BAB I
PENDAHULUAN
Wilayah pesisir dan laut memiliki arti yang strategis dan penting bagi masa
depan Indonesia mengingat sebagai negara Kepulauan (archipelagic state) terbesar
di dunia, wilayah ini mendominasi total wilayah Indonesia. Panjang pantai
Indonesia adalah 81.000 km, terpanjang kedua setelah Kanada atau yang pertama
di dunia dalam konteks panjang pantai yang produktif (catatan: panjang pantai
Kanada didominasi oleh panjang pantai wilayah Greenland yang berupa lahan
kurang produktif karena berupa gurun). Selain itu, dengan luas wilayah teritorial
Indonesia yang tercatat sebesar 7,1 juta km2 wilayah laut mendominasi dengan
luas kurang lebih 5,4 juta km2. Dengan potensi fisik sebesar ini, Indonesia
memiliki dengan sumber daya perikanan dan kelautan yang besar. Dari sisi
keanekaragaman hayati, Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati
kelautan terbesar. Dalam hal ekosistem, terumbu karang (coral reefs), Indonesia
dikenal sebagai salah satu penyumbang kekayaan hayati terumbu karang terbesar
di dunia. Menurut data World Resources Institute (2002), dengan luas total
sebesar 50.875 km2 maka 51% terumbu karang di kawasan Asia Tenggara dan
18% terumbu karang di dunia berada di wilayah perairan Indonesia.
Sumber daya perikanan juga memiliki potensi yang besar sehingga sering
disebut bahwa sektor perikanan merupakan raksasa yang sedang tidur (the
sleeping giant). Hasil riset Komisi Stock Ikan Nasional menyebutkan bahwa stock
sumber daya perikanan nasional diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun. Hal
ini tentu estimasi kasar karena belum mencakup potensi ikan di perairan daratan
(inland waters fisheries). Demikian juga dengan sumber daya alam kelautan
2
Dengan potensi yang demikian besar dan memiliki arti penting dalam
konteks perekonomian bangsa maka perencanaan dan pengelolaan yang
berkelanjutan dari wilayah pesisirdan laut, khususnya perencanaan pengelolaan
perikanan menjadi sebuah kebutuhan mutlak. Fungsi perencanaan dan
pengelolaan ini tidak hanya berdimensi fisik untuk menjaga kelestarian dan
kelanjutan sistem alam dan sumber daya perikanan, namun memiliki dimensi
sosial karena berada di wilayah pesisir dan laut pun, yaitu komunitas pesisir yang
telah berinteraksi secara dinamis dengan pemanfaatan sumber daya perikanan
merupakan salah satu unsur yang perlu diperhatikan sehingga pembangunan
wilayah pesisir secara berkelanjutan dapat terwujud.
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Sampai sekarang belum ada definisi wilayah pesisir yang baku. Namun
semikian, terdapat kesepakatan umum di dunia bahwa wilayah di pesisir adalah
suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis
pantai (coasline), maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas
(boundaries), yaitu :batas yang sejajar dengan garis pantai (longshore) dan batas
yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Untuk keperluan
pengelolaan, penetapan batas-batas pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif
mudah, misalnya batas wilayah pesisir antara Sungai Brantas dan Sungai
Bengawan Solo. Akan tetapi penetapan batas-batas suatu wilayah pesisir yang
5
tegak lurus terhadap garis pantai, sejauh ini masih belum ada kesepakatan.
Dengan perkataan lain, batas wilayah pesisir berbeda sari satu negara dengan
negara lain. Hal ini dapat dimengerti, karena setiap negara memiliki karateristik
lingkungan, sumber daya dan sistem pemerintahan tersendiri (khas).
Pada suatu ekstrim, suatu wilayah peisisir dapat meliputi suatu kawasan
yang sangat luas mulai dari batas lautan (terluar) ZEE sampai daratan yang masih
dipengaruhi oleh iklim laut. Pada ekstrim lainnya, suatu wilayah pesisir hanya
meliputi kawasan peralihan antara ekosistem laut dan daratan yang sangat sempit,
yaitu dari garis rata-rata pasang tertinggi sampai 200 m ke arah darat dan ke arah
laut meliputi garis pantai pada rata-rata pasang terendah. Sementara itu, negara-
negara lain mengambil batasan wilayah pesisir diantara ke dua ekstrim tersebut.
Tabel .2.1 menyajikan batas ke arah darat dan ke arah laut dari wilayah
pesisir yang telah diimplementasikan dalam program pengelolaan wilayah pesisir
di beberapa negara. Pelajaran yang dapat dipetik dari tabel 2.1 yang pertama
wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak secara atrbitrer dari
rata-rata pasut tinggi dan batas ke arah laut umumnya adalah sesuai dengan batas
jurisdiksi provinsi. Kedua, bahwa untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah
darat dari suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan sebanyak dua macam, yaitu batas
untuk wilayah perencanaan dan batas untuk wilayah pengaturan atau pengelolaan
keseharian. Wilayah perencanaan sebainya meliputi seluruh wilayah daratan
(hulu) apabila terdapat kegiatan manusia (pembangunan) yang dapat
menimbulkan dampak secara nyata terhadap lingkungan dan sumberdaya di
pesisir.
6
Tabel 1.1 Beberapa alternative penentuan batas kea rah laut dan darat untuk suatu wilayah pesisir
Keterangan:
1) Dalam banyak hal batas jurisdiksi antara pemerintah propinsi dan nasional (pusat) sama dengan garis batas laut teritorial.
2) Biasanya antara 3 sampai 12 mil laut dari garis dasar (coastal base line). Garis dasar adalah adalah suatu rangkaian garis lurus yang
menghubungkan titik-titik terluar pulau, semenanjung, dan tanjung yang dimiliki oleh suatu negara.
3) Di beberapa lokasi, tepi lautan dari paparan benua dapat melebihi 200 mil laut dari pantai.
4) ZEE meliputi daerah lautan 200 mil laut dari garis dasar, atau tepi lautan dari paparan benua, tergantung mana yang lebih jauh.
5) Batas ke arah darat dari wilayah pesisir suatu propinsi (pemerintah lokal) seringkali lebih jauh ke arah darat daripada suatu lokasi
dimana dampak negative penting dapat ditimbulkan terhadap wilayah pesisir.
Menurut Hukum Laut 1982, kawasan laut dewasa ini dibagi-bagi dalam
berbagai-bagai pembagian sebagai berikut
5) ZEE selebar 200 mil dari garis-garis dasar nusantara atau 188 mil di luar
Laut Wilayah. Di ZEE, negara pantai tidak mempunyai kedaulatan
wilayah, tetapi memiliki kedaulatan atas kekayaan alamnya serta
wewenang atau yurisdiksi untuk mengatur hal-hal yang berhubungan
dengan pembangunan pulau-pulau buatan, instalasi dan anjungan-anjungan
serta mengatur hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ilmiah
kelautan dan perlindungan lingkungan laut. Di ZEE kebebasan berlayar
dan terbang dijamin. Negara-negara tertentu dapat memanfaatkan 'surplus'
perikanan ZEE berdasarkan suatu kesepakatan /persetujuan dengan negara
pantai.
10
6) Untuk kawasan dasar ļaut dan tanah di bawahnya di luar batas laut wilayah
berlaku ketentuan Landas Kontinen. Menurut ketentuan Landas Kontinen,
negara pantai juga mempunyai kedaulatan atas kekayaan alam dasar laut
dalam bentuk 'sedentary species,' mineral di permukaan dasar laut dan
tanah di bawahnya. Batas terluar Landas Kontinen adalah sampai sejauh
'natural prolongation' dari wilayah darat suatu negara sampai maksimum
350 mil dari garis-garis dasar yang dipakai untuk mengukur lebar Laut
Wilayah atau 100 mil di luar kedalaman air 2500 meter. Jika 'natural
prolongation' tersebut kurang dari 200 mil dari garis-garis dasar maka
Landas Kontinen tersebut adalah sampai ke batas 200 mil tersebut. Di
Landas Kontinen tidak ada pembagian surplus, tetapi eksploitasi kekayaan
alam di luar batas 200 mil harus dibagi kepada'International Seabed
Authority' sebanyak 1% dari produksi setempat pada tahun keenam yang
kemudian naik 1% setiap tahun sehingga menjadi tetap 7% pada tahun
kedua belas. Di Landas Kontinen, negara pantai tidak mempunyai
kedaulatan wilayah, tetapi hanya memiliki kedaulatan atas kekayaan alam.
10) Di samping itu, ada pula yang dinamakan dengan 'Laut Tertutup atau
Separo Tertutup', seperti Laut Cina Selatan, di mana negara-negara pantai
11
12) Berdasarkan pembagian kawasan laut menurut Hukum Laut PBB 1982
yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-undang nomor
17/1985 dan yang telah mulai berlaku sejak 16 November 1994, maka:
laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Tabel 1.2 Batas ke arah darat dan kearah laut wilaah pesisir yang telah
dipraktekakkan di beberapa Negara atau Negara bagian
Keterangan :
Sementara itu, jika tujuan pengelolaan suatu wilayah pesisir adalah untuk
mengendalikan erosi (abrasi) pantai maka batas ke arah darat cukup hanya sampai
pada lahan pantai yang diperkirakan terkena abrasi dan batas ke arah laut adalah
daerah yang terkena pengaruh distribusi sedimen akibat proses abrasi, yang
biasanya terdapat pada daerah pemecah gelombang (break water zone) yang
paling dekat dengna garis pantai. Dengan demikian, meskipun untuk kepentingan
pengelolaan sehari-hari ( day to day management) kegiatan pembangunan di lahan
atas atau dilaut lepas biasanya ditangani oleh instansi tersendiri, namun untuk
kepentingan perencanaan pembangunan wilayah pesisir, segenap pengaruh-
15
Sampai buku ini selesai ditulis, batasan wilayah pesisir dan laut untuk
tingkat kabupaten dan provinsi di Indonesia masih dalam proses penetapan oleh
berbagai instansi terkait ang dikoordinasikan oleh Direktoral Jenderal
Pembangunan Daerah (BANGDA) Departement dalam negeri dan BPHN (Badan
Pembina Hukum Nasioaal).
Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan
(ekosistem) dan sumber daya pesisir. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami atau
pun buatan (man-made). Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir antara
lain adalah: terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang lamun (sea
grass), pantai berpasir (sandy beach), informasi per-caprea, informasi baringtonia,
estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain berupa:
tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan
agroindustri dan kawasan permukiman.
Sumber daya di wilayah pesisir terdiri dari sumber daya alam yang dapat
pulih dan sumber daya alam yang tak dapat pulih, sumber daya yang dapat pulih
antara lain, meliputi: sumber daya perikanan (plankton, benthos, hutan mangrove
dan terumbu karang. Sedangkan sumber daya tak dapat pulih, antara lain yaitu:
minyak dan gas, biji besi, pasir, timah, bauksit dan mineral serta bahan tambang
lainnya.
yang berhubungan. Untuk kedua kasus ini, perbatasan wilayah ZEE merupakan
garis meridian yang diukur dari garis da- sar pantai negara-negara yang
bertetangga tersebut Berbicara masalah kelautan, memang masih ada
ketidakjelasan perbedaon antara wilayah pesisir (coastal) dengan wilayah lautan
(oceanic). Para ahli oseanografi dengan persepsi global terhada asalah kelautan,
biasanya menganggap seluruh area yang ada dalam batas paparan benua sebagai
wilayah pesisir. Sedangkan para pengelola wilayah pesisir biasanya mengangap
seluruh area di luar batas wilayah laut teritorial (3 sampai 12 mil laut) selagai
wilayah laut. Cara termudah umtuk membedakan antara program pengelolaan
pantai dengan program pengelolaan lautan adalah dengan melihat apakah program
tersebut mencakup wilayah teresterial. Wilayah teresterial menupakan seluruh
daratan yang terdapat di dalam batas garis pasang surut tinggi rata-rata.
menunjukkan batas-batas aktual maupun yang masih dalam tahap usulan dari
inisiatif pengelolaan wilayah lautan dari beberapa Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu meupakan kegiatan manusia di bidang
pengelolaan ruang, sumber daya, atau penggunaan yang terdapat pada suatu
wilayah pesisir. Suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries),
yaitu :batas yang sejajar dengan garis pantai (longshore) dan batas yang tegak
lurus terhadap garis pantai (cross-shore).
Dalam suatu wilayah pesisir terdapat satu atau lebih sistem lingkungan
(ekosistem) dan sumber daya pesisir.. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah
pesisir antara lain adalah: terumbu karang (coral reefs), hutan mangrove, padang
lamun (sea grass), pantai berpasir (sandy beach), informasi per-caprea, informasi
baringtonia, estuaria, laguna dan delta. Sedangkan ekosistem buatan antara lain
berupa: tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri,
kawasan agroindustri dan kawasan permukiman.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Rokmin, Dahuri, dkk. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT.Pradnya Paramita.