Anda di halaman 1dari 67

BAB IV

INDUSTRI BOLA PT. SINJA

PADA TAHUN 1994-2006: KAJIAN SOSIAL EKONOMI

4.1 Gambaran Umum Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk Di Kabupaten

Majalengka

4.1.1 Keadaan Geografis dan Administratif

Sebelum membahas kondisi Kecamatan Kadipaten, peneliti

terlebih dahulu mengemukakan tentang letak administratif Kabupaten

Majalengka. Kabupaten Majalengka secara resmi berdiri pada tanggal 5

Januari 1819 dan merupakan bagian dari Karesidenan Cirebon. Kabupaten

Majalengka pada waktu itu terdiri dari 5 Kawedanaan, yaitu: Jatiwangi,

Palimanan, Rajagaluh, Talaga dan Maja. Namun pada tanggal 24 Mei 1862

Kawedanaan Palimanan diserahkan pada Kabupaten Cirebon. Kemudian

wilayah Kabupaten Majalengka kembali mengalami perubahan dengan

terbentuknya kawedanaan Majalengka, yaitu pada tanggal 1 Maret 1874.

Dengan demikian sejak tahun 1874 sampai dengan tahun 1990, wilayah

Kabupaten Majalengka meliputi 5 Kewedanaan, yaitu: Kewedanaan Jatiwangi,

maja, Rajagaluh, Majalengka dan Talaga (Milangkala Majalengka, 1983:23).

Sedangkan berdasarkan Perda No.13 Tahun 2007 Kabupaten Majalengka

terdiri dari 26 Kecamatan dan 334 Desa. Majalengka memiliki 25 Kecamatan

hanya saja kebanyakan orang mengenal beberapa Kecamatan saja seperti

Kecamatan Jatiwangi yang terkenal dengan Industri gentengnya serta

52
53

Kecamatan Kadipaten yang terkenal dengan pasar dan terminal busnya dan

Kecamatan Rajagaluh yang terkenal dengan industri anyaman bambunya.

Luas wilayah Kabupaten Majalengka adalah 1.204,24 km, berarti

kabupaten Majalengka hanya sekitar 2,71 % dari luas provinsi Jawa Barat

(yaitu kurang lebih 44.357,00 km) dengan ketinggian tempat antara 19-857 m

diatas permukaan laut. Wilayah administrasi kabupaten Majalengka terdiri

atas 23 kecamatan yang terbagi dalam 13 kelurahan dan 317 Desa. Jarak dari

ibu kota Kabupaten Majalengka (kota Majalengka) ke ibu kota provinsi Jawa

Barat (Kota Bandung) sekitar 110 Km dengan waktu tempuh perjalanan

sekitar 2-3 jam, dan jarak ke ibu kota negara (kota Jakarta) sekitar 300 Km

dengan waktu tempuh perjalanan 5-6 jam.

Kecamatan Kadipaten adalah salah satu sentra perekonomian paling

ramai di Kabupaten Majalengka hal ini mengingat letak Kadipaten yang

membelah jalur pantai utara jawa sehingga mudah dilalui oleh berbagai

kendaraan umum. Secara geografis kecamatan Kadipaten terletak di bagian

utara kabupaten Majalengka, yaitu berada pada10807 sebelah barat Bujur

Timur,10812 sebelah timur BT dan 645 sebelah Utara LS 652

sebelah selatan LS, dengan batas-batas wilayah:

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Panyingkiran

Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Sumedang

Sebelah Utara, berbatasan dengan Kecamatan Kertajati

Sebelah Timur, berbatasan dengan Kecamatan Dawuan.


54

4.1 Gambar
Peta Kecamatan Kadipaten

:Tempat berdirinya PT. Sinja

Sumber: Diolah Data Kantor Kecamatan Kadipeten. (2005: Tanpa


Halaman). Peta Wilayah Kecamatan Kadipaten Tahun 2005. Majalengka:
Kantor Kecamatan Kadipaten.
55

Luas wilayah Kecamatan Kadipaten adalah 21,86 km yang berarti

Kecamatan Kadipaten hanya sekitar 1,82% dari luas wilayah Kabupaten

Majalengka (yaitu 1.204,22 km) dengan ketinggian tempat rata-rata 51 m

diatas permukaan laut. Dan topografi Kecamatan Kadipaten merupakan daerah

dataran dengan suhu udara rata-rata 28C-34C. Kecamatan kadipaten terbagi

menjadi 7 desa,diantaranya adalah Desa Liangjulang, Desa Heuleut, Desa

Cipaku, Desa Kadipaten, Desa Babakan Anyar, Desa Karangsambung, dan

Desa Pagandon.

Melihat kondisi geografis di atas Kabupaten Majalengka khususnya

Kecamatan Kadipaten berhawa cukup panas hal ini menyebabkan sedikit sekali

dijumpai hutan dan berbagai tanaman sayur dan buah-buahan. Ada sayuran Desa

yang menarik perhatian penulis yaitu desa Liangjulang. Disanalah terdapat

Industri Bola PT. Sinja yang letaknya tidak jauh dari jalan raya sehingga

mempermudah akses transportasi karyawan serta mempermudah keluar masuknya

barang dari pabrik. Jadi, walaupun Kabupaten Majalengka tidak memiliki bahan

baku pembuatan industri bola, hal tidak menyurutkan seorang untuk melakukan

sebuah usaha inovatif yang bisa menyerap banyak tenaga kerja. PT. Sinja sebagai

usaha padat karya berhasil melakukan pendayagunaan terhadap potensi sumber

daya manusianya untuk kemudian diberikan keterampilan dalam mengejakan bola

jahit ini.

Lokasi PT. Sinja yang berada di daerah pedesaan yang jauh dari kota

pelabuhan ataupun bandar udara membuat perusahaan ini menjadi sentra

perekonomian sebagian besar masyarakat Kadipaten. Mengingat di Kadipaten


56

sendiri tidak terdapat usaha yang sebesar PT. Sinja, namun di Majalengka secara

umumnya terdapat beberapa industri besar seperti pabrik kecap, pabrik gula, dan

beberapa UKM lainnya. Unit kegiatan usaha yang berkembang seperti percetakan,

sablon dan indutri makanan seperti keripik, opak dan raginang. Di Kadipaten

sendiri banyak terdapat UKM yang begerak dalam industri makanan, misalnya

saja Desa Heuleut yang banyak terdapat industri keripik pisang dan Desa

Kadipaten yang terdapat industri opak dan raginang yang di produksi oleh rumah-

rumah disana. Beberapa desa ini menimbulkan satu sinergi tersendiri dalam

kemajuan ekonomi Kecamatan Kadipaten.

4.1.2 Keadaan Penduduk

Keadaan demografis merupakan salah satu faktor yang cukup penting

dalam perkembangan suatu wilayah selain kondisi geografis. Penduduk dalam

jumlah yang besar dapat menjadi sumber penggerak pembangunan, namun dapat

pula menjadi masalah dalam hal penyediaan lapangan pekerjaan. Banyaknya

penduduk Kecamatan Kadipaten menjadi salah satu pendukung berkembangnya

industri bola, karena banyak dari mereka yang terlibat dalam usaha tersebut, baik

sebagai pekerja tetap maupun pekerja borongan (pengrajin) bola. Adapun

perkembangan jumlah penduduk Kecamatan Kadipaten sebagai berikut:


57

Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Kadipaten Tahun 1994-2006
Penduduk Jumlah
Tahun
Laki-laki Perempuan Jiwa
1994 19.603 20.055 39.658
1995 19.587 20.066 39.653
1996 20.133 20.794 40.927
1997 20.315 21.041 41.356
1998 20.351 21.054 41.407
1999 20.373 21.078 41.451
2000 - - -
2001 20.825 20.998 41.823
2002 20.787 21.312 42.099
2003 21.231 21.581 42.812
2004 21.165 21.916 43.081
2005 20.729 21.001 41.730
2006 20.903 20.177 42.080
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Majalengka. Kabupaten Majalengka
dalam Angka. Majalengka: Kantor Statistik Kabupaten Majalengka.
Keterangan: - tidak ada data.

Berdasarkan data penduduk pada tabel di atas, dapat diketahui bahwa

jumlah penduduk di Kecamatan Kadipaten mengalami kenaikan pada tahun 1994

sampai tahun 2003. Peningkatan tersebut diakibatkan angka kelahiran yang tinggi

dan migrasi penduduk ke Kecamatan Kadipaten sejalan dengan pesatnya

Kadipaten sebagai sentra perekonomian Majalengka. Menurut Soerjono Soekanto

(1990:172), pertambahan penduduk di perkotaan salah satunya disebabkan oleh

mengalirnya penduduk dari desa atau kota lain yang tertarik untuk mengadu nasib

di suatu daerah yang berdaya tarik tersebut secara umum disebabkan: (1) Suatu

daerah merupakan pusat pemerintahan (2) Daerah tersebut strategis untuk

melakukan usaha-usaha perdagangan dan (3) Timbulnya suatu daerah strategis.

Pada tahun 1998 dimana pada masa ini industri bola mengalami masa

kemajuan yang pesat karena produksinya bisa menembus pasar internasional


58

sehingga dipergunakan secara resmi pada peristiwa olahraga seperti pertandingan

sepak bola Piala Dunia. Hal ini menarik perhatian banyak pihak terutama

masyarakat yang berada diluar kecamatan Kadipaten seperti Kecamatan

panyingkiran dan Dawuan yang ingin bekerja disana. Pada tahun 2004 terjadi

kenaikan jumlah penduduk yang cukup signifikan di Kecamatan Kadipaten

dengan laju pertumbuhan mencapai 1,57% dari tahun sebelumnya, yang salah

satunya disebabkan oleh mulai berkembangnya industri bola PT. Sinja. Serta

dikarenakan pada waktu itu Kecamatan Kadipaten ditetapkan oleh Bupati Dra.

Hj.Tutty Hayati Anwar M.Si sebagai sentra perekonomian dengan mengandalkan

pasar Kadipaten sebagai pasar Induk bagi seluruh kegiatan perekonomian

masyarakat kabupaten Majalengka.

Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Majalengka tahun 1994-2006,

sebagian besar termasuk ke dalam angkatan kerja produktif yaitu 61% dan

sebagian kecil adalah penduduk tidak produktif seperti anak-anak dan lanjut usia

(lansia). Pada tahun 2005-2006 terjadi pengurangan jumlah penduduk

Perbandingan jumlah penduduk wanita dan laki-laki tidak jauh berbeda, namun

secara kuantitatif jumlah penduduk wanita lebih banyak dibandingkan laki-laki.

Penurunan jumlah penduduk ini bisa disebabkan oleh semakin pahamnya

masyarakat tentang pentingnya mengikuti program KB, walaupun pada tahun

selanjutnya jumlah penduduk di Kecamatan Kadipaten meningkat lagi.

Di lain pihak, tingginya jumlah penduduk menjadi masalah tersendiri bagi

pemerintah dalam hal penyediaan lahan pemukiman, lembaga pendidikan,

kesehatan, dan lapangan kerja di Kecamatan Kadipaten. Masyarakat di Kecamatan


59

Kadipaten merupakan sumber daya manusia yang harus dioptimalkan untuk

perkembangan daerahnya. Masalah lapangan kerja inilah yang menjadi salah satu

faktor dikembangkannya industri bola oleh bapak Irwan sebagai usaha padat

karya dan diharapkan mampu menyerap tenaga kerja yang berada di Kecamatan

Kadipaten dan sekitarnya.

Perkembangan suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh jumlah penduduk

dan mata pencaharian yang ada tetapi juga oleh bidang pendidikan yang ada.

Tingkat pendidikan suatu daerah sangat berpengaruh terhadap perkembangan

daerah tersebut. Hal ini disebabkan karena pembangunan di suatu daerah banyak

ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Kualitas sumber daya manusia

tidak terlepas dari tingkat pendidikan yang dimiliki. Dengan pendidikan manusia

mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia agar lebih

mengetahui dan mendalami segala aspek kehidupan sehingga akan menunjang

pembangunan (Soekanto, 2005: 10).

Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Kadipaten tidak terlepas dari

gambaran umum pendidikan di tingkat Kabupaten Majalengka. Keadaan

pendidikan di Kabupaten Majalengka antara lain tercermin dari keberadaan

berbagai jenis dan tingkatan sekolah. Jumlah sekolah dan murid menurut tingkat

pendidikan di Kabupaten Majalengka dari tahun 1994-2006 dapat dilihat pada

tabel berikut ini.


60

Tabel 4.2
Perkembangan Jumlah Sekolah dan Murid di Kabupaten Majalengka
Tahun 1994-2006 yang Berada di bawah Pengawasan P&K
Tahun Tingkat SD Tingkat SMP Tingkat SMA
Unit Jumlah Unit Jumlah Unit Jumlah
Sekolah Murid Sekolah Murid Sekolah Murid
1994 822 26.238 46 26.911 18 8.242
1995 843 134.534 49 30.174 15 8.446
1996 845 125.735 50 33.093 15 8.602
1997 849 128.193 54 32.985 19 11.808
1998 850 129.427 55 33.939 17 10.448
1999 850 129.511 55 33.942 17 10.445
2000 - - - - - -
2001 840 1.23.741 63 32.083 18 10.311
2002 841 1.28.050 62 32.687 17 11.118
2003 820 1.28.021 65 32.205 19 11.054
2004 818 1.27.181 67 31.465 20 10.948
2005 824 1.27.817 69 37.122 20 11.414
2006 830 1.27.997 69 37.136 20 12.308
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Majalengka. (1994-2006). Kabupaten
Majalengka dalam Angka. Majalengka: Kantor Statistik Kabupaten
Majalengka.
Keterangan: - Tidak ada data.

Pada tabel di atas, data mengenai jumlah sekolah dan murid yang ada di

Kabupaten Majalengka dari tahun 1994-2006 tidak ditulis secara lengkap setiap

tahun, karena keterbatasan sumber. Hal ini disebabkan data pendidikan tidak

dicatat secara konsisten setiap tahun oleh Kantor Statistik Kabupaten Majalengka

pada buku Kabupaten Majalengka dalam Angka.

Tabel 4.2 tersebut menunjukkan bahwa dari tahun 1994 sampai dengan

tahun 2006, jumlah murid pada sekolah-sekolah di Kabupaten Majalengka

jumlahnya naik turun. Pada tahun 1994 ke tahun 1995 terjadi peningkatan jumlah

unit sekolah baik itu SD, SMP dan SMA kenaikan jumlah unit sekolah di semua

satuan pendidikan ini diperkuat dengan semakin banyaknya para orang tua yang

menyekolahkan anaknya ke pendidikan formal tersebut, kenaikan terus terjadi


61

sampai tahun 1999 untuk satuan pendidikan SD. Pada tahun 1997, jumlah sekolah

dan murid di tingkat SD, SMP, dan SMA mengalami kenaikan yang cukup

signifikan dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 1998 dimana SD dan

SMP yang mengalami kenaikan akan tetapi dalam tingkat satuan SMA yang

jumlah sekolah dan muridnya menurun. Pada tahun 2003 mengalami penurunan

jumlah SD dengan jumlah muridnyapun menurun dari tahun sebelumnya. Pada

tahun yang masih sama SMP mengalami penurunan yang secara otomatis hal ini

juga berpengaruh terhadap menurunnya jumlah siswa di Kabupaten Majalengka

itu sendiri. Jumlah unit SD dari tahun 2003 ke tahun 2004 mengalami penurunan

begitu juga dengan jumlah muridnya, lain halnya dengan unit bangunan SMP dan

SMA yang mengalami kenaikan yang secara otomatis berpengaruh juga terhadap

banyaknya murid yang masuk ke sekolah tersebut. Selanjutnya, dari tahun 2004-

2006 jumlah sekolah SD dan SMP mengalami kenaikan begitupun dengan jumlah

muridnya. Lain halnya dengan jumlah sekolah SMA yang tidak mengalami

perubahan, tetapi jumlah murid terus meningkat. Kondisi tingkat pendidikan di

Kecamatan Kadipaten tidak jauh berbeda dengan perkembangan tingkat

pendidikan di Kabupaten Majalengka. Jumlah sekolah dan murid di Kecamatan

Jatiluhur dari tahun 1994-2006 juga mengalami pasang surut. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel berikut ini.


62

Tabel 4.3
Perkembangan Jumlah Sekolah dan Murid di Kecamatan Kadipaten
Tahun 1994-2006 yang Berada di bawah Pengawasan P&K
Tahun Tingkat SD Tingkat SMP Tingkat SMA
Unit Jumlah Unit Jumlah Unit Jumlah
Sekolah Murid Sekolah Murid Sekolah Murid
1994 50 8.815 3 2.203 2 1.147
1995 51 8.433 3 2.455 3 1.305
1996 32 5.069 2 1.718 3 1.778
1997 34 4.995 2 1.628 4 1.832
1998 34 4.816 2 1.456 2 1.332
1999 34 4.768 2 1.456 2 1.460
2000 - - - - - -
2001 33 4.714 2 1.325 3 2.031
2002 33 4.781 2 1.386 3 1.414
2003 31 4.819 2 1.331 3 1.341
2004 31 4.874 3 1.512 2 1.408
2005 31 4.799 3 1.512 2 1.408
2006 31 4.815 3 1.540 2 1.415
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Majalengka. (1994-2006). Kabupaten
Majalengka dalam Angka. Majalengka: Kantor Statistik Kabupaten
Majalengka.
Keterangan: - Tidak ada data.

Pada tabel 4.3 terlihat bahwa jumlah sekolah dan murid SD dan SMA

pada tahun 1994 sampai tahun 1995 terdapat kenaikan, Sedangkan unit sekolah

untuk SMP tidak ada kenaikan, hanya saja pada jumlah murid mengalami

kenaikan. Dari tahun 1995 ke tahun 1996 mengalami penurunan dalam semua

unit sekolah ataupun jumlah siswa, menurut pihak BPS hal ini diakibatkan oleh

adanya pemekaran wilayah Kecamatan Kadipaten, dimana sebagian wilayah

Kecamatan Kadipaten ini ada yang masuk ke Kecamatan lainnya. Dari tahun 1997

sampai tahun 1999 jumlah unit sekolah SD dan SMP tidak mengalami kenaikan

akan tetapi dalam hal jumlah siswa mengalami kenaikan dan penurunan terutama

jumlah siswa SMP. Pada tahun yang sama yaitu tahun 1997-1999 jumlah SMA

mengalami kenaikan akan tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan
63

jumlah siswa, pada rentang waktu itu jumlah siwa SMA menjadi semakin

berkurang. Pada tahun 2001 dan 2002 terjadi penurunan unit sekolah SD dari

tahun-tahun sebelumnya, penurunan jumlah unit sekolah SD inipun diikuti dengan

menurunnya jumlah siswa yang ada. Sedangkan untuk unit sekolah SMP dan

SMA jumlah unit sekolah relatif tetap dengan tahun-tahun sebelumnya, hanya saja

untuk SMP jumlah siswa mengalami kenaikan pada tahun 2002. Sedangkan untuk

SMA jumlah siswanya mengalami penurunan yaitu pada tahun 2001 sebanyak

2.031 siswa sedangkan pada tahun 2002 jumlah siswa sebanyak 1.414 siswa.

Jumlah unit SD pada tahun 2003 sampai 2006 tetap hanya saja terjadi

kenaikan jumlah siswa dari tahun-tahun sebelumnya, penurun jumlah siswa SD

terjadi pada tahun 2005 sebanyak 4.799 yang pada tahun 2004 jumlahnya

sebanyak 4.874 sedangkan kenaikan jumlah siswa SD di Kecamatan Kadipaten

terjadi lagi pada tahun 2006 sebanyak 4.815 siswa. Lain halnya dengan jumlah

unit SMP dan SMA walaupun jumlahnya tetap akan tetapi mengalami kenaikan

jumlah siswa yang cukup signifikan.

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, dapat diketahui bahwa pada kurun waktu

1994-2006 sebagian besar masyarakat Kabupaten Majalengka termasuk

Kecamatan Kadipaten sudah mampu mengenyam pendidikan minimal sampai

jenjang pendidikan sekolah dasar (SD). Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya

lembaga pendidikan yang didirikan pemerintah terutama sekolah-sekolah untuk

tingkat pendidikan dasar. Namun, kesadaran masyarakat akan pentingnya

pendidikan masih kurang, hal ini terlihat dari masih sedikitnya jumlah lembaga

pendidikan untuk tingkat SMP atau SMA, dimana jumlah yang ada berbeda jauh
64

dengan jumlah SD. Penurunan jumlah SMP maupun SMA, dikarenakan jumlah

murid yang melanjutkan dari tingkat SD berjumlah sedikit sehingga pemerintah

mengambil tindakan untuk melakukan merger sebagai upaya efesiensi biaya

operasional sekolah.

Penjelasan tabel di atas pun secara umum menyatakan bahwa tingkat

pendidikan masyarakat di Kecamatan Kadipaten sebagian besar hanya lulusan SD.

Padahal pada tahun 1994-2006 sudah digalakan wajib belajar sembilan tahun

sampai dengan SMP. Kurangnya kesadaran akan pendidikan di masyarakat ini

dipengaruhi oleh faktor tingkat kesejahteraan keluarga yang masih rendah. Para

orang tua hanya mampu menyekolahkan anak-anak mereka sampai SD atau SMP.

Hanya sedikit dari mereka yang mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang

lebih tinggi. Selain itu, bagi sebagian masyarakat setempat dengan hanya dapat

membaca dan menghitung dirasakan sudah cukup untuk bekal mendapatkan

pekerjaan atau membantu orang tuanya meringankan beban ekonomi keluarga.

Jenjang pendidikan yang ditempuh oleh mayoritas penduduk Kabupaten

Majalengka, termasuk Kecamatan Kadipaten sangat mempengaruhi kesempatan

kerja yang akan dimasuki mereka. Mengingat jenjang pendidikan yang banyak

ditempuh oleh masyarakat adalah sebatas SD-SMP, maka kesempatan kerja pun

terbatas pada pekerjaan yang tidak memerlukan kualifikasi tingkat pendidikan

yang khusus. Salah satu pekerjaan yang tidak memerlukan kualifikasi pendidikan

khusus adalah sebagai pengrajin (penjahit) bola. Hal penting yang diperlukan

dalam industri bola adalah keterampilan dan keuletan untuk memproduksi bola

yang dapat diperoleh melalui proses pendidikan nonformal. Tingkat pendidikan


65

Kecamatan Kadipaten pada tahun 1994-2006 adalah tamatan SD dan SMP.

Seperti biasanya lulusan sekolah menengah kebawah rata-rata digaji dengan

murah, hal ini pula yang coba di manfaatkan oleh Irwan sebagai pengusaha untuk

memberdayakan orang-orang yang memiliki pendidikan rendah. Melalui pelatihan

dan bimbingan yang PT. Sinja berikan pada masyarakat, tentunya dapat

berdampak positif terutama bagi kehidupan perekonomian dan sosialnya.

Sebagian besar masyarakat di pedesaan menggapan bahwa jika seorang anak

sudah lulus sekolah maka ia harus bekerja. Memang, kebanyakan dari mereka

adalah orang-orang yang berpendidikan rendah dan dengan sikap kewirausahaan

inilah yaitu bersikap kreatif dan inovatif, Irwan mencoba menjadi seorang pioner

bola.

4.1.3 Mata Pencaharian

Sektor pertanian merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga

kerja. Disamping sektor pertanian, sektor industri pun telah menjadi sangat

penting kedudukannya sebagai penyerap tenaga kerja. Namun sektor lainnya pun

tidak kecil perannya sebagai penyerap tenaga kerja. Di bawah ini merupakan tabel

jumlah penduduk dengan variasi matapencahariannya yang ada di Kecamatan

Kadipaten.
66

Tabel 4.4
Presentase Mata Pencaharian Kecamatan Kadipaten Tahun 1994-2006
Tahun
Mata Pencaharian
1994 1998 2002 2004 2006
Lapangan Pertanian 65,70% 65,59% 65,46% 64,39% 64,18%
Lapangan Industri dan
16,40% 20,96% 20,97% 20,15% 20,20%
Perdagangan
Pegawai Negeri 3,55% 3,56% 3,56% 4,51% 4,72%
Lapangan lainnya 14,35% 9,89% 10,01% 10,95% 10,90%
Sumber: Diolah dari Data BPS Kabupaten Majalengka. (1994, 1998, 2002, 2004
dan 2006). Kabupaten Majalengka dalam Angka. Majalengka: Kantor
Statistik Kabupaten Majalengka.

Berdasarkan data di atas, presentase masyarakat Kadipaten adalah mereka

yang bekerja di lapangan pertanian. Lapangan industri dan perdagangan

merupakan matapencaharian kedua terbanyak yang di pilih oleh masyarakat di

Kecamatan Kadipaten, dari tahun ke tahun industri semakin berkembang sesuai

dengan tuntutan zaman baik itu industri rumahan yang masih menggunakan

tenaga manusia ataupun industri besar. Salah satu matapencaharian dalam bidang

lapangan industri yaitu dengan berdirinya Industri Bola PT. Sinja yang menyerap

banyak tenaga kerja yang berada di wilayah Kecamatan Kadipaten. Selama

perkembangannya tahun 1994-2006 PT. Sinja memiliki kurang lebih 2.500

pekerja yang tersebar di beberapa daerah di Majalengka terutama di lingkungan

tempat berdirinya yaitu di Desa Liangjulang Kecamatan Kadipaten.

Sebagian besar matapencaharian masyarakat di Kecamatan Kadipaten

adalah bertani tapi seiring dengan perkembangan zaman, lahan pertanian mulai

mengalami penurunan. Penurunan dari tahun 1994-2006 hanya sekitar 1-2 % hal

ini membuktikan bahwa walaupun sedikit akan tetapi masyarakat di Kecamatan

Kadipaten mulai memiliki berbagai matapencaharian yang lain seperti berdagang

dan lapangan industri. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Kadipaten bersifat
67

dinamis, sifat dinamis ini terlihat dari naik turunnya berbagai lapangan pekerjaan

yang dipilih oleh masyarakat.

Kenaikan jumlah matapencaharian yang tadinya Agraris kemudian

berpindah ke Perdagangan dan Industri tidak terlepas dari peran pemerintah dalam

mengeluarkan kebijakannya. Lahan Industri dan Perdagangan di setiap tahunnya

semakin meningkat presentasenya hal ini bisa dilihat dari tabel di atas, mulai dari

tahun 1994-2006 kenaikan terjadi sangat signifikan sekitar 4 %. Kenaikan

perdagangan dan industri ini lebih dikarenakan adanya Pasar Kadipaten sebagai

sentra perekonomian Kabupaten Majalengka, selain itu di Kadipaten juga terdapat

beberapa UKM (Usaha Kecil Menengah) terutama industri kecil yang

memproduksi makanan ringan. Sedangkan, industri lain sebesar industri bola PT.

Sinja tidak ada.

Lapangan industri dan perdagangan adalah matapencaharian yang paling

diminati oleh masyarakat di Kecamatan Kadipaten hal ini bisa terlihat dari

jumlahnya yang terus meningkat. Mereka yang bekerja sebagai Pegawai Negeri

Sipil tetap diminati, hal ini terbukti dari makin banyaknya masyarakat yang

berprofesi sebagai Pegawai Negeri baik itu Guru, TNI/Polri ataupun pejabat

pemerintah lainya seperti Pemda dan Pamong Praja. Banyaknya masyarakat yang

memilih untuk menjadi Pegawai Negeri menandakan bahwa ada kausalitas dalam

hal pendidikan dan matapencaharian. Sebab orang yang bekerja sebagai pegawai

negeri adalah mereka yang rata-rata berpendidikan menengah ke atas. Sedangkan

jenis matapencaharian lainnya adalah mereka yang bekerja di sektor usaha non-

formal, mereka adalah pekerja galian, supir, tukang ojek, dan pekerjaan jasa
68

lainnya. Lapangan pekerjaan ini pada tahun 1994 hanya 14,35% dan mengalami

penurunan pada tahun 1998 sebanyak 5 %. Pada tahun-tahun berikutnya pun

mengalami penurunan, penurun jumlah matapencaharian ini terutama pada tahun

2002. Pada tahun 2002 memang terjadi penurunan dalam jumlah matapencaharian

ini, mengingat pada saat itu sebagian besar masyarakat lebih tertarik pada

matapencaharian perdagangan dan industri. Pada tahun 2002 sampai tahun 2006

lapangan lainnya ini mengalami kenaikan sekitar 2%. Pada tahun ini

memperlihatkan adanya dinamika tersendiri dalam matapencaharian penduduk di

Kecamatan Kadipaten.

4.2 Perkembangan Industri Bola PT. Sinja tahun 1994-2006

4.2 1 Perkembangan Awal Industri Bola PT. Sinja

PT Sinja didirikan oleh H. Moh. Irwan Suryanto pada tahun 1994.

Sebelum mendirikan perusahaan tersebut ia merupakan salah satu tokoh di bidang

olahraga tennis dan sempat menjadi pemimpin Pelti Majalengka sampai delapan

kali berturut-turut. Cabang olahraga tenis tersebut, membuat namanya cukup

terkenal di Majalengka. Melalui tenis pula ia banyak berkenalan dengan para

pejabat baik lokal maupun nasional, salah satunya adalah Moerdiono yang saat itu

menjabat sebagai PB Pelti. Pak Moerdiono kemudian memperkenalkan Irwan

kepada salah satu menejer perusahaan Korea yang sedang memasarkan raket tenis.

Irwan pun banyak menjalin hubungan bisnis dengan perusahaan Korea tersebut,

lebih lanjut berkenalan dan terjalin sebuah hubungan baik dalam bentuk

kerjasama yang dinyatakan dalam sebuah kerjasama untuk mendirikan indstri


69

bola. Setelah dipertimbangan, saran tersebut selanjutnya dilaksanakan dengan

membangun industri bola di Majalengka. Industri bola yang didirikan oleh Irwan

pada awalnya berupa industri rumah tangga. Industri rumah tangga tersebut

dioperasikan ketika masa menunggu panen, karena mayoritas masyarakat

Majalengka adalah petani. Pada saat menunggu panen biasanya para petani

menjadi pengangguran musiman, maka dari itulah Irwan berusaha mengubah hal

tersebut.

Usaha ke arah industri dirintis pada tahun 1994 dengan modal 350 juta dan

karyawan sejumlah 20 orang dia mulai menjalankan usaha pembuatan bola dan

bekerja sama dengan perusahaan Korea Selatan. Bapak H.M Irwan Suryanto

mulai mendirikan sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang industri

kerajinan bola tanggal 10 November 1994 yang dikeluarkan oleh Bupati Kepala

Daerah Tingkat II Majalengka. Adapun lokasi perusahaan tersebut terletak di

Desa Liang julang Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka, perusahaan

tersebut diberi nama Sinja Raga Santika Sport. Pada saat itu baru memproduksi

2.000 bola, dengan merek Action. Industri bola tersebut terus mengalami

peningkatan, kemudian pada tahun 1995 memproduksi 5.000 bola, pada tahun

1996 memproduksi 10.000 bola dan seterusnya mengalami peningkatan produksi.

Pada saat itu desain dan merek masih disesuaikan dengan pemesan. Ordernya

datang dari Uni Emirat arab dengan merek Alhasad dan Amerika Serikat

Spalding dan sejak saat itu berhasil melakukan usaha mandiri dengan cara tidak

tergantung lagi dengan perusahaan asal Korea.


70

Pada tahun 1997 Sinja Santika Sport dirubah menjadi suatu perseroan

terbatas yang bernama PT Sinja Raga Santika Sport sesuai dengan akta No. 9

Tanggal 9 Oktober 1997. Sasaran utama produk bola PT. Sinja adalah 90 %

ekspor dan dan sisanya pasaran dalam negeri. Adapun negara yang menjadi tujuan

ekspor yaitu Dubai, Jeddah, Jordan, Kuwait, Korea, Jepang, Amerika, Singapura,

Eropa, Malaysia dan Kanada, sedangkan penjualan lokal sebesar 10 % tersebut

disalurkan pada distributor peralatan olahraga dikota-kota besar di Indonesia.

PT. Sinja berupaya memperoleh beberapa standar mutu yakni standar

mutu nasional dan internasional. Terbukti produknya berhasil mendapatkan CE

Mark sebuah lembaga uji kepuasan konsumen, setelah lolos uji dari Merchandise

Testing Lab. (HK) dan Instituto Italiano Sicurezza Dei Giocattoli sebagai

persyaratan untuk bisa dipakai dalam Piala Dunia 1998 di Prancis. Selain itu juga

sudah diterima di kalangan dunia sepak bola di AS, Uni Emirat Arab, Jepang, dan

Korea. Hal yang membanggakan tentunya, bila pada awal kemunculannya saja

produk ini sudah banyak diperhitungkan oleh beberapa nagara maju di dunia

(Diolah dari Profil Perusahaan Halaman 1-2 tahun 2009).

4.2.2 Peran H.M Irwan Suryanto dalam meningkatkan Industri Bola PT.

Sinja pada tahun 1994-2006

Berbicara tentang PT. Sinja sebagai satu industri yang besar, tentunya

tidak terlepas dari peranan H.M Irwan Suryanto. Beliau sebagai pemilik usaha

sekaligus pelaksana dan pengatur kegiatan industri bola memegang kekuasaan

penuh. PT. Sinja yang sekarang berkembang dan menjadi produk bola
71

kebanggaan Indonesia merupakan hasil dari ke uletan dan kegigihannya dalam

berusaha. Sebagai perusahaan mandiri H.M Irwan menyadari betul akan beberapa

hal yang harus diperhatikan untuk memajukan usahanya, seperti:

4.2.2.1 Manajemen perusahaan

Disadari atau tidak keberhasilan suatu perusahaan terletak dari kecakapan

seorang pengusaha dalam melakukan menejerial yang baik terhadap perusahaan

yang ia pimpin. Untuk mencapai tujuan, perusahaan memerlukan manajemen

yang baik guna mengatur operasinya. Jadi, menajemen adalah suatu rangkaian

kegiatan (proses) untuk mengkoordinasikan dan mengintegrasikan sumber-

sumber, melalui orang-orang dengan menggunakan teknik dan struktur organisasi

guna mencapai tujuan organisasi. Perusahaan selalu dihadapkan pada keterbatasan

sumber-sumber untuk diolah,oleh karena itu perusahaan sangat membutuhkan

manajemen. Sebagai suatu rangkaian kegiatan, fungsi manajemen diterapkan

secara berurutan dan terus-menerus sepanjang kehidupan perusahaan oleh para

pengambil keputusan, yaitu menejer.

Manajemen perusahaan terdiri dari beberapa macam fungsi

(Sudarsono, 1992: 32-33), yaitu:

1. Perencanaan (Planning) , yaitu menentukan tujuan dan cara pencapaian

tujuan tersebut pada berbagai tingkatan dalam organisasi dan untuk

jangka waktu yang panjang ataupun dalam waktu yang pendek.

2. Pengorganisasian (Organizing), yaitu bagian dari proses manajemen yang

berarti membagi pekerjaan di antara para individu dan kelompok, dan

kemudian mengkoordinasikan aktivitas mereka. Sebuah perusahaan


72

dikatakan terorganisasi dengan baik apabila setiap orang dalam

perusahaan tersebut mengetahui jelas apa yang harus ia laksanakan, dan

apabila setiap bagian dalam perusahaan tersebut dapat saling menunjang

dalam mencapai tujuan.

3. Memimpin (Leading), yaitu Seorang manajer yang baik bukan hanya

merencanakan dan mengorganisasi bawahan sehingga mereka mengetahui

tugas yang harus dilakukan, akan tetapi mereka juga harus dapat

memimpin bawahan agar bersedia bekerja sebaik-baiknya. Dengan

demikian, memimpin berarti mengusahakan agar orang-orang mau

bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi.

4. Pengawasan (Controling), yaitu memeriksa atau mengontrol apakah

organisasi mengarah pada tujuan dan mengambil tindakan perbaikan jika

terjadi penyimpangan dari tujuan.

Perusahaan yang mulai berdiri tahun 1994 ini, sudah memiliki struktur

menejerial yang terorganisir sesuai dengan fungsinya masing-masing. Hal ini

menunjukan bahwa menejemen perusahaan yang diambil PT. Sinja adalah

manajemen sistematis, yang menunjukan bahwa segala sesuatu diatur secara

sistematis, yaitu secara tertib, rapi dan teratur (Kertowardojo,1986: 58). Hal ini

dimaksudkan untuk menghindarkan hal-hal yang tidak dikehendaki. Dengan kata

lain, sebelum usaha berjalan segala sesuatu telah diperhitungkan sematang-

matangnya, dengan demikian segala kegiatan pelaksanaan pekerjaan dimulai

sampai tujuan yang diinginkan menjadi kenyataan dan semuanya berjalan lancar

tanpa hambatan.
73

PT. Sinja memilih orang-orang profesional dalam hal pengaturan sistem

kerja perusahaannya, hal ini terbukti bahwa manajemen tradisional tidak dipakai.

Untuk masalah keuangan PT. Sinja sudah memiliki tim audit khusus yang berasal

dari Amerika Serikat serta beberapa staf (konsultan) ahli dalam hal marketing dan

keuangan. Dibawah ini terdapat struktur organisasi kepemimpinan PT. Sinja:

Bagan 4.1
Struktur Organisasi
PT. Sinjaraga Santika Sport

Sumber: Profil Perusahaan Halaman 7, Tahun 2009


74

Struktur organisasi di atas adalah struktur kepemimpinan yang ada di PT.

Sinja, dapat dilihat pada bagan di atas bahwa komisaris utama yang menjadi

pimpinan tertinggi dalam perusahaan, di bawahnya ada komisaris, direktur utama,

menejer umum yang di membawahi beberapa divisi/ kepala bagian, seperti: divisi

produksi, divisi pemasaran, divisi pengujian, divisi penelitian dan pengembangan,

divisi SDM, divisi pembelian dan divisi keuangan. Dalam melakukan tugasnya

masing-masing ada dalam pengawasan pimpinan, misalnya saja bila terjadi

kesalahan dalam hal produksi maka divisi / kepala bagian produksi bertanggung

jawab kepada menejer umum yang kemudian ia mempertanggung jawabkannya

kepada direktur utama. Dalam bagan tersebut disebutkan adanya komisaris utama

yang menjadi pemegangnya adalah Bapak H.M Irwan Suryanto, sekaligus pemilik

perusahaan. Posisi direktur dan komisaris utama di pegang oleh beberapa

keluarganya. Misalnya saja posisi komisaris dan direktur utama di pegang oleh

anaknya, sedangkan untuk jabatan menejer umum adalah orang lain.

Dalam organisasi perusahaan, manusia merupakan faktor penentu

keberhasilan organisasi tersebut. Berdasarkan bagan di atas posisi pekerjaan yang

paling dinamis adalah karyawan dan pengrajin, hal ini dikarenakan pada bagian

itu mudah sekali melakukan mobilitas sosial. Sebagai contoh Farid merupakan

karyawan kotrak pada tahun 2007 dan sekarang ia telah menjadi karywana tetap

hal ini diakibatkan oleh adanya sikap dari perusahaan yang melihat adanya

motivasi dan kemampuan Farid. Selama kurun waktu dua tahun ia rajin mengikuti

pelatihan, tekun dan pekerja keras, karena pada awalnya ia hanya bekerja dalam
75

hal pencucian bola dan menjahit bola yang bersifat borongan kini ia menjadi

karyawan tetap. Beralihnya status dari karyawan kontrak menjadi karyawan tetap,

maka secara otomatis penghasilan yang didapatkannya pun semakin bertambah.

Adanya kenaikan status pekerja menimbulkan dinamika tersendiri di lingkungan

perusahaan. Setiap pekerja dan pengrajin bisa melakukan kenaikan status

pekerjaan dan hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya jumlah gaji yang

mereka terima.

Di posisi ini pun masih memungkinkan diisi oleh siapa saja, seorang ibu

rumah tangga pun biasanya sering meminta ke PT. Sinja untuk diberikan beberapa

bola yang akan dijahit. Seorang yang tamatan SMP atau SMA pun sering menjadi

buruh kontrak dan bisa keluar kapan saja seraya menunggu panggilan kerja yang

lebih baik untuk menjadi karywan tetap di Jakarta ataupun di kota-kota Industri

seperti Cikarang, Bekasi dan Tangerang. Sebagian karyawan merasa cukup

senang bekerja di PT.Sinja selain gajinya cukup, sebagian pekerja yang rumahnya

dekat dengan lokasi pabrik merasa tidak perlu jauh-jauh bekerja di kota yang

walaupun gajinya besar tapi tetap saja harus bayar uang kontrakan, jauh dari

keluarga serta biaya hidup seperti makan dan kesehatan juga relatif lebih mahal

(diolah dari wawancara bersama Dadan pada bulan April 2009).

Para pegawai tetap tentunya mersa sangat senang dan puas dengan fasilitas

yang ada, setelah menjadi pegawai mereka ditempatkan pada jabatan yang paling

sesuai, dilatih, dinilai hasil kerjanya, dan diberi gaji sesuai dengan kesepakatan.

Apabila seseorang memulai usaha bisnis sebagai pemilik, maka ia akan

memimpin langsung beberapa karyawan yang jumlanya sedikit. Pemilik


76

perusahaan mempunyai hubungan yang dekat dengan karyawan, dan mengetahui

kemampuan, kebutuhan, persoalan dan ambisi mereka. Tetapi bila perusahaan

sudah tumbuh menjadi perusahaan besar, pimpinan tertinggi perusahaan hanya

mengenal sebagian kecil karyawan perusaan tersebut. Sehingga seorang pimpinan

tidak mampu mengurus hal detail hubungan perusahaan dengan karyawan.

Berbicara tentang karyawan (Michael J. Jucius dalam Sudarsono,

1992:136) mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai bagian dari

manajemen yang berkaitan dengan perencanaan, pengorganisasian , pengarahan

dan pengawasan terhadap fungsi, mencari, mendapatkan, mengembangkan,

memelihara dan menggunakan suatu angkatan kerja dengan sebaik-baiknya

sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat berjalan dengan lancar. Dari uraian di

tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia, mempunyai

fungsi sebagai berikut:

1. Mencari dan mendapatkan sumber daya manusia (personnel procurement).

2. Mengembangkan sumber daya manusia (personnel development)

3. Memelihara sumber daya manusia (personnel maintenance)

4. Menggunakan sumber daya manusia (personnel ultilization)

Bapak H.M Irwan dalam kegiatan usahanya mencoba melakukan

manajemen yang baik terhadap karyawannya ini terbukti dengan adanya divisi

yang mengatur SDM dalam struktur organisasinya. Apresiasi terhadap karyawan

yang berprestasi atau mereka yang telah berdedikasi dalam kurun waktu yang

lama untuk bekerja masing-masing mendapatkan penghargaan. Diharapkan ketika

seseorang diapresiasi hasil kerjanya maka ia akan lebih meningkatkan kualitas


77

kerjanya. Selain itu untuk meningkatkan kualitas kerjanya maka karyawan

diberikan pelatihan, pelatihan dan pendidikan (diklat) merupakan salah satu

program pelatihan yang dilakukan oleh menejemen sumber manusia dalam

usahanya memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja yang baik di dalam suatu

organisasi dengan jumlah kualitas yang tepat. Diklat diarahkan untuk

meningkatkan keterampilan, pengetahuan serta sikap dan perilaku kerja karyawan.

Pelatihan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari pendidikan,

sebagaimana dikemukakan (Rivai, 2004:226 dalam Nurhayati, 2008:17), bahwa

pelatihan didefinisikan sebagai berikut:

Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih menekankan pada


praktek dari pada teori yang dilakukan seseorang atau kelompok dengan
menggunakan pendekatan pelatihan untuk orang dewasa dan bertujuan
meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa jenis keterampilan tertentu.

Karyawan yang ada di perusahaan industri bola PT. Sinja sering sekali

dilibatkan dalam kegiatan pelatihan baik pelatihan yang bekerjasama dengan dinas

Pemuda dan Olahraga, Dinas Perdagangan, Dinas Tenaga Kerja dan institusi

swasta lainya. Pelatihan ini meliputi tata cara produksi agar lebih efektif dan

efisien, misalnya tatacara melakukan finishing touch, yang meliputi pengenalan

komputerisasi pada karyawan yang bekerja dalam bidang printing, penyablonan

dan desain produk.

Pendidikan dan pelatihan ini merupakan wadah untuk membangun SDM

menuju era globalisasi yang penuh tantangan. Oleh karena itu pelatihan ini tidak

bisa diabaikan begitu saja terutama dalam era memasuki persaingan yang ketat

seperti sekarang ini. Berkaitan dengan hal tersebut kita menyadari bahwa

pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang fundamental bagi karyawan. Philip
78

H. Combs dalam tulisan Rochayat, jurnal diklat aparatur (dalam Nurhayati,

2008:19) mengkalsifikasikan pendidikan pendidikan dalam tiga bagian, yaitu:

1. Pendidikan informal (Pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan),


sering disebut juga In-formal Education, yaitu proses pendidikan yang
diperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau tidak
sadar.
2. Pendidikan formal (pendidikan sekolah) atau Formal Education, adalah
pendidikan sekolah, yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan yang
dibagi dalam waktu-waktu tertentu dari taman kanak-kanak sampai
perguruan tinggi.
3. Pendidikan non-formal (Pendidikan luar sekolah yang dilembagakan) atau
Non-Formal Education adalah semua bentuk pendidikan yang
diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan terencana di luar
kegiatan persekolahan.

Pendidikan bagi karyawan dilakukan kurang lebih tiga kali dalam satu

tahunnya, pendidikan Non-formal lebih diarahkan terhadap karyawan yang ada.

Diharapkan ketika seseorang telah memahami akan kemampuan dan

kompetensinya ia bisa lebih mengaktualisasikan diri dalam bentuk kerja nyata dan

tekun. Pendidikan ini juga selalu diselingi oleh beberapa pembicara/ motivator ,

supaya dalam hal psikologisnyapun seorang karyawan memiliki kemauan dan

kemauan yang lebih baik dalam memotivasi semangat kerjanya sehingga hal

tersebut berdampak pada kreativitas dan semangatnya dalam bekerja. Pengenalan

komputerisasi dan engenering sangat diperlukan oleh karyawan, hal ini di

maksudkan supaya karyawan yang bekerja di PT. Sinja bisa bersifat mandiri dan

memiliki keahlian yang lain (hasil wawancara dengan bapak Yayan sekitar bulan

Agustus 2009). Setiap tahunya tercatat dua sampai tiga kali PT. Sinja melakukan

pelatihan atau diklat terhadap karyawannya. Untuk karyawan yang dianggap

memiliki prestasi lebih ketika diklat ada reward atau penghargaan khusus dari
79

pengusaha, penghargaan itu bisa berupa Thropy ataupun dalam bentuk lain seperti

uang dan barang.

Usaha bapak H.M Irwan Suryanto ternyata tidak sia-sia dari waktu ke

waktu, produk bola ciptaannya berhasil mendapatkan pengakuan dari beberapa

standar mutu baik nasional maupun internasional. Hal ini terbukti bahwa sebagian

kecil upaya beliau dalam memajukan usahanya adalah melalui diklat

membuahkan hasil yang maksimal. Bayangkan saja bila bola buatan PT. Sinja

memiliki kualitas yang jelek maka sudah dipastikan produk ini tidak akan masuk

ke event besar seperti kejuaraan sepak bola Piala Dunia tahun 1998 ataupun

masuk ke beberapa acara olahraga sepakbola besar lainnya seperti Euro Cup, Liga

Inggris dan beberapa pertandingan sepak bola ternama lainnya.

4.2.2.2 Tantangan dalam Memajukan usaha

Sebagai seorang pengusaha yang memiliki usaha dengan omzet milyaran

rupiah sudah menjadi hal yang lumrah jika bapak Irwan mengikuti berbagai

pameran baik di dalam maupun di luar negeri. Berbagai pameran di ikuti oleh Pak

Irwan sebagai upaya untuk memperkenalkan produknya ke khalayak umum,

selain memperkenalkan produknya, Irwan pun tidak jarang memperoleh relasi

bisnis dan berkenalan dengan berbagai pihak yang memiliki kemampuan dalam

memasarkan produk bola kreasinya. Pameran dalam negeri yang biasa diikuti oleh

Irwan seperti pameran Produk Koperasi Indonesia, Pekan Raya Jakarta, Pameran

Usaha Kecil Menengah dan berbagai pameran lain baik yang diselenggarakan

oleh negara ataupun oleh swasta.


80

Setiap usaha pasti ada tantangannya baik tantangan secara langsung

ataupun tantangan secara tidak langsung. Sebagai seorang pengusaha H.M Irwan

Suryanto sangat sadar akan usahanya yang semakin berkembang, maka

keberhasilan yang sekarang ia peroleh adalah sebagian dari kerja kerasnya selama

18 tahun menekuni bisnis alat-alat olahraga. Dalam memajukan usahanya beliau

mengalami pasang surut seperti pada tahun 2004 dimana terjadi penipuan yang

dilakukan oleh kliennya yang berasal dari Timur Tengah yang tidak dibayarkan.

Pada saat itu Bapak Irwan diminta untuk menyediakan 15.000 buah bola sepak

yang mana pembayarannya baru dibayarkan 20% dimuka. Setelah barang selesai

dikirim semua, ia tidak mendapatkan sebagian dari uang pelunasan. Pembeli yang

berasal dari Timur Tengah tersebut mengatakan bahwa ia tidak bisa melunasi

karena bola yang dipesannya cacat, setelah Bapak Irwan meminta sampel barang

yang katanya rusak untuk kemudian di teliti sejauh mana cacatnya ia tidak

mengembalikannya.

Berhubung PT. Sinja adalah sebuah perusahaan yang produknya hampir

80% ekspor maka tak heran perkembangannya pun dipengaruhi oleh iklim

perekonomian global. Menurut Dumary (1996: 180) Kinerja ekpor dapat

dipengaruhi oleh dua faktor utama, faktor pertama yaitu faktor yang bersifat

komoditikal sekaligus internal, yang berarti bahwa penerimaan ekspor sangat

ditentukan oleh komoditas secara besar maka ekspornya akan besar pula.

Sedangkan faktor kedua adalah faktor eksternal yaitu lingkungan internasional.

Ekspor suatu negara tentu saja tidak luput dari dinamika atau gejolak

perekonomian dunia pada umumnya. Dinamika yang dimaksud antara lain berupa:
81

1. Keadaan ekonomi negara-negara maju, hal ini berhubungan dengan lemah

atau lesunya perekonomian. Karena negara maju disebut sebagai negara

perekonomian terbuka besar, maksudnya apabila perekonomian negara

tersebut goncang maka negara kecil akan berpengaruh, contohnya

perekonomian Amerika Serikat dapat mempengaruhi perekonomina dunia.

2. Kadar ketertutupan dan keterbukaan pasar di suatu negara. Suatu negara

dapat melakukan perdagangan atau dapat melakukan ekspor apabila

negara lain juga menganut sistem perekonomian terbuka. Apabila sistem

perekonomian negara tujuan ekspor tertutup maka tidak akan menerima

ekspor dari negara lain.

3. Menguatnya kekuatan ekspor negara-negara pesaing dan munculnya

negara-negara pesaing baru. Hal ini berhubungan dengan daya saing suatu

negara atau perusahaan satu dengan yang lainnya. Daya saing sendiri

diartikan sebagai kemampuan bersaing suatu negara dibandingkan dengan

negara lain.

4. Isu-isu politik di negara tujuan ekspor. Faktor ini bukan merupakan faktor

asli perekonomian, namun berasal dari faktor lain. Sebagai contoh jika

suatu negara terlibat konflik maka ia berusaha untuk tidak melakukan

hubungan ekonomi dengan negara lawan konflikya tersebut.

Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa yang menjadi

halangan dalam produksi bola PT. Sinja adalah adanya saingan dari pelaku bisnis

dalam industri yang sama dari negara lain, saat ini pasar dunia untuk produk bola

sepak masih dikuasai Pakistan 70% serta Cina 10%. Pakistan dengan merek
82

dagangnya Alberta menguasai 70% kebutuhan bola dunia, saat ini PT. Sinja

mulai bersaing dengan perusahaan bola dari Pakistan tersebut. Daya saing ini bisa

berupa daya saing harga, promosi, dan daya saing kualitas menjadi satu kesatuan

terhadap meningkatnya jumlah permintaan dari konsumen.

Pemasaran ke luar negeri atau ekspor tentu ada beberapa kendala yang

dihadapi hal ini pun terkait dengan kebijakan pemerintah. Kesuksesan tidak diraih

dengan gampang. Sebelumnya bapak Irwan lebih banyak mengerjakan bola yang

dipesan oleh pabrik produsen bola serupa. Melalui bisnis marklon (memproduksi

bola dengan merek dagang orang lain) itu Pak Irwan memang bisa menempatkan

Majalengka sebagai sentral pembuat bola kelas dunia. Namun sistem itu justru

sering membuat dirinya tertipu. Selain dikenai harga murah, beberapa kali produk

pesanan yang dia kirim ditolak oleh pabrik pemesan dengan alasan rusak. Tapi

barang yang ditolak itu tidak dikembalikan ketika diminta untuk dipelajari

kerusakannya. Usahanya mengalami penurunan dan Irwan sempat menjual harta

bendanya termasuk tanah untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan.

Jaringan yang kuat dengan berbagai pihak perlu dilakukan, seperti halnya

yang dilakukan oleh Pak Irwan pada saat mengikuti suatu Pameran Produk Ekspor

di Jakarta pada 1995, ia bertemu calon pembeli dari Singapura. Bola yang dipesan

sebanyak 1.000 buah. Namun sampai batas waktu L/C (letter of credit) hampir

habis, ia belum juga mengirimkan barangnya. Padahal pesanan itu sudah selesai

dikerjakan, Pak Irwan bertambah bingung ketika ditelepon langsung oleh calon

pembeli sebab ia tidak tahu bagaimana cara mengirim barangnya. Akhirnya beliau

bertemu dengan pedagang dari India yang ingin membantu. Karena sudah pasrah,
83

beliau menuruti saja ketika diberi tahu rincian biaya untuk mengirim barang itu.

Ekspor perdananya itu akan selalu dia kenang, hal ini dikarena usaha industri bola

yang ia pimpin mengalami kerugian sebesar Rp 2,5 juta.

Kegagalan hanyalah keberhasilan yang tertunda tampaknya mengena betul

dalam perjalanan bisnis Pak Irwan. Setelah kegagalan yang dialaminya itu Pak

Irwan menyadari kekeliruan akibat dari ketidaktahuannya soal seluk beluk

administrasi ekspor. Beliau lalu mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak

Pemda Kabupaten Majalengka dan instansi terkait, Depnaker, Deperindag, serta

Yayasan Dharma Bakti Astra. Setelah tergabung dengan Astra dalam pola

kemitraan, usaha Pak Irwan pun kini semakin pesat.

4.2.3 Kondisi Industri Bola PT. Sinja pada tahun 1994-2006 di

Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka

4.2.3.1 Modal

Modal adalah salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi setiap

usaha, baik skala kecil, menengah maupun besar. Akan tetapi modal sering

menjadi faktor penghambat utama bagi perkembangan usaha atau pertumbuhan

output Industri Kecil ataupun industri besar, semua unit usaha ini sering

mengalami keterbatasan modal. Pada umumnya sumber modal yang digunakan

berasal dari modal sendiri dan tidak melakukan sitem Go Public (Sistem

pembelian saham oleh masyarakat luas) maka dari itulah modal yang digunakan

berasal dari pinjaman lunak pengusaha kepada beberapa Bank baik itu Bank milik

pemerintah ataupun bank-bank swasta.


84

Dalam buku karya Tambunan (2002: 74) dijelaskan ada dua macam modal

yaitu modal awal dan modal jangka panjang. Modal awal yang dimiliki usaha

simping ini umumnya berasal dari modal keluarga seperti tabungan atau dari

sumber-sumber pendapatan lainnya. Setelah dikelola maka modal tersebut dapat

dikembangkan menjadi modal jangka panjang. Modal jangka panjang ini

digunakan untuk perputaran produksi dan juga pengembangan produksi. Modal

jangka panjang ini bisa dikembangkan setelah pemilik pabrik mengambil

keuntungan.

Perkembangan modal yang digunakan pengusaha industri dari tahun ke

tahun mengalami peningkatan. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan guna

pengembangan produk. Komponen modal terdiri atas alat-alat produksi, bahan

baku, upah pekerja, dan lain-lain. Dalam menjalankan usaha industri bola,

pengusaha industri bola haruslah mempunyai modal cadangan karena saat modal

berputar untuk biaya produksi seperti pembayaran bahan baku dan gaji pekerja

harus dibayar terlebih dahulu sebelum mendapatkan keuntungan. Adapun modal

berupa peralatan produksi yang dimiliki perusahaan bola antara lain berbagai

mesin produksi seperti mesin pengempes, mesin pemotong, pencetakan desain,

dan lain-lain. Modal yang berupa uang merupakan faktor terpenting dalam sebuah

usaha untuk mendapatkan keuntungan finansial yang lebih banyak.

Pada kurun waktu 1994-2006 industri bola tidak begitu mengandalkan

bantuan dari pihak lain. Walaupun pada sekitar tahun 1995an bantuan dari

Pemerintah mulai ada, namun bantuan tersebut bukan bantuan langsung

melainkan bantuan pinjaman dari Bank Rakyat Indonesia (BRI). Hal ini
85

dimanfaatkan sekali oleh pemilik usaha dengan catatan setiap bulannya pengusaha

harus berbagi keuntungan dengan bank, walaupun pinjaman tersebut berbunga

rendah tetap saja pengusaha harus pintar-pintar mengelola usahanya agar semua

mendapatkan keuntungan walaupun untung yang diperoleh hanya bisa membayar

gaji karyawan dan membeli bahan baku untuk proses produksi selanjutnya. [Hasil

wawancara dengan bapak H.M Irwan Suryanto pada tanggal 29 Agustus 2009]

Perkembangan modal yang dimiliki oleh industri bola sekitar awal tahun

1994an mencapai Rp. 350.000.000 dan dalam perkembangannya modal tersebut

terus bertambah hingga mencapai 50% pada tahun berikutnya. Sedangakan

kenaikan yang sangat signifikan terjadi pada tahun 1997 dimana pada saat itu PT.

Sinja mendapatkan order pembuatan bola sepak untuk pertandingan olehraga

sepak bola Piala Dunia di Perancis. Berbagai quality control diikuti oleh PT. Sinja

maka hal ini berpengaruh pada besarnya biaya produksi untuk menghasilkan

kualitas bola yang baik. PT. Sinja mengikuti beberapa uji mutu produk dengan

biaya yang cukup besar. Maka pada tahun 1997 Bapak H.M Irwan mencoba

meminjam lagi ke bank sehingga total pinjaman tersebut menjadi 3 milyar rupiah.

Sampai pada tahun 2006 total aset pinjaman yang ada di PT. Sinja sebesar 8

Milyar rupiah dan hal tersebut akan terus bertambah seiring dengan semakin

dikenalnya perusahaan ini oleh pihak internasional. Pinjaman modal tersebut

berasal dari BRI ataupun beberapa bank swasta lainnya seperti bank Mandiri, BNI

dan Bank Lippo.

Modal lain yang ada di PT. Sinja adalah peralatan, hal ini dikategorikan

sebagai modal karena alat yang digunakan dalam pembuatan bola bernilai ratusan
86

juta rupiah. Peralatan produksi ini sangat menunjang dalam proses pembuatan

bola, yang meliputi: komputer, mesin pompa bola, mesin pembolong pentil, mesin

fress leather, mesin cutting, mesin kempes bola dan kursi jahit. Setiap tahunnya

peralatan yang dipakai mulai modern dan jumlahnyapun semakin bertambah

banyak. Misalnya saja mesin gunting yang dalam pelaksanaan proses produksinya

memiliki peranan yang sangat penting, dalam mengolah kain untuk dijadikan

panel-panel segi enam yang kemudian dijahit menjadi barang setengah jadi.

4.2.3.2 Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan sumber daya utama dalam perkembangan sebuah

industri. Begitu pun yang terjadi dalam perkembangan industri bola pada tahun

1994-2006. Ketika industri ini mulai berkembang dan dikenal, maka ketertarikan

masyarakat untuk bekerja dalam industri bola ini mulai meningkat. Industri bola

ini menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat yang berada di sekitarnya.

Bahkan menjadi daya tarik pula bagi masyarakat yang berada di luar daerah

Kadipaten, berikut adalah jumlah pekerja industri bola PT. Sinja

Tabel 4.5
Jumlah Tenaga Kerja Industri Bola PT. Sinja pada Tahun 1994, 1996, 1998,
2004 dan 2006
Tahun Jumlah Jumlah Jumlah Pengrajin
karyawan tetap karyawan
kontrak
1994 20 10 600
1996 45 20 850
1998 51 25 1.050
2004 62 80 1.800
2006 77 95 2.000
Sumber: Data Pembukuan Perusahaan pada Bulan September 2009
87

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah karyawan pada setiap

tahunnya berkembang dan bertambah banyak. Banyaknya karyawan ini dapat

menjadi, salah satu indikator semakin berkembangnya industri bola PT. Sinja, bila

dilihat jumlah pengrajinnya pun PT. Sinja sampai pada tahun 2006 memiliki

jumlah pengrajin yang sangat besar yaitu 2.000 orang. Lain halnya dengan

karyawan yang terbagi menjadi status pekerja tetap dan kontrak, dimana setiap

tahunnya pula mengalami kenaikan dan jika di jumlahkan akan mencapai hasil 77

orang untuk karyawan tetap dan 95 orang untuk karyawan kontrak. Sebanyak 95

karyawan kontrak tersebut setiap bulannya bisa bertambah bahkan tidak menutup

kemungkinan sebagian besar dari jumlah karyawan kontrak itu ada yang di angkat

menjadi karyawan tetap, yang pengangkatannya disesuaikan dengan kualifikasi

perusahaan.

Seiring dengan berkembangnya industri ini, menyebabkan semakin

banyaknya permintaan dari konsumen dalam pengadaan bola sepak jahit maka

dilain pihak, pemilik industri ini pun membutuhkan tambahan tenaga kerja agar

dapat memenuhi permintaan konsumen. Pada tahun 1994-2000 industri ini

mampu menyerap tenaga kerja sekitar 80 orang penduduk Kadipeten. Bahkan

terdapat pula pegawai yang berasal dari luar daerah Kadipeten yang sengaja

datang untuk bekerja sambil belajar cara mengembangkan industri tersebut

(wawancara dengan Bapak Iwan Setiawan pada tanggal 10 September 2009)

Para pekerja ini bekerja dari hari senin-sampai sabtu, mereka bekerja dari

pagi sampai sore sekitar jam 08.00-16.00. Setiap harinya mereka diberi waktu

untuk beristirahat dan solat sekitar 1 jam yaitu dari jam 12.00-13.00 WIB. Khusus
88

untuk hari jumat waktu istirahat dari jam 11-12.30, baik perempuan ataupun laki-

laki yang bekerja di perusahaan ini tidak dibedakan. Laki-laki biasanya bekerja

pada industri yang lebih berbahaya dan alat berat, walaupun memang sebagian

besar yang bekerja di PT. Sinja adalah lakii-laki. Para pekerja wanita biasanya

hanya menyablon, menjahit bola atupun menjadi staf administrasi perusahaan dan

melayani koperasi karyawan.

Tenaga kerja yang terlibat dalam industri ini dapat dikategorikan dalam

beberapa kelompok, diantaranya adalah, karyawan yang bekerja pada Coating

(Pelapisan), pada bagian ini memerlukan banyak tenaga kerja karena

pekerjaannya yang sedikit rumit. Dalam tahap ini Leather dilapisi dengan kain

yang sudah dicelup latex, lalu dipress, kemudian dikeringkan, setelah kering di

press lagi. Pekerja pada tahap ini pada tahun 1994 sebanyak empat orang dan pada

tahun 2006 sekitar 31 orang. Cutting (Pemotongan), sebanyak lima orang

karywaan pada tahun 1994, sedangkan pada tahun 2006 jumlahnya mencapai 32

orang. Printing (Penyablonan) pada tahap ini karyawan berjumlah 12 orang

sedangkan pada tahun 2006 menjadi kurang lebih 77 orang karyawan. Karyawan

pada bagian sewing, (penjahitan) bola yang dilakukan oleh pengrajin, saat ini

pengrajin berstatus sebagai karyawan borongan yang tersebar di berbagai desa dan

kecamatan di Kabupaten Majalengka yang jumlahnya sekitar 2000 orang. Packing

(Quality Control akhir), pada ahir tahun 2006 karyawan yang bekerja dalam tahap

ini ada 32 orang, berikut adalah data mengenai jumlah karyawan berdasarkan

spesifikasi pekerjaannya.
89

Tabel 4.6
Jumlah tenaga kerja PT.Sinja berdasarkan jenis pekerjaannya pada tahun
1994,1996,1998,2004 dan 2006
Golongan Karyawan Jumlah karyawan
1994 1996 1998 2004 2006
Coating (Pelapisan) 4 10 15 27 31
Cutting (Pemotongan) 5 10 15 25 32
Printing (Penyablonan) 12 25 26 65 77
Sewing (Penjahitan)* 600 850 1.050 1.800 2.000
Packing (Pengepakan) 9 20 20 30 32
Sumber: Data pembukuan perusahaan, pada September 2009
* Berstatus sebagai karyawan kontrak/borongan yang berlokasi di
tempat tinggal masing-masing pekerja.

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa bagian produksi penyablonan

yang setiap tahunnya berubah sangat drastis. Pada tahap penyablonan ini memang

diperlukan banyak orang untuk mengerjakan panel-panel yang sudah digunting

segi enam untuk kemudian di jahit. Para pekerja yang bertugas melakukan

finishing touch mayoritas adalah laki-laki dengan kisaran usia antara 20-40 tahun,

dan tergolong pekerja berpendidikan umum rendah, yaitu mereka yang lulusan

SD, SMP dan SMA atau SMK, dan bekerja rata-rata 7-8 jam/hari. Mayoritas

pekerjanya adalah lulusan sekolah dasar sampai menengah yang memiliki

kemampuan dan keinginan untuk bekerja mengolah industri bola sepak jahit.

Kondisi ini menggambarkan bahwa untuk menjadi pekerja di industri bola

Kadipaten tidak memerlukan kualifikasi pendidikan tertentu, tetapi cukup dengan

memiliki keahlian khusus dan keterampilan dalam mengolah dan menjahit bola.

Untuk membuat bola biasanya desain sudah dibuat oleh pembeli dengan

Trade Marknya masing-masing. Sedangkan pembuatan model/ motif sebagian

besar dilakukan oleh pemilik industri dengan menggambarkannya dengan

menggunakan teknologi komputerisasi. Namun demikian pemilik usaha terkadang


90

mempunyai tenaga ahli yang khusus menggambar model/ motif untuk barang

kerajinannya. Namun, tidak jarang pula model atau motif kerajinan ditentukan

oleh atau sesuai dengan permintaan konsumen, misalnya saja ketika musim

kampanye. Pada musim kampanye biasanya para Caleg memilih untuk

dicantumkan namanya dalam produk bola yang akan ia sumbangkan kepada para

simpatisannya.

Kenaikan jumlah karyawan mulai terjadi secara signifikan dari tahun

1996-2006 dimana pelaksanaan ekspor sudah mulai mapan, maka setiap tahunnya

terjadi penambahan jumlah karyawan sebanyak 10-20 orang tiap tahunnya,

(berdasarkan wawancara dengan bapak Yayan pada tanggal 15 September 2009).

Pada tahun 2006 tercatat 155 karyawan yang bekerja di PT. Sinja status

kepegawaian mereka ada yang bersifat pegawai tetap dan adapula yang hanya

bersifat sebagai karyawan kontrak. Sedangkan untuk jumlah pengrajin dalam hal

ini adalah mereka yang bekerja sebagai buruh borongan sebanyak 2.500 orang.

Sebanyak 2.500 orang ini adalah mereka yang tersebar di beberapa desa di

Kecamatan Kadipaten dan Kecamatan lainnya, mereka bekerja di rumahnya

masing-masing untuk kemudian diberi pekerjaan menjahit bola. Setiap harinya

para pekerja yang sebagian besar adalah wanita berhasil mengerjakan 2-3 bola

dengan upah satu bola pada tahun 2006 adalah sebesar Rp.2000.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa industri bola PT. Sinja

dapat diketegorikan sebagai industri besar. Hal ini didasarkan pada

pengklasifikasian industri tahun 1970 yang dibedakan menjadi tiga golongan


91

berdasarkan besar kecilnya skala usaha, seperti yang dikemukakan oleh Suyatno

Kartodirjo (1990: 140-141) sebagai berikut:

1. Perusahaan besar mempekerjakan 100 orang lebih,

2. Perusahaan sedang mempekerjakan 20-90 orang tenaga kerja.

3. Perusahaan kecil mempekerjakan 5-10 orang tenaga kerja.

Besarnya minat masyarakat yang bekerja di perusahaan ini tentu tidak

terlepas dari adanya upah yang dibayarkan oleh perusahaan. Upah ini dijadikan

sebagai salah satu motivasi seseorang untuk bekerja, berikut adalah perbandingan

upah pegawai industri bola PT. Sinja.

Tabel 4.7
Perbandingan Rata-rata Upah Bulanan Pegawai Industri Bola PT. Sinja
tahun 1994, 1996, 1998, 2004 dan 2006
Status Karyawan Jumlah rata-rata upah per bulan berdasarkan tahun
(Dalam Rupiah)
1994 1996 1998 2004 2006
Karyawan Tetap 65.000 156.000 234.000 416.000 504.000
Karyawan Kontrak 52.000 104.000 18.200 364.000 432.000
Pengrajin 15.000 30.000 90.000 180.000 180.000
Sumber: Diolah dari data Upah Karywan PT Sinja (dalam profil perusahaan).

Pada tahun 1994 Karyawan tetap satu hari dibayar Rp.2.500, lama bekerja

26 hari setiap bulannya, jadi rata-rata penghasilan karyawan tetap pada tahun

1994 adalah Rp.65.000. Banyaknya upah yang didapatkan karyawan tetap pada

tahun 1996 adalah Rp.156.000 jadi setiapharinya mereka di beri upah sebesar

Rp.6000. Karyawan tetap pada 1998 mendapatkan upah perhari sebesar Rp.9.000

dan rata-rata pengahasilannya selama satu bulan sebesar Rp.234.000. Pada tahun

2004 jumlah pendapatan pekerja kontrak yang berada dalam pabrik PT. Sinja ini

mengalami kenaikan upah menjadi Rp.416.000 tiap bulannya, dan jika dihitung

perharinya sebesar Rp. 16.000. Pada perkembangan berikutnya yaitu pada tahun
92

2006, upah untuk satu hari kerja adalah Rp.21.000 atau dalam satu bulan aktif

bekerja ia memperoleh Rp.504.000.

Jumlah penghasilan karyawan tetap berbeda dengan karyawan kontrak,

karyawan kontrak diberi upah dalam satu bulan selama 26 hari masa kerja. Pada

tahun 1994 karyawan kontrak hanya diberi upah sebesar Rp.52.000 atau Rp.2000

perhari. Pada tahun 1996 terjadi kenaikan upah menjadi Rp.4.000 perhari, jadi rata-

rata pendapatannya dalam satu bulan adalah Rp.104.000. Pada tahun 1998 pun upah

karyawan kontrak ini semakin naik menjadi Rp.7.000 perhari atau Rp.182.000

dalam satu bulan. Selama kurun waktu enam tahun yaitu dari tahun 1998 sampai

dengan tahun 2004, terjadi peningkatan jumlah upah sebesar 100% menjadi

Rp.14.000 perhari atau Rp.364.000 dalam satu bulan.

Pengrajin setiap harinya hanya mampu menjahit satu bola perhari dengan

upah Rp.500 pada tahun 1994, sedangkan pada tahun 1996 terjadi kelonjakan upah

dimana satu bola dihargai Rp.1.000 jadi upah rata-rata dalam satu bulan yang

pengrajin terima pada tahun 1996 adalah Rp.30.000. Pada tahun 1998 terjadi

kenaikan produksi menjadi tiga buah bola perhari dengan upah per bolanya seharga

Rp.1.000. Selama tahun 1998 setiap pengrajin memproduksi tiga bola, jadi rata-rata

pendapatannya perbulan sekitar Rp.90.000. Kenaikan jumlah produksi ini

dikarenakan adanya terobosan baru yaitu kursi jahit yang di buat khusus untuk

mempermudah proses penjahitan. rata-rata para pengrajin mampu menyelesaikan

satu bola perharinya jadi rata-rata upah yang diperoleh sebesar Rp.30.000 dalam

satu bulan. Pada tahun 2004 sampai tahun 2006 para pengrajin mampu

memproduksi sekitar tiga bola dan satu bola di hargai Rp. 2.000 dan selama satu
93

bulan ia berhasil mendapatkan upah sebesar Rp.180.000. Upah buruh pengrajin

pada kurun waktu 2004-2006 tidak megalami kenaikan upah.

Bagi para pengrajin bola yang berada di berberapa desa di Kabupaten

Majalengka ternyata sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Mereka menjadi

pengrajin bola untuk membantu memenuhi ekonomi keluarga. Sehingga komunikasi

dan interaksi antara satu keluarga sedikit terganggu. Misalnya saja Uminah, seorang

ibu dengan 4 orang anak ini mengaku jarang memasak sendiri ia menyuruh anak

gadisnya untuk memasak bahkan kadang-kadang ia membeli masakan yang sudah

matang di warung. Terjadinya pergeseran peran seorang istri dalam keluarga

memberikan perubahan fungsi sosial tersendiri bagi keluarga tersebut. Kebiasaan

Uminah untuk mempersiapkan makanan dan mengajarkan anak membuat Pekerjaan

Rumah yang dulu sering ia lakukan pun sekarang menjadi terganggu. Beliau sudah

jarang membantu anaknya menyelesaikan Pekerjaan Rumah, ketiga anaknya yang

masih sekolah di SMP dan SD hanya dibantu oleh kakanya yang hanya tamatan SD.

Contoh pekerja lain yang mengaku adanya hubungan sosial yang dirasa

tidak biasa, yaitu kebiasaan ibu Aah yang kehilangan kesempatan untuk

bersosialisasi dengan tetangganya. Setiap sore biasanya ia berkumpul bersama

tetangganya sambil menyuapi makan anak bungsunya. Ibu dua anak ini pun merasa

bahwa sekarang anak yang telah berusia TK, sudah bisa mengurus makannya

sendiri. Terutama apabila ada pengajian yang rutin diselenggarakan dua kali

seminggu, beliau hanya mengikuti satu kali dengan alasan tempatnya jauh dari

mesjid atau mushola yang bersangkutan. Disatu sisi kegiatan bu Aah dalam
94

menjahit bola bisa meningkatkan pendapatan keluarga tapi disisi lain, beliau sedikit

kehilangan acara untuk sosialisasi bersama masyarakat yang lain.

Mobilitas sosial yang terjadi dalam PT. Sinja cenderung bersifat statis atau

tetap, yang berarti bahwa kesempatan untuk merubah status pekerjaan dari lapisan

bawah menjadi lapisan atas sangat terbatas. Hal ini berarti bahwa dalam periode

1994-2006 tersebut jumlah pengrajin yang tidak memiliki modal yang

meningkatkan status pekerjaan hanya berjumlah sedikit. Mobilitas sosial yang

diartikan sebagai gerak dalam strukutur sosial yaitu pola-pola tertentu yang

mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Mobilitas sosial terbagi menjadi dua

tipe macam yaitu gerak sosial horizontal dan vertikal. Gerak sosial horizontal

merupakan peralihan individu atau objek sosial lainnya dari suatu kelompok sosial

ke kelompok sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan gerak sosial vertikal

dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek sosial lainnya dari suatu

kedudukan sosial ke kedudukan sosial lainnya yang tidak sederajat (Soekanto,

2005 : 249-250).

Diantara keseluruhan pengrajin, hanya pengrajin yang memiliki jumlah

tanggungan hidup sedikitlah yang secara bertahap mampu meningkatkan status

pekerjaannya.. Dengan adanya kondisi seperti itu, maka pengrajin yang pada

awalnya sama sekali tidak memiliki modal dalam perkembangannya menjadi

pengrajin yang memiliki modal dalam hal peralatan yang dibutuhkan. Melihat

kondisi seperti itu maka dapat dikatakan bahwa mobilitas yang terjadi diantara

para pengrajin yang tidak memiliki modal merupakan gerak sosial yang bersifat

horizontal, karena peralihan yang dilakukan masih dalam tahapan yang sederajat.
95

Terkait dengan mobilitas vertikal antara pekerja dan pengusaha tentu sangat

berbeda. H.M Irwan sebagai pemilik perusahaan sangatlah mapan, ia terlahir

menjadi jutawan baru di Kabupaten Majalengka. Dari hasil kerja kerasnya selain

rumah, perusahaan, mobil, dan tabungan di bank, ia berhasil menyekolahkan

anaknya sampai ke perguruan tinggi ternama, hal ini berbeda sekali dengan nasib

karyawannya.

4.2.3.3 Produksi

Poduksi adalah suatu kegiatan untuk menambah nilai pada suatu barang,

pada Produksi industri bola PT. Sinja ini merupakan satu industri yang sebagian

besar menggunakan tenaga manusia (Manual) hanya saja dalam Finishing

Touchnya menggunakan mesin yang cukup modern. Berikut adalah jenis-jenis

bola sepak yang ada di PT. Sinja sesuai dengan ukuran, berat dan komposisi

bahan serta lapisan yang dipakai dalam pembuatan bola.

Tabel 4. 8
Jenis-jenis Bola Sepak PT. Sinja
Size Leather Weight Lapisan
5 PVC 340-370 2 PLY
5 PVC 375-390 3 PLY
5 PVC 400-450 4 PLY
5 PVC 400-450 4 PLY
5 PU 3 Dimensi 400-450 4 PLY
5 PU Micro Fiber 400-450 4 PLY
Sumber: Company Profile PT. Sinja

Berdasarkan tabel 4.6 di atas disebutkan berbagai jenis bola menurut berat,

ukuran dan bahan yang digunakannya. Masing-msing bola memiliki harga yang

berbeda dan bola yang paling banyak di Ekspor ke mancanegara adalah bola yang

terbuat dari PU Micro Fiber dan harganya pun sangat mahal dibandingkan dengan

jenis bola lainnya. Menurut Pak Yayan seorang guru olahraga yang berniat
96

membeli bola, ia ingin sekali memiliki bola yang berbahan dasar PU Micro Fiber

karena memiliki daya pantul yang sangat baik dan ringan. Karena dananya tidak

memungkinkan terpaksa ia hanya membeli bola PVC biasa yang harganya jauh

lebih murah, diolah berdasarkan wawancara pada tanggal 28 Agustus 2009.

Adanya berbagai macam tipe bola ini diiringi dengan meningkatnya produk

ekspor bola ke mancanegara, seiring dengan laju pertumbuhan ekspor Indonesia

yang fluktuatif akibat krisis ekonomi, berikut adalah data nilai ekspor PT. Sinja.

Untuk proses penjahitannya, PT. Sinja memiliki sekitar 2.000 karyawan

borongan yang tersebar di beberapa Kecamatan di Majalengka terutama di

Kecamatan Kadipaten. Dalam pembuatannya, bola jahit PT. Sinja memiliki

beberapa tahapan yang cukup rumit. Maka dari itulah diperlukan suatu

manajemen produksi yang baik, yang dapat mengatur agar dapat menambah dan

menciptakan kegunaan (utility) suatu barang atau jasa. Untuk melakukan kegiatan

produksi harus direncanakan terlebih dahulu apa yang akan di produksi. Agar

pelaksanaan produksi sesuai dengan yang direncanakan, maka diperlukan

pengawasan. Pengawasan bertujuan untuk memperbaiki tindakan yang

menyimpang dari rencana, sehingga pelaksanaan tersebut sesuai yang diinginkan,

(Sudarsono,1992:151). Untuk lebih memudahkan penggambaran proses produksi

bola maka di bawah ini akan gambarkan bagan proses pembuatan bola jahit PT.

Sinja, sebagai berikut:


97

Bagan 4.2
Proses Produksi Bola PT. Sinja

Sumber: Company Profile PT. Sinja

Secara garis besar proses produksi terdiri dari:

1. Coating (Pelapisan): Leather dilapisi dengan kain yang sudah dicelup

latex, lalu dipress, kemudian dikeringkan, setelah kering di press lagi.

2. Cutting (Pemotongan): Leather yang sudah kering kemudian dipotong-

potong menjadi panel-panel dengan mesin.


98

3. Printing (Penyablonan) setelah panel-panel tersebut dibersihkan,

kemudian panel tersebut diprinting (Disablon) sesuai dengan permintaan,

kemudian dikeringkan.

4. Sewing, setelah disablon dan diset, panel-panel tersebut dijahit oleh

pengrajin, saat ini pengrajin berstatus sebagai karyawan borongan.

5. Packing (Quality Control atau kontrol teakhir atas barang), setelah panel

atau bahan selesai dijahit, bola-bola tersebut dikontrol hasil jahitannya

kemudian dipompa. Setelah lulus quality kontrol, bola tersebut dites angin

selama tiga hari. Setelah lulus tes angin, bola tersebut dibersihkan lalu

dikempeskan lagi untuk kemudian dipak dan barang siap dikirim.

Berdasarkan bagan di atas QC (Quality Control) kontrol kualitas

yang baik sangat diperhatikan secara jeli oleh PT. Sinja. Hal ini terlihat dari

banyaknya kontrol produk dari mulai proses pelapisan sampai dengan

pengepakan. Tercatat ada sembilan kali kontrol produk yang dilaksanakan

sebagai upaya menjaga mutu produk. PT. Sinja memiliki standar mutu yang

telah diakui oleh dunia internasional sehingga tidak heran jika pengawasan

ketat dilakukan oleh pengusaha sebagai upaya menjaga kualitas produknya.

Peralatan yang dipakaipun relatif sederhana, mulai dari kursi jahit yang masih

tradisional sampai mesin-mesinnya pun belumlah secanggih mesin-mesin

produksi yang dipergunakan oleh beberapa industri besar yang lainnya.

Terdapat mesin pemotong, mesin press lether mesin, mesin pembolong pentil,

mesin pompa bola dan mesin kempes bola.


99

Sebagai perusahaan besar PT. Sinja yang memiliki pelanggan di

beberapa negara tak kurang dari 5.000 buah bola diproduksi tiap bulannya.

Bertambahnya pesanan bola dari beberapa pelanggan maka hal ini memaksa

pengusaha untuk menambah jumlah pekerja dan jumlah mesin produksinya.

Perusahaan ini menerima pesanan dari luar negeri biasanya sesuai dengan

merek dan disain mereka sendiri. Misalnya ada beberapa merek produk

industri olahraga besar yang menempelkan label atau mereknya saja

Markloon sedangkan yang mengerjakan produksinya dari PT. Sinja.

Meskipun demikian PT. Sinja tetap berusaha memakai nama sendiri yaitu

Triple S terutama dalam perdagangan lokal, selain itu melakukan inovasi

produk yang di sesuaikan dengan perkembangan zaman adalah hal yang

mutlak. Hal ini terbukti dari variasi produk yang tadinya hanya produk bola

jahit saja sekarang sudah berkembang ke industri bola Voli, bola basket dan

bola Futsal.

Bahan baku pembuatan bola ini tidaklah sulit meskipun sekitar

20% ada yang berasal dari impor. Leather sejenis kulit sintetis dan karet dalam

dikirim dari Taiwan akan tetapi sekarang di Indonesia sudah mulai di

produksi. Sedangkan bahan baku yang lain seperti kain, latex, leder, lem, dan

benang sudah banyak di dapatkan di Indonesia. Berikut adalah hasil produksi

bola jahit PT. Sinja dalam kurun waktu 1994-2006.


100

Tabel 4.9
Jumlah Produksi Bola Sepak PT. Sinja pada tahun 1994-2006
Tahun Jumlah Produksi Bola Sepak
(Pertahun)
1994 24.000
1995 120.000
1996 138.000
1997 158.700
1998 182.505
1999 209.880
2000 241.364
2001 277.568
2002 324.900
2003 360. 650
2004 385. 700
2005 402.411
2006 541.795
Sumber: Company Profile PT. Sinja

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa setiap tahunnya PT.

Sinja mengalami kenaikan omzet produksi. Kenaikan produksi yang pada awal

mula berdirinya yaitu pada tahun 1994 sebanyak 2000 bola perbulan, pada tahun

1995 produknya bertambah menjadi 120.000 buah pertahun atau 10.000 buah bola

dihasilkan tiap bulannya. Perkembangan pada tahun selanjutnya meningkat

menjadi 10% sampai dengan 15%. Pekembangan produk bola ini diimbangi

dengan adanya beberapa pertandingan sepak bola yang bertaraf internasional dan

semakin diminatinya bola hasil kreatifitas masyarakat Majalengka ini seiring

dengan meningkatnya kualitas produk yang dihasilkannya. Pada tahun-tahun

berikutnya industri ini berubah menjadi industri besar sampai pada tahun 2006

PT. Sinja berhasil memproduksi 541.795 buah bola. Kenaikan produksi

khususnya permintaan ekspor banyak terjadi pada tahun-tahun genap. Misalnya

saja pada tahun 1998 adanya pertandingan Piala Dunia yang diselenggarakan
101

empat tahun sekali. Sedangkan pada tahun 2002 adanya pertandingan Euro Cup

yang memakai bola dari PT. Sinja. Akan tetapi secara keseluruhan baik itu

permintaan bola yang berasal dari dalam dan luar negeri setiap tahunnya

mengalami kenaikan yang sangat signifikan.

4.2.3.4 Masalah Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses perpindahan barang atau jasa dari

tangan produsen ke tangan konsumen. Dapat pula dikatakan, bahwa pemasaran

adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan arus barang dan jasa dari

produsen ke konsumen (Sudarsono, 1992: 209). Untuk pemasaran wilayah dalam

negeri PT. Sinja berusaha mendekatkan diri dengan konsumen lokal dan menjalin

kemitraan bersama beberapa sekolah, universitas, dan menjadi sponsor dalam

beberapa turnamen kejuaraan sepak bola nasional. Dibeberapa sekolah ia berusaha

memperkenalkan produknya dengan menyumbangkan bola dengan merek Triple

S serta kerjasama dengan guru-guru olahraga yang ada di Majalengka untuk

memperkenalkan bola buatan Majalengka ke siswa sekolah. Selain itu PT. Sinja

juga memberi harga khusus yang lebih murah kepada para suplier terutama

mereka yang memiliki toko perlengkapan olahraga. Toko alat-alat olahraga yang

dimiliki PT. Sinja kini sudah ada di Majalengka, Bandung dan Jakarta yang secara

khusus menjual bola hasil kreasi Majalengka.

Konsumen bola PT. Sinja Para pembeli lokal biasanya datang langsung ke

pabrik yang beralamat di Desa Liangjulang, Kecamatan Kadipaten karena disana

sudah disediakan berbagai bola hasil kreasi PT. Sinja. Di Toko yang yang juga
102

merupakan koperasi pabrik ini setiap harinya di datangi sekitar 2-3 orang pembeli

atau mereka yang hanya menanyakan harganya saja, (Hasil wawancara dengan

seorang pegawai koperasi yang bernama Kokom pada Tanggal 10 September

2009). Pemasaran dari pabrik melalui kios-kios (showroom) perlengkapan

olahraga, yang kemudian dipasarkan kepada konsumen. Dalam proses pemasaran

cara ini konsumen mendapatkan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan

membeli langsung kepada pengusahanya. Selain itu, bagi pengusaha kerajinan

kulit sendiri dirugikan dengan sistem pembayaran yang bersifat cek mundur,

dimana pembayaran dilakukan apabila barang yang dipesan pemilik toko habis

atau system pembayaran yang ditangguhkan. Sedangkan untuk konsumen yang

datang langsung ke koperasi PT. Sinja akan mendapatkan harga yang lebih murah

di bandingkan dengan harga yang ada di toko perlengkapan olahraga, pembayaran

langsung oleh konsumen ini dilakukan secara tunai atau cash.

Bagan 4.3
Proses Distribusi Industri Bola PT. Sinja

Toko
Konsumen Perlengkapan
Pabrik Bola Koperasi
Lokal Olahraga
PT Sinja PT. Sinja

Konsumen
Jalur Ekspor Konsumen
Luar
Negeri Konsumen

Sumber: Data diolah berdasarkan wawancara dengan Manajer PT. Sinja


103

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa pemasaran bola terdiri

dari dari dua bagian, yang pertama adalah konsumen dalam negeri dan yang kedua

adalah konsumen luar negeri yang dipasarkan dengan cara ekspor. Ekspor

biasanya di lakukan dengan sistem pembayaran L/C atau (letter of credit), dimana

ketika seseorang memesan sejumlah barang maka ia harus menyetorkan sejumlah

uang sebagai uang muka atau dana pertamanya (DP), besarnya DP sekitar 30-40%

dari total pembayaran. Dalam melakukan ekspor Bapak Irwan dibantu oleh

beberapa stafnya, mengingat sangat rumitnya melakukan ekspor yang tadinya ia

memakai jasa seorang eksportir sekarang ia mulai melakukan ekspornya sendiri.

Pemasaran produknya yang sebagian besar ekspor merupakan hal yang sangat

menguntungkan, mengingat pesanan ekspor yang banyak dan harganya pun

bersaing, berikut adalah tujuan ekspor PT. Sinja.

Tabel 4.10
Data Negara Tujuan Ekspor PT.Sinja Pada Tahun 1994,1996,1998 dan 2006
Tahun Negara Tujuan Ekspor Jenis Bola Yang di Ekspor

1994 Korea, Jepang, dan PVC


Timur Tengah
1996 Eropa, Korea dan Jepang PU 3 Dimensi

1998 Eropa, Taiwan dan PU Micro Fiber dan PU 3


Timur Tengah Dimensi
2004 India dan Timur Tengah PU Micro Fiber, PVC dan
PU 3 Dimensi
2006 Malaysia, Eropa dan PU Micro Fiber, PVC dan
Amerika Serikat, dan PU 3 Dimensi
Kanada

Sumber: Diolah dari arsip Perusahaan dan Wawancara bersama bapak Yayan
Pada September 2009 (Tanpa Halaman)
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa sebagian besar ekspor PT. Sinja ke
104

Negara-negara Timur tengah seperti Saudi Arabia, Yaman dan Uni Emirat.

Akan tetapi yang paling banyak memesan dalam jumlah besar berasal dari Korea.

Setiap tahunnya lebih dari 200.000 lebih bola yang di ekspor ke Korea. Mengingat

produk bola yang dihasilkan menggunakan sistem Markloon maka di luar

negeri kita tidak akan menjumpai merek Triple S. Negara yang paling banyak

menjadi tujuan ekspor inipun berasal dari Eropa pada tahun 1998 dan bola yang di

ekspor ke Prancis ini berhasil mendapatkan kepercayaan untuk dipakai dalam

kejuaraan sepak bola Piala Dunia Tahun 1998. Jenis bola yang banyak diminati

adalah bola yang terbuat dari PU Micro Fiber, yang mulai diproduksi pada tahun

1997. Pada awal terbentuknya PT. Sinja hanya memproduksi bola yang terbuat

dari PVC saja, tapi berdasarkan perkembangan zaman Bapak Irwan melakukan

inovasinya untuk membuat bola yang terbuat dari karet ringan agar daya

pantulnya bagus, (Berdasarkan wawancara dengan bapak Irwan sekitar bulan

Agustus 2009 ).

Tabel 4.11
Data Nilai Ekspor Industri Bola PT. Sinja Tahun 1995-2006
Tahun Volume % Nilai (Dalam Rupiah) %
Ekspor
1995 48.200 - 3.13.300.000 -
1996 60.163 19,88 3.29.566.300 4,94
1997 127.717 52,89 9.71.056.830 66,06
1998 185.707 31,23 2.632.008.229 63,11
1999 212.315 12,53 3.763.069.527 30,01
2000 315.006 39,51 4.795.112.040 21,53
2001 396.251 11,42 5.478.577.845 12,8
2002 599.699 33,93 10.099.754.320 45,76
2003 669.633 10,44 11.093.289.381 8,96
2004 679.826 1,50 11.674.257.021 4,98
Sumber: Kasman (2007:85-86)
105

Data di atas menunjukan data ekspor perusahaan bola sepak Sinjaraga

Santika Sport dari Majalengka tahun 1995 sampai 2006, untuk tahun 1994

perusahaan belum mencatatnya secara spesifik maka data yang ada hanya dimulai

pada tahun 1995. Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa ekspor bola sepak

tersebut mengalami kenaikan dari volume ekspor dan dari nilai dalam rupiah.

Selama tahun 1995 sampai tahun 2004 atau selama setahun perusahaan bola sepak

tersebut telah mengekspor sebanyak 3.294.517 buah dan telah menghasilkan Rp.

51.149.991.493,00. Rata-rata ekspor selama sepuluh tahun tersebut adalah

329.451,7 buah untuk volume ekspor atau Rp. 5.114.999.149,00 untuk nilai

rupiah. Hal itu berarti setiap tahunnya dari tahun 1995 sampai tahun 2004

perusahaan tersebut mengekspor sebesar 3.29.451,7 buah untuk volume ekspor

atau Rp 5.114.999.149,00 untuk nilai dalam rupiah.

Kalau dilihat dari jumlah volume dan nilai dalam rupiah perusahaan

tersebut memang mengalami kenaikan dalam ekspor. Namun untuk melihat

pertumbuhan ataupun perkembangan ekspor bola sepak tersebut berfluktuasi baik

dari pertumbuhan volume ekspor ataupun pertumbuhan nilai dalam rupiah, artinya

kadang-kadang pertumbuhannya mengalami peningkatan dan kadang-kadang

mengalami penurunan. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 1997 yaitu sebesar

52,89% untuk volume ekspor atau 66,06% untuk nilai dalam rupiah. Sedangkan

pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 2004 pertumbuhannya hanya sebesar

1,50% untuk nilai ekspor dan 4,98% untuk nilai dalam rupiah. Sedangkan pada

tahun 2005 dan 2006 terjadi kenaikan yang cukup signifikan dalam ekspor bola
106

sepak PT. Sinja sebesar 12% (Berdasarkan wawancara dengan bapak Yayan pada

10 November).

4.3 Kontribusi Industri Bola PT. Sinja Terhadap Kehidupan Sosial

Ekonomi masyarakat di Kecamatan Kadipaten Kabupaten Majalengka

pada tahun 1994-2006

4.3.1 Tingkat Kesejahteraan Pekerja Industri Bola PT. Sinja

Pada kurun waktu 1994-2006 upah yang diberikan kepada para pegawai di

industri mengalami peningkatan yang disesuaikan dengan perkembangan yang

terjadi pada industri tersebut. Meskipun pada tahun 1994-2006 perkembangan

industri ini mengalami kemajuan yang cukup baik. Adapun upah kerja yang

diterima oleh para pegawai di industri bola PT. Sinja, adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12
Data Sebagian Pekerja dan Rata-rata Upah per Bulan
di Industri Bola PT. Sinja Tahun 2006
Nama Usia Pekerjaan Jumlah Upah Pokok
(Tahun) Perbulan
(Rp)
Uminah 43 Pengrajin Bola 180.000
Iwan Setiawan 34 Karyawan tetap 504.000
Agus Husein 41 Karyawan tetap 504.000
Asep 31 Karyawan Kontrak 432.000
Kartini 40 Pengrajin Bola 180.000
Dadan 35 Karyawan Kontrak 432.000
Sumber: Diolah dari Arsip Perusahaan (tanpa halaman) serta wawancara dengan
pekerja sekitar bulan September 2009

Berdasarkan data Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun

2006,ditetapkan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Majalengka untuk sektor

industri adalah sebesar Rp. 489.000. Dari data di atas jelaslah bahwa karyawan
107

tetap PT. Sinja setiap bulannya berkisar Rp. 504.000 atau perharinya Rp.21.000,

disesuaikan dengan jumlah hari kerjanya. Jika ia tidak bekerja selama 3-4 hari

karena ada kepentingan lain ataupun sakit maka pendapatan perbulannya akan

berkurang. Sedangkan untuk para pengrajin bola yaitu mereka yang berada di

rumah-rumah yang sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Para pengrajin ini

bersifat borongan dan setiap harinya digaji sesuai dengan berapa banyak produk

yang ia hasilkan. Pengrajin bola biasanya dalam satu hari bisa menjahit sekitar 3

bola, satu buah bola dihargai Rp. 2000 jadi selama satu bulan ia mendapat

penghasilan kurang lebih Rp. 180.000. Sedangkan untuk karyawan kotrak sehari

dibayar Rp. 18.000 jadi selama satu bulan ia mendapatkan uang sebesar Rp.

432.000, pendapatannya pun akan berkurang jika dalam satu bulan ia tidak

bekerja secara penuh.

Dengan demikian untuk upah perbulan para pekerja tetap industri bola PT.

Sinja melebihi upah yang telah ditetapkan oleh pemerintah Kabupeten

Majalengka. Jumlah upah ini bisa bertambah jika para karyawan membawa bola

ke rumahnya untuk di jahit pada waktu malam hari atau hari minggu ketika

perusahaan libur. Lain halnya dengan pekerja kontrak yang berasa di PT. Sinja

dimana ia hanya dibayar Rp.18.000 perharinya. Bila dihitung antara pendapatan

pekerja kontrak dan pengrajin tentu sangat berbeda dengan jumlah pendapatan

karyawan tetap. Apabila dihubungkan dengan harga bahan pokok pada waktu itu,

maka pendapatan setiap bulan yang diperoleh pada tahun 2006 sudah cukup untuk

memenuhi kebutuhan pokok. Berikut adalah harga bahan-bahan pokok di

Kabupaten Majalengka tahun sejak tahun 1994-2006


108

Tabel 4.13
Harga Delapan Bahan Pokok Di Kabupaten Majalengka Tahun 1994-2006
JENIS KOMODITI (RUPIAH)
TAHUN BERAS IKAN MINYAK GULA GARAM TEPUNG MINYAK SABUN
(KG) ASIN GORENG PASIR (BATA) TERIGU TANAH CUCI
(KG) (KG) (KG) (KG) (LITER) (BATANG)
1994 807,71 4.000 1.730,83 1.286,46 150 800 400 400
1995 807,71 4.079,17 1.730,83 1.286,46 150 800 400 400
1996 851,25 5.475 2.270,83 1.494,17 173,3 835,8 400 500
1997 1.106,98 5.900,00 2.323,96 1.509,17 197,50 912,50 391 655
1998 2.121,04 8.262,50 2.756,67 2.756,00 393,75 2.088,96 419 1.502,29
1999 2.456,88 11.633,33 3.669,38 2.620,00 200 2.548,96 400 1.585
2000 2.225,92 17.900,00 3.123,08 3.061,04 200 2.496,25 493,33 1.250
2001 2.370,83 15.316,67 4.338,58 3.854,17 200 2.948,75 706,25 1.775
2002 2.750,42 14.100,00 5.050,83 3.703,33 200 3.125,42 1.150 1.850
2003 2.686,67 12.400,00 4.529,23 3.975,83 200,00 3.341,67 1.200 1.850
2004 2.440 54.083 5.050 4.192 800 3.667 1.000 4.190
2005 3.192 21.667 4.842 5.350 1.300 3.879 1.569 2.454
2006 4.390 27.582 6.427 6.206 607 3.926 2.453 2.100

Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Majalengka .(1994-2006). Majalengka


Dalam Angka. Majalengka: Kantor Statistik Kabupaten Majalengka.

Berdasarkan tabel 4.7 hargaharga akan kebutuhan bahan pokok

mengalami kenaikan setiap tahunnya. Kenaikan harga tersebut secara langsung

berdampak kepada beban kebutuhan akan bahan pokok bagi penyadap bertambah.

Tingkat kesejahteraan semakin mengecil apabila tidak dibarengi dengan kenaikan

upah oleh karena itu pihak manajemen selalu menyesuaikan upah buruh dengan

UMR yang di tetapkan oleh Pemerintah. Untuk lebih menjelaskan seberapa besar

tingkat kesejahteraan karyawan dan pengrajin bola Majalengka ini dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, berikut akan diuraikan mengenai anggaran rumah

tangga pekerja industri bola PT. Sinja:


109

Keterangan Rincian pengeluaran hidup sehari-hari dalam satu bulan


Tenaga Kerja PT. Sinja tahun 2006

 Ibu Uminah adalah seorang ibu dengan empat orang anak dan satu suami, ia

bekerja sebagai pengrajin bola dari tahun 2002, setiap harinya ia bisa menjahit

bola sekitar tiga buah bola, setiap satu bola pada tahun 2006 di hargai sebesar

Rp. 2000. Maka selama satu bulan ia mendapatkan upah sebesar Rp. 180.000.

Rata-rata pendapatan per bulan Rp. 180.000.

Pengeluaran

- Kebutuhan beras 6 orang = 35 kg x @ Rp 4.390 = Rp. 153.650

- Membeli lauk pauk Rp. 200.000

- Lain-lain* Rp. 250.000___+

- Jumlah Rp. 603.650

Keterangan: *Biaya membeli sabun, sampo, pasta gigi, bayar sekolah


dan bayar listrik.

Upah yang diterima ibu Uminah ternyata tidak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya selam satu bulan. Kebutuhannya yang

mencapai 600.000 rupiah hanya bisa dimanfaatkan untuk membeli beras saja.

Biaya lain-lain adalah rincian biaya seperti biaya sekolah anak, bayar listrik,

biaya ke undangan dan lain-lain. Untung saja suaminya yang berprofesi

sebagai pedagang buah di Pasar Kadipaten bisa menambahkan

kekurangannya. Penghasilan Pa Jaja (Suami dari Ibu Uminah sebesar Rp.

500.000 tiap bulannya). Ibu Uminah adalah seorang pengrajin bola yang ingin

membantu ekonomi keluarga, jika di rata-ratakan dengan penghasilan

suaminya selama satu bulan maka jumlah pendapatan keluarga ibu Uminah
110

Rp. 680.000 dan ia bisa menyekolahkan ke empat anaknya sampai jenjang

SMP. Ibu Uminah pun memiliki sisa uang sebanyak Rp. 76.000 tiap bulannya

yang bisanya ia pakai untuk membeli pakaian ataupun ditabung, hasil

wawancara pada tanggal 30 Agustus 2009.

 Bapak Dadan seorang Karyawan Kontrak dengan pendapatan perbulannya Rp.

432.000, ia bekerja dari tahun 2004. Memiliki dua orang anak yang pertama

duduk di kelas V (Lima) Sekolah Dasar sedangkan yang kedua masih balita.

Rata-rata pendapatan per bulan Rp. 432.000

Pengeluaran

- Kebutuhan beras 4 orang = 25kg x @ Rp. 4.390 Rp. 109.750

- Membeli lauk pauk Rp. 150.000

- Lain-lain* Rp. 150.000_+

- Jumlah Rp. 409.750

Keterangan: *Biaya membeli sabun, sampo, pasta gigi, bayar sekolah


anak dan bayar listrik

Berdasarkan rincian biaya di atas bapak Dadan memiliki sisa uang

Rp. 72.250, hal ini dikarenakan ia baru memiliki satu anak yang bersekolah

itupun usianya masih kecil. Seperti halnya Ibu Uminah, pak Dadan pun

membelanjakan uang sisanya ke berbagai kebutuhan seperti pakaian dan

membeli alat-alat elektronik yang dibeli secara kredit dengan pembayaran

dicicil tiap bulannya, hasil wawancara pada tanggal 12 September 2009.

 Agus Husein Karyawan tetap PT. Sinja yang sudah bekerja dari tahun

2000 berpenghasilan Rp. 504.000, ia memiliki satu orang istri dan dua
111

orang anak. Ke dua anaknya sekolah di SD dan di SMP, berikut adalah

anggaran belanja rumah tangga Pak Agus dalam satu bulan:

Rata-rata pendapatan per bulan Rp. 504.000

Pengeluaran

- Kebutuhan beras 4 orang = 25kg x @ Rp. 4.390 Rp. 109.750

- Membeli lauk pauk Rp. 150.000

- Lain-lain* Rp. 150.000_+

- Jumlah Rp. 409.750

Keterangan: *Biaya membeli sabun, sampo, pasta gigi, bayar sekolah


dan bayar listrik

Pak Agus memiliki sisa dari hasil pengeluarannya selama satu bulan

sebesar Rp. 22.250. Sisa uang tersebut biasanya ia belanjakan untuk membeli

pakaian ataupun barang perabotan rumah tangga, hasil wawancara pada tanggal

12 September 2009.

Berdasarkan penjelasan di atas pula dapat diketahui bahwa para pegawai

yang menekuni industri bola PT. Sinja memiliki tingkat pendapatan yang cukup

dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Namun, meskipun pendapatan yang

diperoleh telah mencukupi, para pegawai tetap harus mengatur kondisi keuangan

sehingga dapat memenuhi kebutuhan lainnya seperti kebutuhan dalam bidang

pendidikan maupun kesehatan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan para

pegawai yang menekuni pekerjaan dalam industri bola ini cukup baik. Berikut

adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan pekerja industri

bola PT. Sinja:


112

a. Faktor pendapatan, maksudnya terdapat tingkat kesejahteraan yang

berbeda antara pemilik usaha, karyawan tetap, karyawan kontrak dan

pengrajin bola. Diharapkan jika perusahaan memiliki untung besar maka

diharapkan kesempatan meraih Pendapatan yang jauh lebih besar pun

akan dialami oleh para pekerjanya.

b. Faktor gaya hidup, maksudnya faktor gaya hidup seperti mewah, boros,

sederhana, juga menentukan tingkat kesejahteraan keluarga seseorang.

c. Faktor jumlah tanggungan keluarga, maksudnya adalah dengan jumlah

pendapatan yang biasanya telah terpatok dihubungkan dengan harga

kebutuhan pada masanya, dapat dipastikan keluarga dengan jumlah

tanggungan yang lebih sedikit, tingkat kesejahteraannya akan lebih

terjamin dibanding keluarga yang memiliki jumlah tanggungan keluarga

yang jauh lebih banyak.

Kondisi-kondisi yang dipaparkan di atas memberikan gambaran bahwa

tingkat kesejahteraan yang ditunjang oleh beberapa fasilitas yang terdapat dalam

industri bola PT.Sinja menunjukkan gambaran kehidupan yang cukup sederhana.

Sederhana disini dimaksudkan bahwa para pekerja hanya bisa makan seadanya

tanpa terpenuhinya asupan makanan empat sehat lima sempurna. Para pekerja

hanya bisa memenuhi kebutuhan primernya saja seperti kebutuhan akan sandang,

pangan dan papan (rumah). Kenyataan ini tetap di pertahankan oleh pekerja

mengingat untuk usaha yang sejenis sangat sulit diketemukan di Majalengka,

dengan kata lain bahwa industri besar yang ada di Majalengka sangat langka. Para

pekerja tidak pernah melakukan protes keras terhadap perusahaan untuk menuntut

upah lebih, hal ini membuktikan bahwa pengrajin maupun karyawan tetap dan
113

kontrak memiliki sebuah interaksi sosial yang baik, dimana kedua belah pihak

bersikap saling peduli dan bekerja sama dalam mengembangkan industri tersebut.

Mobilitas sosial horizontal di antara masyarakat kadipaten yang tadinya

bermatapencaharian agraris sekarang berubah menjadi buruh industri adalah hal

yang sangat menarik. Bila dilihat dari jumlah penghasilan yang diperolehnya

sudah mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari dan ada sebagian sisa bisa ditabung

atau dibelanjakan untuk kebutuhan sekunder dan tersier lainnya. Apabila

seseorang bekerja menjadi petani maka ia hanya mendapatkan uang dua kali

dalam satu tahun, hal tersebut tidak berlaku tentunya jika hasil taninya mengalami

kekeringan, serangan hama atau gagal panen lainnya. Berdasarkan pengamatan

penulis, masyarakat di Kecamatan Kadipaten termasuk masyarakat dengan gaya

hidup yang mengikuti zaman terutama dalam hal sandang dan perabotan rumah

tangga. Selain itu, para pekerjapun memiliki beberapa sifat dinamis dan praktis,

hal ini bisa diakibatkan karena mulai sibuknya para pekerja dengan sistem kerja

yang mulai terjadwal. Perubahan gaya hidup yang praktis dan simpel juga mereka

perlihatkan sekarang ini. Para pekerja sedikit sekali yang memanfaatkan koperasi,

padahal di koperasi PT. Sinja pun sudah tersedia delapan kebutuhan pokok

dengan harga yang terjangkau. Pada kenyataannya mereka lebih memilih untuk

berbelanja di pasar swalayan yang memang sudah banyak terdapat di Majalengka.

Hasil wawancara dengan Kokom, pegawai koperasi pada tanggal 12 September

2009).

Tingkat kesejahteraan para pekerja yang walaupun pada kenyataanya

mereka memiliki uang lebih dari hasil upahnya selama satu bulan, tapi ada
114

diantara mereka yang mencoba menabung. Kebanyakan mereka dari mereka

sebenarnya melakukan arisan perabotan rumah tangga, dan sedikit sekali yang

benar-benar menabung untuk dipakai jika keadaan yang mendesak, misalkan jika

ada keluarga sakit dan keperluan mendadak lainnya. Jika diukur dengan kacamata

hidup di Kecamatan Kadipaten dengan rata-rata penghasilan yang rendah pada

tahun 2006, terbukti bahwa karyawan kontrak dan karyawan tetap ini terbantu

dengan adanya PT. Sinja.

Kehidupan para pengrajin sebanyak 2.000 orang dimana setengahnya

adalah masyarakat Kecamatan Kadipaten memberi perubahan yang cukup berarti

dalam kehidupan sosial para pengrajin yang sebgian besar ibu rumah tangga.

Remaja putri dan ibu rumahtangga adalah mereka yang mempunyai ketelatenan

dalam menjahit, terutama ibu rumah tangga di pedesaan yang sedikit banyak

sudah diajarkan menjahit ketika muda oleh ibunya masing-masing. Hal ini

kemudian terjadi peran ganda selain sebagai ibu rumah tangga, ia pun menjadi

seseorang yang berjasa dalam meningkatkan pendapatan keluarganya. Meskipun

perannya hanya membantu ekonomi keluarga, hal ini jelas dapat mempengaruhi

komunikasi sosial dengan tetangga yang sudah terjalin sejak lama. Seorang ibu

rumah tangga menjadi terbatas ruang komunikasi sosial dengan lingkungannya

dan praktis setiap ibu rumah tangga hanya ada di dalam rumah mengerjakan

jahitan bola.
115

4.3.2 Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Industri Bola PT. Sinja

Kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Kadipaten

Kabupaten Majalengka merupakan masyarakat yang secara perlahan meniggalkan

sistem matapencaharian bertani. Dikala menunggu hasil panen datang biasanya

masyarakat Majalengka pergi ke kota untuk Nyaba (Pekerja musiman di kota)

mereka biasanya menjadi kuli bangunan atau menjadi tenaga galian proyek PLN

atau Telkom. Walaupun Majalengka tidak memiliki bahan baku yang cukup untuk

memproduksi bola, tapi hal ini tidak menyurutkan Pengusaha lokal yang bernama

H.M. Irwan Suryanto yang cukup jeli dalam memanfaatkan sumber daya manusia

yang ada. Menurut Wignjosoebroto (2003:63), ada beberapa pertimbangan dalam

menentukan sebuah lokasi pabrik, yaitu:

1. Lokasi di kota besar (City Location)


Diperlukan tenaga kerja terampil dalam jumlah besar
Proses produksi sangat tergantung pada fasilitas-fasilitas yang
umumnya hanya terdapat di kota-kota besar seperti listrik, gas, dan
lain-lain
Kontak dengan pemasok dekat dan cepat
Sarana transportasi dan komunikasi mudah didapatkan.
2. Lokasi di Pinggir Kota (Sub-urban Location)
Semi-skilled atau female labor mudah diperoleh
Menghindari pajak yang sangat berat
Tenaga kerja bertempat tinggal dekat dengan pabrik
Populasi mahluk hidup tidak banyak sehingga masalah lingkungan
tidak banyak timbul
3. Lokasi jauh dari kota (Country Location)
Lahan yang luas sangat diperlukan baik untuk keadaan sekarang
maupun rencana ekspansi yang akan datang
Pajak terendah lebih dikehendaki
Tenaga kerja tidak terampil dalam jumlah besar lebih dikehendaki
Upah buruh yang lebih rendah mudah didapatkan
Baik untuk proses produksi barang-barang yang berbahaya
116

Kabupaten Majalengka merupakan Kabupaten yang bisa dibilang jauh dari

kota atau Country Location, keadaan ini memberikan satu motivasi tersendiri

dalam mengembangkan industri bola. Mengingat bahwa sampai saat ini juga PT.

Sinja membuat gudang lain yang jaraknya kurang lebih 1 km dari pabrik, hal ini

dimungkinkan karena di Kadipaten sendiri terdapat banyak lahan persawahan dan

kebun yang masih bernilai jual rendah. Pajak yang rendah, tenaga kerja dalam

jumlah besar dan murah juga merupakan aspek yang paling diperhitungkan dalam

mengelola sebuah industri. Namun pendayagunaan tenaga kerja produktif di

Majalengkalah yang menurut H.M Irwan Suryanto bisa dimanfaatkan supaya

tidak terjadi urbanisasi.

Dalam masalah sosial keagamaan, masyarakat di Desa Liangjulang,

khususnya di Kecamatan Kadipaten cukup harmonis, mengingat kawasan

Kadipaten khususnya desa Kadipaten adalah daerah pesantren. Letak Pesantren

Mansyaul Huda yang berada di Desa Heuleut, persis bersebelahan dengan desa

Liangjulang, secara langsung menambah sifat harmonis. Kenyataan bahwa

sebagian besar masyarakat Kadipaten adalah beragama Islam, sehingga tidak

heran jiga hari raya keagamaan seperti hari Maulud Nabi dan Isra Miraj masjid

setempat selalu mengadakan acara pengajian ataupun perlombaan Nasyid dan

Adzan bagi siswa madrasah. Sebagian besar karyawan PT. Sinja pun ikut serta

dalam acara tersebut, apalagi masalah pendanaan acaranya, perusahaan sering

memberikan sumbangannya berupa uang ataupun barang.

Pada saat bulan puasa terutama menjelang Idul Fitri, PT. Sinja juga sering

membagikan zakat terutama bagi mereka membutuhkan. Pembagian zakat ini


117

cukup merata di sekitar Kecamatan Kadipaten, zakat yang diberikan berupa

sembako dan uang. Selain itu beberapa pendanaan dalam pembangunan Mesjid

dan Madrasah sering dibantu, terutama dalam masalah pembiayaan. Manfaat

sosial lainnya dengan adanya PT. Sinja adalah didirikannya beberapa lapangan

Voli yang sebelunya di beberapa kelurahan di Kadipaten belum ada. Tujuan dari

pembangunan lapangan voli ini tidak lain adalah untuk menumbuhkan minat dan

semangat memasyarakatkan olahraga. Pemberian bola voli secara cuma-cuma pun

sering diberikan terutama pada sekolah-sekolah sebagai sarana promosi dan

memperkenalkan produk lokal terhadap siswa sekolah. Pada saat ada turnamen

kejuaraan sepak bola atau bola voli yang dilaksanakan oleh dinas pendidikan dan

olahraga Kabupaten Majalengka pun PT. Sinja selalu menjadi salah satu

sponsornya.

Pemaparan-pemaparan di atas memberikan gambaran bahwa kehidupan

sosial ekonomi masyarakat Kadipaten terjadi dengan sangat harmonis. Meskipun

kehidupan yang terjadi senantiasa mengalami turun naik, namun hal tersebut tidak

menjadi sebuah hambatan untuk terjalinnya hubungan yang baik antar masyarakat

Kadipaten. Hubungan yang terjalin antar masyarakat, selain didasarkan kepada

hubungan pekerjaan didasari pula oleh adanya sikap kekeluargaan yang

menjadikan masyarakatnya mampu menjaga kerukunan dengan baik.


118

Anda mungkin juga menyukai