BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecurangan (Fraud) telah ada sejak dulu hingga saat ini. Fraud merupakan sebuah
kejahatan karena meliputi berbagai tindakan yang melawan hukum. Terdapat istilah yang
digunakan untuk menggambarkan fraud, yaitu kejahatan kerah putih (White-Collar Crime) yang
dipopulerkan oleh Edwin H. Sutherland seorang penulis pada tahun 1939. Skandal-skandal
akuntansi mengenai fraud yang terjadipun menggoyahkan kepercayaan masyarakat[1]. Salah satu
perusahaan terbesar dan paling berpengaruh di Amerika serikat tertangkap basah
menggelembungkan laba serta aktiva dengan memanipulasi aturan-aturan akuntansi secara
terang-terangan. Ribuan investor dan karyawan menanggung akibatnya. Kongres diminta
mengadakan dengar pendapat untuk memeriksa dan memahami kecurangan itu, dan semua orang
bertanya, Dimana para auditor?
Kejadiannya adalah pada tahun 1938. Skandal akuntansi korporasi tersebut adalah
McKesson Robbins, dan dapat dikatakan bahwa skandal ini menimbulkan dampak yang lebih
besar terhadap cara pelaksanaan audit ketimbang semua skandal sesudahnya, termasuk Enron
dan Worldcom.
Pada tahun 1924, Philip Musica, yang tidak lulus sekolah menengah atas dan pernah
dinyatakan bersalah melakukan penipuan dan dihukum penjara, menyebutkan dirinya sendiri
sebagai F. Donald Coster dan menganugerahkan dirinya sendiri gelar dokter.Dr. Coster
mengambil alih kendali McKesson-Robbins menggelembungkan aktiva dan laba sebesar $19 juta
dengan melaporkan persediaan yang sebenarnya tidak ada serta penjualan fiktif. Coster berhasil
mengelabui auditor McKesson, dan masyarakat yang menanamkan modalnya, sehingga mereka
percaya bahwa perusahaan itu mempunyai persediaan obat obatan yang sangat banyak,
bernilai multijutaan dolar, yang sesungguhnya tidak ada. Coster menciptakan pesanan pembelian
palsu, faktur penjualan palsu dan dokumen palsu lainnya, yang oleh auditor McKesson-Robbins
direview sebagai bukti adanya persediaan imajiner itu. Kecurangan ini berhasil dilakukan karena
standar audit dimasa itu memperbolehkan auditor membatasi diri hanya mereview dokumen dan
berbicara dengan manajemen. Meraka tidak diharuskan secara fisik mengemati dan
memverifikasi persediaan.
Sebagai respon atas kecurangan yang lebih terkini, kongres menyetujui UU Sarbanes-
Oxley pada 30 Juli tahun 2002 dan AICPA mengembangkan standar auditing yang khusus
berhubungan dengan penilaian resiko kecurangan dan pendeteksiaanya. Undang-undang ini
diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes (Maryland) dan Representative Michael Oxley (Ohio)
yang disetujui oleh Dewan dengan suara 423-3 dan oleh Senat dengan suara 99-0 serta disahkan
[1]
Arens et.al (2014: 353-354)
2
menjadi hukum oleh Presiden George W. Bush. Dalam Sarbanes Oxley Act diatur tentang
akuntansi, pengungkapan dan pembaharuan governance yang mensyaratkan adanya
pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang hasil-hasil
yang dicapai manajemen, kode etik bagi pejabat dibidang keuangan, pembatasan
kompensasi eksekutif, dan pembentukan komite audit yang independen. Selain itu diatur pula
mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Menetapkan beberapa tanggung jawab baru kepada dewan komisaris, komite audit,
dan pihak manajemen
b. Mendirikan the Public Company Accounting Oversight Board, sebuah dewan yang
independen dan bekerja full-time bagi pelaku pasar modal
Namun demikian, dengan dibentuknya undang-undang ini, yang dapat dianggap sebagai
tindakan yang diambil untuk mengurangi kemungkinan melakukan kegiatan penipuan, insiden
penipuan masih saja tetap terjadi. Misalnya, pada tahun 2005, sembilan karyawan industri
makanan di AS didakwa karena membantu dan bersekongkol dengan kecurangan finansial besar-
besaran di Foodservice AS, sebuah divisi dari grup ritel Belanda Ahold. Oleh karena itu peran
auditor baik internal maupun eksternal sangat dibutuhkan untuk mendeteksi segala kecurangan
yang mungkin terjadi di sebuah perusahaan atau organisasi.
1.3 Tujuan
BAB 2
PEMBAHASAN
Pernyataan di atas menyatakan bahwa kecurangan adalah setiap tindakan ilegal yang
dicirikan oleh tipu daya, penyembunyian, atau pelanggaran kepercayaan. Tindakan ini tidak
tergantung pada ancaman kekerasan atau kekuatan fisik. Penipuan dilakukan oleh beberapa pihak
dan organisasi untuk mendapatkan uang, properti, atau jasa; untuk menghindari pembayaran atau
kehilangan layanan; atau untuk mengamankan keuntungan pribadi atau bisnis.
Pelaporan keuangan yang curang adalah salah saji atau pengabadian jumlah atau
pengungkapan yang disengaja dengan maksud menipu para pemakai laporan itu. Sebagian besar
kasus melibatkan salah saji jumlah yang disengaja, bukan pengungkapan.
Meskipun kebanyakan kasus pelaporan keuangan yang curang melibatkan upaya
melebihi sajikan laba entah dengan melebih sajikan aset dan laba atau dengan mengabaikan
kewajiban dan beban, perusahaan juga sengaja merendahkan sajikan laba. Dalam perusahaan
tertutup, hal ini mungkin dilakukan dalam upaya mengurangi pajak penghasilan. Pengaturan laba
(earning management) menyangkut tindakan manajemen yang sengaja untuk memenuhi tujuan
laba. Perataan laba (income smooting) merupakan salah satu bentuk pengaturan laba di mana
pendapatan dan beban ditukar-tukar di antara periode-periode untuk mengurangi fluktuasi laba.
Salah satu teknik untuk meratakan laba adalah dengan mengurangi nilai persediaan dan aset lain
perusahaan yang diperoleh pada saat akuisisi, yang menghasilkan laba yang lebih tinggi ketika
aset tersebut nanti dijual.
2.2.2 Penyalahgunaan Aset
Penyalahgunaan (misappropriation) aset adalah kecurangan yang melibatkan pencurian
aset, entitas. Dalam banyak kasus, tetapi tidak semua, jumlah yang terlibat tidak material
terhadap laporan keuangan. Istilah penyalahgunaan atau misaproprisasi aset biasanya digunakan
untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam organisasi.
Penyalahgunaan aset biasanya dilakukan pada tingkat hierarki organisasi yang lebih
rendah. Namun, dalam beberapa kasus yang heboh, manajemen puncak terlibat dalam pencurian
aktia perusahaan. Karena manajemen memiliki kewenangan dan kendali yang lebih besar atas
aktiva organisasi, penyelewengan yang melibatkan manajemen puncak dapat menyangkut jumlah
yang signifikan.
2.3 Kondisi Penyebab Terjadinya Kecurangan
Terdapat tiga kondisi yang menyebabkan terjadinya pelaporan keuangan yang curang dan
juga penyalahgunaan aset sebagaimana dijelaskan dalam SAS 99 (AU 316) (Arens et al. 2014).
Tiga kondisi tersebut disebut dengan segitiga kecurangan (fraud triangle).
Segitiga Kecurangan
Kesempatan Insentif / Tekanan Sikap / Rasional
5
GAMBAR 2-1
Insentif / Tekanan
Insentif yang umum bagi sebuah perusahaan untuk melakukan manipulasi laporan
keuangan adalah adanya suatu penurunan dalam prospek keuangan dalam perusahaan.
Contohnya seperti penurunan dalam laba yang kemungkinan dapat mengancam kemampuan
perusahaan untuk mendaparkan dana pembiayaan. Perusahaan kemungkinan juga melakukan
manipulasi laba guna memenuhi proyeksi dari para analis pasar, ataupunguna mengelembungkan
harga saham, serta guna menjaga reputasi perusahaan.
Kesempatan
Meskipun laporan keuangan dari seluruh perusahaan kemungkinan dapat terjadi
manipulasi, risiko akan menjadi lebih besar dalam perusahaan yang bergerak dalam industri yang
melibatkan penilaian atau pertimbangan subjektif dan juga estimasi yang cukup signifikan jauh
lebih besar.
6
Sikap / Rasionalisasi
Sikap dari manajemen puncak dalam laporan keuangan merupakan faktor risiko yang
penting dalam menilai kemungkinan adanya suatu kecurangan dalam laporan keuangan
perusahaan. Jika CEO ataupun manajer puncak lainnya menunjukkan suatu dominasi terhadap
suatuproses penyusunan laporan keuangan, contohnya seperti mengeluarkan proyeksi yg terlalu
optimis secara terus-menerus ataupun mereka terlalu khawatir dalam memenuhi proyeksi laba
dari para analis pasar kemungkinan terjadinya tindakan kecurangan dalam laporan keuangan
perusahaan akan menjadi lebih besar. Karakter dari manajemen ataupun rangkaian nilai-nilai
etika juga kemungkinan akan mempermudah analis dalam melakukan rasionalisasi tindakan
kecurangan.
2.3.2 Faktor Risiko untuk Penyalahgunaan Aset
Insentif / Tekanan
Tekanan keuangan merupakan insentif atau dorongan yang sifatnya umum bagi pegawai yg
melakukan penyalahgunakan aset. Contohnya seperti pegawai yang mempunyai utang yang
sangat banyak, mereka yang memilik masalah kecanduan narkotika dan juga perjudian,dll.
Kesempatan
Kesempatan dalam melakukan pencurian ada pada seluruh perusahaan. Kelemahandalam
hal pengendalian internal dapat menciptakan kesempatan terjadinya tindakan
pencurian.Pemisahan tugas yang kurang memadai hampir dapat dipastikan menjadi suatu lisensi
bagi parapegawai guna melakukan tindakan pencurian
Sikap / Rasionalisasi
Sikap manajemen dalam pengendalian dan juga kode etik ataupun perilaku etis dapat
menyebabkan parapegawai dan juga manajer membenarkan pencurian aset perusahaan.
Kecurangan kerja dapat dideteksi melalui sejumlah metode yang berbeda. Survei
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) di tahun 2016 mengungkapkan bahwa
dengan hotline 47,3 persen kecurangan terdeteksi karena ada yang membocorkan (tip), 18,4
persen melalui audit internal, 12,1 persen melalui ulasan manajemen, 3,9 persen melalui
rekonsiliasi akun, 3,9 persen melalui kecelakaan, 3,1 persen hal lain, 2,7 persen melalui
pemeriksaan dokumen, 2,0 persen melalui pengawasan / monitoring, 2,0 persen melalui kontrol
IT, 1,8 persen melalui audit eksternal, 1,8 persen melalui pengesahan oleh penegakan hukum,
dan 0,9 persen melalui pengakuan. Sementara pendeteksian kecurangan tanpa hotline yaitu 28,2
persen kecurangan terdeteksi melalui tip, 13,4 persen melalui audit internal, 15,4 persen melalui
ulasan manajemen, 8,1 persen melalui rekonsiliasi akun, 7,8 persen melalui kecelakaan, 9,1
persen hal lain, 5,3 persen melalui pemeriksaan dokumen, 1,8 persen melalui pengawasan /
monitoring, 0,5 persen melalui kontrol IT, 6,1 persen melalui audit eksternal, 2,6 persen melalui
pengesahan oleh penegakan hukum, dan 1,8 persen melalui pengakuan
7
Selain itu, untuk mendeteksi kecurangan, maka perlu dipahaminya tipe-tipe dari gejala
kecurangan atau yang biasa disebut red flags. Red flags tidak menunjukkan indikasi adanya
kecurangan atau tidak namun hanya memberikan kemungkinan tanda peringatan dari
kecurangan. Tipe-tipe red flags yang umum dalam jurnal Thomas P. DiNapoli dikategorikan
sebagai red flags dari karyawan dan manajemen.
Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan Safril Hidayat (2017) menjelaskan bahwa
ada dua cara dalam mendeteksi kecurangan, yaitu Critical Point Auditing (CPA) dan Job
Sensitivity Analysis (JSA). CPA adalah teknik pendeteksian melalui pemeriksaan catatan
akuntansi untuk mengetahui suatu manipulasi maka investigasi secara rinci dan komprehensif
akan dilakukan. CPA dilakukan melalui: analisis kecenderungan, analisis rasio, kinerja, dan
analisis hubungan khusus. Analisis spesifik dilakukan pada aktivitas yang memiliki risiko fraud
tinggi seperti pembelian, verifikasi, penjualan, pemasaran, dan inventarisasi. Sedangkan Job
8
Sensitivity Analysis (JSA) didasarkan pada asumsi ketika seseorang / kelompok karyawan yang
bekerja dalam posisi tertentu cenderung melakukan kecurangan. Metode ini dapat dilakukan
dengan menyiapkan analisis masing-masing proses pemantauan dan follow up berkelanjutan.
Pengendalian Intern Aktif biasanya merupakan bentuk pengendalian intern yang paling
banyak diterapkan.Ia seperti pagar-pagar yang menghalangi pencuri masuk ke halaman rumah
orang. Pagar-pagar ini membatasi , menghalangi atau menutup akses si calon pelaku fraud.
Seperti pagar, bagaimanapun kokoh kelihatannya , tetap dapat ditembus oleh pelaku fraud yang
cerdik dan mempunyai ketegaran dalam melakukannya.
Sarana-sarana pengendalian intern aktif yang sering dipakai dan umumnya sudah dikenal
dalam system akuntansi, meliputi :
a) tanda tangan
b) tanda tangan kaunter ( ountersigning )
c) password dan PIN ( personnel identification numbers )
d) pemisahan tugas
e) pengendalian aset secara fisik
f) pengendalian persediaan secara ( realtime inventory control )
g) pagar, gembok dan semua penghalang fisik
h) pencocokan dokumen
i) formulir yang sudah dicetak nomornya ( pre-numbered accountable forms )
Menurut Arens et al (2014 : 36) Auditor internal adalah akuntan yang bertanggung
jawab pada manajemen perusahaan.Tinjauannya adalah audit terhadap setiap berbagai dari
prosedur prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitas
10
kegiatan. Pada akhir kegiatannya biasanya diajukan saran-saran rekomendasi manajemen untuk
meningkatkan kualitas operasi perusahaan. Sedangkan auditor eksternal adalah akuntan yang
bertanggung jawab atas pemeriksaan dan mengaudit laporan keuangan organisasi yang di
publikasikan dan memberikan opini dan informasi yang diauditnya itu.
Dalam beberapa hal, Auditor internal dan Auditor eksternal memiliki kesamaan.
Keduanya merupakan profesi yang memainkan peran penting dalam tata kelola organisasi serta
memiliki kepentingan bersama dalam hal efektivitas pengendalian internal keuangan. Keduanya
diharapkan memiliki pengetahuan yang luas tentang bisnis, industri, dan risiko strategis yang
dihadapi oleh organisasi yang mereka layani. Dari sisi profesionalitas, keduanya juga memiliki
kode etik dan standar profesional yang ditetapkan oleh institusi profesional masing-masing yang
harus dipatuhi, serta sikap mental objektif dan posisi independen dari kegiatan yang mereka
audit. Namun, selain berbagai kesamaan tersebut,audit internal dan audit eksternal adalah dua
fungsi yang memiliki banyak pula perbedaan.
Tabel 2.1. Perbedaan Auditor Internal dan Auditor Eksternal menurut Sawyer (2003 :7) dalam
Andayani,Wuryan.2008.Audit Internal edisi 1.
No Perbedaan
Auditor Internal Auditor Eksternal
1 Karyawan perusahaan yang independen Merupakan orang luar (bukan karyawan)
perusahaan dan independen
2 Melayani kebutuhan organisasi, meskipun Melayani pihak ketiga yang memerlukan
fungsinya harus dikelola oleh perusahaan informasi keuangan yang dapat diandalkan
3 Fokus pada kejadian-kejadian dimasa Fokus pada ketepatan dan kemudahan
depan dengan mengevaluasi control yang pemahaman dari kejadian-kejadian masa lalu
dirancang untuk menyankinkan yang dinyatakan dalam laporan keuangan
pencapaian tujuan organisasi
4 Langsung berkaitan dengan pencegahan Mendeteksi kecurangan secara umum, tetapi akan
kecurangan dalam segala bentuknya atau memberi perhatian lebih jika kecurangan tersebut
perluasan dalam setiap aktivitas yang material
ditelaah
5 Independen terhadap aktivitas yang Independen terhadap manajemen dan dewan
diaudit, tetapi siap sedia untuk direksi baik dalam kenyataan maupun secara
menanggapi kebutuhan dan keinginan dari mental
semua tingkatan manajemen
6 Menelaah aktivitas secara terus-menerus Menelaah catatan-catatan yang mendukung
laporan keuangan secara periodic, biasanya sekali
setahun
Tabel 2.2. Perbedaan Auditor Internal dan Auditor eksternal berdasarkan tanggung jawabnya
menurut Andayani, Wuryan (2008 : 17).
Perbedaan
Auditor Internal Auditor Eksternal
11
Pemberi Kerja Perusahaan dan unit-unit pemerintah Merupakan orang luar (bukan
karyawan) perusahaan dan independen
Organisasi nasional Konsorsium profesi auditor internal IAI Kompartemen Akuntan Publik
Gelar sertifikasi Qualified Internal Auditor ( Certified Bersertifikat Akuntan Publik ( Certified
Internal Auditor ) Public Accountant )
Lisesnsi untuk Tidak ada Ada
praktek
Tanggung jawab Kepada dewan komisaris Kepada pihak ketiga
utama
Ruang lingkup Semua aktivitas dalam organisasi Terutama laporan keuangan
2.7 Fungsi Auditor Internal dan Auditor Eksternal
2.8 Peran dan Tanggung Jawab Auditor Internal dan Auditor Eksternal
12
Berdasarkan 4 pilar utama dalam rangka memerangi kecurangan tersebut, peran penting
dari internal auditor dalam ikut membantu memerangi perbuatan kecurangan khususnya
mencakup :
- Preventing Fraud (mencegah kecurangan)
- Detecting Fraud (mendeteksi kecurangan)
- Investigating Fraud (melakukan investigasi kecurangan)
Sedangkan dalam buku Sukrisno Agoes (2004:233) peranan auditor internal dalam
investigasi kecurangan adalah auditor internal harus memperhatikan kemungkinan-kemungkinan
terjadinya kecurangan, kesalahan, manipulasi, inefesiensi, pemborosan, ketidak-efektifan dan
conflict of interest (konflik kepentingan). Mereka juga harus hati-hati terhadap kondisi dan
kegiatan yang memungkinkan terjadinya irregularities (ketidakberesan). Jika auditor internal
menemukan indikasi dan mencurigai terjadinya kecurangan di perusahaan, maka ia harus
memberitahukan hal tersebut kepada manajemen puncak. Jika indikasi tersebut cukup kuat,
manajemen akan menugaskan suatu tim untuk melakukan investigasi. Tim tersebut biasanya
terdiri dari internal auditor, lawyer, investigator, security dan spesialis dari luar atau dalam
perusahaan (misalkan ahli computer, ahli perbankan dan lain-lain). Hasil investigasi tim harus
dilaporkan secara tertulis kepada manajemen puncak yang mencakup fakta, temuan, kesimpulan,
saran dan tindakan perbaikan yang perlu dilaporkan.
Dalam Standar Internal Auditing (SIAS) No.3, tanggung jawab internal auditor dalam
mendeteksi kecurangan yang mencakup :
1. Internal auditor harus memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang memadai atas
kecurangan agar dapat mengidentifikasi kondisi yang menunjukkan tanda-tanda fraud
yang mungkin terjadi.
2. Internal auditor harus mempelajari dan menilai struktur pengendalian perusahaan untuk
mengidentifikasi timbulnya kesempatan terjadinya kecurangan, seperti kurangnya
perhatian dan efektivitas terhadap sistem pengendalian intern yang ada.
13
Berkaitan dengan pendeteksian kecurangan yang efektif, internal auditor harus mampu
melakukan, antara lain :
Mengkaji sistem pengendalian intern untuk menilai kekuatan dan kelemahannya,
Mengidentifikasi potensi kecurangan berdasarkan kelemahan yang ada pada sistem
pengendalian intern,
Mengidentifikasi hal-hal yang menimbulkan tanda tanya dan transaksi-transaksi diluar
kewajaran (non prosedural),
Membedakan faktor kelemahan dan kelalaian manusia dari kesalahan yang bersifat fraud,
Berhati-hati terhadap prosedur, praktik dan kebijakan manajemen,
Dapat menetapkan besarnya kerugian dan membuat laporan atas kerugian karena
kecurangan, untuk yujuan penuntutan pengadilan (litigasi), penyelesaian secara perdata,
dan penjatuhan sanksi internal (skorsing hingga pemutusan hubungan kerja),
Mampu melakukan penelusuran dan mengurai arus dokumen yang mendukung transaksi
kecurangan,
Mencari dokumen pendukung untuk transaksi yang dipertanyakan (dispute),
Mereview dokumen yang sifatnya aneh/mencurigakan,
Menguji jalannya implementasi motivasi dan etika organisasi di bidang pencegahan dan
pendeteksian kecurangan.
Tanggung jawab auditor dalam mendeteksi fraud tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam
SA seksi 316 pertimbangan atas kecurangan dalam audit laporan keuangan. Berdasarkan SA
Seksi 316 tersebut, auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laoran
keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus memperhatikan taksiran risiko ini dalam
mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Prosedur audit mungkin berubah apabila
terjadi fraud.
Selanjutnya dalam SA Seksi 317 Unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien,
dijelaskan bahwa apabila terjadi unsur tindakan pelanggaran hukum (termasuk fraud) maka
auditor akan mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran
14
dan dampak potensialnya terhadap laporan keuangan. Apabila dibutuhkan auditor dapat
berkonsultasi dengan penasehat hukum dan melakukan prosedur audit tambahan untuk
memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang sifat pelanggaran yang terjadi. Terungkapanya
fraud, yang berrdampak pada denda dan kerugian, harus diungkapakan dalam catatan atas
laporan keungan. Lebih jauh lagi, bila fraud yang terjadi sangat material dan bisa mempengaruhi
kewajaran laporan keuangan, maka auditor tidak dapat memberikan opini wajar tanpa
pengecualian.
Pada sektor public, yang menjadi auditor eksternal adalah Badan Pemerika keuangan
(BPK) berdasarkan UU No 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan Negara. Dalam UU ini diatur bahwa BPK melaksanakan pemeriksaaan atas
pengelolaan dan tanggung jawab keungan Negara. Pemeriksaan tersebut terdiri dari pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
15
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Sukrisno. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik Edisi
Ketiga Jilid II. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia: Jakarta.
American Institute of Certified Public Accountants. 2013. Consideration of Fraud in a Financial
Statement Audit. http://www.aicpa.org/Research/Standards/AuditAttest/Downloadable
Documents/AU-00316.pdf. Diakses Oktober 2017.
Andayani, Wuryan. 2008. Audit Internal Edisi 1. BPFE-Yogyakarta: Yogyakarta.
Arens, Alvin A, Randal J. Elder, and Mark S. Beasley. 2014. Auditing and Assurance Services:
An Integrated Approach. Courier/Kendallville: United States of America.
Association of Certified Fraud Examiners. 2016. Report to the Nations on Occupational Fraud
and Abuse. https://www.acfe.com/rttn2016/docs/2016-report-to-the-nations.pdf. Diakses
Oktober 2017.
Association of Certified Fraud Examiners. 2017. What is Fraud? http://www.acfe.com/fraud-
101.aspx. Diakses Oktober 2017.
DiNapoli, Thomas P. . Red Flags for Fraud. State of New York Office of the State
Comptroller.
Hidayat, Safril. 2017. Strong Leadership And Political Will In Fraud Avoidance. Asia Pasific
Fraud Journal Volume 2, No.1st Edition. 10.21532/apfj.001.17.02.01.08.
Jaffar, Nahariah. 2009. Fraud Detection: The Moderating Role of Fraud Risk Level. Journal of
Business and Public Affairs. ISSN 1934-7219.
The Institute of Internal Auditors. 2012. International Standards For The Professional Practice
of Internal Auditing (Standards). https://na.theiia.org/standards-guidance/Public%20
Documents/IPPF%202013%20English.pdf. Diakses Oktober 2017.
Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik & Audit Investigatif Edisi 2. Salemba
Empat: Jakarta.