2.15 ISOZIM
Isozim atau Iso-enzim adalah dalam suatu campuran terdapat lebih dari satu enzim yang
dapat berperan dalam suatu substrat untuk memberikan suatu hasil yang sama. Keuntungan bagi
tumbuhan yang mengandung isoenzim adalah karena isozim isozim tersebut akan memiliki
tanggapan yang berbeda terhadap faltor faktor lingkungan. Setiap isozim dihadapkan pada
lingkungan kimia yang berbeda dab masing masing berperan pada posisi yang berbeda dalam
lintasan metabolic. (Lee, J. M. 1992).
DAFTAR PUSTAKA
Andini, L. S. (1999). Seleksi Kapang Iradiasi Untuk Produksi Enzim Amilase Pada
Substrat Sagu. Sainteks Vol. VI No. 2.
Birch, P. (2002). Enzyme Kinetics.University of Paisley. www.medicine.indstate.edu
de Man, J. M. (1997). Kimia Makanan edisi kedua. ITB. Bandung.
Ewing, G.W. (1985). Instrumental Methods of Chemical Analysis. McGraw-Hill Book
Company. USA.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Gaman, P. M. & K. B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan,
Nutrisi dan Mikrobiologi. Universitas Gadjah Mada press. Yogyakarta.
Ismail, S.D. (1990). Nutrisi Dan Kesehatan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Khopkar,S.M . (2002) . Konsep Dasar Kimia Analitik . Universitas Indonesia Pers .
Jakarta.
Lee, J. M. (1992). Biochemical Engineering. Prentice Hall Inc. New Jersey.
Martoharsono, S. (1994). Biokimia I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Noor, Z. (1990). Biokimia Nutrisi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Jakarta.
Panji, Tri, Suharyanto, Gunawan & Khaswar Syamsu. 2005. Biokonversi Minyak Sawit Kasar
Menggunakan Desaturase Amobil Sistem Curah pada Skala Semipilot. Menara Perkebunan :63-
73.ww w .ipard.com.publikas i /e- jurnal/b iotek/M P 70- 02-03.pdf
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Riawan, S. (1990). Kimia Organik edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta.
Richana, Nur, Ahmad Thontowi & Pia Lestina. 2002. Teknik Produksi Amilase Skala
Pilot dari Isolat Rekombinan Pembawa Gen
Amilase.http://www.indobiogen.or.id/terbitan/prosiding/fulltext_pdf/prosiding2002_36
5-372_nurrichana.pdf
Sudarmadji, S; B. Haryono; & Suhardi. (1989). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Penerbit Liberty. Yogyakarta.
Tranggono & B. Setiaji. (1989). Biokimia Pangan. Gadjahmada University Press.
Yogyakarta.
Tranggono & Sutardi. (1989). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Tranggono, B. S. & B. Sutardi. (1990). Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Whitaker, J.R. (1994). Principles of Enzymology for the Food Sciences. Marcel Dekker
Inc. California.
Williamson, K. L & L. F. Fieser. (1992). Organic experiment 7th edition. D.C. Health
Company. United States of America.
Winarno, F. G. (1995). Enzim Pangan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
4.2 PEMBAHASAN
Ada berbagai macam pengertian enzim. Menurut Winarno, enzim adalah suatu katalis
biologis yang dapat mempercepat terjadinya keseimbangan suatu reaksi kimia. Ada juga yang
mengatakan enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan beperan sebagai
katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Karena perannya sebagai
katalisator, maka enzim dapat mempercepat suatu reaksi, tetapi tidak menimbulkan produk
samping karena katalisator adalah substansi yang mempercepat reaksi tetapi pada hasil reaksi,
substansi tersebut tidak berubah. Enzim juga memiliki spesifitas tinggi terhadap substrat, atau
dengan kata lain hanya mau mengkatalis reaksi tertentu dengan substrat tertentu saja.
Ada beberapa keuntungan dalam memanfaatkan enzim sebagai katalisator biologis.
Pertama beberapa enzim relatif mudah diekstraksi dan dimurnikan secara parsial dalam bentuk
konsentrat dari bahan biologis. Kedua, enzim memperlihatkan aktivitas optimum panda kondisi
yang berbeda dengan lingkungan asalnya. Ketiga, enzim memiliki derajat spesifitas tinggi dalam
reaksi yang dikatalisa, dan kebanyakan kasus hanya satu jenis reaksi saja enzim dapat bekerja
khususnya di bidang teknologi pangan. Akhirnya enzim lebih efisien daripada katalisator kimia
yaitu sebesar 105-108 kalinya (Tranggono & Sutardi , 1989).
Kebanyakan dari semua enzim disusun oleh protein, kecualiribozymes.Ribozymes
adalah molekul dari asam nukleat yang mengkatalisa reaksi yang terjadi pada ikatan
fosfodiester dari RNA lain. Beberapa enzim hanya terdiri atas protein, tetapi
kebanyakan enzim mengandung non-protein tambahan seperti karbohidrat, lipid, logam,
fosfat, atau beberapa bagian organik yang lain. Beberapa bagian pada enzim yaitu
Kofaktor
Bila enzim dalam melakukan aktivitasnya membutuhkan zat kimia tertentu, dan zat kimia
tertentu itu disebut kofaktor. Dimana kofaktor itu terikat kuat pada enzim. Disamping itu
kofaktor stabil selama pemanasan.
Koenzim
Bagian kofaktor yang berupa molekul organik seperti tiamin pirofosfat, flavin, adenin
dinukleotida, NAD, koenzim A, piridoksal fosfat, biositin, tetrahidrofolat, dan sebagainya.
Apoenzim
Bagian enzim yang merupakan protein yang menempati porsi terbesar dalam enzim. Apoenzim
memiliki sifat seperti protein, salah satu sifat yang utama yaitu apoenzim akan terdenaturasi
selama pemanasan (Martoharsono,1994).
Disamping pengelompokan secara resmi ada pula pengelompokan yang berdasarkan
akhiran pada nama enzim tersebut, yaitu :
Akhiran ase, semua enzim yang memakai akhiran ini memiliki fungsi mengkatalisis
hidrolisis substrat tertentu.
Akhiran in, semua enzim yang memakai akhiran ini berarti menerangkan substrat apa
yang diuraikan oleh enzim tersebut (Martoharsono,1994).
Enzim dapat digolongkan menjadi enam kelas berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisa yaitu:
1. Kelas oksidoreduktase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan elektron.
2. Kelas transferase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan gugus fungsional.
3. Kelas hidrolase, reaksi yang dikatalisis yaitu reaksi hidrolisis atau reaksi pemindahan
gugus fungsional ke dalam air.
4. Kelas liase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi penambahan gugus ke dalam ikatan
rangkap atau sebaliknya.
5. Kelas isomerase, reaksi yang dikatalisis adalah reaksi pemindahan gugus di dalam
molekul menghasilkan bentuk isomer.
6. Kelas ligase, reaksi yang dikatalisis yaitu reaksi pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O, dan C-N oleh
reaksi kondensasi yang berkaitan dengan penguraian ATP (Martoharsono,1994).
Penyimpanan enzim yang dilakukan didalam pendingin sebelum digunakan dalam
percobaan aktivitasi enzim adalah untuk mencegah terjadinya kehilangan aktivitas akibat
denaturasi enzim atau hilangnya kofaktor yang penting. Dimana dengan perlakuan ini akan
menjamin kehilangan aktivitas enzim lebih minimal. Sedangkan pembekuan danthawing
sebaiknya dicegah karena dapat menginaktifkan enzim dengan cepat ( Gaman & Sherrington,
1994 ). Sedangkan untuk pengujian pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, menghasilkan hasil
bahwa pada suhu 40oC aktivitas enzim bernilai paling besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada
kisaran suhu tersebut enzim bekerja secara optimum sehingga nilai kuantitatif aktivitasnya besar.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Gaman & Sherrington (1994) menurutnya,
aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimal enzim berkisar antara 30- 40 C, yaitu suhu
tubuh. Pada suhu diatas dan dibawah optimalnya, aktifitas enzim berkurang. Diatas suhu 50 C
enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100 C semua
enzim rusak. Pada suhu sangat rendah, enzim tidak benar - benar rusak tetapi aktifitasnya sangat
banyak berkurang
Pada perubahan suhu, kecepatan reaksi yang dikatalisis oleh enzim mula-mula
meningkat karena adanya peningkatan suhu. Energi kinetik akan meningkat pada kompleks
enzim dan substrat yang bereaksi. Namun, peningkatan energi kinetik oleh peningkatan suhu
mempunyai batas yang optimum. Jika batas tersebut terlewati, maka energi tersebut dapat
memutuskan ikatan hidrogen dan hidrofobik yang lemah yang mempertahankan struktur
sekunder-tersiernya. Pada suhu ini, denaturasi yang disertai dengan penurunan aktivitas enzim
sebagai katalis akan terjadi.
Suhu optimal enzim bergantung pada lamanya pengukuran kadar yang dipakai untuk
menentukannya. Semakin lama suatu enzim dipertahankan pada suhu dimana strukturnya sedikit
labil, maka semakin besar kemungkinan enzim tersebut mengalami denaturasi.
Dari hasil percobaan, pada suhu 0 oC, besarnya aktivitas enzim cukup signifikan
besarnya. Seharusnya, pada suhu ini enzim dalam keadaan inaktif. Namun, ada sedikit kesalahan
yang mungkin disebabkan karena kurang cepatnya praktikan mengisolasi enzim sehingga enzim
telah bereaksi pada suhu kamar dan akibatnya ada sedikit aktivitas enzim yang terjadi. Belum
lagi suhu kulkas yang tidak stabil karena sering dibuka dan ditutup oleh praktikan lain selama
pengeraman. Sehingga kemungkinan besar temperatur yang diinginkan 0 oC tidak dapat tercapai.
Seharusnya pada suhu 37 oC merupakan suhu dimana aktivitas enzim maksimal. Pada suhu ini
seharusnya reaksi berlangsung paling cepat. Hal ini terjadi karena temperatur ini merupakan
temperatur normal tubuh manusia (suhu optimal enzim amilase salivarius adalah 37 oC). Tetapi
pada percobaan didapat kecepatan reaksi enzimatik tertinggi adalah pada suhu ruang. Hal ini
mungkin disebabkan karena suhu di dalam ruangan lab lebih tinggi daripada suhu ruangan yang
normal (28 oC) atau mungkin karena inkubasi pada suhu 37 oC kurang tepat atau tidak akurat.
Pada interval suhu 0 oC-37 oC, kecepatan reaksi enzimatik mengalami kenaikan. Setelah
melewati suhu optimum (37 oC), maka kecepatan reaksi enzimatik kembali menurun. Amilum
adalah polisakarida yang banyak terdapat di alam contoh sebagian besar ada pada tumbuhan.
Amilum dalam kehidupan sehari hari disebut pati terdiri dari dua komponen yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa merupakan polisakarida linier dari unit unit glukosa yang dihubungkan
oleh ikatan (1, 4) glikosida. Amilosa akan memberikan warna biru dengan adanya iodium,
karena senyawa ini dapat masuk dan menduduki posisi dalam gelang helikal yang terbentuk jika
amilsa dalam air. Amilopektin merupakan polisakarida yang banyak cabangnya, terdiri dai unit
glukosa yang dihubungkan oleh ikatan (1, 4) glikosida dan cabangnya (1, 6) glikosida.
Amilopektin dengan iodium akan memberikan warna ungu atau merah kembayung.
Reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh suhu, maka reaksi yang dikatalis oleh enzim juga
peka terhadap suhu. Enzim sebagai protein akan mengalami denaturasi jika suhunya dinaikkan.
Denaturasi merupakan protein yang susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul
berubah. Denaturasi juga bisa diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap stuktur
sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan
ikatan kovalen (Winarno,1997). Akibatnya daya kerja enzim menurun, ada kemungkinan sampai
suhu 450C efek predominannya masih memperlihatkan kenaikan aktivitas sebagaimana dugaan
dalam teori kinetik. Tetapi lebih dari 450C efek yang berlawanan yaitu denaturasi termal lebih
menonjol dan menjelang suhu 550C
fungsi katalitik enzim menjadi punah (Girindra, 1993).
Pengujian selanjutnya dilakukan terhadap pengaruh substrat terhadap aktifitas enzim.
Substrat yang dipakai disini adalah family kacang-kacangan dan enzim yang diujikan adalah
enzim urease. Pada pengujian ini baik kacang kedelai yang disangarai maupun kacang dadap
tidak ditemukan adanya bau dari amoniak yang menjadi indicator dari aktifitas enzim urease.
Jenis dari substrat yang dipakai menentukan seberapa banyak amoniak yang dihasilkan.
BAB 5
KESIMPULAN
Enzim adalah substansi yang dihasilkan oleh sel-sel hidup dan berperan sebagai
katalisator pada reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme.
Enzim juga memiliki spesifitas tinggi terhadap substrat, atau dengan kata lain
hanya mau mengkatalis reaksi tertentu dengan substrat tertentu saja.
Penyimpanan enzim yang dilakukan didalam pendingin sebelum digunakan dalam percobaan
aktivitasi enzim adalah untuk mencegah terjadinya kehilangan aktivitas akibat denaturasi enzim
atau hilangnya kofaktor yang penting.
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu optimal enzim berkisar antara 30- 40 C,
yaitu suhu tubuh. Diatas suhu 50 C enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein
terdenaturasi dan pada suhu 100 C semua enzim rusak, sedangkan pada suhu sangat rendah,
enzim tidak benar - benar rusak tetapi aktifitasnya sangat banyak berkurang.