Anda di halaman 1dari 52

PROPOSAL KERJA PRAKTIK

SEKOLAH TINGGI ENERGI DAN MINERAL AKAMIGAS

(STEM Akamigas)

Diajukan oleh : Irsalina Nur Hidayat 14412020

Jurusan : Teknik Produksi Migas

Konsentrasi : Produksi

2017
PROPOSAL KERJA PRAKTIK

PERENCANAAN PRODUKSI SUMUR SEMBUR


ALAM MENGGUNAKAN ANALISA SISTEM
NODAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL
PRODUKSI
DI LAPANGAN BIRU SEKITAR JAWA TIMUR

1. LATAR BELAKANG PENELITIAN / BACKGROUND

Industri minyak dan gas merupakan salah satu penopang perekonomian yang

penting dalam suatu negara. Tingkat permintaan dunia akan minyak selalu naik

tiap tahunnya. Pada tahun 2010, tingkat permintaan minyak dunia sebesar 86,9

Mb/d. pada tahun 2011, tingkat permintaan naik menjadi 87,8 Mb/d. lalu pada

awal tahun 2012 sudah meningkat kembali menjadi 88.8 Mb/d. jadi rata rata per

tahunnya permintaan akan minyak bumi meningkat sebanyak 1 Mb/d. Sedikitnya

60 negara di dunia mengandalkan perekonomiannya pada perindustrian minyak

dan gas, termasuk Indonesia. Minyak bumi merupakan salah satu unsur penting di

seluruh dunia, terutama dalam bidang transportasi. Konsumsi minyak dunia

cenderung terus naik tiap tahunnya, sedangkan produksi nya terus menurun. Sejak

tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, total persentase penurunan produksi

minyak bumi sebesar 32,25%.

Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang dimiliki

Indonesia, minyak dan gas juga merupakan salah satu faktor penopang kebutuhan

energi di dalam negeri. Perolehan produksi minyak dari suatu lapangan migas
merupakan hal yang sangat penting mengingat tingginya ketergantungan sumber

daya alam dari fosil belum bisa tergantikan sampai saat ini.

Industri minyak bumi dan gas pada umumnya memiliki 2 kegiatan utama,

yaitu eksplorasi dan produksi. Kegiatan utama yang dilakukan perusahaan minyak

bumi dan gas juga terbagi menjadi 2 tujuan, yaitu melakukan proses produksi, dan

menemukan sumber minyak (Eksplorasi) baru yang berpotensi guna dijadikan

cadangan (reserved) untuk masa mendatang. Untuk memenuhi permintaan

minyak dunia, perusahaan minyak bumi dan gas wajib meningkatkan efektivitas

serta efisiensi produksi minyak bumi dan menyiapkan sumber minyak cadangan.

Namun, bukan itu saja yang harus diperhatikan oleh perusahaan, cadangan

sumber minyak pun harus selalu disiapkan. Jika stok minyak bumi perusahaan

telah habis dan tidak memiliki cadangan maka pada saat itulah saham perusahaan

akan terus menurun dan lama kelamaan perusahaan tidak akan dapat bertahan.

Semakin terbatasnya sumber minyak bumi di dunia memicu kompetisi antar

perusahaan untuk mendapatkan cadangan sumber minyak bumi potensial untuk

masa mendatang. Selain mencari cadangan baru, diperlukan perencanaan

produksi yang terintegrasi agar suatu lapangan bisa mengoptimalkan cadangan

yang telah ada. Penulis tertarik untuk melakukan dan penulisan skripsi dengan

judul PERENCANAAN PRODUKSI SUMUR SEMBUR ALAM

MENGGUNAKAN ANALISA SISTEM NODAL UNTUK MENINGKATKAN

HASIL PRODUKSI DI SUMUR PHE WMO


2. DASAR TEORI / STUDI LITERATUR

2.1 Sumur Sembur Alam

Sumur sumbur alam (Natural Flowing Well) adalah sumur produksi

minyak dan gas bumi secara alami tanpa bantuan peralatan-peralatan buatan.

Sumur produksi ini memiliki fluida yang dapat mengalir dengan sendirinya ke

permukaan melalui tubing karena memiliki tekanan reservoir yang lebih tinggi

daripada tekanan hidrostatik kolom fluida yang berada dalam lubang sumur

tersebut. Sumur sembur alam biasanya terdapat pada sumur yang baru di bor.

Tekanan dari reservoir sumur ini biasanya relatif besar sehingga dapat

mengangkat fluida sampai ke permukaan. Jika ditulis dengan rumus yaitu Pr >

Pwf > THP dimana terjadi perbedaan tekanan yang relatif besar. Sumur sembur

alam mempunyai tenaga pendorong yang asalnya dari reservoir diantaranya :

1. Water Drive.

2. Solution Gas Drive.

3. Gas Cap Drive.

4. Segretion Drive.

5. Combination Drive.

Setiap mekanisme pendorong memiliki faktor perolehan yang berbeda,

sehingga perlu dilakukan perencanaan awal agar target produksi bisa tercapai. Sumur

sembur alam adalah metode yang paling disukai karena dinilai paling murah dan
paling sederhana ditinjau dari penggunaan alat dan metode produksinya dibandingkan

sumur dengan metode pengangkatan buatan.

2.1.1 Jenis Peralatan yang Digunakan

Di dalam memproduksikan sumur sembur alam digunakan peralatan

yang berfungsi untuk mengalirnya fluida dari reservoir sampai ke permukaan.

Ada 2 jenis peralatan dan kegunaannya antara lain:

2.1.1.1 Peralatan diatas Permukaan

A. Kepala Sumur ( Well Head )

Well head merupakan peralatan kontrol sumur di permukaan yang terbuat

dari besi baja membentuk suatu sistem seal/penyekat untuk menahan

semburan atau kebocoran cairan sumur ke permukaan yang tersusun atas

casing head (casing hanger) dan tubing head (tubing hanger).

Casing Hanger

Merupakan sambungan (fitting) tempat menggantungkan casing. Diantara

casing string pada casing head terdapat seal untuk menahan aliran fluida

keluar. Pada casing head terdapat pula gas outlet yang berfungsi untuk

meredusi gas yang mungkin timbul diantara casing string dan untuk

mengalirkan fluida di annulus.

Tubing Head

Alat ini terletak dibawah x-mastree untuk menggantungkan tubing dengan

sistem kerangan (x-mastree). Fungsi utama dari tubing head adalah sebagai
penyokong rangkaian tubing, menutup ruangan antara casing -tubing pada

waktu pemasangan x-mastree atau perbaikan kerangan/valve, dan sebagai

kontrol aliran fluida dengan adanya connection diatasnya.

B. Silang Sembur (x-mastree)

Alat ini merupakan susunan kerangan (valve) yang berfungsi

sebagaimana pengamanan dan pengatur aliran produksi di permukaan yang

dicirikan oleh jumlah sayap/lengan (wing) dimana choke atau bean atau

jepitan berada. Peralatan pada x-mastree terdiri:

Manometer tekanan dan temperatur, ditempatkan pada tubing line dan

casing line.

Master valve/gate, berfungsi untuk membuka atau menutup sumur,

jumlahnya satu atau tergantung pada kapasitas dan tekanan kerja sumur.

Wing valve/gate, terletak di wing/lengan dan jumlahnya tergantung

kapasitas dan tekanan kerja sumur yang berfungsi untuk mengarahkan

aliran produksi sumur.

Choke/bean/jepitan, merupakan valve yang berfungsi sebagai penahan

dan pengatur aliran produksi sumur, melalui lubang (orifice) yang ada.

Ada dua macam choke, yaitu :

Positive choke : merupakan valve dimana lubang (orifice) yang ada

sudah mempunyai diameter tertentu, sehingga pengaturan aliran

tergantung pada diameter orificenya.


Adjustable choke : choke ini lebih fleksibel karena diameter orifice

dapat diatur sesuai posisi needle terhadap seat sehingga pengaturan

alirannya pun fleksibel sesuai keperluan (tekanan dan laju aliran).

Check valve, merupakan valve yang hanya dapat mengalirkan fluida pada

satu arah tertentu yang berfungsi untuk menahan aliran dan tekanan balik

dari separator. Pada x-mastree, check valve ini ditempatkan setelah choke

sebelum masuk flowline.

2.1.1.2 Peralatan Bawah Permukaan

A. Tubing dan Coupling

Merupakan pipa alir vertical yang ditempatkan di dalam casing

produksi yang berfungsi untuk mengalirkan fluida produksi sumur ke

permukaan atau mengalirkan fluida injeksi ke dalam sumur. Disamping itu,

tubing dapat pula digunakan dalam pekerjaan swab, squeeze cementing,

sirkulasi pembersihan sumur dan mengalirkan fluida serta material peretak

hidraulik dan pengasaman.

B. Peralatan Bawah Permukaan

Packer, fungsi pokok dari packer adalah memisahkan atau mengisolasi

annulus tubing casing dan membantu efisiensi produksi.

Landing nipple, adalah bagian dari sistem tubing dimana bagian

dalamnya mempunyai prolile untuk memasang alat control lain.

Flow coupling dan blast joint, keduanya mempunyai dinding yang

relatif tebal dan biasanya dipasang pada bagian bawah atau atas dari
nipple, untuk mengatasi turbulensi aliran, blast joint dipasang

berhadapan dengan lubang perforasi untuk mencegah pengaruh

benturan kecepatan aliran (jet action) dari formasi.

Circulation device, alat ini mirip pintu yang bias digeser yang biasa

disebut sliding sleeve door (SSD). Alat ini dapat dibuka dan ditutup

dengan menggunakan wire line unit. Bagian luar dari alat ini

mempunyai lubang yang berguna untuk keperluan sirkulasi dan bila

diperlukan alat pengatur aliran dapat dipasang dibagian dalamnya yang

berbentuk suatu profil.

Safety joint, alat ini dipasang apabila didalam sumur dipasang

beberapa packer (lebih dari satu) yang berguna untuk membantu

melepas rangkaian tubing pada waktu mencabut rangkaian tubing

tersebut untuk kerja ulang (workover).

Gas lift mandrel, merupakan sambungan tempat duduk valve gas lift

yang dipasang apabila sumur direncanakan akan diproduksi dengan

cara sembur buatan (gas lift) di masa yang akan datang.

Sub survace safety valve (SSSV), merupakan valve yang dipasang pada

rangkaian tubing yang berfungsi untuk pengamanan aliran yang

bekerja secara otomatis dengan menggunakan tenaga hidrolis melalui

pipa inchi dari permukaan, yang umumnya dipasang kira-kira 100

meter dibawah permukaan tanah atau dasar laut. Untuk sumur-sumur

dilepas pantai alat ini mutlak harus digunakan.


2.2 Kelakuan Sumur Sembur Alam

Kelakuan sumur sembur alam ditentukan oleh

Inflow Performance Relationship (IPR), yaitu grafik yang

menggambarkan hubungan antara laju produksi (q) dengan tekanan alir

dasar sumur (Pwf).

Vertical Lift Performance (Tubing Performance), yaitu grafik yang

menggambarkan distribusi tekanan di dalam tubing dalam keadaan

dinamik, dapat mengetahui besarnya kehilangan tekanan dalam berbagai

ukuran tubing.

Bean Performance, menggambarkan kelakuan fluida yang melewati

jepitan (choke/bean). Jepitan (choke) berfungsi untuk mengatur laju

produksi. Agar mendapatkan produksi yang optimum dari sumur sembur

alam, maka dari ketiga hal diatas harus dihitung dan digunakan secara

bersamaan dalam menentukan produksi yang optimum untuk suatu sumur

sembur alam.

2.2.1 Productivity Index

Kemampuan suatu sumur untuk berproduksi pada suatu kondisi tertentu

biasanya dinyatakan dalam bentuk Productivity Index ( PI ). Secara definisi PI adalah

banyaknya minyak yang diproduksikan setiap hari untuk setiap beda tekanan rata-rata

reservoir (Pr) dan tekanan alir dasar sumur.


qo
PI = , bblD (2-1)
Pr Pwf psi
Atau dengan mensubtitusikan persamaan diatas kedalam persamaan berikut.

ko h bbl
PI=0.007082 r , D ..................... (2-2)
o (ln 0.472 erw )+S
psi

Dari persamaan di atas dapat dianggap bahwa harga PI selalu tetap untuk

setiap tekanan alir dasar sumur (Pwf), persamaan tersebut tidak dapat terpenuhi jika

terdapat gas dalam aliran fluida. Hal ini akan dijumpai apabila tekanan reservoir lebih

kecil atau sama dengan titik gelembung minyak ( PR Pb ).

2.2.2 Inflow Performance Relationship (IPR)

Inflow Performance Relationship (IPR) merupakan suatu grafik yang

menggambarkan kemampuan suatu reservoir untuk mengalirkan fluida kedalam

sumur yang menembusnya. IPR di gunakan dalam perencanaan metoda produksi

suatu sumur ataupun melihat kelakuan suatu sumur selama berproduksi karena dapat

menggambarkan hubungan antara kapasitas produksi untuk setiap tekanan alir dasar

sumur tertentu.

2.2.2.1 Kurva IPR Satu Fasa

Untuk aliran fluida dimana tekanan alir lebih besar dari tekanan titik

gelembung ( PI = tetap ), grafik IPR dapat dibuat dari persamaan:


qo
r
Pwf = P .................................................................................... (2-3)
PI
Gambar 2.1 Grafik IPR untuk Aliran Satu Fasa

Berdasarkan persamaan diatas maka secara grafik diperoleh hubungan berupa

garis lurus seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.1. Titik A adalah harga pada saat

qo = 0 dan sesuai dengan persamaan di atas pada keadaan tersebut tekanan pada dasar

sumur (Pwf) adalah PR, sedang titik B adalah harga Qo max pada Pwf = 0.

Apabila sudut OAB adalah , maka tan = PI. Dengan demikian harga PI

menyatakan kemiringan dari grafik IPR, atau sering disebut slope .

2.2.2.2 Kurva IPR Dua Fasa

Vogel melalui simulasi numerik memberikan suatu persamaan IPR dua fasa

khusus untuk reservoir jenuh dengan tenaga pendorong gas terlarut untuk kondisi

sumur yang mempunyai skin factor = 0.


Untuk aliran dua fasa dimana maka akan digunakan persamaan

Vogel sebagai berikut:

qo P P 2
=1-0.2 ( Pwf) -0.8 ( Pwf) ................................................................ (2-4)
qomax R R

Grafik IPR akan membentuk garis lengkung, karena kemiringan IPR akan

berubah secara continue untuk setiap harga Pwf yang berbeda.

IPR Dua Fasa


8000
7000
6000
Pw, Psi

5000
4000
3000
2000
1000
0
0 500 1000 1500 2000 2500

Q, BPD
Gambar 2.2 Grafik IPR untuk Aliran Dua Fasa
Untuk aliran fluida dua fasa dimana P R > Pb maka kurva IPR akan terbagi

menjadi dua bagian, yaitu:

1. Kurva IPR satu fasa/linier, saat tekanan alir dasar sumur masih lebih besar dari tekanan

gelembung (Pwf > Pb). maka akan digunakan persamaan Vogel sebagai berikut(1.54) :

R -Pb ).................................................................. ...................... (2-5)


qb =PI(P
2. Kurva IPR dua fasa/non linier, saat tekanan alir dasar sumur sudah lebih kecil daripada

tekanan gelembung (Pwf < Pb). maka akan digunakan persamaan Vogel sebagai per

ikut(1.54) :
PIxPb
qomax =qb + 1,8
..................................................................................... (2-6)
2
qo qb P P .................................................... (2-7)
1 0.2 wf 0.8 wf
q o max q b Pb Pb
Dari persamaan-persamaan diatas akan diperoleh grafik IPR seperti berikut :

GRAFIK IPR
PR
3000
Pb
PI = tg
2500

2000
Pwf, psi

1500

1000

500

0
00 qb 5000 10000 15000 20000 25000 qo max30000
qo, STB/D

Gambar 2.3 Grafik IPR untuk PR > Pb > Pwf

2.2.2.3 Composite IPR

Composite IPR adalah kombinasi lebih dari satu IPR dimana composite IPR biasa
digunakan untuk sumur minyak dengan formasi berbentuk lensa atau ada shale break
sehingga formasi di reservoir tersebut tidak dianggap homogen atau memiliki beberapa
lapisan. Persamaan Darcy atau Vogel bisa digunakan untuk membuat composite IPR.
Adapun asumsi yang digunakan untuk composite IPR antara lain:
Aliran pseudo steady state berlaku pada semua lapisan reservoir.

Fluida dari dan ke dalam semua lapisan mempunyai karakteristik yang mirip.

Kehilangan tekanan pada seksi lubang sumur diantara lapisan tak terlalu berarti.

IPR dari masing masing lapisan diketahui.

Langkah membuat composite IPR:


1. Buat IPR dengan persamaan Darcy (untuk 1 fasa) dan Vogel (untuk 1 fasa atau 2

fasa) di setiap lapisan reservoir.

2. Setelah membuat IPR untuk tiap lapisan maka diketahui Qomax di setiap lapisan

reservoir.
3. Jumlahkan Qomax dari beberapa lapisan yang telah dibuat IPR, lalu cari Pr dan Pwf

rata - rata dari beberapa lapisan tersebut.

4. Buat grafik composite IPR dengan Qomax total beberapa lapisan dengan Pr dan Pwf

rata rata dari beberapa lapisan tersebut.

Plot pembacaan grafik untuk Pwf tertentu untuk mengetahui Qo yang di dapat.

2.3 Aliran Fluida Melalui Media Berpori

Teori tentang aliran fluida di dalam media berpori awalnya dikemukakan oleh

Henry Darcy. Hanry Darcy beranggapan bahwa kecepatan alir suatu fluida dalam

media porous yang homogen akan sebanding dengan gradient tekanannya serta

berbanding terbalik dengan viskositas fluida tersebut. Secara empiris rumus darcy

dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut:

k dp
v= - ................................................................................. (2-8)
dL

Anggapan yang perlu agar persaman ini dapat dipakai ialah :

1. Alirannya mantap (steady state).

2. Fluida yang mengalir satu fasa.

3. Viskositas fluida yang mengalir konstan.

4. Aliran laminer.

5. Formasinya homogen dan arah alirannya horizontal.

6. Fluidanya incompresibel.

7. Tidak ada reaksi antara fluida yang mengalir dengan batuan yang dialirinya.
8. Kondisi aliran isothermal atau temperaturnya konstan.

Karena laju alir ialah q = vA, maka persamaan Darcy menjadi:

kA dp
q= ............... (2-9)
dL

dimana :

q : Laju alir, cc/detik.

: Viscositas fluida yang mengalir, cp.

: Gradient tekanan, atm/cm.

k : Permeabilitas media berpori, darcy.

A : Luas dari porous medium, cm2

Pada kenyataannya, di dalam lapisan berpori fluida formasi akan mengalir

secara radial.

Sehingga persamaan diatas dikembangkan untuk kondisi radial sebagai

berikut:

0.007082ko h(P r -Pwf)


qo = 0.472re , STB/D. ................ (2-10)
o o (ln rw )+S'

dimana :

Pr : Tekanan rata-rata reservoir, pada r = 0.472 re, psi

Pwf : Tekanan alir dasar sumur, psi

Ko : Permeabilitas relatif minyak, md

o : Viscositas minyak, cp
o : Faktor volume formasi minyak, STB / bbl

re : Jari-jari pengurasan, ft

rw : Jari-jari sumur, ft

2.4 Vertical Lift Performance

Kelakuan aliran fluida dari dasar sumur ke kepala sumur sebagai hubungan

antara tekanan alir dengan laju produksi disebut vertical lift performance atau juga

biasa di sebut tubing performance. Untuk mengetahui kelakuan aliran fluida dari

dasar sumur kepermukaan, terlebih dahulu harus diketahui distribusi tekanan alir dari

dasar sumur kepermukaan, yang disebabkan oleh adanya kehilangan tekanan akibat

perubahan ketinggian dan gesekan.

Tujuan dari penentuan distribusi tekanan alir tersebut adalah untuk

menentukan tekanan alir di kepala sumur (Pw h ), bila tekanan alir di dasar sumur (Pwf)

diketahui. Atau sebaliknya, yaitu untuk menentukan Pw f bila Pw h diketahui.

Hubungan antara tekanan alir dasar sumur dengan kapasitas produksi minyak untuk

suatu ukuran tubing tertentu biasanya digambarkan bersama dengan grafik inflow-

outflow.

Kegunaan dari grafik inflow-outflow antara lain yaitu :

Untuk memilih ukuran tubing yang tepat.

Untuk memperkirakan kapan sumur akan mati (diperlukan artificial lift).

Untuk memperkirakan kapasitas produksi optimum dari peralatan produksi

yang dipakai.
Untuk dapat menentukan vertical flow performance, terlebih dahulu harus

ditentukan gradien tekanan alir dalam sumur. Pada prakteknya gradien tekanan alir

dalam sumur dapat diperkirakan dengan menggunakan grafik korelasi yang telah ada

dan juga menggunakanan persamaan korelasi aliran vertical.

2.4.1 Metode Duns and Ros

Langkah langkah menghitung kehilangan tekanan dengan menggunakan

korelasi Duns and Ros yaitu:

1. Siapkan data penunjang yang meliputi(1.34):

Diameter pipa, d (inch)

Laju alir minyak, qo, STB/D

Laju aliran air, qw, STB/D

Gas liquid ratio, GLR, SCF/STB

Gas oil ratio, GOR, STB/STB

Specific gravity gas, g

API minyak, API

Spesific gravity air, w

Gradien temperatur, gt, (F/ft)

Tekanan aliran di salah satu ujung tubing (tekanan dasar sumur, Pwf atau

tekanan di kepala sumur Pwh), Psi

Temperatur aliran disalah satu ujung tubing


2. Dengan menganggap gradien temperatur aliran, gf konstan. Dalam hal ini gf

ditentukan dengan menggunakan gambar 1 (lampiran), berdasarkan harga laju

produksi cairan total dan gradien geothermal.

3. Hitung luas pipa, Ap, yaitu(1.35):

d2
Ap= ,ft2 ..................................................................................... (2-11)
4

4. Bagi panjang pipa menjadi beberapa segmen panjang h antara 100-1000ft.

(semakin kecil segmen, hasil semakin akurat)

5. Perhitungan dapat dimulai dari pangkal segmen terbawah atau teratas, tergantung

pada tekanan aliran yang akan dihitung. Pada segmen ini tentukan tekanan aliran,

temperatur aliran dan kedalaman ujung bawah/atas segmen, sebagai berikut:

Apabila Pwf akan dihitung,

P1 = Pwf

T1 = Td

D1 = D

Apabila Pwf akan dihitung,

P1 = Pwh

T1 = Ts = Td Gf D

D=0

6. Pada segmen di langkah 5, tentukan temperature aliran, T2 dan kedalaman D2

diujung yang lain, yaitu sebagai berikut:

Apabila Pwf akan dihitung,

D1 = D1 h
T2 = Td Gf x h

Apabila pwh akan dihitung,

D2 = D1 + h

T2 = Ts + Gf x h

7. Tentukan sudut kemiringan segmen,

8. Anggap tekanan aliran, P2 diujung lain dari segmen.

9. Hitung tekanan dan temperatur rata-rata di segmen, yaitu :

Pa = ( P1 + P2 ) / 2

Ta = ( T1 + T2 ) / 2

10. Hitung Z, Bg, g, Rs, Bo, o, o, Rsw, Bw, w, dan w

11. Hitung laju aliran gas, minyak dan air pada Ta dan Pa, sebagai berikut (1.36):

5.624 qo Bo
qopt = ............................................................................... (2-12)
86400

5.624 qw Bw
qwpt = ............................................................................ (2-13)
86400

{qo (PGM-Rs )-qw ,.Rsw }Bg


qgpt = ............................................................. (2-14)
86400

QLpt = Q Qwpt ........................................................................ (2-15)


opt +

12. Hitung fraksi minyak, fo dan air, fw sebagai berikut(1.36):


qopt
fo = ......................................................................................... (2-16)
qLpt

fw =1-fo ......................................................................................... (2-17)

13. Hitung kecepatan superficial cairan (VsL) dan campuran (Vm) dengan

menggunakan persamaan berikut(1.37):


qLpt
VsL = ....................................................................................... (2-18)
Ap
qgpt
Vsg = ........................................................................................ (2-19)
Ap

Vm =VsL +Vsg ............................................................................... (2-20)

14. Hitung densitas minyak, ns, densitas air, w dan sensitas gas, g pada P dan

T.(1.37)

62.4 a +(0.076Rs g)/5.614


o = ................................................................ (2-21)
o

w =62.4 w .................................................................................. (2-22)

g =0.0764g /Bg ........................................................................... (2-23)

15. Hitung densitas, viskositas dan tegangan permukaan cairan, l, l dan l dengan

persamaan dibawah ini(1.37):

L =fo o +fw w .............................................................................. (2-24)

L =fo o +fw w .............................................................................. (2-25)

L =fo o +fw w ............................................................................. (2-26)

16. Hitung no-slip liquid hold-up(1.37):

VsL
L = V .................................................................................... (2-27)
sL +Vsg

17. Apabila L > 0.9999, lanjutkan ke langkah 18 (fasa yang mengalir adalah cairan)

Apabila L < 0.00001, lanjutkan ke langkah 23 (fasa yang mengalir adalah gas)

Apabila 0.00001 < L < 0.9999, lanjutkan ke langkah 29 (aliran berupa dua fasa,

yaitu gas dan cairan)

18. Hitung bilangan Reynold, NRe dengan menggunakan persamaan dibawah ini(1.37):

1488 L Vm d
NRe = ............................................................................. (2-28)
L
19. Hitung faktor gesekan f, dengan menggunakan langkah kerja tambahan.

20. Hitung gradien tekanan sebagai akibat perbedaan ketinggian sebagai berikut(1.38):

dp sin
(dh) = .................................................................................. (2-29)
el 144

21. Hitung gradien tekanan sebagai akibat gesekan(1.38):

dp f (Vm )2
(dh) = 2gnsd(144)............................................................................. (2-30)
fr c

22. Hitung gradien tekanan total, yaitu(1.38):

dp dp dp
(dh) = (dh) + (dh) .................................................................... (2-31)
t el fr

Lanjutkan ke langkah 41.

23. Hitung bilangan Reynold, persamaan dengan menggunakan persamaan

berikut(1.38):

1488Vsg d
NRe = ............................................................................... (2-32)
g

24. Hitung faktor gesekan f, dengan menggunakan langkah kerja tambahan.

25. Hitung gradien tekanan sebagai akibat perbedaan ketinggian(1.38):

dp g sin
(dh) = ................................................................................ (2-33)
el g

26. Hitung gradien tekanan sebagai akibat dari gesekan(1.38):

dp f (Vm )2
(dh) = 2gnsd(144) ............................................................................ (2-34)
fr c

27. Hitung perubahan energi kinetik, Ek sebagai berikut(1.38):

gVsg
Ek = g P .................................................................................. (2-35)
c (144)

Apabila Ek > 0.95, aliran merupakan aliran kritis dan gunakan harga Ek = 0.95
28. Hitung gradien tekanan total, yaitu(1.39):
dp dp
dp ( ) +( )
dh el dh fr
(dh) = .......................................................................... (2-36)
t 1-Ek

Lanjutkan ke langkah 41.

29. Hitung parameter-parameter pola aliran, sebagai berikut(1.39):

Hitung NLv:

0.25
NLv =1.938VsL (L ) ....................................................... (2-37)
L

Hitung Ngv:

0.25
Ngv =1.938sg (L ) .......................................................... (2-38)
L

Hitung NL:

0.25
1
NL =0.15726L ( ) ................................................... (2-39)
L L

Hitung Nd:

0.5
Nd =120.872d (L ) .......................................................... (2-40)
L

Tentukan L1 dan L2 dengan menggunakan Gambar 2 (lampiran),

berdasarkan harga Nd.

Hitung Ls menggunakan persamaan berikut:

Ls =50+36NLv ..................................................................... (2-41)

Hitung Lm menggunakan persamaan berikut:

Lm =75+84(NLv )0.75 ........................................................... (2-42)

30. Tentukan pola aliran, berdasarkan batasan-batasan berikut(1.39):


Bubble flow: 0 Ngv (L1 + L2 NLv )

Slug flow : (L1 + L2 NLv ) Ngv Ls

Mist flow : Ngv > Lm

Transition flow : Ls < Ngv < Lm

31. Hitung dimensionless slip velocity S, dengan menggunakan persamaan yang

sesuai dengan pola aliran sebagai berikut(1.39):

Bubble flow:

Ngv 2
S-F1 +F2 NLv +F3' (1+N ) ...................................................... (2-43)
Lv

F
F3 ' =F3 = N4 .............................................................................. (2-44)
d

F3 ditentukan dari Gambar 3 sedangkan F4 ditentukan dari Gambar 4

(lampiran), keduanya sebagai fungsi NL (1.40)

Slug flow:
0.982
(Ngv ) +F6'
S=(1+F5 ) ( ) ......................................................... (2-45)
(1+F7 NLv )2

Dimana:

F6' =0.029Nd +F6 .................................................................... (2-46)

F5 dan F7 diperoleh dari Gambar 5 (lampiran) dan F6 ditentukan dari Gambar

6 (lampiaran), keduanya sebagai fungsi dari NL(1.40)

Mist flow:

S=0 dan gunakan harga HL = L dan lanjutkan ke langkah 34.

Transition flow:
Hitung harga S, faktor gesekan dan gradien tekanan total berdasarkan

Slug dan mist flow dan penggabungannya dicantumkan dilangkah 40.

32. Berdasarkan harga S dari langkah 31, hitung slip velocity, yaitu(1.40):

S
Vs = 0.25 ............................................................................. (2-47)
1.938( L )
L

33. Hitung liquid hold-up, HL dengan menggunakan peramaan berikut(1.40):


0.5
Vs Vm +{(Vm -Vs )2 +4Vs VsL}
HL = ......................................................... (2-48)
2Vs

34. Hitung densitas campuran, s(1.40)

s =L HL +g (1-H1 ) ...................................................................... (2-49)

35. Hitung faktor gesekan campuran, sesuai dengan pola aliran, yaitu sebagai

berikut(1.41):

Bubble flow dan Slug flow

- Hitung NRe dengan menggunakan persamaan berikut:

1488L VsL d
NRe = ................................................................. (2-50)
L

- Tentukan faktor gesekan f dengan menggunakan langkah kerja tambahan.

- Hitung f1=f/4

- Hitung harga:

Vsg
f1 ( sL ) (Nd )0.6667 ............................................................. (2-51)

- Tentukan harga f2 berdasarkan perhitungan persamaan (50) dengan

menggunakan gambar 7 (lampiran).


- Hitung harga f3 sebagai berikut:

Vsg 0.5
f3 =1+f1 (50V ) ............................................................. (2-52)
sL

- Hitung fm dengan menggunakan persamaan berikut:

f1 +f2
fm = ............................................................................ (2-53)
f3

Mist flow:

- Hitung harga /d dan Vsg koreksi secara coba-coba dengan prosedur

sebagai berikut:

Anggap harga Vsg koreksi, yaitu Vsgc = Vsg dan /d = dg =0.00005

Hitung NRe sebagai berikut:

g Vsgc d
NRe =1488 .......................................................... (2-54)
g

Hitung bilangan Weber, NWe:


2
g(Vsgc ) (dg)d
NWe =454 ................................................ (2-55)
L

Hitung bilangan viskositas, N:

L 2
N =0.0002048 .............................................. (2-56)
L L (dg )d

Hitung NN, yaitu:

NN =NWe N ................................................................. (2-57)

Hitung /d dengan menggunkan persamaan berikut:

Apabila NN < 0.005, maka:

0.0749L
dc = 2 .......................................................... (2-58)
g (Vsgc ) d

Apabila NN > 0.005, maka:


0.2713L(NWe N)0.302
dc = 2 ............................................ (2-59)
g (Vsgc ) d

Hitung Vsgcc sebagai berikut:

Vsgc
Vsgcc = (1- 2
........................................................... (2-60)
dc )

Bandingkan harga dg dengan dc sebagai berikut:

- Apabila: |dg | > 1107, maka ulangi perhitungan,

dengan menggunakan harga dg = dan harga Vsgc = Vsgcc

- Apabila |dg | < 1107 , lanjutkan ke langkah berikutnya.

Apabila /d (=dc) < 0.05, maka tentukan faktor gesekan f dengan

menggunakan langkah kerja 3.1, berdasarkan bilangan Reynold

untuk gas dari persamaan (53)

Apabila /d (=dc) > 0.05, hitung faktor gesekan f dengan

menggunakan persamaan berikut:

1
f=4 { +0.67(/d1.72 )} ............................. (2-61)
(4log(0.27/d)2

36. Hitung gradien tekanan sebagai akibat perbedaan ketinggian menggunakan

persamaan sebagai berikut(1.42):

dp g sin
(dh) = ............................................................................... (2-62)
el 144

Dimana harga s telah ditentukan dari langkah 34.

37. Hitung gradien tekanan sebagai akibat gesekan(1.42):

dp f g (Vsgc )2
(dh) = .......................................................................... (2-62)
fr 2gc d(144)

Dimana:
Vsgc = Vsg untuk Slug dan Bubble flow

f = f untuk mist flow

f = fm untuk bubble dan Slug flow

38. Hitung perubahan energi kinetik(1.42),

Vm Vsg
Ek = g sP .................................................................................. (2-63)
c (144)

39. Hitung gradien tekanan total (1.42),


dp dp
dp ( ) +( )
dh el dh fr
(dh) = .......................................................................... (2-64)
t 1-Ek

Lanjutkan ke langkah 41.

40. Apabila pola aliran transisi, gradien tekanan total dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut(1.42):

dp dp dp
(dh) =A (dh) +B (dh) ......................................................... (2-65)
t slug mist

Dimana:

Lm -Ngv
A= ...................................................................................... (2-66)
Lm -Ls

Ngv -Ls
B= L =1-A .............................................................................. (2-67)
m -Ls

dp dp
(dh) dan (dh) dihitung pada langkah sebelumnya.
slug mist

41. Hitung perbedaan tekanan sepanjang segmen(1.43).

dp
P= (dh) ,h ............................................................................... (2-68)
t

42. Hitung tekanan diatas/bawah segmen sebagai berikut(1.43):

P2c =Pi +P ................................................................................... (2-69)

Atau
P2c =Pi -P .................................................................................... (2-70)

43. Bandingkan P2c dengan P2, sebagai berikut(1.43):

P2 -P2c
Hitung DEL= [ ] ............................................................ (2-71)
P2

Apabila DEL < 0.01, lanjutkan ke langkah 44.

Apabila DEL > 0.01, ulangi perhitungan, yaitu kembali ke langkah 8,

dengan menggunakan harga P2 = P2c

44. Lanjutkan perhitungan ke segmen berikut dengan menentukan tekanan,

temperature dan kedalaman pada bagian atas/bawah segmen, yaitu(1.43):

P1 = P2

T1 = T2

D1 = D2

Dan kembali ke langkah 6.

Langkah kerja tambahan untuk perhitungan faktor gesekan(1.43).

1. Tentukan harga kekasaran relatif, /d.

Apabila tidak diketahui, anggap =0.00015ft

2. Berdasarkan harga bilangan Reynold, NRe, hitung faktor gesekan sebagai berikut:

Apabila NRe < 2000, lanjutkan ke langkah 3 apabila NRe > 2000, lanjutkan ke

langkah 4.

3. Hitung faktor gesekan, f untuk aliran laminar, yaitu:

64
f=
NRe
4. Hitung faktor gesekan, f untuk aliran turbulen dengan menggunakan persamaan

Colebrook secara literatif, dengan prosedur sebagai berikut:

a. Gunakan persamaan Jain, untuk menentukan anggapan pertama faktor

gesekan, yaitu:

21.25 -2
fg =1.14-2log (d + (N 0.9
) ......................................................... (2-72)
Re )

b. Hitung faktor gesekan dengan menggunakan persamaan Colebrook, yaitu:

-2
18.7
fc =1.74-2 log (2 d + 0.5 ) .................................................. (2-73)
(NRe fg )

fc -fg
c. Hitung: Err= | | ................................................................ (2-74)
fg

Apabila Err < 0.01 maka fc adalah faktor gesekan yang dicari.

Apabila Err > 0.01, maka anggap fg = fc dan kembali ke langkah 6.

2.5 Bean Performance

Bean performance adalah grafik yang menyatakan kelakuan aliran fluida

melalui jepitan (Bean) dipermukaan, yang biasanya dipasang disilang sembur (X-

Mastree).

Pemasangan jepitan/choke disuatu sumur adalah menghindari perubahan

tekanan kepala sumur yang disebabkan oleh perubahan tekanan di dalam flow line,

sehingga tidak akan mengganggu performance sumur dan untuk mengontrol laju

produksi. Laju produksi harus di kontrol dengan alasan :


Memelihara besar aliran

Mencegah ikut terproduksinya pasir.

Melindungi peralatan dipermukaan.

Mencegah terjadinya water dan atau gas coning.

Memproduksi reservoir dengan optimum.

Pemilihan ukuran bean untuk mendapatkan rate produksi yang diinginkan

dipakai cara trial and error, tidak ada hubungan dengan aliran dua fasa yang melalui

bean. Syarat terjadi critical flow melalui bean adalah THP ( 1,7 2,0 ) P flow line.

Gilbert mendapatkan persamaan untuk bean secara empiris sebagai berikut:

Q R 0.546
THP 435 , Psig .................................................................. (2-75)
S1.89

Bila besaran R dan S konstan, maka hubungan antara THP dan q akan

merupakan hubungan linier yang dikenal sebagai Bean Performance. Selain

menggunakan rumus diatas Gilbert juga telah membuat chart untuk menentukan

Bean Performance, dimana dalam pemakaiannya harus diketahui besarnya laju

produksi, gas liquid ratio (GLR) dan tubing head pressure (THP).

2.6 Analisis Nodal untuk Menentukan Laju Produksi Optimum

Laju produksi optimum pada sumur sembur alam adalah merupakan

perpotongan antara grafik Inflow dan Outflow, yang dibuat menurut kondisi

reservoir, tipe well completion dan peralatan yang terpasang pada sumur. Grafik

inflow dan outflow mrupakan hubungan antara besarnya laju produksi minyak dengan

Pn o d e .
Pada dasarnya pengambilan data Pn o d e bisa disembarang tempat, akan tetapi

biasanya kita akan memilih titik yang mudah dianalisa, misalnya : P w f , Pw h , Pf l atau

Ps e p . Apabila Pn o d e yang kita ambil adalah Pwf, maka grafik Inflow yang kita buat

adalah IPR untuk aliran masuk dan aliran keluar Pn o d e , Pn o d e dapat dinyatakan

sebagai6 ) :

Inflow : PR - P (upstream component) : Pn o d e

Outflow : Ps e p atau Pw h + P ( d o w n s t r e a m component) : Pn o d e

Manfaat dari analisa sistem nodal pada sumur sembur alam antara lain, untuk :

Memilih ukuran tubing dan flow line

Pengaruh stimulasi

Pengaruh ukuran jepitan ( Bean )

Evaluasi pengaruh well completion dan sebagainya.


Gambar 2.4 Lokasi Node

2.6.1 Pembuatan Grafik Inflow

Langkah-langkah untuk membuat grafik inflow adalah sebagai berikut :


1. Tentukan qL a s s

2. Hitung Pw f s , Pp e r f o r a s i untuk setiap harga qL a s s

3. Ulangi langkah 2 untuk qL a s s yang lain hingga didapat harga Pw f pada

berbagai qL a s s , Buat tabulasi.


Tabel 2.1 Tabulasi Inflow Qass terhadap Pwf
Qass (BPD) Pr (Psig) Pwfs (Psig) Pwf (Psig)
q1 Pr Pwfs 1 Pwf 1
q2 Pr Pwfs 2 Pwf 2
q3 Pr Pwfs 3 Pwf 3
qn Pr Pwfs n Pwf n

4. Plot qL a s s Vs Pw f maka akan didapat grafik inflow.

2.6.2 Pembuatan Grafik Outflow

Langkah-langkah untuk membuat grafik Outflow adalah sebagai berikut :

1. Tentukan qL a s s

2. Tentukan Pt u b i n g dengan salah satu korelasi diatas

3. Tentukan panjang flowline ekivalen, dimana :

Le = Lf l o w l i n e + Le va lve & fitting sepanjang flowline .

4. Tentukan Pf l dengan menggunakan grafik salah satu korelasi diatas.

5. Ulangi langkah 2 dan 3 untuk qL a s s yang lain, hingga didapat harga Pf l pada

berbagai qL a s s . Buat tabulasi.

Tabel 2.2 Tabulasi Outflow Qass Vs Pwf


Pf l = Ps e p +
qa s s Ps e p Pw h Pw f
Pf l +Pv & f i t
Qass 1 Psep Pfl 1 Pwh 1 Pwf 1
Qass 2 Psep Pfl 2 Pwh 2 Pwf 2
Qass 3 Psep Pfl 3 Pwh 3 Pwf 3
Qass n Psep Pfl n Pwh n Pwf n
6. Plot qL a s s Vs Pw h , Didapat grafik Outflow. Perpotongan antara grafik Inflow

dengan Outflow menunjukkan qL o p t i m u m untuk setiap ukuran tubing.

Jika Grafik Inflow dan Outflow diplot pada satu grafis akan didapat grafik

inflow vs outflow sebagai berikut:

Inflow vs Outflow
2500

2000

1500

1000

500

0
0 2000 4000 6000 8000 10000

Gambar 2.5 Grafik Inflow vs Outflow

2.7 Penentuan Laju Produksi Optimum tanpa Terjadi Coning

Pada hakekatnya dalam memproduksikan minyak diinginkan laju produksi

yang tinggi dan dapat dilakukan sesingkat mungkin serta mendapatkan perolehan

yang maksimum. Dalam kenyataannya, hal ini tidak dapat terpenuhi karena laju

produksi yang tinggi belum tentu menghasilkan perolehan minyak yang tinggi, tetapi

dapat mengakibatkan penurunan reservoir, sehinga gas terlarut akan terbebaskan dari

minyak. Dengan adanya gas bebas akan menurunkan besarnya tenaga pendorong dan

permeabilitas efektif minyak, sehingga laju produksi minyak akan berkurang dan
dapat menimbulkan gas dan water coning. Pada rate sensitif juga harus ditentukan

besamya laju produksi agar tidak terjadi coning.

2.7.1 Konsep Kapasitas Aliran Kritis Terhadap Gas coning.

Kapasitas aliran kritis ialah laju produksi tertinggi tanpa terjadi coning. Metode

Chierici dapat digunakan untuk menghitung laju optimum tanpa terjadi coning, yaitu

dengan persamaan berikut:

h2 og kh
Qoc,g =3.07x10-3 { } (rDe ,,w ) .................................................. (2-76)
Bo 0

Agar tidak terjadi gas coning, maka besarnya laju produksi harus lebih kecil daripada

kapasitas aliran kritis (Qo < Qoc, g). Harga ini berlaku untuk reservoir jenis gas cap.

2.7.2 Konsep Kapasitas Aliran Kritis Terhadap Water Coning.

Berikut adalah beberapa metode untuk menentukan kapasitas aliran kritis

bebas water coning;

1. Kapasitas aliran kritis terhadap water coning menurut Chierici.

Kapasitas aliran kritis terhadap water coning adalah laju produksi maksimum

dimana belum terjadi coning atau terikutnya air dari zona air. Untuk menghitung

kapasitas aliran kritis terhadap water coning dapat digunakan metode Chierici dengan

asumsi sebagai berikut :

reservoir homogen

kontak antara fluida adalah horisontal di bawah kondisi statis

pengaruh tekanan kapiler diabaikan


ukuran aquifer terbatas sehingga tidak menjadi tenaga pendorong reservoir

ini.

fluida reservoir incompressible.

Persamaan untuk menghitung kapasitas aliran kritis terhadap water coning

menurut Chierici adalah:

h2 ow kh
Qoc,w =3.07x10-3 { } (rDe ,,w ) .................................................. (2-77)
Bo 0

Dimana:

Qoc, g = aliran kritis minyak tanpa terjadi gas coning, STB/D

Qoc, w = kapasitas aliran kritis minyak tanpa terjadi water coning, STB

= perbedaan densitas minyak dengan gas, gr/cc

= perbedaan densitas minyak dengan air, gr/cc

Kh = permeabilitas efektif horisontal, mD

H = ketebalan zona produktip

Bo = faktor volume formasi minyak, bbl/STB

o = viskositas minyak, cp

= [re/h], kv/kh

dg = [heg/h]

= [hew/h]

heg = jarak dari GOC ke puncak interval perforasi, ft

= interval perforasi, ft

kv = permeabilitas efektip vertikal, mD


re = jari-jari pengurasan, ft.

2. Craft dan Hawkins

Water coning adalah pergerakan air secara vertikal dengan Water Oil

Contact (WOC) menuju ke perforasi. Hal ini dapat terjadi apabila gradien tekanan

alir lebih besar dibandingkan dengan gaya gravitasi dari beda densitas antar

fluida.

Untuk mendapatkan recovery factor sebesar mungkin maka laju alir

produksi harus di jaga agar tidak melampaui laju alir kritis. Laju alir kritis di

definisikan sebagai laju alir produksi maksimum tanpa ikut terproduksinya air

atau gas.

Craft dan Hawkins mengadakan penelitian menggunakan model

elektrik dan mendapatkan pendekatan untuk menghitung laju kritis bebas coning

yang dirumuskan sebagai berikut.:

0,00708ko h(Pws -pwf )


qo= ............................................................................ (2-78)
o o (rerw)

rw
PR=f [1+72 f h cos(f x 90)] ............................................................. (2-79)

dimana :

PR : Productivity Ratio

Pw s : Tekanan statis dasar sumur

f : fraksi penetrasi perforasi.


Drawdown maksimum tanpa air ikut terproduksi dapat didekati

dengan persamaan:

Pmax =0,433(w -o )hmax ................................................................. (2-80)

dimana hmax adalah jarak antara lubang perforasi terbawah dengan initial WOC.

3. Mayer dan Garder.

Persamaan Mayer dan Garder unutk menetukan kapasitas alir kritis bebas

water coning adalah sebagai berikut;

0,001535(w -o )k(h2 -hp 2 )


Qc= r ................................................................... (2-81)
o B0 ln( erw )

4. Persamaan Shcols

Persamaan Shcols menentukan laju alir kritis sebagai berikut:

(w -o )k(h2 -hp 2 ) h 0.14


Qc= re [0.432+ re ] [ ] ........................................ (2-82)
2049o B0 ln( rw ) ln( rw ) re

Dimana:

Qc = Critical oil rate, STB/D

= Densitas minyak, gr/cc

= Densitas air, gr/cc

h = Ketebalan zona minyak, ft

hp = Interfal perforasi, ft

= Viscositas minyak, cp

0 = Faktor volume formasi minyak, bbl/STB

Rw = jari-jari sumur, ft
Re = jari-jari pengurasan, ft

K = Permeabilitas, md

2.8 Tinjauan Ekonomi

2.8.1 Biaya Investasi

Biaya investasi pada dasarnya hanya dikeluarkan dalam suatu periode tertentu

saja, dan barang-barang investasi tidak akan memiliki nilai lagi setelah periode waktu

tertentu itu. Biaya-biaya investasi dalam perencanaan produksi sumur minyak

merupakan biaya keseluruhan dari pekerjaan perencanaan sumur tersebut, antara lain:

Biaya sewa Rig dan Well Service

Biaya pembelian tubing/choke ukuran baru.

Biaya stimulasi sumur (jika nantinya diperlukan)

Dari cashflow dan kumulatif cashflow beberapa indikator keekonomian dapat

ditentukan, misalnya:

Pay Out Time (POT), yaitu panjangnya waktu yang diperlukan untuk

menerima penghasilan bersih yang diakumulasikan, sehingga jumlah dari

penghasilan bersih itu sama dengan jumlah modal yang diinvestasikan, atau

dengan kata lain bahwa POT adalah panjangnya waktu yang diperlukan untuk

memperoleh kembali modal yang ditanam.

Net Present Value (NPV) adalah jumlah dari Discounted Cash Flow pada

tingkat bunga pinjaman ditambah dengan interest risk.


Rate Of Return (ROR) disebut juga Rate On Investment (ROR). ROR

didefinisikan sebagai besar bunga yang menyebabkan harga dari seluruh

pendapatan itu digandakan untuk suatu waktu tertentu, sehingga jumlah

Discounted Cash Flow (DCF) = Investasi. ROR ditentukan secara trial &

error.

Suatu proyek akan bernilai ekonomis apabila memberikan harga POT sekecil

mungkin, NPV yang besar, dan ROR sebesar mungkin yang besarnya jauh lebih besar

dari bunga bank.

2.9 Simulator PIPESIM

Pipesim merupakan simulator yang dikembangkan oleh Schlumberger sebagai

salah satu perusahaan yang bergerak dibidang servis di industri perminyakan.

Pipesim merupakan simulator yang digunakan sebagai alat bantu dalam

mengevaluasi, menganalisa dan mengoptimalkan suatu kondisi operasi sumuran di

lapangan menggunakan pendekatan dan persamaan yang ada di bidang studi

perminyakan. Pipesim juga digunakan untuk mendesain dan juga memilih metode

pengangkatan fluida produksi yang sesuai dengan kondisi sumuran di lapangan.

2.9.1 Pengoperasian

1. Nodal Analysis

Data-data yang dibutuhkan

Fluid Properties (diperoleh dari tes laboratorium)


Borehole Detail (diperoleh dari Well Profile)

Tubing Detail (diperoleh dari Well Profile)

Test data (BHP tes, DST, tes produksi, MIT, dll)

2. Masuk ke Nodal Analysis dalam Pipesim

Buka program Pipesim dan pilih New Single Branch Model

Gambar 2.6 Menu Awal Pipesim

3. Pemilihan korelasi fluida menggunakan Black-Oil dan pengisian data

Karakteristik fluida dapat diprediksi menggunakan korelasi Black-Oil yang telah

dikembangkan dengan mengkorelasi GOR (gas oil ratio) untuk minyak bumi dengan

beragam karakteristik, seperti berat jenis gas dan minyak.

Data-data yang dibutuhkan antara lain:

Kadar air (WC), %


GLR/GOR, scf/stb

SG Gas

SG Water

Kondisi bubble point (opsional namun dibutuhkan)

Kandungan impuritis (N2, H2S, CO2 jika tersedia), dll

Pada menu Set Up, pilih Black Oil kemudian isikan sesuai data yang tersedia.

Kemudia klik OK.

Gambar 2.7 Pemilihan Korelasi Fluida untuk Black Oil di Pipesim

4. Pemilihan korelasi fluida menggunakan Compositional dan pengisian data.

Metode ini menggunakan persamaan keadaan EOS (Equation of State), yang

mendeskripsikan dinamika tekanan, volume, dan suhu dari komponen murni dan

tercampur. Umumnya properti dari thermodinamika dan aliran berasal dari persamaan

ini.

Data-data yang dibutuhkan antara lain:


Komponen kimiawi hidrokarbon

Jumlah mol tiap komponen

Berat jenis

SG

Tekanan dan suhu kritis, dll

Pada menu Set Up, pilih Compositional kemudian isikan sesuai data yang

tersedia. Kemudian klik OK

Gambar 2.8 Pemilihan Korelasi Fluida untuk Compositional di Pipesim

Perbedaan penggunaan kedua permodelan fluida ini, pada umumnya didasarkan

pada ketersediaan data sumuran dan atau lapangan. Data Black Oil umumnya

digunakan untuk lapangan minyak dan Compositional umumnya digunkanan untuk

lapangan gas. Namun hal ini sangat tergantung pada ketersediaan data di lapangan.

5. Pengisian data IPR (Vogel)


Pengisian data IPR yang dicontohkan kali ini menggunakan persamaan Vogel

dimana persamaan aliran dalam media berpori yang paling sering digunakan untuk

melakukan perhitungan potensi sumuran (IPR). Hal ini di dasari parameter

perhitungan yang dibutuhkan menggunakan data test produksi harian dan atau data

test sonolog.

Vertical Completion

Gambar 2.9 Pengisian Data IPR Vogel

Pilih notasi vertical completion, kemudian pilih Vogel Equation pada opsi

Completion Model. Pengisian data test produksi didasarkan pada test produksi

sumuran paling baru.

6. Pengisian data IPR Pseudo Steady State

Contoh kali ini persamaan menggunakan Pseudo Steady State dimana

persamaan ini merupakan persamaan Darcy dan merupakan persamaan aliran fluida.

Penggunaan persamaan ini harus memiliki data yang lengkap seperti permeabilitas,

skin, ketebalan reservoir dll.


Pseudo Steady State

Gambar 2.10 Pengisian Data IPR Pseudo Steady State

Pilih notasi vertical completion, kemudian pilih Pseudo Steady State pada opsi

Completion Model. Pengisian data test produksi didasarkan pada test produksi

sumuran paling baru.

7. Pemulihan Tubing dan Pengisian data (contoh Natural Flow)

Pada bagian ini, data yang di isi didapatkan dari well profile, dan kondisi operasi

sumur yang terdiri dari tubing dan spesifikasinya.


Gambar 2.11 Pemilihan Tubing dan Pengisian Data untuk Sumur Natural Flow

8. Pemilihan tubing dan pengisian data (contoh menggunakan ESP)

Pada bagian ini, data yang di isi didapatkan dari data diagram sumur, dan kondisi

operasi sumur yang terdiri dari tubing dan pompa ESP beserta spesifikasi pompa

yang terinstal untuk sumur tersebut.

Gambar 2.12 Pemilihan Tubing dan Pengisian Data untuk Sumur ESP
9. Pemilihan tubing dan pengisian data (contoh menggunakan Gas Lift)

Pada bagian ini, data yang di isi didapatkan dari data diagram sumur, dan

kondisi operasi sumur yang terdiri dari tubing, lokasi valve gas lift beserta spesifikasi

terinstal untuk sumur yang bersangkutan, dan kondisi operasi injeksi gas dari

permukaan.

Gambar 2.13 Pemilihan Tubing dan Pengisian Data untuk Sumur Gas Lift

10. Tabel spesifikasi Casing dan Tubing (Pipesim)

Table spesifikasi casing dan tubing merupakan tabel yang diperoleh dari pipesim

dan merupakan standar API, ASTM, ASMR, ANSI yang digunakan dalam industri.
Gambar 2.14 Cara Membuka Tabel Spesifikasi Casing dan Tubing di Pipesim

Cara melihat table spesifikasi Casing dan Tubing klik Help kemudian pilih

PIPESIM Help. Ketikkan Casing atau Tubing maka akan muncul.

Gambar 2.15 Tabel Spesifikasi Casing dan Tubing di Pipesim


11. Pengisisan Tekanan Kepala Sumur (Pwh)

Data tekanan kepala sumur diperoleh dari data produksi rutin sumuran akan

selalu di perbaharui sesuai dengan data test terbaru.

Tekanan Kepala Sumur (Pwh)

Gambar 2.16 Pengisian Data Tekanan Kepala Sumur

12. Diagram Nodal Analisis (IPR vs VLP)

Diagram nodal ini merupakan diagram yang digunakan untuk menganalisa

apakah kondisi produksi aktual sumur sudah sama dengan kondisi reservoir dan

peralatan yang terpasang (Artificial Lift). Jika nantinya ditemukan ketidakcocokan

maka akan dilakukan proses penyelarasan (matching) untuk mengetahui letak

ketidakcocokan antara kondisi aktual dan simulasi. Inflow Performance Relationship

(IPR) merupakan diagram yang menunjukan kemampuan sumur untuk berproduksi

dari reservoir kedalam lubang sumur, sedangkan VLP (Vertical Lift Performance)

adalah kemampuan peralatan produksi (tubing, pompa ESP dan gas lift) untuk

menuju ke permukaan (wellhead).


Run

Gambar 2.17 Diagram Nodal Analisis (IPR vs VLP)

Kemudian pilih nodal analysis dan pilih Run, kemudian akan muncul grafik

IPR vs Outflow. Gunakan Correlation Flow di menu Setup untuk penyelarasan

(matching).
1. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, pelaksanaan kerja praktik dilaksanakan

dengan tujuan untuk mengetahui :

a. Apakah yang melatarbelakangi sumur tersebut diproduksikan menggunakan

metode sumur sembur alam ?

b. Apakah produksi pada sumur tersebut sudah optimum ?

c. Bagaimana cara merencanakan produksi sumur pada sumur sembur alam

guna meningkatkan produksi sumur ?

2. METODE PENELITIAN

a. PENGAMATAN MASALAH

Melakukan pengamatan langsung pada sumur yang diproduksikan

b. PENGUMPULAN DATA

Data- data dan keterangan diperoleh dengan cara sbb :

- Wawancara / Tanya jawab dengan operator lapangan mengenai kegiatan

operasional sumur tersebut

- Wawancara / Tanya jawab dengan production engineer mengenai data

sumur, mulai dari well profile, data produksi sumur tersebut dll.

3. PESERTA PENELITIAN

Nama : Irsalina Nur Hidayat

NIM :14412020
Email : irsalinanh@gmail.com

No Tlp : 082243392860

4. WAKTU PENELITIAN

Berikut adalah waktu yang diajukan dalam melakukan penelitian :

5 Februari 2017 2 Maret 2017

Cepu, 26 09 2017

Pemohon,

Mahasiswa

Irsalina Nur Hidayat


14412026

Anda mungkin juga menyukai