Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu


pertengahan umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang
menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 – 54 tahun, usia lanjut
dini/ prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55 – 64 tahun,
kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi
yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup
sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat
Setiati, Harimurti & Roosheroe (2009) menyebutkan adanya perubahan kognitif
yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi
intelektual, berkurangnya efisiensi tranmisi saraf di otak menyebabkan proses informasi
melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi, berkurangnya kemampuan
mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori, serta kemampuan
mengingat kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat kejadian
yang baru saja terjadi. Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya
sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam
pemrosesan informasi.

1
1.2 Tujuan Umum
1) Mengetahui tentang kesehatan lansia
2) Mengetahui gejala klinin lansia dengan demensia
1.3 Tujuan Khusus
1) Mengetahui peranan dokter keluarga pada lansia dengan demensia
1.4 Rumusan Masalah
1) Definisi dokter keluarga
2) Standar pelayanan dokter keluarga
3) Tujuan pelayanan dokter keluarga
4) Manfaat pelayanan dokter keluarga
5) Apa itu kesehatan lansia?
6) Gejala klinis lansia dengan demensia
7) Mendiagnosa lansia dengan demensia
8) Bagaimana peranan dokter keluarga pada lansia dengan demensia?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi dokter keluarga


Dokter yang dapat memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi komunitas
dengan titik berat kepada keluarga, ia tidak hanya memandang penderita sebagai individu
yang sakit tetapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya menaati secara pasif
tetapi bila perlu aktif mengunjungi penderita atau keluarganya (IDI, 1982).
2.2 Standar pelayanan dokter keluarga

1. Standar Pemeliharaan Kesehatan di Klinik (Standard sofclinicalcare)

a. Standar Pelayanan Paripurna (standard of comprehensive of care)

Pelayanan yang disediakan dokter keluarga adalah pelayanan medis


strata pertama untuk semua orang yang bersifat paripurna (comprehensive),
yaitu termasuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (promotive),
pencegahan penyakit dan proteksi khusus (preventive and spesific
protection), pemulihan kesehatan (curative), pencegahan kecacatan
(disability limitation) dan rehabilitasi setelah sakit (rehabilitation) dengan
memperhatikan kemampuan sosial serta sesuai dengan mediko legal etika
kedokteran.

1) Pelayanan medis strata pertama untuk semua orang

Pelayanan dokter keluarga merupakan praktik umum dengan


pendekatan kedokteran keluarga yang memenuhi standar pelayanan
dokter keluarga dan diselenggarakan oleh dokter yang sesuai dengan
standar profesi dokter keluarga serta memiliki surat ijin pelayanan dokter
keluarga dan surat persetujuan tempat praktik.

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan

3
Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan
pemeliharaan kesehatan dan peningkatan kesehatan pasien dan
keluarganya.

3) Pencegahan penyakit dan proteksi khusus

Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menggunakan


segala kesempatan dalam menerapkan pencegahan masalah kesehatan
pada pasien dan keluarganya.

4) Deteksi dini

Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menggunakan segala


kesempatan dalam melaksanakan deteksi dini penyakit dan melakukan
penatalaksanaan yang tepat untuk itu.

5) Kuratif medik

Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk melaksanakan


pemulihan kesehatan dan pencegahan kecacatan pada strata pelayanan
tingkat pertama, termasuk kegawatdaruratan medik, dan bila perlu akan
dikonsultasikan dan / atau dirujuk ke pusat pelayanan kesehatan dengan
strata yang lebih tinggi.

6) Rehabilitasi medic dan sosial

Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk menerapkan


segala kesempatan rehabilitasi pada pasien dan / atau keluarganya setelah
mengalami masalah kesehatan atau kematian baik dari segi fisik, jiwa
maupun sosial.

7) Kemampuan sosil keluarga

Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memperhatikan


4
kondisi sosial pasien dan keluarganya.

8) Etik medikolegal

Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim yang sesuai dengan


mediko legal dan etik kedokteran.

b. Standar PelayananMedis (standard of medical care)

Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan medis


yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara lege artis. (Eka
Prasetyawati, 2015)

1) Anamnesis

Pelayanan dokter keluarga melaksanakan anamnesis dengan pendekatan


pasien (patient-centered approach) dalam rangka memperoleh keluhan
utama pasien, kekhawatiran dan harapan pasien mengenai
keluhannya tersebut, serta memperoleh
keterangan untuk dapat menegakkan diagnosis

2) Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

Dalam rangka memperoleh tanda - tanda kelainan yang menunjang


diagnosis atau menyingkirkan diagnosis banding, dokter keluarga
melakukan pemeriksaan fisik secara holistik; dan bila perlu
menganjurkan pemeriksaan penunjang secara rasional, efektif dan efisien
demi kepentingan pasien semata.

3) Penegakkan diagnosis dan diagnosis banding

Pada setiap pertemuan, dokter keluarga menegakkan diagnosis kerja dan

5
beberapa diagnosis banding yang mungkin dengan pendekatan diagnosis
holistik.

4) Prognosis

Pada setiap penegakkan diagnosis, dokter keluarga menyimpulkan


prognosis pasien berdasarkan jenis diagnosis, derajat keparahan, serta
tanda bukti terkini (evidence based).

5) Konseling

Untuk membantu pasien (dan keluarga) menentukan pilihan terbaik


penatalaksanaan untuk dirinya, dokter keluarga melaksanakan konseling
dengan kepedulian terhadap perasaan dan persepsi pasien (dan keluarga)
pada keadaan di saat itu.

6) Konsultasi

Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan konsultasi


ke dokter lain yang dianggap lebih piawai dan / atau berpengalaman.
Konsultasi dapat dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga
konsultan, dokter spesialis, atau dinas kesehatan, demi kepentingan
pasien semata.

7) Rujukan

Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga melakukan rujukan ke


dokter lain yang dianggap lebih piawai dan/atau berpengalaman. Rujukan
dapat dilakukan kepada dokter keluarga lain, dokter keluarga konsultan,
dokter spesialis, rumah sakit atau dinas kesehatan, demi kepentingan
pasien semata.

8) Tindak lanjut

6
Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga menganjurkan untuk
dapat dilaksanakan tindak lanjut pada pasien, baik dilaksanakan di klinik,
maupun di tempat pasien.

9) Tindakan

Pada saat - saat dinilai perlu, dokter keluarga memberikan tindakan


medis yang rasional pada pasien, sesuai dengan kewenangan dokter praktik di
strata pertama, dan demi kepentingan pasien.

10) Pengobatan rasional

Pada setiap anjuran pengobatan, dokter keluarga


melaksanakannya dengan rasional, berdasarkan tanda bukti (evidence
based) yang sahih dan terkini, demi kepentingan pasien.

11) Pembinaan keluarga

Pada saat - saat dinilai bahwa penatalaksanaan pasien akan berhasil


lebih baik, bila adanya partisipasi keluarga, maka dokter keluarga
menawarkan pembinaan keluarga, termasuk konseling keluarga.

c. Standar PelayananMenyeluruh(standardofholisticofcare)

Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat menyeluruh, yaitu


peduli bahwa pasien adalah seorang manusia seutuhnya yang terdiri dari
fisik, mental, sosial dan spiritual, serta berkehidupan di tengah lingkungan
fisik dan sosialnya.

1) Pasien adalah manusia seutuhnya

Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang


pasien sebagai manusia yang seutuhnya.

7
2) Pasien adalah bagian dari keluarga dan lingkungannya

Pelayanan dokter keluarga memiliki sistim untuk memandang


pasien sebagai bagian dari keluarga pasien, dan memperhatikan bahwa
keluarga pasien dapat mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi kesehatan pasien.

3) Pelayanan menggunakan segala sumber disekitarnya

Pelayanan dokter keluarga mendayagunakan segala sumber di sekitar


kehidupan pasien untuk meningkatkan keadaan kesehatan pasien dan
keluarganya.

d. Standar PelayananTerpadu (standard of integration of care)

Pelayanan yang disediakan dokter keluarga bersifat terpadu, selain


merupakan kemitraan antara dokter dengan pasien pada saat proses
penatalaksanaan medis, juga merupakan kemitraan lintas program dengan
berbagai institusi yang menunjang pelayanan kedokteran, baik dari formal
maupun informal.

1) Koordinator penatalaksanaan pasien

Pelayanan dokter keluarga merupakan koordinator dalam


penatalaksanaan pasien yang diselenggarakan bersama, baik bersama
antar dokter – pasien - keluarga, maupun bersama antar dokter – pasien -
dokter spesialis / rumah sakit.

2) Mitradokter-pasien

Pelayanan dokter keluarga merupakan keterpaduan kemitraan


antara dokter dan pasien pada saat proses penatalaksanaan medis.
8
3) Mitra lintas sektoral medik

Pelayanan dokter keluarga bekerja sebagai mitra penyedia


pelayanan kesehatan dengan berbagai sektor pelayanan kesehatan formal
di sekitarnya.

4) Mitra lintas sector alalternatif dan komplimenter medik

Pelayanan dokter keluarga mempedulikan dan memperhatikan


kebutuhan dan perilaku pasien dan keluarganya sebagai masyarakat yang
menggunakan berbagai pelayanan kesehatan nonformal di sekitarnya.

e. Standar Pelayanan Bersinambung (standard of continuumcare)

Pelayanan yang disediakan dokter keluarga merupakan pelayanan


bersinambung, yang melaksanakan pelayanan kedokteran secara efektif
efisien, proaktif dan terus menerus demi kesehatan pasien.

1) Pelayanan proaktif

Pelayanan dokter keluarga menjaga kesinambungan layanan


secara proaktif.

2) Rekam medic bersinambung

Informasi dalam riwayat kesehatan pasien sebelumnya dan pada


saat datang, digunakan untuk memastikan bahwa penatalaksanaan yang
diterapkan telah sesuai untuk pasien yang bersangkutan.

3) Pelayanan efektif efisien

Pelayanan dokter keluarga menyelenggarakan pelayanan rawat


jalan efektif dan efisien bagi pasien, menjaga kualitas, sadar mutu dan
sadar biaya.

9
4) Pendampingan

Pada saat - saat dilaksanakan konsultasi dan / atau rujukan,


pelayanan dokter keluarga menawarkan kemudian melaksanakan
pendampingan pasien, demi kepentingan pasien.

2. Standar Perilaku dalam Praktik (Standards of behavior inpractice)

a. Standar perilaku terhadap pasien (patient-physician relation


shipstandard)

Pelayanan dokter keluarga menyediakan kesempatan bagi pasien


untuk menyampaikan kekhawatiran dan masalah kesehatannya, serta
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memperoleh penjelasan
yang dibutuhkan guna dapat memutuskan pemilihan penatalaksanaan
yang akan dilaksanakannya.

1. Informasi memperoleh pelayanan

Pelayanan dokter keluarga memberikan keterangan yang adekuat


mengenai cara untuk memperoleh pelayanan yang diinginkan.

2. Masa konsultasi

Waktu untuk konsultasi yang disediakan oleh dokter keluarga


kepada pasiennya adalah cukup bagi pasien untuk menyampaikan

10
keluhan dan keinginannya, cukup untuk dokter menjelaskan apa yang
diperolehnya pada anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta cukup
untuk menumbuhkan partisipasi pasien dalam melaksanakan
penatalaksanaan yang dipilihnya, sebisanya 10 menit untuk setiap
pasien.

3. Informasi medic menyeluruh

Dokter keluarga memberikan informasi yang jelas kepada pasien


mengenai seluruh tujuan, kepentingan, keuntungan, resiko yang
berhubungan dalam hal pemeriksaan, konsultasi, rujukan, pengobatan,
tindakan dan sebagainya sehingga memungkinkan pasien untuk dapat
memutuskan segala yang akan dilakukan terhadapnya secara puas dan
terinformasi.

4. Komunikasi efektif

Dokter keluarga melaksanakan komunikasi efektif berlandaskan


rasa saling percaya.

5. Menghormati hak dan kewajiban pasien dan dokter

Dokter keluarga memperhatikan hak dan kewajiban pasien, hak


dan kewajiban dokter termasuk menjunjung tinggi kerahasiaan
pasien.

b. Standar perilaku dengan mitra kerja di klinik (Standard of partnersrelationship in


practice)

Pelayanan dokter keluarga mempunyai seorang dokter keluarga


sebagai pimpinan manajemen untuk mengelola klinik secara profesional.

1) Hubungan professional dalam klinik

11
Dokter keluarga melaksanakan praktik dengan bantuan satu atau
beberapa tenaga kesehatan dan tenaga lainnya berdasarkan atas
hubungan kerja yang profesional dalam suasana kekeluargaan.

2) Bekerja dalam tim

Pada saat menyelenggarakan penatalaksanaan dalam


peningkatan derajat kesehatan pasien dan keluarga, pelayanan dokter
keluarga merupakan sebuah tim.

3) Pemimpin klinik

Pelayanan dokter keluarga dipimpin oleh seorang dokter


keluarga atau bila terdiri dari beberapa dokter keluarga dapat dibagi
untuk memimpin bidang manajemen yang berbeda di bawah
tanggung jawab pimpinan.

c. Standar perilaku dengan sejawat (Standard of working with colleagues)

Pelayanan dokter keluarga menghormati dan menghargai


pengetahuan, ketrampilan dan kontribusi kolega lain dalam pelayanan
kesehatan dan menjaga hubungan baik secara profesional.

1) Hubungan professional antar profesi

Pelayananan dokter keluarga melaksanakan praktik dengan


mempunyai hubungan profesional dengan profesi medik lainnya
untuk kepentingan pasien.

2) Hubungan baik sesame dokter

Pelayanan dokter keluarga menghormati keputusan medik yang

12
diambil oleh dokter lain dan memperbaiki penatalaksanaan pasien
atas kepentingan pasien tanpa merugikan nama dokter lain.

3) Perkumpulan profesi

Dokter keluarga dalam pelayanan dokter keluarga adalah anggota


perkumpulan profesi yang sekaligus menjadi anggota Ikatan Dokter
Indonesia dan berpartisipasi pada kegiatan - kegiatan yang ada.

d. Standar pengembangan ilmu dan ketrampilan praktik (Standard of


knowledge and skill development)

Pelayanan dokter keluarga selalu berusaha mengikuti kegiatan -


kegiatan ilmiah guna memelihara dan menambah ketrampilan praktik
serta meluaskan wawasan pengetahuan kedokteran sepanjang hayatnya.

1) Mengikuti kegiatan ilmiah

Pelayanan dokter keluarga memungkinkan dokter yang


berpraktik untuk secara teratur dalam lima tahun praktiknya
mengikuti kegiatan - kegiatan ilmiah seperti pelatihan, seminar,
lokakarya dan pendidikan kedokteran berkelanjutan lainnya.

2) Program jaga mutu

Pelayanan dokter keluarga melakukan program jaga mutu secara


mandiri dan / atau bersama - sama dengan dokter keluarga lainnya,
secara teratur ditempat praktiknya.

3) Partisipasi dalam kegiatan pendidikan

13
Pelayanan dokter keluarga mempunyai itikad baik dalam
pendidikan dokter keluarga, dan berusaha untuk berpartisipasi pada
pelatihan mahasiswa kedokteran atau pelatihan dokter.

4) Penelitian dalam praktik

Pelayanan dokter keluarga mempunyai itikad baik dalam penelitian dan


berusaha untuk menyelenggarakan penelitian yang sesuai dengan etika
penelitian kedokteran, demi kepentingan kemajuan pengetahuan
kedokteran.

5) Penulisan ilmiah

Dokter keluarga pada pelayanan dokter keluarga berpartisipasi secara aktif


dan / atau pasif pada jurnal ilmiah kedokteran.

e. Standar partisipasi dalam kegiatan masyarakat di bidang kesehatan(standard


ascommunity leader)

Pelayanan dokter keluarga selalu berusaha berpartisipasi aktif


dalam segala kegiatan peningkatan kesehatan di sekitarnya dan siap
memberikan pendapatnya pada setiap kondisi kesehatan di daerahnya.

1) Menjadi anggota perkumpulan sosial

Dokter keluarga dan petugas kesehatan lainnya yang bekerja


dalam pelayanan dokter keluarga, menjadi anggota perkumpulan
sosial untuk mempeluas wawasan pergaulan.

14
2) Partisipasi dalam kegiatan kesehatan masyarakat

Bila ada kegiatan - kegiatan kesehatan masyarakat di sekitar


tempat praktiknya, pelayanan dokter keluarga bersedia berpartisipasi
aktif dalam kegiatan - kegiatan tersebut.

3) Partisipasi dalam penanggulangan bencana disekitarnya

Bila ada wabah dan bencana yang mempengaruhi kesehatan di


sekitarnya, pelayanan dokter keluarga berpartisipasi aktif dalam
penanggulangan khususnya dalam bidang kesehatan.

3. Standar Pengelolaan Praktik (Standards of practicemanagement)

a. Standar sumber daya manusia(Standard of human resources)

Dalam pelayanan dokter keluarga, selain dokter keluarga, juga


terdapat petugas kesehatan dan pegawai lainnya yang sesuai dengan latar
belakang pendidikan atau pelatihannya. (Eka Prasetyawati, 2015)

1) Dokter keluarga

Dokter keluarga yang bekerja pada pelayanan dokter keluarga


adalah dokter yang bersertifikat dokter keluarga dan patut menjadi
panutan masyarakat dalam hal perilaku kesehatan.

2) Perawat

Perawat yang bekerja pada pelayanan dokter keluarga telah


mengikuti pelatihan pelayanan dengan pendekatan kedokteran
keluarga.

15
3) Bidan

Bidan yang bekerja pada pelayanan dokter keluarga telah mengikuti


pelatihan pelayanan dengan pendekatan kedokteran keluarga.

4) Administrator klinik

Pegawai administrasi yang bekerja pada pelayanan dokter


keluarga, telah mengikuti pelatihan untuk menunjang pelayanan
pendekatan kedokteran keluarga.

b. Standar manajemen keuangan (Standard of finance


management)

Pelayanan dokter keluarga mengelola keuangannya dengan


manajemen keuangan profesional.

1) Pencatatan keuangan

Keuangan dalam praktek dokter keluarga tercatat secara


seksama dengan cara yang umum dan bersifat transparansi.

2) Jenis sistim pembiayaan praktik

c. Manajemen keuangan pelayanan dokter keluarga dikelola sedemikian


rupa sehingga dapat mengikuti , baik sistem pembiayaan praupaya
maupun sistim pembiayaan fee-for service Standar manajemen klinik (Standard
management of clinic for practice)

Pelayanan dokter keluarga dilaksanakan pada suatu tempat


pelayanan yang disebut klinik dengan manajemen yang profesional.

1) Pembagian kerja

16
Semua personil mengerti dengan jelas pembagian kerjanya
masing - masing.

2) Program pelatihan

Untuk personil yang baru mulai bekerja di klinik diadakan


pelatihan kerja (job training) terlebih dahulu.

3) Program kesehatan dan keselamatan kerja(K3)

Seluruh personil yang bekerja di klinik mengikuti prosedur K3


(kesehatan dan keselamatan kerja) untuk pusat pelayanan kesehatan.

4) Pembahasan administrasi klinik

Pimpinan dan staf klinik secara teratur membahas pelaksanaan


administrasi klinik

4. Standar Saranadan Prasarana (Standardsof Facilities)

a. Standar fasilitas praktik (standard of practicefacilities)

Pelayanan dokter keluarga memiliki fasilitas pelayanan kesehatan


strata pertama yang lengkap serta beberapa fasilitas pelayanan tambahan
sesuai dengan kebutuhan masyarakat sekitarnya. (Eka Prasetyawati,
2015)

1) Fasilitas untuk praktik

Fasilitas pelayanan dokter keluarga sesuai untuk kesehatan dan


keamanan pasien, pegawai dan dokter yang berpraktik.

2) Kerahasiaan dan privasi

Konsultasi dilaksanakan dengan memperhitungkan kerahasiaan


17
dan privasi pasien.

3) Bangunan dan interior

Bangunan untuk pelayanan dokter keluarga merupakan


bangunan permanen atau semi permanen serta dirancang sesuai
dengan kebutuhan pelayanan medis strata pertama yang aman dan
terjangkau oleh berbagai kondisi pasien.

4) Alat komunikasi

Klinik memiliki alat komunikasi yang biasa digunakan


masyarakat sekitarnya.

5) Papan nama

Tempat pelayanan dokter keluarga memasang papan nama yang


telah diatur oleh organisasi profesi.

b. Standar peralatan klinik (standard of practiceequipments)

Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan klinik yang sesuai


dengan fasilitas pelayanannya, yaitu pelayanan kedokteran di strata
pertama (tingkat primer).

1) Peralatan medis

Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan medis


yang minimal harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik
sebagai penyedia layanan strata pertama.

18
2) Peralatan penunjang medis

Pelayanan dokter keluarga memiliki beberapa peralatan


penunjang medis yang minimal harus dipenuhi di ruang praktik
untuk dapat berpraktik sebagai penyedia pelayanan strata
pertama.

3) Peralatan non medis

Pelayanan dokter keluarga memiliki peralatan non medis yang


minimal harus dipenuhi di ruang praktik untuk dapat berpraktik
sebagai penyedia pelayanan strata pertama.

c. Standar proses - proses penunjang praktik (Standard of clinical supports process)

Pelayanan dokter keluarga memiliki panduan proses - proses yang


menunjang kegiatan pelayanan dokter keluarga.

1) Pengelolaan rekam medik

Pelayanan dokter keluarga menyiapkan, melaksanakan dan


mengevaluasi rekam medik dengan dasar rekam medik
berorientasikan pada masalah (problem oriented medical record).

2) Pengelolaan rantai dingin

Pelayanan dokter keluarga peduli terhadap pengelolaan rantai


beku (cold chain management) yang berpengaruh kepada kualitas
vaksin atau obat lainnya.

3) Pengelolaan pencegahan infeksi

Pelayanan dokter keluarga memperhatikan universal precaution


management yang mengutamakan pencegahan infeksi pada

19
pelayanannya.

4) Pengelolaan limbah

Pelayanan dokter keluarga memperhatikan sistim pembuangan air


kotor dan limbah, baik limbah medis maupun limbah nonmedis agar
ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat sekitar klinik.

5) Pengelolaan air bersih

Pelayanan dokter keluarga mengkonsumsi air bersih atau air yang


telah diolah sehingga aman digunakan.

6) Pengelolaan obat

Pelayanan dokter keluarga melaksanakan sistim pengelolaan obat sesuai prosedur yang
berlaku termasuk mencegah penggunaan obat yang kadaluwarsa. (Eka Prasetyawati,
2015)

2.3 Tujuan pelayanan dokter keluarga


Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas
sekali. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam :

5. Tujuan Umum

Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan


pelayanan kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni
terwujudnya keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.

6. Tujuan Khusus

a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan


kedokteran yang lebih efektif.

Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan


20
dokter keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan karena
dalam menangani suatu masalah kesehatan, perhatian tidak hanya
ditujukan pada keluhan yang disampaikan saja, tetapi pada pasien
sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan sebagai bagian dari
anggota keluarga dengan lingkungannya masing - masing.
Dengan diperhatikannya berbagai faktor yang seperti ini, maka
pengelolaan suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan secara
sempurna dan karena itu penyelesaian suatu masalah kesehatan
akan dapat pula diharapkan lebih memuaskan. (Eka Prasetyawati,
2015)

b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih


efisien.

Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan


dokter keluarga juga lebih efisien. Ini disebabkan karena pelayanan
dokter keluarga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit
serta diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinarnbungan. Dengan diutamakannya pelayanan pencegahan
penyakit, maka berarti angka jatuh sakit akan menurun, yang apabila
dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan besar dalam
menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga ditemukan pada
pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinarnbungan. Karena
salah satu keuntungan dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat
dihindarkannya tindakan dan atau pemeriksaan kedokteran yang
berulang - ulang, yang besar peranannya dalam mencegah
penghamburan dana kesehatan yang jumlahnya telah diketahui selalu
bersifat terbatas. (Eka Prasetyawati, 2015)

2.4 Manfaat pelayanan dokter keluarga


21
Sesungguhnya apabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan
dengan baik, akan banyak manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud
antara lain adalah (Cambridge Research Institute, 1976):

a. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia


seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.

Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan


dijamin kesinambungan pelayanan kesehatan.

b. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik


dan terarah, terutama di tengah - tengah kompleksitas pelayanan
kesehatan saat ini.

c. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga


penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai
masalah lainnya.

d. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala
keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan
ataupun keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani
masalah kesehatan yang sedang dihadapi.

e. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi


timbulnya penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.

f. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara


yang lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan
meringankan biaya kesehatan.

Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang


memberatkan biaya kesehatan. (Eka Prasetyawati, 2015)

22
2.5 Apa itu kesehatan lansia?

Beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa
mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual, perubahan
aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan peran
sosial di masyarakat.

Perubahan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik
yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin
rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak
fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada
lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur,
sehingga menimbulkan keterasingan.

Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan
berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, vaginitis, baru
selesai operasi (prostatektomi), kekurangan gizi (karena pencernaan kurang sempurna
atau nafsu makan sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi,
golongan steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa
malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan
masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan
atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah
meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah
kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.

23
Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi
kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,
pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan
perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi
hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.
Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe kepribadian lansia adalah sebagai berikut:

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality), biasanya tipe ini tidak


banyak mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini biasanya ada
kecenderungan mengalami Post Power Syndrome. Apalagi jika pada masa lansia
tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe ini biasanya
sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga selalu
harmonis maka pada lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup
meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana. Apalagi jika
tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini setelah
memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan
yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan
kondisi ekonominya menjadi berantakan.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain
atau cenderung membuat susah dirinya.

24
Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan
kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.

Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik, dan


sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia.
Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur,
dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan
semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus
muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan
barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil (Kuntjoro, 2002).

Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda
dari orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I,
yaitu Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau
mudah jatuh), Incontinence (beser buang air kecil dan atau buang air besar),
Intellectual impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi),
Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin
integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction
(sulit buang air besar), Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak
punya uang), Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia
25
(gangguan tidur), Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence
(impotensi)

Penilaian Pada Lansia

Secara garis besar penilaian ada lansia meliputi penilaian kondisi medis,
fungsional, psikologis dan status sosial. Penilaian pada lansia bertujuan untuk
menentukan kemampuan medis, psikologis dan fungsional dari orang tua yang lemah
dalam rangka untuk mengembangkan rencana yang terpadu untuk pengobatan dan
tindak lanjut jangka panjang.

a. Penilaian Kondisi Medis

Penilaian medis pada lansia meliputi penilaian riwayat penyakit dahulu


maupun riwayat penyakit sekarang dan mengevaluasi status gizi lansia.
Penilaian terhadap riwayat penyakit lansia yang terdahulu diharapkan dapat
mempermudah untuk mengetahui faktor risiko yang dapat menyebabkan
penurunan kondisi medis lansia dimasa sekarang. Secara garis besar
terdapat empat faktor risiko yang dapat menurunkan kondisi medis lansia
dimasa tuanya dan harus menjadi fokus penilaian kondisi medis, yaitu usia
dari lansia, gangguan fungsi kognitif, gangguan fungsi dasar dan gangguan
mobilitas. Keempat faktor risiko tersebut dapat menimbulkan sindrom
geriatri, diantaranya ulkus, inkontinensia, peningkatan terjadinya jatuh
pada lansia, penurunan fungsi dan penurunan kesadaran (delirium) (Rakel
et al, 2011).

2. Penilaian Fungsional Lansia

Penilaian fungsional pada lansia terfokuskan pada penilaian kemampuan


lansia dalam menjalankan aktivitas sehari hari (activities of daily living)
serta berfungsi untuk mengetahui faktor risiko yang menyebabkan jatuhnya
lansia. Terdapat beberapa penilaian dasar ADLs diantaranya adalah
26
penilaian dalam kemampuan makan, berpakaian, mandi, berpindah tempat
serta kemampuan dalam buang air kecil dan buang air besar. Selain
instrumen ADLs, terdapat juga instrumen lain yang bisa menilai
kemampuan lansia dalam menjalankan aktivitas, yaitu instrumen Katz.
Penilaian instrumen Katz terdiri dari penilaian kemampuan berbelanja,
mengatur keuangan, mengemudi, menggunakan telfon, membersihkan
rumah, mencuci dan mengatasi kondisi medis (Rakel et al, 2011).

3. Penilaian Psikologi
Penilaian yang dilakukan terkait permasalahn psikologi adalah penilaian
terhadap gangguan fungsi kognitif dan penilaian terkait depresi pada lansia.
Instrumen yang digunakan dalam menilai kemampuan fungsi kognitif lansia
bisa menggunakan MMSE (Mini Mental Score Examination) atau dengan
menggunakan instrumen MoCA (Montreal Cognitive Assesment). Untuk
mendeteksi adanya gangguan depresi pada lansia, instrumen yang biasanya
digunakan adalah Geriatric Depression Scale-15 (GDS-15)

4. Penilaian Fungsi Sosial

Keadaan dan dukungan lingkungan merupakan salah satu hal yang harus
diperhatikan atau dinilai pada seseorang yang memasuki usia lanjut.
Penilaian terhadap lingkungan dapat menjadi tolak ukur dalam
mengevaluasi potensial hazard. Penilaian fungsi sosial juga terdiri dari
penilaian stresor finansial dan penilaian terhadap kekhawatiran dari
keluarga atau seseorang yang menemani lansia.

2.6 Gejala klinis lansia dengan demensia


Menurut International Classification of Diseases 10 ( ICD 10 ). Penurunan memori
yang paling jelas terjadi pada saat belajar informasi baru, meskipun dalam. Pada
kasus yang lebih parah memori tentang informasi yang pernah dipelajari juga

27
mengalami penurun. Penurunan terjadi pada materi verbal dan non verbal. Penurunan
ini juga harus didapatkan secara objektif dengan mendapatkan informasi dari orang –
orang yang sering bersamanya, atau pun dari tes neuropsikologi atau pengukuran
status kognitif. Tingkat keparahan penurunan dinilai sebagai berikut

1. Mild, tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu aktivitas sehari-


hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat hidup mandiri. Fungsi
utama yang terkena adalah sulit untuk mempelajari hal baru.
2. Moderat, derajat kehilangan memori merupakan hambatan serius untuk hidup
mandiri. Hanya hal – hal yang sangat penting yang masih dapat diingat.
Informasi baru disimpan hanya sesekali dan sangat singkat. Individu tidak
dapat mengingat informasi dasar tentang di mana dia tinggal, apa telah
dilakukan belakangan ini, atau nama-nama orang yang akrab
3. Severe, derajat kehilangan memori ditandai oleh ketidakmampuan lengkap
untuk menyimpan informasi baru. Hanya beberapa informasi yang dipelajari
sebelumnya yang menetetap. Individu tersebut gagal untuk mengenali bahkan
kerabat dekatnya.
Penurunan kemampuan kognitif lain ditandai dengan penurunan penilaian dan
berpikir, seperti perencanaan dan pengorganisasian, dan dalam pengolahan informasi
secara umum. Tingkat keparahan penurunan, harus dinilai sebagai berikut

1. Mild, penurunan kemampuan kognitif menyebabkan penurunan kinerja dalam


kehidupan sehari-hari, tetapi tidak pada tingkat ketergantungan individu
tersebut pada orang lain. Tidak dapat melakukan tugas sehari-hari yang lebih
rumit atau kegiatan rekreasi
2. Moderat, penurunan kemampuan kognitif membuat individu tidak dapat
melakukan aktivitasnya tanpa bantuan orang lain dalam kehidupan sehari-hari,
termasuk belanja dan penanganan kebutuhan sehari - hari. Dalam rumah,
hanya tugas – tugas sederhana yang dipertahankan. Kegiatan semakin terbatas
dan keadaan buruk dipertahankan.

28
3. Severe, penurunan ini ditandai dengan ada atau tidak adanya pemikiran yang
dapat dimenerti. Hal – hal tersebut tadi ada minimal 6 bulan baru dapat
dikatakan dementia.
Tingkat keparahan keseluruhan demensia dinyatakan melalui tingkat penurunan
memori atau kemampuan kognitif lainnya, dan bagian mana yang mengalami
penurunan yang lebih parah (misalnya ringan pada memori dan penurunan moderat
dalam kemampuan kognitif menunjukkan demensia keparahan moderat).

Pada dementia harus tidak didapatkan delirium. Selain itu, pada demensia terjadi
penurunan pengendalian emosi atau motivasi, atau perubahan perilaku sosial,
bermanifestasi sebagai berikut (setidaknya ada salah satu).

1. Emosi yang labil


2. Lekas marah
3. Apatis
4. perilaku sosial yang kasar
Menurut PPDGJ – III, Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit /
gangguan otak yang biasanya bersifat kronik – progresif, dimana terdapat gangguan
fungsi luhur kortikal yang multiple (multiple higher cortical function), termasuk di
dalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap (comprehension),
berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya nilai (judgement). Umumnya
disertai dan ada kalanya diawali dengan kemrosotan (deterioration) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.

Pedoman diagnostik demensia menurut PPDGJ III.

1. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang ( personal activities of daily living )
seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air besar dan kecil
2. Tidak ada gangguan kesadaran ( clear consiousness ).
3. Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.

29
2.7 Mendiagnosa lansia dengan demensia
Penegakan diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis klinis dari demensia dilakukan hal-hal sebagai berikut:
Anamnesis
Anamnesis (wawancara) dilakukan pada penderita, keluarga atau pengasuh yang
mengetahui perjalanan penyakit pada pasien. Hal yang penting untuk diperhatikan pada
saat melakukan anamnesis adalah riwayat penurunan fungsi terutama fungsi kognitif pada
pasien dibandingkan sebelumnya, mendadak atau progresif lama dan adanya perubahan
perilaku kepribadian.
a. Riwayat medis umum
Ditanyakan faktor resiko demensia, riwayat infeksi kronis (misalnya HIV dan sifilis),
gangguan endokrin (hiper/hipotiroid), diabetes melitus, neoplasma/tumor, penyakit
jantung, penyakit kolagen, hipertensi, hiperlipidemia dan aterosklerosis perifer mengarah
ke demensia vaskular.
b. Riwayat neurologis
Bertujuan untuk mengetahui etiologi demensia seperti riwayat gangguan serebrovaskular,
trauma kapitis, infeksi sistem saraf pusat , epilepsi, stroke, tumor serebri dan
hidrosefalus.
c. Riwayat gangguan kognitif
 Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang yang
meliputi:
 Gangguan orientasi orang, waktu dan tempat
 Gangguan berbahasa/komunikasi (kelancaran, menyebut maupun gangguan
komprehensif)
 Gangguan fungsi eksekutif (pengorganisasian, perencanaan dan pelaksanaan suatu
aktifitas)
 Gangguan praksis dan visuospasial.
 Hal lain yang perlu untuk diketahui mengenai aktifitas harian yang dilakukan
pasien diantaranya melakukan pekerjaan, mengatur keuangan, mempersiapkan
keperluan harian, melaksanakan hobiserta mengikuti aktifitas sosial.
d. Riwayat gangguan perilaku dan kepribadian
Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala-gejala neuropsikologis berupa waham,
halusinasi, miss identifikasi, depresi, delusi, pikiran paranoid, apatis dan cemas. Gejala

30
perilaku salah satu contohnya dapat berupa bepergian tanpa tujuan, agitasi, agresivitas
fisik maupun verbal, kegelisahan dan disinhibisi (rasa malu).
e. Riwayat keracunan, nutrisi dan obat-obatan
Adanya riwayat intoksikasi aluminium, air raksa, pestisida, insektisida, lem, alkoholisme
dan merokok. Riwayat pengobatan terutama pemakaian kronis obat anti depresan dan
narkotika perlu diketahui.
f. Riwayat keluarga
Mencari riwayat terhadap keluarga, apakah keluarga mengalami demensia atau riwayat
penyakit serebrovaskular, depresi, penyakit parkinson, retardasi mental, dan gangguan
psikiatri
g. Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan untuk deteksi demensia harus meliputi pemeriksaan fisik umum,
pemeriksaan neurologis, pemeriksaan neuropsikologis, pemeriksaan status fungsional dan
pemeriksaan psikiatrik
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan umum, pemeriksaan neurologis dan
pemeriksaan neuropsikologis.
a. Pemeriksaan umum
Pemeriksaan ini terdiri dari pemeriksaan medis umum atau status interna seperti yang
dilakukan dalam praktek klinis.
b. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk membedakan proses degeneratif primer atau
sekunder dan kondisi komorbid lainnya. Pasien Demensia Alzheimer onset awal pada
umunya memiliki pemeriksaan neurologis yang normal. Kelainan hanya didapatkan pada
status mental pasien. Gejala tambahan spesifik selain status mental dapat mengarah ke
suatu diagnosis tertentu. Peningkatan tonus otot dan bradikinesia dengan tidak adanya
gejala tremor mengarah pada dementia Lewy’s Body. Refleks asimetris, defisit lapang
pandang dan lateralisasi mengindikasikan dementia vaskuler. Myoklonus sugesti pada
Creutzfeldt-Jakob. Neuropati perifer dapat mengarah pada toksin dan enselopati
metabolik. Pemeriksaan pendengaran dan visus penting untuk dilakukan karena dapat
mempengaruhi pemeriksaan MMSE (Sorbi et al, 2012). Pemeriksaan neurologis dapat
juga digunakan untuk mengetahui adanya tekanan tinggi intrakranial, gangguan
neurologis fokal misalnya: gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom,
koordinasi, gangguan penglihatan, pendengaran, keseimbangan, tonus otot, gerakan

31
abnormal/apraksia dan adanya refleks patologis dan primitif (Asosiasi Alzheimer
Indonesia, 2003).
c. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi,
praksis, visuospasial dan visuoperceptual. Mini Mental State Examination (MMSE) dan
Clock Drawing Test (CDT) adalah pemeriksaan awal yang berguna untuk mengetahui
adanya disfungsi kognisi, menilai efektivitas pengobatan dan untuk menentukan
progresivitas penyakit. Nilai normal MMSE adalah 24-30. Gejala awal demensia perlu
dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE kurang atau dibawah dari 27
terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Pemeriksaan aktifitas harian dengan
pemeriksaan Activity of Daily Living (ADL) dan instrumental Activity of Daily Living
(IADL) dapat pula dilakukan. Hasil pemeriksaan tersebut dipengaruhi olehtingkat
pendidikan, sosial dan budaya (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penegakkan demensia meliputi pemeriksaan laboratorium,
pencitraan otak, elektro ensefalografi dan pemeriksaan genetika.
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, hormon tiroid
dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis pada penderita dengan resiko
tinggi. Pemeriksaan cairanotak bila terdapat indikasi.
b. Pemeriksaan pencitraan otak
Pemeriksaan ini berperan untuk menunjang diagnosis, menentukan beratnya penyakit
serta prognosis. Computed Tomography (CT) – Scan atau Metabolic Resonance Imaging
(MRI) dapat mendeteksi adanya kelainan struktural sedangkan Positron Emission
Tomography (PET) dan Single Photon Emission Tomography (SPECT) digunakan untuk
mendeteksi pemeriksaan fungsional. MRI menunjukkan kelainan struktur hipokampus
secara jelas dan berguna untuk membedakan demensia alzheimer dengan demensia
vaskular pada stadium awal.
c. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG tidak menunjukkan adanya kelainan yang spesifik. Pada stadium lanjut
ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks secara periodik.
d. Pemeriksaan Genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik yang
memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. Setiap allel mengkode bentuk

32
APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara penyandang demensia
Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik menjadikan genotif APOE epsilon 4
sebagai penanda untuk demensia. (Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003).
A.2 Mini Mental State Examination (MMSE)
Pemeriksaan demensia dapat menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE)
yang merupakan gold standar untuk diagnosis demensia. Pemeriksaan neuropsikologi ini
pertama kali diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975. Pemeriksaan ini mudah
dikerjakan dan membutuhkan waktu yang relatif singkat yaitu antara lima sampai sepuluh
menit yang mencakup penilaian orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat
kembali serta bahasa. Pasien dinilai secara kuantitatif pada fungsifungsi tersebut dengan
nilai sempurna adalah 30. Pemeriksaan MMSE dapat digunakan secara luas sebagai
pemeriksaan yang sederhana dan cepat untuk mencari kemungkinan munculnya defisit
kognitif sebagai tanda demensia (Kaplan & Sadock, 2010). Pemeriksaan ini juga
digunakan secara luas pada praktik klinis sebagai instrumen skrining kognitif yang telah
dibuktikan dalam studi National Institute of Mental Health yang menyebutkan bahwa
MMSE sebagai penilai fungsi kognitif yang direkomendasikan untuk kriteria diagnosis
penyakit Alzheimer dan dikembangkan oleh National Institute of Neurological and
Communication Disorders & Stroke and the Alzheimer’s Disease & Related Disordes
Association. interpretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada saat
pemeriksaan:
1. Skor 27-30 diinterpretasikan sebagai fungsi kognitif normal,
2. Skor 21-26 diinterpretasikan sebagai gangguan fungsi kognitif ringan
3. Skor 10-20 diinterpretasikan sebagai gangguan fungsi kognitif sedang
4. Skor < 10 diinterpretasikan sebagai gangguan fungsi kognitif berat.

2.8 Bagaimana peranan dokter keluarga pada lansia dengan demensia?


Pasien penderita demensia membutuhkan dukungan dan perhatian dari anggota keluarga
mereka. Dokter keluarga akan memandu anggota keluarga untuk merawat pasien. Berikut
adalah beberapa kiat untuk merawat penderita demensia:
(A) Perawatan harian
 Menetapkan jadwal bagi pasien, agar pasien tidak bingung karena kehilangan
daya ingat. Misalnya, menetapkan waktu makan dan jadwal kegiatan. Cobalah
untuk menghindari kegiatan yang drastis di malam hari.
 Pilih hal-hal yang pasien sukai, seperti pakaian dan makanan.
 Bantu pasien untuk merawat kebersihan diri dan kerapiannya. Dorong pasien
untuk melakukan hal-hal sederhana seperti berpakaian dan menyikat gigi. Bantu
pasien hanya bila diperlukan.
33
 Pilih pakaian yang mudah dikenakan oleh pasien, seperti pakaian dengan jumlah
kancing yang sedikit. Tempatkan tanda di lemari atau laci sehingga pasien bisa
mengambil berbagai hal dengan mudah.
(B) Lingkungan
 Gunakan tanda yang berukuran besar dan jelas untuk membantu pasien mengenali
tempat dan waktu, seperti jam dan kalender yang berukuran besar.
 Tempatkan lampu di rumah atau di samping tempat tidur, sehingga pasien tidak
akan merasa cemas saat bangun di tengah malam. Lampu ini juga bisa mencegah
pasien tersandung.
 Cobalah untuk tidak mengubah lingkungan sekitar rumah, terutama kamar mandi,
toilet, dan dapur.
 Jangan pindah rumah, karena lingkungan yang baru bisa menyebabkan rasa
bingung dan takut.
(C) Teknik komunikasi
 Berbicara secara perlahan kepada pasien. Gunakan kalimat pendek dan langsung.
Katakan satu titik kunci saja dalam satu kalimat. Jangan membuat hal-hal menjadi
rumit.
 Ajukan pertanyaan-pertanyaan sederhana. Biarkan pasien menjawab ya atau tidak.
Beri cukup waktu bagi pasien untuk memikirkan jawabannya.
 Ulangi pertanyaan jika pasien lupa.
 Jika pasien tidak bisa langsung menjawab pertanyaan, bersabarlah dan dorong
pasien untuk mengekspresikan pendapat dan perasaannya. Jika pasien masih tidak
bisa menjawab, jangan memaksanya. Coba dan ulangi lagi.
 Gunakan bahasa tubuh. Lakukan kontak mata saat Anda berbicara atau
mendengarkan pasien. Berikan tanggapan seperti menganggukkan kepala.
(D) Lainnya
 Jika pasien menolak untuk ikut serta dalam kegiatan, jangan memaksanya.
 Jika Anda ingin pasien melakukan hal-hal yang tidak dikenalnya atau pergi ke
tempat yang asing, berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk beradaptasi
dengan lingkungan baru, atau tinggal bersama dengan dirinya hingga pasien
merasa tidak asing dengan lingkungan sekitarnya. (Kaplan, 2010)

34
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia penderita
demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita demensia bukan hal
yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental maupun lingkungan sekitar.
Pada tahap awal demensia penderita dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan
dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat
membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami penderita
demensia.
Maka dari itu diperlukan juga peranan dokter keluarga untuk melihat aspek dari
segala sisi mulai dari, diri pasien itu sendiri, keluarga pasien lansia dengan demensia, dan
juga lingkungan social si penderita.

35
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Alzheimer Indonesia. 2003. Consensus Nasional. Pengenalan dan


penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya. Edisi 1.
Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Usia


HarapanHidup. Dikutip dari http://ejournal.litbang.depkes.go.Id
/indexphp/HSJI/article/download/419/100 pada tanggal 1 Desember 2018.

Eka Prasetyawati, Arsita. 2015. BUKU KEDOKTERAN KELUARGA. Fakultas


Kedokteran Universitas Sebelas Maret.

Kaplan HI, Sadock BJ, and G. J. (2010). Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Satu. Editor: Dr. I. Made Wiguna S. Jakarta: Bina
Rupa Aksara.hlm.113-129, 149-183.
Kuntjoro, Z.S. (2002). Masalah kesehatan jiwa lansia. Dibuka pada website
http://www.e-psikologi.com/epsi/lanjutuisa_detail.asp?id=182-17k- . Pada
tanggal 1 Desember 2018
Setiati, S., Harimurti, K., & R, A. G. (2009). Proses Menua dan Implikasi Kliniknya.
Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, dan Setiati S,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hlm.1335-
1340.

WHO. (1994). Department of Psychiatry Centre for Participant Report Outcomes.


Dibuka pada website http://www.psychiatry.unimelb.edu.au/qol . Pada tanggal 1
Desember 2018

36
37

Anda mungkin juga menyukai