menelaah hubungan antara efek (penyakit atau kondisi kesehatan) tertentu dengan faktor-
faktor risiko tertentu. Desain penelitian kasus-kontrol dapat digunakan untuk menilai berapa
besar peran faktor risiko dalam kejadian penyakit, seperti hubungan antara kejadian kanker
serviks dengan perilaku seksual, hubungan antara tuberkulosis pada anak dengan vaksinasi
BCG, atau hubungan antara status gizi bayi berusia 1 tahun dengan pemakaian KB suntik
pada ibu.
Dalam hal kekuatan hubungan sebab akibat, studi kasus-kontrol ada di bawah desain
eksperimental dan studi kohort, namun lebih kuat daripada studi cross-sectional, karena pada
studi kasus-kontrol terdapat dimensi waktu, sedangkan studi cross-sectional tidak. Desain
kasus-kontrol mempunyai berbagai kelemahan, namun juga memiliki beberapa keuntungan.
Dengan perencanaan yang baik, pelaksanaan yang cermat, serta analisis yang tepat, studi
kasus-kontrol dapat memberikan sumbangan yang bermakna dalam berbagai bidang
kedokteran klinik, terutama untuk penyakit-penyakit yang jarang ditemukan.
Daftar isi
1 Definisi
2 Kelebihan
3 Kelemahan
4 Sumber
5 Bacaan tambahan
6 Pranala luar
Definisi
Penelitian kasus-kontrol adalah suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor
risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif, dimulai dengan
mengidentifikasi pasien dengan efek atau penyakit tertentu (kelompok kasus) dan kelompok
tanpa efek (kelompok kontrol), kemudian diteliti faktor risiko yang dapat menerangkan
mengapa kelompok kasus terkena efek, sedangkan kelompok kontrol tidak. 1,3,4,5
Desain penelitian ini bertujuan mengetahui apakah suatu faktor risiko tertentu benar
berpengaruh terhadap terjadinya efek yang diteliti dengan membandingkan kekerapan
pajanan faktor risiko tersebut pada kelompok kasus dengan kelompok kontrol. Jadi, hipotesis
yang diajukan adalah : Pasien penyakit x lebih sering mendapat pajanan faktor risiko Y
dibandingkan dengan mereka yang tidak berpenyakit X. Pertenyaan yang perlu dijawab
dengan penelitian ini adalah : apakah ada asosiasi antara variabel efek (penyakit, atau
keadaan lain) dengan variabel lain (yang diduga mempengaruhi terjadi penyakit tersebut)
pada populasi yang diteliti.
Kelebihan
Studi kasus kontrol kadang atau bahkan menjadi satu-satunya cara untuk meneliti
kasus yang jarang atau yang masa latennya panjang, atau bila penelitian prospektif
tidak dapat dilakukan karena keterbatasan sumber atau hasil diperlukan secepatnya.
Hasil dapat diperoleh dengan cepat.
Biaya yang diperlukan relatif lebih sedikit sehingga lebih efisien.
Memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai faktor risiko sekaligus dalam satu
penelitian (bila faktor risiko tidak diketahui).
Tidak mengalami kendala etik seperti pada penelitian eksperimen atau kohort.
Kelemahan
Data mengenai pajanan faktor risiko diperoleh dengan mengandalkan daya ingat atau
catatan medik. Daya ingat responden menyebabkan terjadinya recall bias, baik karena
lupa atau responden yang mengalami efek cenderung lebih mengingat pajanan faktor
risiko daripada responden yang tidak mengalami efek. Data sekunder, dalam hal ini
catatan medik rutin yang sering dipakai sebagai sumber data juga tidak begitu akurat
(objektivitas dan reliabilitas pengukuran variabel yang kurang).
Validasi informasi terkadang sukar diperoleh.
Sukarnya meyakinkan bahwa kelompok kasus dan kontrol sebanding karena
banyaknya faktor eksternal / faktor penyerta dan sumber bias lainnya yang sukar
dikendalikan.
Tidak dapat memberikan incidence rates karena proporsi kasus dalam penelitian tidak
mewakili proporsi orang dengan penyakit tersebut dalam populasi.
Tidak dapat dipakai untuk menentukan lebih dari satu variabel dependen, hanya
berkaitan dengan satu penyakit atau efek.
Tidak dapat dilakukan untuk penelitian evaluasi hasil pengobatan.
Sumber
http://id.scribd.com/doc/88734061/Studi-Case-Control
Bacaan tambahan
Stolley, Paul D.; Schlesselman, James J. (1982). Case-control studies: design,
conduct, analysis. Oxford [Oxfordshire]: Oxford University Press. ISBN 0-19-
502933-X. (Still a very useful book, and a great place to start, but now a bit out of
date.)
1. Studi Observasional : Studi Kasus Control (case control), studi potong lintang (cross
sectional) dan studi Kohort.
2. Studi Eksperimental : Eksperimen dengan kontrol random (Randomized Controlled
Trial /RCT) dan Eksperimen Semu (kuasi).
C. Kohort
Rancangan Kohort adalah rancangan studi epidemiologi yang mempelajari hubungan antara
penyebab dari suatu penyakit dan penyakit yang diteliti dengan membandingkan kelompok terpajan dan
kelompok yang tidak terpajan berdasar status penyakitnya.
Penelitian kohort adalah suatu penelitian yang digunakan untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor resiko dengan faktor efek melalui pendekatan longitudinal kedepan atau prospektif.
Cohort / Kohor
Studi kohor adalah studi observasional yang mempelajari hubungan antara paparan dan penyakit
dengan memilih dua atau lebih kelompok studi berdasarkan status paparan kemudian diikuti (di- follow
up) hingga periode tertentu sehingga dapat diidentifikasi dan dihitung besarnya kejadian penyakit.
Apabila periode induksi yaitu kejadian penyakit dapat diamati dalam waktu yang panjang maka studi
kohor rawan terhadap bias penarikan responden ( banyak drop out dari observasi), perlu dana yang
besar dan waktu yang panjang. Studi kohor mempunyai kekuatan dalam membuktikan inferensi kausa
dibanding studi observasional lainnya, didapatkan angka kejadian penyakit (incidence rate) secara
langsung, serta cocok untuk meneliti paparan yang langka.
CONTOH KASUS
Suatu penelitian ingin mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit thypoid
pada Anak-anak. Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya penyakit Thypoid adalah
Kebiasaan jajan di sekolah dan kebiasaan cuci tangan sebelum makan. Jelaskan bagaimana penelitian
tersebut akan dilakukan dengan desain penelitian yang berbeda;
1. Case Control
2. Cohor
3. Cross sectional
1. Case Control
Desain studinya dapat digambarkan sebagai berikut:
Pada desain studi case control kita menentukan disease / penyakitnya lebih dulu baru menganalisis
penyebab atau paparannya (exposure). Dalam hal ini kita menentukan adanya penyakit Thypoid atau
tidak kemudian menganalisis penyebab terjadinya penyakit Thypoid, apakah karena dipengaruhi jajan
dan tidak cuci tangan atau jajan dan cuci tangan.
2. Cohor
Desain studinya dapat digambarkan sebagai berikut :
Desain Kohort
Pada disain cohor berdasarkan status paparan ( Exposure) kemudian diikuti (di- follow up) hingga
periode tertentu sehingga dapat diidentifikasi dan dihitung besarnya kejadian penyakit (Disease). Dalam
hal ini berdasarkan status paparan ( jajan dan cuci tangan atau jajan dan tidak cuci tangan) baru
kemudian diamati dari paparan-paparan tersebut mana yang menyebabkan penyakit Thypoid dan mana
yang tidak menyebabkan penyakit Thypoid
3. Cross sectional
Desain studinya dapat digambarkan sebagai berikut :
Pada disain Cross Sectional mempelajari hubungan penyakit dan paparan dengan mengamati status
paparan, penyakit atau outcome lain, jadi pada disain ini juga mencoba mengamati hubungan paparan
dan penyakit yang ditimbulkan dengan menggunaakan beberapa kombinasi paparan. Beberapa options,
yang dapat diambil dari tabel silang diatas yaitu:
KASUS :
Suatu penelitian ingin mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit
thypoid pada anak-anak. Beberapa faktor yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya
penyakit thypoid adalah kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan kebiasaan jajan di
sekolah. Jelaskan bagaimana penelitian tersebut akan dilakukan dengan desain penelitian
yang berbeda. (Case Control, Cohort, dan Cross Sectional).
ANALISIS KASUS :
Case control
Case control dalam desain studi epidemiologi adalah studi analitik yang menganalisis
hubungan kausal dengan menggunakan logika terbalik, yaitu menentukan penyakit (outcome)
terlebih dahulu dan kemudian mengidentifikasi penyebab (faktor risiko). Studi case control
biasanya dilakukan dengan memakai kelompok kontrol sehingga disebut sebagai studi kasus
kontrol atau case control study dan bersifat retrospektif. Di dalam studi kasus kontrol ini
dimulai dengan kasus atau sampel yang telah ada atau dengan kata lain sudah terjadi dan
sudah tersedia) dimana digunakan sampel kelompok kontrol sebagai pembanding. Kelompok
kontrol tersebut terdiri dari sekumpulan orang yang bukan kasus (bukan penderita penyakit
yang bersangkutan) yang ciri-cirinya (dalam hal umur, jenis kelamin, ras, tingkat sosial, dll).
Pada case control, dimulai dari pemaparan pada masa lampau untuk melacak riwayat
pengalamannya.
Pada case control, penelitian dimulai dengan menentukan populasi. Populasi penelitian
diambil dari sumber yang sama sehingga memiliki karakteristik yang sebanding kecuali
status penyakitnya. Membagi sasaran penelitian menjadi 2 populasi yaitu populasi kasus dan
populasi control (penyakit thypoid). Peneliti mengukur paparan (penyakit thypoid) yang
dialami subjek pada waktu yang lalu (retrospektif) dengan cara wawancara, memeriksa
catatan medic, dll. Untuk Kasus thypoid sebagai disease(D) yang terjadi pada anak-anak
maka populasi dengan kasus atau penyakit Thypoid memiliki paparan(E) kebiasaan jajan di
sekolah dan tidak mencuci tangan, tidak jajan disekolah dan mencuci tangan. Sedangkan pada
kelompok kontrol memiliki kebiasaan tidak jajan di sekolah dan sering cuci tangan untuk
yang tidak terkena resiko penyakit thypoid.
Penelitian retrospektif sering disebut juga penilitian kasus control, ekspos factor dan untuk
memudahkan agar tidak terjadi kesalahan maka disarankan untuk menggunakan istilah trohok
atau trohoc (Alvan Feinstein) yaitu cohort yang dibaca dari belkang sesui dengan proses
perjalanna penyakit yang diikuti, sedangkan pada penelitian kohort proses diikuti kedepan
artinya dari factor resiko mencari insidensi, sedangkan penelitian retrospektif mengikuti
proses ke belakang dari penderita pada keadaan awal untuk mencari factor resiko.
Studi case control adalah rancangan penelitian epidemiologi yang mempelajari hubungan
antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit, dengan cara membandingkan kelompok
kasus dan kelompok kontrol berdasarkan status paparannya. Ciri-ciri studi case control adalah
pemilihan subyek berdasarkan status penyakit, untuk kemudian dilakukan pengamatan
apakah subyek mempunyai riwayat terpapar faktor penelitian atau tidak. Karakteristik case
control antara lain :
Pada studi kasus kontrol, peneliti menggunakan kasus-kasus yang sudah ada dan
memilih kontrol (non-kasus) yang sebanding. Lalu peneliti
mencari informasi status (riwayat) paparan masing-masing subjek kasus dan kontrol. Jadi
pada studi kasus kontrol peneliti tidak bisa menghitung
risiko dan risiko relatif (RR). Sebagai ganti risiko, pada studi kasus kontrol peneliti
menggunakan odd. What is odd? Odd adalah probabilitas dua peristiwa yang berkebalikan,
misalnya sakit verus sehat, mati versus hidup, terpapar versus
tak terpapar. Pada studi kasus kontrol, odd pada kasus adalah rasio antara jumlah kasus
yang terpapar dibagi tidak terpapar. Odd pada kontrol adalah rasio antara jumlah kontrol
terpapar dibagi tidak terpapar. Jika odd pada kasus dibagi dengan odd pada kontrol, diperoleh
Odds ratio (OR). OR digunakan pada studi kasus kontrol sebagai pengganti RR.
Jadi penelitian retrospektif dapat diartikan sebagai suatu penelitian dengan pendekatan
longitudinal yang bersifat observasional mengikuti perjalanan penyakit ke arah belakang
(retrospektif) untuk menguji hipotesis spesifik tentang adanya hubungan pemaparan terhadap
factor resiko dimasa lalu dengan timbulnya penyakit. Dengan kata lain, mengikuti perjalanan
penyakit dari akibat ke sebab dengan membandingkan besarnya pemaparan factor resiko di
masa lalu antara kelompok kasus dengan kelompok control sebagai pembanding. Hal ini
menunjukkan bahwa pada awalnya penelitian terdiri dari kelompok penderita (kasus) dan
kelompok bukan penderita yang akan diteliti sebagai control.
SEBAB AKIBAT
Kelompok kasus atau kelompok penderita ialah kelompok individu yang menderita penyakit
yang akan diteliti dan ikut dalam proses penelitian sebagai subjek studi. Hal ini penting
dijelaskan karena tidak semua orang yang memenuhi criteria penyakit yang akan diteliti
bersedia mengikuti penelitian dan tidak semua penderita memenuhi criteria yang telah
ditentukan.
Kelompok control ialah kelompok individu yang sehat atau tidak menderita penyakit yang
akan diteliti tetapi memiliki peluang yang sama dengan kelompok kasus untuk terpajan oleh
factor rresiko yang diduga sebagai penyebab timbulnya penyakit dan bersedia menjadi subjek
studi
d. Kelompok control harus memliki resiko terpajan oleh factor resiko yang sama dengan
kelompok kasus
a. Sangat sesuai untuk penelitian penyakit yang jarang tterjadi atau penyakit dengan fase
laten yang panjang atau penyakit yang sebelumnya tidak pernah ada
b. Pelaksanaannya relative lebih cepat jika dibandingkan dengan cohort karena pada
penelitian case control diawali dengan penderita yang berarti penyakit yang diteliti telah
timbul, sedangkan pada penelitian cohort, insidensi penyakit yang akan diteliti harus
menunggu cukup lama.
c. Sampel yang dibutuhkan untuk penelitian case control lebih kecil dari pada penelitian
cohort walaupun digunakan beberapa control untuk satu kasus.
d. Biaya penelitiannya relative lebih kecil dibandingkan dengan penelitian cohort karena
sampel yang lebih sedikit dan waktu yang lebih singkat
f. Data yang ada mungkin dapat dimanfaatkan terutama bila penelitian dilakukan di
rumah sakit
Disamping beberapa keuntungan tersebt, terdapat pula beberapa kerugian sebagai berikut:
Pengukuran resiko relatif pada penelitian case control tidak dapat dilakukan secara langsung
tetapi hanya berupa perkiraan karena pada penelitian case control tidak mengukur insidensi
tetapi hanya mengukur besarnya paparan. Secara skematis dapat disajikan dalam bentuk tabel
berikut
Penyakit
Pemaparan Positif Negative Jumlah Odds penyakit
Positif A B m1 a/b
Negative C D m2 c/d
Jumlah n1 n2 N
Contoh:
Suatu penelitian tentang hubungan karsinoma paru- paru dengan rokok yang dilakukan secara
retrospektif dengan mengambil 100 orang penderita Ca paru- paru sebagai kasus dan 100
orang dengan penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan Ca paru- paru sebagai
kelompok control. Kedua kelompok disamakan berdasarkan umur, jenis kelamin, dan social
ekonomi
Hasilnya yang diperoleh adalah pada kelompok kasus dengan 90 orang yang merokok,
sedangkan pada kelompok control terdapat 40 orang yang merokok. Hal ini dapat
digambarkan secara skematis dalam bentuk tabel berikut:
Ini berarti bahwa diperkirakan resiko bagi perokok terkena karsinoma paru- paru adalah 10,8
kali lebih besar dibandingkan dengan bukan perokok.
(b) Cohort
Studi kohort adalah studi observasional yang mempelajari hubungan antara paparan dan
penyakit dengan memilih dua atau lebih kelompok studi berdasarkan status paparan
kemudian diikuti (di follow up) hingga periode waktu tertentu sehingga dapat diidentifikasi
dan dihitung besarnya kejadian penyakit. Apabila periode induksi yaitu kejadian penyakit
dapat diamati dalam waktu yang panjang maka studi kohort rawan terhadap bias penarikan
responden (banyak yang drop out dari observasi), perlu dana yang besar dan waktu yang
panjang. Namun studi kohort mempunyai kekuatan dalam membuktikan inferensi kausa
dibanding studi observasional lainnya, didapatkan angka incidence rate secara langsung, serta
cocok untuk memeliti paparan yang langka.
Pada desain studi cohort, penelitian memiliki hubungan antara paparan (jajan di sekolah dan
kebiasaan cuci tangan) dan penyakit (thypoid), dengan memilih 2 (atau lebih) kelompok-
kelompok studi berdasarkan perbedaan status paparan, kemudian mengikuti sepanjang suatu
periode waktu untuk melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing kelompok
mengalami penyakit.
c) Cross sectional
Cross sectional adalah studi epidemiologi yang mempelajari prevalensi, distribusi, dan
hubungan penyakit dan paparan dengan mengamati status paparan, penyakit atau outcome
lain secara serentak pada individu-individu dari suatu populasi pada satu saat. Studi cross
sectional tidak mengenal adanya dimensi waktu sehingga mempunyai kelemahan dalam
menjamin bahwa paparan mendahului efek (disease). Dalam studi ini memiliki kekuatan
dalam teknisnya, yaitu mudah dilakukan, dan murah, tidak memerlukan waktu follow up.
Studi ini dimanfaatkan untuk merumuskan hipotesis hubungan kausal yang akan diuji dalam
studi analitik lainnya. Studi ini mengamati paparan dan penyakit pada waktu kurang lebih
bersamaan (non-directional). Di dalam penelitian dengan desain studi Cross sectional untuk
mengetahui faktor yang diduga sebagai faktor risiko terjadinya penyakit Thypoid pada anak-
anak dapat dilakukan dengan menentukan sampel yang dilakukan dengan pencuplikan
random (random sampling) agar deskripsi dalam sampel mewakili (representatif) populasi
sasaran.
Pada populasi dilakukan pencuplikan (random), lalu dikelompokkan: kelompok terpapar dan
berpenyakit Thypoid (E+ D+), terpapar dan tidak berpenyakit Thypoid (E+ D-), tak terpapar
dan berpenyakit Thypoid (E- D+), tak terpapar dan tak berpenyakit Thypoid (E- D-).
Studi cross sectional adalah suatu penelitian yang menggunakan rancangan atau desain
observasi dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Semua pengukuran variabel (dependen dan indpenden) yang diteliti dilakukan pada
waktu yang sama
Cross sectional dapat dilakukan dimana saja sesuai dengan tujuan penelitian dan subjeknya
baik komunitas, institusi, klinik, dll. Cross sectional berguna untuk mendeskripsikan
penyakit dan paparan pada populasi pada satu titik waktu tertentu. Data yang dihasilkan dari
studi potong-lintang adalah data prevalensi. Tetapi studi potong-
lintang dapat juga digunakan untuk meneliti hubungan paparan-penyakit,
meskipun bukti yang dihasilkan tidak kuat untuk
menarik kesimpulan kausal antara paparan dan penyakit, karena tidak dengan desain
studi ini tidak dapat dipastikan bahwa paparan mendahului penyakit.
Frekuensi penyakit dan paparan pada populasi diukur pada saat yang sama,
maka data yang diperoleh merupakan prevalensi (kasus baru
dan lama), bukan insidensi (kasus baru saja), sehingga studi potong lintang disebut juga
studi prevalensi, atau survei. Pada studi potong lintang, karena bersifat non-directional,
peneliti tidak
bisa menghitung insidensi (kasus baru), yang menunjukkan risiko terjadinya
penyakit dalam suatu periode waktu. Jadi pada studi potong lintang, peneliti tidak bisa
menghitung risiko dan risiko relatif (RR). Data yang diperoleh studi
potong lintang adalah prevalensi, terdiri atas kasus baru dan lama. Prevalensi adalah
jumlah kasus yang ada di suatu saat dibagi dengan jumlah populasi studi.
Jika prevalensi penyakit pada kelompok terpapar dibagi dengan prevalensi
penyakit pada kelompok tak terpapar, maka diperoleh Prevalence Ratio (PR).
Demikian pula jika odd penyakit pada kelompok terpapar dibagi dengan odd penyakit
pada kelompok tak terpapar, diperoleh Prevalence Odds Ratio (POR).
Secara garis besar, tujuan penelitian cross sectional adalah sebagai berikut
Bila perubahan yang terjadi tidak jelas dan tidak tetap seperti penyakit yang
menimbulkan perubahan biokimia atau perubahan fisiologi dilakukan penelitian cross
sectional karena pada penelitian ini sebab dan akibat ditentukan pada waktu yang sama dan
antara sebab akibat dapat saling mempengaruhi misalnya hubungan antara hipertensi dengan
tingginya kadar kolesterol darah.
d. Penelitian cross sectional dimaksudkan untuk memperoleh hipotesis spesifik yang akan
diuji melalui penelitian analitis, misalnya dalam suatu penelitian cross sectional di suatu
daerah ditemukan bahwa sebagian besar penderita diare menggunakan air kolam sebagai
sumber air minum. Dari hasil ini belum dapat dikatakan bahwa air kolam tersebut factor
resiko timbulnya diare, tetapi penemuan tersebut hanya merupakan suatu perkiraan atau
hipotesis yang harus diuji melalui penelitian analitis.
2. Langkah-langkah Studi Cross Sectional
Masalah yang akan diteliti harus diidentifikasi dan dirumuskan dengan jelas agar dapat
ditentukan tujuan penelitian dengan jelas
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap insidensi dan
prevalensi berdasarkan catatan yang lalu untuk mengetahui secara jelas bahwa masalah yang
sedang dihadapi merupakan masalah yang penting untuk diatasi melalui suatu penelitian. Dari
masalah tersebut dapat diketahui lokasi masalah tersebut berada.
Tujuan penelitian harus dinyatakan dengan jelas agar orang dapat mengetahui apa yang akan
dicari, dimana akan dicari, sasaran, berapa banyak dan kapan dilakukan serta siapa yang
melaksanakannya.
Sebelum tujuan dapat dinyatakan dengan jelas, hendanya tidak melakukan tindakan lebih
lanjut. Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian karena
dari tujuan ini dapat ditentukan metode yang akan digunakan.
Dari tujuan penelitian dapat diketahui lokasi penelitian dan ditentukan pula populasi studinya.
Biiasanya, penelitian cross sectional tdak dilakukan terhadap semua subjek studi, tetapi
dilakukan kepada sebagian populasi dan hasilnya dapat diekstrapolasi pada populasi studi
tersebut.
Populasi studi dapat berupa populasi umum dan dapat berupa kelompok populasi tertentu
tergantung dari apa yang diteliti dan di mana penelitian dilakukan
Agar tidak terjadi kesalahan dalam pengumpulan data, sasaran yang dituju yang disebut
subjek studi harus diberi criteria yang jelas, misalnya jenis kelamin, umur, domisili, dan
penyakit yang diderita. Hal ini penting untuk mengadakan ekstrapolasi hasil penelitian yaitu
kepada siapa hasil penelitian ini dilakukan
Pada penelitian cross sectional diperlukan perkiraan besarnya sampel dan cara pengambilan
sampel. Perkiraan besarnya sampel dapat dihitung dengan rumus Snedecor dan Cochran
berikut.
n= besar sampel
q= 1-p
L= besarnya selisih antara hasil sampel dengan populasi yang masihh dapat diterima
Cara pengambilan sampel sebaiknya dilakukan acak dan disesuaikan dengan kondisi populasi
studi, besarnya sampel, dan tersediannya sampling frame yaitu daftar subjek studi pada
populasi studi.
Instrument yang akan digunakan dalam penelitian harus disusun dan dilakukan uji coba.
Instrument ini dimaksudkan agar tidak terdapat variable yang terlewatt karena dalam
instrument tersebut berisi semua variable yang hendak diteliti
Instrument dapat berupa daftar pertanyaan atau pemeriksaan fisik atau laboratorium atau
radiologi dan lain- lain disesuaikan dengan tujuan penelitian
h. Rancangan analisis
Analisis data yang diperoleh harus sudah dirrencanakan sebelum penelitian dilaksanakan agar
diketahui perhitungan yang akan digunakan. Rancangan analisis harus disesuaikan dengan
tujuan penelitian agar hasil penelitian dapat digunakan untuk menjawab tujuan tersebut.
Disamping beberapa keuntungan yang telah disebutkan di atas, penelitian dengan pendekatan
cross sectional tidak luput dari beberapa kerugian berikut
1. Hanya kasus prevalens atau yang tidak terkena dampak tertentu yang diteliti
2. Membutuhkan skema sampling yang terencana baik sehingga dapat memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap orang untuk terpilih
3. Penelitian cross sectional tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan yang
terjadi dengan berjalannya waktu
Untuk mengatasi kelemahan ini dapat dilakukan dengan mengadakan penelitian cross
sectional berulang- ulang agar dapat diketahui perubahan yang terjadi, misalnya perubahan
prevalensi penyakit TBC di suatu daerah, tetapi cara ini juga mempunyai kelemahan yaitu
pada penelitian berikutnya telah terjadi perubahan dalam distribusi golongan umur dan
orang- orang dengan golongan umur tertentu yang bukan berasal dari kohort yang sama
karena kemungkinan terjadi migrasi ke dalam atau ke luar.
Contoh lain adalah survey untuk memperoleh gambaran kesehatan masyarakat disekitar
bendungan yang dilakukan sebelum dan setelah dibangunnya bendungan PLTA Cirata, Jawa
Barat (Eko Budiarto, dkk., 1982). Penelitian ini menggunakan rancangan pre- intervensi dan
post intervensi tanpa kelompok kontrol
d. Informasi yang diperoleh tidak mendalam sehingga sering kali masalah kesehatan yang
dicari tidak diperoleh.
5. Sulit untuk perhitungan besarnya resiko secara akuran dan sulit menentukan besarnya
insidensi penyakit
6. Lebih membutuhkan subjek yang lebih besar terutama bila variable yang diteliti
cukup banyak
7. Tidak dapat digunakan untuk penelitian terhadap penyakit yang jarang dalam
masyarakat
P. 6
Published by patmasari04
See more
Keterangan:E+ =
terpapar faktor
penelitianE- = tak
terpapar faktor
penelitianD+ =
mengalami
penyakitD- = tak
mengalami
penyakit
Gambar 9.1
Skema rancangan
studi kasus
kontrol.Tujuan
dari penggunaan
istilah retrospektif
prospektif yaitu
(1)
Menekankanpenti
ngnya melihat
pluralisme
kebenaran, sebab
ilmu pengetahuan
bukan
meruapakan
suatuhal yang
dogmatik dan
monopolistik dan
(2) Membantu
pembaca agar
tidak terkejut
ketikamenjumpai
istilah studi kohor
retrospektif dan
atau studi kasus
kontrol prospektif
dalam bukudan
jurnal
epidemiologi.
B.
Kelebihan
Alasan utama
kenapa studi
kasus kontrol
amat popular, hal
ini
dikarenakansifatn
ya yang relative
murah dan mudah
dilakukan
ketimbang
rancangan studi
analitik lainnya.
Kedua, cocok
untuk meneliti
penyakit dengan
periode laten yang
panjang.Peneliti
tidak perlu
mengikuti
perkembangan
penyakit pada
subyek selama
bertahun-tahun,
melainkan cukup
mengidentifikasi
subyek yang telah
mengalami
penyakit,
lalumencatat
riwayat paparan
mereka. Ketiga,
karena subyek
penelitian dipilih
berdasarkanstatus
penyakit, maka
peneliti memiliki
keleluasaan
menentukan rasio
ukuran
sampelkasus dan
kontrol yang
optimal, sehingga
rancangan ini
tepat sekali untuk
menelitipenyakit
langka. Keempat,
dapat meneliti
pengaruh
sejumlah paparan
terhadap
sebuahpenyakit.
C.
Kelemahan
Kelemahan
pertama studi
kasus kontrol
adalah alur
metodologi
inferensi
kasualyang
bertentangan
dengan logika
eksperimen klasik.
Yang dilakukan
studi kasus
kontroladalah
melihat akibatnya
dulu baru
menyelidiki apa
penyebabnya.
Hanya
persoalannya,
karena pemilihan
subyek
berdasarkan
status penyakit
dilakukan tatkala
paparan
telah(atau tengah)
berlangsung,
maka studi kasus
control rawan
terhadap berbgai
bias, baik bias
seleksi maupun
bias
informasi.Kedua,
secara umum
studi kontrol tidak
efisien untuk
mempelajari
paparan-paparan
yang langka.
Paparan yang
langka bisa diteliti
dengan rancangan
ini, asal
bedaresiko (RD)
antara populasi
yang berpenyakit
dan tak
berpenyakit cukup
tinggi. Untuk
itudibutuhkan
ukuran sampel
yang sangat
besar.Ketiga,
karena subyek
dipilih
berdasarkan
status penyakit,
maka dengan
studikasus kontrol
pada umumnya
peneliti tidak
dapat menghitung
laju insidensi
(yaitukecepatan
kejadian penyakit)
baik pada populasi
yang terpapar
maupun tidak
terpapar.Itulah
sebabnya untuk
menghitung risiko
relative digunakan
ukuran rasio odds
(OR).Keempat,
pada bebrapa
situasi tidak
mudah untuk
memastikan
hubungantempor
al antara paparan
dan
penyakit.Kelima,
kelompok kasus
dan kelompok
kontrol dipilih dari
dua populasi
yangterpisah,
sehingga sulit
dipastikan apakah
kasus dan kontrol
pada populasi
studi benar-benar
setara dalam hal
faktor-faktor luar
dan sumber-
sumber distori
lainnya.
D.
MEMILIH
KASUS
Tiga hal pokok
yang perlu
diperhatikan
dalam memilih
kasus, yaitu :1.
Kriteria
diagnosisKriteria
diagnosis dan
definisi
operasional kasus
harus dibuat
sejelas-jelasnya,
agar
tidak menimbulka
n bias pengukuran
(bias
misklasifikasi).2.
Populasi sumber
kasusPopulasi
sumber kasus
dapat berasal dari
rumah sakit (
hospital-based
),
populasi/ masyara
kat/ komunitas (
population-
based
).Keuntungan
memilih kasus dari
rumah sakit yang
melayani populasi
sasaran adalah:
(1) Lebih praktis
dan murah; (2)
Pasien yang
dirawat di rumah
sakit umumnya
lebihmenyadari
berbagai faktor
yang dialaminya;
dan (3) Lebih
kooperatif.
Kerugiannya,mud
ah terjadi bias
yang berkaitan
dengan preferensi
dan penggunaan
rumah
sakit,misalnya (1)
Bias sentripetal,
adalah bias dalam
seleksi subjek
(yaitu kasus),
disebabkan
pemilihan pasien
terhadap fasilitas
pelayanan medik
dipengaruhi oleh
reputasi
fasilitaspelayanan
medik itu; dan (2)
Bias akses
diagnostik, adalah
bias dalam seleksi
subjek (yaitu
kasus),
disebabkan
pemilihan pasien
terhadap fasilitas
pelayanan
medik dipengaruh
i oleh kemmpuan
aksesnya
terhadap fasilitas
pelayanan medik
itu, baik dalamarti
geografik, waktu,
maupun
kemampuan
ekonomi.Keuntun
gan memilih kasus
dari populasi
adalah : (1)
Menghindarkan
faktor-faktoryang
mempengaruhi
pemilihan subjek
untuk
menggunakan
fasilitas pelayanan
medik tertentu;
(2) Dapat
memberikan
gambaran
karakter populasi
asal kasus secara
langsung.Sebalikn
ya,
kekurangannya
adalah
membutuhkan
biaya dan logistik
yang lebih
besardaripada
dari rumah sakit.
Dalam praktik
memilih kasus dari
populasi jarang
dilakukan.3.
Jenis data
penyakitHal pokok
ketiga yang perlu
diperhatikan
adalah jenis data
penyakit. Terlepas
darisumber kasus,
kasus itu sendiri
dapat merupakan
insidensi (kasus
baru) atau
prevalensi(semua
kasus yang ada
pada suatu saat).
Secara umum
pada studi kasus-
kotrol
dianjurkanuntuk
menggunakan
data insidensi
daripada data
prevalensi.
E.
MEMILIH
KONTROL
Tiga hal pokok
yang perlu
dipertimbangkan
dalam memilih
kontrol : (1)
Karakterpopulasi
sumber kasus; (2)
Keserupaan
antara kontrol dan
kasua; (3)
Pertimbangan
praktisdan
ekonomis. Kontrol
yang terpilih tidak
perlu
mencerminkn
populasi semua
individu yangtak
terkena penyakit
yang diteliti. Yang
penting, kontrol
harus dipilih dari
populasi individu-
individu yang
memiliki
karakteristik
serupa dengan
populasi asal
kasus, tetapi tidak
berpenyakit yang
diteliti.Ada
sejumlah sumber
populasi untuk
memilih kontrol,
yaitu : (1) rumah
sakit; (2)populasi
umum; (3)
tetangga; (4)
teman; dan
kerabat keluarga.
Masing-masing
memilikikeuntung
an dan
kerugiannya.
Keuntungan
memilih kontrol
dari pasien rumah
sakit adalah :(1)
Mudah dan
murah; (2) Karena
dirawat di rumah
sakit, pada
umumnya mereka
lebihmenyadari
berbagai paparan
faktor dan
peristiwa yang
pernah dialami
daripada individu
sehat; (3)
Kooperatif.
Kerugian memilih
kontrol dari pasien
rumah sakit
adalah,
pertama,mereka
adalah orang sakit
(dengan penyakit
lain).Kerugian
kedua, bias akan
terjadi jika kontrol
mengidap
penyakit yang
mempunyaihubun
agn dengan
paparan
penelitian, dan
penyakit itu
berhubungan
dengan penyakit
yangsedang
diteliti, sehingga
penafsiran
pengaruh pada
studi kasus
kontrol akan lebih
kecildaripada yang
sesungguhnya.Alt
ernatif sumber
kontrol adalah
populasi. Kontrol
yang berasal dari
populasi
umummemiliki
beberapa
keuntungan : (1)
Perbandingan
dapat dilakukan
dengan lebih baik;
(2)Kontrol yang
dipilih merupakan
individu
pembanding yang
memang sehat.
Kerugiannyaadala
h : (1) Mencari
dan
mewawancarai
kontrol biasanya
memerlukan
banyak waktu
danbiaya; (2)
Individu yang
sehat biasanya
kurang perhatian
tentang paparan
yang
pernahdialami,
sehingga
mengurangi
okurasi informasi
yang diberikan; (3)
Motivasi yang
rendahuntuk
berprtisipasi
dalam penelitian
dapat
memberikan
ancaman serius
validitas,
jikaterdapat
perbedaan
prevalensi
paparan antara
yang mau dan
tidak mau
mengikuti
penelitian.Sumber
kontrol yang
ketiga adalah
tetangga, teman,
dan kerabat
keluarga.Keuntun
gan menggunakan
sumber kontrol ini
adalah : (1)
Merupakan
individu yang
sehatdan
kooperatif; (2)
Tetangga, teman,
dan kerabat
keluarga
mempunyai
lingkungan
hidupyang sana
dan terbatas,
memiliki faktor-
faktor sosio
ekonomi, etnik,
gaya hidup,
paparanlingkunga
n fisik yang sama
dengan kasus,
sehingga faktor-
faktor itu
merupakan
faktorperancu
dalam penaksiran
hubungan
paparan dan
penyakit, maka
memilih kontrol
yangsedemikian
itu merupakan
metode
pengontrolan
faktor perancu,
yang disebut
pencocokan.Tetap
i harus dihindari,
jangan sampai
paparan
penelitian
merupakn bagian
dari faktor-
faktorlingkungan
tersebut, sebab
jika ini terjadi
maka penaksiran
hubungan
paparan dan
penyakitakan
menjadi lebih kecil
dari yang
sebenarnya.
Activity (6)
Filters
1 thousand reads
1 hundred reads
Yunita Ahadti
Studi Kohort
azizaa_1
BAB I sd V
Natalia Edoway
patmasari04
ANEMIA
patmasari04
patmasari04
Choose a format:
.DOCX .PDF
Download
Recommended
Yunita Ahadti
Studi Kohort
azizaa_1
BAB I sd V
Natalia Edoway
.DOCX .PDF
Download
About
Browse books
Browse documents
About Scribd
Team
Blog
Join our team!
Contact Us
Subscriptions
Subscribe today
Your subscription
Gift cards
Advertise with us
AdChoices
Support
Help
FAQ
Press
Purchase help
Partners
Publishers
Developers / API
Legal
Terms
Privacy
Copyright
Mobile Site
Language:
English