( PSF 209 )
MODUL 4
DRUG MANAGEMENT CYCLE
DISUSUN OLEH
apt Dra FARIDA INDYASTUTI SE, MM
Agar seorang farmasis/ apoteker dapat menjalankan hal tersebut di atas maka diperlukan
suatu acuan yang disebut sebagai Drug Management Cycle dan atau Terapeutic Cycle.
Berikut adalah penjelasan mengenai Drug Management Cycle.
Dalam sistem manajemen obat, masing-masing fungsi utama terbangun berdasarkan
fungsi sebelumnya dan menentukan fungsi selanjutnya.
Instalasi farmasi rumah sakit merupakan satu-satunya unit di rumah sakit bertanggung
jawab pada penggunaan obat yang aman dan efektif di rumah sakit secara
keseluruhan.
Tanggung jawab ini termasuk seleksi, pengadaan, penyimpanan, penyiapan obat untuk
konsumsi dan distribusi obat ke unit perawatan penderita (Siregar dan Amalia,
2003).
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu aspek penting dari
rumah sakit. Ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap biaya
operasional bagi rumah sakit, karena bahan logistik obat merupakan salah satu
tempat kebocoran anggaran.
Untuk itu manajemen obat dapat dipakai sebagai proses pengerak dan pemberdayaan
semua sumber daya yang dimiliki untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan
ketersediaan obat setiap dibutuhkan agar operasional efektif dan efisien
Menurut Quick et al (2012) siklus manajemen obat meliputi seleksi, pengadaan,
distribusi dan penggunaan yang didukung oleh manajemen, organisasi, keuangan,
informasi manajemen dan sumber daya manusia.
Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan aspek manajemen yang penting, oleh
karena itu harus dikelola secara efektif dan efisien supaya dapat meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan.
Ketidakefisienan dalam penggunaan dapat memberikan dampak yang negatif terhadap
rumah sakit baik secara medis maupun ekonomis
Mengingat mutu pengembangan pelayanan masyarakat dan begitu banyaknya
permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam pengelolaan obat di rumah sakit maka
perlu dilakukan perbaikan-perbaikan manajemen pengelolaan obat.
DMC (Drug Management Cycle) adalah suatu siklus yang didalamnya terdapat masing-
masing unsur pokok dimana unsur-unsur tersebut mempunyai fungsi pokok/ sebagai
pengarah dalam menentukan kebijakan kedepan.
Manajemen obat di apotek adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dan kegiatan
tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai
tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh dokter
dan pasien selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin
untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
Drug management cycle pada dasarnya merupakan suatu prosedur tahapan pengelolaan
obat agar ketersediaan suatu obat dapat berjalan dengan baik yang dapat mewujudkan
tercapainya keefektifan serta efisien sehingga obat yang diperlukan oleh dokter selalu
tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk
mendukung pelayanan yang bermutu.
Manajemen obat di rumah sakit merupakan salah satu unsur penting dalam fungsi
manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena ketidak efisienan akan memberikan
dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara medis maupun secara ekonomis.
Tujuan manajemen obat di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap
saat dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang
terjangkau untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
Manajemen obat merupakan serangkaian kegiatan kompleks yang merupakan suatu
siklus yang saling terkait, pada dasarnya terdiri dari 4 fungsi dasar yaitu :
Organisasi
Keuangan atau finansial
Sistem informasi manajemen (SIM)
Sumber daya manusia (SDM)
Setiap tahap siklus manjemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor
tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif dan efisien.
Manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap dan
kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat
tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan oleh
dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin
untuk mendukung pelayanan yang bermutu.
Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS).
Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah sakit, Departemen kesehatan RI melalui
SK No. 85 /Menkes /per /1989, menetapkan bahwa untuk membantu pengelolaan obat
di rumah sakit perlu adanya Panitia Farmasi Dan Terapi, Formularium Dan Pedoman
Pengobatan.
Pengelolaan obat berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit. pengingat
begitu pentingnya dana dan kedudukan obat bagi rumah sakit, maka pengelolaannya
harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi pasien dan rumah sakit.
Siklus pengelolaan obat dinaungi/ dibatasi oleh bingkai kebijakan dan peraturan
perundang-undangan. Siklus pengelolaan obat tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Manajemen pendukung
1. Organisasi
Faktor pendukung organisasi mencakup tentang struktur organisasi dari IFRS tersebut
telah diatur secara jelas terhadap tugas, fungsi dan jabatan dari petugas IFRS,
memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baik, yaitu suatu sistem yang
dibuat untuk pengaturan kerja di instalasi farmasi rumah sakit, agar nantinya pekerjaan
yang dilakukan dapat sesuai dengan yang diharapkan.
Karena itu di IFRS tersebut, ke empat apoteker harus saling bekerjasama dengan baik,
walaupun dalam hal tugas dan wewennang berbeda. Dan dapat mengakomodir
keperluan dari para staf yang ada dalam IFRS tersebut agar dapat melakukan
pekerjaannya sesuai dengan SOP maupun tugas pokok dan fungsinya.
2. Keuangan
Keuangan sangat mendukung terhadap jalannya suatu kegiatan, karena dengan budget
yang cukup maka kegiatan tersebut diharapkan dapat lebih berkualitas dan dapat
memenuhi tujuan yang diharapkan. Untuk itu pengelolaan keuangan yang dimaksud
Saat ini untuk memiliki daya saing yang unggul salah satunya adalah dengan memiliki
keunggulan dalam hal teknologi dan informasi atau TI. Karena dengan penerapan
teknologi informasi yang dalam hal ini adalah sistem informasi manajemen Obat di
IFRS yang terintegrasi di setiap unit pelayanan lainnya, maka pekerjaan akan menjadi
lebih mudah dan efisen dalam hal tenaga kerja dan penyimpanan file. Dengan SIM
obat ini kegiatan yang ada di IFRS juga lebih mudah untuk dilakukan evaluasi untuk
mencari feed back dari suatu masalah tersebut. Agar lebih baik dan sesuai dengan
kebutuhan IFRS, pada desain program SIM apoteker harus ikut terlibat sehingga lebih
memahami situasi yang berkembang saat itu dan dapat meramalkan kebutuhan
program selanjutnya.
Bagi rumah sakit dan organisasi lainnya Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan
intangible asset, karena dengan adanya SDM yang memiliki kompetensi dan
knowledge yang tinggi di bidangnya masing-masing, maka akan dapat menciptakan
nilai tambah ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan berbagai aset berwujud
(tangible asset) seperti modal. Karena itu untuk meningkatkan kompetensi dan
knowledge dari Intangible assetnya, manajemen rumah sakit dalam hal ini bagian
HRD harus berupaya untuk membuat program-program pelatihan maupun kursus-
kursus yang disesuaikan dengan kebutuhannya.
Karena telah terbukti intangible asset ini akan berkolerasi positif terhadap keunggulan
bersaing dari rumah sakit tersebut.
Dari penerapan peran farmasis tersebut baik terhadap aspek manajerial maupun aspek
pelayanan farmasi klinis diharapkan rumah sakit tersebut memiliki keunggulan
kompetitif yang dapat bersaing dan memberikan value added kepada konsumernya
sehingga quality of life dari pasien dapat semakin meningkat.
Proses kegiatan sejak meninjau masalah kesehatan, identifikasi pemilihan terapi, bentuk
sediaan, kriteria pemilihan, standarisasi/ penyusunan formularium.
Seleksi merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi di
rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan
dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui
standar obat. Untuk dapat menyeleksi suatu perbekalan farmasi yang nantinya akan
direncanakan harus terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data yang dapat memberikan
gambaran tentang kebutuhan perbekalan farmasi rumah sakit.
Adanya proses seleksi obat adalah untuk mengurangi obat yang tidak memiliki nilai
terapeutik, mengurangi jumlah jenis obat dan meningkatkan efisiensi obat yang tersedia.
Seleksi yang baik, penggunaan obat dan alat-alat kesehatan dapat diukur dengan baik
apabila di rumah sakit dibentuk PFT (Panitia Farmasi dan Terapi), formularium rumah
sakit dan standar terapi.
Proses penyeleksian perbekalan farmasi menurut WHO dapat didasarkan pada kriteria
berikut:
1. Berdasarkan pola penyakit dan prevalensi penyakit (10 penyakit terbesar).
2. Obat-obat yang telah diketahui penggunaannya (well-known), dengan profil
farmakokinetik yang baik dan diproduksi oleh industri lokal.
3. Efektif dan aman berdasarkan bukti latar belakang penggunaan obat
4. Memberikan manfaat yang maksimal dengan resiko yang minimal, termasuk manfaat
secara financial.
5. Jaminan kualitas termasuk bioavaibilitas dan stabilitas
6. Sedapat mungkin sediaan tunggal.
c. Pengadaan
1) Tender terbuka (open tender), yaitu pembelian dengan nilai lebih dari 200 juta,
dilakukan dengan pengumuman.
Keuntungan:
- stabilitas harga terjamin dan harga lebih murah
- persediaan/ stock barang untuk jangka waktu tertentu terjaga (aman)
Kerugian:
- proses lama (problem kekosongan obat)
- membutuhkan tempat penyimpanan yang luas
- resiko obat macet
2) Tender tertutup (restricted tender), yaitu pembelian yang dilakukan melalui relasi saja.
Keuntungan:
- bisa negosiasi harga
- service delivery ditetapkan
Kerugian:
prosesnya lama dalam negosiasi
4) Langsung (direct procurement), yaitu pembelian langsung ke PBF senilai kurang dari
Rp. 200 juta.
Kerugian:
- stabilitas harga tidak terjamin
- administrasi banyak dan boros
Pembelian dengan penawaran yang kompetitif (tender) merupakan suatu metode penting
untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara mutu dan harga, apabila ada dua atau
lebih pemasok yang memenuhi syarat memasarkan suatu produk tertentu yang memenuhi
spesifikasi yang ditetapkan apoteker.
Dalam memilih pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut:
- harga,
- berbagai syarat,
- ketepatan waktu pengiriman,
- mutu pelayanan,
- dapat dipercaya,
- kebijakan tentang barang yang dikembalikan, dan
- pengemasan.
Akan tetapi, kriteria yang paling utama harus selalu ditempatkan pada mutu obat dan
reputasi pemanufaktur. Selain dengan pembelian, pengadaan obat dan alat kesehatan dapat
pula dilakukan dengan cara produksi (baik steril maupun non steril) dan sumbangan/
droping atau hibah.
.
d. Distribusi
Proses penyaluran obat dari IFRS/apotek ke pasien untuk menjamin ketersediaan obat
bagi pasien dan mutu obat yang terjaga. Proses penyaluran obat dari IFRS/ apotek ke
pasien untuk menjamin ketersediaan obat bagi pasien dan mutu obat yang terjaga
Distribusi obat adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk
pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk
menunjang pelayanan medik. Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
1) Unit Dispensing Dose (UDD), yaitu obat diberikan per unit obat
2) One Daily Dose (ODD), yaitu obat diberikan per hari
3) Floor stock, yaitu persediaan di ruangan
4) Individual Praescription (IP), yaitu resep individu perorangan
Sistem distribusi obat untuk rawat inap adalah ODD (One Daily Dose), kelebihan dari
sistem ini yaitu dapat mengurangi resiko biaya obat karena dapat mengontrol sudah
berapa jumlah obat yang digunakan dan jika pasien boleh pulang dapat langsung diganti
dengan IP (Individual Praescription). Sedangkan sistem distribusi obat untuk gawat
darurat adalah floor stock, dimana semua obat yang dibutuhkan pasien tersedia dalam
ruang tersebut atau pada setiap pos perawatan pasien. Kombinasi dengan UDD (Unit
Dispensing Dose) yaitu sistem pendistribusian obat untuk instalasi gawat darurat dalam
pelayanan sekali pakai.
e. Penggunaan
Yang didalamnya terdapat diagnosa, peresepan , dispensing dan pengguanaan yang tepat
untuk pasien.
Penggunaan merupakan kegiatan mulai dari pengambilan obat, peracikan sampai
penyerahan pada pasien dengan malkukan skrining resep. Rumah sakit harus
mengadakan prosedur rinci dan terdokumentasikan dalam pemberian obat. Untuk
melakukan hal tersebut di atas perlu diperhatikan beberapa hal berikut:
2. Obat yang telah disiapkan untuk pemberian, jika tidak digunakan maka harus
dikembalikan ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit.
4. Penderita yang akan diberi obat harus diidentifikasi secara pasti atau positif dengan
memeriksa setiap pengenal nama penderita atau nomor rumah sakit, atau cara lain
seperti yang telah ditetapkan oleh kebijakan rumah sakit.
5. Obat-obat parenteral yang tidak dicampur bersama dalam satu noodle harus
disuntikkan pada tempat penyuntikan berbeda atau secara terpisah, disuntikkan ke
dalam tempat penyuntikan dari perangkat pemberian dari suatu cairan i.v yang
tersatukan.
6. Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus menerima salinan dari semua laporan kesalahan
obat atau kejadian lain yang berkaitan dengan obat
C. Latihan
D. Kunci Jawaban
E. Daftar Pustaka