Anda di halaman 1dari 6

[LAPORAN KASUS]

Dermatitis Kontak Iritan Et Causa Asam Salisilat


Pada Lesi Post Herpes Zoster Thoracalis Sinistra
Diana Mayasari, Andika Yusuf Ramadhan
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Dermatitis kontak iritan merupakan penyakit yang cukup sering mengenai masyarakat ditandai dengan 80% kasus
dermatitis di Indonesia merupakan dermatitis kontak iritan. Insidensi dermatitis kontak iritan akibat obat di Indonesia
mencapai 7,3 setiap 10.000 orang. Salah satu penyebabnya adalah penggunaan asam salisilat dengan konsentrasi >5%.
Pajanan asam salisilat dengan konsentrasi >5% pada lesi patologi seperti herpes zoster dapat menimbulkan dermatitis
kontak iritan dengan efloresensi beragam dan lesi yang luas. Pria, 61 tahun datang ke poli penyakit kulit dan kelamin
dengan keluhan sensasi panas dan nyeri serta timbul kemerahan pada kulit setelah penggunaan salep asam salisilat 12% pada
lesi herpes zoster thoracalis sinistra. Sebelumnya pasien terdiagnosis herpes zoster dan sudah mengalami perbaikan, pasien
lalu membeli dan menggunakan salep asam salisilat 12% dengan frekuensi 5 kali setiap hari selama 4 hari pada lesi herpes
zoster. Efloresensi yang muncul setelah pajanan asam salisilat 12% berupa patches eritematosa, sebagian hiperpigmentasi
dengan permukaan berskuama disertai dengan papul berdistribusi diskret berukuran lentikuler hingga numular berbentuk
ireguler dengan batas tak tegas disertai dengan likenifikasi. Pasien didiagnosis dengan dermatitis kontak iritan et causa asam
salisilat dan herpes zoster perbaikan. Terapi yang diberikan berupa menghentikan pajanan asam salisilat, pengobatan
sistemik dan topikal. Pengobatan sistemik yang diberikan ceterizine 10 mg setiap 24 jam oral. Sedangkan pengobatan topikal
yang diberikan berupa deoxymethasone cream serta chloramphenicol cream dioles setelah mandi 3 kali setiap hari.

Kata kunci: asam salisilat, dermatitis kontak iritan, herpes zoster

Irritant Contact Dermatitis Caused By Salicylate Acid


On Post Left Thorax Herpes Zoster Lession
Abstract
Contact irritant dermatits is common disease that affect society, it shown that 80% dermatitis cases in Indonesia is contact
irritant dermatits. Incidence of drugs related contact irritant dermatitis in Indonesia about 7,3 every 10.000 people. One of
the cause of drugs related dermatitis contact irritant is usage of salycilic acid with concentration >5%. Salicylic acid exposure
with a concentration of> 5% in pathologic lesions such as herpes zoster may produce irritant contact dermatitis with
multiple eflorescence and extensive lesions. Male, 61 year-old came to dermatoveneurology clinic with complaints of heat,
pain sensation and skin redness after used salicylic acid 12% salve on herpes zoster thoracalis sinistra lesion. Previously
patients was diagnosed with herpes zoster and undergone improvement, than patients bought and used salicylic acid 12%
salve with frequency 5 times a day for 4 days. Eflorescence that arise after exposure of salicylic acid 12% in the form of
erythematous patches, partial hyperpigmentation with scaly surface accompanied by papule disks with the size of lenticular
to numular and irregular-shaped distributed with borderless boundary and lichenification. Patient is diagnosed with irritant
contact dermatitis caused by salicylic acid with herpes zoster resolution. Patients were treated by discontinuing exposure to
salicylate drugs, systemic and topical treatments. Systemic treatment include ceterizine 10 mg every 24 hour oral. While
topical treatment include deoxymethasone cream and chloramphenicol cream apply after bathing 3 times every day.

Keywords: contact irritant dermatitis, herpes zoster, salicylate acid

Korespodensi: Andika Yusuf Ramadhan, S.Ked., alamat: Jalan Kopi Ujung No 12 Rajabasa Bandar Lampung, Indonesia.
35145, HP 081282383819, email: andikayusufr@gmail.com

Pendahuluan timbul efloresensi berupa eritema, edema,


Dermatitis kontak merupakan bentuk dan scale/skuama.1,2
respon inflamasi kulit terhadap pajanan bahan Dermatitis kontak iritan merupakan
atau substansi tertentu, dapat berupa alergen salah satu penyakit kulit non infeksi yang cukup
maupun bahan iritan.1 Peradangan yang sering. Hal tersebut ditandai dengan 90% - 95%
diakibatkan oleh pajanan alergen dikenal kasus dermatitis merupakan dermatitis kontak
dengan dermatitis kontak alergi (DKA). iritan di Amerika Serikat, sedangkan di
Sebaliknya, pajanan terhadap bahan iritan Indonesia mencapai 80% dari keseluruhan
disebut dengan dermatitis kontak iritan. kasus dermatitis.3 Pada populasi geriatri, angka
Dermatitis kontak iritan (DKI) adalah kejadian berkisar 11%, yang terdiri atas
peradangan pada kulit yang ditandai dengan dermatitis kontak adalah alergi dan dermatitis

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 114


Andika Y R, Diana M | Dermatitis Kontak Iritan Et Causa Asam Salisilat Pada Lesi Post Herpes Zoster Thoracalis Sinistra

kontak iritan.4 Pada populasi geriatri terjadi bentuk vehikulum ointment pada lesi post
proses menua yang menyebabkan adanya herpes zoster.
perubahan degeneratif secara struktural,
fisiologis, dan imunologis.4 Perubahan tersebut Kasus
terjadi secara alamiah akibat penuaan intrinsik Pria, 61 tahun datang ke poli penyakit
dan akumulasi kerusakan ekstrinsik oleh faktor kulit dan kelamin dengan keluhan utama
lingkungan seiring bertambahnya usia.5 berupa timbul rasa gatal disertai dengan panas
Dalam kehidupan sehari-hari, bahan sejak 5 hari yang lalu. Keluhan yang dirasa
iritan yang menyebabkan DKI meliputi air, muncul pada bagian dada kiri dan menjalar
deterjen, berbagai pelarut, asam, basa, bahan kearah ketiak kiri. Keluhan nyeri bersifat
adhesi, cairan bercampur logam, kosmetik, kontinyu dan tidak terdapat aktivitas yang
minyak oles, dan substansi topikal lainnya.2 mempengaruhi keluhan. Pada kulit dada kiri
Salah satu substansi topikal yang umum hingga ketiak kiri, timbul kemerahan disertai
menyebabkan dermatitis kontak iritan adalah dengan bentol-bentol kemerahan yang
obat keratolitik. Insiden tahunan dermatitis semakin lama semakin meluas. Sekitar 11 hari
kontak iritan terkait dengan obat mencapai 7,3 yang lalu, sebelum timbul keluhan pasien pergi
setiap 10.000 orang di Indonesia, yang ke puskesmas dan terdiagnosis herpes zoster
umumnya menyerang lengan bawah dan thoracalis sinistra dan diterapi dengan asam
telapak tangan.3Obat keratolitik topikal yang mefenamat 500 mg 3 kali setiap hari peroral,
umumnya digunakan secara widespectrum asiklovir 800 mg 5 kali setiap hari peroral dan
adalah asam salisilat. Salah satu efek dari clobetazole cream yang dioles 3 kali setiap hari
penggunaan asam salisilat > 5% dengan setelah mandi. Ketika obat clobetazol cream
penggunaan berkala dapat menimbulkan habis pasien mencari pengobatan sendiri
dermatitis kontak iritan. 4 dengan membeli obat salep dengan kandungan
Pada dasarnya iritan merusak kulit kandungan asam salisilat 12%, camphora 3%,
dengan cara memindahkan lapisan minyak dan mentol 1% dan asam benzoat 5%. Salep
pelembab dari lapisan terluar, membiarkan dioleskan pada lesi sebanyak 5 kali setiap hari
iritan masuk ke struktur epidermis lebih setelah mandi. Keluhan gatal dan kulit
dalamdan menyebabkan kerusakan lebih lanjut kemerahan kemudian muncul setelah
dengan cara memicu proses inflamasi.7 Proses pemakaian salep pada hari ke 2 penggunaan
penetrasi bahan iritan menuju epidermis salep tersebut. Ketika diolesi pasien mengaku
sendiri dipengaruhi oleh hidrasi kulit, awalnya keluhan hilang tapi semakin lama
komposisi folikel rambut serta kadar salep yang diolesi menimbulkan rasa gatal dan
keratinosit dan keadaan patologi pada kulit. 7 panas yang berlebih. Sejak diolesi salep
Herpes zoster merupakan penyakit tersebut bagian dada pasien semakin memerah
kulit infeksi dengan etiologi virus herpes zoster, dan menimbulkan bentol bentol pada area
umumnya diakibatkan oleh reaktivasi virus yang diolesi. Keluhan gatal yang awalnya hilang
varicella zoster yang dorman pada ganglion semakin berat ketika diolesi salep tersebut.
simpatis dan kranial. Lesi yang ditimbulkan Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan
herpes zoster sendiri bergantung dengan tertentu, riwayat kontak dengan serangga
jumlah dermatom yang terkena, sehingga lesi ataupun bahan iritan sebelum gejala dirasakan
yang ditimbulkan cukup luas. Patologi kulit disangkal. Riwayat konsumsi obat-obatan
yang muncul pada herpes zoster terdiri atas dalam jangka lama juga disangkal oleh pasien.
degenerasi balon disertai dengan akantolisis Pada pemeriksaan fisik didapatkan
keratinosit yang menyebabkan intraepidermal keadaan umum tampak sakit ringan, compos
vesikel.2 Keadaan patologi seperti akantolisis mentis, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 80
keratinosit merupakan salah satu faktor yang
kali/menit, suhu 36,80C dan respiratory rate 18
memperkuat penetrasi iritan menuju struktur
kali/menit. Status generalis didapatkan kepala,
dermis yang lebih dalam.2,3Dalam hal ini leher, thoraks, abdomen dalam batas normal.
penulis akan melaporkan kasus dermatitis Pada status dermatologis didapatkan Regio
kontak iritan pada pasien geriatri yang thoracalis pars linea midclavicularis sinistra
diakibatkan oleh paparan topikal asam salisilat hinga linea axilaris posterior dengan
12%, sulfur presipitatum 10%, asam benzoat efloresensi tampak patches eritematosa,
5%, camphora 3% dan menthol 1% dalam sebagian hiperpigmentasi dengan permukaan

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 115


Andika Y R, Diana M | Dermatitis Kontak Iritan Et Causa Asam Salisilat Pada Lesi Post Herpes Zoster Thoracalis Sinistra

berskuama disertai dengan papul berdistribusi hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
diskret berukuran lentikuler hingga numular didapatkan hal-hal yang mendukung diagnosis
berbentuk ireguler dengan batas tak tegas. yaitu:
Tampak likenifikasi pada sebagian bekas luka 1. Keluhan subjektif berupa gatal, panas dan
yang telah mengering. kemerahan.
2. Penggunaan salep dengan konsentrasi
asam salisilat 12%, sulfur presipitatum
10%, asam benzoat 5%, camphora 3% dan
menthol 1% yang dioles dengan frekuensi 5
kali pada setiap hari setelah mandi.
3. Efloresensi yang muncul berupa patches
eritematosa, hiperpigmentasi kulit,
skuama, papul dan likenifikasi.
Berdasarkan poin diatas, dapat
disimpulkan pasien mengalami dermatitis yang
merupakan bentuk peradangan kulit pada agen
non infeksi. Pada kasus ini pasien didiagnosis
dengan dermatitis kontak iritan. Hal tersebut
dikarenakan terdapat kecocokan antara gejala
klinis yang dialami oleh pasien dengan kriteria
diagnosis dermatitis kontak iritan. Dermatitis
Gambar 1. Efloresensi regio thoracalis kontak iritan adalah suatu kelainan yang
ditimbulkan oleh efek sitotosik lokal langsung
Pasien didiagnosis dengan dermatitis dari bahan iritan baik fisika maupun kimia,
kontak iritan et causa asam salisilat dengan yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel
herpes zoster perbaikan. Pasien ditatalaksana epidermis dengan respon peradangan pada
dengan penatalaksanaan umum dan khusus. dermis dalam waktu dan konsentrasi yang
Tatalaksana umum meliputi : cukup.9
a. Memberikan penjelasan tentang penyakit Manifestasi dermatitis kontak pada
yang sedang dialami pasien kepada pasien geriatri umumnya mengacu pada gambaran
dan keluarganya. dermatitis kontak secara umum.10 Gambaran
b. Memberikan informasi tentang penyebab klinis atau efloresensi DKI maupun DKA pada
dan prognosis penyakit yang dialami geriatri secara klinis bervariasi, yaitu dapat
pasien, kepada pasien dan keluarganya. berupa eritematosa berskuama tanpa disertai
Serta meminta kerjasama keluarga pasien vesikel rasa gatal maupun sensasi terbakar.10
untuk merawat pasien. Perubahan sistem imun pada populasi geriatri
c. Menghentikan salep yang digunakan menyebabkan berkurangnya eritema sebagai
d. Tidak menggaruk bagian yang gatal terlalu tanda iritasi kulit yang dapat diobservasi.
kuat dan mengonsumsi obat secara Sebagian besar dermatitis kontak
teratur. bermanifestasi klinis subakut dan kronik.10
Tatalaksana khusus yang diberikan berupa Namun apabila terdapat pajanan dengan iritan
pengobatan sistemik diberikan cetirizin 10 mg kuat, misalnya: asam kuat atau basa kuat,
satu kali setiap hari. Pengobatan topikal yang dapat bermanifestasi akut berupa vesikel dan
diberikan berupa deoxymethasone cream 2 kali area eritematosa yang sesuai pola distribusi
setiap hari dioles setelah mandi dan pajanan. Petunjuk klinis yang paling dapat
chloramphenicol 2% 3 kali setiap hari. dipercaya adalah distribusi geografisnya. 8,10
Prognosis pada pasien ini adalah bonam untuk Lokasi dan distribusi dermatitis dapat
quo ad vitam, quo ad functionam dan quo ad menjadi petunjuk penting diagnosis dermatitis
sanationam. kontak pada populasi usia lanjut. Dermatitis
kontak awalnya terdapat pada area kulit yang
Pembahasan terpajan.10 Namun dalam perkembangannya,
Diagnosis dermatitis kontak iritan pada dapat menyebar ke tempat lain yang lebih jauh
pasien ini ditegakan berdasarkan hasil baik dengan kontak yang tidak disengaja, atau
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan dalam kondisi tertentu, misalnya

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 116


Andika Y R, Diana M | Dermatitis Kontak Iritan Et Causa Asam Salisilat Pada Lesi Post Herpes Zoster Thoracalis Sinistra

autosensitisasi.10 Pada DKI, kontak pertama salep yang mengandung asam salisilat 12%,
dengan iritan dapat menimbulkan kelainan sulfur presipitatum 10%, asam benzoat 5%,
kulit.8 Diagnosis DKI mudah ditegakkan pada camphora 3% dan menthol 1% dengan
kontak dengan iritan kuat, misalnya: pajanan frekuensi penggunaan sebanyak 5 kali.
asam kuat, yang menimbulkan reaksi DKI akut Tentunya dengan dosis dan durasi penggunaan
dalam beberapa menit. Namun pajanan iritan obat salep tersebut menyebabkan efek
lemah kronik yang dialami populasi geriatri sitotoksik terhadap kulit pasien sehingga
menampilkan manifestasi klinis subakut menimbulkan efloresensi berupa eritema,
maupun kronik, sehingga menjadi lebih sulit edema, skuama dan likenifikasi. 4,5
didiagnosis. Menurut Scalf et al. didapatkan Asam salisilat merupakan
kriteria diagnosis DKI pada pasien geriatri yang monohydroxybenzoid acid yang merupakan
terangkum pada tabel 1.10 bagian dari phenol acid. Asam salisilat
merupakan bahan metabolit aktif dari
Tabel 1. Kriteria Diagnosis DKI pada Geriatri10 asetisaisilat obat dermatotopikal yang biasa
Kriteria Subjektif Mayor Kriteria Subjektif Minor digunakan pada kasus dengan patologi kulit

a. Awitan dalam a. Awitan dalam 2 mingu hyperkeratosis yang bertujuan untuk peeling
beberapa menit- setelah pajanan
jam setelah b. Beberapa individu lapisan stratum korneum.7 Umumnya
pajanan dalam lingkungan yang digunakan sebagai pada kasus warts, psoriasis,
b. Gejala : nyeri, rasa sama terkenan akibat acne vulgaris dan dermatitis seboroik. Asam
terbakar, rasa tidak adanya pajanan secara salisilat berperan dalam keratolitik dengan
nyaman disertai berkelompok
gatal terutama
mencegah terjadinya phosporilasi oksidasi

pada awal kejadian pada level seluler dan meningkatkan metabolic


Kriteria Objektif Mayor Kriteria Objektif Minor rate. Hal tersebut menyebabkan alterasi pada
a. Macula a. Lesi dermatitis dengan konsumsi oksigen, penggunaan glukosa intrasel
eritemotisa, batas tegas dan produksi panas, sehingga menyebabkan
hyperkeratosis dan b. Kecenderunga kecil
dermatitis meluas injury pada sel yang diikuti dengan peeling dari
fisura disertai
dengan vesikulasi c. Adanya vesikel disekitar keratinosit.11
b. Terjadi bercak eritemotosa, Penetrasi asam salisilat ke dalam
penyembuhan jika erosi bula atau kelainan epidermis dipengaruhi oleh beberapa keadaan
pajanan dihindari morfologis. Hal ini
menandakan perbedaan yang terdiri atas keadaan patologi kulit, derajat
c. Hasil uji temple
negatif terhadap konsentrasi maupun hidrasi kulit dan vehikulum obat yang digunakan.
allergen yang waktu kontak yang Asam salisilat menyebabkan dermatotokisitas
berhubungan menggambarkan pada konsentrasi dan pajanan tertentu.12
kerusakan kulit yang
bervariasi.
Berdasarkan data toksikologi asam salisilat,
aplikasi asam salisilat dengan
Kriteria yang ditampilkan pada tabel 1, vehikulum ointment atau salep dengan
bertujuan untuk mempermudah klinisi dalam konsentrasi 1% - 15% dapat menimbulkan
menegakan diagnosis dermatitis kontak iritan injury pada epidermis dalam jangka waktu dua
pada populasi geriatri. Hal tersebut
hingga 14 hari.11 Efloresensi yang dapat
dikarenakan perubahan struktur kulit serta
muncul akibat pajanan asam salisilat sendiri
sistem imun mempengaruhi reaksi inflamasi
berupa eritema, edema, fisura disertai dengan
terhadap bahan iritan. Pada kasus ini
eksfoliasi keratin.12 Pada dasarnya pajanan
didapatkan pasien geriatri yang memenuhi
dermal, asam salisilat memiliki ambang batas
kriteria diagnosis mayor maupun minor yang
toksisitas yang bervariasi, bergantung dengan
terdiri dari: awitan muncul dalam hari hingga
jumlah konsentrasi asam salisilat dan frekuensi
minggu pasca terpapar pajanan, gejala
aplikasi asam salisilat. Sebagai contoh, asam
subjektif seperti nyeri disertai dengan gatal dan
salisilat 2% dengan bahan dasar cream non
panas, serta efloresensi bercak eritemotosa,
alkohol dengan pajanan 24 jam secara oklusif
kelainan morfologis seperti likenifikasi,
selama 5 hari dapat menimbulkan iritasi
berskuama dan berbatas tegas. Serta Terjadi sedang. Pada pemeriksaan histopatologi
penyembuhan jika pajanan dihindari.10 ditemukan sel yang terpapar asam salisilat
Pada pasien ditemukan gejala klinis mengalami pembengkakan atau degenerasi
yang semakin memberat akibat pemberian bengkak keruh diikuti dengan eksfoliasi pada
obat salep. Dalam hal ini pasien menggunakan stratum korneum. Penambahan sulfur 3%-6%
J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 117
Andika Y R, Diana M | Dermatitis Kontak Iritan Et Causa Asam Salisilat Pada Lesi Post Herpes Zoster Thoracalis Sinistra

pada asam salisilat 3% dapat mengakselarasi Sehingga diagnosis pada kasus merujuk pada
eksfoiliasi dan menimbukan dermatitis. 11 dermatitis kontak iritan. 7
Pada kasus didapatkan pasien
sebelumnya menderita herpes zoster thoracalis Tabel 2. Perbandingan DKI dan DKA 1,2,3
sinistra dan dalam terapi asiklovir, serta
menggunakan salep yaitu vehikulum ointment No. DKI DKA
dengan bahan dasar yang terdiri atas asam
a.Onset cenderung akut
salisilat 12%, sulfur presipitatum 10%, asam a. Onset Cenderung kronik
b.Semua orang bisa
benzoat 5%, camphora 3% dan menthol 1%. b.Hanya orang tertentu
terkena
(riwayat alergi/sensitisasi)
Berdasarkan literatur didapatkan bahwa c. Lesi awal berupa :
yang terkena
penetrasi salisilat semakin baik dengan makula, eritema,
c. Lesi awal berupa : makula,
vesikel, bula, dan
vehikulum ointment, status hidrasi yang pada erosi.
eritema, papula, melebar
kasus ini pasien mengoleskan salep setelah d.Penyebab : iritan dari tempat awal
d.Penyebab : alergen
mandi, penambahan asam benzoat sebanyak primer
e.Tidak tergantung dengan
3%, serta penggunaan berulang dengan e.Tergantung
konsentrasi bahan konsentrasi. Konsentrasi
komposisi >5%.11 Selain itu, kulit yang diolesi iritan dan status swar rendah sekalipun sudah
memiliki keadaan patologi berupa herpes kulit. Terjadi jika bahan dapat memicu DKA.
Bergantung pada tingkat
zoster yang menyebabkan penetrasi iritan iritan melewati
ambang batas sensitisasi
semakin kuat. Apabila dibandingkan komposisi f. Onset pada saat kontak
f. Onset pada saat
salep yang digunakan, durasi, frekuensi aplikasi kontak pertama
berulang
obat, keadaan patologi, serta cara pengolesan.
Tentunya asam salisilat menjadi bahan iritan

utama yang cocok pada penyakit pasien. 13 Terapi yang diberikan pada pasien ini
Diagnosis banding yang mungkin pada berupa terapi umum dilanjutkan dengan terapi
kasus ini, terdiri atas neurodermatitis dan khusus. Terapi umum yang diberikan meliputi :
dermatitis kontak alergi. Diagnosis edukasi terkait penyakit pasien yang meliputi
neurodermatits dapat disingkirkan karena penyebab, pencetus serta faktor yang
gejala klinis yang muncul pada pasien berupa memperparah penyakit, seperti penggunaan
timbul rasa gatal yang dipicu dengan salep pencetus dan menggaruk lesi kulit.
penggunaan obat salep dan efloresensi yang Pada dasarnya penatalaksanaan pada
munucl berupa patches, eritema dengan DKI terdapat tiga prinsip utama, yaitu
hiperpigmentasi dan disertai permukaan yang penghentian pajanan terhadap bahan iritan yang
berskuama. Sedangkan, neurodermatitis gejala dicurigai, perlindungan bagian tubuh yang
rasa gatal biasanya muncul pada fase istirahat, terpapar, dan penggantian bahan iritan dengan
terkait dengan stress, rasa gatal yang sangat yang tidak bersifat iritan.3 Pajanan penyebab
hebat hingga pasien dapat menggaruk dermatitis kontak iritan dalam hal ini berupa
menggunakan benda-benda kasar serta salep dengan kandungan asam salisilat 12%.
efloresensi yang dominan berupa likenifikasi Sehingga penggunaan salep tersebut harus
dengan lokasi predileksi di regio nuchae, segera dihentikan dan dilanjutkan dengan
dorsum pedis, lateral femur, gluteal dan terapi dermatitis kontak iritan berupa
terkadang brachium lateral. 3,4 pemberian obat topikal disertai dengan
Diagnosis dermatitis kontak sendiri sistemik.10
terdiri atas dermatitis kontak iritan dan Pemilihan obat topikal untuk pasien
dermatitis alergi. Apabila dilihat pada tabel 2 geriatri cukup sulit, secara umum, bentuk
yang merupakan tabel perbandingan antara sediaan salep lebih baik dari pada krim dalam
dermatitsi akut alergi dan iritan. Terlihat pengobatan dermatitis kontak. Hal ini
bahwa pasien mengalami dermatitis iritan yang disebabkan sediaan salep umumnya memiliki
mana memiliki ciri khas berupa : gejala muncul potensi sensitisasi lebih rendah dibandingkan
akut, lesi awal berupa makula vesikel atau bula, sediaan cream.10 Meskipun kortikosteroid
disebabkan oleh bahan iritan dan onset pada topikal efektif untuk sebagian besar pasien
kontak pertama. Pada kasus ini onset yang dermatitis kontak, individu dengan keterlibatan
muncul berupa 2 minggu, lesi berupa vesikel lebih dari 25% area permukaan tubuh yang
disertai dengan makula, iritan pemicu berupa bertahan secara lokal dalam kulit selama
salep dan muncul saat kontak pertama. berminggu-minggu setelah pajanan), mungkin

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 118


Andika Y R, Diana M | Dermatitis Kontak Iritan Et Causa Asam Salisilat Pada Lesi Post Herpes Zoster Thoracalis Sinistra

membutuhkan kortikosteroid sistemik.10 3. Armando A, Taylor JS, Sood A. Irritant


Kortikosteroid topikal tidak boleh digunakan Contact Dermatitis. Dalam: Freedberg IM,
terus menerus karena dapat menyebabkan Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA,
takifilaksis dan beberapa efek samping Katz SI (eds). Fitzpatricks Dermatology in
merugikan, misalnya: atrofi dan stria. Katarak General Medicine. 7th ed. USA: McGraw Hill;
atau glaukoma dapat timbul selama aplikasi 2008.
kortikosteroid topikal pada area periorbital.10 4. Watkins SA, Maibach HI. The hardening
Pemberian kortikosteroid sistemik berperan phenomenon in irritant contact dermatitis:
terhadap osteoporosis dan dapat an interpretative update. Contact
memperparah ulkus peptikum, hipertensi, Dermatitis. 2009; 60(3):123-30.
serta diabetes melitus.10 5. Farage MA, Miller KW, Berardesca E,
Pengobatan sistemik yang dapat Maibach HI. Clinical implication of skin
diberikan dapat berupa antihistamin yang aging: Cutaneous disorders in elderly. Am J
bertindak sebagai antipruitus. Antihistamin Clin Dermatol. 2009; 10(2): 73-86.
yang dipilih sebaiknya disesuaikan dengan 6. Helfrich YR, Sachs DL, Voorhees JJ.
pekerjaan pasien, yang mana antihistamin Overview of skin aging and photoaging. J
generasi pertama memiliki efek sedatif yang Derm Nursing 2008; 20(3): 177-83.
cukup kuat.14 Sehingga penggunaan 7. Fluhr JW, Akengin A, Bornkessel A, Fuchs S,
antihistamin generasi kedua seperti cetirizine Praessler J, Norgauer J, et al. Additive
dan loratadine lebih baik diberikan pada day impairment of the barrier function by
worker. 14 mechanical irritation, occlusion and sodium
lauryl sulphate in vivo. Br J Dermatol. 2005;
Simpulan 153(1):125-31.
Dermatitis kontak iritan merupakan 8. Jacobs JJ, Leh CL, Hasegawa H, Elliott GR,
efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan Das PK. Skin irritants and contact
pada sel-sel epidermis, dengan respon sensitizers induce Langerhans cell
peradangan pada dermis. Kerusakan kulit migration and maturation at irritant
dapat diperparah ketika pasien memiliki concentration. Exp Dermatol. 2006;
patologi kulit penyerta. Penyakit kulit penyerta 15(6):432-40.
dapat memberikan efek penetrasi bahan 9. Bourke J, Coulson I, English J. Guideline for
sitotoksik kedalam sel, sehingga kerusakan the Contact Dermatitis: an Update. British
yang timbul dapat bersifat luas dan parah. Journal of Dermatology. England;
Telah ditegakan diagnosis dermatitis kontak 2008:946-55.
iritan et causa asam salisilat pada lesi post 10. Sulistyaningrum SK, Widaty S,
herpes zoster. Diagnosis ditegakan Triestianawati W, Soedarmi S, Saili S.
berdasarkan kriteria diagnosis Sclaf et al pada Dermatitis kontak iritan dan alergi pada
pasien geriatri setelah pajanan asam salisilat geriatri. Media Dermatol-venerologi
12% pada lesi post herpes zoster. Terapi yang Indonesia. 2011; (28):29-40
diberikan mengacu pada terapi dermatitis 11. Madan RK, Levitt. A review of toxicity from
kontak iritan pada geriatri menurut topical salicylic acid preparation. J Am Acad
Sulistyaningrum et al yang meliputi Dermatol. 2014; (4): 78892.
menghentikan pajanan, pemberian obat 12. Mowry JB, Spyker DA, Brooks DE, McMillan
topikal kortikosteroid dan obat simtomatik N, Schauben JL. 2014 Annual Report of the
sistemik. American Association of Poison Control
Centers' National Poison Data System
Daftar Pustaka (NPDS): 32nd Annual Report. Clin Toxicol
1. Wolff K. Dermatitis. Dalam Wolff K, (Phila). 2015; 53 (10):962-1147
Johnson RA, Suurmond D. Fitzpatricks 13. Pearlman BL, Gambhir R. Salicylate
Color Atlas & Synopsis of Clinical intoxication: a clinical review. Postgrad
Dermatology 7th ed. Singapore; 2014. Med. 2009; 121(4):162-8
2. Djuand A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 14. Anderson PO, Knoben JE. Handbook of
Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran clinical drug data 10th ed. McGraw-Hill
Universitas Indonesia; 2010. International; 2008.

J AgromedUnila | Volume 4| Nomor 1 | Juni 2017 | 119

Anda mungkin juga menyukai