Anda di halaman 1dari 58

TERM OF REFFERENCE

PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN


KEGIATAN PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG &
PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR LANGSUNG

DINAS KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT (139006)


TAHUN 2016

0
TERM OF REFFERENCE (TOR)
PENURUNAN IR DBD PER PROVINSI

KEMENTERIAN : Kementerian Kesehatan RI


UNIT ORGANISASI : Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat
PROGRAM : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
HASIL/OUT PUT : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular
serta meningkatnya kesehatan jiwa
KEGIATAN : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular
Vektor dan Zoonotik
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : Kabupaten/Kota yang melakukan pengendalian
vektor terpadu
JENIS KELUARAN : Penurunan IR DBD Provinsi

VOLUME KELUARAN : Kab/Kota dengan IR DBD <49 per 100.000


penduduk
SATUAN UKUR KELUARAN : Persentase
(OUTPUT)

1. LATAR BELAKANG
a. Dasar Hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang - Undang No 22 tahun 2003 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi,
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437)
Kepmenkes Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional.
Kepmenkes Nomor 375 tahun 2009 tentang RPJPK 2005-2025
Standar Pengawasan Program Bidang Kesehatan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue tahun 2003.

b. Gambaran Umum Singkat

1
Penyakit menular yang disebabkan oleh virus dari golongan A dan B yang bermasalah di
Indonesia adalah Demam berdarah Dengue (DBD), Chikungunya dan Japanese
Encephalitis (JE). Ketiga penyakit tersebut sama-sama ditularkan oleh gigitan vector
nyamuk tetapi mempunyai beberapa perbedaan antara lain jenis/species nyamuk
penularnya, pola penyebaran, gejala penyakit, tatalaksana pengobatan maupun upaya
pencegahannya.

Arbovirosis adalah kependekan dari Arthropode-Borne Virus merupakan golongan


penyakit infeksi virus yang ditularkan oleh arthropode (nyamuk). Adapun penyakit-
penyakit yang tergolong Arbovirosis yang telah dilaporkan keberadaannya dan sering
menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di Indonesia antara lain Demam Berdarah
Dengue (DBD), JE dan Chikungunya.

Demam Berdarah Dengue (DBD),JE dan Cikungunya masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Negara-negara tropis dan sub tropis terutama di asia tenggara termasuk
Indonesia. Sejak pertama kali kasus DBD dilaporkan di Jakarta dan Surabaya, sedangkan
di Kalimantan Barat tahun 1977, angka kematian dan penyebaran penyakit DBD
semakin meluas. Namun angka kematian akibat DBD menunjukan penurunan.

Peningkatan Kasus DBD/Kejadian Luar Biasa di Kalimantan Barat terjadi tahun 2002
dengan 1920 kasus dan 30 kematian tersebar bdi 9 kab/kota, tahun 2006 dengan 2674
kasus dan 35 kematian tersebar di 9 Kab/Kota sedangkan tahun 2009 sebanyak 9818
kasus dan 173 kematian tersebar di 10 kab/Kota. Pada lima tahun terakhir (2007-2011)
jumlah rata-rata kasus DBD sebanyak 2502 kasus dengan rata-rata kematian 47 kematian.

Situasi Kasus DBD tahun 2014 sampai dengan akhir Desember 2014 tercatat 5049 kasus
(IR= 111/ 100.000 penduduk) dengan kematian 68 kasus (CFR=1,35 %) sedangkan
situasi pada tahun 2015 sampai dengan triwulan I sebanyak 672 kasus (IR= 14,77/
100.000 penduduk) dengan 9 kematian (CFR = 1,34) walau terjadi penurunan kasus
namun kita harus tetap meningkatkan kewaspadaaan terhadap kemungkinan terjadinya
peningkatan kasus yang dipredeksi menjelang akhir tahun 2015. Sedangkan Cikungunya
mulai dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 534 kasus, tahun 2010 sebanyak 1083 kasus
tanpa kematian dan tahun 2011 dan tahun 2012 tidak dilaporkan atau laporan walaupun di
wilayah perbatasan dengan Malaysia (puring Kencana dan Lubuk Hantu) adanya kasus
Chikungunya. Kasus Cikungunya yang dilaporkan terjadi di Sadaniang Kabupaten
Pontianak, Ngabang, Bengkayang, Noyan. Walau tampak terjadi penurunan jumlah kasus
dilaporkan namun KLB masih mungkin terjadi di beberapa wilayah, oleh karena itu
kewaspadaan dan upaya pencegahan dan pengendalian perlu ditingkatkan.

2
Berkenaan dengan hal tersebut, maka Dinas Kesehatan mengadakan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut:

1) Peningkatan pengawasan, pembinaan & kewaspadaan dini dalam pengendalian


DBD & Penyakit Arbovirosis Lainya.

Pertemuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian & Kewaspadaan


pengendalian penyakit Arbovirosis, dengan cara membentuk kembali Pokjanal yang
lama, karena masih ada beberapa stake holder penting yang belum termasuk dalam
kepengurusan Pokjanal.

2) Peningkatan Kemitraan dalam pengendalian DBD & Penyakit Arbovirosis


lainya.

Kegiatan dilakukan dalam bentuk pertemuan Monitoring Kewaspadaan Dini, hal ini
dilakukan terkait adanya situasi kejadian luar biasa, sehingga di perlukan monitoring
terkait kewaspadaan dini terhadap kejadian luar biasa dari kasus- kasus Arbovirosis.

3) Pengumpulan data dari kabupaten/ kota.

Pengumpulan data dari kabupaten/ kota dilakukan untuk meningkatkan cakupan


surveilans kasus sehingga dapat memperoleh data konfirmasi yang baik dari
kabupaten/ kota. Dengan adanya data data tersebut dapat menjadi identifikasi dan
analisa data yang baik terhadap antisipasi terjadinya dan penyebab KLB.

4) Evaluasi kinerja jumantik.

Evaluasi kinerja jumantik dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kinerja kader
jumantik dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD dengan
haluaran meningkatnya Angka Bebas Jentik (ABJ) setiap kabupaten/ kota.

5) Bimtek dan monev.

Bimtek dan monev dilakukan untuk peningkatan pengawasan dan pembinaan serta
evaluasi terhadap kabupaten/ kota dalam pengendalian penyakit DBD dan penyakit
arbovirosis lainnya.

Untuk itu berharap komitmen pemerintah di Provinsi Kalimantan Barat baik stack
holder, pengelola program, petugas surveilans meningkatkan peran dan kemampuan
dalam upaya pengendalian DBD, JE dan Chikungunya.

3
2. PENERIMA MANFAAT

Stake holder terkait, pengelola program, tenaga kesehatan serta kader jumantik di
lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se Provinsi Kalimantan Barat.

3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN


a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat,
khususnya Seksi Penanggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan dari bulan April s/d Desember 2016, dengan matrik
sebagai berikut :
KEGIATAN
MAR

NOV
OKT
AGS
APR

DES
JAN

PEB

MEI

JUN

JUL

SEP
No

1 Peningkatan
Pengawasan, &
kewaspadaan dini
X
dalam Pengendalian
DBD & Penyakit
Arbovirosis Lainya.
2 Peningkatan
Kemitraan dalam
pengendalian DBD X
& Penyakit
Arbovirosis lainya.
3 Pengumpulan data
dari kabupaten/ kota X X X X X X X X

4 Evaluasi kinerja
jumantik X

5 Bimtek dan monev


X X X X X X X X

4. KURUN WAKTU
Kegiatan ini dilaksanakan secara terus menerus pada tahun 2016

5. BIAYA

4
Perkiraan total biaya untuk kegiatan Monitoring & Evaluasi Arbovirosis sebesar Rp.
225.000.000,00 (Dua Ratus Dua Puluh Lima Juta Rupiah), yang terdiri dari:
a. Pertemuan/ Pembentukan Pokjanal DBD tingkat provinsi = Rp 15.965.000,-

b. Monitoring/ kewaspadaan dini KLB arbovirosis = Rp 67.730.000,-

c. Evaluasi kinerja jumantik = Rp 91.305.000,-

Total = Rp. 175.000.000,-

Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam Rencana Kerja RKA-KL
(Terlampir).

Kepala Dinas Kesehatan


Provinsi Kalimantan Barat,

Dr. ANDY JAP, M. Kes


NIP.19620828.198801.1.004

TERM OF REFFERENCE (TOR)

5
KAB/KOTA DENGAN CAKUPAN PENATALAKSANAAN KASUS MALARIA
SESUAI STANDAR

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/II : DITJEN PP & PL/ DINAS KESEHATAN PROVINSI
KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER
BINATANG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : JUMLAH KAB/KOTA DENGAN API <1/1000
PADA TAHUN 2019

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : KAB/KOTA DENGAN CAKUPAN


PENATALAKSANAAN KASUS MALARIA
SESUAI STANDAR
VOLUME : 7 KAB/ KOTA
SATUAN UKUR : KAB/KOTA

1. LATAR BELAKANG
a. Dasar Hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang - Undang No 22 tahun 2003 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi,
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437)
Kepmenkes Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional.
Kepmenkes Nomor 375 tahun 2009 tentang RPJPK 2005-2025

6
b. Gambaran Umum Singkat
Di Kalimantan Barat malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama. Penyakit malaria mempunyai pengaruh yang
sangat besar pada angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita dan ibu hamil serta
dapat menyebabkan penurunan produktifitas kerja.
Angka kesakitan malaria klinis yang dilaporkan pada tahun 2014 sebesar 90.421 kasus.
Angka kesakitan malaria berdasarkan API (Annual Paracite Incident) di Kalimantan
Barat pada tahun 2014 turun menjadi 1,01 0/00 dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,87 0/00.
Upaya pengendalian malaria masih harus ditingkatkan, karena seluruh Kabupaten/Kota
yang ada di Kalimantan Barat merupakan Kabupaten/Kota endemis malaria.
Untuk mencapai program pengendalian malaria dilakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Monitoring & Evaluasi P2 Malaria
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi Pelaksanaan kegiatan Pengendalian Malaria
di Kabupaten dalam rangka Penguatan Sistem Surveilans Malaria Melalui Sistem Pelaporan
yang di Kembangkan oleh Kementerian Kesehatan yaitu ESISMAL.
b. Peningkatan / Penguatan Tatalaksana Malaria
Kegiatan ini berupa pelatihan / Rivieu Pengetahuan & Ketrampilan dalam Tatalaksana
Malaria bagi Petugas Kesehatan Khususnya Dokter, Perawat, Bidan yang ada di Rumah
Sakit Maupun Puskesmas, dengan demikian Tatalaksana Malaria yang diberikan kepada
Masyarakat sudah sesuai dengan standar yang di tetapkan.
c. Peningkatan / Penguatan Diagnosis/ Laboratorium Malaria
Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan Rivieu Pengetahuan & Ketrampilan dalam
Penentuan Diagosis Malaria, khususnya dalam melakukan Pemeriksaan sedian darah.
Pelatihan ini di tujukan bagi Petugas Kesehatan Khususnya tenaga Analis yang ada di
Rumah Sakit Maupun Puskesmas, dengan demikian Ketepatan dalam Penentuan Diagnosis
sudah sesuai dengan standar yang di tetapkan.
1. PENERIMA MANFAAT
Petugas Kesehatan ( Dokter, Perawat, Bidan & Analis Kesehatan) serta Pengelola Program
Kabupaten / Kota yang masih endemis Malaria
2. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat,
khususnya Seksi Penanggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada dari bulan Maret s/d Desember 2016, dengan
matrik sebagai berikut :
No KEGIATAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

7
1 Penguatan Sistem X X X X X X X X
Surveilan Malaria
2 Peningkatan/Penguat X
an Tatalaksana
Malaria
3 Peningkatan/Penguat X
an Diagnosis
Laboratorium

3. KURUN WAKTU
Kegiatan ini laksanakan secara terus menerus pada tahun 2016
4. BIAYAAN
Total Dana yang diperlukan untuk Kegiatan Penguatan Program Esismal dan Surveilanve
adalah sebesar Rp 549.297,00 ( Lima Ratus Empat Sembilan juta Dua Sembilan puluh
tujuh Rupiah) dengan Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam
Rencana Kerja RKA-KL (Terlampir).

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar

Dr. ANDY JAP, M.Kes


NIP. 19620828 198801 1 004

TERM OF REFFERENCE (TOR)


KABUPATEN/KOTA ENDEMIS MALARIA DENGAN CAKUPAN PENDISTRIBUSIAN
KELAMBU

8
KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI
UNIT ESELON I/II : DITJEN PP & PL/ DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER
BINATANG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : JUMLAH KAB/KOTA DENGAN API <1/1000
PADA TAHUN 2019

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : KAB/KOTA ENDEMIS MALARIA DGN


CAKUPAN PENDISTRIBUSIAN KELAMBU
VOLUME : 7 KAB/ KOTA
SATUAN UKUR : KAB/KOTA

1. LATAR BELAKANG
a. Dasar Hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang - Undang No 22 tahun 2003 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi,
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437)
Kepmenkes Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional.
Kepmenkes Nomor 375 tahun 2009 tentang RPJPK 2005-2025

A. Gambaran Umum Singkat


Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
utama. Penyakit malaria mempunyai pengaruh yang sangat besar pada angka kesakitan

9
dan kematian bayi, anak balita dan ibu hamil serta dapat menyebabkan penurunan
produktifitas kerja.
Angka kesakitan malaria klinis yang dilaporkan pada tahun 2012 sebesar 90.421 kasus.
Angka kesakitan malaria berdasarkan API (Annual Paracite Incident) di Kalimantan
Barat pada tahun 2012 turun menjadi 1,01 0/00 dibandingkan tahun 2011 sebesar 3,87 0/00.
Upaya pengendalian malaria masih harus ditingkatkan baik dengan pemberian Obat
maupun Distribusi Kelambu sesuai Tatalaksana Malaria. Hal ini dikarena seluruh
Kabupaten/Kota yang ada di Kalimantan Barat merupakan Kabupaten/Kota endemis
malaria.
Untuk mendukung Cakupan Pendistribusian Kelambu di Kabupaten Endemis, dilakukan
upaya upaya kegiatan sebagai berikut:
a. Penemuan & Penatalaksanaan Malaria secara Aktif melalui Pemeriksaan sediaan
darah masal Malaria.
Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk Survei Pemeriksaan sediaan darah kepada
Masyarakat di daerah Endemis Malaria, dengan jumlah sampel 500 sampel
perkabupatennya. Hasil Survei ini akan menunjukan dan sebagai evaluasi efektifitas
Kelambu dalam mengendalikan Kasus malaria.
3. PENERIMA MANFAAT
Masyarakat, Petugas Puskesmas & Pengelola Program di wilayah Kalimantan Barat,
terutama di Kabupaten / Kota yang masih endemis Malaria
4. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a.Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada dari bulan Maret s/d Desember 2016, dengan
matrik sebagai berikut :
No KEGIATAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
1 Penemuan & X
Penatalaksanaan
Malaria secara aktif
melalui sedian darah
5. KURUN WAKTU
Kegiatan ini laksanakan secara terus menerus pada tahun 2016
6. BIAYA
Total Dana yang diperlukan untuk Kegiatan Penemuan & Penatalaksanaan Malaria secara
aktif melalui sedian darah berjumlah Rp. 182.035.000 ( Seratus Delapan Puluh Dua Juta
Tiga Puluh Lima Ribu Rupiah) selanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam
Rencana Kerja RKA-KL (Terlampir).

10
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar

Dr. ANDY JAP, M.Kes


NIP. 19620828 198801 1 004

TERM OF REFFERENCE (TOR)


KAB/KOTA ENDEMIS RABIES YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN RABIES
SESUAI STANDAR
KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI
UNIT ESELON I/II : DITJEN PP & PL/ DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER
BINATANG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN :

11
JENIS KELUARAN (OUTPUT) : KAB/KOTA ENDEMIS RABIES YANG
MELAKUKAN PENGENDALIAN RABIES
SESUAI STANDAR

VOLUME : 1 KABUPATEN/ KOTA


SATUAN UKUR : KABUPATEN / KOTA

1. LATAR BELAKANG
a. Dasar Hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang - Undang No 22 tahun 2003 tentang Kewenangan Pemerintah Daerah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonomi,
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437)
Kepmenkes Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional.
Kepmenkes Nomor 375 tahun 2009 tentang RPJPK 2005-2025
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1371/MENKES/SK/IX/2005 Tanggal 19
September 2005 tentang Pedoman Penanggulangan Penyakit Flu Burung (Avian
Influensa) pada manusia
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 741/Menkes/PER/VII/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
Keputusan bersama Dirjen P2M &PL, Dirjen Peternakan dan PUOD No. KS.00-
1.1554, No.99/TN.560/KPTS/DJP/Deptan/1999, Nomor. 443.2-270 tentang
pelaksanaan Kegiatan Pembebasan dan Mempertahankan Daerah Bebas Rabies di
Wilayah Republik Indonesia.
b. Gambaran Umum Singkat
Rabies adalah penyakit infeksi sistem syaraf pusat akut padamanusia
danhewanberdarah panas yang disebabkan oleh virus rabies.Rabies merupakan penyakit
zoonosa penting (penyakit yang ditularkan ke manusia melalui hewan), karena hingga

12
kini belum ditemukan obatnya, jika gejala penyakit telah ditemukan, maka rabies akan
selalu menyebabkan kematian.
Rabies telah menyebar luas secara global, dengan hanya beberapa negara
(umumnya kepulauan dan semenanjung) bebas rabies. Rabies berkembang cepat di
negara-negara berkembang di America Selatan dan Tengah, Afrika dan Asia, dimana
terdapat angka kematian tinggi. Lebihdari 90 % kasuskematian rabies
padamanusiadisebabkanolehanjing: banyakkematianterjadi di Asia danAfrika. Setiap
tahun, lbih dari 15 milyar orang diseluruh dunia mendapatkan vaksin pencegahan pasca
gigitan saat ini diperkirakan 327.000 kematian rabies setiap tahunnya.
Di Indonesia, rabies selalu menyebar ke daerah bebas rabies secara histori, seperti
Provinsi Bali yang telah terinfeksi akhir tahun 2008, Provinsi Riau tertular tahun 2009
dan Pulau Nias juga tertular awal tahun 2010, sejauh ini 25 provinsi telah tertular dan
hanya 9 provinsi masih bebas rabies. Daerah-daerah yang bebas rabies adalah
Kepulauan Riau, Pulau Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat.
Selama 2011 2014, di Indonesia telah dilaporkan lebih dari 310.610 kasus
Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR), yang mendapatkan Vaksin Anti Rabies (VAR)
sejumlah 258.764 kasus (83,3%) dengan kematian karena Rabies (lyssa) sebanyak 537
kasus. Namun selama periode 2013 2014 terjadi peningkatan kasus GHPR dari 69136
menjadi 72714 kasus kemudian kematian akibat rabies menurun dari 119 menjadi 97
kematian.
Di Provinsi Kalimantan Barat, sejak Tahun 2006 Mei 2014 tidak pernah
dilaporkan adanya kasus GHPR dan kasus lyssa sehingga Kementerian Pertanian
menerbitkan SK Pembebasan Rabies di Provinsi KalimantanBarat. Namun bulan
Oktober 2014 dilaporkan adanya kematian karena Rabies di Kabupaten Ketapang. Oleh
karena itu status bebas Rabiesnya dicabut menjadi status Kejadian Luar Biasa Rabies.
Ternyata sejak bulan Juni Desember 2014 telah 188 kasus GHPR dengan kematian
karena Rabies sebanyak 14 kasus. Sedangkan untuk Tahun 2015 sampai Juni 2015
dilaporkan 450 kasus GHPR dengan 4 kasus kematian. Kasus ini terjadi karena
terbukanya akses jalan yang selama ini berupa hutan dan sungai menjadi perkebunan
sawit sehingga lalu lintas hewan ke Kabupaten di Kalimantan Tengah yang merupakan
daerah tertular rabies menjadi lebih cepat dan tidak terkontrol.
Untuk mengendalikan Penularan kasus Rabies dari Hewan Kemanusia dan
menghindari terjadinya KLB Rabies, maka dilakukan upaya Advokasi Tingkat
Kabupaten Dalam Pengendalian Rabies. Kegiatan ini dimaksudkan untuk
mendapatkan dukungan dan Komitmen dari berbagai sektor dan stekholder terkait dalam
Pengendalian Kasus Rabies dan menghindari terjadinya KLB Rabies di Kabupaten
Endemis/ Rawan Rabies.

13
2. PENERIMA MANFAAT
Stekholder , Petugas Puskesmas & Pejabat structural dilingkungan Dinkes Kab/Kota dan
Sektor Terkait ( Dinas Peternakan) wilayah Kalimantan Barat.
3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat,
Khususnya di Seksi Pengendalian Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada dari bulan Maret s/d Desember 2016,
dengan matrik sebagai berikut :
N KEGIATAN JAN PE MAR AP MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
o B R
2 Persiapan Pertemuan
x
Advokasi
Pengendalian Rabies
3 Advokasi
x
Pengendalian
Penyakit Rabies
3 Penyusunan Laporan
x
4. BIAYA
Perkiraan total biaya untuk kegiatan Pertemuan Advokasi di Tingkat Kabupaten dalam
Pengendalian Rabies berjumlah Rp. 75.000.000 ( Tujuh Puluh Lima Juta Rupiah )
Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam Rencana Kerja RKA-KL
(Terlampir).

Pengelola Program

Andi Misra Lena, SKM

14
TERM OF REFFERENCE (TOR)
ADVOKASI/SOSIALISASI/KOORDINASI POMP FILARIASIS PADA KAB/KOTA
ENDEMIS

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/II : DITJEN PP & PL/ DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER
BINATANG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : KAB/KOTA ENDEMIS MELAKUKAN
PEMBERIAN OBAT MASSAL PENCEGAHAN
POMP FILARIASIS MENUJU ELIMINASI
FILARIASIS

15
JENIS KELUARAN (OUTPUT) : ADVOKASI /SOSIALISASI /KOORDINASI
POMP FILARIASIS PADA KAB/KOTA ENDEMIS
VOLUME : 7 KAB/KOTA
SATUAN UKUR : KAB/KOTA

1. LATAR BELAKANG
a. Dasar Hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273;
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun
2009 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3447);
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003, tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.

b. Gambaran Umum
Penyakit Kaki Gajah (Filariasis) adalah penyakit menular menahun yang
disebabkan oleh infeksi cacing filaria.yang ditularkan oleh berbagai spesies nyamuk.
Tempat bersarang pada tubuh manusia dikelenjar getah bening (kelenjar limfe)
menyebabkan iritasi, peradangan, dan kerusakan pada kelenjar, akibatnya terjadi oedema
yang pada stadium lanjut menyebabkan pembengkakan diberbagai alat tubuh, sehingga
terjadi deformitas dan menimbulkan gejala akut.

Secara klinis, penyakit ini menunjukan gejala akut dan kronis. Gejala akut berupa
peradangan kelenjar dan saluran getah bening (adenolimfangitis) terutama di daerah
pangkal paha dan ketiak, tetapi dapat pula didaerah anggota badan lainnya. Peradangan
ini disertai demam yang timbul berulang kali, dapat berlanjut menjadi abses yang dapat
pecah dan meninggalkan parut. Kemudian dapat terjadi limfedema dan hidrokel dan

16
dapat berlanjut menjadi stadium kronis yang berupa elefantiasis yang menetap yang sukar
disembuhkan dan menyebabkan cacat permanent.
Propinsi Kalimantan Barat terdiri dari 12 Kabupaten dan 2 Kota. Jumlah
kecamatan di Propinsi Kalimantan Barat 141 kecamatan, 235 Puskesmas dan 1.434
desa / kelurahan dengan jumlah penduduk 4.391.679 jiwa, dengan laju pertumbuhan
penduduk 2,65% pertahun dan kepadatan penduduk rata-rata 25 jiwa per Km2. serta
penyebaran penduduk yang tipis dan tidak merata, sebagian besar bermukim di sepanjang
pantai dan aliran sungai serta sebagian lagi di daerah pedalaman yang terdiri dari dataran
tinggi
Hampir seluruh wilayah Kalimantan Barat adalah daerah endemis Filariasis. Sejak tahun
2000 hingga tahun 2011 dilaporkan kasus kronis filariasis didesa yang sebelumnya belum
pernah dilaporkan adanya kasus tersebut. Dari beberapa Survei dasar pada kabupaten
endemis dengan pemeriksaan darah jari pada malam hari di temukan MF ratea atau mikro
filaria ratenya > 1%.
Sesuai dengan kesepakatan Global Filariasisis yang dicanangkan oleh Menteri
kesehatan sejak tahun 2002, Propinsi kalimantan Barat sudah mulai melakukan kegiatan
elkaga sejak tahun 2003. Namun pengobatan massal yang dilakukan di 8 Kabupaten /
kota masih bersifat Partial Implemented, yaitu berbasis kecamatan, dan belum mengacu
kepada ketentuan WHO, bahwa satuan Lokasi atau wilayah pengobatan adalah
Kabupaten.
Hingga saat ini di propinsi kalimantan barat Kabupaten yang sudah dinyatakan Endemis
Filariasis berjumlah 8 Kabupaten / kota yaitu:
1. Kab Sambas , mulai pengobatan massal tahun 2004
2. Kab Sintang, mulai pengobatan massal tahun 2005
3. Kab Ketapang , mulai pengobatan masssal tahun 2005
4. Kab Kapuas Hulu, mulai pengobatan massal tahun 2006
5. Kab melawi, mulai pengobatan massal tahun 2006
6. Kab Sekadau , mulai pengobatan masssal tahun 2006
7. Kabupaten Sanggau, mulai pengobatan tahun 2009
8. Kabupaten Kubu Raya, Mulai Pengobatan tahun 2011
Sejalan dengan kegiatan pengobatan masal tersebut, untuk mendapatkan dukungan dari
Stekholder terkait pengobatan masal filariasis dan keberhasilan Pemberian Obat Massal
Pencegahan (POMP) Filariasis menuju Eliminasi Filaria tahun 2020 maka Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat membutuhkan anggaran tersebut untuk melakukan
advokasi/sosialisasi di tingkat Kab/kota. Kegiatan advokasi dan sosialisasi ini ditujukan
pada 7 Kab/kota endemis . untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan kegiatan :

17
1. Kampanye POMP Filariasis
Kegiatan ini bertujuan untuk menginformasikan kepada Masyarakat di wilayah
Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang menjadi sasaran dari Pelaksanaan POMP
Filariasis ini. Kampanye berupa Penyebar luasan Informasi Kegiatan Pengobatan
Massal Pencegahan filariasis melalui berbagai media, baik TV Lokal, Radio Spot,
Surat kabar, Pemasangan Spanduk, Standing Banner yang diletakan pada lokasi
strategis dan mudah dilihat oleh masyarakat seperti di Puskesmas, Kantor Lurah/
Camat, Posyandu serta tempat umum lainya.
2. Pertemuan Advokasi/ sosialisasi/ koordinasi Tingkat Kabupaten
Kegiatan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari pertemuan tingkat Provinsi,
dengan harapan pada pertemuan disepakati dan di dukung oleh seluruh Tokoh
Masyarakat/ SKPD di suatu Kabupaten. Pada pertemuan ini juga dilakukan Penanda
Tanganan MOU terkait Komitmen Pemerintah Daerah dalam upaya Pengendalian
Kasus Filariasi di daerahnya.
3. Pertemuan Koordinasi & Sosialisasi POPM di Tingkat Kecamatan
Kegiatan ini dilakukan sebagai tindak lanjut dari pertemuan tingkat Kabupaten
dengan harapan pada pertemuan disepakati dan di dukung oleh seluruh Tokoh
Masyarakat/Camat, Muspika, Lurah. Pada pertemuan ini dibahas masalah Teknis
Pelaksanaan POPM dan Penanggung Jawab Kegiatan.
4. Pelatihan Kader TPE POPM Filariasis
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan Pemahaman kepada
Pengelola Kabupaten dan Petugas Puskesmas, serta Kader setempat. Sehingga
mereka lebih memahami tentang pencegahan dan pemutusan rantai penularan
Filariasis di daerahnya.
5. Pelaksanaan POMP tahun Pertama di 7 kabupaten.
Kegiatan pemberian obat massal pencegahan Filariasis ini di mulai dari pendataan
penduduk, dan menyebarkan obat ke Masyarakat oleh Kader dan di Upayakan
dilakukan secara serentak yang didukung oleh Perintah Daerah/Tokoh Masyarakat
setempat.
6. Evaluasi Pemberian obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis
Kegiatan ini dilakukan sebagai evaluasi terkait kegiatan pengobatan yang sudah
dilakukan dan menyusun strategi awal untuk pelaksanaan tahun berikutnya.
2. PENERIMA MANFAAT
Stekholder , Petugas Puskesmas & Pejabat structural, Tokoh Masyarakat dan
Masyarakat sendiri di Kabupaten yang endemis yaitu : Kab Ketapang, Kab Sekadau, Kab
Kapuas Hulu, Kab Bengkayang, Kab Sintang, Kab Kubu Raya dan Kab Sambas.
3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat,
khususnya pada seksi Pengendalian Penyakit Menular.

18
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Kegiatan akan dilaksanakan pada bulan April sampai November 2016.

No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des
1 Kampanye POMP X X X
Filariasis di 7 kab
2 Pertemuan Sosialisasi X X
di Tingkat Provinsi
3 Pertemuan di Tingkat X X
Kabupaten &
Kecamatan
4 Peningkatan Kapasitas X X
Petugas kabupaten
5 Pelatihan Kader X X
Pelaksana POMP
6 Pelaksanaan POMP X X X
tahun I di 7 Kab.
7 Monitoring & X X
Evaluasi Pasca
Kegiatan
8 Penyususnan Laporan X
Kegiatan

6. PEMBIAYAAN
Pelaksanaan Kegiatan advokasi/Sosialisasi/Koordinasi POMP Filariasis dilaksanakan di 7
(Tujuh) Kabupaten diperkirakan memerlukan biaya sebesar Rp.8.000.000.000,- (Delapan
Milyar Rupiah). Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam Rencana
Kerja RKA-KL (Terlampir).

Pengelola Program

Nurlia, S.Kep. Ns. M.Pd

19
TERM OF REFFERENCE (TOR)
KAB/KOTA YANGMELAKUKAN KEGIATAN SURVEILANS/PENGENDALIAN
VEKTOR

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/II : DITJEN PP & PL/ DINAS KESEHATAN PROVINSI
KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER
BINATANG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : PROSENTASE KAB/KOTA YANG MELAKUKAN
PENGENDALIAN VEKTOR TERPADU

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : KAB/KOTA YANG MELAKUKAN KEGIATAN


SURVEILANCE/PENGENDALIAN VEKTOR
VOLUME : 8 KAB/KOTA
SATUAN UKUR : KAB/KOTA

1. LATAR BELAKANG
a. Dasar hukum
ii. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular .
iii. Undang-undang no 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
iv. Undang-undang No 33 tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan antara Pusat dan
daerah.
v. Undang-undang no 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
vi. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 ttg RPJMN 2010-2014

20
vii. Instruksi Presiden No 1/2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan
Nasional th 2010 ( Evaluasi UnitKerja Presiden Pengendalian Pelaksanaan
Pembangunan)
viii. Kemenkes no 374/Menkes/SK/V/2009 ttg Sistem Kesehatan Nasional.
ix. Kemenkes No 375 tahun 2009 tentang RPJPK 2005-2025
x. Keputusan Menteri Keehatan No.HK.03.01/60/I/2010 tentang RENSTRA
Kementerian Kesehatan Tahun 2010 -2014
xi. Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2010 -2014, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional,Bapenas,tahun
2009.
A. Gambaran Umum
Beberapa penyakit ditularkan melalui vektor dan Binatang Pembawa Penyakit,
misalnya Malaria, Demam Berdarah, Japanese Encephalitis, serta Filariasis. Sampai
saat ini program pengendalian vector masih merupakan kegiatan yang penting
dilakukan diikuti dengan pengobatan. Mengingat pemberantasan vector telah
menunjukan keberhasilan walaupun di beberapa tempat masih menunjukan kenaikan
kasus bahkan kejadian luar biasa.

Pelaksanaan pemberantasan vector akan Rationale, Efectif, Efficien, Sustainable,


Acceptable dan Affordable (REESAA) dipengaruhi dari faktor vektornya
(perilaku,distribusi, musim penularan dll). Untuk itu diperlukan penelitian dalam
rangka menggali informasi vector di masing-masing daerah. Hal ini untuk mengatasi
Permasalahan dan membantu perencanaan kegiatan pengamatan vector. Tanpa
didukung oleh informasi tentang pemberantasan vector tidak akan REESAA dan akan
membuang-buang tenaga atau sumber daya lainnya.
Permasalahan di Provinsi Kalimantan Barat di masing-masing Kabupaten/Kota
tidak tersedianya informasi vector dalam upaya pengendalian vector, hal ini sumber
daya, prasarana dan anggaran untuk kegiatan tersebut tidak teralokasi. Untuk itu perlu
diupayakan Pelaksanaan survei vektor & binatang pembawa penyakit, di Kabu-
paten/kota yang endemis dengan Kegiatan yang dilakukan antara lain :
a. Survei Vektor Jentik Jentik DBD
Kegiatan dimaksudkan untuk mengetahui jenis vector yang ada disuatu daerah/
lokasi terutama vector & binatang yang menyebabkan terjadinya penyakit DBD.
b. Survei Vektor Malaria
Kegiatan dimaksudkan untuk mengetahui jenis vector yang ada disuatu daerah/
lokasi terutama vector & binatang yang menyebabkan terjadinya penyakit
Malaria.

21
c. Pemberdayaan & Assestmen
Petugas Surveilans
Pengendalian Vektor
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sekaligus memberikan bimbingan
terkait kemampuan petugas Surveilans (Puskesmas & Kabupaten) dalam
mengidentifikasi dan menganalisa kasus atau suatu kejadian.
Untuk memperoleh informasi data vektor Malaria dan DBD serta Kemampuan
petugas di Kabupaten/Kota dalam upaya pengendalian vektor yang sesuai dengan
REESAA, maka dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat membutuhkan kegiatan
Survei Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
2. PENERIMA MANFAAT
a. Kementerian Kesehatan dalam hal ini Direktorat P2PL khususnya pada pada
Direktorat Penyakit bersumber binatang yang untuk menentukan arah kebijakan
selanjutnya.
b. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat terutama di Bidang P2PL , karena akan
dapat mengetahui spesifikasi jenis vector di wilayah Kalimantan Barat, sehingga
dapat menentukan kebijakan terkait kegiatan yang mengarah kepada Pengendalian
Penyakit bersumber binatang, khususnya vector tertentu.
c. Dinas Kesehatan Kabupaten, dan Puskesmas sebagai lembaga yang terdepan dan
berhubungan langsung dengan masyarakat, sehingga akan dapat memberikan
informasi yang akurat kepada masyarakat terkait pola penyakit.
1. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola, dalam hal ini oleh Seksi Penanggulangan Penyakit
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai Oktober 2016,
dengan matrik sebagai berikut :
No KEGIATAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
1 Survei Vektor X X
Jentik Jentik
DBD
2 Survei Vektor X X
Malaria
3 Pemberdayaan X X X
& Assestmen
Petugas
Surveilans

22
Pengendalian
Vektor

5. PEMBIAYAAN
Perkiraan total biaya untuk kegiatan Pelaksanaan Survei Vektor dan Binatang Pembawa
Penyakit di 8 kabupaten/Kota Se Prov. Kal-Bar berjumlah Rp.150.000,00 (Seratus Lima
Puluh Juta Rupiah) Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam
Rencana Kerja RKA-KL (Terlampir).

Pengelola Program

Suhandi, SKM

23
TERM OF REFFERENCE (TOR)
PENINGKATAN PENEMUAN KASUS BARU KUSTA SECARA DINI

KEMENTERIAN : Kementerian Kesehatan RI


UNIT ORGANISASI : Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat
PROGRAM : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
HASIL/OUT PUT : Menurunnya penyakit menular dan tidak menular
serta meningkatnya kesehatan jiwa
KEGIATAN : Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Langsung
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta
tanpa cacat
JENIS KELUARAN : Jumlah propinsi/kab/kota yang melakukan
layanan pengawasan dan asistensi pengedalian
Kusta Frambusia
VOLUME KELUARAN : 14

SATUAN UKUR KELUARAN : Kab/Kota


(OUTPUT)

I.LATAR BELAKANG
a. Dasar hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273;
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun
2009 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447);
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003, tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;

24
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.
b. Gambaran Umum
Penyakit kusta merupakan salah satu diantara penyakit menular yang masih
menimbulkan masalah cukup kompleks baik dari segi medis, sosial maupun ekonomi.
Penyakit kusta menyebabkan cacat fisik yang memberi kontribusi yang besar
terhadap timbulnya stigma sosial di masyarakat maupun pada para petugas kesehatan
sendiri. Hal ini menyebabkan terlambatnya penemuan penderita oleh karena penderita
malu memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan. Banyak diantara mereka berobat ke
dukun dan akhirnya timbul cacat karena keterlambtan pengobatan.
Guna mencegah dan mengatasi hal ini maka diperlukan adanya penanganan /
penatalasanaan yang terpadu dalam hal pemberantasan, rehablitasi medis, rehablitasi
social dan permasyarakatan eks penderita kusta.
Di Kalimantan barat penderita kusta masih menyebar dan tidak merata di beberapa
kabupaten maupun kecamatan, beberapa diantara 14 kabupaten/ kota yang ada masih
merupakan kantong-kantong kusta yaitu kota Pontianak, Kabupaten Mempawah, KKU,
KKR, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Kapuas Hulu.
Data terakhir tahun 2013 Kalimantan Barat dengan prevalensi 0,4 per 10.000
penduduk, CDR :0,9 per 100.000 penduduk, Proporsi anak dibawah 15 tahun 26 % dan
Proporsi cacat tingkat 2: 9,7 %. RFT Rate (Angka Kesembuhan) untuk Kalimantan
Barat mengalami penurunan yakni tahun 2012 sebesar 43%turun menjadi 18 % pada
tahun 2012.
Trend empat tahunan Case Detection Rate di Kalimantan Barat menunjukkan
peningkatan pada tiga tahun terakhir yakni tahun 2010 CDR 0,2 per 100.000 penduduk
,tahun 2011 ,meningkat 1,2 per 100.000 penduduk , sementara tahun 2012 meningkat
Menjadi 1,55per 100.000 penduduk.Tetapi pada tahun 2013 mengalami penurunan yakni
0,9 % . dari penemuan jumlah kasus baru di 14 kab/ kota didapatkan 80 % kasus baru
yang ditemukan adalah kusta tipe MB yang mana hal ini menunjukkan bahwa tingkat
penularan di Kalimantan Barat masih tinggi, sehingga diperlukan perhatian dan langkah
- langkah penanggulangan yang lebih baik dalam penanggulangan penyakit Kusta di
Kalimantan Barat. Untuk itu Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat di tahun 2016
akan melaksanakan Kegiatan sebagai berikut :
a. Pertemuan Monitoring Evaluasi & Validasi Data Program P2 Kusta & Frambusia.
Yang termasuk dalam kegiatan ini antara lain Pertemuan Wasor dalam rangka Validasi
data, kegiatan On the Job Training terkait system Pelaporan, dan Konsultasi ke Subdit

25
Kusta . Pertemuan di maksudkan untuk mengevaluasi program pengendalian penyakit
Kusta & Frambusia di Kabupaten, memberikan Rivieu /Penyegaran Informasi /
Pengetahuan bagi pengelola Program / Wasor Kabupaten terkait Sistem Pelaporan
Program Kusta & Frambusia sekaligus Validasi data Kasus Kusta di wilayah Provinsi
Kalimantan Barat.
b. Penemuan Kasus Aktif dan Penatalaksanaan Kasus Kusta & Frambusia sesuai
Standar
Kegiatan ini meliputi Peningkatan Kapasitas Petugas dalam tatalaksana Kasus Kusta,
Survei Kontak serumah, dan Dukungan Logistik /Bahan KIE dalam rangka Sosialisasi
dan memberikan Informasi terkait Penyakit Kusta & Frambusia, dengan demikian
penyakit ini dapat ditemukan secara dini dan dilakukan Tatalaksana sebagaimana
mestinya.
2. PENERIMA MANFAAT
Masyarakat, Penderita Kusta beserta Keluarganya, Pengelola Program Kabupaten dan
Puskesmas dalam hal deteksi kasus kusta
3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola, dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan provinsi
Kalimanatan Barat, tepatnya pada seksi Penanggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
seluruh kegiatan dilaksanakan mulai bulan Maret s/d Desember 2016
No KEGIATAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
1 Pertemuan X X X X
Monitoring
Evaluasi &
Validasi Data
Program P2
Kusta &
Frambusia.
2 Penemuan X X X X X X X X
Kasus Aktif dan
Penatalaksanaan
Kasus Kusta &
Frambusia
sesuai Standar

4. BIAYA

26
Perkiraan total biaya untuk Peningkatan Penemuan Kasus baru Kusta secara Dini sebesar Rp.
523.376.000,00 ( Lima Ratus Dua Puluh Tiga Juta Tiga Ratus Tujuh Puluh Enam Ribu
Rupiah). Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam Rencana Kerja
RKA-KL (Terlampir).
Pengelola Program

Andi Misralena, SKM

TERM OF REFFERENCE (TOR)


LAYANAN HIV-AIDS OLEH PROVINSI

27
KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI
UNIT ESELON I/II : DITJEN PP & PL/ DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
LANGSUNG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : PRESENTASE ANGKA PENEMUAN BARU
KASUS HIV & PENGOBATAN SESUAI
STANDAR

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : LAYANAN HIV AIDS OLEH PROVINSI


VOLUME : 1 PROVINSI
SATUAN UKUR : PROVINSI

I. .LATAR BELAKANG
a. Dasar hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273;
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun
2009 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447);
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003, tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.

28
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem
Kesehatan Nasional.
b. Gambaran Umum
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala (sindrom)
akibat kerusakan fungsi kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV atau Human
Immunodeficiency Virus. Sindroma tersebut merupakan gambaran klinis yang terjadi
setelah HIV berhasil merusak sistem kekebalan tubuh.
Situasi penyebaran infeksi HIV / AIDS di Provinsi Kalimantan Barat saat ini sudah
sangat memprihatinkan, tercatat sampai Desember 2013 terdapat 4.252 kasus HIV, 2.163
kasus AIDS dan 522 penderitanya sudah meninggal dunia.
Dari sejumlah kasus HIV tersebut ada sebanyak 97 (2,3%) ibu hamil HIV positif
yang dirujuk dari berbagai Rumah Sakit mulai April 2005 sampai Desember 2013 (sejak
Global Fund masuk ke Kalbar. Sementara bayi HIV positif yang dilayani di beberapa
Klinik VCT yang berbasis di 7 Rumah Sakit Kalbar jumlahnya semakin meningkat. Jika
pada tahun 2005 ditemukan 2 balita maka pada tahun 2013 terdapat 87 balita dari ibu
HIV positif, dan Januari sampai Desember 2013 ditemukan 3 balita HIV positif (+).
Untuk mengendalikan meluasnya kasus dibutuhkan adanya sinergisme langkah-
langkah pencegahan dan pengendalian baik lintas program (instansi) maupun pada
tataran lintas sektoral yang memiliki semangat dan tanggungjawab yang sama untuk
memutus mata rantai penularan HIV/AIDS.
Dalam menselaraskan langkah langkah pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat selalu berkonsultasi dan
berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terutama dengan
Dirjen P2PL Sub Direktorat AIDS untuk mendapatkan bimbingan dalam menjalankan
kegiatan Program yang terkait. Sehingga untuk itu, maka pada tahun 2016 Dinas
Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat akan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Bimbingan Tekhnis/ Pengawasan/Asistensi Pengendalian HIV& IMS
Kegiatan ini bertujuan memberikan Bimbingan Tekhnis terkait Pelaksanaan Program
Pengendalian HIV & IMS di Kabupaten/Kota, yang meliputi penemuan kasus,
penatalaksanaan kasus, sistem pelaporan dan ketersediaan Logistik. Dengan
demikian Dari kegiatan ini dapat diketahui permasalahan dan disepakati rencana
tindak lanjut yang dapat dilaksanakan di tingkat Provinsi.
b. Penguatan Jejaring Kerja dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pengendalian HIV
Kegiatan ini dilakukan berupa Workshop Family Konseling dalam rangka Strategic
Use For ARV (SUFA) Melalui kegiatan ini diharapkan Keluarga Klien memahami

29
terkait Ciri Kasus HIV dan dapat berinisiatif untuk menyarankan Klien Melakukan
Pemeriksaan sekaligus Memulai pengobatan sebagaiman mestinya.
c. Peningkatan Kemampuan Petugas SDM Program Pengendalian HIV-AIDS
Kegiatan ini dilakukan berupa Workshop Konseling Testing HIV atas Insiatif Petugas
Kesehatan. Melalui kegiatan ini diharapkan Petugas Kesehatan memahami terkait
Ciri Kasus HIV dan dapat berinisiatif untuk menyarankan Klien Melakukan
Pemeriksaan sekaligus pengobatan sebagaiman mestinya.
1. PENERIMA MANFAAT
Pengelola Program Kabupaten, Petugas layanan HIV-AIDS pada Rumah Sakit/ Klinik
VCT di 7 Kab/ kota serta Keluarga Klien/ masyarakat umum.
2. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat,
Khususnya di Seksi Pengendalian Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober 2016, dengan
matrik sebagai berikut :
N KEGIATAN JAN PEB MA APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
O R
1 Bimbingan Tekhnis/ x x x x x x x
Pengawasan/Asistensi
Pengendalian HIV&
IMS
2 Penguatan Jejaring X
Kerja dan Partisipasi
Masyarakat Dalam
Pengendalian HIV
3 Peningkatan X
Kemampuan
Petugas SDM
Program
Pengendalian HIV-
AIDS

4. BIAYA
Perkiraan total biaya untuk kegiatan layanan HIV-AIDS oleh Kabupaten/Kota sebesar
208.000..000 ( Dua Ratus Delapan Juta Rupiah) Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut
disajikan tersendiri dalam Rencana Kerja RKA-KL (Terlampir).

Pengelola Program

30
Rudi anshari, M.Kes.

TERM OF REFFERENCE (TOR)


PROVINSI YANG MELAKUKAN MANAJEMEN PROGRAM TB SESUAI STANDAR

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/ II : DITJEN PP DAN PL KEMENKES RI /DINAS
KESEHATAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT

31
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
LANGSUNG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : CAKUPAN KAB/KOTA DENGAN ANGKA
KEBERHASILAN PENGOBATAN TB PARU BTA
POSITIF (SR) MINIMAL 85%

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : PROVINSI YANG MELAKUKAN


MANAJEMENPROGRAM TB SESUAI STANDAR

VOLUME : 1 PROVINSI
SATUAN UKUR : PROVINSI

1. LATAR BELAKANG
a. Dasar hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273;
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun
2009 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447);
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003, tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.
b. Gambaran Umum
Tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan penting di dunia dan di
Indonesia. TB juga merupakan salah satu indikator keberhasilan MDGs yang harus

32
dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunnya angka kesakitan dan kematian menjadi
setengahnya di tahun 2015.
Berdasarkan baseline data tahun 1990 dan pencapaian di tahun 2010, Indonesia telah
berhasil menurunkan insidens, prevalens, dan angka kematian. Insidens berhasil
diturunkan sebesar 45% yaitu 343 per 100.000 penduduk menjadi 189 per 100.000
penduduk, prevalens dapat diturunkan sebesar 35% yaitu 443 per 100.000 penduduk
menjadi 289 per 100.000 penduduk dan angka kematian diturunkan sebesar 71% yaitu 92
per 100.000 penduduk menjadi 27 per 100.000 penduduk.
Beberapa kegiatan yang menonjol dalam upaya Pengendalian TB di Indonesia pada tahun
2013 diantaranya adalah:
a. Public-Private Mix (PPM) layanan DOTS pada kelompok Dokter Praktek Swasta
(dokter spesialis dan umum)
b. Penguatan jejaring Layanan TB di Rumah Sakit
c. Pengembangan RS rujukan layanan TB MDR pada 5 RS
d. Implementasi elektronik TB manager pada 5 RS rujukan layanan TB MDR
e. Penguatan dan penerapan kebijakan satu pintu secara nasional pada manajemen
logistik OAT TB
f. Sertifikasi 5 laboratorium kultur dan DST (Drug Susceptibility Test) oleh WHO dan
IMVS (Institute of Medical & Veterinary Science) Adelide Australia (Laboratorium
Supra Nasional)
g. Kolaborasi dengan perkumpulan pasien dan penguatan peran pasien dalam
pengendalian TB
Walaupun telah banyak kemajuan yang dicapai dalam pengendalian TB di Indonesia,
tetapi tantangan masalah TB ke depan tidaklah semakin ringan. Tantangan tersebut di
antaranya meningkatnya koinfeksi TB HIV, kasus TB MDR, kelemahan manajemen dan
kesinambungan pembiayaan program pengendalian TB. Sementara itu, walaupun
jumlahnya sudah berhasil ditekan, tapi jumlah pasien TB dan kematiannya masih cukup
banyak. Untuk menghadapi tantangan tersebut, terdapat beberapa program terobosan
akan dilaksanakan pada tahun 2015, antara lain:
a. Diikutsertakannya pengetahuan dan pelaksanaan TB pada proses Akreditasi Rumah
Sakit, STR (Surat Tanda Register)/SIP (Surat Ijin Praktik) oleh IDI dan SIPA oleh
IAI (Ikatan Apoteker Indonesia)
b. Penggunaan Rapid Diagnostic Test dalam Pemeriksaan TB melalui implementasi
metode Line Probe Assay (LPA)/ HAIN test
c. Penggunaan 17 Gen Expert secara bertahap
d. Penetapan dan pelaksanaan Laboratorium Rujukan TB Nasional (National
Tuberculosis Referral Laboratory)
e. Kerjasama dengan asuransi kesehatan melalui penerapan standar pengobatan TB
dengan DOTS bagi seluruh pasien TB (bersama Jamsostek, Jamkesmas, dan
Jamkesda)

33
f. Pengajuan Prakualifikasi Obat TB ke WHO untuk 3 BUMN (Kimia Farma, Indo
Farma dan Phapros) bekerjasama dengan Ditjen Binfar, BPOM dan US Pharmacopia
g. Penyusunan Exit Strategy program pengendalian TB untuk mengurangi
ketergantungan terhadap dana donor
h. Pelaksanaan Survei Nasional Prevalens TB
i. Inisiasi penerapan tes tuberkulin untuk mendukung diagnosis TB pada anak
j. Inisiasi pengobatan profilaksis INH bagi ODHA.
Di Kalimantan Barat walaupun menunjukan peningkatan, namun masih jauh dari yang
diharapkan. Penderita Baru BTA Positif yang ditemukan pada tahun 2013 berjumlah
5.771 Orang, BTA positif 4629 kasus. dari estimasi Penderita TBC di Masyarakat sebesar
9232 Orang, angka ini menunjukan bahwa Kalimantan Barat yang berpenduduk
4.484.378 JIWA dengan angka Incidens 210 PER 100.000 PENDUDUK, maka indikator
cakupan di perkirakan 52 % dari 9417. Sedangkan untuk angka kesembuhanya sudah
mencapai 92%, dengan angka kematian sebesar 1%.
Seperti diketahui tujuan dari Program Penanggulangan Tuberculosis selain memutus mata
rantai Penularan, juga menurunkan angka insiden. Insiden rate dapat diturunkan jika
penemuan kasus diatas 70% dan angka kesembuhan minimal 85%. Berkenaan dengan hal
itu diperlukan upaya-upaya untuk mendukung dan meningkatkan angka cakupan menjadi
70 % dan salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan petugas Kesehatan terutama
dokter, perawat ,bidan dan tenaga analis, yang merupakan tenaga kesehatan yang
potensial untuk menemukan kasus di Pusat layanan Kesehatan baik Puskesmas maupun
Rumah Sakit.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat,
bermaksud mengatakan kegiatan- kegiatan antara lain :
a. Monitoring Tatalaksana Pengendalian TB di Kabupaten/ Kota
Kegiatan ini meliputi Pertemuan Penguatan Surveilan Pengendalian TB, dimaksudkan
untuk memberikan pengetahuan/pemahaman dalam hal Penemuan Kasus, Tatalaksana
TB, Tehnis Pencatatan dan Pelaporan Kasus yang di tujukan pada tenaga Kesehatan
( dokter, Perawata, Tenaga Analis) yang ada di Layanan baik Rumah Sakit, Klinik Up4,
dan Puskesmas )
b. Supervisi / Bimtek Ke Kabupaten
Pembinaan tehnis atau dalam hal ini petugas/pengelola program Provinsi melakukan
Bimbingan tehnis kepada Pengelola Program Kabupaten dan Puskesmas terkait
Pengendalian TB khususnya Pelaporan dan Penemuan Kasus Baru.
2. PENERIMA MANFAAT
Pengelola Program Kabupaten, Dokter, Perawat dan tenaga Mikroskopis di Puskesmas,
sebanyak 40 orang. diutamakan yang belum mendapatkan Pelatihan terkait Strategi
DOTS

34
3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola, dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat, tepatnya pada Seksi Penanggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada bulan April sd September 2016 dengan
matrik sebagai berikut :
No KEGIATAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
1 Monitoring X
Tatalaksana
Pengendalian
TB di
Kabupaten/
Kota
2 Supervisi / X X X X X X
Bimtek Ke
Kabupaten

e. PEMBIAYAAN
Perkiraan total biaya untuk Monitoring Tatalaksana Penegendalian TB di Kabupaten/Kota
sebesar Rp.179.660.000,00 (Seratus Tujuh Puluh Sembilan Juta Enam Ratus Enam Puluh
Ribu Rupiah) dengan lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam Rencana
Kerja RKA-KL (Terlampir).

Pengelola Program,

Herlantoro, SKM, M.Kes

35
TERM OF REFFERENCE (TOR)
KAB/KOTA YANG MELAKUKAN SKD KLB DIARE

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/ II : DIT JEN PP& ML /DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITAS LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
LANGSUNG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : PRESENTASE KAB/KOTA YANG MEMPUNYAI
LAYANAN REHIDRASI ORAL AKTIF

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : KAB/KOTA YANG MELAKUKAN SKD KLB


DIARE

36
VOLUME : 7 KAB/KOTA
SATUAN UKUR : KAB/KOTA

1. Latar Belakang
A). Dasar Hukum
1. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
4. Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014;
5. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/160/I/2010 tentang Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014;
6. Peraturan Menteri Keuangan nomor 37/PMK.02/2012 tentang Standar Biaya tahun
anggaran 2013

B). Gambaran Umum

Hingga saat ini penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan diare dari tahun ke
tahun dan masih seringnya terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare. Di dunia sebanyak 6
juta anak meninggal setiap tahun karena diare, sebagian kematian tersebut terjadi di negara
berkembang. Menurut WHO, di negara berkembang pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta
anak balita meninggal karena diare, 8 dari 10 kematian tersebut pada umur < 2 tahun. Rata-
rata anak usia < 3 tahun di negara berkembang mengalami episode diare 3 kali dalam
setahun.Hasil survei Subdit diare angka kesakitan diare semua umur tahun 2006 adalah
423/1000 penduduk, tahun 2010 adalah 411/1000 penduduk dan tahun 2012 adalah 214/1000
penduduk. Kematian diare pada balita 75,3 per 100.000 balita dan semua umur 23,2 per
100.000 penduduk semua umur. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007, diare merupakan
peyebab kematian nomor 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular
sedangkan diare merupakan penyebab kematian nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan
pada anak balita (25,2%).
Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB ( Kejadian Luar Biasa) seperti halnya
Kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Namun dengan
tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu kematian dapat ditekan seminimal mungkin.
Di Kalimantan Barat penyakit diare masih merupakan penyakit yang dominan di derita oleh
masyarakat , kematian akibat diare sering pada usia bayi dan balita dengan indikasi terlambat
mendapat pertolongan setelah bayi menderita dehidrasi dalam waktu yang lama.

37
Kejadian penyakit diare di Propinsi kalimantan barat tergantung dari musim peghujan dan
musim buah serta intrusi air laut pada sebagian daerah dimana mengakibatkan sumber air
baku masyarakat menjadi asin, juga terkait dengan perilaku dan kondisi lingkungan tempat
tinggal. Penanganan pertama penderita diare di tingkat rumah tangga sering terlambat dengan
pemberian cairan pada penderita sebanyak-banyaknya sering diabaikan. Sehingga perlu
adanya pembelajaran pencegahan dan pengobatan diare di dalam keluarga.
Tatalaksana penanganan kasus diare oleh petugas paramedis puskesmas masih belum
sesuai dengan standart MTBS . Pengobatan sering menggunakan antibiotika tanpa melihat
derajad dehidrasi penderita, hal ini seringkali menjadi pemicu terjadinya komplikasi pada
penderita. Pemberian Oralit dan sejenisnya belum menjadi pilihan utama dari keluarga
penderita, mengingat budaya suntik dan makan obat lebih disukai oleh masyarakat.
Hasil pemantauan tatalaksana penderita diare tahun 2014 di provinsi Kalimantan Barat
menunjukkan bahwa tatalaksana penderita diare sesuai standar masih rendah yaitu 18,79%,
pemberian antibiotika yang tidak rasional 72,52%, pemakaian anti diare 12% dan pemakaian
oralit 76,48%.Cakupan pelayanan tahun 2014 masih sangat rendah yatu sebesar 33,72%.
Berdasarkan situasi tersebut, maka Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
bermaksud melaksanakan kegiatan berupa:
a. On The Training Diare dalam Aktifitas LROA
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada
Pengelola Program dan Pengambil Kebijakan di lingkungan Dinas Kesehatan
Kabupaten , sekaligus mendapatkan dukungan untuk pelaksanaan Layanan Rehidrasi
Orak Aktif ( LROA) sehingga program ini dapat berjalan dengan baik dan lancar.
b. Dukungan Logistik Pedoman /Media KIE Pengendalian Kasus Diare
Kegiatan ini dalam rangka penguatan Program dengan menyiapkan Logistik berupa
Buku Pedoman Tatalaksana Diare, Leaflet Diare & LROA, Lembar Balik dan Poster
Diare & LROA.
c. Dukungan Logistik Untuk LROA
Kegiatan ini dalam rangka penguatan Program dengan menyiapkan Logistik berupa Alat
bahan atau Kit untuk Keperluan LROA
d. Peningkatan Kapasitas Petugas Kab/Kota untuk Aktivasi LROA & SKD KLBDiare
Peningkatan Kapasitas Petugas Puksesmas dalam Pelaksanaan Rehidrasi Oral, dimaksudkan
Petugas di Layanan mampu mewujudkan dan memberikan layanan pada bayi/ anak yang
mengalami diare, sehingga tidak jatuh dalam kondisi dehidrasi yang pada akhirnya angka
kematian akibat diare dapat di minimalkan.
2. PENERIMA MANFAAT

38
Pejabat Struktural dilingkungan Dians Kesehatan Kab/Kota, Pengelola Program Kabupaten,
Dokter, Perawat di Puskesmas, yang di dorong untuk melakukan layanan Rehedrasi Oral
Aktif.
3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola, oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat,
tepatnya Pada Seksi Penanggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada bulan Januari s/d Desember 2016, dengan matrik
sebagai berikut :

No Kegiatan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des
1 On JobThe Training X
Diare dalam Aktifitas
LROA
Dukungan Logistik
X
Pedoman /Media KIE
Pengenda
3 Dukungan Logistik X
Untuk LROA
4 Peningkatan Kapasitas X
Petugas Kab/Kota
untuk Aktivasi LROA
& SKD KLBD

1. Pembiayaan
Pelaksanaan akan dibebankan pada DIPA Satuan Kerja Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat. Perkiraan total biaya untuk kegiatan tersebut diatas sebesar Rp
500.920.000,00 (Lima Ratus Juta Sembilan ratus Dua Puluh Ribu Rupiah). Rincian lebih
lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam Rencana Kerja RKA-KL (Terlampir).

Pengelola Program

Agustina, S.Si

39
TERM OF REFFERENCE (TOR)
KAB/KOTA YANG MELAKUKAN SOSIALISASI DAN ATAU ADVOKASI TENTANG
HEPATITIS VIRUS

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/II : DIT JEN PP & ML /DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
LANGSUNG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : PRESENTASE KAB/KOTA YANG MELAKUKAN
KEGIATAN DETEKSI DINI HEPATITIS B PADA
BUMIL & KELOMPOK RESIKO

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : KAB/KOTA YANG MELAKUKAN SOSIALISASI


DAN ATAU ADVOKASI TENTANG HEPATITIS
VIRUS
VOLUME : 14 KAB/ KOTA
SATUAN UKUR : KABUPATEN/ KOTA

a. LATAR BELAKANG
a. Dasar Hukum

40
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984, tentang Wabah penyakit
menular
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi
dan Alat Kesehatan
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, tentang Rencana Pembangunan Jengka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/ MENKES/PER/IX/ 2010, tentang
Standar Pelayanan Kedokteran
Peraturan Menteri Kesehatan Ri Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010, tentang Jenis
Penyakit Menular tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/MENKES/ SK/ X/ 2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1116/ MENKES/ SK/ VIII/ 2003, tentang
Pedoman Penyelenggara Sistem Surveilan Epidemiologi Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1479/ MENKES/ SK/ X/ 2003, tentang
Penyelenggara Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
Menular
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 949/MENKES/SK/ VIII/ 2004 tentang
Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 2410/ MENKES/SK/ XII/2011 tentang
Komite Ahli Hepatitis Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/ MENKES/ SK/ I/ 2011 tentang Rencana
Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014
b. Gambaran Umum
Hepatitis virus (hepatitis A,B,C,D dan E) adalah penyebab infeksi akut dan atau
kronik yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia. Hepatitis A dan E, sering muncul sebagai kejadian luar biasa,
akut dan dapat sembuh, sedangkan hepatitis B dan C, dapat bersifat akut dan kronis,
apabila mejadi kronis maka dapat menyebabkan kerusakan hati lalu menjadi kanker
hati.
Berdasarkan riskesdas tahun 2007 diantara 10 orang penduduk di Indonesia
terdapat 1 penderita Hepatitis B, sedangkan estimasi besaran hepatitis C di Indonesia

41
sebesar 2,1 %. Sehingga estimasi penderita hepatitis B dan C saat ini di Indonesia
diperkirakan 28 juta, 50% (14.000.000 orang) diantaranya akan menjadi kronis dan
jumlah yang kronis tersebut 10% diantaranya akan mengalami kerusakan hati dan
akan menjadi kanker hati.
Menurut data hasil investigasi Seksi Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat yang dilaksanakan pada tanggal 16 Mei 2013 di
Kabupaten Sintang sebagai berikut :

KASUS HEPATITIS A PER GOLONGAN UMUR


DI KABUPATEN SINTANG TAHUN 2013

JENIS KELAMIN
GOLONGAN JUMLAH
NO LAKI-
UMUR PEREMPUAN KASUS
LAKI
1 <1 tahun 0 0 0
2 1-4 tahun 0 0 0
3 5-9 tahun 8 6 14
4 10 - 14 tahun 2 7 9
5 15 - 44 tahun 32 31 63
6 > 45 tahun 8 7 15
JUMLAH 50 51 101

Berdasarkan data hasil investigasi dan upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Provinsi Kalimantan Barat, sebagai berikut :
1. Kasus yang terbanyak di Desa Kapuas Kanan Hulu Kec. Sintang wil Puskesmas Sei
Durian 52 kasus, Desa Tanjung Puri Kec. Sintang 11 kasus, Desa Kapuas Kanan
Hilir Kec. Sintang 8 kasus selebihnya rata-rata 1 kasus tiap desa.
2. Hampir semua penderita mengkonsumsi air minum galon yang dibeli dari Depot Air
Minum Isi Ulang (DAMIU).

42
3. Masih ada beberapa Depot air Minum Isi Ulang (DAMIU) secara sanitasi tidak
memenuhi syarat yaitu adanya kandang hewan peliharaan ayam dan berdekatan juga
dengan kandang babi di sekitar DAMIU.
4. Hasil pemeriksaan sumber air baku tempat Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU)
yang diambil ada 3 titik pengambilan dengan hasil total E-coli yang pertama 0
mpn/100 ml, yang kedua 96 mpn/100 ml dan yang ketiga >1600 mpn/100 ml.
5. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap 24 sampel air dari Depot Air Minum Isi
Ulang di Sintang 23 diantaranya positip bakteri total E-Coli sebagai indikator
tercemar tinja manusia, dengan hasil total E coli berkisar antara 2,2 mpn/100 ml - >
240 mpn/100 ml, sedangkan menurut permenkes 907/Menkes/SK/VII/ 2002 tentang
Syarat-syarat pengawasan kualitas air minum standart yang diperkenankan harus 0
(tidak terdapat E coli), hal ini menunjukkan bahwa sistem pengolahan air pada Depot
Air Minum Isi Ulang yang dikonsumsi tidak memenuhi syarat kesehatan dari aspek
bakteriologis.
6. Dari hasil wawancara dengan staf Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang juga
diketahui bahwa ada diantara pengelola DAMIU yang nakal dengan mengambil air
baku untuk diolah berasal dari sumber yang tidak memenuhi syarat kesehatan seperti
dari sungai Kapuas sementara pada saat mengajukan rekomendasi air yang
digunakan sebagai bahan baku adalah air gunung yang berasal dari Kecamatan
Kelam Permai.
7. Hasil investigasi dengan menggunakan form wawancara hampir semua kasus
menunjukan gejala klinis pada bola mata dan telapak tangan berwarna kuning,
kencing/buang air kecil berwarna seperti teh diawali dengan demam, muntah-
muntah, kepala pusing.
8. Kasus yang tercatat dan menunjukan gejala Klinis 101 orang yang diambil sampel
darah 19 orang 17 orang Positif hepatitis A. Hasil pemeriksaan serologi dari 17 yang
positif 14 Immunoglobulin M (IgM) masih ada, hal ini menandakan belum lama
terinfeksi virus hepatitis (3 minggu lebih) dan bersifat carrier untuk menularkan ke
orang lain, dan yang positif 9 Immunoglobulin G (IgG) yang berarti telah terinfeksi
virus hepatitis sudah lama, dan 6 orang positif keduanya (IgM dan IgG).
Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka perlu upaya secara
kompreshensif, oleh karena itu Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, berupaya
melakukan pengendalian hepatitis virus dengan melakukan pendekatan secara
komprehensif melalui pendekatan secara lintas program dan lintas sector. Untuk itu
kegiatan yang akan dilakukan berupa :
a. Sosialisasi & Advokasi (Pemberdayaan Masyarakat untuk Aksi Peduli

43
Hepatitis/ seminar dalam rangka memperingati hari Hepatitis
Sosialisasi ini di perlukan untuk memberikan pemahaman kepada pemangku
kepentingan di lingkungan Dinas Kesehatan Kab/ kota dan sektor terkait tentang
penyakit hepatitis sehingga upaya untuk mencegah terjadinya penularan hepatis yang
di tujukan kepada anak sekolah sebagai upaya deteksi dini dan pencegahan
peningkatan kasus hepatitis di Kalimantan Barat.
b. Monev Pelaksanaan Deteksi Dini Hepatitis pada Kelompok Resiko
Kegiatan ini terkait Monitoring Pelaksanaan Deteksi Dini Hepatitis pada kelompok
Resiko yang dilaksanakan di Kabupaten/ Kota, berupa Pengambilan Sampel darah
pada kelompok Resiko.
c. Deteksi Dini Kolaborasi HIV & Hepatitis
Kegiatan ini dalam rangka pelaksanaan Survei pada Klien HIV , untuk mengetahui
jumlah kasus Hepatitis pada klien HIV.
d. Sosialisasi & Advokasi Hepatitis Virus
Kegiatan ini dimaksudkan memberikan Informasi kepada Pemangku kepentingan
dan mendapatkan dukungan dari Pembuat Komitmen sehingga dapat ditentukan
kebijakan selanjutnya.
e. peningkatan kapsitas petugas Konselor Hepatitis
Peningkatan Kapasitas Petugas Konselor Hepatitis, dilakukan sebagai upaya
menambah pengetahuan dan Pemahaman kepada petugas dalam pelaksanaan
program hepatitis Virus
1. PENERIMA MANFAAT
Pejabat Struktural dilingkungan Dians Kesehatan Provinsi, Dinas Kab/Kota,
Pengelola Program Kabupaten, Dokter dan Perawat di Rumah Sakit Kabupaten.
2. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola, oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat,
khususnya Seksi Penaggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada bulan Mei s/d Desember 2015, dengan
matrik sebagai berikut :
No KEGIATAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
1 seminar dalam rangka x
memperingati hari
Hepatitis
2 Monev Pelaksanaan
Deteksi Dini Hepatitis X
pada Kelompok Resiko

44
3 Deteksi DinKolaborasi X X
HIV & Hepatitis
4 Sosialisasi & Advokasi
Hepatitis Virus X
5 Peningkatan Kapasitas X
Petuhepatitis di gas
Pelaksana Pemantauan
Provinsi
3. BIAYA
Perkiraan total biaya untuk kegiatan Sosialisasi dan atau Advokasi tentang Hepatitis Virus
berjumlah Rp.541.294.000,00 (Lima Ratus Empat Puluh Satu Juta Dua Ratus Sembilan
Puluh Empat Ribu Rupiah). Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri
dalam Rencana Kerja RKA-KL (Terlampir).
Pengelola Program

Ns. A. Apri Setiawan, S.Kep


TERM OF REFFERENCE (TOR)
BUMIL DAN KELOMPOK BERISIKO YANG DILAKUKAN
DETEKSI DINI HEPATITIS B DAN ATAU C

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/II : DIT JEN PP DAN PL/ DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
LANGSUNG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : PRESENTASE KAB/KOTA YANG MELAKUKAN
KEGIATAN DETEKSI DINI HEPATITIS B PADA
BUMIL & KELOMPOK RESIKO

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : BUMIL DAN KELOMPOK BERISIKO YANG


MELAKUKAN DETEKSI DINI HEPATITIS B
DAN ATAU C
VOLUME : 100 Orang
SATUAN UKUR : Orang

45
1. LATAR BELAKANG
c. Dasar Hukum
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984, tentang Wabah
penyakit menular
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004, tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran
Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan
Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, tentang Rencana Pembangunan Jengka
Menengah Nasional Tahun 2010-2014
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/ MENKES/PER/IX/ 2010, tentang
Standar Pelayanan Kedokteran
Peraturan Menteri Kesehatan Ri Nomor 1501/MENKES/PER/X/2010, tentang
Jenis Penyakit Menular tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/MENKES/ SK/ X/ 2003 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1116/ MENKES/ SK/ VIII/ 2003,
tentang Pedoman Penyelenggara Sistem Surveilan Epidemiologi Kesehatan
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1479/ MENKES/ SK/ X/ 2003, tentang
Penyelenggara Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak
Menular
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 949/MENKES/SK/ VIII/ 2004
tentang Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 2410/ MENKES/SK/ XII/2011 tentang
Komite Ahli Hepatitis Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 021/ MENKES/ SK/ I/ 2011 tentang
Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010-2014
d. Gambaran Umum
Hepatitis adalah proses peradangan sel-sel hati, yang bisa disebabkan oleh infeksi
(virus,bakteri,parasit) obat-obatan konsumsi alkohol, lemak yang berlebihan, penyakit
autoimmune, Virus Hepatitis merupakan penyebab yang terbanyak. Dikenal banyak

46
virus hepatitis, yaitu A,B,C,D & E. Hepatitis virus A dan E, biasanya sering muncul
sebagai KLB, ditularkan secara fecal oral, dan orang yang terinfeksi dapat sembuh
dengan segera. Sedangkan untuk Hepatitis B, C dan D (hep D kasus sedikit dan
biasanya menyerang pada mereka yang terkena hepatitis B) ditularkan secara
parenteral, dapat menjadi kronis, yang menimbulkan sirrosis dan kanker hati,
sehingga penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, baik
ditinjau dari sifat penyakit maupun jumlah pengidapnya.
Berdasarkan estimasi WHO, virus Hepatitis B (VHB) telah menginfeksi sejumlah
2 milyar orang di dunia, 500 juta diantaranya merupakan pengidap virus Hepatitis
menahun, 1 juta orang meninggal setiap tahunnya disebabkan oleh infeksi hepatitis
virus (merupakan 2,7% dari seluruh kematian secara global). Untuk Indonesia,
tergolong negara dengan jumlah pengidap Hepatitis nomor 2 terbesar di kawasan
Asia Pacific sesudah Myanmar. Sekitar 28 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi
virus Hepatitis B dan C, dari jumlah tersebut 14 juta diantaranya akan potensial
menjadi kronis dan 10% dari yang kronis (1,4 juta) akan potensial menjadi kanker
hati. Kecenderungan besaran masalah hepatitis di Indonesia dapat juga dilihat dari
hasil Riskesdas tahun 2007 dan 2013, dimana prevalensi orang yang datang ke
layanan kesehatan dan didiagnosis hepatitis meningkat 2 kali lipat. Dalam hal infeksi
Hepatitis virus yang dapat menimbulkan ke kronisan, maka besaran hepatitis B lebih
besar dibandingkan dengan hepatitis C.
Masalah hepatitis virus ini, secara diam diam apabila tidak dilakukan upaya
pengendalian secara komprehensif, menjadi beban dalam system layanan kesehatan,
karena infeksi virus hepatitis kronis akan menyebabkan kerusakan dan penyakit gagal
hati, yang memerlukan biaya sangat tinggi, termasuk juga akan menyebabkan
kehilangan produktifitas karena sakit dan meninggal. Untuk itu perlu dilakukan upaya
upaya secara komprehensif, baik upaya pencegahan maupun upaya pengobatan bagi
yang telah terinfeksi. Dalam hal upaya pencegahan yang telah dilakukan antara lain.
Sejak tahun 1992 telah dilakukan imunisasi Hepatitis B bagi bayi baru lahir, skrining
darah donor dan organ yang akan ditranplantasikan, dan program imunisasi hepatitis
B secara nasional telah dilakukan sejak tahun 1997, dengan cakupan yang semakin
tinggi. Upaya imunisasi bagi bayi yang baru lahir sangat efektif untuk melindungi
bayi tersebut dari virus Hepatitis B(95%), tetapi apabila ibu hamil mempunyai
HBsAg positif maka bayi yang dikandungnya perlu dilindungi dengan pemberian
HBIG segera setelah bayi tersebut dilahirkan (< dari 12 jam).
Berikut Indikator Program P2 Hepatitis:
1. Persentase orang yang terdeteksi HBsAg positif yang mendapatkan akses upaya
lanjutan (30% pd tahun 2019)

47
2. Persentase tenaga kesehatan yang mendapatkan vaksinasi hepatitis B (100% pd
tahun 2019)
3. Persentase Kab/kota yg melakukan deteksi dini hep B pd bumil (80% pd tahun
2019)
4. Persentase Kab/Kota yang melakukan deteksi dini hepatitis virus pd populasi
berisiko (80% tahun 2019)
5. Persentase orang dengan hepatitis C mendapatkan akses upaya lanjutan (60% pd
tahun 2019)
6. Persentase Kab/kota yang mampu melaksanakan SKD KLB hepatitis (90% pd
tahun 2019)
Sejalan dengan kondisi tersebut, maka Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
berencana melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Peningkatan Kapasitas
Petugas Dalam Deteksi
Dini Hepatitis
Peningkatan Kapasitas Petugas dalam Deteksi Dini Hepatitis, dilakukan sebagai
upaya Riviu/memberikan pengetahuan dan Pemahaman kepada petugas dalam
pelaksanaan ini Deteksi Dini Hepatitis yang akan dilakukan di wilayah Kerjanya.
Sehingga setelah Petugas Memahami Tekhnis Pelaksanaanya, maka deteksi Dini
dapat berjalan lancar.
b. Pelaksanaan Deteksi dini hepatitis pada bumil dan nakes beresiko
Pelaksanaan Deteksi Dini pada Ibu Hamil dan Kelompok beresiko dimaksudkan
untuk mengetahui jumlah ibu hamil yang kelompok beresiko & Nakes yang
sudah tertular Hepatits B dan C, sehingga dapat dilakukan tindakan atau
Penatalaksanaan selanjutnya. Selain itu, bagi yang hasil deteksi diketahui hasilnya
negatif dapat diteruskan dengan memberikan tindakan pencegahan yaitu
Vaksinasi Hepatits B dan C, sehingga Bayi dapat terhindar dari Hepatitis Virus.
2. PENERIMA MANFAAT
Ibu hamil, tenaga Kesehatan yang bekerja di ruangan/ tempat- tempat yang beresiko tertular
dan menularkan Hepatitis B
3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola, oleh Dinas Kesehatan Provinsi Klaimantan Barat,
khusunya seksi Penanggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada bulan April s/d Desember 2016, dengan
matrik sebagai berikut :

No KEGIATAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

48
1 Peningkatan Kapasitas X
Petugas Dalam Deteksi
Dini Hepatitis
2 Pelaksanaan Deteksi dini X X X
hepatitis pada bumil dan
nakes beres
4. BIAYA
Perkiraan total biaya untuk kegiatan pelaksanaan deteksi Dini Hepatitis Pada Bumil &
Nakes Beresiko adalah Rp 419.226.000 ( Empat Ratus Sembilan Juta Dua Ratus Dua
Puluh Enam Ribu Rupiah) Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri
dalam Rencana Kerja RKA-KL (Terlampir).
Pengelola Program

Ns. Abang Apri Setyawan, S.Kep

49
TERM OF REFFERENCE (TOR)
KAB/KOTA YANG MELAKUKAN SOSIALISASI DAN ATAU ADVOKASI TENTANG
TIFOID PADA KELOMPOK BERESIKO

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/II : DIT.JEN PP DAN ML / DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
LANGSUNG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : JUMLAH PROPINSI/KAB/KOTA YANG
MELAKUKAN LAYANAN PENGAWASAN DAN
ASISTENSI PENGEDALIAN PPML

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : KAB/KOTA YANG MELAKUKAN SOSIALISASI


DAN ATAU ADVOKASI TENTANG TIFOID
PADA KELOMPOK BERESIKO

VOLUME : 2 KAB / KOTA


SATUAN UKUR : KAB / KOTA

ii. LATAR BELAKANG


a. Dasar hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273;
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun
2009 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447);

50
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003, tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.
b. Gambaran Umum
Tifoid merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia. Dari hasil telaahan
kasus di Rumah Sakit besar di Indonesia, menunjukkan adanya kecenderungan
peningkatan jumlah kasus Tifoid dari tahun ke tahun dengan rata-rata kesakitan
500/100.000 penduduk dan kematian anatara 0,6-5%.
Permasalahan penting terkait tifoid antara lain :
1. Penyakit ini merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi kurang mendapat
perhatian
2. Penyakit ini dapat menurunkan produktifitas kerja, meningkatkan angka
ketidakhadiran anak sekolah, karena masa penyembuhan dan pemulihannya yang cukup
lama
3. Penyakit ini dapat sembuh sempurna, tetapi jika ditangani dengan baik, maka dapat
menyebabkan seseorang menjadi karier ( sebagai sumber penularan penyakit),
menimbulkan komplikasi dan kematian
4. Penyakit ini sangat mudah dicegah dengan perubahan perilaku masyarakat.
Sanitasi lingkungan dan hiegene perorangan yang kurang baik, dan masih
tingginya angka kemiskinan di Indonesia sangat mempengaruhi penularan dan
penyebaran tifoid. Bila para penderita tidak berobat misalnya karena keterbatasan akses
ke fasilitas kesehatan sehingga menjadi karier (tidak memperlihatkan gejala penyakit,
tetapi dapat menularkan agen penyakit) maka bila mereka menjadi penjamah makaan,
akan menjadi sumber penuaran penyakit bagi masyarakat. Tingginya risiko penularan
penyakit melalui penjual makanan di jalanan dengan tingkat kebersihan yang buruk,
berkontribusi terhadap peningkatan jumlah kasus tifoid di Indonesia.
Prevalensi tifoid berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan adalah sebesar 0,79%
(Riskesdas 2007). Pada tahun 2008, angka kesakitan tifoid di Indonesia yang tercatat
dalam bulletin WHO tahun 2008, angka kesakitan Tifoid di Indonesia yang tercatat dalam
bulletin WHO tahun 2008 yaitu sebesar 81,7 per 100.000, dengan sebaran menurut
kelompok umur 0,0/100.000 (0-1 tahun), 148,7/100.000 (2-4 tahun), 180,3/100.000 (5-15
tahun) dan 51,2/100.000 (> 16 tahun). Angka ini menunjukkan bahwa penderita

51
terbanyak adalah pada kelompok usia 2-15 tahun. Sebanyak 20-40% kasus harus
menjalani perawatan di Rumah Sakit.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
merasa Perlu untuk melakukan Upaya- Upaya sebagai berikut:
a. Pertemuan Perencanaan & Evaluasi Program Hepatitis & ISP
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyusun rencana kerja atau kegiatan di tahun 2016
dengan sebelumnya melakukan evaluasi terhadap hasil survei atau berdasarkan data
kasus Hepatitis & ISP di Provinsi Kalimantan Barat.
b. Penyuluhan Pencegahan Tifoid di Sekolah
Kegiatan ini dalam rangka Sosialisasi dan Advokasi kepada pihak- pihak terkait
pencegahan Penyakit Tifoid dan Infeksi Saluran Pencernaan (ISP) lainya. Penyuluhan
dilakukan disekolah-sekolah dengan sasaran adalah Siswa, Pedagang/pemilik
Kantin,dan Guru. Pada tahun 2016 ini penyuluhan dilakukan di 3 Kabupaten.
2. PENERIMA MANFAAT
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, Dinas Pendidikan, Guru, Siswa dan Masyarakat
Umum
3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
tepatnya pada seksi Penanggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan pada bulan April sd Juni 2016, dengan matrik
sebagai berikut :

N KEGIATAN JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
1 Pertemuan X
Perencanaan &
Evaluasi
Program
Hepatitis & ISP

2 Penyuluhan X X
Pencegahan
Tifoid di Sekolah

3. BIAYA
Perkiraan total biaya untuk Kegiatan Sosialisasi dan atau Advokasi tentang Tifoid pada
kelompok beresiko adalah sebesar Rp.198.140.000 ( Seratus Sembilan Puluh Delapan Juta

52
Seratus Empat Puluh Ribu Rupiah). Rincian lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan
tersendiri dalam Rencana Kerja RKA-KL (Terlampir).

Pengelola Program

Agustina, S.Si

TERM OF REFFERENCE (TOR)


DAERAH DENGAN CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA MINIMAL 80%

KEMENTERIAN : KEMENTERIAN KESEHATAN RI


UNIT ESELON I/II : DIT.JEN PP DAN ML / DINAS KESEHATAN
PROVINSI KALIMANTAN BARAT
PROGRAM : PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN
HASIL (OUT COME) : MENURUNNYA PENYAKIT MENULAR,
PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
MENINGKATNYA KUALITA LINGKUNGAN

53
KEGIATAN : PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR
LANGSUNG
INDIKATOR KINERJA KEGIATAN : PRESENTASE KAB/KOTA DENGAN CAKUPAN
PNEUMONIA BALITA MINIMAL 80%

JENIS KELUARAN (OUTPUT) : DAERAH DENGAN CAKUPAN PENEMUAN


PNEUMONIA BALITA MINIMAL 80%
VOLUME : 3 DAERAH
SATUAN UKUR : DAERAH

iii. LATAR BELAKANG


a. Dasar hukum
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1)
Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran
Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3273;
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara tahun
2009 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495);
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3447);
Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637);
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/VIII/2003, tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan;
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
Tidak Menular Terpadu.
b. Gambaran Umum
Pneumonia merupakan pembunuh utama balita didunia, lebih banyak dibandingkan
AIDS, Malaria dan Campak. Diperkirakan setiap tahunnya lebih dari 2 juta Balita di
dunia meninggal karena Pneumonia (1 Balita/15 detik).
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit yang sering
terjadi pada anak. Episode Batuk-Pilek pada Balita di Indonesia di perkirakan 3-6 kali
pertahun. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien disarana
kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan berobat di Puskesmas dan 15-30% kunjungan
berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit di sebabkan oleh ISPA.

54
Di Kalimantan Barat, Penderita Pneumonia Balita sampai dengan bulan Desember
2014 berjumlah 2945 orang (5,32%) dengan rincian kasus Pneumonia pada bayi
berjumlah 778 kasus (25%), umur kurang dari 5 tahun (Balita) berjumlah 1767kasus
(60%) sedangkan untuk umur lebih dari 5 tahun kasus Pneumonia berjumlah 445 (15%)
dan 69 % merupakan Pneumonia Berat.
Permasalahan yang sering terjadi pada Program pengendalian Penyakit
ISPA/Pneumonia Balita antara lain sebagai berikut:
1. Angka cakupan Pneumonia yang masih rendah (5,32%) dari target Nasional 100%
2. Sebagian besar Pengelola Program dan Petugas ISPA di Poliklinik belum terlatih
karena keterbatasan dana dan mutasi/ rotasi yang tinggi.
3. Terjadi under reported karena kerancuan antara diagnosa kerja dan klasifikasi ISPA,(
Pneumonia, Pneumonia Berat, Batuk Bukan Pneumonia/ISPA biasa) sehingga
banyak kasus pneumonia dimasukan kedalam ISPA biasa.
4. Pengendalian Pneumonia Balita masih berbasis Puskesmas sehingga sumber data
kasus Pneumonia belum mencakup Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, klinik,
praktek dan sarana kesehatan lainnya.
Berkenaan dengan permasalahan tersebut diatas, maka strategi penanggulangan ISPA di
Kalimantan Barat untuk tahun 2016 meliputi :
1. Layanan Penguatan Penemuan Pneumonia/ISPA dan Kesiapsiagaan Daerah
menghadapi Influenza, Mers-Cov dan Penyakit Kedaruratan Infeksi Pernafasan Baru
lainnya.
Kegiatan ini dimaksudkan memberikan Bimbingan terkait Kesiapsiagaan daerah
dalam menghadapi Influenza, Mers-Cov dan Penyakit Kedaruratan Infeksi
Pernafasan baru lainya. Penentuan/Klasifikasi Pneumonia, Tatalaksana Kasus
maupun system pencatatan & Pelaporanya, yang diberikan kepada tenaga dokter,
Bidan maupun Perawat di Puskesmas. Selain itu kepada Pengelola Program atau
kepala Puskesmas diberikan Bimbingan terkait cara perhitungan cakupan jumlah
Kasus pneumonia.
2. Peningakatan Kapasitas /Kemampuan SDM dalam Pengendalian ISPA/Pneumonia dan
Influenza, Mers-Cov dan Penyakit Kedaruratan Infeksi Pernafasan lainya
Melakukan Pelatihan terkait Tatalaksana Pneumonia, Mers-Cov dan Kasus Influenza
lainya. Diikuti oleh 14 kab/kota. Dengan jumlah peserta berkisar 60 orang, hal ini
dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan pengetahuan bagi Petugas atau
Pengelola Program di di Kab/ Puskesmas.
3. Penguatan Kerjasama Jejaring Dalam Pengendalian Ispa/Pneumonia &
Pandemic Influenza PreParedness (PIP)
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membangun kerjasama baik lintas sektor maupun
lintas Program dalam pengendalian Pandemic Influenza PreParedness (PIP) sehingga
diharapkan mendapatkan dukungan dan Komitmen dalam pengendalian
Ispa/Pneumonia di Kalimantan Barat.
4. Dukungan Logistik Pedoman/Media KIE Pengendalian ISPA

55
Penyediaan Logistik berupa media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) di
maksudkan untuk memberikan Informasi terkait Pneumonia berupa tanda gejala dan
penatalaksanaanya. Dengan demikian diharapkan masyarakat umum mengetahui dan
dapat mendeteksi secara dini kasus Pneumonia di masyarakat atau keluarga.
2. PENERIMA MANFAAT
Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas yang terpilih di seluruh Kabupaten /
Kota, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota,Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Barat,Subdit ISPA Dit.Jen. P2ML Kemenkes RI Jakarta dan Masyarakat Umum
3. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
a. Metode Pelaksanaan
Dilaksanakan secara Swakelola oleh Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat
tepatnya pada seksi Penanggulangan Penyakit.
b. Tahapan & Waktu Pelaksanaan
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan mulai Bulan April sd September 2016, dengan
matrik sebagai berikut :
N KEGIATAN JAN PEB MAR AP MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES
R
1 Penguatan Penemuan x x x x x x
Pneumonia/ISPA dan
Kesiapsiagaan
Daerah menghadapi
Influenza, Mers-Cov
Penyakit Kedaruratan
Infeksi Pernafasan
Baru lainnya.
2 Peningakatan x
Kapasitas
/Kemampuan SDM
dalam Pengendalian
ISPA/Pneumonia dan
Influenza, Mers-Cov
dan Penyakit
Kedaruratan Infeksi
Pernafasan lainya

3 Penguatan Kerjasama x
Jejaring Dalam
Pengendalian
Ispa/Pneumonia &
Pandemic Influenza
PreParedness (PIP)

4 Dukungan Logistik X
Pedoman/Media KIE
Pengendalian ISPA

3. BIAYA
Perkiraan total biaya untuk Program Pengendalian (P2) ISPA yang meliputi kegiatan
Penguatan Penemuan Kasus Pneumonia, Pertemuan dalam rangka Penguatan Kapasitas,

56
Penguatan Kerjasama Jejaring dalam Pengendalian ISPA/Pneumonia dan Dukungan Logistik
ISPA, adalah sebesar Rp.245.000.000 ( Dua Ratus Empat Puluh Lima Juta Rupiah). Rincian
lebih lanjut atas biaya tersebut disajikan tersendiri dalam Rencana Kerja RKA-KL
(Terlampir).

Pengelola Program

Nurlia, S.Kep. Ns. M.Pd

57

Anda mungkin juga menyukai