Anda di halaman 1dari 15

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecurangan (Fraud) telah ada sejak dulu hingga saat ini. Fraud merupakan sebuah
kejahatan karena meliputi berbagai tindakan yang melawan hukum. Terdapat istilah yang
digunakan untuk menggambarkan fraud, yaitu kejahatan kerah putih (White-Collar Crime) yang
dipopulerkan oleh Edwin H. Sutherland seorang penulis pada tahun 1939. Skandal-skandal
akuntansi mengenai fraud yang terjadipun menggoyahkan kepercayaan masyarakat[1]. Salah satu
perusahaan terbesar dan paling berpengaruh di Amerika serikat tertangkap basah
menggelembungkan laba serta aktiva dengan memanipulasi aturan-aturan akuntansi secara
terang-terangan. Ribuan investor dan karyawan menanggung akibatnya. Kongres diminta
mengadakan dengar pendapat untuk memeriksa dan memahami kecurangan itu, dan semua orang
bertanya, Dimana para auditor?
Kejadiannya adalah pada tahun 1938. Skandal akuntansi korporasi tersebut adalah
McKesson Robbins, dan dapat dikatakan bahwa skandal ini menimbulkan dampak yang lebih
besar terhadap cara pelaksanaan audit ketimbang semua skandal sesudahnya, termasuk Enron
dan Worldcom.
Pada tahun 1924, Philip Musica, yang tidak lulus sekolah menengah atas dan pernah
dinyatakan bersalah melakukan penipuan dan dihukum penjara, menyebutkan dirinya sendiri
sebagai F. Donald Coster dan menganugerahkan dirinya sendiri gelar dokter.Dr. Coster
mengambil alih kendali McKesson-Robbins menggelembungkan aktiva dan laba sebesar $19 juta
dengan melaporkan persediaan yang sebenarnya tidak ada serta penjualan fiktif. Coster berhasil
mengelabui auditor McKesson, dan masyarakat yang menanamkan modalnya, sehingga mereka
percaya bahwa perusahaan itu mempunyai persediaan obat obatan yang sangat banyak,
bernilai multijutaan dolar, yang sesungguhnya tidak ada. Coster menciptakan pesanan pembelian
palsu, faktur penjualan palsu dan dokumen palsu lainnya, yang oleh auditor McKesson-Robbins
direview sebagai bukti adanya persediaan imajiner itu. Kecurangan ini berhasil dilakukan karena
standar audit dimasa itu memperbolehkan auditor membatasi diri hanya mereview dokumen dan
berbicara dengan manajemen. Meraka tidak diharuskan secara fisik mengemati dan
memverifikasi persediaan.

Kecurangan klasik di McKesson-Robbins mengilustrasi bahwa kecurangan laporan


keuangan bukanlah hal yang baru. Sebagai buntut dari skandal itu, profesi auditing menanggapi
dengan menetapkan standar-standar formal yang pertama untuk prosedur auditing. Standar-
standar tersebut mengharuskannya dilakukannya konfirmasi piutang dan observasi atas
persediaan fisik, yang sekarang merupakan prosedur standar, ditambah pedoman mengenai
tanggungjawab auditor untuk mendeteksi kecurangan.

Sebagai respon atas kecurangan yang lebih terkini, kongres menyetujui UU Sarbanes-
Oxley pada 30 Juli tahun 2002 dan AICPA mengembangkan standar auditing yang khusus
berhubungan dengan penilaian resiko kecurangan dan pendeteksiaanya. Undang-undang ini
diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio)
yang disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3 dan oleh Senat dengan suara 99-0 serta disahkan

[1]
Arens et.al (2014: 353-354)
2

menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush. Dalam Sarbanes Oxley Act diatur tentang
akuntansi, pengungkapan dan pembaharuan governance yang mensyaratkan adanya
pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang hasil-hasil
yang dicapai manajemen, kode etik bagi pejabat dibidang keuangan, pembatasan
kompensasi eksekutif, dan pembentukan komite audit yang independen. Selain itu diatur pula
mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Menetapkan beberapa tanggung jawab baru kepada dewan komisaris, komite audit,
dan pihak manajemen
b. Mendirikan the Public Company Accounting Oversight Board, sebuah dewan yang
independen dan bekerja full-time bagi pelaku pasar modal

Namun demikian, dengan dibentuknya undang-undang ini, yang dapat dianggap sebagai
tindakan yang diambil untuk mengurangi kemungkinan melakukan kegiatan penipuan, insiden
penipuan masih saja tetap terjadi. Misalnya, pada tahun 2005, sembilan karyawan industri
makanan di AS didakwa karena membantu dan bersekongkol dengan kecurangan finansial besar-
besaran di Foodservice AS, sebuah divisi dari grup ritel Belanda Ahold. Oleh karena itu peran
auditor baik internal maupun eksternal sangat dibutuhkan untuk mendeteksi segala kecurangan
yang mungkin terjadi di sebuah perusahaan atau organisasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan kecurangan?


2. Apakah jenis-jenis kecurangan?
3. Apakah kondisi penyebab terjadinya kecurangan?
4. Bagaimanakah cara untuk mendeteksi kecurangan?
5. Bagaimanakah cara untuk mencari solusi bagi penyelesaian berbagai macam kecurangan
yang mungkin dihadapi di perusahaan atau organisasi?
6. Apakah perbedaan auditor internal dan auditor eksternal?
7. Apakah fungsi auditor internal dan auditor eksternal?
8. Apakah peran dan tanggung jawab auditor internal dan auditor eksternal?

1.3 Tujuan

1. Memahami pengertian kecurangan.


2. Memahami berbagai jenis kecurangan yang sering atau mungkin akan terjadi di
perusahaan/organisasi pada umumnya.
3. Memahami kondisi penyebab terjadinya kecurangan.
4. Memahami cara mendeteksi kecurangan.
5. Memahami cara mencari solusi bagi penyelesaian berbagai macam kecurangan yang
mungkin dihadapi di perusahaan atau organisasi.
6. Memahami perbedaan auditor internal dan auditor eksternal.
7. Memahami fungsi auditor internal dan auditor eksternal.
8. Memahami peran dan tanggung jawab auditor internal dan auditor eksternal.
3

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kecurangan

The Institute of Internal Auditor (IIA) mendefinisikan kecurangan sebagai berikut.


Any illegal act characterized by deceit, concealment, or violation of trust. These acts
are not dependent upon the threat of violence or physical force. Frauds are perpetrated
by parties and organizations to obtain money, property, or services; to avoid payment or
loss of services; or to secure personal or business advantage.

Pernyataan di atas menyatakan bahwa kecurangan adalah setiap tindakan ilegal yang
dicirikan oleh tipu daya, penyembunyian, atau pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini tidak
tergantung pada ancaman kekerasan atau kekuatan fisik. Penipuan dilakukan oleh beberapa pihak
dan organisasi untuk mendapatkan uang, properti, atau jasa; untuk menghindari pembayaran atau
kehilangan layanan; atau untuk mengamankan keuntungan pribadi atau bisnis.

Selanjutnya definisi kecurangan menurut Arens et al (2014:354) ialah:


Fraud is defined as an intentional misstatement of financial statements.

Pernyataan di atas menyatakan kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan


keuangan yang disengaja.

Sedangkan kecurangan kerja didefinisikan oleh Association of Certified Fraud


Examiners (ACFE) sebagai:
The use of ones occupation for personal enrichment through the deliberate misuse or
misapplication of the employing organizations resources or assets.

Pernyataan di atas menyatakan kecurangan adalah penggunaan kewenangan seseorang


untuk kepentingan pribadi melalui penyalahgunaan yang disengaja atau penyalahgunaan
penerapan sumber daya atau aset organisasi. Secara sederhana, kecurangan jenis ini terjadi ketika
seorang karyawan, manajer, atau eksekutif melakukan kecurangan terhadap atasannya.
Jadi dapat disimpulkan pengertian kecurangan adalah suatu tindakan ilegal baik
penyalahgunaan penerapan sumber daya atau aset organisasi maupun salah saji laporan keuangan
yang disengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat merugikan organisasi yang dilakukan oleh
orang di luar atau di dalam organisasi.

2.2 Jenis-Jenis Kecurangan

2.2.1 Pelaporan Keuangan yang Curang


4

Pelaporan keuangan yang curang adalah salah saji atau pengabadian jumlah atau
pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan itu. Sebagian besar
kasus melibatkan salah saji jumlah yang disengaja, bukan pengungkapan.
Meskipun kebanyakan kasus pelaporan keuangan yang curang melibatkan upaya
melebihi sajikan laba entah dengan melebih sajikan aset dan laba atau dengan mengabaikan
kewajiban dan beban, perusahaan juga sengaja merendahkan sajikan laba. Dalam perusahaan
tertutup, hal ini mungkin dilakukan dalam upaya mengurangi pajak penghasilan. Pengaturan laba
(earning management) menyangkut tindakan manajemen yang sengaja untuk memenuhi tujuan
laba. Perataan laba (income smooting) merupakan salah satu bentuk pengaturan laba di mana
pendapatan dan beban ditukar-tukar di antara periode-periode untuk mengurangi fluktuasi laba.
Salah satu teknik untuk meratakan laba adalah dengan mengurangi nilai persediaan dan aset lain
perusahaan yang diperoleh pada saat akuisisi, yang menghasilkan laba yang lebih tinggi ketika
aset tersebut nanti dijual.
2.2.2 Penyalahgunaan Aset
Penyalahgunaan (misappropriation) aset adalah kecurangan yang melibatkan pencurian
aset, entitas. Dalam banyak kasus, tetapi tidak semua, jumlah yang terlibat tidak material
terhadap laporan keuangan. Istilah penyalahgunaan atau misaproprisasi aset biasanya digunakan
untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam organisasi.
Penyalahgunaan aset biasanya dilakukan pada tingkat hierarki organisasi yang lebih
rendah. Namun, dalam beberapa kasus yang heboh, manajemen puncak terlibat dalam pencurian
aktia perusahaan. Karena manajemen memiliki kewenangan dan kendali yang lebih besar atas
aktiva organisasi, penyelewengan yang melibatkan manajemen puncak dapat menyangkut jumlah
yang signifikan.
2.3 Kondisi Penyebab Terjadinya Kecurangan
Terdapat tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya pelaporan keuangan yang curang dan
juga penyalahgunaan aset sebagaimana dijelaskan dalam SAS 99 (AU 316) (Arens et al. 2014).
Tiga kondisi tersebut disebut dengan segitiga kecurangan (fraud triangle).

Segitiga Kecurangan
Kesempatan Insentif / Tekanan Sikap / Rasional
5

GAMBAR 2-1

Insentif atau Tekanan


Manajemen ataupun pegawai lainnya mempunyai insentif ataupun tekanan untuk
melakukan tindakan kecurangan.
Kesempatan
Situasi yang membuka ataupun memberikan kesempatan bagi manajemen ataupun
pegawai untuk melakukan tindakan kecurangan.
Sikap atau Rasionalisasi
Adanya sikap, karakter, ataupun seperangkat nilai-nilai etika yang membolehkan
manajemen atau pegawai untuk melakukan suatu tindakan yang tidak jujur, atau dapat
dikatakan bahwa merekaberada dalam lingkungan yang dapat memberikan tekanan yang
cukup besar yang menyebabkan mereka membenarkan diri mereka untuk melakukan
tindakan yang tidak jujur tersebut.
2.3.1 Faktor Risiko untuk Pelaporan Keuangan yang Curang

Insentif / Tekanan
Insentif yang umum bagi sebuah perusahaan untuk melakukan manipulasi laporan
keuangan adalah adanya suatu penurunan dalam prospek keuangan dalam perusahaan.
Contohnya seperti penurunan dalam laba yang kemungkinan dapat mengancam kemampuan
perusahaan untuk mendaparkan dana pembiayaan. Perusahaan kemungkinan juga melakukan
manipulasi laba guna memenuhi proyeksi dari para analis pasar, ataupunguna mengelembungkan
harga saham, serta guna menjaga reputasi perusahaan.

Kesempatan
Meskipun laporan keuangan dari seluruh perusahaan kemungkinan dapat terjadi
manipulasi, risiko akan menjadi lebih besar dalam perusahaan yang bergerak dalam industri yang
melibatkan penilaian atau pertimbangan subjektif dan juga estimasi yang cukup signifikan jauh
lebih besar.
6

Sikap / Rasionalisasi
Sikap dari manajemen puncak dalam laporan keuangan merupakan faktor risiko yang
penting dalam menilai kemungkinan adanya suatu kecurangan dalam laporan keuangan
perusahaan. Jika CEO ataupun manajer puncak lainnya menunjukkan suatu dominasi terhadap
suatuproses penyusunan laporan keuangan, contohnya seperti mengeluarkan proyeksi yg terlalu
optimis secara terus-menerus ataupun mereka terlalu khawatir dalam memenuhi proyeksi laba
dari para analis pasar kemungkinan terjadinya tindakan kecurangan dalam laporan keuangan
perusahaan akan menjadi lebih besar. Karakter dari manajemen ataupun rangkaian nilai-nilai
etika juga kemungkinan akan mempermudah analis dalam melakukan rasionalisasi tindakan
kecurangan.
2.3.2 Faktor Risiko untuk Penyalahgunaan Aset

Insentif / Tekanan
Tekanan keuangan merupakan insentif atau dorongan yang sifatnya umum bagi pegawai yg
melakukan penyalahgunakan aset. Contohnya seperti pegawai yang mempunyai utang yang
sangat banyak, mereka yang memilik masalah kecanduan narkotika dan juga perjudian,dll.

Kesempatan
Kesempatan dalam melakukan pencurian ada pada seluruh perusahaan. Kelemahandalam
hal pengendalian internal dapat menciptakan kesempatan terjadinya tindakan
pencurian.Pemisahan tugas yang kurang memadai hampir dapat dipastikan menjadi suatu lisensi
bagi parapegawai guna melakukan tindakan pencurian

Sikap / Rasionalisasi
Sikap manajemen dalam pengendalian dan juga kode etik ataupun perilaku etis dapat
menyebabkan parapegawai dan juga manajer membenarkan pencurian aset perusahaan.

2.4 Cara Mendeteksi Kecurangan

Kecurangan kerja dapat dideteksi melalui sejumlah metode yang berbeda. Survei
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) di tahun 2016 mengungkapkan bahwa
dengan hotline 47,3 persen kecurangan terdeteksi karena ada yang membocorkan (tip), 18,4
persen melalui audit internal, 12,1 persen melalui ulasan manajemen, 3,9 persen melalui
rekonsiliasi akun, 3,9 persen melalui kecelakaan, 3,1 persen hal lain, 2,7 persen melalui
pemeriksaan dokumen, 2,0 persen melalui pengawasan / monitoring, 2,0 persen melalui kontrol
IT, 1,8 persen melalui audit eksternal, 1,8 persen melalui pengesahan oleh penegakan hukum,
dan 0,9 persen melalui pengakuan. Sementara pendeteksian kecurangan tanpa hotline yaitu 28,2
persen kecurangan terdeteksi melalui tip, 13,4 persen melalui audit internal, 15,4 persen melalui
ulasan manajemen, 8,1 persen melalui rekonsiliasi akun, 7,8 persen melalui kecelakaan, 9,1
persen hal lain, 5,3 persen melalui pemeriksaan dokumen, 1,8 persen melalui pengawasan /
monitoring, 0,5 persen melalui kontrol IT, 6,1 persen melalui audit eksternal, 2,6 persen melalui
pengesahan oleh penegakan hukum, dan 1,8 persen melalui pengakuan
7

Selain itu, untuk mendeteksi kecurangan, maka perlu dipahaminya tipe-tipe dari gejala
kecurangan atau yang biasa disebut red flags. Red flags tidak menunjukkan indikasi adanya
kecurangan atau tidak namun hanya memberikan kemungkinan tanda peringatan dari
kecurangan. Tipe-tipe red flags yang umum dalam jurnal Thomas P. DiNapoli dikategorikan
sebagai red flags dari karyawan dan manajemen.

Red flags dari karyawan


Perubahan gaya hidup karyawan: mobil mahal, perhiasan, rumah, pakaian
Masalah hutang dan kredit pribadi yang signifikan
Perubahan perilaku: ini mungkin merupakan indikasi obat-obatan, alkohol, perjudian,
atau hanya takut kehilangan pekerjaan
Perputaran karyawan yang tinggi, terutama di daerah-daerah yang lebih rentan
terhadap kecurangan
Penolakan untuk berlibur atau cuti sakit
Kurangnya segregasi tugas di daerah rawan
Red flags Manajemen
Keengganan untuk memberikan informasi kepada auditor
Manajer sering terlibat perselisihan dengan auditor
Keputusan manajemen didominasi oleh individu atau kelompok kecil
Manajer menunjukkan ketidaksenonohan yang signifikan terhadap badan pengawas
Ada lingkungan pengendalian internal yang lemah
Pegawai akuntansi lemah atau tidak berpengalaman dalam tugasnya
Desentralisasi tanpa pemantauan yang memadai
Jumlah rekening giro yang berlebihan
Sering terjadi perubahan pada rekening perbankan
Sering terjadi perubahan pada auditor eksternal
Aset perusahaan dijual dengan nilai pasar
Perampingan yang signifikan di pasar yang sehat
Rollover pinjaman terus menerus
Jumlah transaksi akhir tahun yang berlebihan
Tingkat turnover karyawan yang tinggi
Cerukan tak terduga atau penurunan saldo kas
Penolakan oleh perusahaan atau divisi untuk menggunakan dokumen nomor urut
(tanda terima)
Program kompensasi yang tidak proporsional
Setiap transaksi keuangan yang tidak masuk akal - baik umum atau bisnis
Kontrak Layanan tidak menghasilkan produk
Fotokopi atau dokumen yang hilang

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Safril Hidayat (2017) menjelaskan bahwa
ada dua cara dalam mendeteksi kecurangan, yaitu Critical Point Auditing (CPA) dan Job
Sensitivity Analysis (JSA). CPA adalah teknik pendeteksian melalui pemeriksaan catatan
akuntansi untuk mengetahui suatu manipulasi maka investigasi secara rinci dan komprehensif
akan dilakukan. CPA dilakukan melalui: analisis kecenderungan, analisis rasio, kinerja, dan
analisis hubungan khusus. Analisis spesifik dilakukan pada aktivitas yang memiliki risiko fraud
tinggi seperti pembelian, verifikasi, penjualan, pemasaran, dan inventarisasi. Sedangkan Job
8

Sensitivity Analysis (JSA) didasarkan pada asumsi ketika seseorang / kelompok karyawan yang
bekerja dalam posisi tertentu cenderung melakukan kecurangan. Metode ini dapat dilakukan
dengan menyiapkan analisis masing-masing proses pemantauan dan follow up berkelanjutan.

Sementara itu Tuanakotta (2010:295-296) juga mengatakan ada bermacam-macam


teknik mendeteksi kecurangan, meliputi:
Penggunaan teknik-teknik audit yang dilakukan oleh auditor internal maupun eksternal
dalam mengaudit laporan keuangan, namun secara lebih mendalam dan luas.
Pemanfaatan teknik audit investigatif dalam kejahatan terorganisir dan penyelundupan
pajak penghasilan.
Penelusuran jejak-jejak arus uang.
Penerapan teknik analisis dalam bidang hukum.
Penggunaan teknik audit investigatif untuk mengungkapkan kecurangan dalam
pengadaan barang.
Penggunaan computer forensics.
Penggunaan teknik interogasi.
Penggunaan operasi penyamaran.
Pemanfaatan whistleblower.

2.5 Cara Mengatasi Kecurangan

Pedoman yang dikembangkan oleh American Institute of Certified Public Accountants


(AICPA) mengidentifikasi tiga unsur untuk mencegah, menghalangi, dan mendeteksi
kecurangan, yakni:

menciptakan dan memelihara budaya kejujuran dan etika yang tinggi;


mengevaluasi risiko kecurangan dan menerapkan proses, prosedur, dan pengendalian
yang diperlukan untuk mengurangi risiko dan mengurangi peluang terjadinya
kecurangan;
mengembangkan proses pengawasan yang tepat.

Sementara menurut Tuanakotta (2012:277-283) cara mengatasi kecurangan adalah


melalui pengendalian intern atau disebut juga dengan Fraud Specific Internal Control.
Perusahaan besar mempunyai kebutuhan yang berbeda dari yang kecil. Perusahaan go public
berbeda dari perusahaan tertutup. Perusahaan manufakturing berbeda dari perusahaan jasa, di
antara kelompok masing-masing pun ada perbedaan yang signifikan. Di antara perusahaan jasa
saja ada perbedaan antara perusahaan penerbangan, jasa keuangan, perusahaan retail, perusahaan
real estat, dan seterusnya. Terlepas dari perbedaan-perbedaan antar perusahaan, dasar-dasar
utama dari desain pengendalian intern untuk menangani kecurangan banyak kesamaannya.
Semua pengendalian dapat digolongkan dalam pengendalian intern aktif dan
pengendalian intern pasif :

Pengendalian Intern Aktif


9

Pengendalian Intern Aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian intern yang paling
banyak diterapkan.Ia seperti pagar-pagar yang menghalangi pencuri masuk ke halaman rumah
orang. Pagar-pagar ini membatasi , menghalangi atau menutup akses si calon pelaku fraud.
Seperti pagar, bagaimanapun kokoh kelihatannya , tetap dapat ditembus oleh pelaku fraud yang
cerdik dan mempunyai ketegaran dalam melakukannya.
Sarana-sarana pengendalian intern aktif yang sering dipakai dan umumnya sudah dikenal
dalam system akuntansi, meliputi :
a) tanda tangan
b) tanda tangan kaunter ( ountersigning )
c) password dan PIN ( personnel identification numbers )
d) pemisahan tugas
e) pengendalian aset secara fisik
f) pengendalian persediaan secara ( realtime inventory control )
g) pagar, gembok dan semua penghalang fisik
h) pencocokan dokumen
i) formulir yang sudah dicetak nomornya ( pre-numbered accountable forms )

Pengendalian Intern Pasif


Tujuan pengendalian intern aktif dan pengendalian intern pasif sama, yakni mncegah
terjadinya fraud. Dalam pengendalian aktif, hal ini dilakukan dengan membuat barikade-
barikade, bermaacam-macam lapisan pengamanan, sebelum pelaku fraud bisa menembus
pertahanan. Dalam pengendalian intern pasif , dari permukaan kelihatan tidak ada pengamanan ,
namun ada peredam yang membuat pelanggar atau pelaku fraud akan jera. Peredam ini
diumumkan secara luas, dan system memastikan hal ini.
Beberapa bentuk lain dari pengenalian intern pasif meliputi :
a) customized controls yaitu hasil dari berpikir positif, ketika pengendalian intern aktif tidak
memberikan pemecahan
b) audit trails yaitu audit terhadap adanya jejak-jejak mutasi atau perubahan dalam catatan,
yang ditinggalkan atau terekam dalam system.
c) Focused audit yaitu audit terhadap hal- hal tertentu yang sangat khusus, yang
berdasarkan pengalaman rawan dan sering dijadikan sasaran fraud.
d) Surveillance of key activities yaitu pengintaian yang dilakukan bermacam macam cara,
mulai dari kamera video yang merekam kegiatan di suatu ruangan sampai ruang kaca
dengan cermin satu arah.
e) Rotation of key personnel yaitu pengendalian intern pasif yang efektif kalau kehadirannya
merupakan persyaratan utama dalam melakukan fraud.

2.6 Pengertian Auditor Internal dan Auditor Eksternal

Menurut Arens et al (2014 : 36) Auditor internal adalah akuntan yang bertanggung
jawab pada manajemen perusahaan.Tinjauannya adalah audit terhadap setiap berbagai dari
prosedur prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitas
10

kegiatan. Pada akhir kegiatannya biasanya diajukan saran-saran rekomendasi manajemen untuk
meningkatkan kualitas operasi perusahaan. Sedangkan auditor eksternal adalah akuntan yang
bertanggung jawab atas pemeriksaan dan mengaudit laporan keuangan organisasi yang di
publikasikan dan memberikan opini dan informasi yang diauditnya itu.

Dalam beberapa hal, Auditor internal dan Auditor eksternal memiliki kesamaan.
Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta
memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal keuangan. Keduanya
diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang
dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki
kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang
harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka
audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut,audit internal dan audit eksternal adalah dua
fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.

Tabel 2.1. Perbedaan Auditor Internal dan Auditor Eksternal menurut Sawyer (2003 :7) dalam
Andayani,Wuryan.2008.Audit Internal edisi 1.

No Perbedaan
Auditor Internal Auditor Eksternal
1 Karyawan perusahaan yang independen Merupakan orang luar (bukan karyawan)
perusahaan dan independen
2 Melayani kebutuhan organisasi, meskipun Melayani pihak ketiga yang memerlukan
fungsinya harus dikelola oleh perusahaan informasi keuangan yang dapat diandalkan
3 Fokus pada kejadian-kejadian dimasa Fokus pada ketepatan dan kemudahan
depan dengan mengevaluasi control yang pemahaman dari kejadian-kejadian masa lalu
dirancang untuk menyankinkan yang dinyatakan dalam laporan keuangan
pencapaian tujuan organisasi
4 Langsung berkaitan dengan pencegahan Mendeteksi kecurangan secara umum, tetapi akan
kecurangan dalam segala bentuknya atau memberi perhatian lebih jika kecurangan tersebut
perluasan dalam setiap aktivitas yang material
ditelaah
5 Independen terhadap aktivitas yang Independen terhadap manajemen dan dewan
diaudit, tetapi siap sedia untuk direksi baik dalam kenyataan maupun secara
menanggapi kebutuhan dan keinginan dari mental
semua tingkatan manajemen
6 Menelaah aktivitas secara terus-menerus Menelaah catatan-catatan yang mendukung
laporan keuangan secara periodic, biasanya sekali
setahun

Tabel 2.2. Perbedaan Auditor Internal dan Auditor eksternal berdasarkan tanggung jawabnya
menurut Andayani, Wuryan (2008 : 17).
Perbedaan
Auditor Internal Auditor Eksternal
11

Pemberi Kerja Perusahaan dan unit-unit pemerintah Merupakan orang luar (bukan
karyawan) perusahaan dan independen
Organisasi nasional Konsorsium profesi auditor internal IAI Kompartemen Akuntan Publik
Gelar sertifikasi Qualified Internal Auditor ( Certified Bersertifikat Akuntan Publik ( Certified
Internal Auditor ) Public Accountant )
Lisesnsi untuk Tidak ada Ada
praktek
Tanggung jawab Kepada dewan komisaris Kepada pihak ketiga
utama
Ruang lingkup Semua aktivitas dalam organisasi Terutama laporan keuangan
2.7 Fungsi Auditor Internal dan Auditor Eksternal

2.7.1 Fungsi Auditor Internal

Melakukan evaluasi dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan proses pengelolaan


risiko, pengendalian dan governance, dengan menggunakan pendekatan yang sistematis,
teratur dan menyeluruh.
Membantu perusahaan dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi
Membantu perusahaan dalam memelihara pengendalian intern yang efektif dengan cara
mengevaluasi kecukupan, efisiensi dan efektivitas pengendalian tersebut.
Mengevaluasi kecukupan dan efektifitas sistem pengendalian intern, yang mencakup
kegiatan operasi dan sistem informasi perusahaan.
Memastikan sampai sejauh mana sasaran dan tujuan program serta kegiatan operasi telah
ditetapkan dan sejalan dengan sasaran dan tujuan organisasi.
Mereview kegiatan operasi dan program untuk memastikan sampai sejauh mana hasil-
hasil yang diperoleh konsisten dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Untuk mengevaluasi system pengendalian intern diperlukan kriteria yang memadai.
Menentukan saran dan ruang lingkup penugasan yang memadai.
2.7.2 Fungsi Auditor Eksternal

Membentuk dan menyatakan pendapat atas laporan keuangan.


Mendokumentasikan semua penilaian dan simpulan yang telah dicapai.
Memastikan sifat cakupan tugas yang dilaksanakan oleh pemeriksa Internal untuk
manajemen dan memastikan apakah manajemen mempertimbangkan rekomendasi
pemeriksaan internal dan bagaimana rekomendasi tersebut dibuktikan.
Memastikan bahwa pekerjaan pemeriksaan internal dilaksanakan oleh orang yang telah
menjalani pelatihan yang cukup dan mempunyai keahlian sebagai auditor.
Memastikan apakah pekerjaan pemeriksa internal telah secara baik direncanakan,
disupervisi, ditelaah, dan didokumentasikan.
Menguji pekerjaan pemeriksa internal, termasuk pengujian kembali item yang telah diuji
sendiri oleh pemeriksa internal, pengujian item yang sama serta observasi dari prosedur
yang diikuti oleh pemeriksa internal.

2.8 Peran dan Tanggung Jawab Auditor Internal dan Auditor Eksternal
12

2.8.1 Peran dan Tanggung Jawab Auditor Internal

2.8.2 Peran Auditor Internal dalam Masalah Kecurangan


Terdapat 4 pilar utama dalam memerangi kecurangan yaitu :
1. Pencegahan kecurangan (fraud prevention)
2. Pendeteksian dini kecurangan (eraly fraud detection)
3. Investigasi kecurangan (fraud investigation)
4. Penegakan hukum atau penjatuhan sanksi (follow-up lega action)

Berdasarkan 4 pilar utama dalam rangka memerangi kecurangan tersebut, peran penting
dari internal auditor dalam ikut membantu memerangi perbuatan kecurangan khususnya
mencakup :
- Preventing Fraud (mencegah kecurangan)
- Detecting Fraud (mendeteksi kecurangan)
- Investigating Fraud (melakukan investigasi kecurangan)

Sedangkan dalam buku Sukrisno Agoes (2004:233) peranan auditor internal dalam
investigasi kecurangan adalah auditor internal harus memperhatikan kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kecurangan, kesalahan, manipulasi, inefesiensi, pemborosan, ketidak-efektifan dan
conflict of interest (konflik kepentingan). Mereka juga harus hati-hati terhadap kondisi dan
kegiatan yang memungkinkan terjadinya irregularities (ketidakberesan). Jika auditor internal
menemukan indikasi dan mencurigai terjadinya kecurangan di perusahaan, maka ia harus
memberitahukan hal tersebut kepada manajemen puncak. Jika indikasi tersebut cukup kuat,
manajemen akan menugaskan suatu tim untuk melakukan investigasi. Tim tersebut biasanya
terdiri dari internal auditor, lawyer, investigator, security dan spesialis dari luar atau dalam
perusahaan (misalkan ahli computer, ahli perbankan dan lain-lain). Hasil investigasi tim harus
dilaporkan secara tertulis kepada manajemen puncak yang mencakup fakta, temuan, kesimpulan,
saran dan tindakan perbaikan yang perlu dilaporkan.

2.8.3 Tanggung Jawab Auditor Internal


Tanggung jawab internal auditor dalam pencegahan, pendeteksian dan menginvestigasi
perbuatan kecurangan memegang peranan penting dalam mendukung penerapan good corporate
governance. Efektifitas peran internal auditor dalam mencegah dan mendeteksi kecurangan
sangat tergantung pada besar kecilnya status kewenangan yang dimiliki dan mekanisme
pelaporan hasil investigasi kecurangan yang dapat dijalankannya.

Dalam Standar Internal Auditing (SIAS) No.3, tanggung jawab internal auditor dalam
mendeteksi kecurangan yang mencakup :
1. Internal auditor harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang memadai atas
kecurangan agar dapat mengidentifikasi kondisi yang menunjukkan tanda-tanda fraud
yang mungkin terjadi.
2. Internal auditor harus mempelajari dan menilai struktur pengendalian perusahaan untuk
mengidentifikasi timbulnya kesempatan terjadinya kecurangan, seperti kurangnya
perhatian dan efektivitas terhadap sistem pengendalian intern yang ada.
13

Berkaitan dengan pendeteksian kecurangan yang efektif, internal auditor harus mampu
melakukan, antara lain :
Mengkaji sistem pengendalian intern untuk menilai kekuatan dan kelemahannya,
Mengidentifikasi potensi kecurangan berdasarkan kelemahan yang ada pada sistem
pengendalian intern,
Mengidentifikasi hal-hal yang menimbulkan tanda tanya dan transaksi-transaksi diluar
kewajaran (non prosedural),
Membedakan faktor kelemahan dan kelalaian manusia dari kesalahan yang bersifat fraud,
Berhati-hati terhadap prosedur, praktik dan kebijakan manajemen,
Dapat menetapkan besarnya kerugian dan membuat laporan atas kerugian karena
kecurangan, untuk yujuan penuntutan pengadilan (litigasi), penyelesaian secara perdata,
dan penjatuhan sanksi internal (skorsing hingga pemutusan hubungan kerja),
Mampu melakukan penelusuran dan mengurai arus dokumen yang mendukung transaksi
kecurangan,
Mencari dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan (dispute),
Mereview dokumen yang sifatnya aneh/mencurigakan,
Menguji jalannya implementasi motivasi dan etika organisasi di bidang pencegahan dan
pendeteksian kecurangan.

Tanggung jawab internal auditor berkaitan dengan investigasi kecurangan adalah :


Menetapkan apakah pengendalian yang ada telah cukup memadai dan efektif untuk
mengungkap terjadinya kecurangan
Merancang suatu prosedur audit untuk mengungkap dan mencegah terulangnya kembali
terjadinya kecurangan atau penyimpangan
Mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk menginvestigasi kecurangan yang sering
terjadi.

2.8.4 Peran dan Tanggung Jawab Auditor Eksternal

Dalam melaksanakan tanggung jawab profesionalnya seorang auditor eksternal dibatasi


oleh standar-standar auditing yang berlaku. Tanggung jawab auditor sehubungan dengan fraud
dijelaskan secara umum dalam SA seksi 110 Tanggung jawab dan fungsi auditor independen
paragraph 02: Auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk
memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material,
baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.

Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam
SA seksi 316 pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan. Berdasarkan SA
Seksi 316 tersebut, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laoran
keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus memperhatikan taksiran risiko ini dalam
mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Prosedur audit mungkin berubah apabila
terjadi fraud.

Selanjutnya dalam SA Seksi 317 Unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien,
dijelaskan bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum (termasuk fraud) maka
auditor akan mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran
14

dan dampak potensialnya terhadap laporan keuangan. Apabila dibutuhkan auditor dapat
berkonsultasi dengan penasehat hukum dan melakukan prosedur audit tambahan untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat pelanggaran yang terjadi. Terungkapanya
fraud, yang berrdampak pada denda dan kerugian, harus diungkapakan dalam catatan atas
laporan keungan. Lebih jauh lagi, bila fraud yang terjadi sangat material dan bisa mempengaruhi
kewajaran laporan keuangan, maka auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa
pengecualian.

Pada sektor public, yang menjadi auditor eksternal adalah Badan Pemerika keuangan
(BPK) berdasarkan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara. Dalam UU ini diatur bahwa BPK melaksanakan pemeriksaaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keungan Negara. Pemeriksaan tersebut terdiri dari pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
15

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik Edisi
Ketiga Jilid II. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
American Institute of Certified Public Accountants. 2013. Consideration of Fraud in a Financial
Statement Audit. http://www.aicpa.org/Research/Standards/AuditAttest/Downloadable
Documents/AU-00316.pdf. Diakses Oktober 2017.
Andayani, Wuryan. 2008. Audit Internal Edisi 1. BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta.
Arens, Alvin A, Randal J. Elder, and Mark S. Beasley. 2014. Auditing and Assurance Services:
An Integrated Approach. Courier/Kendallville: United States of America.
Association of Certified Fraud Examiners. 2016. Report to the Nations on Occupational Fraud
and Abuse. https://www.acfe.com/rttn2016/docs/2016-report-to-the-nations.pdf. Diakses
Oktober 2017.
Association of Certified Fraud Examiners. 2017. What is Fraud? http://www.acfe.com/fraud-
101.aspx. Diakses Oktober 2017.
DiNapoli, Thomas P. . Red Flags for Fraud. State of New York Office of the State
Comptroller.
Hidayat, Safril. 2017. Strong Leadership And Political Will In Fraud Avoidance. Asia Pasific
Fraud Journal Volume 2, No.1st Edition. 10.21532/apfj.001.17.02.01.08.

Jaffar, Nahariah. 2009. Fraud Detection: The Moderating Role of Fraud Risk Level. Journal of
Business and Public Affairs. ISSN 1934-7219.

The Institute of Internal Auditors. 2012. International Standards For The Professional Practice
of Internal Auditing (Standards). https://na.theiia.org/standards-guidance/Public%20
Documents/IPPF%202013%20English.pdf. Diakses Oktober 2017.
Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif Edisi 2. Salemba
Empat: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai