Anda di halaman 1dari 9

Macrotrauma

Macrotrauma adalah segala bentuk tekanan tiba-tiba pada sendi yang dapat
mengakibatkan perubahan struktur. Perubahan struktur yang biasa terjadi adalah elongasi
dari diskus ligamen. Macrotrauma dapat diklasifikasi menjadi dua tipe, yaitu: direct dan
indirect.
Pada direct trauma apabila trauma terjadi saat mulut terbuka dapat mengakibatkan
kondilus berubah posisi didalam fossa. Pergerakan ini akan ditahan oleh ligamen. Apabila
tekanan yang diterima besar, maka ligamen akan mengalami elongasi, sebagai kompensasi
untuk pergerakan kondil-discus yang normal. Ligamen yang mengendur akan
mengakibatkan perubahan posisi dari discus dan menimbulkan gejala clicking dan catching.
Pada trauma dengan mulut terbuka, sendi pada sisi yang berlawanan biasanya mendapat
kerusakan yang lebih besar.
Apabila trauma diterima pada saat mulut tertutup, intercuspation dari gigi akan
menjaga posisi rahang, dan mencegah displacement sendi. Akan tetapi, trauma pada saat
mulut tertutup bukan berarti tanpa resiko. Meskipun, ligamen tidak mengalami elongasi,
permukaan artikular akan menerima trauma. Tipe tekanan trauma ini akan mengganggu
permukaan artikular dari kondil, fossa dan diskus, yang dapat mengakibatkan perubahan
permukaan sliding sendi menjadi kasar bahkan menempel saat pergerakan.
Direct trauma bisa juga iatrogenik. Pada saat rahang overextended, akan terjadi
elongasi ligamen. Resiko ini lebih sering terjadi pada pasien dibawah pengaruh sedasi, yang
akan mengurangi stabilisasi normal dari otot. Contoh trauma iatrogenik yang sering terjadi
adalah pada saat intubasi, proses ekstraksi molar ke tiga, dan pada perawatan gigi dengan
durasi yang panjang. Faktanya, pembukaan mulut lebar akan berpotensi elongasi dari diskus
ligamen.
Indirect trauma adalah injuri sekunder yang terjadi pada TMJ oleh karena tekanan
tiba-tiba yang terjadi secara tidak langsung pada mandibula. Tipe yang sering terjadi adalah
yang berhubungan dengan injuri cervical extension-flexion. Indirect trauma umumnya
terjadi akibat pergerakan kondil secara cepat dan tiba-tiba didalam fossa, sehingga terjadi
kerusakan jaringan lunak yang mirip dengan yang terjadi di cervical spine. Rasa sakit yg
terus menerus pada cervical spine, menimbulkan berbagai gejala pada wajah. Hal ini
dibuktikan pada pasien yang mengalami whiplash injury akan mempunyai resiko yg lebih
besar terhadap nyeri TMJ, pembukaan mulut yang terbatas, dan nyeri pada otot mastikasi
pada saat palpasi.
Microtrauma
Microtrauma merupakan force ringan yang diaplikasi secara berulang pada struktur
sendi dalam jangka waktu yang lama. Jaringan fibrous yang melapisi permukaan sendi
dapat menahan beban. Pada kenyataanya jaringan ini membutuhkan beban dalam jumlah
tertentu, karena beban tekanan akan merangsang cairan synovial untuk masuk dan keluar
dari permukaan articular, mengirimkan nutrisi dan membuang sisa jaringan. Jika beban
tekanan yang diberikan berlebihan dari batas fungsional jaringan, akan terjadi perubahan
irreversible atau akan terjadi kerusakan. Saat batas fungsional terlewati, kolagen fibril akan
menjadi terfragmen, menghasilkan menurunnya kekakuan dari jaringan kolagen. Hal ini
menyebabkan proteoglycan-water gel membengkak dan keluar menuju jaringan sendi,
mengakibatkan melunaknya jaringan permukaan artikular. Hal tersebut merupakan fase
awal dari chondromalacia. Fase ini merupakan fase yang reversible jika beban tekanan
berlebihan yang diberikan dapat dikurangi. Akan teteapi jika beban tekanan terus berlebihan
makan akan terjadi perubahan yang irreversible. Daerah fibrillation akan terbentuk,
menghasilkan pengerasan dari permukaan artikular. Perubahan karakteristik ini akan
menyebabkan perlekatan dari permukaan artikular dan menyebabkan perubahan pada
mekanisme pegerakan condyle-disc. Jika perlekatan terus berlanjut dan terjadi pengerasan
pada ligamen diskus pada saat pergerakan maka akan menyebabkan disc displacement.
Pertimbangan selanjutnya terkait dengan tekanan adalah hypoxia. Tekanan pada
permukaan artikular merupakan hal yang normal dan penting. Akan tetapi apa bila tekanan
yang diberikan berlebihan maka akan menekan pembuluh kapiler. Apabila tekanan
berlebihan diberikan secara terus menerus maka hypoxia akan terjadi pada struktur kapiler.
Saat tekanan interarticular kembali normal, darah akan mengalir kembali ke kapiler dan
mensuplai jaringan sendi. Ada pendapat yang mengatakan bahwa radikal bebas akan
menkontaminasi cairan synovial pada fase referfusion. Radikal bebas tersebut dapat
menghancurkan hyaluronic acid yang melindungi fosfolipid pada permukaan sendi dan
menyediakan lubrikasi. Saat fosfolipid tidak ada, pergerakan permukaan artikular akan
mengalami gangguan, yang akan menyebabkan kerusakan. Radikal bebas juga dihubungkan
dengan hyperalgesic stres dan akan menyebabkan sakit pada sendi.
Microtrauma dapat disebabkan oleh tekanan sendi yang disebabkan oleh
hiperaktivitas otot, seperti bruxism atau clenching. Hal ini dapat disebabkan oleh aktivitas
bruxism yang terus menerus dan jaringan tidak mendapatkan kesempatan untuk beradaptasi.
Apabila hal ini berlangsung lama, jaringan akan beradaptasi dan menghasilkan permukaan
artikular yang menebal dan lebih toleran terhadap tekanan.
Tipe lain dari microtrauma dapat dihasilkan dari ketidakstabilan perawatan ortopedik
mandibula. Stabilitas ortopedi didapat dari posisi intercuspal yang stabil dengan posisi
muskuloskeletal yang harmonis dengan condyle. Saat keadaan ini tidak seimbang akan
terjadi microtrauma. Trauma ini terjadi bukan karena gigi beroklusi tapi pada saat beban
sistem mastikasi dari otot elevasi. Saat gigi mencapai posisi intercuspal, aktivitas otot
elevasi akan memberikan tekanan pada gigi dan sendi. Karena posisi intercuspal merupakan
posisi yang merepresentasikan posisi paling stabil pada gigi, beban akan diterima gigi
secara langsung. Saat condyle berada pada relasi yang stabil terhadap fossa, beban terjadi
tanpa mencederai sendi. Akan tetapi jika beban terjadi saat posisi disc dan fossa tidak stabil
maka pergerakan yang tidak wajar akan terjadi untuk menghasilkan stabilitas. Pergerakan
ini akan menyebabkan perpanjangan dari ligamen diskus dan penipisan dari diskus. Besar
dan intensitas dari tekanan akan mempengaruhi disc derangement disorder. Pasien dengan
bruxism yang disertai ortopedic instability akan menyebabkan masalah yang lebih rumit
dibanding pasien nonbruxism dengan oklusi yang sama.
Hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan stabilitas ortopedik dan intracapsular
disorders yang berhubungan dengan kontak gigi dan pergerakan mandibular eksentris.
Beberapa studi menghubungkan relasi antara gigi dan gejala TMD. Pada salah satu studi
didapatkan hubungan positif antara disc dislocation dan kontak gigi yang tidak bekerja. Hal
ini ditunjukan pada sisi yang tidak bekerja pada pergerakan eksentris, condyle ipsilateral
akan mengalami reduksi yang signifikasn pada beban tekanan. Apabila oklusi ini terjadi
dengan beban besar seperti bruxism, stabilitas sendi akan tercapai.

Hubungan Ortodonti dan Disc Derangement Disorders


Dalam beberapa tahun belakangan, kepedulian terhadap hubungan perawatan
ortodonti dan disc derangerment disorder meningkat. Beberapa penulis menuliskan bahwa
beberapa terapi ortodonti dapan menyebabkan kelainan. Studi jangka panjang terhadap
terapi ortodonti tidak menyebutkan hal ini. Studi ini menyebutkan bahwa insiden gejala
TMD pada pasien dengan perawatan ortodonti tidak lebih besar dari populasi pasien tanpa
perawatan. Kemudian dilakukan studi yang mencari tipe mekanisme perawatan ortodonti
yang spesifik digunakan, seperti teknik Begg atau teknik lainnya, yang juga tidak
menunjukkan hubungan yang signifikan antara TMD dengan perawatan ortodonti. Bahkan,
pencabutan gigi pada perawatan ortodonti tidak menunjukan insiden TMD yang lebih besar
setelah perawatan ortodonti.
Meskipun studi tersebut tidak menunjukkan hubungan antara terapi ortodonti dan
TMD, bukan berarti terapi ortodonti tidak memiliki potensi untuk menyebabkan disc
derangement disorder. Prosedur perawatan yang dapat mengubah kondisi oklusi menjadi
tidak harmonis dengan muskuloskeletal sendi akan dapat menyebabnkan TMD. Hal ini
dapat terjadi sebagi efek dari perawatan ortodonti dan prostodonti atau bahkan bedah
ortognati. Sehingga klinisi yang melakukan perawatan yang merubah oklusi pasien harus
mengikuti prinsi stabilitas ortopedi untuk meminimalisir faktor resiko TMD.

Structural Incompatibility of The Articular Surface


Disc derangement disorder dapat disebabkan oleh masalah antara permukaan
artikular dari sendi. Pada sendi yang sehat permukaan artikular padat dan halus, saat
terlubrikasi oleh cairan synovial, didapatkan pergerakan yang halus antara satu sama lain.
Jika permukaan ini menjadi kasar akibat microtrauma makan pergerakan akan terpengaruh.
Perubahan akan terjadi saat lubrikasi yang tidak optimal atau karena terjadi perlekatan antar
permukaan. Artikulasi yang halus pada TMJ dihasilkan oleh dua mekanisme: boundary
lubrication dan weeping lubrication. Jika jumlah dan kualitas dari cairan synovial menurun,
friksi antar permukaan akan meningkat, yang akan menyebabkan abrasi permukaan
sehingga terjadi kerusakan.
Adherence merupakan perlekatan sementara dari permukaan artikular dimana
adhesion merupakan perlekatan permanen. Terkadang adherence terjadi antara permukaan
artikular bahkan pada keadaan cairan yang cukup. Saat sendi menekan secara statis,
sejumlah kecil cairan synovila akan keluar dari permukaan artikular dan melapisi
permukaan (weeping lubrication). Pada saat sendi kembali bergerak, cairan yang tersimpan
dijaringan perifer sendi akan melubrikasi permukaan, mempersiapkan untuk menerima
tekanan (boundary lubrication). Jika tekanan statis berlanjut pada jangka waktu yang lama,
weeping lubrication akan menjadi berkurang dan menempel pada permukaan artikular. Saat
beban statis terhenti dan mulai terjadi pergerakan, sensai kaku akan terasa pada sendi
hingga terdapat cukup energy untuk memisahkan permukaan yang adherence.
Saat terpisah, akan terasa bunyi click, dan pergerakan mandibula kembali normal.
Beban statis yang terjadi akibat hiperaktivitas otot, seperti clenching, pada saat akan
membuka mulut akan terasa sensasi tertahan, kemudian click dan fungsi kembali normal.
Bunyi ini menandakan pemisahan permukaan yang menempel. Click saat adherence
sementara dapat dibedakan dengan click yang berhubungan dengan disc displacement. Pada
adherence setelah terjadi click sekali sendi akan terlubrikasi dan kembali tidak
menimbulkan bunyi saat membuka dan menutup mulut. Pada disc dispalcement, clicking
akan berulang saat membuka dan menutup mulut.
Adherence dapat terjadi diantara disc dan condyle juga antara disc dan fossa. Saat hal
itu terjadi di ruangan antara sendi inferior, condyle dan disc akan menempel, dan
menghambat pergerakan rotasi normal, sehingga pergerakan membuka mulut akan terasa
sulit dan kasar. Saat adherence terjadi pada ruangan diantara sendi superior, disc dan fassa
akan menempel dan menghambat pergerakan translasi normal, sehingga terjadi closed lock.
Adherence menandakan bahwa struktur artikular menempel sementara, saat
mendapatkan gaya yang cukup kuat untuk melepas, fungsi akan kembali normal. Akan
tetapi jika berulang dalam jangka waktu yang lama, jaringan fibrous akan terbentuk yang
kembudian akan menghambat fungsional normal dari condyle, disc dan fossa secara
permanen. Baik micro maupun macrotrauma dapat menjadi faktor etiologi dalam masalah
TMJ. Saat trauma mengenai permukaan articular, maka akan terjadi abrasi, kemudian akan
menyebabkan saling menempelnya permukaan artikular. Faktor lain yang dapat
menyebabkan adhesion adalah hemarthrosis atau perdarahan pada sendi. Adanya darah
ataupun produk darah akan menghasilkan matrix dalam jaringan fibrous. Hemarthrosis
dapat terjadisaat jaringan retrodiscal terganggu, bisa karena external trauma maupun
intervensi bedah.
Karakteristik klinis yang membedakan adhesion dengan disc displacement adalah
lokasi dan kehadiran konstan saat pergerakan rahang. Karena disorder dihubungkatn
dengan kelainan, gejala selalu timbul saat mandibula membuka pada derajat tertentu. Pada
saat mandibula menutup, gejala akan terjadi, sama ketikapada saat membuka mulut.
Kelainan bentuk dapat terjadi akibat kondisi pertumbuhan atau direct trauma.

Subluxation
Subluxation atau hypermobility adalah keadaan pergerakan TMJ saat membuka lebar.
Anatomi sendi normal memungkinkan pergerakan translasi ke bawah dari articular
eminence. Pergerakan ini dibantu oleh rotasi posterior diskus pada condyle saat translasi.
Variasi anatomi sendi menyebabkan pembukaan mulut yang tidak lancar. Pada saat
pembukaan mulut maksimal, pergerakan akan terhenti sesaat, diikuti dengan kembali
membuka maksimal. Saat pembukaan maksimal, sumbu lateral condyle akan melompat
kedepan preauricular. Kondisi ini disebut subluxation. Penyebabnya bukan karena
patologis, tapi disebabkan oleh anatomi permukaan artikular eminence yang curam. Pada
sendi yang subluxasi, pergerakan rotasi maksimal discus dicapai sebelum pergerakan
translasi selesai. Pada saat pelebaran ligamen terjadi, akan berpotensi menyebabkan disc
interference disorder.

Spontaneus Dislocation
Pada saat mulut membuka terlalu lebar, terkadang rahang akan terkunci atau yang
disebut dengan open lock. Biasanya terjadi pada pasien dengan fossa subluxation. Pada
keadaan subluxation disc akan berotasi maksimal sebelum pergerakan translasi condyle
terjadi. Pada posisi pembukaan maksimal, diberikan tekanan untuk membuka mulut lebih
lebar, perlekatan pada ligamen capsular anterior dapat menyebabkan rotasi condyle dan
disc, menyebabkan disc bergerak kearah anterior melewati discal space. Discal space
kemudian kolaps saat condyle bergerak dalam jaringan retrodiscal, dan tidak dapat kembali
ke posisi semula. Sehingga mulut terkunci tidak dapat menutup. Dislokasi spontan dapat
terjadi pada TMJ yang dipaksa membuka melebihi batas maksimal pembukaan mulut.
Keadaan ini bukan merupakan keadaan patologis, hal ini terjadi saat sendi normal
digerakkan melebihi batas normal.

Faktor yang Memicu Disc Derangement Disorders


Beberapa faktor anatomi dapat memicu disc derangement disorder. Tingkat
kecuraman articular eminence. Deraja tingkat kecuraman memiliki pengaruh yang besar
terhadap fungsi condyle-disc. Pasien dengan struktur eminence yang datar akan
membutuhkan rotasi posterior yang minimal pada saat membuka mulut. Ketika deraat
kecuramam eminence meningkat, maka pergerakan rotasi yang dibutuhkan semakin besar.
Pergerakan yang besar mengakibatkan meningkatnya resiko pelebaran ligamen, yang akan
memicu disc derangement disorders.
Morfologi condyle dan fossa. Menurut studi otopsi ditemukan bahwa bentuk anatomis
dari condyle dapat memicu disc derangement disorders. Condyle yang datar akan lebih
lancar pergerakannya, dan dapat mendistribusikan tekanan dengan lebih baik, sehingga
mengurangi resiko disc derangement disorders dan penyakit sendi degeneratif.
Joint laxity. Meskipun ligamen berfungsi untuk membatasi pergerakan, kualitas dan
integritas jaringan kolagen bervariasi pada tiap individu. Laxity dikaitkan dengan
peningkatan hormon esterogen. Sehingga pada wanita sendi lebih fleksibel.
Faktor hormonal. Faktor yang dapat mempengaruhi TMD dan nyeri salah satunya
adalah hormon, terutama esterogen. Pada wanita dengan fase premenstruasi aktivitas EMG
meningkat, sehingga ambang nyeri meningkat. Penggunaan oral kontrasepsi juga dapat
meningkatkan resiko TMD.
Attachment of the superior lateral pterygoid muscle. Otot ini berorigin pada
permukaan infratemporal sayap sphenoid dan menempel pada diskus artikular dan leher
condyle. Jika perlekatan meningkat pada diskus, fungsi otot akan mempengaruhi posisi
disc. Variasi anatomis ini dapat menjelaskan pasien yang rentan terhadap dislokasi sendi
bahkan tanpa riwayat penyakit sendi.

Inflammatory Joint Disorders


Radang sendi merupakan grup kelainan dimana jaringan yang mendukurng strukstur
sendi mengalami radang dan mengalami kerusakan. Tidak seperti disc derangement
disorders, sensasi nyeri hanya terasa sesaat dan dihubngkan dengan pergerakan sendi,
kelainan radang memiliki karakteristik nyeri tumpul, yang akan meningkat pada pergerakan
sendi.
Synovitis. Saat jaringan synovial mengalami keradangan, kondisi ini disebut synovitis.
Kelainan ini memiliki karakteristik nyeri yang konstan yang meningkat pada pergerakan
sendi. Kelainan ini biasanya sulit dibedakan dengan kelainan sendi lainnya karena geja
klinis yang mirip.
Capsulitis. Merupakan keadaan dimana ligamen capsular mengalami keradangan.
Biasanya terdeteksi sebagai pembengkakan pada lateral condyle. Capsulitis menghasilkan
nyeri pada sendi yang tidak bergerak., dan nyeri akan meningkat seiring pergerakan sendi.
Kelainan ini biasanya disebabkan oleh macrotrauma, selain itu, dapat juga disebabkan oleh
kerusakan jaringan.
Retrodiscitis. Jaringan retrodiscal merupakan jaringan yang memiliki vaskularisasi
dan inervasi saraf yang tinggi. Kurang dapat mentoleransi tekanan. Ketika condyle
menekan area tersebut, maka jaringan akan mengalami kerusakan dan radang. Karakteristik
kelainan ini adalah nyeri tumpul yang akan meningkat saat clenching. Kadang disertai
pembengkakan, dan maloklusi akut. Faktor etiologi kelainan ini biasanya open mouth
trauma.
Arthritides. Kelainan sendi ini merupakan kelainan yang disertai dengan kerusakan
tulang. Bentuk kelainan yang paling sering ditemukan adalah osteoarthritis. Osteoarthritis
merupakan proses destruktif pada permukaan artikular dan fossa. Kelainan merupakan
respon tubuh terhadap meningkatnya beban terhadap sendi. Saat beban tekanan berlanjut,
permukaan artikular melunak, dan tulang subartikular mengalami resorbsi, destruksi
menghasilkan kerusakan lapisan subchonral cortical dan erosi tulang. Osteoarthritis
menimbulkan nyeri yang akan meningkat pada pergerakan rahang dan ditemukan krepitasi
tulang. Osteoarthritis terjadi pada beban berlebihan sehingga terjadi dislokasi sendi atau
perforasi. Saat sendi dislokasi, dan jaringan retrodiscal rusak, condyle akan bergerak
menuju fossa yang menyebabkan proses destruksi.

Kelainan Fungsional Geligi


Seperti otot dan sendi, gigi dapat menunjukkan tanda dan gejala kelainan fungsional.
Biasanya dikaitkan deng kerusakan yang disebabkan oleh tekanan oklusi yang berat pada
gigi dan jaringan penyangga. Gejala yag biasa ditemukan pada gigi biasanya ditemukan
karena keluhan pasien.
Mobilitas. Salah satu geja yang timbul adalah mobilitas gigi didalam soket. Dua
faktor yang dapat menyebabkan mobilitas gigi kerusakan jaringan tulang pendukung dan
tekanan oklusi yang berlebihan. Tekanan oklusi berlebih dapat menyebabkan kelainan
periodontal yang menyebabkan kerusakan tulang. Tekanan oklusi yang belebihan tidak
dapat didistribusikan secara merata oleh ligamen periodontal sehingga merusak tulang dan
mengakibatkan resorbsi tulang dan akar gigi. destruksi juga dapat terjadi sebagai reaksi
radang akibat plak. Plak menyebabkan gingivitis dan kerusakan jaringan epitel gingiva.
Tidak sepeti mobilitas tan keradangan, mobilitas yang disertai radang akan mengakibatkan
kerusakan tulang yang irreversible.
Pulpitis. Gejala lain yang timbul sebagai kelainan fungsional pada gigi adalah
pulpitis. Beban tekanan yang besar dari aktivitas fungsional akan menimbulkan nyeri yang
terasa seperti pulpitis. Pasien mengeluhkan sensitif terhadap suhu, nyeri singkat dan tajam.
Beban tekanan yang besar pada giigi akan menghambat suplai darah pada foramen apikal,
sehingga akan mengakibatkan nekrosis pulpa.
Tooth wear. Kelainan ini dideskripsikan sebagai area datar mengkilat akibat aktivitas
fungsional yang berlebihan. Dapat juga disebabkan karena absrasi kimia, oleh karena kadar
asam yang tinggi dalam makanan, mulut, muntah berulang atau penyakit gastroesophageal
reflux. Penting untuk membedakan etiologi tooth wear, karena akan menentukan rencana
perawatan yang akan diambil. Abrasi kimia ditemukan pada cusp lingual gigi posterior
rahang atas dan area palatal gigi insisif rahang atas.
Gejala yang berhubungan dengan Temporomandibular Disorder
Sakit kepala merupakan nyeri yang umum ditemukan. Terdapat dua kategori sakit
kepala: primer dan sekunder. Sakit kepala primer merupakan sakit kepala yang disertai
dengan kelainan. Sakit kepala primer ada tiga tipe yaitu: migraine, tension-type, dan
trigeminal autonomic cephalgia. Sakit kepala sekunder merupakan sakit kepala yang
disebabkan oleh penyakit lain.
Saat nyeri sakit kepala berasal dari struktur mastikasi, dokter gigi memegang peranan
penting dalam menentukan terapi. Sakit kepala merupakan penyakit yang kompleks dan
masalah yang rumit. Dua struktur yang dapat menyebabkan nyeri heterotropik adalah
jaringan vaskular dan jaringan otot. Nyeri kepala yang bersumber pada struktur vascular
cranial merupakan nyeri kepala tipe primer, terutama migrain. Sedangkan tension-type
headache nyeri disebabkan oleh jaringan otot. Terdapat gejala yang berbeda antara nyeri
kepala neurovascular dan tension-type headache, dan terapi yang diberikan berbeda pula.
Migraine (neurovascular headache) biasanya terasa sebagai nyeri hebat, berdenyut,
dan terjadi pada satu sisi kepala. Kadang disertai mual, photophobia, dan nyeri meningkat
bila terkena cahaya.

Anda mungkin juga menyukai