
Belum dilakukannya evaluasi dan Membentuk PFT dan
monitoring secara berkala terhadap memberdayakannya dalam rangka
sistem distribusi obat. evaluasi dan monitoring terhadap
pengelolaan obat
Masih rendahnya tingkat Mengevaluasi dan melakukan
ketersediaan obat sistem perencanaan dan pengadaan
obat dengan selektif disesuaikan
dengan kebutuhan rumah sakit serta
mengacu pada prinsip efektif,
aman, ekonomis dan rasional.
F. Penggunaan Masih besarnya item obat per lembar Peran PIO dalam memberikan
resep informasi obat sehingga peresepan
obat lebih rasional, efektif dan
efisien
Belum dilakukan monitoring dan Memberdayakan PFT dalam rangka
evaluasi secara berkala terhadap evaluasi dan monitoring terhadap
penggunaan obat penggunaan obat
10
C. KESIMPULAN
Untuk mampu bersaing dalam perdagangan bebas ASEAN, IFRS harus
memiliki strategi managemen terutama menagemen pengelolaan sediaan farmasi
(mulai dari perencanaan, seleksi, pengadaan, dstribusi hingga penggunaan).
Ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya operasional
bagi rumah sakit, karena bahan logistik obat merupakan salah satu tempat
kebocoran anggaran. Perencanaan Perbekalan Farmasi dilakukan dengan
pemilihan prioritas jenis, jumlah, dan harga perbekalan farmasi disesuaikan
dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat, serta
dilakukan dengan metode konsumsi sesuai anggaran yang tersedia. Pedoman yang
digunakan dalam perencanaan: (Anonim, 2014)
DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit
Data catatan medik
Anggaran yang tersedia
Data pemakaian periode lalu
Penetapan prioritas
Siklus penyakit
Sisa persediaan
Waktu tunggu pemesanan
Rencana pengembangan
Hal-hal yang harus dilakukan oleh IFRS menghadapi pasar bebas ASEAN:
Managemen pengelolaan obat yang tepat
Melakukan perencanaan pengadaan sediaan farmasi sesuai anggaran
dengan menggunakan metode konsumsi, morbiditas, penyesuaian
konsumsi, atau metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan
anggaran
Menentukan metode pengadaan yang cocok apakah itu tender, pemilihan
langsung, penunjukkan langsung, atau swakelola.
11
Membentuk PFT untuk menyusun formularium dan fungsi PFT didalam
memilih obat yang memenuhi standar efficacy, safety serta berbagai
kriteria dalam seleksi obat.
Perlu adanya pengusulan kenaikan anggaran pengadaan obat kepada
pemerintah
Perlu adanya SIM di dalam mengawasi dan menjamin kualitas obat dan
kondisi stock sehingga terhindar dari kerusakan, kehilangan, kekurangan
dan kelebihan.
Melakukan perencanaan obat dengan selektif yang mengacu pada prinsip
efektif, aman, ekonomis dan rasional dan diadakan koreksi dengan metode
ABC-VEN.
Mengadakan/mengikutsertakan tenaga instalasi farmasi di dalam kegiatan
pelatihan mengenai inventory control management.
Mengoptimalkan sistem penerapan satu pintu disertai dengan sarana dan
prasarana serta SDM yang menunjang serta mengevaluasi dan melakukan
sistem perencanaan dan pengadaan obat dengan selektif disesuaikan
dengan kebutuhan rumah sakit serta mengacu pada prinsip efektif, aman,
ekonomis dan rasional.
Melakukan koordinasi rutin kepada supplier atau distributor dan
bekerjasama dengan beberapa apotek di luar RS di dalam penyediaan obat-
obatan cito.
Memberdayakan PFT dalam rangka evaluasi dan monitoring terhadap
penggunaan obat di RS
Harus memilih supplier secara Harus memilih supplier secara selektif
(pabrikan, distributor) yang memenuhi aspek mutu produk yang terjamin,
aspek legal dan harga murah.
Pemantauan dan pengawasan terhadap stock setiap bulan agar dapat
diketahui adanya obat yang merupakan stock mati.
Peran PIO dalam memberikan informasi obat sehingga peresepan obat
lebih rasional, efektif dan efisien.
12
Daftar Pustaka
Anna U.R. 2008. Dampak Pasar Bebas ASEAN Terhadap Praktek Kardiologi di
Negara-Negara ASEAN. J Kardiol Ind: 29:1-4.
Lilihata R.N. 2011. Analisis Manajemen Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Daerah Masohi Kabupaten Maluku Tengah. (Tesis). Yogjakarta :
Fakultas Farmasi. Universitas Gadjah Mada
Siregar, C.J.P. 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC.
13