Anda di halaman 1dari 15

PRAKTIKUM DESAIN STUDI EPIDEMIOLOGI

1. Data yang diberikan pada table 1-4 menjelaskan status kesehatan pekerja, dalam hal ini
terinfeksi virus hepatitis B, di suatu rumah sakit. Penelitian bertujuan ingin mendapatkan
gambaran infeksi hepatitis B pada pekerja rumah sakit. Pada sejumlah petugas rumah
sakit dilakukan uji apakah terinfeksi Hepatitis B dan dikumpulkan pula data karakteristik
individu pada saat yang sama.
a. Apakah jenis penelitian epidemiologi yang cocok untuk kegiatan ini?
Jawaban: Cross sectional
b. Berikan komentar tentang hubungan antara pekerjaan dirumah sakit dan risiko terinfeksi
virus hepatitis B?
Jawaban:
Pada data penelitian didapatkan bahwa:
 Berdasarkan usia paling banyak terjadi pada usia >50 tahun (19.1%)
 Berdasarkan lama bekerja paling banyak terjadi pada lama kerja >5 tahun (24.3%)
 Berdasarkan tingkat SES paling banyak terjadi pada tingkat SES 5 (21%)
 Berdasarkan kategori pekerjaan paling banyak terjadi pada teknisi dan perawat
(22%)
 Berdasarkan kontak dengan pasien paling banyak terjadi pada yang sering kontak
(15.2%)
 Berdasarkan kontak dengan darah paling banyak terjadi pada yang sering kontak
dengan darah (18.9%)
 Berdasarkan lokasi kerja paling banyak terjadi pada ruang operasi (29 %)
Pada penelitian dengan desain cross sectional tidak dapat menggambarkan hubungan
faktor risiko/ sebab akibat, namun dapat dilihat besarnya kejadian pada populasi.
Tabel 1.
Persentase positif terhadap virus hepatitis B diantara pekerja rumah sakit berdasarkan
beberapa kareketeristik.
Karakteristik Jumlah yg di Uji Jumlah Positif Persen
Umur
19-29 139 10 7.2
30-39 83 11 13.2
40-49 129 2 17.0
>=50 162 31 19.1

Lama Bekerja (th)


<3 189 20 10.6
3-5 180 19 10.6
>5 144 35 24.3

Tingkat SES
1-2 (tertinggi) 167 20 12.0
3-4 227 29 12.8
5 (terendah) 119 25 21.0
TOTAL 513 74 14.4

Tabel 2.
Kategori Pekerjaan Jumlah yang di Uji Persen Positif
Teknisi 63 22
Perawat 41 22
Dokter 52 12
Perawat Terintegrasi 77 12
Perawat pembantu 60 20
Pelayanan Makanan 28 21
Pembantu administrasi 84 8
Pembersih ruangan 56 13
Lain-lain 52 8
Tabel 3.
Pajanan Pekerjaan Jumlah yang di Uji Persen Positif
Kontak dengan Pasien
Tidak 201 13.9
Kadang-kadang 75 13.3
Sering 237 15.2

Kontak dengan darah atau


bahan dari darah
Tidak 211 11.4
Kadang-kadang 127 13.4
Sering 175 18.9

Tabel 4.
Lokasi Kerja Jumlah yang di Uji Persen Positif
Ruang Operating 21 29
Laboratorium 47 21
Kamar Inap
Obstetri-ginekologi 41 20
Pengobatan 46 20
Anak 18 17
Operasi 51 12
Dapur 28 21
Administrasi 78 9
Radiologi 14 7
UGD 20 5
Farmasi 11 0
Lainnya 86 13

2. Bukti yang mendukung obesitas sebagai factor risiko untuk kanker kolon masih belum
konklusif. Terutama diantara wanita. Studi terbaru (Am J Epidemiol 1999: 150-390-398)
melaporkan adanya hubungan antara obesitas (diukur pada baseline) dengan morbiditas
kanker kolon seperi yang ditemukan dari hasil evaluasi terhadap catatan medis dan
sertifikat kematian dalam penelitian kohort yang dilakukan secara nasional pada pria dan
wanita berusia 25-74 tahun yang berpartisipasi pada first nasional health and nutrition
examamination survey dari tahun 1971 sampai 1975 dan di follow up sampai tahun 1992.
Tabel berikut adalah hasil dari penelitian ini untuk pria dan wanita yang sudah
dikombinasi
Baseline body Number of incident Person-years Crude incidence rate/
mass index * cases of colon cancer follow up 100.000 person years
<22 28 53.475 0,52
22 - < 24 41 38.919 1,05
24 - < 26 36 36.610 0,98
26 - < 28 40 32.635 1,22
28 - < 30 35 21.122 1,66
30+ 42 34.904 1,20
*. Kg berat badan pertinggi badan dalam M2

a. Jelaskan disain penelitian yang digunakan dalam studi ini?


Jawaban: Cohort
b. Lengkapi table dengan menghitung crude body mass index-spesific incidence rates
Jawaban: terlampir dalam tabel
c. Hitung relative risk (RR) kanker kolon dihubungkan dengan BMI kategori 28 - <30.
Gunakan kategori BMI yang terendah sebagai referensi. Interprestasi jawaban dalam suatu
kalimat.
Jawaban:
RR = Incidence rate among the exposed
Incidence rate unxposed
RR = 35 / 21.122
28 / 53.475
= 3,16
RR > 1 = Increased Risk

Interpretasi : Risiko terkena kanker kolon pada pria dan wanita dengan BMI Kategori 28 - <30
3,16 kali lebih besar dibandingkan dengan risiko kanker kolon pada BMI Kategori <22.
d. Hitung attributable risk proportion dari mereka yang berada dalam kategori BMI 28 - <30.
Interpretasikan jawaban dalam suatu kalimat.
Jawaban:
AR % = (I exposed – I non exposed) / I exposed
I BMI 28 - <30 = 35 / 21.122
= 0,00165 = 1,65/ 1000

I BMI <22 = 28 / 53.447


= 0,00052 = 0,52/ 1000

AR % = (1,65 – 0,52) / 1,65


= 0,68

Interpretasi : 0,68 dari 1,65/1000 insiden terjadi kanker kolon dapat dicegah dengan BMI
kategori <22.

3. PCA-FLUVX
Sebuah studi kasus kontrol meneliti hubungan antara vaksinasi influenza dan primary
cardiac arrest (PCA) (Am J Epidemiol 2000: 152:674-677). Kasus PCA tanpa didahului
penyakit jantung (n=315) teridentifikasi dari laporan paramedic. Kelompok control
didapat dengan menggunakan teknik angka acak. Sepasang subjeck penelitian
diwawancarai untuk menemukan siapa yang menerima vaksinasi influenza (Vx) selama
tahun sebelumnya. Datanya adalah sebagai berikut:
Kasus Control
Divaksinasi 79 176
Tidak Divaksinasi 236 373

a. Jelaskan mengapa penelitian ini merupakan penelitian kasus-kontrol


Jawaban:
Dipakai jenis penelitian kasus kontrol karena ingin melihat faktor resiko vaksinasi influenza
terhadap terjadinya Primary Cardiac Arrest (PCA). Penelitian ini ingin membandingkan
kasus (subjek yang mengalami event Primary Cardiac Arrest / PCA) dengan kontrol (subjek
yang tidak mengalami event PCA). Case control digunakan ketika kita bisa membedakan
status responden sebagai kelompok yang menderita suatu penyakit atau suatu kondisi
kesehatan dengan status responden yang sehat atau memiliki penyakit lainnya.

b. Hitunglah odds ratio dihubungakan dengan vaksinasi. Interpretasikan hasilnya. Apakah hal
ini menyatakan hubungan antara efek vaksinasi influenza dengan risiko PCA.
Jawaban:
OR = ad/bc = (79 x 373) / (236 x 176) = 29.467 / 41.536 = 0,70
Karena OR < 1 = maka vaksinasi influenza menjadi faktor proteksi terjadinya PCA
c. Peneliti menggunakan informasi dari responden pengganti (berpasangan) untuk memastikan
status pajanan baik di kelompok kasus mapun control. Hal ini diperlukan untuk kasus
(karena mereka sudah meninggal) menurut anda mengapa pada kelompok control digunakan
responden pengganti (surrogate) sebagai sumber informasi?
Jawaban:
agar comparable dan untuk meminimalisir bias seleksi, bias informasi dan bias recall.

4. ORAL CONTRACEPTIVE STUDIES FROM THE 1970s


Hubungan kausal antara penggunaan kontrasepsi oral dengan penyakit kardivaskular
pertama kali di postulasikan di akhir tahun 1960. Banyak studi yang dilakukan untuk
membuktikan hubungan ini. Di bawah ini adalah abstrak dari dua studi epidemiologi pada topik
ini.
Study 1 : Mann, J.I. Vessy, M.P. Thorogood, M., & Doll, S.R. (1975). Myococardial infarction
in young women with special reference to oral contraceptive practice. Br Med J., 2 (5965), 241-
245.
Penelitian dilakukan pada 63 wanita yang keluar dari rumah sakit dengan diagnosis myocardial
infraction (serangan jantung) dan 189 pasien control. Semuanya berusia di bawah 45 tahun pada
saat masuk rumah sakit. Penggunaan kontrasepsi oral. Perokok berat, perawatan hipertensi dan
diabetes, pre-eclamptic toxaemia, obesitas dan tipe II hyperlipoproteinemia lebih sering
ditemukan pada pasien dengan mycocardial infraction dibandingkan pada control. Hubungan
antara mycocardial dan kontrasepsi oral tidak dapat dijelaskan dalam hal hubungan antara
persiapan penelitian ini dengan factor lainnya. Efek kombinasi dari faktor-faktor risiko secara
jelas berjalan sinergis.
Study 2 : Royal College of General Practitioner’s Oral Contraceptive Study (1997) Mortality
among oral-contraceptive Users. Lancet Oct 8;2 (8041):727-31.
Pada studi prospectif berskala besar yang dilakukan di inggris, death rate penyakit system
sirkulasi pada wanita yang pernah menggunakan kontrasepsi oral adalah 5 kali lebih besar dari
pada wanita yang tidak pernah memakainya; dan death-rate pada mereka yang meminum pil
secara terus menerus selama 5 tahun atau lebih adalah 10 kali lebih besar dari pada mereka yang
tidak pernah meminum pil. Besarnya jumlah kematian pada pengguna kontrasepsi oral
disebabkan oleh variasi yang besar pada kondisi vaskularnya. Total mortality rate pad wanita
yang pernah menggunakan pil meningkat 40% yang disebabkan oleh peningkatan kematian
karena penyakit sirkulasi yaitu 1 per 5000 pengguna per tahunnya. Banyaknya jumlah kematian
tersebut lebih besar dari pada death rate dari komplikasi kehamilan (pada non-pengguna), dan
dua kali death-rate dari kecelakaan. Besarnya jumlah mortality-rate meningkat seiring
bertambanhnya umur, kebiasaan merokok dan durasi penggunaan kontrasepsi oral.
Bagian 1:
a. Apa yang membuat studi yang pertama merupakan studi kasus-kontrol?
Jawaban:
Pada penelitian ini dimulai dengan menentukan kelompok kasus (myocardial infarction) dan
kelompok kontrol (tidak sakit).
b. Apa yang membuat studi yang kedua merupakan studi kohort?
Jawaban:
Pada penelitian tersebut meneliti tentang 2 populasi yaitu kelompok exposed (menggunakan
kontrasepsi oral) dan kelompok non-exposed (tidak pernah memakai kontrasepsi oral)

Bagian 2: pertanyaan di bawah ini untuk studi kasus-kontrol (mann et all..,1975)


c. Menurut anda mengapa rumah sakit terpilih sebagai lokasi untuk studi yang pertama?
Jawaban:
karena kasus penyakit jantung seringnya ditemukan di rumah sakit dan di rumah sakit data
tersedia secara lengkap.

d. Secara teori, kelompok kasus control sebaiknya diambil secara random dari kasus dan control
dari populasi sumber. Menurut anda apakah pada penelitian ini yang dilakukan sudah benar?
Jawaban:
Sudah benar, karena awal penelitian ditentukan terlebih dahulu kelompok kasus dan
kelompok control, kemudian baru diteliti untuk mengetahui faktor resiko yang dimiliki oleh
masing-masing kelompok, selain itu perlu adanya control dari populasi agar bisa
menggambarkan kondisi di populasi yang sebenarnya.

Bagian 3: pertanyaan di bawah ini untuk studi kohort (royal college, 1997)
e. Pada abstrak gagal melaporkan morality rates dalam berbagai kelompok tetapi hanya catatan
“total mortality rate pada wanita yang pernah menggunakan pil meningkat 40%. Berdasarkan
pada pernyataan tersebut, dapatkah anda mendapatkan rate ratio dihubungkan dengan
penggunaan kontrasepsi oral?
Jawaban:

Tidak dapat, karena Rate ratio (IDR) = sedangkan total mortality

rate = .

Jadi untuk menghitung Rate Ratio diperlukan data jumlah kasus baru dalam kelompok
exposed dan jumlah kasus baru dalam kelompok non-exposed.

f. Pada studi juga dinyatakan bahwa “disebabkan oleh peningkatan kematian karena penyakit
sirkulasi yaitu 1 per 5000 pengguna per tahunnya”. Apakah hal tersebut mewakili rate rasio,
rate difference, atau attributable fraction? Jelaskan jawaban anda?
Jawaban:
Pernyataan “disebabkan oleh peningkatan kematian karena penyakit sirkulasi yaitu 1 per
5000 pengguna per tahunnya” mewakili attributable fraction karena pernyataan ini
menjelaskan seberapa besar penyakit sirkulasi berkontribusi dalam peningkatan kematian di
kelompok pengguna pil / kelompok exposed (yang dilihat oleh peneliti adalah dampak dari
penyakit sirkulasi terhadap peningkatan kematian).
Bagian 4:
g. Studi manakah yang cocok untuk total sampel size yang lebih kecil
Jawaban: studi case control

h. Dengan menganggap studi kohort tidak retrospectif, studi manakah yang memerlukan lebih
sedikit waktu untuk meyelesaikannya.?
Jawaban: studi case control

i. Dapatkah studi kasus-kontrol memperkirakan insiden penyakit? Jelaskan


Jawaban: bisa, dengan cara prospektif dan mengambil sampel data dari insiden (kasus baru)

j. Manakah yang lebih rentan terhadap recall bias?


Jawaban: case control

k. Manakah yang lebih rentan terhadap bias-seleksi?


Jawaban: studi cohort

l. Manakah yang lebih rentan untuk loss to follow up ?


Jawaban: studi cohort

m. Mengapa studi kasus-kontrol dilakukan sebelum studi kohort?


Jawaban:
Karena bisa dilakukan dengan jumlah sampel yang kecil, waktu yang relatif lebih singkat dan
biaya yang lebih murah sebelum dilakukan studi cohort. Selain itu dengan case control yang
dilakukan sebelum kohort kita dapat memperkirakan faktor-faktor resiko apa yang berperan
sebagai exposure pada kasus tertentu, sehingga pada studi kohort berikutnya dapat diikuti
kelompok exposure dan kelompok non-exposure factor-faktor resiko tersebut.
PRAKTIKUM SKRINING

SOAL 1
Pada suatu rumah sakit X baru saja dibuka suatu “coronary care unit”.Setelah unit ini
dibuka, banyak sekali pasien dengan keluhan sakit dada berbondong-bondong datang dan ingin
dirawat karena dirinya merasa sakit jantung.
Dari 360 pasien yang datang tersebut, ternyata setelah dilakukan pemeriksaan oleh dokter
spesialis penyakit jantung dengan menggunakan alat rekam jantung atau ECG
(electrocardiogram), yang dinyatakan benar sakit jantung atau myocard infarct ada 230 pasien ,
sedangkan sisanya dinyatakan tidak sakit..
Karena pemeriksaan dengan ECG dirasakan terlalu mahal, kemudian team dari coronary
care unit ini memilih suatu pemeriksaan yang dianggap lebih murah dan cepat untuk dapat meng-
skrining pasien pasien tersebut, pasien mana yang perlu dirawat atau tidak dirawat. Skrining test
yang dilaksanakan adalah pemeriksaan kadar enzym “creatin kinase”.Dengan demikian
dilakukanlah pemeriksaan kadar enzym terhadap 360 pasien tersebut.
Hasil dari pemeriksaan ECG dan hasil dari berbagai batas kadar enzym tersebut adalah
seperti yang tertera pada tabel dibawah ini:

KADAR ENZYM SAKIT TIDAK SAKIT


“CREATIN “MYOCARD INFARCT” “MYOCARD INFARCT”
KINASE” N=230 N=130
IU TEST + TEST - TEST + TEST -
(international unit)
480+ 35 195 0 130
440 43 187 0 130
400 50 170 0 130
360 65 165 0 130
320 84 146 0 130
280 97 133 1 129
240 115 115 2 128
200 134 96 3 127
160 155 75 3 127
120 185 120 8 122
80 215 15 16 114
40 228 2 42 88
0 230 0 130 0
Pada tabel ini, positif test didefinisikan sebagai batas kadar enzym diatas nilai yang telah
ditentukan dan negatif test adalah batas kadar enzym dibawah nilai yang telah ditentukan.
Sebagai contoh, bila ditentukan batas kadar enzym “creatin kinase” 200 IU sebagai positif untuk
sakit “myocard infarct” .maka akan ditemukan dari penderita tersebut 134 orang yang yang
hasil skrining testnya positif dan 96 orang yang hasil testnya negatif.

Pertanyaan I ( pertama )
A. Hitung sensitvitas dan spesifisitas skrining test dengan metoda pemeriksaan kadar enzym
“creatin kinase “ jika batas ambang atau “cut off level” yang digunakan 280 IU.
Jawaban:
Hasil skrining enzim MCI Total
+ -
+ 97 (TP) 1 (FP) 98
- 133 (FN) 129 (TN) 262
Total 230 130 360

 Sensitivitas
= TP / (TP + FN) x 100% = 97 / (97+ 133) x 100% = (97 /230) x 100% = 42,17%
 Spesifisitas
= TN /(TN+FP) x 100% = 129 /(129 + 1) x 100% = (129 /130) x 100% = 99,23%

B. Jelaskan konsekuensi terhadap besarnya false positif atau false negatif apa yang harus anda
hadapi pada “cut off level” ini
Jawaban:
False positive pada cut off ini rendah (1 pasien), namun false negative-nya tinggi (133
pasien). Konsekuensinya adalah banyak terjadi pasien yang sebenarnya mengalami MCI,
namun tidak terskrining sebagai pasien MCI dengan pemeriksaan enzim CK.

C. Jika anda diminta untuk menggunakan “ cut off level” ini , jelaskan pada kondisi atau tujuan
skrining yang bagaimana anda akan menggunakan “cut off level” ini.
Jawaban:
Cut off level ini digunakan pada populasi orang sehat atau untuk medical check up saja.

Pertanyaan II (kedua)
A. Hitung sensitvitas dan spesifisitas skrining test dengan metoda pemeriksaan kadar enzym
“creatin kinase “ jika batas ambang atau “cut off level” yang digunakan 40 IU.
Jawaban:
Hasil skrining enzim MCI Total
+ -
+ 228 (TP) 42 (FP) 270
- 2 (FN) 88 (TN) 90
Total 230 130 360
 Sensitivitas
= TP / (TP + FN) x 100% = 228 / (228 + 2) x 100% = (228 /230) x 100% = 99,13%
 Spesifisitas
= TN /(TN+FP) x 100% = 88 /(88 + 42) x 100% = (88 /130) x 100% = 67,69%

B. Jelaskan konsekuensi terhadap besarnya false positif atau false negatif apa yang harus anda
hadapi pada “cut off level” ini
Jawaban:
False positive pada cut off ini tinggi (42 pasien), namun false negative-nya rendah (2 pasien).
Konsekuensinya adalah banyak terjadi pasien yang sebenarnya tidak mengalami MCI, namun
terskrining sebagai pasien MCI dengan pemeriksaan enzim CK.

C. Jika anda diminta untuk menggunakan “ cut off level” ini , jelaskan pada kondisi atau tujuan
skrining yang bagaimana anda akan menggunakan “cut off level” ini.
Jawaban:
Cut off level ini digunakan pada skrining awal untuk menjaring orang sakit sebanyak
mungkin.

Kepala bagian “coronary care unit” kemudian melaporkan kepada direktur rumah sakit X
tersebut , bahwa telah ditemukan suatu skrining test yang cukup sensitif dan spesifik untuk
membedakan mana pasien yang menderita “myoard infarct” yang perlu dirawat dan mana yang
tak perlu dirawat. Kemudian direktur rumah sakit X ini menganjurkan agar skrining test tersebut
dilaksanakan pada semua pasien yang akan masuk rumah sakit tersebut. Skrining test dengan
pmeriksaan kadar enzym “creatin kinase” tersebut kemudian dilaksanakan terhadap 2300 pasien
yang akan dirawat dirumah sakit X tersebut. Sebagai batas ambang atau “cut off level”
ditetapkan positif jika kadar enzym “creatin kinase” > = 80 IU>.
Hasil pemeriksaan test skrining terhadap 2300 pasien tersebut adalah seperti yang tertera
pada tabel dibawah ini:
KADAR EMZYM SAKIT TIDAK SAKIT
“CREATIN KINASE” “MYOCARD “MYOCARD
IU INFARCT” INFARCT”
(international unit)
TEST +
>= 80 IU 215 248
TEST –
< 80 IU 15 1822

TOTAL 230 2070


Pertanyaan III (ketiga
Hitunglah sensitivitas dan spesifisitas dan “positive predictive value” dari test skrining ini pada
2300 pasien di rumah sakit X.
Jawaban:
Hasil MCI Total
skrining + -
enzim
+ 215 (TP) 248 (FP) 463
- 15 (FN) 1822 (TN) 1837
Total 230 2070 2300

 Sensitivitas
= TP / (TP + FN) x 100% = 215 / (215+ 15) x 100% = (215 /230) x 100% = 93,5%
 Spesifisitas
= TN / (TN+FP) x 100% =1822/(1822 + 248) x 100%=(1822/2070) x 100% = 88%
 Positive predictive value
= TP / (TP + FP) x 100% = 215 / (215+248) x 100% = (215/463) x 100% = 46,4%

Pertanyaan IV (keempat)
Bandingkan nilai “positive predictive value “skrining test pada 360 pasien dengan 2300 pasien.
Gunakan nilai batas ambang atau “cut off level” yang sama yaitu >=80 IU untuk menghitung
“positive predictive value” pada 360 pasien. Jelaskan apa yang menyebabkan perbedaan dari
kedua nilai “positive predictive value” tersebut.
Jawaban:
Hasil MCI Total
skrining + -
enzim
+ 215 (TP) 16 (FP) 231
- 15 (FN) 114 (TN) 129
Total 230 130 360

 Sensitivitas
= TP / (TP + FN) x 100% = 215 / (215+ 15) x 100% = (215 /230) x 100% = 93,5%
 Spesifisitas
= TN /(TN+FP) x 100% =114 /(114 + 16) x 100% = (114 /130) x 100% = 87,7%
 Positive predictive value
= TP / (TP + FP) x 100% = 215 / (215+16) x 100% = (215/231) x 100% = 93%
 Perbedaan nilai prediksi positif terjadi karena perbedaan jumlah positif palsu

SOAL 2
Pada sekelompok anak sekolah dilakukan skrining pemeriksaan photo Ro thorax untuk
mendeteksi kemungkinan mereka menderita penyakit TBC (Tuberculosa).Tercatat 2000 anak
sekolah yang diskrining.Diketahui prevalens penyakit TBC pada populasi anak sekolah ini
10%.Dan diketahui pula validitas dari pemeriksaan photo Ro thorax, yaitu; sensitivitas 80% dan
spesifisitas 80%. Kemudian anak anak yang dinyatakan positif atau suspect TBC berdasarkan
pemeriksaan photo Ro thorax diperiksa kembali oleh dokter spesialis paru (pulmonologist).
Diketahui pula sensitivitas dari pemeriksaan pulmonologist tersebut 90% dan spesifisitasnya juga
90%.
Pertanyaan I (pertama)
Berapakah jumlah anak yang dinyatakan positif atau suspect TBC berdasarkan pemeriksaan
photo Ro thorax?
Jawaban:

Prevalens penyakit TBC pada anak sekolah =

10% =

Jumlah kasus TBC pada anak sekolah = 200

80 % =

True positive = 80% . 200 = 160


False Negative = 200 – 160 = 40

80 % =

True negative = 80% . 1800 = 1440


False Positive = 1800 – 1440 = 360
TBC
Total
Sakit Tidak Sakit
Positif 160 360 520
Thora
Photo
Ro

Negatif 40 1440 1480


x

Total 200 1800 2000

Jumlah anak yang dinyatakan positif atau suspect TBC berdasarkan pemeriksaan photo Ro
Thorax adalah 160 + 360 = 520 anak

Pertanyaan II (kedua)
Berapakah jumlah anak yang dinyatakan positif atau sakitt TBC berdasarkan pemeriksaan dokter
spesialis paru ?
Jawaban :
Jumlah kasus TBC pada anak sekolah = 160
Hasil TBC Total
skrining + -
+ 144 36 180
- 16 324 340
Total 160 360 520

True positive = 90% . 160 = 144


False Negative = 160 – 144 = 16

True negative = 90% . 360 = 324


False Positive = 360 – 324 = 36

Jumlah anak yang dinyatakan positif atau suspect TBC berdasarkan pemeriksaan oleh dokter
spesialis paru adalah 144 + 36 = 180 anak

Pertanyaan III (ketiga)


Berapakah nilai net sensitivitas/overall sensitivitas dari kedua pemeriksaan ini?
Jawaban:
Prevalensi = (TP+FN) / 2000
10% = (TP+FN) / 2000
(TP+FN) = 10% x 2000 = 200 orang

Untuk yang skrining pertama


Sensitivitas = TP / (TP+FN) Spesifisitas = TN / (TN+FP)
80% = TP / 200 80% = TN / (2000-200)
TP = 80% x 200 = 160 orang TN = 80% x 1800 = 1440 orang

Hasil TBC Total


skrining + -
+ 160 360 520
- 40 1440 1480
Total 200 1800 2000

Untuk yang skrining kedua


Sensitivitas = TP / (TP+FN) Spesifisitas = TN / (TN+FP)
90% = TP / 160 90% = TN / 360
TP = 90% x 160 = 144 orang TN = 90% x 360 = 324 orang
Hasil TBC Total
skrining + -
+ 144 36 180
- 16 324 340
Total 160 360 520

Net sensitivitas = 160 / 200 = 0,8 x 100% = 80%

Pertanyaan IV (keempat)
Berapakah nilai net spesifisitas/overall spesifisitas dari kedua pemeriksaan ini?
Jawaban: Net spesifisitas = (1440 + 324) / 1800 = 0,98 x 100% = 98%

Soal PPT Skrining


Pada suatu populasi 10.000 orang dilaksanakan pemeriksaan gula dalam air seni, ternyata 15%
dari populasi memberikan hasil positif. Pada populasi tersebut dilaksanakan pemeriksaan gula
darah. Hasilnya 850 orang kadar gulanya lebih tinggi dari normal, di mana 600 orang di
antaranya juga menunjukan hasil urine yang juga positif.
1. Bila gula darah yang lebih dipercaya, berapa sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan urine?
Bila gula darah yang lebih dipercaya  pemeriksaan gula darah sebagai gold standart
Hasil pemeriksaan gula positif dalam urine = 15% x 10.000 = 1.500  TP+FP
Hasil pemeriksaan gula positif dalam darah = 850 TP+FN
Hasil pemeriksaan gula positif dalam urine dan darah = 600  TP
FN = 850-600 = 250
FP = 1500 – TP = 1500 – 600 = 900
FP + TN = 10000 – (TP+FN) = 10000 – 850 = 9150
TN = 9150 – 900 = 8250
Pemeriksaan Urine Pemeriksaan Gula Darah Total
Positif Negatif
Positif 600 900 1500
Negatif 250 8250 8500
Total 850 9150 10000

Sensitivitas pemeriksaan urine =

Spesifisitas pemeriksaan urine =

Bila gula darah yang lebih dipercaya, maka sensitivitas pemeriksaan urine adalah 70,6% dan
spesifisitas pemeriksaan urine adalah 90,2%.

2. Bila pemeriksaan urine yang lebih dipercaya, berapa sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan
gula darah?
Jawaban :
Bila pemeriksaan urine yang lebih dipercaya  pemeriksaan urine sebagai gold standart
Hasil pemeriksaan gula positif dalam urine = 15% x 10.000 = 1.500  TP+FN
Hasil pemeriksaan gula positif dalam darah = 850 TP+FP
Hasil pemeriksaan gula positif dalam urine dan darah = 600  TP
FN = 1500-600 = 900
FP = (TP+FP) – TP = 850 – 600 = 250
FP + TN = 10000 – (TP+FN) = 10000 – 1500 = 8500
TN = 8500 – 250 = 8250
Pemeriksaan Gula Pemeriksaan Urine Total
Darah Positif Negatif
Positif 600 250 850
Negatif 900 8250 9150
Total 1500 8500 10000

Sensitivitas pemeriksaan gula darah =

Spesifisitas pemeriksaan gula darah =

Bila pemeriksaan urine yang lebih dipercaya, maka sensitivitas pemeriksaan gula darah adalah
40% dan spesifisitas pemeriksaan gula darah adalah 97,1%

Anda mungkin juga menyukai