Anda di halaman 1dari 21

Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

PREDIKSI DEGRADASI ISOLASI KABEL XLPE

Imron Ridzki1
Abstrak

Tulisan ini membahas tentang pengujian isolasi kabel XLPE, sehingga dapat
memprediksi degradasi isolasi kabel XLPE. Metode yang dilakukan meliputi
pengujian respon dielektrik (PDC), analisis infra merah transformasi Fourier
(FTIR), uji jarum, uji tembus, dan uji kekuatan tarik. Tulisan ini menyimpulkan
bahwa degradasi isolasi kabel tidak dideteksi pada pengujian respon dielektrik.
Perubahan kimia isolasi XLPE yang disebabkan oleh degradasi dapat dideteksi
menggunakan analisis FTIR. Tegangan tembus pada uji jarum tidak berkaitan
dengan umur kabel. Kekuatan tarik yang rendah menunjukkan kerapuhan isolasi
karena adanya degradasi kimia. Degradasi isolasi kabel XLPE tidak berkaitan
dengan umur kabel.
Kata-kata kunci: degradasi, isolasi, kabel XLPE

Abstract

This paper discusses the insulations test of XLPE cable, so that the prediction of
insulation degradation of XLPE cable could be done. The experiment methods
are dielectric response in time domain (PDC), Fourier transformed infrared
analysis (FTIR), needle testing, breakdown testing, and tensile strength testing.
The research concludes that FTIR analysis can detect the chemical changes of
insulation XLPE caused by degradation. There is no correlation between
breakdown voltage of needle testing and cable age. The low tensile strength
indicates the brittleness of insulation caused by chemical degradation. There is
no correlation between insulation degradation of XLPE cable and cable age.
Keywords: degradation, insulation, XLPE cable

1. PENDAHULUAN
Kabel XLPE telah banyak digunakan dalam sistem tenaga listrik.
Instalasinya ada yang dilakukan beberapa dekade yang lalu, sehingga
isolasinya cukup untuk mengalami degradasi.
Sistem isolasi kabel tegangan tinggi dan aksesorisnya mengalami
berbagai tekanan selama waktu pelayanannya, sehingga mengalami
degradasi dan kerusakan. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan usia
1
Imron Ridzki. Dosen Program Studi Teknik Listrik, Jurusan Teknik Elektro,
Politeknik Negeri Malang.
layanan, sehingga dapat menurunkan keandalan sistem tenaga listrik.
Oleh karena itu, banyak upaya penelitian untuk memahami degradasi
isolasi dan memperkirakan sisa waktu layanan. Untuk memeriksa kualitas
dan keterkaitan sistem kabel, perlu dilakukan pengujian diagnostik
sebelum pengoperasian sistem kabel dan setelah periode tertentu
pengoperasian.
Makalah ini membahas pengujian kabel XLPE yang masih dalam
penggunaan/pengoperasian dan mengambil sejumlah sampel untuk diuji
di laboratorium. Hasil analisis diharapkan memberikan kondisi aktual
tentang degradasi isolasi kabel.
2. KAJIAN PUSTAKA
2.1. Degradasi XLPE
Proses degradasi isolasi XLPE dapat dikategorikan menjadi dua
kelompok utama yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Degradasi ekstrinsik
disebabkan oleh gelembung udara (void), kontaminan,
ketidaksempurnaan fisik atau komponen yang kurang tersebar merata.
Degradasi intrinsik disebabkan oleh perubahan fisik atau perubahan
kimia atau muatan-muatan yang terperangkap (Densley, et.al., 1993: 15-
17). Proses degradasi intrinsik dapat mempengaruhi volume besar isolasi,
misalnya degradasi termal bahan isolasi. Degradasi ekstrinsik biasanya
menyebabkan perubahan lokal bahan isolasi seragam.
Degradasi fisik, kimia dan listrik adalah mekanisme kerusakan utama
yang mempengaruhi isolasi polimer. Polimer tidak akan mencapai
struktur kristal akhir setelah proses manufaktur. Proses curing akhir
struktur isolasi akan terjadi selama beberapa tahun, karena proses curing
adalah proses yang lamban dimana lubang-lubang kecil dan area padat
dapat terbentuk di dalam isolasi. Struktur isolasi yang tidak merata akan
meningkatkan efek degradasi listrik dan risiko tembus/kegagalan listrik.
Isolasi polimer sensitif bahkan terhadap pelepasan kecil (Hyvnen, et.al.,
2001). Struktur molekul polyethylene dimodifikasi oleh degradasi
mekanik. Tekanan mekanik diketahui mengakibatkan bonds deformation,
radikal bebas dan terpisah, dan carbonyl croups dalam polyethylene
(Crine, 2005: 791-800).
2.2. Metode Diagnostik
Metode diagnostik bertujuan untuk mendeteksi kondisi aktual isolasi
atau mendeteksi perubahan struktur isolasi. Metode diagnostik bisa
dilakukan di lokasi pemasangan kabel atau di lain tempat. Idealnya
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

metode diagnostik dilakukan di sistem isolasi yang sesungguhnya dan


tidak merusak sistem.
Tabel 1. Metode Diagnostik
Metode Diagnostik Indikator Keterangan
Dielectric response in Pohon air, air Offline, on site, non
time domain (PDC) destructive
Frequency domain infra Air, perubahan kimia Offline, off site,
red spectroscopy (FTIR) destructive
Needle testing Tegangan Offline, off site,
destructive
Breakdown testing Tegangan Offline, off site,
destructive
Tensile strength and Kekuatan bahan, Offline, off site,
elongation kekakuan destructive
3. PEMBAHASAN
3.1. Data Kabel XLPE
Kabel XLPE yang diteliti adalah kabel yang telah dipasang dan
dioperasikan. Data kabel XLPE dan metode pengujiannya tercantum pada
tabel 2.
Tabel 2. Data kabel XLPE dan Metode Pengujian
Kode Kabel Tipe Tahun Pengujian
Instalasi
1,3 AHXCMK 3x95/70 1995 PDC, FTIR, NT,
BD
2,4,8 AHXDMK 3x50/16 1980 PDC, FTIR, NT,
BD
5,7,9,10 AHXDMK 3x50/16 1980 PDC, FTIR, BD
6 AHXDMKG 1980 PDC, FTIR, NT,
3x120/25 BD
12 HXCMK 3x35 1977 PDC, FTIR, NT,
BD
32 AHXAMK-W 1996 NT
36 AHXCMK 3x95/70 1977 FTIR,BD
37,38,40,41 AHXDMK 3x50/16 1977 FTIR, BD
39 AXKJ 3x120/16 1977 FTIR, BD
42,44 AHXDMK 3x95/25 1977 FTIR, BD
46,47,48 AHXDMK 1x630/50 1977 FTIR
50 AHXAMK-W 2006, PDC, FTIR, NT
REFERENSI
Kabel XLPE itu dipasang di dalam saluran (duct) dan dioperasikan
pada kondisi lingkungan yang baik, serta pembebanannya stabil. Kabel
XLPE produksi tahun 2006 dijadikan sebagai acuan pengujian. Kabel
pengujian itu terbagi atas 2 jenis konstruksi. Kabel 1, 3, 6, 36, dan 39
mempunyai lapisan kawat tembaga yang melingkupi ketiga fasa, tidak
menggunakan pentanahan fasa yang terpisah. Laminasi metal kedap air
tidak digunakan pada kabel jenis ini. Pada jenis yang lain mempunyai
lapisan tembaga yang terpisah pada tiap-tiap fasa, kecuali kabel referensi
(50) dan 32 yang mempunyai lapisan aluminium yang membungkus tiap-
tiap fasa. Lapisan metal melingkupi isolasi kabel memberikan penghalang
kedap air terhadap kelembaban. Kedua jenis konstruksi kabel XLPE itu
ditunjukkan gambar 1 dan gambar 2.

Gambar 1. Kabel XLPE jenis AHXCMK (AXJK)

Gambar 2. Kabel XLPE jenis AHXDMK

3.2. Dielectric Response


Pengukuran respon dielektrik dalam domain waktu (PDC) dilakukan
pada tiap-tiap fasa kabel. Ujung-ujung kabel yang tidak digunakan untuk
terminasi dikupas untuk pengukuran. Pengukuran itu menggunakan alat
ukur insulation resistance meter.
Hasil pengukuran PDC ditunjukkan gambar 3, arus polarisasi rendah
dan kadang-kadang negatif. Arus depolarisasi juga rendah. Jadi sangat
tidak mungkin menyusun kabel-kabel uji dalam peringkat kelas kondisi
yang berbeda, berdasarkan hasil pengukuran PDC. Sehingga degradasi
isolasi kabel tidak dideteksi pada pengujian ini.
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

Gambar 3. Hasil pengukuran PDC salah satu sampel

3.3. Analisis Fourier Transformed Infrared (FTIR)


Spektrum FTIR untuk kabel nomor 50 ditunjukkan gambar 4.
Baseline correction diaplikasikan dengan mengurangkan nilai rata-rata
wavenumber dari 1900 cm-1 sampai 2400 cm-1 dari tiap respon
wavenumber. Respon wavenumber 2923 cm-1 diatur 10 unit selama
normalisasi. Pita pada 2923, 2852, 1466, 1369, dan 720 cm-1 berkaitan
dengan karakteristik mode vibrasi struktur CH2 jenuh pada polietilen.
Pita-pita lemah pada 3600-3200 cm-1 dan 1740 cm-1 menunjukkan
masing-masing keberadaan sejumlah kecil hydrogen bonded hydroxyl
group dan struktur carbonyl. Biasanya pita ini cocok untuk kabel baru,
karena degradasi polimer selama proses dan sisa-sisa additif persilangan
(Hyvonen, et.al., 2007).
Oksidasi isolasi XLPE adalah salah satu mekanisme degradasi yang
utama. Dari spektrum FTIR dapat dievaluasi tingkat oksidasi. Indek
karbonil memberikan informasi reaksi polimer dengan oksigen. Ada
beberapa rasio yang berbeda untuk menentukan tingkat oksidasi. Sebagai
contoh, rasio pita yang dapat digunakan untuk menentukan indek
karbonil, yaitu: 1710 cm-1 dan 1470, 1710 dan 1380, 1724 dan 1898,
1735 dan 1369 (Hyvonen, et.al., 2007).
Gambar 4. Spektrum FTIR kabel nomor 50

Perhitungan indek karbonil berdasarkan efek oksidasi pada 1710-


1740 cm-1 (pita peregangan karbonil). Daerah itu dibandingkan dengan
daerah yang tidak atau sedikit pengaruh oksidasinya. Indek karbonil
berbeda ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Indek Karbonil
No. Indek A Indek B Indek C Umur
1735/1369 1710/1470 1710/1380 (Tahun)
1 0,36 0,049 0,45 11
2 0,40 0,042 0,46 26
3 0,53 0,073 0,84 11
4 0,30 0,049 0,36 26
5 0,43 0,036 0,29 26
6 0,21 0,027 0,26 26
7 0,47 0,058 0,37 26
8 0,53 0,037 0,45 26
9 0,32 0,040 0,30 26
10 0,52 0,025 0,19 26
12 0,47 0,084 0,66 29
36 0,38 0,040 0,34 29
37 0,58 0,064 0,47 29
38 0,44 0,048 0,43 29
39 0,40 0,062 0,41 29
40 0,38 0,046 0,39 29
41 0,40 0,054 0,42 29
42 0,30 0,045 0,38 29
44 0,34 0,046 0,38 29
46 0,61 0,065 0,50 29
47 0,51 0,048 0,41 29
48 0,56 0,066 0,54 29
50 0,39 0,044 0,44 3
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

Perhitungan rasio antara wavenumber 1724 dan 1898 cm-1 tidak


beralasan karena respon pada wavenumber 1898 cm-1 adalah negatif.
Faktor korelasi Pearson antara indek-indek karbonil yang berbeda berada
pada 0,46 sampai dengan 0,83. Perhitungan faktor korelasi Pearson
menunjukkan bahwa korelasi antara umur kabel dan indek karbonil kabel
adalah lemah, kurang dari 0,2 untuk semua kasus.
Spektrum FTIR dari beberapa kabel yang berbeda mengungkapkan
beberapa struktur kimianya. Tabel 3 menunjukkan bahwa indek-indek
karbonil kabel 3, 8, 37, 46 dan 48 menunjukkan tingkat oksidasi tinggi.
Spektrum FTIR kabel-kabel ini dan kabel baru (50) ditunjukkan gambar
5.

Gambar 5. Spektrum FTIR kabel 3, 8, 37, 46, 48, dan 50

Dari gambar 5 terlihat bahwa intensitas relatif karakteristik pita


polietilen adalah mirip pada semua sampel. Proses penuaan
meningkatkan pita peregangan hidroksil pada 3300 cm-1 dan pita
peregangan karbonil pada 1740 cm-1. Wavenumber pita karbonil
menunjukkan peningkatan konten aldehida dan kemungkinan ester juga.
Sedangkan keton yang merupakan hasil oksidasi polietilen, mempunyai
pita penyerapan pada 1714 cm-1 ketika tidak terlihat perubahan yang
berarti. Sebaliknya, tinggi pita pada 1651 cm-1 terlihat bervariasi untuk
sampel-sampel itu. Kondisi itu dijelaskan oleh keberadaan karbonil
konjuget pada sampel-sampel, seperti pada gambar 6.
Gambar 6. Spektrum FTIR diperbesar kabel 3, 8, 37, 46, 48, dan 50

Perubahan kimia pada isolasi XLPE yang disebabkan oleh degradasi


dapat dideteksi menggunakan analisis FTIR. Perubahan itu agak kecil,
tetapi dapat terdeteksi dengan jelas. Indek karbonil berkaitan dengan
oksidasi isolasi kabel. Karena umur kabel tidak mempengaruhi secara
signifikan terhadap indek karbonil, maka indek karbonil dapat secara
langsung berkaitan dengan derajat degradasi isolasi. Indek karbonil dapat
mengklasifikasikan kabel ke dalam kelas-kelas kondisi yang berbeda
(Leguenza, et.al, 2004: 406-417).

3.4. Uji Jarum (Needle Testing)


Pengujian tembus jarum diterapkan pada kabel 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 32
dan 50. Ada 10 sampel kabel dari tiap-tiap kabel. Tujuan pengujian ini
adalah untuk menguji lapisan isolasi setebal 2 mm dari tiap-tiap kabel.
Sebuah jarum tajam dimasukkan ke dalam isolasi kabel menggunakan
pengendali. Kedalaman jarum diatur oleh dial indicator. Kuat medan
listrik maksimum E maks pada tegangan uji U disajikan oleh persamaan 1.
2U
E maks (1)
4d
r. ln
r
dengan:
r : radius ujung
d : ketebalan isolasi
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

Hasil uji jarum ditunjukkan pada tabel 3.3. Perhitungan itu


berdasarkan pada hasil N pengukuran, variasi dari 10 hasil artinya bahwa
tingkat tegangan tembus kadang-kadang lebih dari 31 kV.
Tabel 4. Hasil uji jarum
Kekuatan
Rata- Deviasi Median Nilai Nilai Medan
Kabel N Umur Rata Standar kV Min. Maks. Listrik
kV kV kV kV Maks.
MV/mm
2 10 26 24,81 4,32 25,50 18,97 30,00 3,86
12 10 29 24,08 3,34 24,00 18,94 29,00 3,74
1 9 11 23,31 3,64 24,34 15,93 27,67 3,62
8 10 26 22,80 4,12 23,11 15,97 29,02 3,54
32 10 9 22,20 5,18 20,68 14,73 29,51 3,45
4 8 26 22,19 6,06 22,46 13,46 31,34 3,45
50 10 3 21,33 3,75 19,49 17,00 27,77 3,31
3 10 11 20,87 5,15 19,92 13,48 28,35 3,24
6 10 26 20,22 4,63 20,44 14,94 25,86 3,14

Pada tabel 4, kabel-kabel diurutkan berdasarkan tegangan tembus


rata-rata. Perhitungan kekuatan medan listrik maksimum berdasarkan
asumsi bahwa radius ujung jarum adalah 1,5 m dan ketebalan isolasi 2
mm.
Berdasarkan hasil tersebut, terlihat bahwa tegangan tembus pada uji
jarum tidak berkaitan dengan umur kabel. Faktor korelasi Pearson untuk
umur kabel dan tegangan tembus rata-rata adalah 0,39, menunjukkan
korelasi positif lemah. Perbedaan antara tegangan tembus rata-rata
tertinggi dan terendah hanya 18,5%.
Evaluasi unjuk kerja kabel berdasarkan tingkat tegangan tembus rata-
rata adalah tidak tepat. Isolasi kabel hanya sekuat pada titik terlemah. Hal
itu berarti bahwa satu atau dua hasil pengukuran tegangan tembus tidak
mempengaruhi secara signifikan pada seluruh unjuk kerja kabel jika
tegangan tembus rendah diukur dengan benar. Jika diasumsikan bahwa
pengukuran dapat diandalkan dan satu dari sepuluh pengujian dilakukan
mendekati titik terlemah isolasi kabel, maka hasil itu dapat diurutkan
berdasarkan nilai minimum tegangan tembus. Hasil berdasarkan nilai
minimum tegangan tembus ditunjukkan pada tabel 5.
Tabel 5. Hasil uji jarum diurutkan berdasarkan nilai minimum tegangan
tembus
Kabel Minimum Umur Metallic screen type
kV (Tahun)
2 18,97 26 Copper foil
12 18,94 29 Copper foil
50 17,00 3 Aluminium laminate
8 15,97 26 Copper foil
1 15,93 11 Copper wires
6 14,94 26 Copper wires
32 14,73 9 Aluminium laminate
3 13,48 11 Copper wires
4 13,46 26 Copper foil

Faktor korelasi Pearson 0,24 menunjukkan bahwa ada korelasi lemah


antara nilai minimum tegangan tembus dan umur kabel. Kabel nomor 50
pada posisi tertinggi jika kabel-kabel itu diurutkan berdasarkan nilai
minimum tegangan tembus.
Permasalahan yang berkaitan dengan perbandingan hasil-hasil
pengukuran menggunakan tegangan tembus (dalam kV) adalah waktu
untuk tembus tidak dipertimbangkan. Pengukuran tembus dapat dianalisis
menggunakan energi tembus sebagai perkalian dari tegangan uji dan
waktu uji. Perhitungan energi tembus ditunjukkan pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil uji jarum berdasarkan energi tembus minimum
Minimum Rata-rata Deviasi Median Maksimum
Kabel kVmin kVmin standar kVmin kVmin
kVmin
2 173,8 299,2 97,7 309,3 432,7
12 163,4 269,8 73,0 266,1 388,0
50 131,8 212,6 87,3 172,9 372,2
1 116,0 285,3 102,0 267,9 482,5
8 114,0 246,0 90,4 244,4 386,4
32 102,8 235,5 105,3 195,6 389,8
6 94,4 196,8 91,1 188,2 313,5
4 79,9 247,7 131,1 249,6 474,9
3 77,3 210,7 108,1 180,5 383,7

Rangking kabel hampir sama dengan tabel 4. Faktor korelasi Pearson


untuk umur dan nilai minimum energi tembus adalah 0,22.
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

Jadi jelas terlihat bahwa tidak mungkin menyusun kabel dalam kelas
kondisi yang berbeda dengan perbandingan langsung hasil-hasil
pengukuran. Perbedaan diantara kabel-kabel itu kecil. Analisis statistik
dapat digunakan untuk evaluasi jika ada perbedaan antara hasil-hasil uji
kabel.
Uji Mann-Whitney adalah uji rangking 2 sampel kesamaan median 2
populasi. Hipotesis uji Mann-Whitney yaitu H0: median populasi 1 sama
dengan median populasi 2 versus H1: median populasi 1 dan populasi 2
adalah berbeda. Uji Mann-Whitney mengasumsikan bahwa data adalah
sampel acak bebas dari 2 populasi yang mempunyai bentuk sama dan
kontinyu, atau ordinal jika diskrit.
Uji Kruskal-Wallis adalah uji kesamaan median dari 2 atau lebih
populasi. Hipotesis uji Kruskal-Wallis yaitu: H0: tidak ada perbedaan
antara median sampel-sampel versus H1: ada perbedaan antara median 2
sampel. Asumsi untuk uji ini bahwa sampel-sampel dari populasi berbeda
adalah sampel acak bebas dari distribusi kontinyu, dengan distribusi yang
mempunyai bentuk sama.
Hasil uji Kruskal-Wallis adalah kemungkinan perbedaan antara data
yang terjadi karena kesempatan. Hasil uji Kruskal-Wallis untuk semua
hasil tegangan tembus uji jarum adalah 0,431. Karena nilai itu lebih dari
0,05, maka hipotesis H1 tidak berlaku dan hipotesis H0 dapat diterima.
Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, tidak ada alasan untuk
menyimpulkan bahwa semua median berbeda untuk sampel kabel uji. Hal
itu tidak berarti bahwa median-median adalah sama. Tidak ada bukti
bahwa semua median berbeda. Hasil uji Mann-Whitney untuk pasangan
kabel berbeda ditunjukkan tabel 7.
Tabel 7. Hasil uji Mann-Whitney untuk pasangan kabel
Kabel 1 2 3 4 6 8 12 32 50
1 1,00
2 0,44 1,00
3 0,35 0,08 1,00
4 0,87 0,31 0,79 1,00
6 0,15 0,03 0,68 0,38 1,0
8 0,71 0,34 0,38 0,91 0,31 1,00
12 0,84 0,43 0,16 0,52 0,08 0,57 1,0
32 0,84 0,31 0,62 0,79 0,38 0,73 0,52 1,00
50 0,31 0,09 0,68 0,97 0,34 0,47 0,12 0,68 1,00
Nilai hasil uji Mann-Whitney adalah probabilitas aktual dari
perbedaan yang terjadi karena kesempatan. Pasangan yang mempunyai
nilai uji lebih kecil dari 0,05 adalah kabel 2 dan kabel 6. Dengan
pasangan ini, hipotesis H0 harus dibuang dan hipotesis H1 diterima.
Median hasil uji jarum kabel 2 dan kabel 6 adalah berbeda. Hasil dari
pasangan lainnya tidak memberikan alasan untuk menyimpulkan bahwa
semua median berbeda. Hal itu tidak berarti bahwa median-median itu
sama, tetapi tidak ada bukti bahwa median-median itu berbeda.
Analisis statistik menunjukkan bahwa hanya ada perbedaan yang 1
perbedaan antara kabel 2 dan kabel 6. Kabel-kabel itu mempunyai umur
yang sama tetapi desain berbeda. Kabel 2 mempunyai sebuah lapisan
tembaga dan kabel 6 mempunyai lilitan helikal kawat tembaga. Desain
kabel sedikit mempengaruhi unjuk kerja isolasi, tetapi sebaliknya sangat
jelas bahwa uji jarum tidak secara jelas memperingkatkan kabel uji dalam
kelas kondisi berbeda.
Dalam uji jarum, kekuatan medan listrik maksimum yang
menentukan fenomena tembus. Kekuatan medan listrik maksimum adalah
beberapa orde lebih tinggi daripada kekuatan medan listrik rata-rata.
Contohnya, jika diasumsikan ketebalan isolasi 2 mm, radius ujung jarum
1,5 m dan tegangan uji 22 kV, medan listrik maksimum 3420 kV/mm
dan kekuatan medan listrik rata-rata 11 kV/mm. Pencitraan mikroskopik
uji jarum menunjukkan bahwa variasi radius ujung jarum diabaikan.
Pemasukan jarum ke dalam isolasi kabel menyebabkan ketidakpastian
dalam hasil pengukuran. Jika diasumsikan bahwa ketidakpastian total
dalam ketebalan isolasi d adalah 1 mm, berarti ketebalan isolasi
sebenarnya berkisar 1 mm sampai dengan 3 mm, kekuatan medan listrik
maksimum berkisar antara -4,5% sampai dengan 8,8% dari nilai nominal.
Ketidakpastian total bisa meliputi pembengkokan kabel dan jarum,
ketebalan isolasi dan selaput konduktor, isolasi asimetris, dll.
3.5. Uji Tembus (Breakdown Testing)
Uji tembus (breakdown testing) dilakukan pada kabel nomor 1 10,
12, 36 42, dan 44. Ketiga fasa kabel diuji secara terpisah. Secara
keseluruhan ada 57 uji. Pada awal pengujian, tegangan dinaikkan ke
tegangan nominal fasa ke tanah (U0) kabel. Tegangan dijaga pada tingkat
tersebut selama 5 menit. Setelah itu tegangan dinaikkan dengan langkah
sebesar U0 sampai terjadi tembus. Tiap langkah dilakukan selama 5
menit. Tingkat tegangan yang dapat ditahan dari uji tembus ditunjukkan
gambar 7.
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

Gambar 7. Tingkat tegangan yang dapat ditahan pada uji tembus


Tingkat tegangan yang dapat ditahan bervariasi dari 5 kali U0 sampai
dengan 14 kali U0. Kabel 6L2 diuji sampai pada tingkat tegangan 15 kali
U0, dan karena tembus tidak terjadi pada tingkat ini dan pengujian
dihentikan. Alasan penghentian pengujian bahwa jika pengujian
dilanjutkan berarti bahwa tingkat tegangan yang dapat ditahan dari
terminasi uji dapat dilampaui. Tingkat tegangan yang dapat ditahan kabel
baru berkisar antara 25U0 30U0.
Nilai tengah tingkat tegangan yang dapat ditahan adalah 8,04U 0 dan
deviasi standarnya 2,43U0. Tingkat tegangan yang dapat ditahan dari
desain kabel kawat tembaga lilitan lebih tinggi daripada nilai tengah
tegangan tembus. Tingkat tegangan kabel lapisan tembaga adalah lebih
rendah daripada nilai tengah, kecuali untuk tingkat tegangan kabel 4 dan
kabel 12. Hasil itu jelas menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara
umur layanan kabel dan tegangan tembus. Faktor korelasi Pearson untuk
umur layanan kabel dan tegangan tembus adalah -0,30. Hasilnya
menunjukkan bahwa desain kabel mempengaruhi tingkat tegangan yang
dapat ditahan. Unjuk kerja yang lebih lemah dari kabel jenis lapisan
tembaga adalah lekukan-lekukan pada lapisan semikonduktif luar yang
disebabkan oleh lapisan tembaga. Lekukan-lekukan ini diteliti pada
seluruh panjang kabel, dan dapat menimbulkan peningkatan medan listrik
lokal yang menyebabkan tembus yang lebih awal.
3.6. Kekuatan Tarik
Pengukuran kekuatan tarik dilaksanakan pada kabel 1, 2, 3, 4, 6, 8,
12, dan 50. Sampel isolasi diambil dari sampel kabel dan penentuan
sampel kekuatan tarik diulangi 6 kali. Uji kekuatan tarik ini berdasarkan
standar IEC 60811-1-1 (Anonymous, 2001). Nilai tengah kekuatan tarik
dan perpanjangan pada saat rusak ditunjukkan pada tabel 8.

Tabel 8. Kekuatan tarik dan perpanjangan


1 2 3 4 6 8 12 50
Kekuatan 25,7 26,2 27,0 25,0 27,3 26,7 17,5 25,0
Tarik N/mm2
Perpanjangan 531 518 547 537 545 525 552 483

Berdasarkan standar IEC 60502-2, syarat standar untuk kabel baru


yaitu: kekuatan tarik lebih dari 12,5 N/mm2 dan perpanjangan saat rusak
lebih dari 200% (Anonymous, 2005). Semua kabel uji telah memenuhi
syarat-syarat itu. Hanya kabel 12 yang berbeda dengan yang lain. Kondisi
ini merupakan indikasi degradasi kimia yang menyebabkan
berkembangnya kerapuhan dalam isolasi kabel.

3.7. Analisis Diagnostik


Hasil analisis dari berbagai pengujian menunjukkan bahwa degradasi
isolasi kabel tidak berkaitan dengan umur kabel. Proses degradasi
eksogen seperti degradasi termal, lebih dari degradasi sendiri/internal,
memegang peranan yang lebih penting dalam semua degradasi.
Rangkuman hasil pengukuran diagnostik untuk kabel 1, 2, 3, 4, 5, 6,
7, 8, 9, 10, 12, dan 50 ditunjukkan dalam tabel 3.8. Hasil pengukuran
respon dielektrik diabaikan, karena hasil dari kabel-kabel yang berbeda
tidak saling berbeda satu dengan yang lainnya. Faktor korelasi dihitung
antara pasangan parameter berbeda. Hasilnya menunjukkan bahwa
korelasi kurang dari 0,5 antara tiap pasang.
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

Tabel 9. Hasil analisis diagnostik


Teg. Energi Teg. Kekuatan Jenis
ID Umur Indek karbonil Tembus Tembus yg dpt Tarik Lapisan
Uji Uji Di Metalik
Jarum Jarum tahan
A B C (kV) (kVmin) (kV) (N/mm2)
1 11 0,36 0,049 0,45 23,31 116,0 59,9 25,7 H
2 26 0,43 0,042 0,46 24,81 173,8 29,0 26,2 T
3 11 0,56 0,073 0,84 20,87 77,3 54,1 27 H
4 26 0,39 0,049 0,36 22,19 79,9 67,7 25 T
5 26 0,48 0,036 0,29 - - 29,0 - T
6 26 0,21 0,027 0,26 20,22 94,4 78,3 27,3 H
7 26 0,47 0,058 0,37 - - 32,9 - T
8 26 0,53 0,037 0,45 22,80 114,0 32,9 26,7 T
9 26 0,41 0,04 0,30 - - 32,9 26,7 T
10 26 0,52 0,025 0,19 - - 29,0 - T
12 29 0,47 0,084 0,66 24,08 163,4 56,1 17,5 T
50 1 0,39 0,044 0,44 21,33 131,8 - 25,0 Al

Efek konten karbonil pada unjuk kerja isolasi polimer tergantung


pada tekanan yang terjadi pada isolasi. Mekanisme awal daerah yang
memburuk dan pohon listrik (electrical tree) yang disebabkan oleh
tekanan arus bolak-balik yang tergantung pada keberadaan oksigen
(Shimizu, et.al., 1992: 513-518). Keberadaan kelebihan C==O (grup
karbonil) dan ikatan ganda C==C mendorong terjadinya pemotongan
rantai dan pembentukan radikal bebas. Pada kondisi bebas oksigen,
hantaman langsung carrier yang dipercepat atau sinar UV pada polimer
dapat membentuk sejumlah pemotongan rantai pada kerapatan rendah
pada daerah yang relatif besar selama aplikasi tegangan AC (Shimizu,
et.al., 1992: 513-518). Dekomposisi bertahap dipertimbangkan untuk
membentuk banyak celah udara kecil dan menghancurkan struktur pipih.
Pada kondisi banyak oksigen, pemotongan utama terjadi dengan sukses
dari rantai rusak pertama melalui oksidasi sendiri, memungkinkan
pembentukan celah udara besar, sebagai awal dari saluran pohon listrik.
Pada uji jarum, daerah yang memburuk (konten karbonil meningkat) pada
polietilen meningkatkan resistansi pohon listrik untuk tegangan AC
tanjakan (ramp) dan tegangan impuls positif (Shimizu, et.al., 1992: 513-
518). Perubahan struktur polietilen pada daerah yang rusak merupakan
penyebab untuk kondisi itu. Daerah yang memburuk dapat memperbaiki
unjuk kerja isolasi secara lokal. Observasi mikroskop elektron
menunjukkan banyak celah udara kecil dan retakan pada daerah yang
memburuk dan struktur lamellar polietilen dihancurkan dalam daerah
yang rusak isolasi. Jumlah pemotongan rantai diakumulasi pada
kerapatan rendah selama penggunaan tegangan AC yang lama pada
daerah yang rusak, membentuk celah udara kecil dan penghancuran
struktur pipih (Shimizu, et.al., 1992: 513-518).
Umur pelepasan sebagian polietilen akan menurun ketika konten
karbonil di atas ambang batas tertentu. Umur pelepasan ditentukan
terutama oleh struktur kimia polimer dan konsentrasi karbonil (Tanaka,
2002: 704-716). Grup karbonil meningkatkan pembentukan radikal bebas
dan oleh karena itu mempercepat erosi permukaan rongga mikro,
menyebabkan partial discharge breakdown yang lebih awal.
Kenaikan oksidasi sampel XLPE meningkatkan kekuatan tembusnya
sampai dengan titik tertentu. Hal itu cocok dengan teori volume bebas
yang dimodifikasi dari tembus (breakdown). Berdasarkan teori ini,
tembus (breakdown) berkaitan dengan lintasan elektron terpanjang dalam
micro vacuoles, yang berisi volume bebas polimer. Dari hasil ini terlihat
bahwa peningkatan konten karbonil bisa memperbaiki unjuk kerja isolasi
pada beberapa tekanan sampai dengan titik tertentu. Peningkatan konten
karbonil akan dapat mempengaruhi unjuk kerja jangka panjang isolasi
polimer dengan cara penurunan tingkat tegangan AC yang dapat ditahan.
Gambar 3.8. menunjukkan plot korelasi logaritma antara indek karbonil
A dan tegangan yang dapat ditahan.

Gambar 8. Korelasi antara indek karbonil A dan tegangan yang dapat


ditahan

Koefisien korelasi untuk logaritma mendekati 0,58. Pada sampel-


sampel ini, tegangan yang dapat ditahan menurun berdasarkan persamaan
3.2, ketika indek karbonil meningkat.
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

y 19,44 30,03 ln x (2)


berdasarkan hubungan antara indek karbonil A dan tingkat tegangan yang
dapat ditahan, dapat dikatakan bahwa analisis FTIR dan perhitungan
indek karbonil dapat digunakan sebagai pengukuran diagnostik kondisi
isolasi kabel. Pada hasil sampel kabel ini, indek karbonil A dikaitkan
dengan properti isolasi penting yang utama, tingkat tegangan yang dapat
ditahan pada tekanan tegangan layanan.
Untuk pemakaian di masa mendatang, direkomendasikan bahwa
selama perbaikan kabel setelah terjadi kegagalan, sampel isolasi kabel
harus dilakukan analisis FTIR. Analisis FTIR dan perhitungan indek
karbonil agak mudah dilakukan dan hasilnya seharusnya memberikan
estimasi yang baik untuk semua kondisi kabel. Evaluasi nilai indek
karbonil A berdasarkan kelas kondisi kabel ditunjukkan pada tabel 10.
Tabel 10. Evaluasi nilai indek karbonil A
Bagus Sedang Kurang Sangat
Kurang
Tingkat tegangan > 5 U0 5 U0 3 U0 3 U0 2 U0 < 2 U0
yang dapat
ditahan
Indek Karbonil A < 0,70 0,70 1,00 1,00 1,30 > 1,30

Nilai indek karbonil pada tabel 3.9 didasarkan pada korelasi


persamaan 2. Kriteria kelas sangat kurang dipilih dengan tingkat
tegangan yang dapat ditahan kurang dari 2 U0, karena pada jaringan
tegangan menengah, kenaikan tegangan lebih sampai dengan 1,9 U 0 bisa
terjadi ketika gangguan tanah terjadi. Tegangan lebih gangguan tanah
dapat menyebabkan kegagalan kabel tiba-tiba atau mulai munculnya
perkembangan yang cepat dari degradasi isolasi kabel tidak berbalik.
Data uji eksperimen dengan jelas mendukung penemuan bahwa
kabel-kabel memiliki nilai indek karbonil kurang dari 0,6 untuk kelas
kabel baik. Kelas kabel yang lain pada tabel 10 diperoleh dari
ekstrapolasi dan data uji eksperimen berdassar persamaan 2. Ini adalah
pendekatan pertama yang mengkombinasikan hasil analisis FTIR ke hasil
uji tegangan yang dapat ditahan pada skala nyata penuh.
Jadi sudah jelas bahwa ketidakpastian yang pasti termasuk dalam
hasil yang ditampilkan. Sampel isolasi yang digunakan pada analisis
FTIR hanya diambil dari satu titik pada isolasi. Sampel diambil dari
bagian tengah radius isolasi. Keterwakilan sampel isolasi berisi
ketidakpastian. Konten karbonil bervariasi ketika sampel isolasi yang
diambil dari bagian dalam, tengah, dan luar dianalisis (Leguenza, et.al.,
2004: 406-417). Sampel-sampel dianalisis menggunakan metode FTIR
sebanyak 2 sampai 4 kali. Sehingga analisis ini menghasilkan
ketidakpastian. Dalam analisis, tingkat kebisingan latar belakang
pengukuran bisa bervariasi. Korelasi logaritma antara indek karbonil A
dan tingkat tegangan yang dapat ditahan adalah sedang (cukup) seperti
terlihat gambar 8. Perubahan data misalnya jumlah sampel uji yang lebih
banyak dapat mengubah bentuk kurva dari logaritma menjadi bentuk
yang lain. Ekstrapolasi fungsi ini dapat menimbulkan batas-batas yang
berbeda antara kelas kondisi kabel yang berbeda. Kabel-kabel XLPE
yang telah dipakai mempunyai indek karbonil lebih tinggi dari 0,6 dan
mempunyai kelas kondisi lain yang lebih dari baik (bagus), tidak bisa
ditemukan dalam penelitian.
Meskipun penelitian ini dilakukan pada jumlah sampel yang terbatas,
metode ini menjanjikan untuk memperoleh gambaran umum kondisi
isolasi kabel. Metode FTIR bersifat merusak, artinya satu-satunya alasan
kuat untuk memperoleh sampel uji adalah jika ada kabel yang
gagal/rusak. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa prakiraan kondisi
sistem kabel seharusnya berdasarkan lebih dari satu metode pengukuran
(Hyvonen, et.al., 2003). Hasil dari analisis FTIR harus diverifikasi
dengan beberapa metode yang lain sebelum melakukan aksi praktikum
lanjut. Metode lain, seperti partial discharge dan pengukuran respon
dielektrik, seharusnya digunakan untuk menganalisis kondisi kabel yang
digunakan mendekati akhir usia layanannya atau memiliki pembebanan
berat atau kondisi lingkungan.
Prosedur untuk pemakaian metode FTIR sangat sederhana. Seperti
dijelaskan di atas, perbaikan kabel yang rusak adalah langkah awal untuk
mengumpulkan sampel isolasi untuk analisis FTIR. Pada analisis FTIR
ini diperlukan minimum 2 lilitan isolasi telanjang spiral. Lilitan isolasi ini
harus hati-hati diambil dari isolasi spiral mencegah kontak dengan jari.
Sampel isolasi harus disimpan dalam botol kaca bersih yang kedap udara.
Botol itu disimpan di tempat kering, gelap, dan sejuk. Sampel itu harus
dikirim untuk analisis dalam 2 minggu.
Hasil analisis FTIR perlu dimanipulasi sebelum perhitungan nilai
indek karbonil. Perhitungan langsung nilai indek karbonil tidak mungkin
karena background noise pengukuran bervariasi pada pengukuran-
pengukuran.
Imron Ridzki, Prediksi Degradasi Isolasi Kabel XLPE, Halaman 29-48

Langkah-langkah yang diperlukan pada perhitungan indek karbonil


sebagai berikut:
1. Pengukuran spektrum FTIR, setidaknya 2 spektrum tiap sampel.
2. Mencari rerata spektrum.
3. Nilai rerata wavenumber 1900 cm-1 sampai 2400 cm-1 dikurangkan
dari tiap respon wavenumber.
4. Perhitungan indek karbonil dengan cara membagi respon pada
wavenumber 1735 cm-1 dengan respon dari wavenumber 1369 cm-1.

Prakiraan kondisi kabel berdasarkan indek karbonil A dan kelas


kondisi ditunjukkan pada tabel 10. Terlihat bahwa penggunaan pada
lingkungan yang baik tidak cukup untuk menunjukkan seluruh unjuk
kerja jangka panjang isolasi XLPE.

4. PENUTUP
Degradasi isolasi kabel tidak dideteksi pada pengujian respon
dielektrik. Perubahan kimia isolasi XLPE yang disebabkan oleh degradasi
dapat dideteksi menggunakan analisis FTIR. Tegangan tembus pada uji
jarum tidak berkaitan dengan umur kabel. Kekuatan tarik yang rendah
menunjukkan kerapuhan isolasi karena adanya degradasi kimia.
Degradasi isolasi kabel XLPE tidak berkaitan dengan umur kabel.

5. DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2001, Common Test Methods for Insulating and Sheating
Materials of Electric Cables and Optical Cables Part 1-1:
Methods for General Application Measurements of Thickness
and overall Dimensions Test for Determining the Mechanical
Properties, IEC 60811-1-1, International Electrotechnical
Commission.
Anonymous, 2005, Power Cables with Extruded Insulation and Their
Accessories for Rated Voltages from 1 kV (Um=1,2 kV) up to 30
kV (Um=36 kV) Part 2: Cables for Rated Voltages from 6 kV
(Um= 7,2 kV) up to 30 kV (Um=36 kV), IEC 60502-2,
International Electrotechnical Commission.
Crine, J.P., 2005, Influence of Electro-mechanical Stress on Electrical
Properties of Dielectric Polymers, IEEE Transactions on
Dielectrics and Electrical Insulation, Vol. 12, No. 4, p. 791-800.
Densley, J., Bartnikas, R., and Bernstein, B.S., 1993, Multi-stress Ageing
of Extruded Insulation System for Transmission Cables, IEEE
Electrical Insulation Magazine, Vol. 9, No. 1, p. 15-17.
Hyvonen, P., and Jaaskelainen, A.S., 2007, Chemical Changes and
Remaining Voltage Withstand of Field Aged XLPE-Cables,
NORD-IS 2007, Kgs. Lyngby, Denmark.
Hyvnen, P., Oyegoke, B., and Aro, M., 2001, Advanced Diagnostics
Test and Measurement Methods for Power Cable Systems on-site,
Literature Review with Discussion, Report TKK SJT-49,
Helsinki University of Technology, High Voltage Institute,
Espoo, Finland.
Hyvonen, P., Oyegoke, B., Aro, M., 2003, Condition Assessment of MV
Power Cables Based on Practical Measurement, NORD-IS 2003,
Tampere, Finland.
Leguenza, E.L., Robert, R., Giacometti, J.A., 2004, Dielectric and
Viscoelastic Properties of Crosslinked Polyethylene Aged Under
Multi Stressing Conditions, IEEE Transactions on Dielectrics and
Electrical Insulation, Vol. 11, No. 3, p. 406-417.
Shimizu, N., Uchida, K., and Rasikawan, S., 1992, Electrical Tree and
Deteriorated Region in Polyethylene, IEEE Transactions on
Electrical Insulation, Vol. 27, No. 3, p. 513-518.
Tanaka, T., 2002, Aging of Polymeric and Composite Insulating
Materials. Aspect of Interfacial Performance in Aging, IEEE
Transaction on Dielectrics and Electrical Insulation, Vol. 9, No.5,
p. 704 -716.

Anda mungkin juga menyukai