Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
manusia dikatakan sehat secara jasmani apabila semua sistem dalam tubuh
melibatkan organ-organ dalam menjalankan tugasnya, seperti sistem respirasi
atau pernapasan yang merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses
pertukaran oksigen dan karbondioksida baik yang eksterna maupun interna.
Sementara saluran pernapasan itu sendiri dibagi menjadi saluran pernapasan
atas dan bawah.
Sistem pernapasan atas dimulai dari cavum nasal, faring hingga laring.
Sistem pernapasan atas ini berfungsi sebagai pertahanan pertama tubuh
terhadap mikroorganisme yang terdapat di atmosfer. Penyaringan udara
terhadap benda-benda asing dan meningkatkan suhu udara sebelum masuk ke
saluran pernapasan yang lebih bawah lagi, merupakan sebagian besar dari
fungsinya. Apabila terjadi proses inflamasi pada bagian-bagian tersebut, maka
akan mengurangi efektivitas dari sistem pernapasn itu sendiri, dimana pasien
akan merasa tidak nyaman, dan tidak jarang menjadi komplikasi apabila tidak
ditangani dengan tepat.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang kelainan atau penyakit pada saluran
nafas.
2. Tujuan Khusus
Mempelajari lebih dalam mengenai penyakit pada pasien di scenario dan
interpretasinya

C. Manfaat
1. Untuk menambahan wawasan keilmuan tentang pernafasaan bagi penulis.
2. Sebagai sumber bacaan bagi pembaca untuk membuat karya tulis serupa.

LBM 3
Page 1
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 DATA TUTORIAL
Hari/tanggal sesi 1 : Senin, 11 Desember 2017
Hari/tanggal sesi 2 : Rabu, 13 Desember 2017
Tutor : Dr. H. Agus Widjaja, MHA
Moderator : Gunawan Ariansyah
Sekretaris : Xena Pramesti Mahardika

2.2 Sekenario LBM 3

ANAKKU SESAK

Seorang anak perempuan umur 9 bulan, dibawa ibunya ke puskesmas


dengan tampak nafasnya sesak. Dari anamnesis dokter mendapatkan riwayat
batuk dan pilek sejak 1 hari yang lalu, tidak ada demam dan riwayat muntah,
sesak ini baru pertama kali disertai bunyi mengi dan riwayat biru, minum ASI
lancar. Anaknya baru mulai merangkak dan suka memasukkan sesuatu ke
mulut. Ibu pasien khawatir anaknya tercekik karena benda asing. Dari
pemeriksaan fisik tampak sakit berat, sadar, takipneu, sianosis, suhu 37,5oC,
ada retraksi supra sternalis dan epigastrium, bunyi nafas expirasi memanjang,
terdapat wheezing. Dokter segera memberikan oksigen, memasang infus dan
merujuk ke RS.
Di IGD RS, dokter melakukan pemeriksaan fisik dan dilanjutkan
dengan pemeriksaan foto toraks dan laboratorium. Dari anamnesis tambahan
didapatkanriwayat asma pada neneknya, kakaknya yang berumur delapan
tahun mempunyai riwayat dermatitis yang sukar sembuh dan sering hilang
timbul terutama bila makan coklat.

LBM 3
Page 2
2.3 KLARIFIKASI ISTILAH
1. Wheezing: suara pernafasan frekuensi tinggi yg terdengar akhir ekspirasi
2. Retraksi supra sternalis & epigastrium: Penarikan dinding dada pada bagian
atas os sternum & Retraksi pada daerah epigastrium atau dibawah dada.
3. Sianosis: warna kulit atau membran mukosa kebiruan yang menandakan
kurangnya oksigen
4. Takipneu: Merupakan frekeusnsi nafas yang lebih cepat dari normal (n:16-
24 kali/menit)
5. Dermatitis: Kondisi kulit yang mengalami peradangan/inflamasi terutama
pada lapisan dermis.

2.4 IDENTIFIKASI MASALAH


1. Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan.
2. Mengapa pasien mengalami sesak nafas?
3. Apa penyebab pasien sianosis?
4. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik? (sakit berat, sadar,
takipneu, agak sianosis, suhu 37,5oC, ada retraksi supra sternalis,
epigastrium, bunyi nafas ekspirasi memanjang, ada wheezing)
5. Bagaimana hubungan riwayat batuk dan pilek dengan sesak pasien saat
ini?
6. Apa tujuan dokter memberikan oksigen, memasang infus dan merujuk ke
RS?
7. Apa tujuan dokter melakukan pemeriksaan foto toraks dan laboratorium?
dan apa kemungkinan hasilnya?
8. Apakah ada hubungan riwayat asma neneknya dan dermatitis kakaknya
dengan keadaan pasien?

LBM 3
Page 3
2.5 BRAIN STORMING
1. Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan

Gambar: Anatomi Saluran Pernapasan Atas

a. Lubang Hidung (cavum nasal)


Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago).
Hidung dibentuk oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan
jaringan ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang
yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung
mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter) kasar
terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa) hidung terdapat efitel
bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir sehingga
dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernafasan. Kita dapat
mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau
terletak pada cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I
(Nervous Olfactorius).1

Hidung berfungsi sebagai jalan nafas, pengatur udara, pengatur kelembapan


udara (humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra
pencium, dan resonator suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring
dilakukan oleh vibrissa, lapisan lendir, dan enzim lisozim. Vibrissa adalah rambut
pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai penyaring debu dan kotoran (partikel
berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel kecil) yang masih dapat

LBM 3
Page 4
melewati vibrissa akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya dikeluarkan
oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil),
maka enzim lisozim yang menghancurkannya.1

a. Sinus paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis,
sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus maxilarris. Sinus berfungsi
untuk :
1) Membantu menghangatkan dan humidifikasi.
2) Meringankan berat tulang tengkorak.
3) Mengatur bunyi suara manusia dengan resonansi.
b. Faring
Faring merupakam pipa berotot berbentuk cerobong (13 cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada
ketinggian tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat digestion
(menelan) seperti pada saat bernafas. Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi
tiga yaitu di belakang hidung (naso-faring), belakang mulut (oro-faring), dan
belakang laring (laringo-faring).

Naso-faring terdapat pada superior di area terdapat efitel bersilia (pseudo


stratified) dan tonsil (adenoid), serta merupakan muara tube eustachius. Adenoid
atau faringeal tonsil berada di langit-langit naso-faring. Tenggorokan dikelilingi
oleh tonsil, adenoid, dan jaringan limfoid lainnya. Struktur tersebut penting sebagai
mata rantai nodus limfatikus untuk menjaga tubuh dari invasi organisme yang
masuk ke hidung dan tenggorokan.1

Oro-faring berfungsi untuk menampung udara dari naso faring dan makanan
dari mulut. Pada bagian ini terdapat tonsili palatina (posterior) dan tonsil lingualis
(dasar lidah).

Laringo-faring merupakan bagian terbawah faring yang berhubungan


dengan esofagus dan pita suara (vocal cord) yang berada dalam trakhea. Laringo-

LBM 3
Page 5
faring berfungsi pada saat proses menelan dan respirasi. Laringo-faring terletak di
bagian depan pada laring, sedangkan trakhea terdapat di belakang.

c. Tonsil

Gambar: Tonsil Pada Cavum Oris yang membentuk cincin Waldeyer

Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam
fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval
dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang
meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris,
daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar.
Tonsil palatina memiliki 2 lapisan (lateral dan medial) serta memiliki 2
kutub (kutub atas dan kutub bawah. Berikut ini penjelasan dari bagian bagian
tersebut :
Lapisan medial
Lapisan ini ditutupi oleh epitel squamous bertingkat non-keratinizing yang
berlekuk masuk ke dalam substansi tonsil dan membentuk kripta. Pintu
masuk dari 12 15 kripta dapat terlihat pada lapisan medial ini. Salah satu
dari kripta tadi, yang terletak dekat dengan kutub atas merupakan kripta
dengan ukuran paling besar dan dalam yang dikenal dengan crypta magna

LBM 3
Page 6
atau intratonsillar cleft. Kripta dapat diisi oleh material seperti sel epitel,
bakteri, atau debris makanan.
Lapisan lateral
Lapisan ini ditutupi oleh kapsul berupa jaringan fibrosa. Diantara kapsul
dan bagian dalam tonsil terdapat jaringan ikat longgar yang menjadi batas
saat dilakukan tonsilektomi. Tempat ini juga merupakan tempat
pengambilan sampel nanah pada penderita peritolsillar abscess.
Kutub atas
Bagian ini memanjang sampai pallatum mole. Lapisan medialnya ditutupi
oleh lipatan semilunar, yang memanjang diantara pilar anterior dan
posterior, dan menutupi fossa supratonsilar.
Kutub bawah
Bagian ini melekat pada pangkal lidah. Lipatan triangular dari membran
mukosa memanjang dari pilar anterior sampai bagian anteroinferior dari
tonsil dan menutupi anterior pillar space.

Gambar : Sistem Perdarahan Tonsil Palatina


Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,
yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris
dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri
palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4)
arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri

LBM 3
Page 7
lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua
daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh
arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil
membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik
melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit
B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada
tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B
berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen
komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel
limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area yaitu epitel sel
retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat germinal
pada folikel ilmfoid.1,2
d. Laring
Terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot
yang mengandung pita suara, selain fonasi laring juga berfungsi sebagai pelindung.
Laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan nafas
terhadap masuknya makanan dan cairan. Laring dapat tersumbat, antara lain oleh
benda asing (gumpalan makanan), infeksi (misalnya difteri) dan tumor. pada waktu
menelan, gerakan laring keatas, penutupan glotis (pemisah saluran pernapasan
bagian atas dan bagian bawah) seperti pintu epiglotis yang berbentuk pintu masuk.
Jika benda asing masuk melampaui glotis batuk yang dimiliki laring akan
menghalau benda dan sekret keluar dari pernapasan bagian bawah.

Fungsi Laring
Produksi suara, Suara memiliki nada, volume, dan resonansi. Nada
suara bergantung pada panjang dan kerapatan pita suara. Pada saat
pubertas, pita suara pria mulai bertambah panjang, sehingga nada
suara pria semakin rendah. volume suara bergantung pada besarnya
tekanan pada pita suara yang digetarkan. Semakin besar tekanan
udara ekspirasi, semakin besar getaran pita suara dan semakin keras

LBM 3
Page 8
suara yang dihasilkan. Resonansi bergantung pada bentuk mulut,
posisi lidah dan bibir, otot wajah, dan udara di paranasal.
Berbicara, berbicara terjadi saat ekspirasi ketika suara yang
dihasilkan oleh pita suara dimanipulasi oleh lidah, pipi, dan bibir.
Pelindung saluran napas bawah, saat menelan, laring bergerak ke
atas, menyumbat saluran faring sehingga engsel epiglotis menutup
faring. Hal ini menyebabkan makanan tidak melalui esofagus dan
saluran napas bawah.
Jalan masuk udara, bahwa Laring berfungsi sebagai penghubung
jalan napas antara faring dan trakea.
Pelembab, penyaring, dan penghangat, dimana proses ini berlanjut
saat udara yang diinspirasi berjalan melalui laring.2

Di bagian laring terdapat beberapa organ yaitu :


Epiglotis, merupakan katup tulang rawan untuk menutup laring
sewaktu orang menelan. Bila waktu makan kita berbicara (epiglottis
terbuka), makanan bisa masuk ke larynx (keslek) dan terbatu-batuk.
Pada saat bernafas epiglotis terbuka tapi pada saat menelan epiglotis
menutup laring. Jika masuk ke laring maka akan batuk dan dibantu
bulu-bulu getar silia untuk menyaring debu, kotoran-kotoran.
Jika bernafas melalui mulut udara yang masuk ke paru-paru tak
dapat disaring, dilembabkan atau dihangatkan yang menimbulkan
gangguan tubuh dan sel-sel bersilia akan rusak adanya gas beracun
dan dehidrasi.
Pita suara, terdapat dua pita suara yang dapat ditegangkan dan
dikendurkan, sehingga lebar selasela antara pita - pita tersebut
berubah-ubah sewaktu bernafas dan berbicara. Selama pernafasan
pita suara sedikit terpisah sehingga udara dapat keluar masuk.

LBM 3
Page 9
Gambar: Anatomi Laring

e. Trakea
Trakea, merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20
cincin kartilago yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang terbentuk seperti C.
Trakea dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epitilium bersilia dan sel
cangkir. Trakea hanya merupakan suatu pipa penghubung ke bronkus. Dimana
bentuknya seperti sebuah pohon oleh karena itu disebut pohon trakeobronkial.
tempat trakea bercabang menjadi bronkus di sebut karina. di karina menjadi
bronkus primer kiri dan kanan, di mana tiap bronkus menuju ke tiap paru (kiri dan
kanan), Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan
batuk berat jika dirangsang.1

Fungsi trakea :
Penunjang dan menjaga kepatenan, Susunan jaringan kartilago dan
elastik menjaga kepatenan jalan napas dan mencegah obstruksi jalan
napas saat kepala dan leher digerakkan. Tidak adanya kartilago di
bagian posterior trakea, memungkinkan trakea berdilatasi dan

LBM 3
Page 10
berkontraksi saat esofagus mengalami distensi saat menelan.
Kartilago mencegah kolapsnya trakea saat tekanan internal kurang
dari tekanan intratoraksik, yaitu saat akhir ekspirasi dengan upaya.
Eskalator mukosiliaris, Eskalator mukosiliaris adalah keselarasan
frekuensi gerakan silia membran mukosa yang teratur yang
membawa mukus dengan partikel yang melekat padanya ke atas
laring di mana partikel ini akan ditelan atau dibatukkan
Refleks batuk, Ujung saraf di laring, trakea, dan bronkus peka
terhadap iritasi sehingga membangkitkan impuls saraf yang
dihantarkan oleh saraf vagus ke pusat pernapasan di batang otak.
Respons refleks motorik terjadi saat inspirasi dalam yang diikuti
oleh penutupan glotis, yakni penutupan pita suara. Otot napas
abdomen kemudian berkontraksi dan dengan tiba-tiba udara
dilepaskan di bawah tekanan, serta mengeluarkan mukus dan/atau
benda asing dari mulut.
Penghangat, pelembap, dan penyaring, Fungsi ini merupakan
kelanjutan dari hidung, walaupun normalnya, udara sudah jernih
saat mencapai trakea.2

Trakea terdiri atas tiga lapis jaringan yaitu:


Lapisan luar terdiri atas jaringan elastik dan fibrosa yang
membungkus kartilago.
Lapisan tengah terdiri atas kartilago dan pita otot polos yang
membungkus trakea dalam susunan helik. Ada sebagian jaringan
ikat, mengandung pembuluh darah dan limfe, serta saraf otonom.
Lapisan dalam terdiri atas epitelium kolumnar penyekresi mukus
Kebutuhan darah pada trakea
Arteri yang memperdarahi trakea terutama adalah arteri bronkial dan arteri
tiroid inferior. Aliran balik vena yang memperdarahitrakea adalahvena tiroid
inferior yang mengalir menuju vena bronkiosefalik. Saraf parasimpatik yang

LBM 3
Page 11
mempersarafi trakea adalah saraf laringeal rekurens dan percabangan saraf
vagus lainnya, sedangkan saraf simpatik yang mempersarafi trakea adalah saraf
dari ganglia simpatik. Stimulasi parasimpatik mengonstriksi trakea dan
stimulasi simpatik mendilatasi trakea. Pembuluh limfe bermula dari saluran
napas yang mengalir ke nodus limfe yang berada di sekitar trakea dan di karina,
suatu area yang membagi trakea menjadi dua bronkus.1

Gambar: Anatomi Trakea

f. Bronkus
Bronkus, merupakan percabangan trachea. Setiap bronkus primer
bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier
dengan diameter yang semakin kecil. Struktur mendasar dari paru-paru adalah
percabangan bronchial yang selanjutnya secara berurutan adalah bronki,
bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan
alveoli. Dibagian bronkus masih disebut pernafasan extrapulmonar dan sampai
memasuki paru-paru disebut intrapulmonar.1

LBM 3
Page 12
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta hampir vertikal dengan
trakea. Sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit. Jika satu pipa
ET yang menjamin jalan udara menuju ke bawah, ke bronkus utama kanan, jika
tidak tertahan baik pada mulut atau hidung, maka udara tidak dapat memasuki
paru kiri dan menyebabkan kolaps paru (atelekteasis). Namun demikian arah
bronkus utama kanan yang vertikal menyebabkan mudahnya kateter menghisap
benda asing. Cabang Bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus
lobaris dan segmentalis. Percabngan ini terus menjadi kecil sampai akhirnya
menjadi bronkiolus terminalis(saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli). bronkiolus,tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. hanya otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Setelah iu terdapat asinus yang merupakan
unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus (lobulus primer),
terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris
terminalis (akhir paru) yang menyerupai anggur dipisahkan oleh septum dari
alveolus di dekatnya.

Dalam setiap paru terdapat 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas
sebuah lapangan tenis. Terdapat dua tipe lapisan sel alveolar: Pneumosit tipe I,
merupakan lapisan yang menyebar dan menutupi daerah permukan, Pneumosit
tipe II, yang bertanggung jawab pada sekresi surfaktan. Pada hakekatnya
alveolus adalah suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler
sehingga batas antara cairan dan gas membentuk tegangan permukan yang
cenderung mencegah pengembangan saat inspirasi dan kolaps saat ekspirasi,
tetapi dengan adanya lapisan yang terdiri dari zat lipoprotein (di sebut
surfaktan) yang dapat mengurangi tegangan permukaan dan resistensi terhadap
pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu
ekspirasi. defisiensi surfaktan merupakan faktor penting pada patogenesis
sejumlah penyakit paru. termasuk sindrom gawat nafas akut (ARDS).2.3

LBM 3
Page 13
Gambar: Anatomi Percabangan Bronkus

g. Paru-paru
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan
tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur
blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung,
arteri dan vena besar, esofagus dan trakea. Paru-paru berbentuk seperti spons
dan berisi udara dengan pembagaian ruang sebagai berikut : a. Paru kanan,
memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan inferior. b. paru kiri berukuran
lebih kecil dari paru kanan yang terdiri dari dua lobus yaitu lobus superior dan
inferior Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan
alveoli. Diperkirakan bahwa setiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli,
sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas.

LBM 3
Page 14
Pembuluh darah yang memperdarahi paru
Trunkus pulmonal terbagi menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri, yang
membawa darah yang miskin oksigen ke tiap paru. Di dalam paru, arteri
pulmonalis terbagi menjadi banyak cabang, yang akhirnya bermuara di jaringan
kapiler padat di sekitar dinding alveoli. Dinding alveoli dan kapiler terdiri atas
hanya satu lapisan sel epitelium gepeng. Pertukaran gas antara udara di paru
dan darah di kapiler berlangsung pada dua selaput yang sangat halus (keduanya
disebut membran pernapasan). Kapiler pulmonal bergabung membentuk dua
vena pulmonalis di tiap paru. Vena ini keluar dari paru melalui hilum dan
membawa darah yang kaya oksigen ke atrium kiri jantung. Kapiler darah dan
pembuluh darah yang sangat banyak di paru ditunjang oleh jaringan ikat.1

Gambar: Anatomi Paru-Paru

LBM 3
Page 15
2. Mengapa pasien mengalami sesak nafas?
Sesak nafas merupakan kompensasi tubuh akibat kekurangan oksigen.

Sesak nafas bisa disebabkan karena:


a. Bronkitis, disebabkan oleh virus dan sistem pertahanan tubuh yang
menurun, ditandai dengan sesak sesaat
b. Bronkiolitis, disebabkan oleh virus, terjadi infeksi dan meradang, m
enyebabkan bronkiolus menyempit dan timbul wheezing, ekspirasi mema
njang dan bisa gagal nafas. Biasanya dimulai dengan gejala seperti flu, se
telah beberapa hari menjadi sulit bernafas.4
c. Pneumonia, karena infiltrat di lapangan paru dan di alveoli terdapat
pus yang akan menganggu proses difusi. Gejalanya nafas cepat, ada retra
ksi intercosta, nafas cuping hidung, pada auskultasi terdengar ronki basah
halus nyaring pada inspirasi.9
d. Asma, terdengar wheezing saat ekspirasi. Akan menyebabkan bron
kospasme disertai hipersekresi lendir dan edema dinding bronkus yang ak
an menyebabkan terganggunya aliran udara di saluran pernafasan.5
e. Aspirasi benda asing karena dapat menghambat saluran pernafasan
yang mengakibatkan terganggunya aliran udara di saluran pernafasan, ter
ganggu masuknya oksigen dan keluarnya karbondioksida di paru.
f. Laringotrakeobronkitis (croup)
g. Kelainan jantung
h. Kelainan darah, seperti anemia
i. Kelainan metabolik seperti Asidosis Metabolik

3. Apa penyebab pasien sianosis?

Terdapat 2 macam sianosis yaitu Sianosis sentral dan sianosis perifer.


Pada scenario lebih condong kepada sianosis sentral karena terdapat
peran dari kompensasi paru-paru dan lebih mengacu pada penyebab
kurangnya saturasi oksigen yang masuk, berikut penjelasannya:

LBM 3
Page 16
Sianosis Sentral
Pada sianosis sentral, terdapat penurunan jumlah saturasi oksigen atau
derivate hemoglobin yang abnormal. Biasanya sianosis sentral terlihat terutama
di bantalan kuku, wajah, bibir, dan lidah. Adanya penurunan saturasi oksigen
merupakan tanda dari penurunan tekanan oksigen dalam darah. Penurunan
tersebut dapat diakibatkan oleh penurunan laju oksigen tanpa adanya
kompensasi yang cukup dari paru-paru untuk menambah jumlah oksigen
tersebut.
Penyebab dari sianosis sentral diantaranya adalah:
Penurunan saturasi oksigen arteri
Penurunan tekanan atmosfer di tempat tinggi
Gangguan fungsi pulmoner seperti hipoventilasi pulmonalis dan
adanya hubungan yang tidak setara antara ventilasi dan perfusi pulmonalis
(perfusi alveoli yang mengalami hipoventilasi). Keadaan ini dapat terjadi
secara akut seperti pada pneumonia yang luas atau edema pulmonalis, atau
pada penyakit paru kronik (misalnya, enfisema)
Penyakit jantung kongenital, seperti TGA dan Tetralogi Fallot yang
biasanya berhubungan dengan kebocoran jantung dan menyebabkan darah
vena masuk ke sirkulasi arteri. Pada pasien dengan kebocoran jantung kanan
ke kiri, derajat sianosis bergantung pada ukuran kebocoran tersebut
Fistulasi arteriovenosa pulmonalis yang bersifat kongenital, soliter
atau multipel. Derajat sianosis yang ditimbulkan oleh fistula ini tergantung
pada ukuran dan jumlahnya. Pada beberapa pasien sirosis bisa didapatkan
tandasianosis akibat dari fistula arteriovenosa atau anastomosis vena-
porta pulmonalis
Penurunan methemoglobin dan sulfhemoglobin di dalam darah. Penyebab
sianosis ini jarang dijumpai.3

Sianosis Perifer
Sianosis perifer berhubungan dengan berkurangnya aliran darah yang
melewati kulit dan menurunnya tekanan oksigen pada ujung vena sistem

LBM 3
Page 17
kapiler. Penyebab sianosis perifer yang paling sering ditemukan adalah
vosokontriksi generalisasi yang terjadi akibat terkena air atau udara dingin.
Keadaan ini adalah respon yang normal. Kalau curah jantungnya rendah, seperti
yang terlihat pada gagal jantung kongestif atau pada keadaan syok,
vasokontriksi kulit akan terjadi sebagai mekanisme kompensasi agar aliran
darah dapat dialihkan dari kulit ke bagian yang lebih vital seperti sistem saraf
pusat serta jantung. Pada keadaan ini terjadi sianosis intensif yang disertai
dengan ekstremitas yang dingin. Meskipun darah arterial mengalami saturasi
secara normal, namun berkurangnya aliran darah yang melewati kulit dan
menurunnya tekanan oksigen pada ujung vena sistem kapiler akan
menyebabkan sianosis. Penyebab sianosis perifer lainnya adalah adanya
obstruksi arteri atau vena. Adanya obstruksi atau konstriksi arteri pada
ekstremitas, seperti pada vasospasme yang timbul karena hawa dingin yang
terdapat pada fenomena Raynaud, menyebabkan kulit pucat, dingin, dan
sianosis. Selain itu obstruksi pada pembuluh vena dan kongesti ekstremitas,
sebagaimana yang terjadi pada stagnasi aliran darah juga ditemukan sianosis.
Hipertensi vena yang bisa lokal (seperti pada tromboflebitis) atau sistemik
(seperti pada penyakit katup trikuspidalis atau pada perikarditis konstriktif)
akan menimbulkan dilatasi pleksus pembuluh vena subpapilaris dan
dengan demikian memperberat gejala sianosis.3

4. Interpretasi Skenario
a. Takipneu: Nafas yang cepat, untuk usia 8 bulan dikatakan takipneu jika
frekuensi nafas lebih dari 50x per menit.
b. Agak sianosis: menandakan kandungan oksigen dalam darah yang
rendah. Banyak penyebabnya. Jika sianosis pusat pada bayi bisa karena
penyakit jantung bawaan (TGA, Tetralogy of fallot), gangguan sistem
pernafasan ( asphyxia/cidera saat kelahiran, takipneu, sindrom stres
pernafasan, pneumotoraks, edema paru, aspirasi/tersedak, efusi pleura,
obstruksi saluran nafas. Jika sianosis perifer pada bayi bisa karena

LBM 3
Page 18
cardiak output jantung yang berkurang misalnya pada gagal jantung
atau syok, trombosis, embolism, penyempitan pembuluh darah tungkai.
c. Suhu tubuh: Normal, nilai normalnya 36,5-37,5oC
d. Retraksi supra sternalis dan epigastrium: ada usaha tambahan untuk
bernafas lebih.
e. Nafas ekspirasi memanjang: biasanya pada asma karena kompensasi
paru untuk menjalankan fungsinya.

5. Bagaimana hubungan riwayat batuk dan pilek dengan sesak pasien


saat ini?
Ketika alergen berikatan dengan IgE, terjadi degranulasi (pecah
dinding sel) sel mast dan sel basofil yang kemudian akan terlepas mediator
kimia, terutama histamin. Histamin menyebabkan sel goblet dan kelenjar
mukosa mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat yang
akan menyebabkan peningkatan produksi mukus dan terjadinya pilek.
Batuk merupakan reaksi kompensasi tubuh untuk mengeluarkan alergen
atau mukus yang terbentuk dan mekanisme pertahanan tubuh di saluran
pernafasan terhadap iritasi di saluran pernafasan dan terhadap masuknya
benda asing. Sesak nafas bisa timbul sebagai kompensasi tubuh karena
kekurangan oksigen yang bisa timbul akibat mukus yang terbentuk
menghambat saluran nafas sehingga menghambat masuknya oksigen dan
keluarnya karbon dioksida.

6. Apa tujuan dokter memberikan oksigen, memasang infus dan merujuk


ke RS?
Pemberian oksigen bertujuan untuk mencukupi kebutuhan oksigen
dan mengatasi sianosis. Infus merupakan upaya rehidrasi. Bayi yang
berumur kurang dari 1 tahun dengan keluhan sesak nafas dan kelelahan
harus dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut dan untuk
menegakkan diagnosis lebih lanjut.

LBM 3
Page 19
7. Apa tujuan dokter melakukan pemeriksaan foto toraks dan
laboratorium? dan apa kemungkinan hasilnya?
Pemeriksaan foto toraks dan laboratorium untuk menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Yang diharapkan muncul pada pemeriksaan yaitu tampak infiltrat atau
konsolidasi jika terjadi pneumonia dan tampak hiperinflasi jika terjadi asma.
Jika terjadi Bronkiolitis penimbunan lendir serta debris-debris selulerDari
pemeriksaan laboratorium bisa ditemukan eosinofilia (peningkatan eosinofil).

8. Apakah ada hubungan riwayat asma neneknya dan dermatitis kakaknya


dengan keadaan pasien?
Riwayat asma dan dermatitis bisa diturunkan secara genetik melalui
peningkatan kemungkinan hipersensitivitas pada keturunannya sehingga
keturunan selanjutnya bisa menderita asma dan dermatitis juga. Jika salah satu
orang tua menderita asma, maka kemungkinan anaknya juga menderita asma
sebesar 25%, jika kedua orang tua menderita asma, maka kemungkinan
anaknya menderita asma sebesar 50%.

2.6 Rangkuman Permasalahan

BRONKIOLITIS
PEMERIKSAAN
FISIK
TANDA &GEJALA ASMA BRONKIAL

PNEUMONIA
ASPIRASI

CORPUS ALIENUM

LBM 3
Page 20
2.7 Learning Issues
1. Apakah diagnosa banding pada skenario?
2. Apakah diagnosa kerja pada skenario?

1. Diagnosis Banding
1. BRONKIOLITIS
a. Definisi
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau
bronkiolus yang disebabkan oleh virus, biasanya dialami lebih berat
pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran napas dan mengi.4
b. Etiologi
Penyebab paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus
(RSV). Episode mengi dapat terjadi beberapa bulan setelah serangan
bronkiolitis.4
c. Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas
bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri.
Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiolus yang disebabkan
oleh edema, penimbunan lendir, serta debris-debris seluler. Proses
patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di
dalam paru. Ventilasi yang makin menurun pada alveolus akan
mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.4
d. Gejala Klinis
Gejala pada anak dengan bronkiolitis antaram lain mengi
(yang tidak membaik dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat),
ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, hipersonor pada
perkusi, retraksi dinding dada crackles atau ronki pada auskultasi,
sulit makan, menyusu atau minum.4

2. ASMA BRONKIAL

LBM 3
Page 21
a. Definisi
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian
penyakit Asma, Asma didefenisikan sebagai suatu kelainan berupa
inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan
hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas
dan rasa berat di dada terutama pada malam dan atau dini hari yang
umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa
gejala tidak mengganggu aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan
gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.6,7
b. Etiologi

Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi,


idiopatik, dan nonalergik atau campuran (mixed):

1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan


alergen seperti bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan,
dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman
(seasonal). Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat
penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rinitis
alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma.
Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak-kanak.5,6

2. Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik, tidak berhubungan secara


langsung dengan alergen spesifik. Faktor-faktor seperti common cold,
infeksi saluran napas atas, aktivitas, emosi/stress, dan polusi
lingkungan akan mencetuskan serangan. Beberapa agen farmakologi,
seperti antagonis -adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan)
juga dapat menjadi faktor penyebab. Serangan dari Asma idiopatik atau
nonalergik menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya

LBM 3
Page 22
waktu dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini
biasanya dimulai ketika dewasa (>35 tahun).

3. Asma campuran (Mixed Asma), merupakan bentuk Asma yang


paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma
alergi dan idiopatik atau nonalergi.5,6

c. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos
bronkiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang
umum adalah hipersensitivitas bronkioulus terhadap benda-benda
asing di udara. Pada Asma, antibody Ig E umumnya melekat pada
sel mast yang terdapat pada interstisial paru, yang berhubungan erat
dengan brokiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen
bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik, dan
bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan edema lokal pada dinding bronkioulus kecil maupun
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkioulus dan spasme
otot polos bronkiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas
menjadi sangat meningkat.3,5

Pada Asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama


ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan
dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus.
Bronkiolus yang sudah tersumbat sebagian selanjutnya akan
mengalami obstruksi berat akibat dari tekanan eksternal. Penderita
Asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat,
tetapi sulit melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat

LBM 3
Page 23
meningkat selama serangan Asma akibat kesukaran mengeluarkan
udara ekspirasi dari paru. Keadaan ini bisa menyebabkan terjadinya
barrel chest.

Gambar: penyempitan bronkiolus pada penderita asma

Penyempitan saluran napas yang terjadi pada Asma


merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini terjadi karena lepasnya
mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan
mukosa bronkus, lumen jalan napas, dan di bawah membran basal.
Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal mast. Selain sel
mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel
makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet,
limfosit, dan monosit.

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen,


makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel saluran
napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan
mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan
alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi.3,5,6

LBM 3
Page 24
Ada 2 faktor yang berperan penting untuk terjadinya Asma,
yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Beberapa proses terjadi
Asma :

1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan


apabila terpajan dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan
timbul sensitisasi pada dirinya.

2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi belum tentu menjadi


Asma. Apabila seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan
dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses inflamasi pada
saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau
proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan
hiperreaktivitas bronkus.

3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh


pencetus (trigger) maka akan terjadi serangan Asma (mengi).6

d. Gejala Klinis

Ada gejala batuk yang disertai dengan wheezing (mengi)


yang karakteristik dan timbul secara episodik. Gejala batuk terutama
terjadi pada malam atau dini hari, dipengaruhi oleh musim, dan
aktivitas fisik. Adanya riwayat penyakit atopik pada pasien atau
keluarganya memperkuat dugaan adanya penyakit Asma. Pada anak
dan dewasa muda gejala Asma sering terjadi akibat hiperaktivitas
bronkus terhadap alergen, banyak diantaranya dimulai dengan
adanya eksim, rhinitis, konjungtivitis, atau urtikaria. Penderita Asma
yang tidak memberikan reaksi terhadap tes kulit maupun uji
provokasi bronkus, tetapi mendapat serangan Asma sesudah infeksi
saluran napas, yang disebut Asma Idiosinkrasi.7

LBM 3
Page 25
3. PNEUMONIA
a. Definisi

Aspirasi merupakan proses terbawanya bahan yang ada di


orofaring maupun isi lambung pada saat respirasi ke saluran napas
bawah dan dapat menimbulkan kerusakan parenkim paru. Pada
manusia sehat, aspirasi tidak jarang terjadi dan biasanya membaik tanpa
komplikasi karena material yang teraspirasi dibersihkan oleh aktivitas
mukosilier dan makrofag alveoli. Kerusakan paru akibat aspirasi
tergantung pada volume dan kandungan inokulum serta mekanisme
pertahanan inang.9,10

Pneumonia aspirasi adalah kerusakan paru yang disebabkan


oleh masuknya cairan, partikel eksogen, atau sekresi endogen ke dalam
saluran napas bawah. Secara konvensional aspirasi pneumonia
didefinisikan sebagai infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang kurang
virulen, terutama bakteri anaerob, yang biasanya merupakan flora
normal pada inang yang rentan mengalami aspirasi.

b. Etiopatogenesis

a. Pneumonia Aspirasi Kimia

Pneumonitis Kimia Pneumonitis kimia, dikenal juga dengan


pneumonitis aspirasi, merupakan reaksi inflamasi parenkim paru
yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung dalam jumlah besar tanpa
infeksi.2,3 Salah satu contoh pneumonitis aspirasi adalah yang
disebabkan oleh aspirasi asam lambung yang pertama kali
diungkapkan oleh Mendelson pada tahun 1946 sehingga disebut
juga sindrom Mendelson.

Keasaman isi lambung menyebabkan chemical burns


terhadap tracheobronchial tree yang terlibat pada saat aspirasi,
diikuti reaksi inflamasi seluler dan pelepasan sitokin, khususnya
tumor necrosis factor (TNF)-alfa dan ilnterleukin (IL)-8. Perubahan

LBM 3
Page 26
patologis pneumonitis aspirasi berkembang dengan cepat. Dalam
tiga menit, dijumpai atelektasis, perdarahan peribronkial, edema
paru, dan degenerasi sel-sel epitel bronkiolus. Dalam empat jam
alveoli terisi dengan leukosit polimorfonuklear dan fibrin. Hal ini
menyebabkan hilangnya integritas mikrovaskular paru dan dan
ekstravasasi cairan dan protein ke dalam saluran napas dan alveoli.
Membran hialin dijumpai dalam 48 jam, dimana paru-paru secara
makroskopis tampak edema dan hemoragik dengan konsolidasi
alveoli.10

b. Pneumonia Aspirasi Bakteri

Bentuk pneumonia aspirasi yang paling sering dijumpai


adalah yang disebabkan oleh bakteri flora normal saluran napas
bagian atas atau lambung. Pneumonia aspirasi biasanya
didefinisikan sebagai infeksi akibat bakteri yang kurang virulen,
terutama bakteri anaerob dari mulut dan Streptococcus, pada inang
yang rentan mengalami aspirasi. Penelitian terakhir melaporkan
dominasi bakteri anaerob pada pneumonia aspirasi, dengan bakteri
yang lebih virulen seperti S. aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan
basil garam negatif fakultatif lain. Pneumonia aspirasi bisa terjadi di
komunitas, rumah sakit atau di rumah sakit / fasilitas kesehatan
(nosokomial). Pada keduanya, penyebab infeksi bisa bakteri anaerob
atau disertai bakteri aerob atau mikroaerofilik. Pneumonia
nosokomial yang disebabkan aspirasi sering dijumpai, dan patogen
utama adalah flora yang didapat di rumah sakit melalui kolonisasi
orofaring (contohnya bakteri gram negatif enterik atau basil gram
negati dan Staphylococcus aureus).10

c. Gejala Klinis

Berikut ini beberapa gambaran klinis yang mungkin ditemukan


pada pneumonitis aspirasi:

LBM 3
Page 27
Gejala mendadak dengan sesak napas yang prominen
Demam subfebris
Sianosis dan ronki pada auskultasi paru-paru

Hipoksemia berat dan dijumpai infiltrat pada foto toraks. Bila


aspirasi terjadi saat posisi tegak, maka paru-paru yang terkena
adalah lobus bawah. Sedangkan bila aspirasi terjadi saat posisi
berbaring, paru-paru yang terkena adalah bagian superior lobus
bawah dan posterior lobus atas.9

2. Diagnosa Penyakit Pada Skenario

BRONKIOLITIS
a. Definisi
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau
bronkiolus yang disebabkan oleh virus, biasanya dialami lebih berat
pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran napas dan mengi.
Episode pertama serangan, yang biasanya paling berat,
terjadi paling sering pada bayi usia 2 sampai 6 bulan. Kejadian
bronkiolitis dapat terjadi pada bulan pertama kehidupan dan episode
berulang akan terjadi di tahun kedua kehidupan oleh virus yang
sama.4
b. Etiologi
Penyebab paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus
(RSV). Episode mengi dapat terjadi beberapa bulan setelah serangan
bronkiolitis.4
c. Patofisiologi
Bronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas
bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri.
Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiolus yang disebabkan
oleh edema, penimbunan lendir, serta debris-debris seluler. Proses
patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di

LBM 3
Page 28
dalam paru. Ventilasi yang makin menurun pada alveolus akan
mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.4
d. Manifestasi klinis
Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi
(yang tidak membaik dengan tiga dosis bronkodilator kerja cepat),
ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, hipersonor pada
perkusi, retraksi dinding dada crackles atau ronki pada auskultasi,
sulit makan, menyusu atau minum.4
e. Diagnosis
Klinisi harus dapat menegakkan diagnosis bronkiolitis dan
menilai derajat keparahan berdasarkan riwayat penyakit serta
pemeriksaan klinis; pemeriksaan laboratorium dan radiologis tidak
harus rutin dilakukan. Di samping itu, faktor risiko penyakit lain
perlu diperhatikan, seperti usia kurang dari 12 minggu, riwayat
prematuritas, penyakit jantung-paru yang mendasari, serta
imunodefisiensi. Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain
mengi (yang tidak membaik dengan tiga dosis bronkodilator kerja
cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, hipersonor
pada perkusi, retraksi dinding dada crackles atau ronki pada
auskultasi, sulit makan, menyusu atau minum.4
f. Penatalaksanaan
Infeksi virus RSV biasanya bersifat self limiting,
sehingga pengobatan biasanya hanya
suportif.
Prinsip Pengobatan:
1. Oksigenasi
Pemberian oksigen dilakukan pada semua anak dengan mengi dan
distres pernapasan berat, metode yang direkomendasikan adalah
dengan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal dengan
kadar oksigen 30 40%. Apabila tidak ada oksigen, anak harus
ditempatkan dalam ruangan dengan kelembapan udara tinggi,

LBM 3
Page 29
sebaiknya dengan uap dingin (mist tent) untuk mencairkan sekret di
tempat peradangan. Terapi oksigen diteruskan sampai tanda
hipoksia hilang. Penggunaan kateter nasal >2 L/menit dengan
maksimal 8-10 L/menit dapat menurunkan kebutuhan rawat di
Paediatrics Intensive Care Unit (PICU). Penggunaan kateter nasal
serupa efektifnya dengan nasal CPAP bahkan mengurangi
kebutuhan obat sedasi. Pemberian oksigen suplemental pada anak
dengan bronkiolitis perlu memperhatikan gejala klinis serta saturasi
oksigen anak, karena tujuannya adalah untuk pemenuhan kebutuhan
oksigen anak yang terganggu akibat obstruksi yang mengganggu
perfusi ventilasi paru. Transient oxygen desaturation pada anak
umum terjadi saat anak tertidur, durasinya <6 detik, sedangkan
hipoksia pada kejadian bronkiolitis cenderung terjadi dalam
hitungan jam sampai hari.4
2. Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk koreksi asidosis metabolik
dan respiratorik yang mungkin timbul dan mencegah dehidrasi
akibat keluarnya cairan melalui mekanisme penguapan tubuh
(evaporasi) karena pola pernapasan cepat dan kesulitan minum. Jika
tidak terjadi dehidrasi, dapat diberikan cairan rumatan, bisa melalui
intravena maupun nasogastrik. Pemberian cairan melalui lambung
dapat menyebabkan aspirasi, dapat memperberat sesak, akibat
tekanan diafragma ke paru oleh lambung yang terisi cairan.
Pemberian cairan melalui jalur nasogastik atau intravena perlu pada
anak bronkiolitis yang tidak dapat dihidrasi oral.4
3. Bronkodilator dan Kortikosteroid
Albuterol dan epinefrin, serta kortikosteroid sistemik tidak harus
diberikan. Beberapa penelitian meta-analisis dan systematic reviews
di Amerika menemukan bahwa bronkodilator dapat meredakan
gejala klinis, namun tidak mempengaruhi penyembuhan penyakit,
kebutuhan rawat inap, ataupun lama perawatan, sehingga dapat

LBM 3
Page 30
disimpulkan tidak ada keuntungannya, sedangkan efek samping
takikardia dan tremor dapat lebih merugikan. Sebuah penelitian
randomized controlled trial di Eropa pada tahun 2009 menunjukkan
bahwa nebulisasi epinefrin dan deksametason oral pada anak dengan
bronkiolitis dapat mengurangi kebutuhan rawat inap, lama
perawatan di rumah sakit, dan durasi penyakit. Nebulisasi hypertonic
saline dapat diberikan pada anak yang dirawat. Nebulisasi ini
bermanfaat meningkatkan kerja mukosilia saluran napas untuk
membersihkan lendir dan debris-debris seluler yang terdapat pada
saluran pernapasan.4
4. Antivirus
Ribavirin adalah obat antivirus bersifat virus statik. Penggunaannya
masih kontroversial baik efektivitas maupun keamanannya. The
American Academy of Pediatrics merekomendasikan penggunaan
ribavirin pada keadaan yang diperkirakan akan menjadi lebih berat
seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung, fibrosis
kistik, penyakit paru kronik, imunodefisiensi, dan pada bayi-bayi
prematur. Ribavirin dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung jika
diberikan sejak awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara
nebulizer aerosol dengan dosis 20 mg/mL diberikan dalam 12-18
jam per hari selama 3- 7 hari.4
5. Antibiotik
Anti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan
oleh virus, kecuali bila dicurigai ada infeksi tambahan. Terapi
antibiotik sering digunakan berlebihan karena khawatir terhadap
infeksi bakteri yang tidak terdeteksi, padahal hal ini justru akan
meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman yang resisten terhadap
antibiotik tersebut; sehingga penggunaannya diusahakan hanya
berdasarkan indikasi. Pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan
untuk anak dengan bronkiolitis yang membutuhkan intubasi dan

LBM 3
Page 31
ventilasi mekanik untuk mencegah gagal napas. Antibiotik yang
dipakai biasanya yang berspektrum luas, namun untuk Mycoplasma
pneumoniae diatasi dengan eritromisin.4
6. Fisioterapi
Fisioterapi dada pada anak bronkiolitis dengan teknik vibrasi
ataupun perkusi (5 trials) atau teknik pernapasan pasif tidak lebih
baik selain pengurangan durasi pemberian terapi oksigen.
Penghisapan sekret daerah nasofaring untuk meredakan sementara
kongesti nasal atau obstruksi saluran napas atas, namun sebuah studi
retrospektif menyatakan deep suctioning berhubungan dengan
durasi rawat inap lebih lama pada anak usia 2 12 bulan.4

g. Pencegahan

Salah satu bentuk pencegahan terhadap RSV adalah higiene


perorangan meliputi desinfeksi tangan menggunakan alcohol based
rubs atau dengan air dan sabun sebelum dan sesudah kontak
langsung dengan pasien atau objek tertentu yang berdekatan dengan
pasien. Perlindungan terhadap paparan asap rokok serta polusi udara
serta pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mencegah kejadian
bronkiolitis. Perlu dilakukan edukasi anggota keluarga mengenai
diagnosis, tatalaksana, dan pencegahan bronkiolitis sesuai evidence-
base. Palivizumab merupakan salah satu terapi profilaksis terhadap
infeksi paru, terutama yang disebabkan RSV, dapat diberikan
terutama pada anak yang memiliki risiko tinggi terinfeksi agen
tersebut. Palivizumab perlu dibatasi pada anak yang dilahirkan
sebelum usia kehamilan 29 minggu, kecuali dengan penyakit
jantung yang signifikan atau penyakit paru kronik akibat
prematuritas; dosis maksimum palivizumab 15 mg/kgBB/dosis
diberikan 1 dosis setiap bulan, dapat diberikan 5 bulan berturut-turut
selama musim RSV pada anak yang memiliki kualifikasi diberi
palivizumab pada tahun pertama kehidupan. Vitamin D adalah salah

LBM 3
Page 32
satu faktor yang berperan dalam perjalanan penyakit bronkiolitis.
Studi prospektif Birth Cohort oleh Camargo, dkk. pada 922 anak-
anak Selandia Baru, menyatakan bahwa rendahnya kadar 25-
hydroxyvitamin D (25 [OH] D) darah tali pusat berkaitan dengan
peningkatan risiko infeksi pernapasan dan mengi berulang. Selain
itu, studi case-control oleh Karatekin, dkk. menemukan bahwa pada
bayi baru lahir dengan kadar 25-hydroxyvitamin D (25 [OH] D) <10
ng/mL memiliki risiko lebih besar terkena infeksi saluran napas
bawah. Hal ini terkait dengan peran vitamin D dalam aktivitas sistem
kekebalan bawaan. Sistem kekebalan tubuh bawaan, khususnya
aktivitas cathelicidin, membantu mencegah infeksi bakteri dan
virus. Wang, et al, menunjukkan bahwa vitamin D adalah pemicu
langsung gen cathelicidin ini. The American Academy of Pediatrics
(AAP) merekomendasikan konsumsi vitamin D 400 IU setiap hari
untuk bayi baru lahir dilanjutkan sampai memasuki usia remaja.4

h. Prognosis

Beberapa studi telah mencatat peningkatan risiko asma


bronkiale pada anak-anak yang awalnya menderita bronkiolitis,
meskipun tidak jelas apakah karena bronkiolitis atau faktor risiko
lain seperti kecenderungan genetik untuk asma dan faktor
lingkungan seperti asap rokok. Pada sebagian besar kasus, mengi
biasanya disebabkan oleh virus. Riwayat episode mengi berulang
dan keluarga atau riwayat penyakit asma, riwayat alergi, atau eksim
membantu mendukung diagnosis asma. Beberapa bayi akan
memiliki episode berulang mengi selama masa kanak-kanak.
Tatalaksana episode mengi yang dipicu virus sama dengan asma
bronkial.4

LBM 3
Page 33
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi menurut hasil diskusi kami, diagnose pada pasien di scenario
adalah Bronkiolitis karena diskenario usia pasien masih kurang dari 2
tahun dimana Bronkiolitis merupakan infeksi saluran pernapasan
terutama pada tahun pertama kehidupan, dengan insidens puncak pada
usia 2 sampai 6 bulan. Diagnosis bronkiolitis dapat ditegakkan
berdasarkan riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis, berupa mengi,
ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, hipersonor pada
perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada auskultasi.

LBM 3
Page 34
DAFTAR PUSTAKA

1. F. Paulsen & J. Waschke. 2015. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Jilid 2.


Edisi 23. Jakarta:EGC
2. Lauralee Sherwood. 2014. Fisiologi Manusia dari sel ke system. Edisi 8.
Jakarta: EGC
3. Price,Syilvia A &,Lorraine M Wilson. 2006. Patofisiologi :konsep klinis
proses-proses penyakit Edisi 6.Jakarta : EGC.
4. Irwan,J. 2016. Diagnosis dan Penanganan Terkini Bronkiolitis pada Anak.
Diakses dari www.cdkjournal.com/index.php/CDK/article/download/70/67
pukul 22.16.
5. McConnell, R., Islam, T., Shankardass, K., Jerrett, M., Lurmann, F.,
Gilliland, F., et al., (2010). Childhood Incident Asthma and Traffic-Related
Air Pollution at Home and School. Environmental Health. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2920902/
6. Global Initiative for Asthma (GINA). (2012). Global Strategy For Asthma
Management And Prevention. Retrieved from
http://www.ginasthma.org/local/uploads/files/GINA_Report_March13.pdf
7. Info DATIN. You can control your asthma. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
asma.pdf
8. Pribadi, Ariz. 2004. Serangan Asma Berat pada Asma Episodik. Sari
Pediatri, Vol. 5, No. 4, Hal 171 177.
9. Fitantra, Johny B. 2013. Pneumonia Komunitas. Diakses dari
https://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/respirasi-kedokteran-
klinis/pneumonia-komunitas/
10. Swaminathan. Aspiration pneumonitis and pneumonia. Updated on April
02, 2015. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/296198.
Downloaded on December 10, 2017.

LBM 3
Page 35

Anda mungkin juga menyukai