Anda di halaman 1dari 63

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK


KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT
PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS
DI RUANG PU 6 RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO JAKARTA PUSAT

KARYA ILMIAH AKHIR

DESTIANA AGUSTIN
0806333732

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS
DEPOK
JULI 2013
UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK


KEPERAWATAN KESEHATAN MASYARAKAT
PERKOTAAN PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS
DI RUANG PU 6 RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT
GATOT SOEBROTO JAKARTA PUSAT

KARYA ILMIAH AKHIR


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners

DESTIANA AGUSTIN
0806333732

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGAM STUDI NERS
DEPOK
JULI 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya Ilmiah Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Destiana Agustin

NPM : 0806333732

Tanda Tangan :

Tanggal : 03 Juli 2013

ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang berjudul Analisis
Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada Pasien Sirosis
Hepatis di Ruang PU 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto
Jakarta Pusat. Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas salah
satu mata ajar Karya Ilmiah Akhir pada Fakultas Ilmu Keperwatan Universitas
Indonesia. Selama proses penyusunan laporan ini, saya banyak mendapatkan
dukungan dan semangat dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Riri Maria, M.ANP selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir.
2. Ibu Kuntarti, SKp., M.Biomed selaku dosen pembimbing Karya Ilmiah Akhir,
yang telah menyediakan waktu, tenaga dan, pikiran untuk memberikan arahan
serta bimbingan kepada saya dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
3. Ibu Ns. Siti Annisah, S.Kep., ETN selaku kepala ruangan PU 6 RSPAD Gatot
Soebroto dan pembimbing klinik yang telah membimbing saya dalam
menjalani stase akhir program profesi.
4. Perawat ruang PU 6 RSPAD Gatot Soebroto yang telah memberikan
kesempatan kepada saya untuk belajar dan berlatih dalam melakukan asuhan
keperawatan di ruangan tersebut.
5. Orang tua, kakak, dan adik yang telah memberikan motivasi dan dukungan
selama proses penyelesaian tugas akhir;
6. Niima, Aulia Titia, Hesti, Putri, Elda, Ka Rohmad, teman kelompok yang
sudah bersama-sama melewati stase akhir profesi ini, berbagi suka maupun
duka dan belajar serta berbagi pengalaman dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien.
7. Teman-teman seperjuangan Fakultas Ilmu Keperawatan Reguler 2008 yang
telah memberikan waktu dan pikiran untuk berdiskusi dalam hal penyusunan
tugas akhir; dan

iv
Saya menyadari bahwa isi dari tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu, kritik dan saran membangun untuk penyempurnaan selanjutnya selalu
diharapkan. Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat khususnya di
dunia ilmu pengetahuan.

Depok, 03 Juli 2013

Penulis

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Destiana Agustin


NPM : 0806333732
Program Studi : Profesi
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis karya : Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan pada


Pasien Sirosis Hepatis di ruang PU 6 Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot
Soebroto Jakarta Pusat

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 03 Juli 2013
Yang menyatakan

(Destiana Agustin)

vi
ABSTRAK

Nama : Destiana Agustin


Program Studi : Ilmu Keperawatan
Judul :Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan pada Pasien Sirosis Hepatis di ruang PU 6 Rumah Sakit
Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta Pusat

Laporan dari rumah sakit umum pemerintah di Indonesia rata-rata prevalensi


sirosis hati adalah 47,4% dari seluruh pasien penyakit. Kematian terbesar dari
sirosis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun. Artikel ini bertujuan untuk
menggambarkan asuhan keperawatan pada klien sirosis hepatis di ruang
perawatan PU 6 RSPAD Gatot Soebroto. Pemantauan berat badan dan lingkar
abdomen setiap hari bertujuan untuk melihat keefektivan dari pemberian terapi
diuretic. Intervensi ini penting dilakukan untuk mengetahui perkembangan asites
dan edema. Hasil dari intervensi yang sudah dilakukan selama 8 hari perawatan
adalah terjadi penurunan berat badan sebesar 5 kg dan perubahan lingkar
abdomen sebanyak 7,5 cm. Rekomendasi bagi masyarakat ialah untuk berhenti
atau menghindari konsumsi alkohol yang dapat membahayakan organ hati.
Rekomendasi dalam pelaksanaan intervensi ini adalah perawat harus rutin setiap
hari menimbang berat badan dan mengukur lingkar abdomen serta
mendokumentasikan hasilnya.

Kata kunci: sirosis hepatis, asites, edema, berat badan, lingkar abdomen

ABSTRACT

Name : Destiana Agustin


Study Program: Nursing
Title :Analysis Clinical Practice of Urban Health Nursing for Hepatic
Cirrhosis Patient in PU 6 at RSPAD Gatot Soebroto Central
Jakarta

The report from public hospitals in Indonesia, prevalence of cirrhotic hepatic was
47,4% of all cirrhotic hepatic patients. The greatest mortality of cirrhotic hepatic
in the age group 60-70 years. The aim of this report was describing nursing care
for hepatic cirrhosis patient in PU 6 at RSPAD Gatot Soebroto. Monitoring of
body weight and abdominal girth for noticing the effectivity of diuretic therapy.
This intervention was necessary to be done to find out the progress of ascites and
edema. The results from intervention that already done during eight days care was
decreasing weight loss 5 kg and abdominal girth 7,5 cm. Recommendation of
doing this intervention for nurse is they should measurement of daily body weight
and abdominal girth and reporting the results.

Key words: hepatic cirrhosis, ascites, edema, body weight, abdominal girth

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................ i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH ..................................................................................... vi
ABSTRAK ................................................................................................ vii
ABSTRACT .............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ............................................................................................. viii
DAFTAR GRAFIK .................................................................................... x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii

1. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 5
1.4.1 Tujuan Umum ...................................................................... 5
1.4.1 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.5 Manfaat Penulisan .......................................................................... 5
1.5.1 Bagi Pendidikan ................................................................... 5
1.5.2 Bagi Masyarakat ................................................................... 5
1.5.3 Bagi Peneliti .......................................................................... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 6


2.1 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan .. 6
2.2 Konsep Dasar Sirosis Hepatis ......................................................... 7
2.2.1 Definisi Sirosis Hepatis .......................................................... 7
2.2.2 Etiologi Sirosis Hepatis .......................................................... 8
2.2.3 Klasifikasi Sirosis Hepatis ...................................................... 9
2.2.4 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis.......................................... 12
2.2.5 Patofisiologi Sirosis Hepatis................................................... 14
2.2.6 Komplikasi Sirosis Hepatis .................................................... 15
2.2.6 Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatis .. 17

3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ..................................... 22


3.1 Pengkajian ...................................................................................... 22
3.2 Analisis Data ................................................................................... 27
3.3 Diagnosa Keperawatan ................................................................... 28
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan ....................................................... 29
3.3 Catatan Perkembangan ................................................................... 29

4. ANALISIS SITUASI ........................................................................... 32


4.1 Profil Lahan Praktik ....................................................................... 32
4.1.1 Sejarah singkat RSPAD Gatot Soebroto ditkesad ................. 32
viii
4.1.2 Visi dan Misi RSPAD Gatot Soebroto ditkesad .................... 33
4.2 Analisis masalah keperawatan berdasarkan konsep terkait KKMP dan
konsep kasus terkait ........................................................................ 33
4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait 36
4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan 39

5. PENUTUP ............................................................................................. 41
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 41
5.2 Saran ............................................................................................... 43
5.2.1 Bagi Peneliti ........................................................................... 43
5.2.2 Bagi Masyarakat/Pekerja ........................................................ 43
5.2.3 Bagi Instansi .......................................................................... 43

DAFTAR REFERENSI .......................................................................... 44


LAMPIRAN

ix
DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1. Perubahan Berat Badan ........................................................... 40


Grafik 4.2. Perubahan Ukuran Lingkar Abdomen ..................................... 41

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penyebab Utama Sirosis Hepatis di Negara Barat ............. 8


Tabel 2.2 Etiologi dari Sirosis Hepatis .............................................. 9
Tabel 2.3 Pemeriksaan Diagnostik pada Sirosis Hepatis ................... 18
Tabel 2.4 Implementasi Keperawatan pada Klien dengan Sirosis Hepatis 19
Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium pada Klien Tn. S .................... 26

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Asuhan Keperawatan pada Klien Tn. S

xii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan
penduduk yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak
kehidupan yang materialistik. Dalam suatu kota diisi oleh suatu golongan
spesialis non agraris yang berpendidikan, yang bertujuan untuk
memperbaiki hidup mereka (Wulandari, 2012). Keperawatan kesehatan
masyarakat, khususnya perkotaan mencakup peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan
pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif), dan
mengembalikan serta memfungsikan kembali, baik individu, keluarga dan
kelompok masyarakat, ke lingkungan sosial dan masyarakat
(resosialitatif).

Proses globalisasi menimbulkan transformasi komunikasi dan informasi di


berbagai kawasan dunia yang memberikan dampak terhadap perubahan
nilai-nilai budaya. Keadaan ini membutuhkan kemampuan penyesuaian
dan mengatasi masalah yang tinggi, serta dukungan lingkungan yang
kondusif untuk berkembangnya nilai-nilai sosial dan budaya yang tanggap
terhadap berbagai perubahan. Masalah psikososial yang sering muncul di
masyarakat perkotaan, yaitu; stres dan depresi, ansietas, konflik/
kekerasan, risiko bunuh diri serta ketergantungan terhadap NAPZA
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya) (Depkes, 2011). Salah
satu perubahan gaya hidup dan masalah psikososial yang muncul adalah
ketergantungan terhadap alkohol. Konsumsi alkohol kronis dapat
memberikan dampak bagi psikologis seseorang dan juga menggangu
kesehatan yang dapat mengakibatkan penyakit hati, kanker, dan bahkan
mengancam jiwa.

1
Universitas Indonesia
2

Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-
nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal
(Price & Wilson, 2005). Sirosis dapat mengganggu sirkulasi darah
intrahepatik dan pada kasus lebih lanjut menyebabkan kegagalan fungsi
hati secara bertahap. Di negara barat penyebab sirosis hepatis yang
tersering adalah akibat dari konsumsi alkohol, sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di
Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-
50% dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak
diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Sudoyo, 2007).

Di Amerika Serikat terjadi peningkatan proporsi pasien sirosis hepatis


dengan hepatitis C dibandingkan dengan penyakit hati alkoholik pada
tahun 2008. Penelitian pada pasien dengan diagnosis tersebut
menunjukkan bahwa umur mereka rata-rata sekitar 60 tahun dan mayoritas
pasien adalah pria dengan rasio pria dan wanita 4 : 1,3. Kematian terbesar
dari sirosis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun (Gunnarsdottir,
2008). Penyebab sirosis hepatis sebagian besar akibat penyakit hati
alkoholik maupun infeksi virus kronis. Sirosis akibat alkohol merupakan
penyebab kematian nomor sembilan pada tahun 1998 di Amerika Serikat
dengan jumlah hingga 28.000 kematian (NIAAA, 1998 dalam Price &
Wilson, 2005). Dalam penelitian Kristianto (2007) menunjukkan bahwa
dari 12 variabel yang diteliti (umur, jenis kelamin, status hepatitis, riwayat
hepatitis, status alkoholisme, riwayat alkoholisme berisiko sebelum
hepatitis, riwayat alkoholisme setelah hepatitis, status diabetes melitus,
kebiasaan begadang, kebiasaan makan pagi, kebiasaan buang air di pagi
hari, dan kejadian sirosis hati), umur (p<0,01, OR=3,667) dan status
hepatitis (p<0,01, OR=2,697) memiliki hubungan dengan kejadian sirosis
hati di Ruang Penyakit Dalam Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang periode 1 Januari 2006 - 31 Maret 2007.

Universitas Indonesia
3

Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata


prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang dirawat di bangsal
Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati
yang dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah
2,1:1 dan usia rata-rata 44 tahun (PPHI-INA ASL, 2013). Di RS Dr.
Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun
(2004). Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati
sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam
(Sudoyo, 2007). Di RSPAD Gatot Soebroto, sirosis hepatis menempati
urutan ke delapan dalam sepuluh besar penyakit yang ada di Sub Instalasi
Rawat Inap A pada bulan Maret 2013, dengan jumlah pasien sebanyak 12
orang. Dalam periode 07 Mei-22 Juni 2013 selama mahasiswa profesi FIK
UI 2012 praktek di RS ini, terdapat 5 orang pasien yang dirawat dengan
diagnosa sirosis hepatis dan 1 pasien meninggal dunia akibat perdarahan
varises esofagus.

Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis hepatis adalah ikterus, edema
perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris, angioma spidernevi,
ensefalopati hepatik, splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta
manifestasi sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat dianggap sebagai
manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal (Price & Wilson,
2005). Asites adalah akumulasi cairan yang bersifat patologis di dalam
rongga peritoneum. Asites merupakan salah satu komplikasi utama dari
sirosis hepatis, komplikasi lainnya adalah ensefalopati hepatik dan
perdarahan varises. Sekitar 50% pasien dengan sirosis hepatis kompensata
tanpa memperlihatkan gejala dari salah satu komplikasi tersebut, namun
terlihat perkembangan asites selama 10 tahun dari hasil observasi
(Runyon, 2009). Selain itu edema juga sering terjadi pada pasien sirosis
hepatis karena penurunan volume darah ke sel hati, yang menurunkan
inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga terjadi peningkatan aldosteron

Universitas Indonesia
4

dan ADH yang dapat meningkatkan retensi natrium dan air (Smeltzer &
Bare, 2002).

Terapi yang biasa digunakan untuk mengeluarkan cairan berlebih pada


asites dan edema adalah pemberian terapi diuretik. Perawat harus
memantau nilai elektrolit karena terjadinya pengeluaran cairan dan
elektrolit tubuh. Selain itu, implementasi keperawatan yang penting
dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari terapi diuretik dan melihat
perkembangan asites dan edema adalah dengan cara menimbang berat
badan dan mengukur lingkar abdomen setiap hari.

1.2 Perumusan Masalah


Perkembangan era globalisasi dan masuknya budaya Barat ke Indonesia
mengakibatkan perubahan gaya hidup masyarakat perkotaan. Sebagai
contoh, gaya hidup di perkotaan yang suka mengkonsumsi alkohol akan
berdampak pada kesehatan organ hati. Sirosis hepatis adalah penyakit hati
kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati pada kasus lebih lanjut
menyebabkan kegagalan fungsi hati secara bertahap. Sirosis hepatis dapat
terjadi akibat konsumsi alkohol kronis, infeksi virus hepatitis B maupun C.
Manifestasi dari sirosis hepatis antara lain asites dan edema. Pemberian
terapi diuretik bertujuan untuk mengeluarkan cairan berlebih pada asites
dan edema. Data yang didapat dari dalam maupun luar negeri tentang
angka kejadian sirosis hepatis dapat disimpulkan bahwa sirosis hepatis
merupakan penyakit kronik progresif yang dapat meningkatkan angka
morbiditas dan mortilitas jika tidak ditindaklanjuti. Berdasarkan hal
tersebut, penulis tertarik untuk menjelaskan asuhan keperawatan yang
diberikan pada klien dengan sirosis hepatis, yaitu memantau berat badan
dan lingkar abdomen setiap hari.

Universitas Indonesia
5

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis
hepatis di RSPAD Gatot Soebroto
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep terkait sirosis hepatis yang terdiri dari
definisi, jenis-jenis, etiologi, patofisiologi, komplikasi,
pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan dari sirosis hepatis
b. Menjelaskan asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
sirosis hepatis
c. Menganalisis masalah keperawatan yang muncul berdasarkan
konsep terkait KKMP
d. Menganalisis salah satu intervensi keperawatan yang dilakukan
berdasarkan konsep dan penelitian terkait
e. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang dapat
dilakukan

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Penulis
Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan klien
sirosis hepatis, kaitan masalah keperawatan dengan keadaan pada
masyarakat perkotaan.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi pada masyarakat perkotaan mengenai
penyebab dan akibat dari sirosis hepatis.
1.4.3 Bagi Instansi
Memberikan informasi terkait salah satu intervensi keperawatan
utama dalam menangani klien sirosis hepatis. Sebagai masukan
untuk perawat yang memberikan asuhan keperawatan di ruangan
terkait etiologi, manifestasi dan komplikasi dari sirosis hepatis.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan


Menurut Max Weber, suatu tempat dapat dikatakan sebagai kota jika
masyarakatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya.
Sedangkan, Wright mengatakan bahwa kota adalah suatu tempat
pemukiman yang berukuran besar, padat, permanen dan dihuni oleh
penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya (Waluya, 2007).
Ciri-ciri masyarakat perkotaan (Waluya, 2007) :
a. Penduduknya sebagian besar dapat memenuhi kebutuhan ekonominya,
b. Masyarakat perkotaan tingggal di tempat yang strategis untuk
kebutuhan perekonomian dan pemerintahan,
c. Masyarakat perkotaan bersifat heterogen mencakup keanekaragaman
penduduk, ras, etnis dan kebudayaan,
d. Pergaulan hidup di perkotaan bersifat individualisme,
e. Kesenjangan sosial tampak jelas tercermin dari sarana dan prasarana
kehidupan penduduk,
f. Sikap dan perilaku masyarakat sering berubah mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ruang lingkup kegiatan kesehatan masyarakat, meliputi (Effendy, 1998):


1. Promotif (peningkatan kesehehatan)
Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan status kesehatan dan dapat
mencapai tingkat kesehatan yang optimal seperti peningkatan gizi,
pemeliharaan kesehatan lingkungan, olahraga secara teratur, istirahat
yang cukup.
2. Preventif (pencegahan penyakit)
Usaha yang dilakukan mencegah terjadinya suatu penyakit meliputi
pemberian imunisasi pada bayi dan anak, ibu hamil, pemeriksaan
kesehatan secara berkala.

6
Universitas Indonesia
7

3. Kuratif (pengobatan)
Usaha yang dilakukan untuk mengobati secara tepat dan akuran oada
orang yang sakit dalam waktu singkat untuk dapat dipulihkan
kesehatannya.
4. Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
Usaha yang dilakukan pada penderita yang baru pulih dari penyakit
yang dialaminya, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan fisik,
mental dan sosial klien sebagai akibat dati penyakit yang dideritanya
melalui latihan yang telah terprogram dan latihan dari fisioterapi.
5. Resosialitatif
Usaha yang dilakukan untuk mengembalikan individu, keluarga, dan
kelompok ke dalam pergaulan masyarakat dan meyakinkan masyarakat
untuk dapat menerima kembali individu, keluarga atau kelompok yang
memiliki masalah kesehatan tersebut.

2.2 Konsep Dasar Sirosis Hepatis


2.2.1 Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif
(Sudoyo, 2007).

Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi


dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan
hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi
karena sirosis adalah kematian sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik -
(sel mast), regenerasi sel dan jaringan parut yang menggantikan sel-sel
normal. Perubahan ini menyebabkan hepar kehilangan fungsi dan distorsi
strukturnya (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2008).

Universitas Indonesia
8

Gambar 2.1. Stadium kerusakan hati

Menurut Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008 (2008), sirosis hepatis
berada di antara 10 penyebab utama kematian di dunia Barat. Keadaan ini
ditandai oleh tiga ciri khas, yaitu: fibrosis (yang menjembatani sekat-sekat
intrahepatik dalam bentuk pita-pita yang halus atau jaringan parut yang
lebar), nodul yang timbul karena regenerasi hepatosit dikelilingi oleh
fibrosis dan disrupsi arsitektur parenkim hati. Fibrosis disertai oleh
reorganisasi vaskuler, dengan hubungan timbal balik abnormal antara
aliran darah vaskuler yang masuk dan yang keluar, yaitu pintasan arteri-
vena porta (arterioportal venous shunt), pintasan arteri-vena hepatica
(arteriohepatic venous shunt) dan pintasan vena porta-vena hepatika
(portal venous-hepatic venous shunt). Akibatnya hati dapat mengalami
kekurangan perfusi darah yang serius.

2.2.2 Etiologi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain;
konsumsi alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat
hepatotoksik, dan lain-lain.
Tabel 2.1. Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat:
Penyakit hati alkoholik 60-70%
Hepatitis virus 10%
Penyakit bilier 5-10%
Hematokromatosis primer 5%
Penyakit Wilson Jarang
Defisiensi antitrypsin Jarang
Sirosis kriptogenik 10-15%

Sumber : Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto (2008)

Universitas Indonesia
9

Tabel 2.2. Etiologi dari sirosis hepatis


Penyakit infeksi
- Bruselosis
- Ekinokokus
- Skistosomiasis
- Toksoplasmosis
- Hepatitis virus (hepatitis B, C, D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolik
- Defisiensi 1 antitrypsin
- Sindrom fanconi
- Galaktosemia
- Penyakit gaucher
- Penyakit simpanan glikogen
- Hemokromatosis
- Intoleransi fluktosa herediter
- Penyakit Wilson
Obat dan toksin
- Alkohol
- Amiodaron
- Arsenic
- Obstruksi bilier
- Penyakit perlemakan hati non alkoholik
- Sirosis bilier primer
- Kolangitis sklerosis primer
Penyakit lain atau tidak terbukti
- Penyakit usus inflamasi kronik
- Fibrosis kistik
- Pintas jejunoileal
- Sarkoidosis

Sumber : Sudoyo (2007)

2.2.3 Klasifikasi Sirosis Hepatis


Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:
1. Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan
pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak
secara bertahap di dalam sel-sel hati (infiltrasi lemak) dan alkohol
menimbulkan efek toksik langsung terhadap hati. Akumulasi lemak
mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik yang mencakup
pembentukan trigliserida secara berlebihan, menurunnya pengeluaran
trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam lemak (Price &
Wilson, 2005).

Universitas Indonesia
10

Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:


1) Perlemakan hati alkoholik
Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai
oleh penimbunan trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90%
pecandu alkohol kronis (Corwin, 2009). Alkohol dapat
menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang dapat meluas
hingga mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak,
berminyak dan berwarna kuning (Mitchell, Kumar, Abbas, &
Fausto, 2008).

2) Hepatitis alkoholik
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-
40% pecandu alkohol kronis (Corwin, 2009). Kerusakan hepatosit
mungkin disebabkan oleh toksisitas produk akhir metabolisme
alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel hati
(dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah
sentrilobiler dan juga terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat
eosinofilik intraselular flamen intermediet), reaksi neutrofil
terhadap hepatosit yang bergenerasi, inflamasi porta, dan fibrosis
(sinusoidal, perisentral, periportal) (Mitchell, Kumar, Abbas, &
Fausto, 2008).

3) Sirosis alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut.
Pita-pita fibrosa terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang
kronis dan mengelilingi serta melilit di antara hepatosit yang masih
ada. Peradangan kronis menyebabkan timbulnya pembengkakan
dan edema interstisium yang membuat kolapsnya pembuluh darah
kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah yang
melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan asites
(Corwin, 2009). Hati mengalami transformasi dari hati yang
berlemak (fatty liver) dan membesar menjadi hati yang tidak

Universitas Indonesia
11

berlemak (nonfatty), mengecil dan berwarna cokelat (Mitchell,


Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).

Sirosis Laennec ditandai dengan lembaran-lembaran jaringan ikat yang


tebal terbentuk pada tepian lobulus, membagi parenkim menjadi nodul-
nodul halus. Nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi
sebagai upaya hati mengganti sel yang rusak. Pada stadium akhir
sirosis, hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim
normal yang menyebabkan terjadinya hipertensi portal dan gagal hati.
Penderita sirosis Laennec lebih beresiko menderita karsinoma sel hati
primer (hepatoselular) (Price & Wilson, 2005).

2. Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan
hati, sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi
sebelumnya. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut
dengan kehilangan banyak sel hati dan di selingi dengan parenkim hati
normal, biasanya mengkerut dan berbentuk tidak teratur dan banyak
nodul (Price & Wilson, 2005).

3. Sirosis biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris
pascahepatik. Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di
dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar
fibrosa di tepi lobulus, hati membesar, keras, bergranula halus dan
berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari
sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer (statis cairan
empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan
sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu hati) (Price & Wilson,
2005).

Universitas Indonesia
12

2.2.4 Manifestasi Klinis


Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul impotensi,
testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Jika
sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya
rambut badan, gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena,
sulit konsentrasi, agitasi sampai koma (Sudoyo, 2007).

Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal
hepatoselular adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan,
eritema palmaris, angioma spidernevi, ensefalopati hepatik. Gambaran
klinis yang terutama berkaitan dengan hipertensi portal adalah
splenomegali, varises esofagus dan lambung, serta manifestasi sirkulasi
kolateral lainnya. Asites dapat dianggap sebagai manifestasi kegagalan
hepatoselular dan hipertensi portal (Price & Wilson, 2005).

1. Manifestasi kegagalan hepatoselular


Menurunnya ekskresi bilirubin menyebabkan hiperbilirubin dalam
tubuh, sehingga menyebabkan ikterus dan jaundice. Ikterus intermiten
merupakan gambaran khas sirosis biliaris dan terjadi jika timbul
peradangan aktif hati dan saluran empedu (kolangitis) (Price &
Wilson, 2005).

Peningkatan rasio estradiol/testosteron menyebabkan timbulnya


angioma spidernevi yaitu suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa
vena kecil sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Perubahan
metabolisme estrogen juga menimbulkan eritema palmaris, warna
merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Ginekomastia

Universitas Indonesia
13

berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki,


kemungkinan akibat peningkatan androstenedion (Sudoyo, 2007).

Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah perdarahan, anemia,


leukopenia, dan trombositopenia. Penderita sering mengalami
perdarahan gusi, hidung, menstruasi berat dan mudah memar.
Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya faktor pembekuan darah.
Anemia, leukopenia, trombositopenia diduga terjadi akibat
hipersplenisme. Limpa tidak hanya membesar tetapi juga aktif
menghancurkan sel-sel darah dari sirkulasi sehingga menimbulkan
anemia dengan defisiensi folat, vitamin B12 dan besi.

Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang


mengandung sedikit protein. Hal ini dapat dikaji melalui shifting
dullness atau gelombang cairan. Faktor utama terjadinya asites ialah
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi portal)
dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia (Price
& Wilson, 2005). Edema terjadi ketika konsentrasi albumin plasma
menurun. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan
retensi natrium serta air dan ekskresi kalium (Smeltzer & Bare, 2002).

2. Manifestasi hipertensi portal


Akibat dari hati yang sirotik, darah dari organ-organ digestif dalam
vena porta yang dibawa ke hati tidak dapat melintas sehingga aliran
darah tersebut akan kembali ke sistem portal yaitu dalam limpa dan
traktus gastrointestinal. Adanya peningkatan resistensi terhadap aliran
darah melalui hati akan menyebabkan hipertensi portal (Smeltzer &
Bare, 2002). Hipertensi portal didefiniskan sebagai peningkatan
tekanan vena porta yang menetap di atas nilai normal yaitu 6-12
cmH2O (Price & Wilson, 2005). Pembebanan berlebihan pada sistem
portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari
obstruksi hepatik (varises).

Universitas Indonesia
14

Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik
juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam
sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh
darah portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan yang lebih
rendah (Smeltzer & Bare, 2002). Saluran kolateral penting yang timbul
akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada esofagus bagian
bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena kava menyebabkan
dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Sirkulasi kolateral juga
melibatkan vena superfisial dinding abdomen dan timbulnya sirkulasi
ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput
medusa). Sistem vena rektal membantu dekompensasi tekanan portal
sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat menyebabkan
berkembangnya hemoroid interna (Price & Wilson, 2005).

2.2.5 Patofisiologi
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh
konsumsi alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam
sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi
dehidrogenase dan menghasilkan asetaldehid yang akan merangsang
fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang
beregenerasi. Sirosis pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C,
infeksi dan intoksitifikasi zat kimia, pada sirosis ini hati mengkerut,
berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh
jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati. Sirosis biliaris disebabkan
oleh statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum, autoimun dan
obstruksi duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis tersebut
mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati.

Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke


dalam hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga

Universitas Indonesia
15

meningkatkan aliran darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah
portal yang akan menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh
darah kolateral portal (esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi
portal meningkatkan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang akan
mengakibatkan cairan berpindah dari sirkulasi portal ke ruang peritoneum
(asites). Penurunan volume darah ke hati menurunkan inaktivasi
aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH meningkat di dalam
serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat
menyebabkan edema.

Kerusakan fungsi hati; terjadi penurunan metabolisme bilirubin


(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi
metabolik, penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam
darah (hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak
menjadi energi tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis
albumin menurunkan tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan
sintesis plasma protein terganggunya faktor pembekuan darah
meningkatkan resiko perdarahan, penurunan konversi ammonia sehingga
ureum dalam darah menigkat yang akan mengakibatkan ensefalopati
hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang akan menimbulkan
eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan produksi empedu
sehingga lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat diserap usus halus
yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi vitamin menurunkan sintesis
vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah
merah.

2.2.6 Komplikasi
1. Varises Esofagus
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi
portal terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui
saluran ini ke vena kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut
(varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita

Universitas Indonesia
16

sirosis lanjut. Perdarahan ini sering menyebabkan kematian.


Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis (muntah yang
berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang hitam)
(Price & Wilson, 2005).

2. Peritonitis bacterial spontan


Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga
abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat
sempurna untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara
normal, rongga abdomen juga mengandung sejumlah cairan kecil yang
berfungsi untuk melawan bakteri dan infeksi dengan baik. Namun pada
penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen tidak mampu lagi untuk
melawan infeksi secara normal. Maka timbullah infeksi dari cairan
asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul
demam dan nyeri abdomen (Sudoyo, 2007).

3. Sindrom hepatorenal
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom
hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria,
peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal
(Sudoyo, 2007).

4. Ensefalopati hepatikum
Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh
kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati
karena terdapat penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh
hati, yang merupakan salah satu zat yang bersifat toksik dan dapat
mengganggu metabolisme otak (Price & Wilson, 2005).

5. Karsinoma hepatoselular
Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis
hati merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma

Universitas Indonesia
17

hepatoselular. Gejala yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu


makan, berat badan menurun drastis, demam, perut terasa penuh, ada
massa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen, asites, edema
ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena
(Wijayakusuma, 2008).

2.2.7 Asuhan Keperawatan Klien dengan Sirosis Hepatis


1. Pengkajian
a. Aktivitas : rasa cepat lelah, kelemahan, kehabisan tenaga karena
asupan makanan kurang dan juga ketidakseimbangan elektrolit
tubuh, letargi, penurunan masa otot/tonus
b. Sirkulasi : riwayat gagal ginjal kronik, CHF, distensi vena
abdomen, hipertensi/hipotensi, disritmia jantung
c. Eliminasi : flatus, melena (feses berwarna hitam), urin pekat
berwarna seperti teh, oliguria akibat retensi natrium dan air,
distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus.
d. Nutrisi : anoreksia, mual, muntah, berat badan menurun, asupan
alkohol, malnutrisi.
e. Cairan dan elektrolit : defisit volume cairan, muntah, perdarahan,
kulit kering, turgor kulit buruk, kelebihan volume cairan akibat
retensi natrium dan air (asites dan edema).
f. Neurosensori : sadar, gelisah, disorientasi, letargi, stupor, koma,
perubahan mental, berbicara perlahan.
g. Kenyamanan : rasa kurang enak pada abdomen, gatal-gatal pada
seluruh tubuh (pruritus), rasa nyeri pada daerah hepar, ikterik,
nyeri tekan pada daerah hepar (kuadran kanan atas) atau
pembesaran hepar, dilatasi vena-vena periumbilikus (kaput
medusae)
h. Pernafasan : dispnea, takipnea, bunyi nafas tambahan, ekspansi
paru terbatas karena asites
i. Keamanan : pruritus, deman, jaundice, ekimosis, peteki, spider
angioma, palmar eritema.

Universitas Indonesia
18

j. Seksualitas : gangguan menstruasi, atrofi testis, ginekomastia,


hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, impotensi, infertil.
k. Penyuluhan/pembelajaran : riwayat kontak dengan zat toksik,
pajanan dengan obat-obatan yang berpotensial menyebabkan
hepatoksik, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, pola sekarang dan
masa lampau (durasi dan jumlah
2. Pemeriksaan diagnostik
Tabel 2.3. Pemeriksaan diagnostik pada Sirosis Hepatis
Pemeriksaan Keterangan
Biopsi hati Mendeteksi infiltrat, fibrosis kerusakan jaringan hati.
Billirubin serum Meningkat karena gangguan seluler ketidakmampuan hati
mengkonjugasi atau obstruksi billier.
Bilirubin terkonjugasi Meningkat pada penyakit hepatoselular dan obstruksi
bilier
Bilirubin tak Meningkat pada penyakit hepatoselular dan hemolisis
terkonjugasi eritrosit
Urobilinogen urin Menurun pada obstruksi bilier dan meningkat pada
penyakit hepatoselular
Urobilinogen fekal Tidak ada sterkobilin pada obstruksi bilier dan meningkat
pada hemolisis eritrosit
Albumin serum Menurun karena penurunan sintesis
Globulin (Ig A dan Ig Meningkat, peningkatan sintesis
G)
Natrium serum Menurun, ketidakmampuan ekskresi air bebas pada asites
SGOT dan SGPT Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan
enzim.
Alkali fosfatase Meningkat karena penurunan ekskresi
GGT (Gamma-glutamil Meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik.
transpeptidase)
Nitrogen urea darah Menurun pada penyakit hepatoselular berat dengan
(BUN) obstruksi sirkulasi portal
Kadar ammonia darah Meningkat pada penyakit hepatoselular berat dengan
obstruksi sirkulasi portal
Darah lengkap Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan,
kerusakan SDM dan anemia terlihat dengan
hipersplenisme dan defesiensi besi, leukopenia mungkin
ada sebagai akibat hipersplenisme.
Masa protombin/ PT Memanjang (penurunan sintesis protombin)
APPT
Esofagoskopi Dapat menunjukan varises esofagus
Ultrasonografi Memeriksa sudut hati, permukaan hati, ukuran,
(USG) homogenitas adanya massa. Dapat melihat asites,
splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena
porta serta skrining adanya karsinoma hati.
Angiografi Untuk melihat sirkulasi portal, mendeteksi tumor/kista
Sumber: Doengoes (2000)

Universitas Indonesia
19

3. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang umum terjadi pada pasien sirosis hepatis,
sebagai berikut:
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru akibat asites, penurunan energi/kelelahan
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya perubahan
mekanisme regular: menurunnya protein plasma, malnutrisi
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan inadekuat diet, ketidakmampuan dalam
proses pencernaan, mual, muntah, asites, fungsi abnormal usus.
d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi pada hepar
e. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan adanya
perubahan dalam faktor pembekuan darah (menurunnya produksi
protrombin, fibrinogen, faktor VII,IX,X, gangguan metabolisme
Vit.K dan pelepasan tromboplatin)
4. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah
keperawatan yang terjadi pada pasien sirosis hepatis.
Tabel 2.4. Implementasi keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis
Mandiri
Optimalkan ventilasi dengan memposisikan semifowler/sesuai toleransi klien
Mengubah posisi klien secara teraut untuk meningkatkan ekspansi dan
oksigenasi pada semua bagian paru.
Menganjurkan klien untuk tirah baring guna mengurangi kebutuhan hati dan
meningkatkan suplai darah ke hati
Mengukur intake dan output cairan dan monitor balance cairan
Menimbang berat badan dan mengukur lingkar perut setiap hari. Respons
diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg.hari tanpa
adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki
Menganjurkan klien untuk makan makanan dalam porsi sedikit tetapi sering
Menganjurkan klien untuk melakukan perawatan mulut secara teratur
Meninggikan area edema, mengubah posisi, meminimalkan tekanan dan friksi
untuk mencegah dekubitus
Monitor tanda perdarahan
Pengurangan resiko cedera pada klien dengan memasang siderail di samping
tempat tidur
Mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan kompres hangat untuk
mengurangi nyeri.
bersambung

Universitas Indonesia
20

Sambungan tabel 2.4


Kolaborasi dengan Dokter
Melakukan tindakan torasentesis untuk mengeluarkan cairan dari rongga
toraks
Pemberian obat diuretik. spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Bila pemberian sprinolakton tidak adekuat disa dikobinasikan dengan
furosemid dosis 20-40 mg/hari.
Parasentesis dilakukan jika asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga
4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Postparasintesis diberikan albumin IV (6-8 gr/L dari cairan yang dikeluarkan)
Transfunsi albumin plasma jika hipoalbuminemia
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu untuk pengeluaran ammonia.
Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia,
Varises esofagus; sebelum dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat
beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat
somatostatin atau okteorid.
Skleroterapi; penyuntikan bahan sklerotik (ethanolamine dan sodium
tetradecyl sulfate) langsung ke varises melalui endoskopi
Ligasi varises esofagus; dengan alat khusus untuk mengisap permukaan
varises lalu mengikatnya dengan tali (rubber band)
TIPPS (Transjugular Intrahepatik Postsistemik Stent Shunt); membuat pintas
vena hepatica-vena porta disertai pelebaran vena.
Peritonitis bacterial spontan; diberikan antibiotika seperti cefotaxime
intravena, amoksilin, atau aminoglikosida
Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.
Kolaborasi dengan Ahli Gizi
Pemberian diet yang mengandung protein 1 g/KgBB dan kalori 2000-3000
kkal/hari
Diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari.
Pada klien dengan ensefalopati hepatikum, diberikan diet protein dikurangi
sampai 0,5 gr/kgBB per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai
cabang.
Sumber : Sudoyo (2007)

Ligasi Varises Esofagus


Ligasi varises esofagus adalah suatu tindakan pengikatan varises
esophagus dengan menggunakan karet bundar kecil (diameter
sekitar 1,5 mm) dan elastis untuk mencegah dan menghentikan
perdarahan pada varises esofagus grade 3-4 dan yang sedang
mengalami perdarahan (Priyanto & Lestari, 2008). Prosedur ini
dilakukan dengan menggunakan endoskopi yang dimasukkan ke
dalam saluran pencernaan (PB PAPDI, 2006 dalam Priyanto &
Lestari, 2008). Tujuan dilakukannya ligasi varises esofagus adalah

Universitas Indonesia
21

untuk menghentikan perdarahan saluran pencernaan atas,


memperlambat pecahnya varises esofagus, mengeradikasi varises
esophagus sampai grade 0-1.

5. Evaluasi keperawatan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, hasil yang diharapkan:
a. Tidak ada peningkatan cairan dalam rongga toraks, bunyi napas
normal, pola napas efektif
b. Keseimbangan intake dan output cairan, edema dan ukuran lingkar
abdomen berkurang
c. Asupan makanan adekuat, peningkatan nafsu makan, tidak ada
mual dan muntah
d. Nyeri yang dirasakan klien berkurang/hilang
e. Tidak ada tanda perdarahan

6. Discharge planning (perencanaan pulang)


Perawat memberikan edukasi kepada pasien sirosis hepatis, sebagai
berikut (CCHCS, 2012):
- Menganjurkan pasien makan makanan rendah garam dan rendah
lemak,
- Olahraga secara teratur,
- Menghindari atau berhenti mengkonsumsi alkohol,
- Minum obat secara teratur sesuai dengan resep yang diberikan,
- Menghindari valsava maneuver seperti; mengejan dan mengangkat
barang berat,
- Menggunakan sikat gigi yang halus untuk mencegah perdarahan
gusi,
- Menciptakan lingkungan yang aman di rumah,
- Memberikan informasi terkait kondisi yang mengharuskan pasien
dibawa ke pelayanan kesehatan, yaitu muntah darah, urin sedikit,
gangguan berpikir, BAB hitam, peningkatan berat badan lebih dari
2,5 kg, penurunan berat badan yang tidak disengaja lebih dari 5 kg.

Universitas Indonesia
BAB 3
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

1.1 Pengkajian
Informasi

Nama : Tn. S
Usia : 46 th
Tanggal Lahir : 13 September 1967
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku Bangsa : Sumatera
Tanggal Masuk : 20 Mei 2013
Sumber Informasi : Klien, keluarga, rekam medik

Riwayat Keperawatan:
Alasan masuk RS
Klien mengeluh perut membesar sejak 1 bulan SMRS dengan kaki
yang membengkak disertai dengan napas sesak. BAB cair warna hitam
sekita 10 kali dalam sehari, muntah darah (+), sering mimisan, mual
(+), mudah lelah. BAK berwarna gelap seperti teh sejal 1 bulan SMRS.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Riwayat transfusi 1x 3 bulan yang lalu karena Hb rendah. Riwayat
konsumsi alkohol sejak muda sampai 1 tahun yang lalu dan merokok
sejak usia 20 th

Aktivitas/Istirahat
Klien mengeluh cepat lelah sebelum dibawa ke rumah sakit, kelelahan
timbul jika klien berjalan jauh. Klien dapat tidur dengan nyenyak, bangun
tidur dalam keadaan segar.

Sirkulasi
Klien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, masalah jantung, demam
rematik, ekstremitas kesemutan. Tampak adanya edema di bagian kedua
22
Universitas Indonesia
23

ekstremitas bawah dengan derajat +1 dan pada pemeriksaan fisik didapati


shifting dullness (+) dan fluid wave (+) yang menandakan adanya asites.
Klien juga memiliki riwayat hematemesis. Hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital TD 120/80 mmHg, nadi : 64 x/mnt (reguler, sedang), suhu :36 OC,
tidak tampak distensi vena jugularis. Warna kulit pink, pengisian kapiler <
2 detik, membran mukosa lembab, konjungtiva pink, sklera ikterik.

Integritas Ego
Stres timbul dari penyakit yang dialami klien. Cara menangani stres
dengan menjalani pengobatan yang ada. Klien sudah menikah dan
dikarunia 2 orang anak. Gaya hidup dengan riwayat minum alkohol dan
merokok. Namun satu tahun yang lalu sudah berhenti minum alkohol.
Klien tampak tenang dan kooperatif dengan tenaga kesehatan.

Eliminasi
Pola BAB 3 x sehari dengan karakteristik feses cair ada ampas. Adanya
riwayat perdarahan dan BAB berwarna hitam. Pola BAK > 5 kali sehari,
karakter urine pekat berwarna gelap seperti teh. Saat ini klien mendapat
terapi diuretic 1 x dalam sehari (furosemid 40 mg dan aldactone 100 mg).
Nyeri tekan (+)di kuadran kanan atas abdomen. Lingkar abdomen
berukuran 104 cm. Bising Usus kurang lebih 5 x/mnt. BAK terlalu sering
karena penggunaan diuretik.

Makanan/Cairan
Klien mendapat terapi diet hati II, dengan jumlah makan 3 x/hari. Klien
mengeluh mual dan mengalami penurunan berat badan. Setelah dilakukan
tindakan ligasi pada varises esofagus klien mendapat terapi diet sebagai
berikut:
makanan cair/susu 22-23 Mei 2013
bubur saring 24-25 Mei 2013
bubur biasa-sayur cincang 26-27 Mei 2013
nasi tim 28-29 Mei 2013

Universitas Indonesia
24

Ada nyeri di bagian ulu hati berhubungan dengan tindakan pascaligasi.


Nyeri dapat berkurang jika diistirahatkan dan dalam posisi yang nyaman.
Berat badan biasa 80 kg dan terjadi perubahan berat badan 85 kg selama 1
bulan dan tinggi badan 175 cm. Klien diberikan terapi diuretic furosemid
40 mg dan aldactone 100 mg. Tampak adanya edema di bagian kedua
ekstremitas bawah dengan derajat +1 dan pada pemeriksaan fisik didapati
shifting dullness (+) dan fluid wave (+) yang menandakan adanya asites.

Higiene
Aktivitas sehari-hari klien dapat dilakukan secara mandiri untuk hal
makan, berpakaian, toileting. Untuk hal mobilitas dan hygiene klien
memerlukan bantuan dari istri ataupun perawat. Penampilan umum bersih,
cara berpakaian rapih, tidak ada bau badan, kondisi kulit kepala rambut
berminyak dan tidak adanya kutu.

Neurosensori
Tidak ada nyeri kepala, rasa ingin pingsan, kesemutan/kebas. Tidak ada
riwayat stroke ataupun kejang. Ada riwayat epitaksis. Penglihatan dan
pendengaran normal. Status mental compos mentis , terorientasi waktu,
orang dan tempat. Memori jangka pendek dan panjang bagus. Ukuran/
reaksi pupil : Ka/ Ki : +/+, 2/2. Refleksi tendon dalam (+), tidak ada
paralisis.

Nyeri/Ketidaknyamanan
Nyeri tekan (+) di kuadran kanan atas abdomen dengan skala 5,
karakteristik hilang timbul seperti tertusuk, durasi sekitar 3-5 menit . Nyeri
dirasakan tiba-tiba dan cara mengurangi nyeri dengan diistirahatkan dan
posisi yang nyaman. Tampak klien memegang area yang nyeri dan
meringis kesakitan.

Pernafasan
Klien riwayat merokok sebanyak 3 bungkus perhari selama kurang lebih
25 tahun. Tidak ada dispnea, riwayat bronchitis, empisema, pneumonia.
Universitas Indonesia
25

Frekuensi pernapasan 20 x/mnt, simetris dan tidak ada penggunaan otot-


otot aksesori. Bunyi nafas vesikuler +/+. Fungsi mental tampak klien
tenang.

Keamanan
Riwayat transfusi darah 1 x, 3 bulan yang lalu. Tidak ada riwayat cedera
kecelakaan. Riwayat gout arthritis. Funsgi penglihatan dan pendengaran
normal. Suhu tubuh 36 oC, diaforesis sedikit, integritas kulit baik, adanya
hematoma di ekstremitas bawah. Tonus otot baik, tonus otot baik, tidak
ada paralisis dan kekuatan umum 5555 5555
5555 5555

Seksualitas (Komponen dari interaksi sosial)


Tidak ada pembesaran payudara (ginekomastia), tidak terjadi kehilangan
rambut pada aksila. Ada tidaknya atrofi testis tidak terkaji.

Interaksi sosial
Status perkawinan menikah, lamanya sudah 15 tahun. Hidup dengan istri
dan kedua anak. Peran dalam struktur keluarga sebagai kepala keluarga.
Bicara jelas dan dapat dimengerti. Komunikasi verbal/ non verbal dengan
keluarga/ orang terdekat lain baik dan terbuka. Pola interaksi keluarga
(perilaku), setiap harinya klien ditemani oleh istrinya dan tampak rukun
dan harmonis

Penyuluhan/Pembelajaran
Bahasa dominan yang digunakan bahasa Indonesia. Jabatan klien saat ini
SERDA. Klien memiliki keyakinan kesehatan/ yang dilakukan dengan
memeriksakan kesehatan ke rumah sakit.

Universitas Indonesia
26

Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.1. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil Nilai normal
Jenis pemeriksaan
20/05/13 21/05/13 23/05/13 27/05/13
Hematologi
Hemoglobin 8,1 9,5 9,2 9,8 13-18 g/dl
Hematokrit 26 30 30 31 40-52%
Eritrosit 3,1 3,5 3,4 3,6 4,3-6,0 jt/l
Leukosit 1900 3570 2500 2720 4800-10800/ l
Trombosit 32000 37.000 81000 53000 150rb-400rb l
MCV 85 87 86 87 80-96 fL
MCH 25 27 27 27 27-32 pg
MCHC 31 32 31 31 32-36 g/dl
Koagulasi
NR 1,63 0,8-1,3
Waktu
Protrombin (PT)
Kontrol 11,5
Pasien 19,6 detik
APPT 9,8-12,6
Kontrol 33,3

Pasien 75,7 detik

Kimia klinik 27-39 detik

Bilirubin total 1,67

SGOT (AST) 82 < 1,5 mg/dl

SGPT (ALT) 38 < 36 U/L

Protein total 7,1 < 40 U/L

Albumin 2,5 6-8,5 g/dl

Globulin 4,8 3,5-5 g/dl

Ureum 19 19 2,5-3,5 g/dl

Kreatinin 1,1 1,0 20-50 mg/dl

Asam urat 6,2 0,5-1,5 mg/dl

Glukosa Darah 72 3,5-7,4 mg/dl

(Puasa) 70-100 mg/dl

Glukosa Darah (2 84

jam PP) < 140 mg/dl

Natrium 143 141 145 135-147 mmol/L

bersambung
Universitas Indonesia
27

Sambungan tabel 3.1


Kalium 3,1 3,8 3,2 3,5-5,0 mmol/L
Klorida 114 109 110 95-105 mmol/L
Urinalisis
Urobilinogen Positif 2 Negatif-positif 1

Pemeriksaan Diagnostik
1. USG Abdomen
Hasil dari pemeriksaan USG abdomen memberikan kesan: sirosis hepatis
dengan asites, mukosa kandung empedu menebal, perlemakan berat
pankreas, splenomegali, dan kedua ginjal, buli-buli, prostat normal.
2. Esophago-Gastro Duodenoscopy (EGD)
Hasil dari pemeriksaan EGD: skop masuk
OES tanpa hambatan, lumen esophagus
terbuka, mukosa tampak varises besar, biru,
berkelok-kelok, didapatkan stigmata, lumen
gaster terbuka, SSA positif, WMSA positif,
lumen duodenum terbuka dan mukosa
normal. Dari hasil tersebut menunjukkan
bahwa terjadi varises ssofagus grade 3 dan
gastropati portal hipertensi

3.2 Analisis Data


1. Data Subjektif : Klien mengatakan perutnya semakin membesar sejak 1
bulan SMRS dan kedua kakinya bengkak
Data Objektif : Adanya asites, shifting dullness (+), fluid wave (+), edema
ekstremitas bawah, nilai Hb 9,5 mg/dl, Ht 30%
Etiologi: Perubahan mekanisme regulasi: menurunnya protein plasma
Masalah Keperawatan : Kelebihan volume cairan

Universitas Indonesia
28

2. Data Subjektif : Klien mengeluh mual dan mengatakan kurang nafsu


makan
Data Objektif : Asites (+), nilai laboratorium albumin 2,5 g/dl
Etiologi: Mual/muntah, adanya asites
Masalah Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
3. Data Subjektif : Klien mengatakan sering sekali mimisa, BAB berwarna
hitam sekitar 10 kali dalam sehari, muntah darah (+)
Data Objektif : BAB berwarna hitam, terdapat hematoma pada kedua
tungkai, nilai Hb 9,5 gr/dl, Ht 30%, trombosit 37.000, PT/APPT 19,6/75,7
Etiologi : Perubahan dalam faktor pembekuan darah (menurunnya
produksi protrombin, fibrinogen, faktor VII, IX, X, gangguan metabolisme
vit K dan pelepasan protrombin) dan hipertensi portal
Masalah keperawatan : Resiko terjadinya perdarahan
4. Data Subjektif: Klien mengatakan nyeri pada abdomen skala nyeri 5,
seperti tertusuk-tusuk
Data Objektif : Nyeri tekan (+) pada abdomen kuadran atas kanan, H +1
pasca tindakan ligasi, Tampak klien meringis kesakitan, memegang area
yang nyeri
Etiologi : Agen injuri (spasme sfingter pasca ligasi)
Masalah keperawatan : Nyeri akut

3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus Tn. S dengan sirosis
hepatis, sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme
regulasi: menurunnya protein plasma
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual/muntah, adanya asites
3. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan perubahan dalam
faktor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin,

Universitas Indonesia
29

fibrinogen, faktor VII, IX, X, gangguan metabolisme vit K dan


pelepasan protrombin) dan hipertensi portal
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (spasme sfingter pasca
ligasi)

3.4. Rencana Asuhan Keperawatan (terlampir)


3.5. Catatan Perkembangan
Pada tanggal 20 Mei 2013 telah dilakukan implementasi untuk diagnosa
keperawatan kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan
mekanisme regulasi: menurunnya protein plasma. Perawat memantau tanda-
tanda vital, menghitung intake dan output (balance cairan), mengevaluasi
derajat edema, menimbang berat badan, mengukur lingkar abdomen klien,
dan berkolaborasi dengan dokter dalam memberikan obat furosemid 40 mg
dan aldactone 100 mg. Setelah dilakukan implementasi; S: klien mengatakan
perutnya terasa begah dan kaki bengkak, O: TD 120/80 mmHg, nadi 64
x/mnt, RR 20 x/mnt, suhu 36 oC, intake cairan (IVFD 400 cc, oral 300 cc):
700 cc, output cairan (urin 500 cc, IWL 250 cc): 750 cc, balance cairan 50
cc/8 jam, BB 85 kg, LP 104 cm, edema +1. A: Masalah kelebihan volume
cairan belum dapat teratasi. P: TTV, menghitung balance cairan, menimbang
berat badan, mengukur lingkar abdomen. Sama halnya di hari berikutnya,
tanggal 22-27 Mei 2013, perawat melakukan implementasi yang sama kepada
klien dengan diagnosa keperawatan kelebihan volume cairan. Tekanan darah
klien stabil di angka 110-120/60-80 mmHg, balance cairan (-) 50-200 cc/8
jam, terjadi penurunan berat badan sebanyak 5 kg selama 8 hari perawatan;
85 kg, 84,5 kg, 84 kg, 83 kg, 82 kg, 80 kg. Selain itu terjadi penurunan
ukuran lingkar abdomen sebanyak 7,5 cm; 104 cm, 103,5 cm, 103 cm, 101,5
cm, 101 cm, 96,5 cm. Edema ekstremitas +1 berkurang dan di akhir masa
perawatan edema sudah menghilang. Masalah kelebihan volume cairan sudah
teratasi.

Diagnosa keperawatan kedua; ketidakseimbangan nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual/muntah, adanya asites. Perawat
memberikan implementasi keperawatan dengan memotivasi klien untuk
Universitas Indonesia
30

makan dan menjelaskan tipe makanan yang dihidangkan, menganjurkan klien


untuk makan sedikit-sedikit namun sering jika merasa mual, memberikan
informasi kepada klien untuk menghindari minuman berkafein dan makanan
yang menghasilkan gas seperti lobak, kol, sawi, durian, ubi, menganjurkan
klien untuk melakukan perawatan mulut, berkolaborasi dengan ahli gizi
dalam memberikan terapi diet hati II, berkolaborasi dengan dokter dalam
memberikan obat omeprazole 40 mg, domperidone 10 mg dan curcuma 200
mg untuk mengatasi mual dan meningkatkan nafsu makan. Setelah dilakukan
implementasi; S: klien mengatakan masih merasa mual, O: terlihat hanya
menghabiskan makanan setengah porsi dari yang sudah dihidangkan. A:
Masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum
teratasi. P: memotivasi klien untuk menghabiskan makanan, membantu klien
melakukan perawatan mulut, menganjurkan klien untuk makan sedikit namun
sering. Hari ke-2 perawatan, klien mengatakan mual sudah berkurang, nafsu
makan mulai meningkat, klien menghabiskan porsi dari makanan yang
sudah dihidangkan. Hari ke-3 perawatan, pasca tindakan ligasi varises
esofagus klien mendapatkan diet khusus untuk pasca ligasi, nafsu makan
sudah kembali normal dan mual sudah hilang, dan klien menghabiskan
makanan yang dihidangkan. Masalah keseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh sudah teratasi.

Diagnosa keperawatan ketiga; resiko perdarahan berhubungan dengan


perubahan dalam faktor pembekuan darah (menurunnya produksi protrombin,
fibrinogen, faktor VII, IX, X, gangguan metabolisme vit K dan pelepasan
protrombin) dan hipertensi portal. Perawat telah melakukan implementasi
yaitu perawat memantau tanda-tanda vital, mengamati adanya perdarahan,
menganjurkan klien untuk menghindari mengejan dan mengangkat benda
berat, menganjurkan klien untuk mengunakan sikat gigi yang lunak/halus,
memasang siderail tempat tidur klien, berkolaborasi dalam memberikan
transfusi trombosit dan berkolaborasi dalam memberikan obat vit K. Setelah
dilakukan implementasi; S: klien mengatakan sudah tidak mimisan lagi, O:
TD 120/80 mmHg, nadi 64 x/mnt, RR 20 x/mnt, suhu 36 oC, adanya
Universitas Indonesia
31

hematoma di kaki, post transfusi PC 455 cc. A: Masalah resiko terjadinya


perdarahan teratasi sebagian. P: memantau TTV, memantau adanya
perdarahan, menciptakan lingkungan yang aman bagi klien, mengingatkan
klien untuk selalu memasang siderail. Tanggal 22 Mei 2013 dilakukan ligasi
varises esofagus untuk mencegah perdarahan varises esofagus. Setelah
tindakan ligasi tidak terjadi perdarahan hematemesis atau melena pada klien,
hematoma masih tampak di daerah ekstremitas bawah. Sampai masa akhir
perawatan, tanggal 27 Mei 2013 klien tidak mengalami tanda-tanda
perdarahan, lingkungan yang aman selalu tercipta di sekitar klien. Masalah
resiko terjadinya perdarahan sudah teratasi.

Pasca tindakan ligasi varises esofagus, klien merasakan nyeri di bagian


abdomen kuadran atas/bagian ulu hati dengan skala nyeri 5 seperti tertusuk-
tusuk. Diagnosa keperawatan keempat; nyeri akut berhubungan dengan agen
injuri (spasme sfingter pasca ligasi). Tanggal 23 Mei 2013, perawat telah
melakukan implementasi keperawatan dengan mempertahankan tirah baring
klien di tempat tidur, memberikan posisi yang nyaman bagi klien untuk
mengurangi rasa sakitnya, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan
memberikan kompres hangat pada area yang nyeri dan memantau skala nyeri
yang dirasakan klien. Setelah dilakukan implementasi; S: klien mengatakan
perut sebelah kanan terasa sakit dengan skala 5, O: tampak meringis
kesakitan dan memegang area yang sakit. A: Masalah nyeri akut belum
teratasi. P: memantau skala nyeri, mempertahankan tirah baring,
menganjurkan klien relaksasi napas dalam dan memberikan kompres hangat
pada area yang sakit. Tanggal 24 Mei 2013, klien mengatakan nyeri sudah
mulai berkurang dengan skala 3, masih memegang area yang sakit, tanggal
25 Mei 2013, nyeri sudah menghilang dan masalah nyeri akut sudah teratasi.

Universitas Indonesia
BAB 4
ANALISIS SITUASI

4.1 Profil Lahan Praktek


4.1.1 Sejarah singkat RSPAD Gatot Soebroto ditkesad
RSPAD Gatot Soebroto ditkesad merupakan rumah sakit tentara Belanda,
dikenal dengan groot militare hospital welterveden. Kemudian pada
tanggal 8 maret 1942 pernah menjadi rumah sakit militer angkatan darat
Jepang dengan nama rikugun byoin. Sejak kemerdekan 17 agustus 1945
dikuasai oleh tentara KNIL dan namanya diubah menjadi militaire
geneeskundige dienst yang dikenal dengan nama "leger hospital Batavia".
Pada tanggal 26 Juli 1950 diserahkan kepada Djawatan Kesehatan
Angkatan Darat menjadi rumah sakit tentara pusat. Moment bersejarah ini
selanjutnya diperingati sebagai hari jadi RSPAD Gatos Soebroto.
Mengingat jasa-jasa Letnan Jenderal Gatot Soebroto yang memberikan
segala-galanya bagi RSPAD agar menjadi kebanggaan prajurit dan upaya
meningkatkan kesejahteraan prajurit angkatan darat maka dipakailah nama
Gatot Soebroto dibelakang nama Rumah Sakit Angkatan Darat ini.

RSPAD Gatot Soebroto ditkesad ditunjuk menjadi salah satu tempat


pemeriksaan dan perawatan pejabat tinggi sampai sekarang. Mengingat
peran serta rumah sakit terhadap pelayanan kesehatan masyarakat maka
sejak tahun 1989, RSPAD Gatot Soebroto mulai membuka diri untuk
pelayanan swasta sampai sekarang, dikenal sebagai pavilion dr. R.
Darmawan, PS untuk rawat inap. Kemudian tahun 1991 didirikan
bangunan 6 lantai di paviliun Kartika untuk rawat jalan dan rawat inap.
Selanjutnya diresmikan pavilion dr Iman Sudjudi melayani kesehatan ibu
dan bayi, pavilion anak untuk perawatan anak serta non pavilion untuk
perawatan kelas tiga (http://www.rspadgatsu.com/).

32
Universitas Indonesia
33

4.1.2 Visi dan Misi RSPAD Gatot Soebroto ditkesad


Visi : Menjadi RS berstandar Internasional, rujukan utama dan RS
Pendidikan serta merupakan kebanggaan prajurit dan masyarakat
Misi : Menyelenggarakan fungsi perumahsakitan tingkat pusat dan
rujukan tertinggi bagi rumah sakit TNI AD dalam rangka
mendukung tugas pokok TNI AD, menyelenggarakan dukungan
pelayanan kesehatan yang bermutu secara menyeluruh untuk
prajurit PNS TNI AD serta masyarakat, mengembangkan keilmuan
secara berkesinambungan, meningkatkan kemampuan tenaga
kesehatan melalui pendidikan berkelanjutan, memberikan
lingkungan yang mendukung proses pembelajaran dan penelitian
bagi tenaga kesehatan.

4.2 Analisis masalah keperawatan berdasarkan konsep terkait KKMP


dan konsep kasus terkait
Tn. S (46 th) datang keluhan perut membesar sejak 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Perut dirasakan semakin membesar dari waktu ke waktu
disertai dengan membengkaknya kedua kaki. Klien juga mengeluh sesak
sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, BAB cair warna hitam sekitar
10 kali dalam sehari, BAK pekat berwarna seperti teh, muntah darah (+),
mimisan, mual (+), dan mudah lelah.

Hasil pengkajian didapat bahwa klien memiliki riwayat mengkonsumsi


alkohol sejak muda sampai 1 tahun yang lalu. Hal ini sejalan dengan faktor
risiko dari sirosis hepatis yaitu konsumsi alkohol kronis. Proses globalisasi
di berbagai kawasan dunia memberikan dampak terhadap perubahan nilai-
nilai budaya, diperlukan penyesuaian dan lingkungan yang kondusif untuk
tanggap dalam perubahan tersebut. Sikap dan perilaku masyarakat sering
berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perubahan nilai budaya mempengaruhi gaya hidup sehari-hari masyarakat
perkotaan, sebagai contoh gaya hidup yang dipengaruhi oleh negara Barat
adalah konsumsi alkohol. Aktivitas ini sangat lazim ditemukan di
Universitas Indonesia
34

masyarakat perkotaan. Selain itu jika masyarakat belum mampu


beradaptasi dengan perubahan nilai budaya, masalah psikososial dapat
terjadi stres dan depresi serta ketergantungan terhadap NAPZA
(Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya).

Alkohol dapat menyebabkan kerusakan pada sel hati, akumulasi lemak


dalam sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati yang akan menekan
aktivasi dehidrogenase dan menghasilkan asetaldehid yang akan
merangsang fibrosis hepatis dan terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan
nodul yang beregenerasi. Dengan demikian terjadi distorsi arsitektur sel
hati dan kerusakan fungsi hati.

Berdasarkan hasil anamnesa, didapatkan beberapa gejala awal (sirosis


kompensata) yang mengarah pada penyakit sirosis hepatis. Klien
mengeluh mudah lelah jika jalan jauh ditandai dengan hasil laobratorium
nilai Hb 8,1 gr/dl, Ht 26% dan eritrosit 3,1jt gr/dl, mual disertai penurunan
nafsu makan, perut terasa kembung. Mual yang dirasakan dan perut yang
terasa kembung/begah membuat nafsu makan klien menurun dan juga dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapati nilai albumin 2,5 g/dl, sehingga
timbul masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.

Selain itu, ditemukan gejala lebih lanjut (sirosis dekompensata), gejala


yang timbul meliputi adanya gangguan pembekuan darah yang
ditunjukkan dengan epitaksis, ikterus, air kemih berwarna seperti teh
pekat, hematemesis dan melena. Klien juga mengeluh perut terasa
membesar dari waktu ke waktu disertai bengkak di kedua kakinya.
Keluhan ini sesuai dengan teori yang ada terkait manifestasi lanjut dari
sirosis yaitu kegagalan sel hati dan hipertensi portal.

Pada pemeriksaan fisik, didapati shifting dullness (+) dan fluid wave (+),
ukuran lingkar abdomen 104 cm. Hal ini menunjukkan asites pada klien,
Universitas Indonesia
35

didukung dengan hasil pemeriksaan diagnostik USG abdomen klien


mengalami sirosis hepatis dengan asites. Asites terjadi karena penurunan
albumin serum yang disebabkan oleh gangguan metabolisme protein,
dapat ditunjukkan dari hasil pemeriksaan laboratorium yaitu nilai albumin
2,5 g/dl dan obstruksi aliran darah portal ke dalam hepar yang
meningkatkan aliran balik vena portal dan tahanan pada aliran darah
sehingga terjadi peningkatan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal.
Sedangkan edema terjadi karena penurunan volume darah ke sel hati, yang
menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga terjadi peningkatan
aldosteron dan ADH yang dapat meningkatkan retensi natrium dan air
(Smeltzer & Bare, 2002). Masalah asites dan edema yang dialami klien
menimbulkan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di ruang
interstisial.

Epitaksis, BAB berwarna hitam dan muntah darah yang terjadi pada klien
disebabkan karena terganggunya fungsi metabolisme protein, menurunnya
sintesis protein plasma yang mengakibatkan perubahan dalam faktor
pembekuan darah yang dapat dilihat dari nilai trombosit 32000rb l. BAB
berwarna hitam dan muntah darah merupakan manifestasi dari hipertensi
portal. Karena sel hati yang rusak mengakibatkan darah sulit masuk ke
dalam sel hati sehingga meningkatkan aliran darah balik vena portal dan
tahanan pada aliran darah portal, maka timbullah hipertensi portal. Dengan
terjadinya hipertensi portal, maka terbentuk pembuluh darah koleteral
portal di esofagus, lambung, rektum, umbilikus. Pada esofagus akan
timbul varises esofagus yang jika ruptur akan menimbulkan perdarahan
(hematemesis/muntah darah) dan varises lambung jika ruptur maka timbul
perdarahan di saluran gastrointestinal yang berakhir dengan melena/BAB
berwarna hitam (Price & Wilson, 2005). Dari hasil pemeriksaan diagnostic
Esophago-Gastro Duodenoscopy (EGD) didapati bahwa klien mengalami
varises esofagus gr 3. Manifestasi yang dapat dilihat pada klien
menimbulkan suatu masalah keperawatan yaitu resiko terjadinya
perdarahan. Saat ini klien sudah tidak mengalami keluhan-keluhan tersebut
Universitas Indonesia
36

sehingga masih perlu diawasi agar tidak terjadi perdarahan karena nilai
laboratorium PT/APPT memanjang yaitu 19,6/75,7 detik

Untuk mengatasi varises esophagus gr 3 yang dialami klien, maka


dilakukan tindakan ligasi sebanyak 5 ikatan. Ligasi merupakan tindakan
pengikatan di varises. Saat dilakukan pengkajian pasca tindakan ligasi,
klien mengeluh nyeri di bagian ulu hati dengan skala nyeri 5, nyeri hilang
timbul dan karekteristik seperti tertusuk. Nyeri dapat hilang jika klien
beristirahat. Dari keluhan klien ini maka timbul masalah keperawatan
nyeri akut pasca tindakan ligasi.

4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
Asites (penimbunan cairan dalam rongga abdomen) terjadi karena
perpindahan cairan dari ruang intravaskuler ke ruang interstisial yang
disebabkan oleh penurunan albumin serum. Obstruksi aliran darah portal
ke dalam hepar yang mengakibatkan hipertensi portal juga mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrostatik di sirkulasi portal yang dapat
menimbulkan asites. Sama halnya dengan edema, terjadi ketika
konsentrasi albumin plasma menurun dan produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.

Peningkatan lingkar abdomen diertai dengan hasil pemeriksaan fisik


abdomen shifting dullness (+) dan fluid wave (+) menandakan adanya
asites. Penambahan berat badan juga dapat menunjukan peningkatan
volume cairan dalam tubuh. Asites dan edema pada kedua ekstremitas
bawah pada klien menimbulkan masalah keperawatan kelebihan volume
cairan tubuh. Peningkatan berat badan 2-3 pound (1-1,5 kg)
mengindikasikan kebutuhan akan pemberian terapi diuretik atau retriksi
cairan (Gulanick & Myers, 2011). Respons diuretik dapat dipantau dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari
dengan adanya edema kaki (Sudoyo, 2007). 1 kg berat badan setara
Universitas Indonesia
37

dengan 1 liter cairan tubuh (Alexander, Corrigan, Gorski, Hankins, &


Perucca, 2010). Oleh karena itu, pemantauan berat badan sangat penting
dilakukan untuk melihat keberhasilan dari terapi diuretik, pengeluaran
cairan tubuh.

Pemantauan berat badan bertujuan untuk melihat perkembangan edema


dan asites pada klien. Penimbangan berat badan setiap hari sebaiknya
dilakukan sebelum makan pagi (waktu yang sama), memakai timbangan
yang sama dan memakai bahan baju yang sama (Sargent, 2006 dalam Lee
& Grap, 2008). Penulis menghadapi kesulitan dalam waktu penimbangan
berat badan klien, dikarena jam dinas pagi yang dimulai dari pukul 07.00-
15.00 wib dan dinas sore 12.00-20.00 wib, sehingga penulis tidak dapat
menimbang berat badan klien di waktu sebelum sarapan. Oleh karena itu
penulis menimbang klien saat sebelum makan siang, walaupun waktu
penimbangan tidak seefektif sebelum makan pagi, karena sebelum makan
pagi klien belum ada asupan makanan sehingga tidak mempengaruhi hasil
dari penimbangan berat badan.

Tn. S (46 th) memiliki berat badan sebelumnya 80 kg. Saat dilakukan
pengkajian berat badan mencapai 85 kg. Tn. S mengalami asites dan
edema di bagian ekstremitas bawah dengan derajat +1. Tn. S diberikan
terapi diuretik yaitu furosemid 40 mg per IV dan aldactone 100 mg per
oral. Pemberian terapi diuretik diharapkan cairan asites maupun edema
yang terjadi pada Tn. S berkurang, penulis memantau berat badan Tn. S
setiap hari. Pengukuran berat badan dilakukan dengan timbangan yang
sama, waktu yang sama (sebelum makan siang) dan bahan baju yang
dipakai sama.

Universitas Indonesia
38

86
85
84
83
82
81 Kg
80
79
78
77
20 Mei 22 Mei 23 Mei 24 Mei 25 Mei 27 Mei

Grafik 4.1. Perubahan berat badan

Grafik 4.1 menunjukkan bahwa terjadi penurunan berat badan sebanyak 5


kg pada Tn. S selama masa perawatan 8 hari di Instalasi Rawat Inap lantai
6 Perawatan Umum RSPAD Gatot Soebroto. Penurunan berat badan
sebanyak 5 kg sebanding dengan kehilangan 5 liter cairan tubuh.

Selain pemantauan berat badan, untuk melihat perkembangan asites


penting dilakukan pengukuran lingkar abdomen pada klien. Penurunan
lingkar abdomen menunjukkan adanya pengurangan cairan dalam rongga
abdomen sehingga asites dapat berkurang. Cara pengukuran lingkar
abdomen yaitu dengan memposisikan klien berbaring di tempat tidur,
gunakan meteran dan tempatkan meteran melingkar pada abdomen klien
tepatnya ukur di bagian umbilikus. Sebelum melepas meteran, tandai
dibagian samping dan tengah abdomen, pastikan pengukuran berikutnya di
posisi yang sama (Ignatavicius & Workman, 2012).

Universitas Indonesia
39

106

104

102

100

98 cm

96

94

92
20 Mei 22 Mei 23 Mei 24 Mei 25 Mei 27 Mei

Grafik 4.2. Perubahan Ukuran Lingkar Abdomen

Grafik 4.2 menunjukkan bahwa terjadi penurunan lingkar abdomen


sebanyak 7,5 cm pada Tn. S selama masa perawatan 8 hari di Instalasi
Rawat Inap lantai 6 Perawatan Umum RSPAD Gatot Soebroto. Pada klien
tampak asites berkurang.

Dalam pemberian asuhan keperawatan klien sirosis hepatis dengan


masalah kelebihan volume cairan, perawat berkolaborasi dengan dokter
dalam pemberian terapi diuretik, memantau hasil laboratorium dengan
melihat nilai elektrolit dan memantau perubahan dalam derajat edema dan
asites dengan menimbang berat badan dan mengukur lingkar abdomen
(Heitkemper, 2007 dalam Lee & Grap, 2008).

4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan


Saat dilakukan implementasi keperawatan pada klien, terdapat hambatan
dalam pelaksanaannya, antara lain:
Penimbangan berat badan dilakukan setiap hari dan waktu yang efektif
dalam pengukuran yaitu pada saat sebelum sarapan. Penulis tidak bisa
sepenuhnya melakukan tindakan ini sendiri setiap hari karena jadwal
dinas yang bergilir, sehingga diperlukan kerjasama dengan perawat

Universitas Indonesia
40

ruangan yang dinas malam untuk memantau berat badan klien pada
pukul 05.30 wib
Dalam hal menghitung intake dan output cairan pada klien. Output
cairan yang berupa urin harus ditampung setiap klien buang air kecil
dengan menggunakan gelas ukur, terkadang klien lupa menampung
urin, sehingga tidak terhitung outputnya. Sebaiknya, klien diberi
lembar catatan khusus untuk menghitung output cairan dan
mengingatkan kembali kepada keluarga untuk selalu menampung urin
klien jika buang air kecil.

Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari teori dan pembahasan yang sudah dijelaskan sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit kronis pada hepar
dengan inflamasi dan fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur
hepar dan hilangnya sebagian besar fungsi hepar. Jenis-jenis sirosis hepatis
yaitu sirosis Laennec, sirosis pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Penyebab
dari seirosis hepatis bermacam-macam antara lain alkohol, hepatitis B, C,
obstruksi bilier, dan lain-lain. Manifestasi klinis dari sirosis hepatis
meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul
impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan
seksualitas, hilangnya rambut badan, gangguan tidur, demam tak begitu
tinggi, adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epitaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai koma. Komplikasi
yang dapat terjadi akibat sirosis hepatis antara lain varises esofagus,
peritonitis bacterial spontan, sindrom hepatorenal, ensefalopati
hepatikum, dan karsinoma hepatoselular.

Masalah keperawatan yang muncul pada kondisi klien, yaitu masalah


kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan, risiko terjadinya perdarahan, dan nyeri akut pasca tindakan
ligasi. Implementasi keperawatan yang sudah diberikan meliputi
memantau berat badan dan lingkar abdomen setiap hari, menganjurkan
klien untuk makan sedikit tetapi sering, menciptakan lingkungan yang
aman bagi klien, mengajarkan teknik relaksasi napas dalam dan kompres
hangat untuk mengurangi nyeri.

41
Universitas Indonesia
42

Perkembangan era globalisasi dan masuknya budaya Barat mengakibatkan


perubahan gaya hidup pada masyarakat perkotaan, salah satu diantaranya
adalah konsumsi alkohol. Pada kasus didapati data bahwa klien memiliki
riwayat mengkonsumsi alkohol sejak muda sampai satu tahun yang lalu.
Hal ini memperkuat faktor risiko dari sirosis hepatis, yaitu konsumsi
alkohol kronis. Alkohol dapat menyebabkan kerusakan pada sel hati,
akumulasi lemak dalam sel hati dan efek toksik langsung terhadap hati
yang dapat menyebabkan distorsi arsitektur sel hati dan kerusakan fungsi
hati. Gejala dari sirosis hepatis yang terlihat pada klien, yaitu mudah lelah,
penurunan nafsu makan, perut terasa kembung, mual, epitaksis, ikterus, air
kemih berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, asites, edema
ekstremitas, varises esofagus.

Asites dan edema ekstremitas merupakan manifestasi dari kelebihan


volume cairan. Perawat berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian
obat diuretik pada klien yaitu furosemid 40 mg per IV dan aldactone 100
mg per oral untuk mengurangi asites dan edema. Menimbang berat badan
dan mengukur lingkar abdomen sangat penting dilakukan untuk memantau
kehilangan cairan pada klien yang mengalami asites dan edema. Hal ini
dilakukan untuk melihat perkembangan kondisi asites dan edema klien.
Penurunan berat badan pada klien sebanyak 5 kg dan penurunan lingkar
abdomen sebanyak 7,5 cm selama 8 hari masa perawatan di Instalasi
Rawat Inap lantai 6 Perawatan Umum RSPAD Gatot Soebroto. Pda klien
tampak asites berkurang.

Saat dilakukan implementasi keperawatan pada klien sirosis hepatis


dengan asites, penulis menghadapi beberapa kendala dalam pelaksanaan
implementasi. Pengukuran berat badan yang harusnya dilakukan sebelum
sarapan tidak dapat dilakukan dikarenakan jam dinas yang tidak sesuai
sehingga penimbangan berat badan dilakukan saat sebelum makan siang.
Hal ini dapat diatasi dengan adanya kerjasama dengan perawat ruangan
yang dinas malam untuk menimbang berat badan klien pada waktu yang
Universitas Indonesia
43

sudah ditentukan yaitu sebelum sarapan sekitar pukul 05.30. Selain itu,
dalam hal menghitung intake dan output cairan pada klien menghadapi
kesulitan dalam menampung urin setiap klien buang air kecil dengan
menggunakan gelas ukur, terkadang klien lupa menampung urin sehingga
tidak terhitung outputnya. Sebaiknya, klien diberi lembar catatan khusus
untuk menghitung outuput cairan dan mengingatkan kembali kepada
keluarga untuk selalu menampung urin klien jika buang air kecil.

5.2 Saran
1. Bagi Penulis
a. Kolaborasi dengan perawat ruangan dalam melakukan
implementasi keperawatan, yaitu dengan menimbang berat badan
dan mengukur lingkar abdomen pada klien yang mengalami asites.
b. Dapat menciptakan/mengembangkan intervensi yang baru
(inovatif) dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada, seperti
diet tinggi protein dengan menggunakan bahan makanan tertentu.
2. Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pemahaman tentang penyebab dari penyakit hati
b. Menghilangkan kebiasaan konsumsi alkohol
3. Bagi Instansi Rumah Sakit
a. Dapat menyediakan bed scale untuk menimbang berat badan klien
yang sulit bangun dari tempat tidur.
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi
pasien sirosis hepatis
b. Meningkatkan pemahaman dan berpikir kritis dalam menghadapi
kasus sirosis hepatis

Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Alexander, M., Corrigan, A., Gorski, L., Hankins, J., Perucca, R. (2010). Infusion
nursing; an evidence-based approach. 3rd ed. St.Louis, Missouri: Saunders
Elsevier

Baradero, M., Dayrit, M. W., Siswadi. Y. (2008). Klien gangguan hati: seri
asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.

California Correctional Health Care Services. (Jan 2012). Cirrhosis: Patient


education.11Juli2013.http://www.cphcs.ca.gov/docs/patienteducation/ESL
D%20Patient%20Education%206-15-12.pdf.

Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofiologis. (Nike budhi, Penerjemah). Jakarta:


EGC.

Depkes. (Apr 2011). Masalah Psikososial. 24 Juni, 2013.


http://www.depkes.go.id/downloads/ Psikososial.PDF.

Doenges, Marilynn E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Jakarta : EGC.

Effendy, N. (1998). Dasar-dasar keperawatan kesehatan masyarakat. Ed. 2.


Jakarta: EGC.

Gulanick, M., & Mylers, J. L.(2011). Nursing care plans; diagnoses,


interventions, and outcomes. 8th ed. St.Louis, Missouri: Saunders Elsevier.

Ignatavicius, D., & Workman, M. L. (2012). Medical surgical nursing: patient-


centered collaborative care. St.Louis, Missouri: Saunders Elsevier.

Kristiyanto, Stanislaus. (2007). Faktor-faktor resiko kejadian sirosis hati (Studi di


Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang). 27
Juni2013.http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php?action=4&idx=3222.

44
Universitas Indonesia
45

Lee, L., & Grap, M. (Dec 2008). Care and management of the patient with
ascites. June 24, 2013. http://www.proquest.com/.

Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis penyakit
Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.

PPHI-INA ASL. (Feb 19, 2013). Artikel umum: sirosis hepatis. 23 Juni, 2013.
http://pphi-online.org/alpha/?p=570.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses


penyakit. (Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC.

Priyanto, A., & Lestari, S. (2008). Endoskopi gastrointestinal. Jakarta: Salemba


Medika.

Runyon, B.A. (June 2009). Management of adult patients with ascites due to
cirrhosis: an update. June 24, 2013. http://www.proquest.com/.

Sacher, R. A., & McPherson, R.A. (2004). Tinjauan klinis hasil pemeriksaan
laboratorium. (Brahm & Dewi: Penerjemah). Jakarta: EGC.

Smeltzer, A. C., & Bare, B. G. (2001). Buku ajar keperawatan medical bedah
Brunner & Suddart. (Agung Waluyo: Penerjemah). Ed. 8. Jakarta: EGC.

Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Departemen ilmu
penyakit dalam FKUI

Waluya, B. (2007). Sosiologi: menyelami fenomena sosial di masyarakat.


Bandung: PT. Setia Purna Inves.

Wijayakusuma, H. (2008). Tumpas hepatitis dengan ramuan herbal. Jakarta:


Pustaka Bunda.

Wulandari, P. (Mar 25, 2012). Makalah: Resume KKMP model pelayanan


keperawatan komunitas. 26 Juni 2013.
http://id.scribd.com/doc/86662733/RESUME-KKMP-Model-Pelayanan-
Keperawatan-Komunitas

Universitas Indonesia
Lampiran 1

Rencana Asuhan Keperawatan

NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional


1. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Mandiri
berhubungan dengan perubahan keperawatan selama x 24 jam a. Monitor intake dan output cairan Menunjukkan status volume
mekanisme regulasi: menurunnya tidak terjadi kelebihan volume sirkulasi, melihat keseimbangan
protein plasma, ditandai : cairan, dengan criteria: cairan tubuh
DS: Asites dan edema berkurang b. Monitor tanda-tanda vital Peningkatan TD biasanya
Klien mengatakan perutnya Terjadi keseimbangan berhubungan dengan kelebihan
semakin membesar sejak 1 intake dan output cairan volume cairan tetapi mungkin tidak
bulan SMRS TTV dalam batas normal terjadi karena perpindahan cairan
Klien mengatakan kedua (TD 120/70 mmHg, nadi keluar area vaskuler.
kakinya bengkak 60-100 x/mnt, RR 16-20 c. Evaluasi derajat edema (pada skala Edema terjadi terutama pada jaringan
DO: x/mnt, suhu 36,5-37,5OC) +1 sampai +4) yang bergantung pada tubuh (tangan,
Adanya asites, shifting kaki, lumasakral)
dullness (+), fluid wave (+) d. Timbang berat badan setiap hari Peningkatan berat badan sering
Edema ekstremitas bawah menunjukkan retensi cairan lanjut.
e. Ukur lingkar perut setiap hari Menunjukkan akumulasi cairan
Nilai Hb 9,5 mg/dl, Ht 30%
(asites) diakibatkan oleh kehilangan
protein plasma/cairan ke dalam area
peritoneal.
Kolaborasi
f. Kolaborasi dalam pemberian obat Digunakan dengan perhatian untuk
diuretik, contoh: spironolakton mengontrol edema dan asites.
(Aldakton); furosemid (Lasix). Menghambat efek aldosteron,
meningkatkan ekskresi air sambil
menghemat kalium, bila terapi
konservatif dengan tirah baring dan
pembatasan natrium tidak mengatasi.
g. Awasi albumin serum dan elektrolit Penurunan albumin serum
(khusunya kalium dan natrium) mempengaruhi tekanan osmotik
koloid plasma, mengakibatkan
pembentukan edema
h. Batasi natrium dan cairan sesuai Natrium mungkin dibatasi untuk
indikasi meminimalakn retensi cairan dalam
area ekstravaskuler
2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan Mandiri
kurang dari kebutuhan tubuh keperawatan 3 x 24 jam dengan a. Bantu dan dorong klien untuk makan; Diet yang tepat penting untuk
berhubungan dengan kriteria: jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien penyembuhan. Klien mungkin
mual/muntah, adanya asites, Nafsu makan meningkat makan bila klien mudah lelah, atau makan lebih baik bila keluarga
ditandai: Mual berkurang/hilang biarkan orang terdekat membantu terlibat dan makanan yang disukai
DS: Menunjukkan nilai klien. Pertimbangkan pilihan sebanyak mungkin.
Klien mengeluh mual laboratorium normal. makanan yang disukai.
Klien mengatakan kurang b. Berikan makanan sedikit dan sering. Buruknya toleransi terhadap makan
nafsu makan mungkin berhubungan dengan
DO: peningkatan tekanan intra-
Asites (+) abdomen/asites.
Nilai laboratorium albumin c. Batasi masukan kafein, makanan Membantu dalam menurunkan iritasi
2,5 g/dl yang menghasilkan gas atau gaster/diare dan ketidaknyamanan
berbumbu dan terlalu panas atau abdomen yang dapat mengganggu
terlalu dingin. pemasukan oral/pencernaan.
d. Berikan makanan halus, hindari Perdarahan dari varises esofagus
makanan kasar sesuai indikasi dapat terjadi pada sirosis berat.
e. Berikan perawatan mulut sering dan Klien cenderung mengalami luka
sebelum makan. dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak
enak pada mulut dimana menambah
anoreksia.
Kolaborasi
f. Awasi pemeriksaan laboratorium, Glukosa menurun karena gangguan
contoh glukosa serum, albumin, total glikogenesis, penurunan simpanan
protein, amonia. glikogen, atau masukan takadekuat.
Protein menurun karena gangguan
metabolisme, penurunan sintesis
hepatik, atau kehilangan ke rongga
peritoneal (asites). Peningkatan kadar
amonia perlu pembatasan masukan
protein untuk mencegah komplikasi
serius.
g. Konsul dengan ahli diet untuk Makanan tinggi kalori dibutuhkan
memberikan diet tinggi dalam kalori pada kebanyakan pasien yang
dan karbohidrat sederhana, rendah pemasukannya dibatasi, karbohidrat
lemak, dan tinggi protein sedang; memberikan energi yang siap pakai.
batasi natrium dan cairan bila perlu. Lemak diserap dengan buruk karena
Berikan tambahan cairan sesuai disfungsi hati dan mungkin
indikasi. memperberat ketidaknyamanan
abdomen. Protein diperlukan pada
perbaikan kadar protein serum untuk
menurunkan edema dan untuk
meningkatkan regenerasi sel hati.
Protein dan makanan tinggi amonia
(contoh gelatin) dibatasi bila kadar
amonia meninggi atau pasien
mempunyai tanda klinis ensefalopati
hepatik. Selain itu individu ini dapat
mentolelir protein nabati lebih baik
dari protein hewani.
h. Berikan obat antiemetic sesuai Digunakan dengan hati-hati untuk
indikasi menurunkan mual/muntah dan
meningkatkan masukan oral.
3. Resiko perdarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan Mandiri
dengan perubahan dalam faktor keperawatan selama x 24 jam a. Monitor tanda-tanda vital Penurunan TD dan peningkatan nadi
pembekuan darah (menurunnya tidak terjadi perdarahan, dengan menunjukkan kehilangan volume
produksi protrombin, fibrinogen, criteria: cairan
faktor VII, IX, X, gangguan Tidak menunjukkan adanya b. Amati manifestasi hemoragi; Menunjukkan adanya perubahan
metabolisme vit K dan pelepasan perdarahan ekimosis, epitaksis, peteki, pada mekanisme pembukan darah
protrombin) dan hipertensi portal, Tidak terjadi hematoma perdarahan gusi
ditandai: Nilai laboratorium dalam c. Anjurkan klien untuk menghindari Meminimalkan peningkatan tekanan
DS batas normal (Hb, Ht, aktivitas yang membuat klien intraabdominal yang dapat
Klien mengatakan seing trombosit) mengejan saat defekasi, mengangkat menimbulkan rupture atau
sekali mimisan TTV dalam batas normal barang berat, bersin, batuk atau perdarahan dari esofagus dan
Klien mengatakan BAB (TD 120/70 mmHg, nadi muntah lambung
berwarna hitam sekitar 10 60-100 x/mnt, RR 16-20 d. Lakukan tindakan keamanan untuk Untuk mengurangi resiko
kali dalam sehari, muntah x/mnt, suhu 36,5-37,5OC) mencegah cedera/perdarahan; cedera/perdarahan
darah (+) - mempertahankan lingkungan
DO: aman
BAB berwarna hitam - menyediakan sikat gigi yang
Terdapat hematoma pada lunak dan menghindari
kedua tungkai penggunaan tusuk gigi,
Nilai Hb 9,5 gr/dl, Ht 30%, - menganjurkan mengkonsumsi
Trombosit 37.000, PT/APPT makanan yang mengandung vit.
19,6/75,7 C,
- menggunakan jarum kecil saat
melakukan penyuntikan
Kolaborasi
e. Monitor nilai laboratorium Indikator terjadinya perdarahan hati
atau terjadinya komplikasi
f. Kolaborasi dalam pemberian obat Vitamin K untuk meningkatkan
vitamin K dan propanolol pembekuan darah dengan
memberikan vitamin larut lemak
yang diperlukan untuk mekanisme
pembukan darah
Propanolol untuk mengurangi
tekanan portal melalui kerja penyekat
beta adrenergic
g. Kolaborasi dalam pemberian Meningkatakan nilai trombosit
transfusi trombosit
4. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Mandiri
spasme otot abdomen, ditandai: keperawatan selama x 24 jam a. Monitor keluhan nyeri, skala nyeri, Gejala nyeri dapat membantu
DS: nyeri dapat berkurang atau karakteristik nyeri mendiagnosa penyebab perdarahan
Klien mengatakan nyeri pada hilang, dengan kriteria: b. Pertahankan tirah baring ketika klien Mengurangi kebutuhan metabolic
abdomen skala nyeri 5, Skala nyeri berkurang merasa nyeri dan melindungi hati
seperti tertusuk-tusuk Klien tidak meringis c. Berikan teknik kenyamanan, Mengurangi nyeri yang ada
DO: kesakitan relaksasi napas dalam dan perubahan
Nyeri tekan (+) pada Klien tidak merasa nyeri posisi
abdomen kuadran atas kanan pada abdomen d. Berikan kompres hangat pada Agar klien dapat rileks dan nyeri
H +1 pasca tindakan ligasi abdomen yang terasa nyeri berkurang
Tampak klien meringis Kolaborasi
kesakitan, memegang area a. Kolaborasi dalam pemberian Mengurangi iritabilitas traktus GI
yang nyeri antispasmodic dan sedative sesuai dan nyeri serta gangguan rasa
yang diresepkan nyaman pada abdomen

Anda mungkin juga menyukai