Isk Website
Isk Website
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi saluran kemih (ISK) pada anak sering ditemukan dan merupakan penyebab kedua
morbiditas penyakit infeksi pada anak, sesudah infeksi saluran nafas. Prevalensi pada anak
perempuan berkisar 3-5% dan pada laki-laki sekitar 1%.1
ISK telah dianggap sebagai faktor risiko penting pada terjadinya insufisiensi renal
atau end stage renal disease pada anak-anak. Setelah ISK pertama, 60-80% anak perempuan
biasanya akan mendapatkan ISK kedua dalam 18 bulan. Pada anak laki-laki, ISK paling
banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan dan jauh lebih sering terjadi pada anak laki-
laki disunat. Selama tahun pertama kehidupan, perbandingan rasio anak laki-laki: rasio anak
perempuan adalah 2,8-5,4: 1. Selama usia 1-2 tahun, dominasi rasio anak perempuan lebih
mencolok, dengan perbandingan anak laki-laki: anak perempuan adalah 1: 10. Infeksi
berulang sering terjadi pada penderita yang rentan atau terjadi karena adanya kelainan
anatomik atau fungsional saluran kemih yang menyebabkan adanya stasis urin atau refluks
sehingga perlu pengenalan dini dan pengobatan yang adekuat untuk mempertahankan fungsi
ginjal dan mencegah kerusakan lebih lanjut.1,2
Standar pemeriksaan untuk mendiagnosis ISK adalah dengan kultur urin. Karena
dalam proses kultur dibutuhkan waktu setidaknya 48 jam untuk mendapatkan hasilnya oleh
karena itu, pemeriksaan mikroskopis urin juga sering dibutuhkan untuk membantu membuat
diagnosis awal ISK. Spesimen urin penderita ISK akan menunjukkan temuan positif
padadipstick untuk nitrit, esterase leukosit, atau darah. Dipstick test memiliki sensitivitas
hampir 85-90%. Pemeriksaan mikroskopis urin dapat mengevaluasi adanya eritrosit, leukosit,
bakteri, dan sel epitel. Selain itu evaluasi diagnostik pada anak yang menderita ISK sudah
banyak mengalami kemajuan, ditambah dengan adanya metode-metode yang tidak invasif
seperti ultrasonografi, pencitraan radioisotop, MRI, dan lain-lain merupakan alat yang sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis.1,3
Mengingat adanya komplikasi jangka panjang yang merugikan jika anak dengan ISK
tidak segera diobati, maka deteksi dan penanggulangan dini dari ISK tersebut akan sangat
dibutuhkan.1
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas tentang patogenesis, diagnosis, dan tatalaksana ISK pada
anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
ISK adalah keadaan adanya infeksi (pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri)
dalam saluran kemih, meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih
dengan jumlah bakteriuria yang bermakna.1
Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK
ataukontaminasi dari uretra, vagina ataupun dari flora di periuretral. Dalam keadaan normal,
urin baru dan segar adalah steril. Bakteriuria bermakna yaitu bila ditemukan jumlah koloni >
105/ml spesies yang sama pada kultur urin dari sampel mid-stream urine. Ini merupakangold
standard untuk diagnostik ISK.1
Klinis simtomatik
Klinis asimtomatik
< 104
2.2 Epidemiologi
ISK terjadi pada 3-5% anak perempuan dan 1% dari anak laki-laki. Pada anak
perempuan, ISK pertama biasanya terjadi pada umur 5 tahun, dengan puncaknya pada bayi
dan anak-anak yang sedang toillete training. Setelah ISK pertama, 60%-80% anak
perempuan akan mengembangkan ISK yang kedua dalam 18 bulan. Pada anak laki-laki, ISK
paling banyak terjadi selama tahun pertama kehidupan; ISK jauh lebih sering terjadi pada
anak laki-laki yang tidak disunat. Prevalensi ISK bervariasi berdasarkan usia. Selama tahun
pertama kehidupan, rasio penderita laki-laki: rasio wanita adalah 2,8-5,4 : 1. Sedangkan
dalam tahun pertama sampai tahun kedua kehidupan, terjadi perubahan yang mencolok,
dimana rasio laki-laki: rasio perempuan adalah 1:10.2
Pada anak-anak prasekolah usia, prevalensi anak perempuan dengan infeksi tanpa
gejala yang akhirnya didiagnosa oleh aspirasi suprapubik adalah 0,8% dibandingkan dengan
0,2% pada anak laki-laki. Pada kelompok usia sekolah, angka insidensi bakteriuria pada
perempuan lebih banyak 30 kali dibandingkan pada anak laki-laki.3
Remaja putri lebih cenderung memiliki vaginitis (35%) dibandingkan ISK (17%).
Selain itu, gadis remaja yang didiagnosis dengan sistitis sering memiliki vaginitis
bersamaan.3
2.3 Anatomi Saluran Kemih
Organ urinaria terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra
(Gambar 1).4
Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli melalui proses
miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan uretra
anterior. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan buli-
buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan
posterior. Sfingter uretra interna terdiri dari otot polos yang dipersarafi oleh sistem saraf
simpatik sehingga pada saat buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna
terdiri atas otot bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai
dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada
saat menahan kencing.4
Perkembangan Kontinensia
Bayi memiliki keadaan inkontinensia, kemampuan untuk mengontrol pengeluaran
urin tergantung pada sistem renal yang lengkap dan berfungsi, kematangan saraf, kesempatan
yang diberikan kepada anak untuk buang air kecil dan kebiasaan. Anak dapat menjadi cemas
dan melemah jika harapan yang diberikan melebihi kemampuan dan kontrol mereka.
Kematangan terhadap mekanisme kontrol biasanya membutuhkan sekitar lima tahun untuk
anak yang sehat agar tetap terkontrol pada siang dan malam. Kandung kemih adalah organ
yang kompleks yang terbentuk dari lapisan otot dan dienervasikan oleh kompleks refleks dari
tulang belakang dan koordinasi dari otak. Perlu diingat bahwa jika anak tidak mau buang air
kecil, utuk alasan apapun, mereka dapat memberikan pesan kepada otaknya dari kandung
kemih mereka yang penuh itu.8
Kemampuan untuk mengontrol pengosongan kandung kemih adalah sebuah proses
yang dipelajari biasanya pada awal masa kanak-kanak sebagai hasil dari toillete training.
Seorang bayi tidak mampu berlatih mengontrol proses ini, karena pengosongan kandung
kemih tergantung pada kerja kompleks refleks. Kandung kemih mereka akan secara volunter
mengosongkan diri saat teregang pada volume 15 ml, seperti yang diketahui pada dewasa
rangsangan untuk buang air kecil pada volume 200 ml. Saat kandung kemih penuh dan
merangsang reseptor trigonal, dan hasilnya mengirimkan impuls ke area sakral tulang
belakang melalui sistem saraf otonom. Impuls motorik dari tulang belakang lewat sistem
saraf otonom menginisiasi relaksasi sfingter internal dan kontraksi otot detrusor, yang
selanjutnya mengakibatkan urin keluar dari kandung kemih. Kapasitas kandung kemih anak
bervariasi berdasarkan umur (Tabel 1). Jumlah urin bervariasi pada neonatus dan anak (Tabel
2).8
Tabel 1. Frekuensi Rata-Rata Miksi Pada Bayi dan Anak9
Umur Frekuensi Miksi/ 24 Jam
3-6 bulan 20
6-12 bulan 16
1-2 tahun 12
2-3 tahun 10
3-4 tahun 9
12 tahun 4-6
Tabel 2. Jumlah Urin Pada Neonatus dan Anak9
Umur Jumlah Urin (ml)
1 hari 0-20
2 hari 20-50
3 hari 20-60
4 hari 30-70
5-7 hari 40-90
1 bulan 200-400
2 bulan 300-500
3 bulan 500-700
1-2 tahun 600-800
3-5 tahun 800-1200
6-10 tahun 800-1400
10-14 tahun 800-1500
Kematangan sistem saraf diperlukan untuk pengontrolan kandung kemih, jadi impuls
saraf dapat bergerak melalui tulang belakang menuju pusat kontrol miksi di otak. Saat
kewaspadaan untuk buang air kecil dan keinginan untuk mengontrol miksi telah berkembang,
bersama dengan kematangan biologis dari sistem saraf dan perkembangan sosial si anak,
menjadikan aktivitas sistem saraf pusat mengambil alih kerja sistem refleks.Kontrol yang
baik dapat dimulai pada usia dua tahun saat anak dapat secara sadar merelaksasikan otot
dasar pinggul untuk buang air kecil.8
Gambar 3. Sfingter Pada Kandung Kemih8
2.6 Klasifikasi
- ISK Atas (upper UTI) merupakan ISK bagian atas terutama parenkim ginjal, lazimnya
disebut sebagai pielonefritis.1,3
- ISK bawah (lower UTI): bila infeksi di vesika urinaria (sistitis) atau uretra. Batas antara
atas dan bawah adalah hubungan vesikoureter. Untuk membedakan ISK atas dengan
bawah.1,3
- ISK simpleks: ISK sederhana (uncomplicated UTI), ada infeksi tetapi tanpa penyulit (lesi)
anatomik maupun fungsional saluran kemih.1
- ISK kompleks: ISK dengan komplikasi (complicated UTI), adanya infeksi disertai lesi
anatomik ataupun fungsional, yang menyebabkan obstruksi mekanik maupun fungsional
saluran kemih, misalnya sumbatan muara uretra, refluks vesikoureter, urolitiasis, parut
ginjal, buli-buli neurogenik, dan sebagainya. Dalam kelompok ini termasuk ISK pada
neonatus dan sebagian besar kasus dengan pielonefritis akut.1
2.7 Patogenesis
Patogenesis dari ISK ditentukan oleh mekanisme proteksi dan faktor predisposisi.
Mekanisme proteksi yaitu pengosongan vesika urinaria berkala dan pertahanan tubuh
penjamu. Faktor predisposisi termasuk pengosongan vesika urinaria yang tidak komplit
menyebabkan urin residu (contohnya neurogenic bladder dan refluks vesikoureter), terapi
antibiotik sebelumnya (yang mana dapat mengeradikasi bakteri komensal dan menyebabkan
bakteri yang virulen dapat menyerang), anak laki-laki yang tidak disirkumsisi (disebabkan
kolonisasi bakteri di foreskin), dan faktor virulensi uropatogen. Parut ginjal atau refluks
nefropati telah ditemukan pada 12-58% pasien yang diperiksa setelah tahap awal ISK. Faktor
risiko parut termasuk: uropati obstruktif,refluks vesikouretra khususnya dengan refluks intra
renal, ISK pada usia muda, diagnosis dan terapi yang lambat, ISK rekuren.11
Anak dengan traktus urinarius yang abnormal lebih banyak menderita ISK yang
disebabkan organisme dengan virulensi lebih rendah seperti Pseudomonas atau
Staphylococcus aureus. Bakteri-bakteri ini merupakan flora yang sering mengkontaminasi
genital dan kulit.11
Anak yang terinfeksi bakteri Proteus memiliki risiko terbentuknya batu di saluran
urinarius. Ini terjadi karena bakteri memproduksi amoniak melalui metabolisme urea. Hal ini
meningkatkan pH urin, yang mana menyebabkan pembentukan presipitat garam kalsium dan
magnesium fosfat. Ini dapat muncul pada mukus dan debris sel yang disebabkan proses
inflamasi dan membuat lendir tebal yang mengisi saluran drainase lalu presipitat kimia dapat
membuatnya menjadi lebih padat. Pada sistem pelvikaliks dapat menjadi stag-horn calculi,
dan pada ureter menjadi bentuk seperti date stone.12
Bakteri patogen asalnya dari flora usus (E.coli) pasien sendiri yang berkoloni di area
periuretra. Lalu naik ke vesika urinaria dan memulai proses proliferasi dan invasi jaringan.
Toksin bakteri menyebabkan kemotaksis dan mengaktivasi granulosit. Ini diikuti pelepasan
radikal bebas dan produk lisosomal yang mana menyebabkan kerusakan jaringan dan
kematian dan fibrosis lanjut dan scarring.11
Hematuri
Scoatting
Demam
Muntah/ diare
Nyeri pinggang
2.9 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada ISK pada anak bisa berdasarkan gejala atau
temuan pada urine, atau bahkan keduanya, tetapi kultur urin sangat diperlukan untuk
konfirmasi dan pemberian terapi yang sesuai.2
Kecurigaan yang tinggi harus dipikirkan pada anak demam, terutama ketika demam
yang tidak jelas berlangsung selama dua sampai tiga hari, ini bisa mengurangi angka
kejadian ISK yang tidak terdeteksi. Pedoman terbaru yang dikeluarkan oleh American
Academy of Pediatrics (AAP) untuk evaluasi demam (39,0 C [102,2 F] atau lebih tinggi)
yang tidak diketahui penyebabnya dianjurkan melakukan pemeriksaan urinalisis dankultur
urine untuk semua kasus pada semua anak laki-laki dengan usia kurang dari enam bulan dan
semua anak perempuan dengan usia kurang dari dua tahun. Diagnosis ISK yang tepat
tergantung pada pengambilan sampel urin yang tepat 2,3
Pemeriksaan Pencitraan
Tujuan dari studi pencitraan pada anak-anak dengan ISK adalah mengidentifikasi kelainan
anatomi yang mempengaruhi terhadap infeksi. Namun pemilihan pmeriksaan dengan imaging
yang sesuai untuk ISK pada anak masih merupakan kontroversi. Teknik pencitraan paling sering
digunakan akan dibahas dalam Gambar 8.2,3,10 Keuntungan dan Kerugian dari Pemeriksaan
Radiologis dalam Evaluasi ISK dapat dilihat pada Tabel 4.10
Gambar 7. Algoritma pemeriksaan urin pada anak yang supek ISK15
Gambar 8. Algoritma Pemilihan Pemeriksaan Dengan Pencitraan15
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi telah menggeser urografi intravena sebagai pemeriksaan awal untuk ISK
pada anak. Ultrasonografi saja umumnya tidak adekuat untuk investigasi ISK pada anak-anak,
karena tidak dapat diandalkan dalam mendeteksi refluks vesicoureteral, parut ginjal ataupun
perubahan akibat peradangan. Jika refluks atau kelainan morfologi dapat diidentifikasi, renal
scintigraphy and voiding cystourethrography dianjurkan untuk pemeriksaan lebih lanjut untuk
melihat kelainan ginjal atau jaringan parut pada saluran kemih. Sebuah rekomendasi saat ini
adalah bahwa USG harus dihilangkan pada ISK pada anak-anak jika demam pada bayi dan anak-
anak menanggapi pengobatan (afebril dalam waktu 72 jam), hasil follow up baik, dan tidak ada
kelainan berkemih atau bahkan massa intra abdomen.3,10
2. Urografi Intravena
Urografi Intravena menampilkan gambar anatomi yang tepat dari ginjal dan dapat dengan
mudah mengidentifikasi beberapa kelainan saluran kemih (misalnya, kista,
hidronefrosis).Kelemahan utama dari urografi intravena adalah kurangnya sensitifitas
dibandingkan dengan skintigrafi ginjal dalam deteksi pielonefritis maupun jaringan parut pada
ginjal. Tingginya dosis radiasi dan respon tubuh terhadap kontras sangat perlu diperhatikan
khususnya pada anak-anak. Mengingat kelemahan tersebut, urografi intravena tampaknya
memiliki peran yang kecil dalam mendeteksi ISK pada anak.3
3. Skintigrafi Kortikal Ginjal
Skintigrafi Kortikal Ginjal telah mengganti urografi intravena sebagai teknik
standar untuk mendeteksi peradangan ginjal dan adanya jaringan parut pada ginjal.
Skintigrafi Kortikal Ginjal dengan technetium-99mlabeled
glucoheptonate maupunDimercaptosuccinic Acid (DMSA) sangat sensitif dan spesifik.
Pemakaian DMSAmenawarkan keuntungan dalam deteksi dini perubahan inflamasi akut
dan luka yang permanen dibandingkan dengan USG atau urografi intravena. Hal ini juga
berguna pada neonatus dan pasien dengan fungsi ginjal yang buruk. Computed
tomography (CT)sensitif dan spesifik untuk mendeteksi pielonefritis akut, tetapi tidak ada
studi yang membandingkan CT dan skintigrafi. Selain itu, CT lebih mahal daripada
skintigrafi, selain itu pemaparan radiasi pada pasien juga lebih tinggi.10
Voiding Cystourethrography
18.
Karena refluks vesicoureteral merupakan faktor risiko dari nefropati refluks dan pembentukan
jaringan parut pada ginjal, identifikasi awal pada kelainan ini sangat
dianjurkan. VoidingCystourethrography harus ditunda sampai infeksi saluran kencing telah
terkendali, karena refluks vesicoureteral mungkin merupakan efek sementara dari infeksi.
Namun, karena kepekaan dan spesifisitas yang rendah, dan
karena Voiding Cystourethrography melibatkan iradiasi gonad dan kateterisasi, penggunaannya
dalam mendiagnosis refluks vesicoureteral masih dipertanyakan.10
20.
Tabel 4. Keuntungan dan Kerugian dari Pemeriksaan Radiologis dalam Evaluasi ISK.10
Intravenous Precise anatomic image of the kidneys Not as reliable to detect renal
urography Estimates renal function scarring or pyelonephritis
High radiation dose
Risk of reaction to contrast
medium
Poor detail in infants
Renal cortical Detects pyelonephritis and renal Does not evaluate collecting
scintigraphy scarring even in early stages system
Useful in neonates Cannot detect obstruction
Little radiation
Useful in patients with poor renal
function
Cacingan
Batu ginjal
Obstruksi saluran kemih
Vaginitis
Vulvovaginitis
Tumor Wilms
2.11 Pengobatan
Hock-Boon (1988) mengemukakan beberapa prinsip penanggulangan ISK pada anak
sbb :1
1. Konfirmasi diagnosis ISK
2. Eradikasi infeksi pada waktu serangan atau relaps
3. Evaluasi saluran kemih
4. Perlu tindakan bedah pada uropati obstruktif, batu, buli-buli neurogenik
5. Cegah infeksi berulang
6. Perlu tindak lanjut
Algoritma penanggulangan ISK pada anak dapat dilihat pada Gambar 9, 10, 11.1,6
Sistitis akut harus ditangani segera untuk mencegah perkembangan mungkin untuk
pielonefritis. Jika gejalanya berat, spesimen urine kandung kemih diperoleh untuk kultur,
dan pengobatan segera dimulai. Jika gejala yang ringan atau diagnosis diragukan, perawatan
dapat ditunda sampai hasil kultur diketahui, dan kultur dapat diulang jika hasil tidak pasti.
Jika pengobatan dimulai sebelum hasil kultur dan sensitivitas yang tersedia, terapi dengan
trimetoprim-sulfametoksazol selama 5 hari efektif terhadap sebagian besar strain E. coli.
Nitrofurantoin (5-7 mg/kg/24 jam dalam 3 sampai 4 dosis terbagi) juga efektif dan memiliki
keuntungan yang aktif terhadap organisme-Enterobacter Klebsiella. Amoksisilin (50
mg/kg/24 jam) juga efektif sebagai pengobatan awal tetapi tidak memiliki keunggulan yang
jelas atas sulfonamid atau nitrofurantoin.3
Pada infeksi demam akut dengan kemungkinan pielonefritis, penggunaan antibiotik
spektrum luas selama 14 hari mampu mencapai tingkat jaringan yang signifikan. Anak-anak
yang dehidrasi, karena muntah, atau tidak dapat minum cairan kemungkinan harus dirawat
di rumah sakit untuk rehidrasi intravena dan terapi antibiotik intravena. Pengobatan
parenteral dengan ceftriaxone (50-75 mg/kg/24 jam, tidak lebih dari 2 g) atau ampisilin (100
mg/kg/24 jam) dengan aminoglikosida seperti gentamisin (3-5 mg/kg/24 jam dalam 1 untuk
3 dosis terbagi) adalah lebih baik. Potensi otoxicity dan nefrotoksisitas dari aminoglikosida
harus dipertimbangkan, dan kadar kreatinin serum harus diperoleh sebelum memulai
pengobatan dengan gentamisin harus diperoleh sebelum memulai pengobatan. Pengobatan
dengan aminoglikosida terutama efektif terhadap Pseudomonas spp. Oral sefalosporin
generasi ke-3 seperti cefixime efektif terhadap berbagai organisme gram negatif selain
Pseudomonas, dan obat ini dianggap oleh beberapa pihak menjadi pilihan perawatan untuk
terapi oral. Nitrofurantoin tidak boleh digunakan secara rutin pada anak-anak dengan demam
ISK karena tidak mencapai tingkat yang signifikan terhadap jaringan ginjal. Ciprofloxacin
yang merupakan fluorokuinolon yang digunakan secara oral adalah agen alternatif untuk
mikroorganisme resisten, terutama Pseudomonas, pada pasien yang lebih tua dari 17 tahun.
Ini juga telah digunakan pada anak dengan cystic fibrosis dan infeksi paru sekunder untuk
Pseudomonas. Keamanan dan efektivitas ciprofloxacin oral pada anak diteliti. Pada beberapa
anak-anak dengan ISK demam, injeksi intramuskular dosis loading ceftriaxone diikuti
dengan terapi oral dengan sefalosporin generasi ke-3 efektif.3
Anak dengan abses ginjal atau perirenal atau dengan infeksi pada saluran kemih
terhambat sering memerlukan drainase bedah atau perkutan selain terapi antibiotik dan
langkah-langkah pendukung lainnya.
Pada anak dengan ISK berulang, identifikasi faktor predisposisi sangat bermanfaat.
Profilaksis terhadap infeksi ulang, menggunakan-trimetoprim sulfametoksazol, trimetoprim,
atau nitrofurantoin pada dari dosis terapi normal sekali sehari, sering efektif.3
Pada bayi dan anak usia 2 bulan sampai 2 tahun dengan demam pertama, dengan
menampakkan gejala klinis ISK,
maka spesimen urine untuk urinalisis dan kultur harusdiperoleh
dengan aspirasi suprapubik atau kateterisasi sebelum pengobatan dimulai.3
Beberapa bukti menunjukkan tidak ada perbedaan yang
signifikan dalamkeberhasilan antara terapi IV diberikan antibiotik selama 3 hari diikuti deng
an terapi oralselama 11 hari dan 14 hari terapi oral. Data
ini didasarkan pada percobaan kontrol secara acak dari 306 anak usia 1-
24 bulan bahwa dibandingkan sefiksim oral selama 14 haridengan cefotaxime IV selama 3 h
ari diikuti oleh sefiksim oral selama 11 hari. Tidak
adaperbedaan penting diamati pada hasil jangka pendek atau jangka panjang. Jadi
direkomendasi bahwa anak-anak dengan demam ISK harus
menerima pengobatan oraldengan sefalosporin-kedua atau generasi
ketiga, amoksisilin klavulanat, atausulfametoksazol-trimetoprim (TMP-SMZ).3 Agen
Antibiotik untuk Pengobatan parenteral ISK dapat dilihat pada Tabel 5 dan untuk
pengobatan oral ISK pada Tabel 6.3
Rawat Inap pengobatan anak-anak dengan pielonefritis rumit.
Berikan cairan parenteral yang tepat, biasanya pada 1-1,5 kali tingkat pemeliharaan biasa,
berikan pengobatan parenteral dengan sefalosporin generasi ketiga, seperti ceftriaxone atau
cefotaxime. Tambahkan ampisilin jika terdapat cocci gram positif dalam sedimen urin atau
jika tidak ada organisme yang ditemukan. Gentamisin merupakan alternatif untuk bayi yang
lebih tua dari 7 hari, untuk anak-anak yang lebih tua, dan bagi remaja yang alergi terhadap
sefalosporin. Monitor fungsi ginjal dan pembuluh darah jika obat ini diperlukan untuk lebih
dari 48 jam.3
Hasil studi kultur urin dan sensitivitas biasanya tersedia dalam waktu 48 jam. Jika
patogen sensitif terhadap antibiotik yang digunakan dan jika anak itu membaik, maka
teruskan pengobatan dengan rute parenteral sampai anak tidak demam selama 24-36
jam.Pasien dirawat di rumah sakit biasanya dapat pulang ke rumah setelah 48-72 jam.
Lanjutkan dosis terapi antibiotik selama 10-14 hari terapi antibiotik. Terapi antibakteri
tetap harus diberikan untuk mencegah infeksi ulang sampai hasil vesikouretrografi
diperoleh(Tabel 7).3
Ceftriaxone 50-75 mg/kg/d IV/IM sebagai dosis tunggal Tidak digunakan pada bayi < 6
atau dibagi setiap 12 jam. minggu; antibiotic parenteral dengan
waktu paruh panjang.
Cefotaxime 150 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 6-8 jam. Aman digunakan pada bayi < 6
minggu, digunakan dengan ampisilin
pada bayi usia 2 8 minggu.
Ampicillin 100 mg/kg/d IV/IM dibagi setiap 8 jam Digunakan bersama gentamisin pada
neonatus <2 minggu, untuk kuman
enterokokus dan pasien yang alergi
dengan sefalosporin.
Gentamicin Neonatus < 7 hari: 3.5-5 mg/kg/dosis IVsetiap Monitor darah dan fungsi ginjal.
24 jam
Bayi dan anak < 5 tahun: 2.5
mg/kg/dosisIV setiap 8 jam atau dosis tunggal
dengan fungsi ginjal normal yaitu 5-7.5
mg/kg/dosis IV setiap 24 jam
Sulfamethoxazole and trimethoprim 6-12 mg/kg TMP, 30-60 mg/kg SMZ, dibagi stiap 12
jam
*Nitrofurantoin dapat digunakan pada infeksi saluran saluran kemih bawah. Tapi, karena daya
penetrasi terhadap jaringan yang terbatas, nitrofurantoin tidak cocok digunakan untuk
pengobatan infeksi pada ginjal.
2.11 Komplikasi
REAKSI ALERGI TERHADAP TERAPI ANTIBIOTIK SERING TERJADI. PADA
ANAK-ANAK DENGAN PIELONEFRITIS DAPAT TERJADI RADANG LOBAR DARI
GINJAL (LOBAR ATAU NEPHRONIA FOKAL) ATAU ABSES GINJAL. SETIAP
PERADANGAN PADA PARENKIM GINJAL DAPAT MENYEBABKAN PEMBENTUKAN
PARUT. KOMPLIKASI JANGKA PANJANG PIELONEFRITIS ADALAH
HIPERTENSI, GANGGUAN FUNGSI GINJAL, PENYAKIT GINJAL KRONIK, DAN
KOMPLIKASI KEHAMILAN (MISALNYA, UTI, HIPERTENSI YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEHAMILAN, NEONATUS BERAT LAHIR RENDAH).DEHIDRASI ADALAH
KOMPLIKASI YANG PALING UMUM DARI ISK PADA POPULASI ANAK-
ANAK. PENGGANTI CAIRAN INTRAVENA DIPERLUKAN DALAM KASUS YANG
LEBIH PARAH.16
Angka kesakitan terkait dengan pielonefritis ditandai dengan gejala sistemik seperti demam,
nyeri perut, muntah dan dehidrasi. Bakterimia dan sepsis dapat terjadi. Anak dengan pielonefritis
dapat juga terdapat sistitis. Kematian akibat ISK jarang terjadi pada anak sehat pada negara
berkembang.16
ISK menyebabkan morbiditas yang signifikan dan penderitaan untuk anak-anak,
ketidaknyamanan dan kecemasan bagi keluarga, dan kebutuhan pengobatan yang cukup
tinggi.Meskipun kebanyakan anak dengan ISK memiliki prognosis jangka panjang yang sangat
baik, ada risiko komplikasi yang serius dalam sebagian kecil penderita, terutama pada mereka
dengan anomali kongenital hipoplasia atau displastik dan refluks melebar. Gangguan fungsi
ginjal mungkin terjadi, kadang-kadang menyebabkan gagal ginjal kronis dan bahkan end
stage darirenal disease, hipertensi, dan komplikasi kehamilan.16
Pendekatan diagnostik dan terapi lebih agresif yang digunakan pada masa bayi dan anak
usia dini selama dekade terakhir tampaknya memiliki penurunan risiko ISK menyebabkan gagal
ginjal kronis. Sebuah laporan di Inggris mencerminkan manajemen ISK tahun 1960-an dan
1970-an, penyebab utama dari end stage renal failure adalah pielonefritis dengan atau tanpa
adanya refluks sebanyak 21% (60). Dalam studi Prancis dari tahun 1975 sampai 1990,
pielonefritis dengan refluks merupakan penyebab 12% anak dengan Gagal Ginjal Kronis. Untuk
periode 1986 sampai 1995, hanya 1 dari 102 anak-anak yang mencapai end stage renal failure di
Kansas memiliki diagnosis utama ISK dengan refluks. Di Swedia, dengan total populasi 8,5 juta,
situasinya bahkan lebih baik dimana tidak seorang pun anak dengan insufisiensi ginjal kronis,
yang didefinisikan dengan GFR di bawah 30 mL/min/1.73 m2, karena ISK baru terdeteksi pada
tahun 1986. Smellie dan kawan-kawan. mempelajari suatu kelompok 226 orang dewasa setelah
tindak lanjut dari 10 sampai 35 tahun yang lalu. Mereka awalnya dirujuk ke klinik ISK karena
memiliki gejala ISK selama masa kanak-kanak. Sebagian besar telah mengalami ISK yang
berulang dan refluks vesicoureteral. Dari 226 pasien, 85 orang memiliki temuan jaringan parut
pada ginjal di hasil pemeriksaan radiologis pada usia 10 tahun, dan tidak ada bekas luka yang
terdeteksi setelahnya. Di antara 72 orang dewasa dengan jaringan parut ginjal yang diperiksa
kembali pada usia rata-rata 27 tahun, 18 (25%) orang mengalami peningkatan nilai plasma
kreatinin; tiga dari mereka telah mencapai end stage renal failure.16
Hipertensi
Dalam studi di Australia dan Inggris, pengembangan hipertensi ditunjukkan pada 10% dari
anak-anak dan dewasa muda dengan pyelonephritic renal scarring (reflux nephropathy).Risiko
berhubungan dengan tingkat kerusakan; 15% sampai 30% anak dengan hipertensi akibat jaringan
parut bilateral dalam waktu 10 tahun. Dalam studi 27 tahun setelah identifikasi jaringan parut
ginjal nonobstructive focal, 30 orang dewasa diperiksa kembali ; 7 orang (23%) memiliki
hipertensi > 140/90 mm Hg. Smellie dan kawan-kawan, pada follow up jangka panjangmereka
menunjukkan adanya 14 orang (19%) dari 72 orang yang dari hasil pemeriksaan radiologisnya
memiliki jaringan parut pada ginjal. Sehingga paling tidak dalam perspektif 20 tahun dari masa
kanak-kanak, perawatan yang baik mungkin efektif untuk meminimalkan risiko jangka
panjang.16
Komplikasi Kehamilan
Anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk ISK berulang sejak kecil maka akan
memiliki peningkatan risiko infeksi baru setelah dewasa khususnya selama
kehamilan.Perempuan dengan jaringan parut ginjal memiliki peningkatan signifikan tekanan
darah selama kehamilan. Pada wanita dengan refluks nefropati yang parah sebagian besar
memiliki gangguan selama masa kehamilan. Pasien wanita dengan jaringan parut ginjal harus
diikuti dengan hati-hati sampai dewasa dan saat melalui masa reproduksi.16
BAB III
KESIMPULAN
ISK merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak kedua pada anak setelah infeksi
pernapasan. Ditahun pertama kehidupan, penyakit ini banyak diderita oleh anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan, dan sebaliknya setelah tahun pertama kehidupan anak
perempuan menderita penyakit ISK dibandingkan anak laki-laki. Sirkumsisi bisa menurunkan
risiko anak laki-laki terkena penyakit ini.
Etiologi dari penyakit ISK ini utamanya adalah bakteri Eschericia coli, namun tidak menutup
kemungkinan bakteri patogen lainnya (yang bukan merupakan bagian dari flora normal tubuh)
bisa menjadi penyebab dari ISK pada anak. Proses patogenesis dari ISK terbagi menjadi dua cara
yaitu ascending route dan bloodborne.
Gejala awal dari ISK pada anak sangatlah tidak khas, biasanya anak akan mengalami demam
hilang timbul yang tidak dapat diketahui darimana sumbernya. Jarang sekali kasus yang disertai
dengan gangguan dari traktus urinarius, sehingga untuk menegakkan diagnosis ISK pada anak
akan dibutuhkan analisis urin dan kultur urin. Pada beberapa kasus yang meragukan,
diagnostikimaging bisa dilakukan untuk membantu diagnosis walaupun ampai sekarang
pemeriksaan ini masih kontroversial.
Pengobatan untuk ISK utamanya adalah dengan antibiotik. Deteksi dini dan pengobatan segera
akan sangat dibutuhkan agar komplikasi jangka panjang bisa dihindari. Tapi tentu saja yang
paling penting adalah pencegahan dengan cara menjaga higien dan sebaiknya pasien yang pernah
menderita ISK benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi ISK berulang.
1. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Sardevi SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h. 142-57.
2. Elder JS. Urinary tract infections. Dalam : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton
BF, penyunting. Nelson textbook of pediatric. Edisi Ke-18. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2007.
3. Fisher JD, Howes DS, Thornton SL. Pediatric urinary tract infection. Diunduh
darihttp://emedicine.medscape.com/article/. Diakses tanggal 7 Juni 2011.
4. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: CV Sagung Seto; 2007. h. 1-15.
5. Alatas H. Anatomi dan fisiologi ginjal. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Sardevi
SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi 2. Jakarta: IDAI; 2002. h. 1-3.
6. Wilson LM. Anatomi dan fisiologi ginjal dan saluran kemih. Dalam: Price SA,et al,
penyunting. Patofisiologi. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. h. 867-91.
7. Faller A, Schnke M, Schnke G. The human body, an introduction to structure and
function. New York: Thieme; 2004. h. 444-8.
8. MacGregor J. Introduction to the anatomy and physiology of children, second edition. Oxon:
Routledge; 2008. h. 110-20.
9. Alatas H. Perkembangan fisiologi ginjal dan gangguan sistem kemih-kelamin pada neonatus.
Dalam: Markum AH, penyunting. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 1999. h. 337-9.
10. Ahmed SM, Swedlund SK. Evaluation and treatment of urinary tract infection in children.
Diunduh dari http://www.aafp.org/afp/. Diakses tanggal 7 Juni 2011.
11. Wong SN. Practical pediatric nephrology: an update of current practices. Taiwan; 2005.
12. Webb N. Clinical pediatric nephrology. Edisi ke-3. New York: Oxford; 2003.
13. Edelmann CM. Pediatric kidney disease. Edisi ke-2. Volume II disease of the kidney and
urinary tract. Boston: Litle Brown and Company; 1978.
14. World Health Organization, Department of Child and Adolescent Health and Development.
Discussion papers on child health, urinary tract infection of infant and children in
developing countries in the context of IMCI. 2005.
15. White B. Diagnosis and treatment of urinary tract infection. American family physician
2011; 83. Diunduh dari : www.aafp.org/ afp. Diakses tanggal 8 Juni 2011.
16. Hansson S, Jodal U. Urinary tract infection. Dalam: Avner ED, et al, penyunting. Pediatric
nephrology. Edisi ke-5. New York: Oxford ; 2003.