Modul Reproduksi
Seorang wanita G2P1A0, usia 27 tahun, hamil 38 minggu, datang ke unit gawat darurat RS
dengan keluhan keluar cairan ngepyok dari jalan lahir. Cairan berwarna jernih dan berbau
khas. Keluhan tidak disertai mulas dan pengeluaran lendir darah. Pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 88x/menit, frekuensi napas20x/menit
dan temperatur 37oC.Pemeriksaan Leopold didapatkan janin tunggal, intra uterine, letak
membujur, bagian dan punggung kanan. Pemeriksaan DJJ didapatkan 11-12-12 dan TBJ :
2900 gram.His diamati terjadi 1-2x tiap 10 menit, durasi 10-20 detik, disertai
relaksasi.Pemeriksaan inspekulo terlihat cairan menggenang di forniks posterior dan vagina,
tidak berbau, tes lakmus warna menjadi biru. Pemeriksaan dalam didapatkan portio kenyal,
OUE terbuka 2 cm, effacement 30%, KK (-), bagian terbawahjanin teraba keras di Hodge I,
tidak ada bagian yang menumbung maupun berdenyut, POD sulit dinilai. Dokter melakukan
pemeriksaan untuk menentukan Bishop Score dan merencanakan terminasi kehamilan
pervaginam.
Kata Kunci : hamil aterm, keluar cairan dari jalan lahir, OUE terbuka 2 cm, efficement 30%, KK
(-)
Masalah : Kehamilan aterm dengan KPD
Step 1
Bishop score: suatu standarisasi objektif untuk menentukan apakah pasien multigravida
aterm/leewat bulan dapat melahirkan pervaginam dgn menilai pembukaan servix, pendataran
servix, konsistensi servix, posisi servix, dan penurunan bagian bawah janin (station). Score
6 bisa lahir pervaginam.
Ketuban pecah dini: ketuban pecah ketika UK < 37 minggu dan pembukaan servix blm
mencapai 4cm. Normalnya, kantung ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II saat
pembukaan lengkap pada proses persalinan.
Step 2
1. Mengapa pada pasien didapatkan keluar cairan ngepyok dari jalan lahir?
2. Apa fungsi cairan ketuban?
3. Apa saja lapisan-lapisan kulit ketuban dan bagaimana pembentukannya?
4. Apa interpretasi dari pemeriksaan inspekulo pada kasus tersebut?
5. Bagaimana cara penilaian Bishop score?
6. Apa diagnose banding dan diagnose dari kasus tersbut?
7. Apa saja factor resiko dari ketuban pecah dini?
8. Bagaimana penatalaksanaan terharap ketuban pecah dini?
9. Pencegahan apa saja yang diperlukan agar tidak terjadi KPD?
10. Apa komplikasi dari ketuban pecah dini?
11. Bagaimana fisiologi dari persalinan normal?
Step 3
1. Mengapa pada pasien didapatkan keluar cairan ngepyok dari jalan lahir?
Patogenesis
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri
dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama
albumin), runtuhan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel dan sirkulasi
sekitar 500cc/jam.
Proses Pembentukan:
Setelah minggu pertama (hari 7-8), sel-sel trofoblas yang terletak di atas embrioblas
yang berimplantasi di endometrium dinding uterus, mengadakan proliferasi dan
berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda :
1. sitotrofoblas : terdiri dari selapis sel kuboid, batas jelas, inti tunggal, di sebelah
dalam (dekat embrioblas)
2. sinsitiotrofoblas : terdiri dari selapis sel tanpa batas jelas, di sebelah luar
(berhubungan dengan stroma endometrium).
Unit trofoblas ini akan berkembang menjadi PLASENTA
Di antara massa embrioblas dengan lapisan sitotrofoblas terbentuk suatu celah yang
makin lama makin besar, yang nantinya akan menjadi RONGGA AMNION
Sel-sel embrioblas juga berdiferensiasi menjadi dua lapis yang berbeda :
1. epiblas : selapis sel kolumnar tinggi, di bagian dalam, berbatasan dengan bakal
rongga amnion
2. hipoblas : selapis sel kuboid kecil, di bagian luar, berbatasan dengan rongga
blastokista (bakal rongga kuning telur)
Unit sel-sel blast ini akan berkembang menjadi JANIN
Pada kutub embrional, sel-sel dari hipoblas membentuk selaput tipis yang membatasi
bagian dalam sitotrofoblas (selaput Heuser). Selaput ini bersama dengan hipoblas
membentuk dinding bakal yolk sac (kandung kuning telur). Rongga yang terjadi
disebut rongga eksoselom (exocoelomic space) atau kandung kuning telur sederhana.
Dari struktur-struktur tersebut kemudian akan terbentuk KANDUNG KUNING
TELUR, LEMPENG KORION dan RONGGA KORION.
Pada lokasi bekas implantasi blastokista di permukaan dinding uterus terbentuk
lapisan fibrin sebagai bagian dari proses penyembuhan luka.
Jaringan endometrium di sekitar blastokista yang berimplantasi mengalami reaksi
desidua, berupa hipersekresi, peningkatan lemak dan glikogen, serta edema.
Selanjutnya endometrium yang berubah di daerah-daerah sekitar implantasi
blastokista itu disebut sebagai desidua. Perubahan ini kemudian meluas ke seluruh
bagian endometrium dalam kavum uteri (selanjutnya lihat bagian selaput janin)
Pada stadium ini, zigot disebut berada dalam stadium bilaminar (cakram berlapis
dua).
PLASENTA
Pembentukan plasenta
Pada hari 8-9, perkembangan trofoblas sangat cepat, dari selapis sel tumbuh menjadi
berlapis-lapis.
Terbentuk rongga-rongga vakuola yang banyak pada lapisan sinsitiotrofoblas
(selanjutnya disebut sinsitium) yang akhirnya saling berhubungan. Stadium ini disebut
stadium berongga (lacunar stage).
Pertumbuhan sinsitium ke dalam stroma endometrium makin dalam kemudian terjadi
perusakan endotel kapiler di sekitarnya, sehingga rongga-rongga sinsitium (sistem
lakuna) tersebut dialiri masuk oleh darah ibu, membentuk sinusoid-sinusoid. Peristiwa
ini menjadi awal terbentuknya sistem sirkulasi uteroplasenta / sistem sirkulasi feto-
maternal.
Sementara itu, di antara lapisan dalam sitotrofoblas dengan selapis sel selaput Heuser,
terbentuk sekelompok sel baru yang berasal dari trofoblas dan membentuk jaringan
penyambung yang lembut, yang disebut mesoderm ekstraembrional.
Bagian yang berbatasan dengan sitotrofoblas disebut mesoderm ekstraembrional
somatopleural, kemudian akan menjadi selaput korion (chorionic plate).
Bagian yang berbatasan dengan selaput Heuser dan menutupi bakal yolk sac disebut
mesoderm ekstraembrional splanknopleural.
Menjelang akhir minggu kedua (hari 13-14), seluruh lingkaran blastokista telah
terbenam dalam uterus dan diliputi pertumbuhan trofoblas yang telah dialiri darah ibu.
Meski demikian, hanya sistem trofoblas di daerah dekat embrioblas saja yang
berkembang lebih aktif dibandingkan daerah lainnya.
Di dalam lapisan mesoderm ekstraembrional juga terbentuk celah-celah yang makin
lama makin besar dan bersatu, sehingga terjadilah rongga yang memisahkan kandung
kuning telur makin jauh dari sitotrofoblas. Rongga ini disebut rongga selom
ekstraembrional (extraembryonal coelomic space) atau rongga korion (chorionic
space)
Di sisi embrioblas (kutub embrional), tampak sel-sel kuboid lapisan sitotrofoblas
mengadakan invasi ke arah lapisan sinsitium, membentuk sekelompok sel yang
dikelilingi sinsitium disebut jonjot-jonjot primer (primary stem villi). Jonjot ini
memanjang sampai bertemu dengan aliran darah ibu.
Pada awal minggu ketiga, mesoderm ekstraembrional somatopleural yang terdapat di
bawah jonjot-jonjot primer (bagian dari selaput korion di daerah kutub embrional),
ikut menginvasi ke dalam jonjot sehingga membentuk jonjot sekunder (secondary
stem villi) yang terdiri dari inti mesoderm dilapisi selapis sel sitotrofoblas dan
sinsitiotrofoblas.
Menjelang akhir minggu ketiga, dengan karakteristik angiogenik yang dimilikinya,
mesoderm dalam jonjot tersebut berdiferensiasi menjadi sel darah dan pembuluh
kapiler, sehingga jonjot yang tadinya hanya selular kemudian menjadi suatu jaringan
vaskular (disebut jonjot tersier / tertiary stem villi) (selanjutnya lihat bagian selaput
janin).
Selom ekstraembrional / rongga korion makin lama makin luas, sehingga jaringan
embrional makin terpisah dari sitotrofoblas / selaput korion, hanya dihubungkan oleh
sedikit jaringan mesoderm yang kemudian menjadi tangkai penghubung (connecting
stalk). Mesoderm connecting stalk yang juga memiliki kemampuan angiogenik,
kemudian akan berkembang menjadi pembuluh darah dan connecting stalk tersebut
akan menjadi TALI PUSAT.
Setelah infiltrasi pembuluh darah trofoblas ke dalam sirkulasi uterus, seiring dengan
perkembangan trofoblas menjadi plasenta dewasa, terbentuklah komponen sirkulasi
utero-plasenta.
Melalui pembuluh darah tali pusat, sirkulasi utero-plasenta dihubungkan dengan
sirkulasi janin. Meskipun demikian, darah ibu dan darah janin tetap tidak bercampur
menjadi satu (disebut sistem hemochorial), tetap terpisah oleh dinding pembuluh
darah janin dan lapisan korion.
Dengan demikian, komponen sirkulasi dari ibu (maternal) berhubungan dengan
komponen sirkulasi dari janin (fetal) melalui plasenta dan tali pusat. Sistem tersebut
dinamakan sirkulasi feto-maternal.
Plasenta dewasa
Pertumbuhan plasenta makin lama makin besar dan luas, umumnya mencapai
pembentukan lengkap pada usia kehamilan sekitar 16 minggu. (struktur plasenta
dewasa : gambar)
4. Apa interpretasi dari pemeriksaan inspekulo pada kasus tersebut?
Tes lakmus : ph vagina 4,5, tes lakmus jadi biru menunjukkan basa, ketika ketuban
pecah ph vagina meningkat menjadi 7,1 7,5 (basa)
Fermentasi sel epitel squamous kompleks membuat vagina menjadi asam untuk
menjaga bakteri untuk tdk masuk.
Bagian ketuban yang pecah adalah bagian inferior cairan berkumpul di bagian
forniks (cekung) sehingga berkumpul sesuai dg gravitasi. Bagian forniks posterior
berdekatan dengan cavum douglas membentuk cekungan dan ditutupi oleh
peritoneum pada posisi litotomi cairan akan mengumpul di bagian poterior karena
adanya gravitasi
Cairan ketuban tidak berbau karena tidak ada infeksi
faktor nilai
0 1 2 3
Pembukaan 0 1-2 3-4 >5
serviks
Perdataran 0-30% 40-50% 60-70% >80%
serviks %
Penurunan -3 cm -2 -1 +1,+2
kepala dari
bidang H3
Konsistensi Keras Sedang Lunak -
serviks
Posisi serviks Posterior Medial Anterior -
Keterangan : Metode ini telah digunakan selama beberapa tahun dan telah terbukti
memuaskan. Nilai Bishop 6 bisa berhasil induksi dan persalinan pervaginam.
Seleksi pasien untuk induksi persalinan pervaginam dengan letak verteks. Dipakai
pada multiparitas dan kehamilan usia 36 minggu atau lebih.
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
khas juga harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki
PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin
ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran ferning
menandakan cairan amnion
5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia, gonnorhea, dan stretococcus group
B
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum
uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau
anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu
diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu
dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-
tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar. Serviks
smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa disebabkan laserasi sebelumnya
melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada serviks sehingga
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules dalam masa
kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan
robekan selaput janin serta keluarnya hasil konsepsi.2
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan
pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput
ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan
selaput ketuban mudah pecah.6
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus dapat
mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah
peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume
tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa
hari saja.2
5. Kelainan letak
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas
panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah.2
6. Penyakit infeksi
.Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh
persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang
cukup berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup B
streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika
usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan
Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha
untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama
hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban
pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang
dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.7
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu terjadi
korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini
meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.7
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Gambar.Infeksi intrauterin progresif pasca ketuban pecah dini pada kehamilan prematur
Hipoksia dan Asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga
terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan
oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.7
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi
pulmonary.7
Tahap persalinan
a. Kala 1 : pembukaan serviks- pembukaan lengkap
Fase laten : berlangsung selama 7-8 jam, pembukaan 3cm
Fase aktif : pembukaan 4-10cm, berlangsung 6 jam
Periode akselerassi : pembukaan 3 jadi 4 cm sekitar 2 jam
Periode dilatasi maksimal : pembukaan secara cepat 4-9cm,
berlangsung selama 2 jam
Periode deselerasi : 9cm-10cm selama 2 jam
b. Kala 2 : ditandai dengna adanya his tyang terkoordinir, ibu ingin mengejan,
ulva membuka, perineum menonjol.
c. Kala 3 : uterus teraba keras, fundus uteri setengah pusat, berisi plasenta yang
tebal 2xsemula. His untuk melepas plasenta terdorong ke vagina lahir
plasent. Berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir, banyak mengeluarkan
darah 100-200cc.
d. Kala 4: pengawasan 1 jam setelah bayi lahir, amati keadaan ibu (TD, nadi,
kandung kemih) tiap 15 menit pada jam 1, 30menit pada jam 2
Primigravida : kala 1 lebih lama kira2 13 jam, kala 2: 1jam ; kala 3: 0,5 jam total
14,5 jam
Multigravida: 7 jam; kala 2: 0,5 jam; kala 3: 0,25 jam total 7,75 jam
Pengeluaran plasenta : 10-30 menit setelah bayi lahir kontraksi uterus berkurang
beri oksitosin plasenta terlepas dari dinding uterus membuka sinus2 plasenta
perdarahan
Involusi uterus: kembali nomalnya besar uterus, mulai 4-5 minggu pertama pasca
persalinan
Faktor2:
a. Malpresentasi janin
b. Bekas SC/ operasi uterus lainnya
c. Plasenta previa
d. Tumor dindnig uterus ex: miomauteri
e. Insufisiensi uteroplasenta atau gawat janin
f. CPD