Anda di halaman 1dari 11

PETA ALTERNATIF BATAS PANTAI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN

SIDOARJO DENGAN KECAMATAN GUNUNG ANYAR KOTA SURABAYA


Dimas Haryo Nugroho Putro 03311540000063
Teknik Geomatika, FTSLK, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS)
Sukolilo 60111, Surabaya Indonesia
Email : Dimashnp@gmail.com

ABSTRAK

Batas kewenangan daerah memiliki arti penting bagi kabupaten/kota dan pemerintah
propinsi. Batas daerah memiliki hubungan yang saling terkait dengan penyelenggaraan
otonomi daerah pasca reformasi Indonesia. Batas daerah yang tidak jelas posisinya dapat
memicu konflik di wilayah perbatasan dan menghambat penyelenggaraan fungsi pemerintahan
daerah. Hal ini akan berdampak pada proses pembagian wilayah pengelolaan dan pelayanan
sehingga jika terjadi permasalahan batas antar daerah akan berpotensi menurunkan tingkat
pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 76 tahun 2012 dijelaskan bahwa
pembagian wilayah kewenangan provinsi sejauh 12 mil dan sepertiganya adalah wilayah
kabupaten/kota. Penelitian ini ditujukan untuk menentukan batas pengelolaan daerah
perbatasan Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo yang terdapat pertambahan luas daratan
akibat sedimentasi. Dalam penelitian ini akan diberikan sebuah solusi alternative yaitu Peta
Batas Pantai Kecamatan Sedati di Kabupaten Sidoarjo dengan Kecamatan Gunung Anyar di
Kota Surabaya
Kata Kunci : Batas Daerah Pantai, Sama Jarak, Garis Tengah, Permendagri No. 76
Tahun 2012.

I. PENDAHULUAN posisional antar daerah yang berbatasan


Dalam UndangUndang Nomor (Adler,1995).
32/2004 tentang Pemerintahan daerah Dalam Undang-Undang Nomor
menyebutkan setiap kota atau kabupaten 23/2014 tentang Apabila wilayah laut
mempunyai kewenangan untuk mengatur antardua Daerah provinsi kurang dari 24
daerahnya sendiri. Dimana dalam (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk
prosesnya penentuan daerah kewenangan mengelola sumber daya alam di laut dibagi
sering terjadi permasalahan batas daerah sama jarak atau diukur sesuai dengan
yang disebabkan perebutan sumber daya prinsip garis tengah dari wilayah antardua
alam terkait dengan pendapatan asli daerah Daerah provinsi tersebut.
(PAD). Kesalahan dan tidak akuratnya
Studi ini meneliti tentang penentuan
gambar garis batas wilayah di peta
batas daerah antara Kota Surabaya dan
berpotensi menimbulkan sengketa
Kabupaten Sidoarjo karena terjadi
pertambahan luas garis pantai di perairan Tujuan dari penelitian tugas akhir ini
Selat Madura. Saat ini ada perluasan lahan adalah:
di pesisir timur Sidoarjo yang berbatasan a. Membuat peta alternatif garis batas
dengan Surabaya. Lahan itu merupakan daerah pertambahan garis pantai antara
sedimentasi yang membentuk daratan di Kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo.
pesisir pantai. b. Menganalisa peta alternatif garis
batas dengan menggunakan metode
Untuk menghindari perselihsihan di kartometrik terhadap implementasi
masa mendatang studi ini memberikan peta Permendagri No. 76/2012 dan aspek
alternative dengan menggunakan metode historis.
pembagian sama jarak dengan pendekatan c. Memberikan alternatif pilihan
kartometrik. Penggunaan metode ini mengenai garis batas pada daerah
sekaligus sebagai implementasi Peraturan pertambahan garis pantai antara Kota
Menteri Dalam Negeri No.76. Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo di
perairan Selat Madura

II. Perumusan Masalah IV. Metodelogi


Perumusan masalah yang dimunculkan Metodologi yang digunakan pada
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut karya tulis ini adalah
:
a. Pengumpulan Data
a. Bagaimana menentukan garis batas
daerah antara Kota Surabaya dan Data yang dikumpulkan bersumber dari
Kabupaten Sidoarjo, dimana terjadi penjelajahan situs web resmi dari blog/web
pertambahan luas garis pantai yang tersedia seperti
menggunakan metode pembagian sama http://tanahair.indonesia.go.id dan lain
jarak dengan pendekatan kartometrik sebagainya
berdasarkan Permendagri No. 76/2012 dan b. Pengelolahan Data
aspek historis daerah tersebut ?
b. Bagaimana menyajikan visualisasi Setelah data-data tersebut didapatkan,

garis batas wilayah tersebut dalam sebuah maka pengolahan berupa Analisa data dari

peta ? setiap informasi yang didapat..

IV. Pembahasan
III. Tujuan
Definisi Teknis
1) Titik Dasar adalah titik koordinat Peta Lingkungan Laut Nasional
pada perpotongan garis air surut (Peta LLN), Peta Lingkungan
terendah dengan daratan sebagai Pantai Indonesia (Peta LPI),
acuan penarikan Garis Pantai guna dan/atau Peta Laut. Untuk Batas
mengukur Batas Daerah di Laut daerah Provinsi di laut
yang ditarik tegak lurus dari Garis menggunakan Peta LLN dan Peta
Pantai tersebut sejauh maksimal 12 Laut; untuk Batas daerah
mil laut ke arah Laut Lepas dan/atau Kabupaten/Kota di laut
ke arah Perairan Kepulauan untuk menggunakan Peta LPI dan Peta
Provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari Laut.Pada daerah yang belum
wilayah kewenangan Provinsi tercakup Peta LLN maupun Peta
untuk Kabupaten/Kota (Gambar 1). LPI, menggunakan Peta RBI dan
Peta Laut dengan skala terbesar
yang tersedia bagi daerah yang
bersangkutan.
2) Menelusuri secara cermat cakupan
daerah yang akan ditentukan
Gambar 1. Garis Pantai dan Titik Dasar batasnya dengan memperhatikan
2) Mil laut adalah jarak satuan panjang Garis Pantai yang ada untuk
yang sama dengan 1.852 meter. penegasan Batas Daerah di Laut
3) Pulau adalah daratan yang terbentuk yang ditarik tegak lurus dari Garis
secara alamiah dan senantiasa Pantai sejauh maksimum 12 mil
berada di atas permukaan laut pada laut.
saat pasang tertinggi. 3) Memberi tanda rencana Titik
4) Titik batas sekutu adalah tanda Dasar yang akan digunakan.
batas yang terletak di darat pada a. Membaca, mencatat dan
koordinat batas antar daerah melakukanplotting koordinat
provinsi, kabupaten/kota yang geografis posisi Titik Dasar
digunakan sebagai titik acuan untuk yang berada di Garis Pantai
penegasan batas daerah di laut. dengan melihat angka lintang
b. Tahapan Penetapan Batas Daerah di dan bujur yang terdapat pada
Laut Secara Kartometrik sisi kiri dan atas atau sisi kanan
1) Menyiapkan Peta Dasar yaitu Peta dan bawah dari peta yang
Rupa Bumi Indonesia (Peta RBI), digunakan sebagai awal
dan/atau akhir penarikan Batas Gambar 2. Penarikan Garis Batas
Daerah di Laut. Daerah di Laut Sejauh
b. Menarik garis sejajar dengan Maksimum 12 Mil Laut dari
Garis Pantai yang berjarak 12 Garis Pantai untuk Provinsi
mil laut atau sepertiganya. Batas 5) Pengukuran batas
Daerah di Laut digambarkan a. Dalam pengukuran batas
beserta daftar titik daerah di laut terdapat 3 (tiga)
koordinatnya. kondisi yang berbeda yakni
4) PenentuanTitik Dasar pantai yang berhadapan dengan
Tahap ini merupakan inti dari laut lepas dan/atau perairan
kegiatan pengukuran lapangan kepulauan lebih dari 12 mil laut
yang mencakup kegiatan untuk dari garis pantai; pantai yang
menentukan kedudukan garis saling berhadapan dengan
pantai melalui survei Batimetri pantai daerah lain; dan pantai
dan pengukuran pasang surut. saling berdampingan dengan
Apabila sudah diperoleh garis pantai daerah lain.
pantai maka ditetapkan lokasi b. Untuk pantai yang berhadapan
Titik Dasar sebagai awal dengan laut lepas dan/atau
penegasan Batas Daerah di Laut perairan kepulauan lebih dari
antar daerah yang saling 12 mil laut dari garis pantai,
berdampingan. Titik Dasar dapat langsung diukur batas
tersebut harus diikatkan pada Pilar sejauh 12 mil laut dari garis
Titik Acuan di pantai sebagai pantai atau dengan kata lain
referensi yang berfungsi untuk membuat garis sejajar dengan
mengukur kembali lokasi titik garis pantai yang berjarak 12
dasar berada di laut. mil laut atau sesuai dengan
kondisi yang ada.
c. Untuk pantai yang saling
berhadapan, dilakukan dengan
menggunakan prinsip garis
tengah (median line). Contoh
penarikan batas kondisi ini
dapat dilihat pada Gambar 3.
provinsi, diukur secara
melingkar dengan jarak 12 mil
laut untuk provinsi dan
sepertiganya untuk
kabupaten/kota. Contoh
penarikan batas kondisi ini
dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 3 Contoh Penarikan


Garis Batas dengan Metode
Garis Tengah(Median Line)
pada Dua Daerah yang Saling
Berhadapan
d. Untuk pantai yang saling
berdampingan, dilakukan Gambar 5 Contoh Penarikan Garis

dengan menggunakan prinsip Batas Pada Pulau yang

sama jarak. Contoh penarikan Berjarak Lebih Dari Dua Kali

batas kondisi ini dapat dilihat 12 Mil Laut yang Berada

pada Gambar 4. Dalam Satu Provinsi.


f. Untuk mengukur batas daerah
di laut pada suatu pulau yang
berjarak kurang dari 2 (dua)
kali 12 mil laut yang berada
dalam satu daerah provinsi,
diukur secara melingkar
dengan jarak 12 mil laut untuk
Batas Laut Provinsi dan
Gambar 4 Contoh Penarikan Garis
sepertiganya merupakan
Tengah Dengan Metode
kewenangan pengelolaan
Ekuidistan pada Dua Daerah
Kabupaten dan Kota di laut.
yang Saling Berdampingan
Contoh penarikan batas kondisi
e. Untuk mengukur batas daerah
ini dapat dilihat pada Gambar 6.
di laut pada suatu pulau yang
berjarak lebih dari 2 kali 12 mil
laut yang berada dalam satu
Berada Dalam Satu
Provinsi.
h. Untuk mengukur Batas Daerah
di Laut pada Pulau yang berada
pada daerah yang berbeda
provinsi dan berjarak kurang
Gambar 6 Contoh Penarikan Garis dari 2 kali 12 mil laut, diukur
Batas Pada Pulau yang menggunakan prinsip garis
Berjarak Kurang Dari Dua tengah (median line). Contoh
Kali 12 Mil Laut yang Berada penarikan batas kondisi ini
Dalam Satu Provinsi. dapat dilihat pada Gambar 8.
g. Untuk mengukur Batas Daerah
di Laut pada suatu Gugusan
Pulau-Pulau yang berada dalam
satu daerah provinsi, diukur
secara melingkar dengan jarak
12 mil laut untuk batas Gambar 8 Contoh Penarikan Garis Batas
kewenangan pengelolaan laut Pada Pulau yang Berjarak Kurang Dari
provinsi dan sepertiganya Dua Kali 12 Mil Laut yang Berada Pada
merupakan kewenangan Provinsi yang Berbeda
pengelolaan Kabupaten/kota di
laut. Pengukuran batas kondisi
ini dapat dilihat pada Gambar 7.

Menurut penelitian Welfizar (2004)


salah satu permasalahan yang muncul dari
pemekaran wilayah adalah masalah batas
wilayah antar daerah. Tidak jarang masalah
batas wilayah ini menyebabkan konflik
yang berkepanjangan yang akhirnya kontra
Gambar 7 Contoh
produktif bagi daerah yang bersangkutan.
Penarikan Garis Batas Pada
Konflik batas wilayah menurut Harmantyo
Gugusan Pulau-Pulau yang
(2007) dalam Sumaryo Joyosumarto,
merupakan konflik keruangan (spatial
conflict) yaitu konflik yang timbul akibat Masalah kepentingan menimbulkan konflik
adanya garis batas yang membagi satu karena adanya persaingan kepentingan
wilayah menjadi dua wilayah yang berbeda. yang dirasakan atau yang secara nyata
Selanjutnya menurut Moore (1986), memang tidak bersesuaian. Konflik
Furlong (2005) dan Kristiyono (2008) kepentingan ini terjadi ketika salah satu
penyebab konflik itu dapat dilihat dari pihak atau lebih meyakini bahwa untuk
berbagai sisi perselisihan tersebut yakni memuaskan kebutuhan/keinginannya,
sebagai berikut : pihak lain harus berkorban. Konflik
a. Konflik struktural kepentingan mungkin bisa bersifat
Adalah sebab-sebab konflik yang berkaitan substantif, prosedur atau psikologis.
dengan kekuasaan sehingga ada ketidak c. Konflik nilai
seimbangan kekuatan misalnya dalam hal Konflik nilai biasanya disebabkan oleh
ketimpangan kontrol sumberdaya, sistem kepercayaan (nilai) yang tidak
wewenang formal yang membuat bersesuaian misalnya dalam hal definisi
bagaimana suatu situasi dapat dibuat untuk nilai dan mungkin nilai-nilai keseharian.
tujuan tertentu melalui kebijakan umum d. Konflik hubungan
(baik dalam bentuk peraturan perundangan Konflik hubungan antar manusia terjadi
maupun kebijakan formal lainnya). karena adanya emosi negatif yang kuat,
Aturan main dan norma untuk menentukan salah persepsi, salah komunikasi atau tidak
aspirasi apa yang menjadi haknya. Ketika ada komunikasi, atau perilaku negatif yang
aspirasi dianggap tidak kompatibel dengan berulang.
tujuan pihak lain maka hasilnya dapat e. Konflik data/informasi
menimbulkan konflik. Faktor geografis dan Konflik data/informasi terjadi ketika
sejarah merupakan dua aspek penyebab kekurangan atau tidak tersedianya data dan
konflik struktural diantara aspek lainnya informasi yang dibutuhkan untuk
yang sering menjadi alasan klaim suatu mengambil keputusan, data dan informasi
wilayah. Faktor geografis merupakan klaim yang tersedia salah, tidak sepakat mengenai
klasik berdasarkan batas alam, sedangkan data dan informasi yang relevan, beda cara
faktor sejarah merupakan klaim pandang dalam menterjemahkan data dan
berdasarkan sejarah kepemilikan informasi, atau beda interpretasi dan
(pemilikan pertama) atau lamanya analisis terhadap data dan informasi.
kepemilikan (Prescott, 2010).
b. Faktor kepentingan Menurut Undang Undang No 23 Tahun
2014
Kewenangan Daerah provinsi untuk
mengelola sumber daya alam di laut
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling jauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai ke arah laut
lepas dan/atau ke arah perairan
kepulauan. Gambar10 . Sedimentasi
(4) Apabila wilayah laut antar dua Daerah Setelah melakukan klasifikasi lahan yang
provinsi kurang dari 24 (dua puluh terkena sedimentasi lalu dianalisa dan
empat) mil, kewenangan untuk diolah kembali untuk menentukan batas
mengelola sumber daya alam di laut laut, dan dilakukan pendekatan titik tengah
dibagi sama jarak atau diukur sesuai serta sama jarak maka dihasilkan.
dengan prinsip garis tengah dari
wilayah antar dua Daerah provinsi
tersebut.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) tidak berlaku
terhadap penangkapan ikan oleh
nelayan kecil.
V. Hasil
Sebelum melakukan pengolahan data
dikembali daerah yang diteliti : Gambar 11
Lakukan plotting pada peta sehingga
memenuhi kaidah dan lebih jelas data yang
diberikan
Peta Terlampir

VI. Kesimpulan
Peta alternative akan benar benar
dapat dipakai juga penggunaan peta
Gambar 9 . Perbatasan Kecamatan dasarnya sesuai dengan peraturan menteri
Klasifikasi Daerah yang terjadi dalam negri. dan cara pendekatan inipun
Sedimentasi masih belum bisa dipakai karna belum
sesuai dengan permendagri , di mana cara
ini adalah sebagai pengetahuan kepada
pembaca. Dan cara penyajian peta paling Berikut adalah hasil koordinat
mudah adalah digital dan ditambah dengan plotting garis tengah
presentasi karna banyak sekali yang harus
dijelaskan
No Easting Northing
1 701611 9187900
2 701659 9188035
3 701686 9188082
4 701713 9188109
5 701761 9188257
6 701734 9188318
7 701809 9188365
8 701857 9188547
9 701857 9188641
10 701931 9188715
11 701979 9188837
12 701959 9188925
13 702007 9188972
14 702101 9189079
15 702277 9189214
16 702345 9189301
17 702466 9189348
18 702588 9189428
19 702784 9189590
20 703007 9189730
21 703028 9189771
22 703129 9189831
23 702786 9189787
DAFTAR PUSTAKA

Adler, R. 1995. Positioning and Mapping International Land Boundaries, IBRU Boundary &
Territory Briefing, Vol.2, No.1, ISBN 1-897643-19-5. Durham, UK.
Moore, C.W. 1986, Decision Making and Conflict Management, CDR Associates, Boulder,
Colorado.
Kementrian Dalam Negeri. 2012. Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia Nomor: 76 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah. Jakarta
Welfizar. 2004. Analisis Alternatif Kebijakan Penyelesaian Konflik Perubahan Batas Wilayah
Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam. Program Studi Magister Adminstrasi Publik,
Konsentrasi Kebijakan Publik. Pasca Sarjana UGM . Yogyakarta
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai