Anda di halaman 1dari 34

PEDIKULOSIS

Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan oleh Pediculosis (dari family
Pediculidae) dan yang menyerang manusia adalah Pediculus humanus yang bersifat
parasit obligat (di dasar rambut) yang artinya harus menghisap darah manusia untuk
mempertahankan hidup. Pedikulosis juga sangat mudah untuk menular dan dapat
menularkan tifus endemik dan gatal kambuhan.
Klasifikasi:
1. Pediculus humanus capitis yang menyebabkan pedikulosis kapitis
2. Pediculus humanus corporis yang menyebabkan pedikulosis korporis
3. Pthirus pubis (dulu Pediculus pubis) yang menyebabkan pedkulosis pubis

1. Pedikulosis kapitis

Definisi

Pediculosis capitis adalah penyakit kulit kepala akibat infestasi ektoparasit obligat
(tungau/lice) spesies Pediculus humanus var. Capitis yang termasuk famili Pediculidae,
Parasit ini termasuk parasit yang menghisap darah (hemophagydea) dan menghabiskan
seluruh siklus hidupnya di manusia.

Epidemiologi

Penyakit ini sering menyerang anak-anak ( 3-11 tahun). Di Malaysia sekitar 11%
anak umur 3-11 tahun terinfeksi dan sekitar 40% di Taiwan. Sekitar 6 juta 12 juta
estimasi anak kelompok umur 3-11 tahun yang terkena penyakit tersebut di Amerika
Serikat.

Penyakit ini lebih sering menyerang anak perempuan dikarenakan memiliki


rambut yang panjang dan sering memakai aksesoris rambut. Kondisi higiene yang tidak
baik seperti jarang membersihkan rambut juga merupakan penyebab terkena penyakit ini.
Penyakit ini menyerang semua ras dan semua tingkatan sosial, namun status sosio-
ekonomi yang rendah lebih banyak yang terkena penyakit ini. cara penularannya dapat
langsung (rambut dengan rambut) atau melalui perantara seperti topi, bantal, kasur, sisir,
kerudung.

Etiologi

Morfologi tungau

Pediculus humanus var. capitis memiliki tubuh yang pipih dorsoventral, memiliki
tipe mulut tusuk hisap untuk menghisap darah manusia, badannya bersegmen segmen,

1
memiliki 3 pasang kaki dan berwarna kuning kecoklatan atau putih ke abu-abuan.
Tungau ini tidak memiliki sayap, oleh karena itu parasit ini tidak bisa terbang dan
penjalaran infeksinya harus dari benda atau rambut yang saling menempel. Tungau
memiliki cakar di kaki untuk bergantung di rambut. Bentuk dewasa betina lebih besar
dibandingkan yang jantan. Telur (nits) berbentuk oval/bulat lonjong dengan panjang
sekitar 0,8 mm ,berwarna putih sampai kuning kecoklatan.Telur diletakkan di sepanjang
rambut dan mengikuti tumbuhnya rambut, yang berarti makin ke ujung terdapat telur
yang lebih matang.

Gambar 1 . Morfologi Pediculus humanus var. capitis dewasa betina dan jantan

Gambar 2 . Morfologi Pediculus humanus var. capitis: A. Telur; B. Dewasa

2
Pediculus humanus capitis yaitu suatu ektoparasit spesifik yang hidup di kepala
manusia dan memperoleh sumber makanan dari darah yang dihisapnya 4-5 kali sehari
atau sekitar setiap 4-6 jam. Rentang hidup kutu sekitar 30 hari dan dapat bertahan hidup
di lingkungan bebas sekitar 3 hari, sedangkan telurnya dapat bertahan hidup di
lingkungan bebas sekitar 10 hari. Kutu kepala tersebut tidak dapat melompat atau
terbang, tetapi kutu tersebut akan merayap untuk berpindah dengan kecepatan sekitar 23
cm per menitnya. Walaupun pada seluruh bagian kepala dapat sebagai tempat kolonisasi,
kutu kepala lebih menyukai pada daerah tengkuk dan belakang telinga.

Siklus hidup

Siklus hidup Pediculus humanus capitis terdiri dari stadium telur, nimfa dan
dewasa.Setelah perkawinan, kutu betina dewasa akan menghasilkan 1 sampai 6 telur per
hari selama 30 hari. Telur kutu berbentuk oval dan umumnya berwarna putih. Telur
diletakkan oleh betina dewasa pada pangkal rambut (sekitar 1 cm dari permukaan kulit
kepala) dan bergerak ke arah distal sesuai dengan pertumbuhan rambut. Telur kutu ini
akan menetas setelah 7-10 hari, dengan meninggalkan kulit atau selubungnya pada
rambut, selubung berwarna putih dan kolaps. Selubung telur tersebut dapat tetap melekat
pada rambut selama 6 bulan. Sedangkan telur kutu yang belum menetas tampak berwarna
hitam, bulat, dan translusen. Hal ini merupakan cara terbaik untuk membedakan dan
memeriksa keberadaan operkulumnya yang mengindikasikan bahwa telur kutu tersebut
belum menetas atau sudah menetas. Berdasarkan penelitian Buxton (1946) dikatakan
bahwa keadaan kering akibat pemanasan dapat mengurangi jumlah cairan amniotik pada
telur kutu, sehingga menyulitkan untuk menetas, oleh karena itu dapat dijelaskan
mengapa pemanasan dapat menyebabkan telur kutu menjadi hancur.

Telur yang menetas akan menjadi nimfa. Bentuknya menyerupai kutu dewasa,
namun dalam ukuran kecil. Nimfa akan menjadi dewasa dalam waktu 9-12 hari setelah
menetas. Untuk hidup, nimfa membutuhkan makanan berupa darah.

Kutu dewasa mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan
menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Kutu kepala tidak bersayap, memipih di
bagian dorsoventral dan memanjang. Kutu dewasa dapat merayap untuk berpindah
dengan kecepatan sekitar 23 cm per menitnya. Rentang hidupnya sekitar 30 hari dan
dapat bertahan hidup di lingkungan bebas sekitar 3 hari.

3
Gambar 3 dan 4 . Siklus hidup kutu kepala (Pediculus humanus var. capitis)

4
Gejala Klinis
Gejala utana dari manifestasi tungau kepala ialah rasa gatal,namun sebagian orang
asimtomatik dan dapat sebagai karier. Masa inkubasi sebelum terjadi gejala sekitar 4-6
minggu. Tungau dan telur (nits) paling banyak terdapat di daerah oksipital kulit dan
retroaurikuler.

Gambar 5: Gambaran klinis pediculosis capitis: A.Ruam pada tengkuk dan regio oksipital kulit kepala;
B.Ruam serta terlihat banyak telur yang menempel di rambut daerah retroaurikuler dan oksipital

Tungau dewasa dapat ditemukan di kulit kepala berwarna kuning kecoklatan


sampai putih keabu-abuan, tetapi dapat berwarna hitam gelap bila tertutup oleh darah.
Tungau akan berwarna lebih gelap pada orang yang berambut gelap. Telur (nits) berada
di rambut dan berwarna kuning kecoklatan atau putih, tetapi dapat berubah menjadi hitam
gelap bila embryo didalamnya mati.

Gigitan dari tungau dapat menghasilkan kelainan kulit berupa eritema, makula
dan papula, tetapi pemeriksa seringnya hanya menemukan eritema dan ekskoriasi saja.
Ada beberapa individu yang mengeluh dan menunjukkan tanda demam serta pembesaran
kelenjar limfa setempat.

Gambar 6. Gambaran klinis pediculosis capitis berupa makula eritema, ekskoriasi, papul pada
kulit kepala dan telur tungau yang menempel pada rambut.

5
Garukan pada kulit kepala dapat menyebabkan terjadinya erosi, ekskoriasi dan
infeksi sekunder berupa pus dan krusta. Bila terjadi infeksi sekunder berat, rambut akan
bergumpal akibat banyaknya pus dan krusta. Keadaan ini disebut plica polonica yang
dapat ditumbuhi jamur. Tungau kepala adalah penyebab utama penyakit pioderma
sekunder di kulit kepala di seluruh dunia

Diagnosis

Diagnosis pasti pada penyakit pediculosis capitis adalah menemukan Pediculus


humanus var. capitis dewasa, nimfa, dan telur di kulit dan rambut kepala.Telur (nits)
sangat mudah dilihat dan merupakan marker yang paling efisien dalam mendiagnosis
penyakit tersebut.Penemuan tungau dewasa merupakan tanda bahwa sedang mengalami
infeksi aktif, tetapi tungau dewasa sangat sulit ditemukan karena dapat bergerak sekitar
6-30 cm per menit dan bersifat menghindari cahaya.Sisir tungau dapat membantu
menemukan tungau dewasa maupun nimfa dan merupakan metode yang lebih efektif
daripada inspeksi visual.

Gambar 7. Penggunaan sisir tungau untuk membantu diagnosis pediculosis capitis.

Tungau dewasa meletakkan telur di rambut kurang dari 5mm dari kulit kepala,
maka seiring bertumbuhnya rambut kepala, telur yang semakin matang akan terletak
lebih jauh dari pangkal rambut.Telur yang kecil akan sulit dilihat, oleh karena itu
pemeriksa memerlukan kaca pembesar. Telur- telur terletak terutama di daerah oksipital
kulit kepala dan retroaurikular. Ditemukannya telur bukanlah tanda adanya infeksi aktif,
tetapi apabila ditemukan 0,7 cm dari kulit kepala dapat merupakan tanda diagnostik
infeksi tungau.

6
Warna dari telur yang baru dikeluarkan adalah kuning kecoklatan. Telur yang
sudah lama berwarna putih dan jernih.Untuk membantu diagnosis, dapat menggunakan
pemeriksaan lampu wood. Telur dan tungau akan memberikan fluoresensi warna kuning-
hijau.

Sangat penting untuk dapat membedakan apakah telur tersebut kosong atau tidak.
Adanya telur yang kosong pada seluruh pemeriksaan memberikan gambaran positif palsu
adanya infeksi aktif tungau.

Diagnosis banding

Penyakit kulit lainnya juga dapat menyebabkan gatal pada kulit kepala seperti
dermatitis seboroik, psoriasis, gigitan serangga,eksim dan infeksi jamur ( tinea kapitis).
Pada dermatitis seboroik juga terdapat gatal, tetapi terdapat sisik yang terakumulasi
dengan krusta yang berwarna kuning dan selain menyerang kepala juga menyerang alis,
lipatan nasolabial dan kulit dada. Pada psoriasis gatal yang dirasakan tidak seberat gatal
pada pediculosis capitis. Psoriasis memiliki gambaran klinis kulit plak eritematosa yang
ditutupi oleh skuama berwarna abu-abu, dan daerah predileksinya adalah perbatasan
daerah berambut. Pada tinea kapitis terdapat kebotakan parsial atau seluruhnya yang
nyata, bentuk kelainan lesi nya berupa papula eritem disertai sisik halus berwarna putih
kelabu. Perlu untuk dapat membedakan telur dengan ketombe, kulit kepala yang
mengelupas, jaringan debris, hairspray dan infeksi kulit kepala lainnya. Telur lebih susah
untuk disisihkan dari rambut karena telur tersebut sangat melekat di rambut.

Penatalaksanaan

Metode pengobatan akhir-akhir ini telah berubah, dan sekarang bisa diterapkan
strategi yang mencakup metode fisik maupun kimiawi. Pengendalian secara kimiawi,
yaitu penggunaan insektisida atau pedikulisid, telah secara luas dipakai di seluruh dunia.
Insektisida mudah dan nyaman digunakan serta hasilnya sangat efektif. Akan tetapi, telah
disadari adanya efek samping yang potensial dan juga banyak ditemukan terjadinya
resistensi tungau terhadap beberapa insektisida. Metode fisik yang dapat digunakan
adalah mencukur rambut untuk mencegah infestasi dan membantu agar obat topikal
bekerja lebih baik (tidak terhalang rambut).

Tujuan pengobatan adalah memusnahkan semua kutu dan telur serta mengobati
infeksi sekunder.Terapi pilihan berdasarkan pada keberhasilan, potensi toksisitas, dan
pola resistensi tungau terhadap berbagai insektisida di area geografik tertentu. Pedikulisid
merupakan terapi yang tetap digunakan sampai saat ini. Semua sediaan topikal diberikan
dengan cara pemakaian 1 kali seminggu dan diulang pada minggu berikutnya. Cara ini
dianjurkan untuk membunuh semua tungau dan telur yang yang selamat dari terapi serta
untuk pediculosis yang resisten.

7
Belum ada bukti keberhasilan pengobatan alternatif, produk non pestisida
termasuk petroleum jelly, minyak rambut, minyak zaitun, mayones, minyak sayur, dan
minyak mineral. Produk-produk tersebut akan memperlambat gerakan tungau dewasa dan
memudahkan untuk disisr dari kulit kepala, tetapi zat tersebut tidak bisa mematikan
tungau. World Health Organization (WHO) tidak membenarkan untuk menentukan
kematian tungau sebelum 24 jam setelah terpajan obat.

Berikut adalah macam macam obat yang dapat digunakan untuk terapi pediculosis
capitis:

A.Piretrin

Nama dagang : A-200, Pronto, Rid, Triple X

Piretrin berasal dari ekstrak alami bunga Chryantheum cinerariaefolium. Ekstrak


piretrin alami digunakan pada tahun 1940 dan sangat mahal. Sehingga, Piperonyl
Butoxide (PBO) ditambahakan sebagai zat sinergis. Pasien yang alergi terhadap tanaman
chysanteums atau sari tanaman yang terkait akan mengalami sesak nafas dan dispnea. Di
Amerika Serikat,piretrin adalah satu-satunya pedikulisid yang tersedia di pasaran dan di
jual bebas yang di izinkan oleh Food and Drug Administration (FDA). Insektisida ini
tersedia dalam bentuk lotion, shampoo, foam mouse dan krim. Penambahan BPO akan
memperlambat biotransformasi piretrum dan mencegah resitensi melalui jalur mixed
function oxidase(MFO). Produk piretrin dioleskan pada kepala selama 10 menit lalu
dibilas. Walaupun efektifitas pedikulisidae mendekati 100% pada pertengahan tahun
1980, kegagalan pengobatan sebesar 88% karena resistensi yang baru-baru ini dilaporkan.

B.Permetrin

Nama dagang : Nix

Permetrin adalah satu-satunya piretoid sintesis yang yang memiliki kegunaan


untuk membunuh tungau di seluruh dunia. Diperkenalkan di Amerika Serikat tahun 1986,
permetrin memiliki aktifitas residual selama 2 minggu setelah pengobatan tunggal selama
10 menit. Permetrin krim di aplikasikan selama 10 menit,namun pengobatan 8-12 jam
dengan krim 5% untuk penyakit kudis/scabies adalah pengobatan alternatif dan lebih
efektif. Resistensi terhadap konsentrasi tinggi juga menjadi masalah, terutama di daerah
dimana terdapat resistensi DDT/piretroid.

C.Lindane

Nama dagang : Tidak tersedia

Lindane adalah Chlorinated hydrocarbon, seperti DDT, dan kelas ini adalah

8
senyawa yang pada umumnya lambat membunuh. Tersedia dalam sediaan shampoo 1%
yang diaplikasikan selama 4 menit. Para peneliti tidak menyarankan penggunaan Lindane
karena resistensi, efek samping pada sistem saraf pusat (SSP). Obat ini hanya dianjurkan
untuk pasien yang gagal untuk respon terapi tungau.

D.Carbaril

Nama dagang : Sevin

Carbaril adalah inhibitor cholinesterase. Carbaril tersedia dalam lotion dan


shampoo 0,5% di Inggris dan di negara-negara lain. Produk ini tidak tersedia di Amerika
Serikat dan mungkin tidak disetujui FDA karena toksisitasnya. Carbaril lebih beracun dan
bersifat karsinogenik pada pasien dan kurang mematikan tungau.

E.Malathion

Nama dagang : OvideSeperti Carbaril,

Malathion adalah inhibitor cholinesterase dan telah digunakan selama 20 tahun


untuk mengobati tungau. Pengobatan secara topikal di antaranya dengan pemberian
malathion yang memberikan efek pedikulosid dengan cara pemberian sebanyak 0,5%
atau 1% dalam bentuk lotion atau spray. Lotion malathion digunakan malam hari
sebelum tidur setelah rambut dicuci dengan sabun,kemudian kepala ditutup dengan kain.
Keesokan harinya rambut dicuci lagi dengan sabun dan disisir menggunakan sisir rapat
atau serit. Pengobatan dapat diulangi satu minggu kemudian jika masih terdapat telur.

F.Ivermectin

Nama dagang : Mectizan

Ivermectin adalah agen antiparasit yang memberikan hasil baik secara topikal
maupun oral untuk terapi tungau. Sediaan dengan konsentrasi 1% di aplikasikan 10 menit
pada kulit kepala. Pengobatan oral 250ug/kg diberikan dua kali dengan jarak satu minggu
merupakan pilihan pengobatan pasien yang resisten terhadap terapi topikal, meskipun
masih dibutuhkan uji klinis lebih lanjut.

Untuk pengobatan oral, antibiotik Trimetroprim/ sulfometoxazole terbukti efektif


untuk membunuh tungau. Antibiotik ini bekerja dengan cara membunuh bakteri simbiotik
flora normal usus tungau sehingga mengganggu bakteri tersebut mensistesis vitamin B.
Selain efek tersebut antibiotik ini dipercaya memiliki efek toksik langsung terhadap
tungau.

Pada Infeksi sekunder terlebih dahulu diobati dengan antibiotik sistemik dan

9
topikal seperti Eritromisin ,Cloxacilin dan Cephalexin kemudian diikuti dengan obat di
atas dalam bentuk shampo.

Pencegahan

Kutu kepala paling sering menyebar melalui hubungan langsung antar kepala
(dari rambut ke rambut). Meskipun demikian tungau dapat menyebar melalui pakaian
atau aksesoris kepala yang yang digunakan secara bersama. Resiko untuk tertular melalui
karpet atau tempat tidur dimana tempat tungau jatuh sangatlah kecil. Kutu kepala dapat
bertahan kurang dari 1-2 hari jika mereka tidak berada di rambut dan tidak mendapatkan
makanan. Sedangkan telur dapat bertahan sekitar 1 minggu jika tidak berada di
kelembapan dan temperatur yang sama dengan kulit kepala dan rambut.

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat mencegah penyebaran penularan kutu kepala:

1. Menghindari adanya kontak langsung (rambut dengan rambut) ketika bermain dan
beraktivitas di rumah, sekolah, dan dimanapun.

2. Tidak menggunakan pakaian seperti topi, scarf, jaket, kerudung, kostum olahraga,
ikat rambut secara bersamaan.

3. Tidak menggunakan sisir, sikat, handuk secara bersamaan. Melakukan desinfeksi


sisir dan sikat dari orang yang terinfestasi dengan direndam di air panas (sekitar 130
F) selama 5-10 menit.

4. Mencuci dan menjemur pakaian, perlengkapan tempat tidur, karpet, dan lain-lain.

5. Menyapu dan membersihkan lantai dan perabotan rumah tangga lainnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Penyakit Pediculosis Capitis

Faktor-faktor yang diduga berperan serta dapat mempengaruhi terjadinya Pedikulosis


kapitis, antara lain :

1. Usia Anak-anak lebih sering terkena penyakit pedikulosis kapitis,terutama


kelompok umur 3-11 tahun.

2. Jenis Kelamin

Menurut beberapa penelitian yang telah ada, anak perempuan lebih sering terkena
penyakit pediculosis capitis .Hal ini dapat dihubungkan bahwa anak perempuan hampir
semuanya memiliki rambut yang lebih panjang daripada anak laki-laki.Anak perempuan

10
pun lebih sering menggunakan sisir dan aksesoris rambut.

3. Menggunakan tempat tidur/bantal bersama

Tungau dewasa dapat hidup di luar kulit kepala selama 1-2 hari,sedangkan telurnya dapat
bertahan sampai seminggu. Apabila seseorang yang terkena infestasi pediculus humanus
var.capitis dan meletakkan kepala di suatu tempat,maka kemungkinan besar ada tungau
dewasa serta telur yang terjatuh.

4. Menggunakan sisir /aksesoris rambut bersama

Menggunakan sisir akan membuat telur bahkan tungau dewasa menempel pada sisir
tersebut. Apabila seseorang menggunakan sisir yang ada tungau atau telur yang hidup
akan tertular,begitu juga dengan aksesoris rambut seperti kerudung, bando dan pita.

5. Panjang rambut

Orang yang memiliki rambut panjang lebih sering terkena infestasi kutu kepala,hal ini
disebabkan lebih susah membersihkan rambut dan kulit kepala pada orang dengan rambut
panjang dibandingkan dengan rambut pendek.

6. Frekuensi cuci rambut

Seringnya mencuci rambut berhubungan dengan tingkat kebersihan rambut dan kulit
kepala.Di Amerika Serikat dimana mencuci kepala adalah kebiasaan rutin sehari-
hari,orang yang terinfestasi kutu kepala lebih sedikit, dibandingkan dengan daerah dan
negara yang masyarakatnya jarang mencuci rambut.

7. Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan resiko yang signifikan dengan adanya
infestasi tungau, selain itu juga dikarenakan ketidakmampuan untuk mengobati infestasi
secara efektif.

8. Bentuk rambutTungau dewasa betina susah untuk menaruh telur di rambut yang
keriting, maka dari itu orang afrika atau negro afrika-amerika jarang yang terinfestasi
kutu kepala.

11
2. Pedikulosis Korporis

Definisi
Infeksi kulit yang disebabkan oleh Pediculus humanus corporis.

Epidemiologi
Penyakit ini lebih menyerang dewasa terutama pada orang dengan hygiene buruk,
misalnya pengembala karena mereka jarang mandi dan jarang mengganti dan mencuci
pakaian, karena itu penyakit ini sering disebut Vagabond. Hal ini disebabkan kutu tidak
melekat pada kulit, tetapi pada serat kapas di sela-sela lipatan pakaian dan hanya transien
ke kulit untuk menghisap darah. Penyakit ini bersifat kosmopolit, lebih sering pada
daerah beriklim dingin karena orang memakai baju tebal dan baju jarang dicuci.

Cara Penularan
1. Melalui pakaian
2. Pada orang yang dadanya berambut terminal kutu ini dapat melekat pada rambut
tersebut dan dapat ditularkan melalui kontak langsung.

Etiologi
Pediculus humanus var. corporis mempunyai 2 jenis kelamin, yakni jantan dan
betina berukuran panjang 1.2-4.2 mm dan lebar kira-kira panjangnya, sedangkan yang
jantan lebih kecil. Siklus hidup dan warna kutu ini sama dengan yang ditemukan pada
kepala.
Para kutu tubuh P. humanus var humanus lebih besar dari kutu kepala 30 persen,
tapi pada dasarnya memiliki morfologi yang sama. Rentang kehidupan rata-rata 18 hari
dan selama waktu ini kutu betina dapat menghasilkan 270-300 telur. Kutu ini biasanya
ditularkan melalui pakaian yang terkontaminasi atau tempat tidur. Kutu ini bisa bertahan
hidup di lapisan pakaian tanpa makan sampai 3 hari. Tidak mencuci pakaian dan
mengganti baju memungkinkan untuk kutu dapat bertahan.

Gambar 7. Pediculus humanus var. corporis

12
Gambar 8. Siklus hidup Pediculus humanus var corporis

Patogenesis
Kelainan kulit yang timbul disebabkan oleh garukan untuk menghilangkan gatal.
Gatal ditimbulkan oleh liur dan eksreta kutu yang dikeluarkan ke kulit sewaktu
menghisap darah.

Gejala Klinis
Umumnya hanya ditemukan kelainan berupa bekas-bekas garukan pada badan,
karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif. Kadang-kadang timbul
infeksi sekunder dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.
Dapat ditemukan makula pada daerah badan, terutama di daerah di mana pakaian lebih
ketat atau dengan kata lain lebih terikat, seperti ikat pinggang,
dan pada pantat dan paha. Pada pedikulosis korporis lesi asimtomatik sampai
agak pruritus, lesi agak memar dan ukurannya mencapai ukuran kira-
kira 1,5 cm. Pigmentasi pasca inflamasi terlihat pada kasus kronis lebih. Kutu dewasa jar
ang terlihat kecuali di infestasi berat.

13
Gambar 9. Lesi pada Pediculus hominis var.corporis

Pembantu Diagnosis
Caranya dengan menemukan kutu atau telur pada serat kapas pakaian.

Diagnosis banding
Paling Mungkin :
o Kutu yang meluas
o Scabies
o Neurotic excoriation
Dipertimbangkan :
o Kutu stadium awal
o Dermatitis atopik
o Dermatitis kontak alergi
o Dermatitis kontak iritasi
o Reaksi obat
o Viral eksantema
o Sistemik penyebab pruritus
o Penurunan fungsi ginjal
o Penurunan fungsi hati

Pengobatan
Pengobatan dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis di seluruh tubuh dan
didiamkan 24 jam, setelah itu baru pasien mandi. Jika belum sembuh bisa diulangi 4 hari
kemudian. Obat lainnya yaitu emulsi benzil benzoat 25% dan bubuk malathion 2%.
Pakaian deiberikan panas tinggi seperti direbus atau disetrika untuk membunuh telur dan

14
kutu. Jika ada infeksi selunder bisa diberikan antibiotic sistemik atau topikal.
Karena kutu bereproduksi dalam pakaian dan tidak pada kulit, membuang atau
mencuci pakaian dan mengembalikan kebersihan yang layak dapat menyembuhkan
serangan kutu. Kasur juga harus dicuci dengan air panas atau dibuang. Beberapa dokter
percaya bahwa setelah disposisi pakaian yang tepat, pasien harus ditangani dari kepala
sampai kaki dengan aplikasi permetrin krim 5%, biarkan selama 8 sampai 10 jam
kemudian dibersihkan secara menyeluruh
Prognosis
Baik dengan menjaga hygiene.(buku merah) Bila tidak
diobati, dapat bertahan selama bertahun-tahun.

3. Phthirus Pubis

Definisi
Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya Phthirus pubis. Pedikulosis pubis
dulu dianggap Phthirus pubis secara morfologi sama dengan Pediculus, maka itu
dinamakan juga Pediculus pubis. Tetapi ternyata morfologi keduanya berbeda, Phthirus
pubis lebih kecil dan lebih pipih
Epidemiologi
Penyakit ini menyerang orang dewasa dan dapat digolongkan dalam PMS
(Penyakit Menular Seksual), dapat juga menyerang daerah lain yang berambut, misalnya
jenggot, kumis, bulu mata. Infeksi juga terjadi pada anak-anak di daerah alis dan bulu
mata dan pada tepi batas rambut kepala.

Cara Penularan
Umumnya dengan kontak langsung (juga hubungan seksual)

Etiologi
Pedikulosis pubis disebabkan oleh kutu Phthirus Pubis yang panjangnya 1-2mm,
berwarna coklat tua/muda; mempunyai 3 pasang kaki dengan ujung seperti cakar yang
digunakan untuk mencengkam rambut, dan kepalanya dimasukkan kedalam folikel.
Pediculus pubis sering juga disebut crab karena ukurannya yang lebih pendek,
badan yang lebih lebar (0,8 - 1,2 mm) dan cakar depan yang besar, memberikan
gambaran seperti kepiting. Kutu pubis berwarna putih hingga abu-abu dan berbentuk oval
dan memiliki abdomen yang lebih kecil daripada P. humanus capitis dan P. humanus
corporis.
Siklus hidup rata-rata Pediculosis pubis adalah 35 hari, periode dari ovum
menjadi dewasa selama 15 hari. Pediculosis pubis betina rata-rata bertelur 1 - 2 butir per
hari. Telurnya, berwarna coklat terang, yang melengket pada rambut manusia dapat hidup
hingga 10 hari. Cakar yang besar memungkinkan Pediculosis pubis memegang rambut
pada daerah paha, perianal, dan aksila.

15
Gambar 10. Pediculus Pubis Betina Kutu pubis dewasa. Spirakel
dewasa(a)memiliki abdomen yang lebih besardaripada pernafasan dan sistem sirkulasi
jantandewasa(b). dapat dilihat dengan mudah.

Patogenesis
Gejala gatal sama dengan pedikulosis.

Gejala Klinis
Gejala yang terutama adalah gatal di daerah pubis dan di sekitarnya. Gatal ini
dapat meluas sampai ke daerah abdomen dan dada, di situ dijumpai bercak-bercak yang
berwarna abu-abu atau kebiruan yang disebut sebagai macula serulae. Kutu ini dapat
dilihat dengan mata biasa dan susah untuk dilepaskan karena kepalanya dimasukkan ke
dalam muara folikel rambut.
Gejala patognomonik lainnya adalah black dot, yaitu adanya bercak-bercak hitam
yang tampak jelas pada celana dalam berwarna putih yang dilihat oleh penderita pada
waktu bangun tidur. Bercak hitam ini merupakan krusta berasal dari darah yang sering
diinterpretasikan salah sebagai hematuria. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder
dengan pembesaran kelenjar getah bening regional.

Gambar 11 . Pediculosis pubis

Gambar 12. Banyak kutu yang


tersebar di sekitar rambut pubis.

16
Gambar 12. Tampak Phthirus pubis dengan telur yang menempel pada pangkal rambut.

Pembantu Diagnosis
Mencari telur atau bentuk dewasa

Diagnosis Banding
1. Dermatitis Seboroika. 2. Dermatomikosis

Pengobatan
Pengobatan dengan krim gameksan 1% yang dioleskan tipis di seluruh tubuh dan
didiamkan 24 jam, setelah itu baru pasien mandi. Jika belum sembuh bisa diulangi 4 hari
kemudian. Obat lainnya yaitu emulsi benzil benzoat 25% dan bubuk malathion 2%.
Pakaian deiberikan panas tinggi seperti direbus atau disetrika untuk membunuh telur dan
kutu. Jika ada infeksi selunder bisa diberikan antibiotic sistemik atau topikal.
Sebaiknya rambut pubis dicukur dan pakaian dalam direbus dan disetrika. Mitra seksusal
juga harus diperiksa dan jika perlu diobati.

17
CREEPING DISEASE

Pendahuluan

Cutaneus Larva Migran (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang sudah
dikenal sejak tahun 1874. Awalnya ditemukan pada daerah daerah tropikal dan
subtropikal beriklim hangat, saat ini karena kemudahan transportasi keseluruh bagian
dunia, penyakit ini tidak lagi dikhususkan pada daerah daerah tersebut. Creeping itch
atau rasa gatal yang menjalar, merupakan karakteristik utama dari CLM. Faktor resiko
utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab atau berpasir, yang telah
terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada
anak anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada orang dewasa, faktor resiko nya
adalah pada tukang kebun, petani, dan orang orang dengan hobi atau aktivitas yang
berhubungan dengan tanah lembab dan berpasir.

Definisi

Kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok


kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing tambang yang
berasal dari anjing dan kucing.

Sinonim
Cutaneous larva migrans, creeping eruption, dermatosis linearis migrans,
sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan ditanah pasir atau di
pantai), strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung).

Etiologi
Penyebab umum dari CLM adalah;
Ancylostoma braziliense (cacing pada anjing dan kucing), penyebab paling sering.
Ancylostoma caninum (anjing) penyebab paling banyak kedua setelah a.braziliense.
Uncinaria stenocephala (anjing )
Bunostomum phlebotomum (sapi)
Penyebab yang lebih jarang ditemukan adalah:
Ancylostoma ceylonicum dan Ancylostoma tubaeforme (kucing)
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (manusia)
Strongyloides papillosus (kambing) dan Strongyloides westeri (kuda)
Pelodera (Rhabditis) strongyloides
Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle fly (Lalat)

18
Etiopatogenesis

Siklus hidup ancylostoma braziliense terjadi pada binatang dan serupa dengan
ancylostoma duodenale pada manusia. Siklus hidup parasit dimulai saat telur keluar
bersama kotoran binatang ke tanah berpasir yang hangat dan lembab. Pada kondisi
kelembaban dan temperatur yang menguntungkan, telur bisa menetas dan tumbuh cepat
menjadi larva rhabditiform. Awalnya larva makan bakteri yang ada di tanah dan berganti
buluh dua kali sebelum menjadi bentuk infektif (larva stadium tiga). Pada hospes alami
binatang, larva mampu penetrasi sampai ke dermis dan ditranspor melalui sistem limfatik
dan vena sampai ke paru-paru. Kemudian menembus samai ke alveoli dan trakea dimana
kemudian tertelan. Di usus terjadi pematangan secara seksual, dan siklus baru dimulai
saat telur diekskresikan. Larva yang infektif dapat tetap hidup pada tanah selama
beberapa minggu.
Manusia yang berjalan tanpa alas kaki terinfeksi secara tidak sengaja oleh larva
dimana larva menggunakan enzim protease untuk menembus melalui folikel, fisura atau
kulit intak. Setelah penetrasi stratum korneum, larva melepas kutikelnya. Biasanya
migrasi dimulai dalam waktu beberapa hari. Larva stadium tiga menembus kulit manusia
dan bermigrasi beberapa cm per hari, biasanya antara stratum germinativum dan stratum
korneum. Larva ini tinggal di kulit berjalan-jalan tanpa tujuan sepanjang
dermoepidermal.hal ini menginduksi reaksi inflamasi eosinofilik setempat. Setelah
beberapa jam atau hari akan timbul gejala di kulit. Larva bemigrasi pada epidermis tepat
di atas membran basalis dan jarang menembus ke dermis. Manusia merupakan hospes
aksidental dan larva tidak mempunyai enzim kolagenase yang cukup untuk penetrasi
membran basalis sampai ke dermis. Sehingga penyakit ini menetap di kulit saja. Enzim
proteolitik yang disekresi larva menyababkan inflamasi sehingga terjadi rasa gatal dan
progresi lesi. Meskipun larva tidak bisa mencapai intestinum untuk melengkapi siklus
hidup, larva seringkali migrasi ke paru-paru sehingga terjadi infiltrat paru. Pada pasien
dengan keterlibatan paru-paru didapat larva dan eosinofil pada sputumnya. Kebanyakan
larva tidak mampu menembus lebih dalam dan mati setelah beberapa hari sampai
beberapa bulan.

19
Gambar 14. Siklus hidup ancylostoma spp.
Gejala Klinis

Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula mula ,
pada point of entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni
lesi berbentuk linear atau berkelok kelok (snakelike appearance bentuk seperti ular)
yang terasa sangat gatal, menimbul dengan lebar 2 3 mm, panjang 3 4 cm dari point
of entry, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan
larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam atau hari4. Rasa gatal dapat timbul
paling cepat 30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan late onset dari CLM.
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok- kelok,
polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai
panjang beberapa sentimeter dan bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa
sentimeter setiap harinya. Umumnya pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan
dengan panjang 2 5 cm. Rasa gatal biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga
pasien sulit tidur. Rasa gatal ini juga dapat berlanjut, meskipun larva telah mati.
Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila
pasien sering menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi
sekunder.Larva nematoda dapat ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum
korneum atau dermis.
Tempat predileksi adalah di tempat tempat yang kontak langsung dengan tanah,
baik saat beraktivitas, duduk, ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan, anus,
bokong dan paha juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat
larva berada.

20
Gambar 15: lesi pada creeping disease pada kaki, bokong, badan, dan jari tangan
Diagnosis
Diagnosis creeping eruption ditegakkan berdasarkan riwayat pajanan
epidemiologi dan penemuan lesi karakteristik. Bentuk khas, yakni terdapatnya kelainan
seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, menimbul, dan terdapat papul atau vesikel
di atasnya. Biopsi spesimen diambil pada ujung jalur yang mungkin mengandung larva.
Bila infeksi ekstensif bisa dijumpai tanda sistemik berupa eosinofilia perifer, sindrom
loeffler (infiltrat paru yang berpindah-pindah), peningkatan IgE. Hanya sedikit pasien
yang menunjukkan eosinofilia perifer dan peningkatan IgE.
Untuk menunjang diagnosa bisa dilakukan biopsi kulit. Biopsi kulit yang diambil tepat di
atas lesi menunjukkan larva (tes periodik asam schiff positif) di terowongan suprabsalar,
terowongan pada membran basalis, spongiosis dengan vesikel intraepidermal, nekrosis
keratinosit dan infiltrat kronis oleh eosinofil pada lapisan epidermis dan dermis bagian
atas.

Gambar 16. Gambaran larva dalam kulit

21
Diagnosis Banding
1. Skabies
Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabei var hominis. Terowongan pada scabies dapat menyerupai
terowongan pada creeping eruption. Tetapi terowongan yang terbentuk pada scabies
berbentuk garis lurus, sedangkan pada creeping eruption berkelok-kelok dan lebih
panjang. Tempat prdileksinya umu pada stratum korneum yang tipis yaitu: sela-sela
jari dan kaki, siku, lutut, , lipat ketiak, dada, dekat pusar, lipat paha, lutut.

Gambar 17. Lesi pada scabies

2. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandungzat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, kuku, yang disebabkan oleh golongan
jamur dermatofita. Dermatofitosis dapat mengenai seluruh bagian tubuh, dengan
gejala klinis gatal, kelainan berbatas tegas, terdiri atas bermacam-macam efloresensi
kulit (polimorf), bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan )
daripada bagian tengah. Menyerupai creeping eruption dari bentuk polisikliknya.

Gambar 18: Lesi pada dermatofitosis.

22
3. Dermatitis insect bite
Merupakan lesi yang disebabkan oleh sengatan atau gigitan serangga. Gejala klinis
berupa resksi inflamasi local sepert eritem, edem setempat, urtikaria kemudian
menjadi papul, vesikel, dan putula sterile. Lesi awal pada creeping eruption yang
berupa papul sering diduga insect bite.

Gambar 19: Lesi pada insect bite.


4. Herpes zooster
Herpez zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster
yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelh infeksi primer. Gejala klinis biasanya diawali oleh gejala prodromal. Setelah
itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel berkelompok dengan
dasr kulit yang eritematous dan edem. Bila invasi larva pada creeping eruption terjadi
secara multiple dan serentak, papul-papul pada lesi ini dapat menyerupai herpes
zoster.

Gambar 20. Lesi pada herpes zoster

23
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada creeping eruption antara lain:
a. Infeksi sekunder
Adanya rasa gatal di sepanjang lesi menyebabkan pengaruka yang mengakibatkan
terjadinya infeksi sekunder. Biasanya disebakan oleh streptococcus pyogenes. Dapat
diobati dnegan antibiiotik topical.
b. Syndrome Loeffler.
Merupakan suatu gangguan pada
system respirasi sementara yang
disebabkan oleh infeksi larva cacing,
ditandai dengan batuk,dyspnea,
demam, eosinophilia, dan adanya
gambaran infiltrate di paru-paru pada
pemeriksaan foto rontgen thorax.
Biasanya terjadi pada investasi yang
berat, atau pada creping euption yang
disebabkan oleh larva acacing
strongyloides sterconalis. Bersifat self
limited, gejala akan menghilang dalam
3-4 minggu .

Gambar 21. Infiltrate pada paru-paru

Penatalaksanaan
Penatalaksaan umum
Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. sebaiknya masyarakat didaerah endemis meningkatkan kebersihan likungan.
b. Menggunakan alas kaki untuk mencegah penetrasi larva ke dalam kulit.
c. Tidak membiarkan anjing atu kucing bekeliaran dan memberikan pebgobatan
pada binatang yang terinfeksi cacing tambang , yaitu dengan pemberian
antielmentik seperti fenbendazol dan ivermektin.

Penatalaksaan khusus
a. Pengobatan sitemik
Pengobatan secara sistemik diberikan untuk lesi yang luas atau yang gagal dengan
pengobatan secara topical. Creeping eruption dapat diobati dengan antielmentik secara
oral. Beberpa antielmentik yang efektif untuk mengobati creeping eruptuion antara lain:
1. Tiabendazol (Mintezol)

24
Merupakan drugs of choice untuk creeping eruption. Bekerja dengan menghambat
enzim fumarat reduktase larva, dan menghambat ambilan glukosa oleh larva sehinggga
menyebabkan kemarian larva.
Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 25-50 mg/Kgbb hari dua kali sehari, selama
2-5 hari. Untuk anak-anak 25-50 mg/Kgbb hari dua kali sehari,maksimal 3 gram sehari.
Bila masiih ditemukan lei aktif, selang dua hari kemudian dapat diberikan lagu satu ukur
pengobatan.
Obat ini dikontraindikasi untuk anak-anak denganberat badan kurang dari 15 kg,
gangguan fungsi hati atau fungsi ginjal dan pasien yang hipersensitif. Efek samping yang
ditimbulkan dapat berupa anoreksia, mual, muntah, diare, sakit kepala, nyeri epigastrium
dan rasa kantuk.
Tiabendazol tersedia dalam bentuk sediaan tablet 500 mg dan sirup berisi 100 mg/ml tapi
sulit didapatkan di pasar.

2. Albendazol.
Merupakan antielmentik yang berspektrum luas yang bekerja dengan cara
memblokir pengambilan glukosa oleh larva, sehingga glikogen menurun dan
pembentukan ATP berkurang, akibatnya larva akan mati.
Albendazol tersedia dalam bentuk sediaan tablet 400 mg dan suspensi 200 mg/5ml.
diberikan dengan dosis 400mg peroral selama 3 hari berturut-turut untuk dewasa dana
anak-anak usia di bawah 2 tahun dibrikan 200mg/hari selama 3 hari.
Efek samping yang ditimbulkan antara lain nyeri ulu hati, diare, sakit kepala, mual
muntah,lemah, insomnia, dan dizziness. Albendazol tidak dianjurkan untuk wanita hamil,
penderita serosis, dan hipersensitif.

3. Ivermektin
Merupakan antielmentik yang menyebabkan larva mati dalam keadaan pasalisis,
bekerja dengan cara memperkuan peranan GABA pada proses saraf tepi. Memiliki
margin of safety yang lebar dan toksisitas yang rendah.
Dosis yang digunakan untuk dewasa dan anak-anak usia lebih dari 5 tahun adalah 200
mcg/kgBB peroral satu kali pemberian.
Efek samping yang ditimbulkan umumnya ringan, sebentar dan dapat ditolerir. Biasanya
berupa demam, pruritus, sakit kepala, nyeri di kelenjar limfe, sakit otot dan sakit sendi.
Obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil, dan jangan diberikan bersama-sama dengan
barbiturate, benzodiazepine, dan asam valproate.

25
Penatalaksanaan Topikal

1. Solusio topikal tiabendazol dalam DMSO, atau suspensi tiabendazol secara oklusi
selama 24 48 jam. Dapat juga disiapkan pil tiabendazol yang dihancurkan dan
dicampur dengan vaseline, di oleskan tipis pada lesi, lalu ditutup dengan band-
aid/kasa. Campuran ini memberikan jaringan kadar antihelmints yang cukup untuk
membunuh parasit, tanpa disertai efek samping sistemik.
2. Cryotherapy dengan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai
1 menit, selama 2 hari berturut turut.
3. Tiabendazol topical 10-15%. Diaplikasikan 4 kali seehari selama 1 minggu. Obat ini
perlu diaplikasikan di sepanjang lesi dan pada kulit normal disekitar lesi.
4. Direkomendasikan pula penggunaan Benadryl atau krim anti gatal (Calamine lotion
atau Cortisone) untuk mengurangi gatal.
5. Etil klorida. Terapi ini efektif apabila epidermis terkelupas bersama parasite.
Seluruh terowongan harus diberikan karena parasite diperkirakan berada dalam
terowongan. Cara ini bersifat traumatic dan hasilnya kurag dapat dipercaya karena
lokasi tempat larva berada sulit ditentukan.

Pencegahan
Di Amerika serikat, telah dilakukan de-worming atau pemberantasan cacing pada
anjing dan kucing, dan terbukti mengurangi secara signifikan insiden penyakit ini.
Larva cacing umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi,
karena itu penting sekali memakai alas kaki, dan menghindari kontak langsung bagian
tubuh manapun dengan tanah.

Prognosis
Penyakit ini dapat sembuh sendiri setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Pengobatan dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa
ketidaknyamanan pasien. Umumnya pengobatan selalu memberikan hasil yang baik.

Mortalitas
Mortalitas karena penyakit ini belum pernah dilaporkan. Kebanyakan kasus larva migran
sembuh sendiridengan atau tanpa pengobatan, dan tanpa diikuti efek samping jangka
panjang apapun.

Morbiditas
Morbiditas dikaitkan dengan pruritus hebat dan kemungkinan infeksi bakterial sekunder.
Sangat jarang sekali, dapat terjadi migrasi ke jaringan dalam, seperti ke paru dan usus,
yang dapat menyebabkan penumonitis (Loefflers Syndrome), enteritis, myositis (nyeri
otot) .

26
GIGITAN SERANGGA

Definisi
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau tusukan
serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan artropoda
penyerang. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan untuk pertahanan. Gigitan
serangga biasanya untuk melindungi sarang mereka. Sebuah gigitan atau sengatan dapat
menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari protein dan substansi lain yang mungkin
memicu reaksi alergi kepada penderita. Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan
dan bengkak di lokasi yang tersengat.

Epidemiologi
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama di seluruh dunia.
Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena musiman,
meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi disekitar kita.
Prevalensinya sama antara pria dan wanita. Bayi dan anak-anak labih rentan terkena
gigitan serangga dibanding orang dewasa. Salah satu faktor yang mempengaruhi
timbulnya penyakit ini yaitu terjadi pada tempat-tempat yang banyak serangga, seperti di
perkebunan, persawahan, dan lain-lain.

Etiologi
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu
Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun
biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah, ini merupakan
suatu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara menyuntikan racun atau bisa melalui
alat penyengatnya. Sedangkan serangga yang tidak beracun menggigit dan menembus
kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya yang menimbulkan rasa gatal.
Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan kelainan
kulit yang signifikan. Kelas Arthropoda yang melakukan gigitan dan sengatan pada
manusia terbagi atas :
I. Kelas Arachnida
A. Acarina
B. Araneae (Laba-Laba)
C. Scorpionidae (Kalajengking)
II. Kelas Chilopoda dan Diplopoda
III. Kelas Insecta
A. Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et corporis)
B. Coleoptera (Kumbang)
C. Diptera (Nyamuk, lalat)
D. Hemiptera ( Kutu busuk, cimex)
E. Hymenoptera (Semut, Lebah, tawon)

27
F. Lepidoptera ( Kupu-kupu)
G. Siphonaptera ( Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex

Patogenesis
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada kulit,
lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh sistem imun
tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks. Reaksi terhadap antigen
tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin, asam formic atau kinin. Lesi
yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh terhadap antigen yang dihasilkan melalui
gigitan atau sengatan serangga. Reaksi yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi
yang timbul dapat dibagi dalam 2 kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed.
Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan reaksi lokal
atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang dihasilkan oleh gigitan
atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat disebabkan karena
trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil. Spingomyelinase D adalah
toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi neutrofilik. Enzim Hyaluronidase yang juga
ada pada racun serangga akan merusak lapisan dermis sehingga dapat mempercepat
penyebaran dari racun tersebut.

Gejala Klinis
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia, yang
memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang timbul dapat
berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya muncul dapat berupa papular
urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga akan menetap, biasa disertai
dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti berkelompok maupun menyebar pada kulit.
Papular urtikaria dapat muncul pada semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas
disekitar area gigitan. Pada awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area
gigitan dan kemudian muncul papul-papul. Papul yang mengalami ekskoriasi dapat
muncul dan akan menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan bulla dapat muncul yang dapat
menyerupai pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis yang terjadi juga tergantung
dari respon sistem imun penderita masing-masing. Infeksi sekunder adalah merupakan
komplikasi tersering yang bermanifestasi sebagai folikulitis, selulitis atau limfangitis.
Pada beberapa orang yang sensitif dengan sengatan serangga dapat timbul terjadinya
suatu reaksi alergi yang dikenal dengan reaksi anafilaktik. Anafilaktik syok biasanya
disebabkan akibat sengatan serangga golongan Hymenoptera, tapi tidak menutup
kemungkinan terjadi pada sengatan serangga lainnya. Reaksi ini akan mengakibatkan
pembengkakan pada muka, kesulitan bernapas, dan munculnya bercak-bercak yang terasa
gatal (urtikaria) pada hampir seluruh permukaan badan. Prevalensi terjadinya reaksi berat
akibat sengatan serangga adalah kira-kira 0,4%, ada 40 kematian setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Reaksi ini biasanya mulai 2 sampai 60 menit setelah sengatan. Dan

28
reaksi yang lebih berat dapat menyebabkan terjadinya syok dan kehilangan kesadaran dan
bisa menyebakan kematian nantinya. sehingga diperlukan penanganan yang cepat
terhadap reaksi ini.

Gambar 22 : Papular urtikaria: Bekas gigitan kutu, sangat gatal, urtikaria seperti papula di lokasi
gigitan kutu pada lutut dan kaki seorang anak, papula biasanya berdiameter <1 cm serta memiliki
vesikel di atasnya, Bila tergoreskan mengakibatkan erosi maupun krusta.

Gambar 23 : pada bagian tengah lesi tampak ekskoriasi dikelilingi daerah yang edem dan eritem.

Pada reaksi sistemik atau anafilaktik, pasien bisa mengeluhkan adanya gejala
lokal sebagaimana gejala yang tidak terkait dengan lokasi gigitan. Gejala dapat bervariasi
dari ringan sampai fatal. Keluhan awal biasanya termasuk ruam yang luas, urtikaria,
pruritus, dan angioedema. Gejala ini dapat berkembang dan pasien dapat mengalami
ansietas, disorientasi, kelemahan, gangguan gastrointestinal, kram perut pada wanita,
inkontinensia urin atau alvi, pusing, pingsan, hipotensi, stridor, sesak, atau batuk. Seiring
berkembangnya reaksi, pasien dapat mengalami kegagalan napas dan kolaps
kardiovaskuler

29
Pemeriksaan penunjang
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema antara sel-
sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel polimorfonuklear. Infiltrat
dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit. Pada dermis ditemukan pelebaran
ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana terjadi
peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga dilakukan tes tusuk
dengan alergen tersangka.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas diluar rumah yang
mempunyai resiko mendapat serangan serangga seperti di daerah perkebunan dan taman.
Bisa juga ditanyakan mengenai kontak dengan beberapa hewan peliharaan yang bisa saja
merupakan vektor perantara dari serangga yang dicurigai telah menggigit atau
menyengat.

Diagnosis Banding
Reaksi yang diakibatkan oleh sengatan atau gigitan serangga kebanyakan
menyerupai erupsi kulit yang lainnya. Seperti yang dapat dilihat reaksi yang diakibatkan
oleh serangga menunjukkan adanya papul-papul. Bila kita menduga terjadi reaksi akibat
gigitan atau sengatan serangga, maka kita harus memperoleh anamnesis dengan cermat
adanya kontak dengan serangga, menanyakan tentang pekerjaan dan hobi dari seseorang
yang mungkin dapat menolong kita mendiagnosis kelainan ini. Dibawah ini merupakan
beberapa diagnosis banding dari reaksi akibat gigtan atau serangan serangga antara lain :
a. Scabies
Scabies adalah infeksi parasit yang umumnya terjadi di dunia. Arthropoda
Sarcoptes scabiei var hominis menyebabkan pruritus berat dan merupakan
penyakit kulit yang sangat menular, dapat menyerang pria dan wanita dari
semua tingkat status social ekonomi dan etnik. Gejala dan tanda biasanya
berkembang perlahan sekitar 2-3 minggu sebelum pasien mencari
penanganan medis untuk mengatasinya. Scabies muncul dalam bentuk
cluster, pada individu terlihat sebagai ruam yang gatal dan papul. Diagnose
scabies dapat dipertimbangkan apabila ada riwayat banyak anggota keluarga
yang mengalaminya. Pruritus nocturnal merupakan keluhan utama yang khas
pada scabies. Lesi primer scabies berbentuk liang, papul, nodul, biasanya
pustul dan plak urtikaria yang bertempat di sela-sela jari, area fleksor
pergelangan tangan, axilla, area antecubiti, umbilicus, area genital dan
gluteal, serta kaki. Lesi sekunder berbentuk urtikaria, impetigo, dan plak
eksematous.

30
Gambar 24. Lesi pada scabies

Gambar 25. Predileksi pada scabies

b. Prurigo
Merupakan reaksi kulit yang bersifat residif dengan efloresensi
beranekaragam. Diduga ada pengaruh dari luar seperti gigitan serangga, sinar

31
matahari, udara dingin, dan pengaruh dari dalam tubuh seperti infeksi kronik.
Wanita lebih banyak dari pria. Biasanya dicetuskan oleh infeksi kronik dan
keganasan, kekurangan makan protein dan kalori. Dari anamnesis didahului
oleh gigitan serangga (nyamuk,semut), selanjutnya timbul urtikaria papular.
Kemudian timbul rasa gatal, dan karena digaruk timbul bintik-bintik. Gatal
bersifat kronik, akibatnya kulit menjadi hitam dan menebal. Penderita
mengeluh selalu gelisah, gatal dan mudah dirangsang.

Gambar 26. A. Predileksi. B. papula-papula pada daerah ekstensor


ekstremitas.

Penatalaksanaan
a. Perawatan Pra Rumah Sakit
Kebanyakan gigitan serangga dapat dirawat pada saat akut dengan memberikan
kompres setelah perawatan luka rutin dengan sabun dan air untuk meminimalisasi
kemungkinan infeksi. Untuk reaksi lokal yang luas, kompres es dapat
meminimalisasi pembengkakan. Pemberian kompres es tidak boleh dilakukan lebih
dari 15 menit dan harus diberikan dengan pembatas baju antara es dan kulit untuk
mencegah luka langsung akibat suhu dingin pada kulit. Epinefrin merupakan kunci
utama untuk penanganan pra rumah sakit pada reaksi sistemik. Antihistamin
sistemik dan kortikosteroid, bila tersedia, dapat membantu mengatasi reaksi
sistemik.
b. Medikamentosa
- Topikal : Jika reaksi lokal ringan, dikompres dengan larutan asam borat 3%, atau
kortikosteroid topikal seperti krim hidrokortison 1-2%. Jika reaksi
berat dengan gejala sistemik, lakukan pemasangan torniket proksimal
dari tempat gigitan dan diberi obat sistemik.

32
- Sistemik : Injeksi antihistamin seperti klorfeniramin 10 mg atau difenhidramin
50mg. Adrenalin 1% 0,3-0,5 ml subkutan. Kortikosteroid sistemik
diberikan pada penderita yang tak tertolong dengan antihistamin atau
adrenalin.
c. Perawatan Unit Gawat Darurat (keadaan berat)
Intubasi endotrakeal dan ventilator mungkin diperlukan untuk menangani
anafilaksis berat atau angioedema yang melibatkan jalan napas. Penanganan
anafilaksis emergensi pada individu yang atopik dapat diberikan dengan injeksi
awal intramuskular 0,3-0,5 ml epinefrin dengan perbandingan 1:1000. Dapat
diulang setiap 10 menit apabila dibutuhkan. Bolus intravena epinefrin (1:10.000)
juga dapat dipertimbangkan pada kasus berat. Begitu didapatkan respon positif,
bolus tadi dapat dilanjutkan dengan infus dicampur epinefrin yang kontinu dan
termonitor. Eritema yang tidak diketahui penyebabnya dan pembengkakan mungkin
sulit dibedakan dengan sellulitis. Sebagai aturan umum, infeksi jarang terjadi dan
antibiotik profilaksis tidak direkomendasikan untuk digunakan.

Prognosis
Prognosis dari insect bite reaction bergantung pada jenis insekta yang terlibat dan
seberapa besar reaksi yang terjadi. Pemberian topikal berbagai jenis analgetik, antibiotik,
dan pemberian oral antihistamin cukup membantu, begitupun dengan kortikosteroid oral
maupun topikal. Pemberian insektisida, mencegah pajanan ulang, dan menjaga higienitas
lingkungan juga perlu diperhatikan. Sedangkan untuk reaksi sistemik berat, penanganan
medis darurat yang tepat memberikan prognosis baik.

33
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin MD. Skabies. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003.

Amiruddin MD. Skabies. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar:
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. P. 5-10.

Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. P. 1718-27

Elston D. Parasitic Infestations, Stings, and Bites in : Andrews' Diseases Of The Skin
th
Clinical Dermatology 11 Edition : Jame W, Berger T, Elston D. Philadelphia : Esevier;
2006. p.434-47

Insect Bites and Infestations. In : Freedberg IM at al, eds, Fitzpatricks Dermatology in


General Medicine 5th. 2007. USA: McGrawHill.

McCroskey, Amy L. MD. Scabies. [Posted : 6 October 2010] Taken from :


http://emedicine.medscape.com/article/785873-overview#showall [Downloaded : 28 Juni
2012]

Moffitt, John E. MD. Allergic Reactions to Insect Bites and Stings on Southern Medical
Journal, November 2003.

Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, dkk,


editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.5. Jakarta: FKUI; 2005. P. 135

34

Anda mungkin juga menyukai