Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media

terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing

mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan

terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua

tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.

Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik

(OMSK), yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah

dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan

riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik

terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen.

Penyakit ini biasanya diikuti oleh penurunan pendengaran dalam beberapa

tingkatan.

Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen,

tipe sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid,

OMSK tipe ganas). OMSK tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang letaknya

sentral, biasanya didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan

kelainan di kavum timpani.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis

media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat,

1
virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau

hygiene buruk. Proses infeksi pada OMSK sering disebabkan oleh campuran

mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang

ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah

Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus

aureus 25%.Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk

menjadi serius karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat

menyebabkan kematian. Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan

patologi yang menyebabkan otore. Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada

pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe manapun dapat menyebabkan

komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan tersedianya antibiotika

mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang. Pemberian obat-obat itu

sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK menjadi kurang

jelas. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit yang

berhubungan dengan komplikasi ini.

1.2. TUJUAN

Mahasiswa/i dapat menjelaskan berbagai macam bentuk penyakit otitis

media dan penyebabnya serta gejala klinis, diagnosis, hingga

penatalaksanaannya.

1.3. MANFAAT

Mahasiswa/i dapat memahami berbagai macam bentuk penyakit otitis

media dan penyebabnya serta gejala klinis, diagnosis, hingga penatalaksanaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Data Tutorial

Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 24 Juni 2019

Hari / Tanggal Sesi 1 : Rabu, 26 Juni 2019

Tutor : dr. Irbab Hawari

Moderator : Widi Nur Istiqomah

Sekretaris : Amalia Kamila

2.2. Skenario

LBM 3

“Aduh Telingaku”

Doni berusia 19 tahun bersama ayahnya datang ke praktik dokter dengan

keluhan keluar cairan kekuningan dari telinga kanan sejak 3 hari yang lalu,

sebelumnya ia mengeluhkan pilek sejak 5 hari yang lalu. Keluhan ini sudah

sering dialami sejak kecil, biasanya akan hilang dengan sendirinya, dan

timbulnya keluhan bila ia mengalami pilek sehabis berenang. Ayahnya juga

mengeluhkan Doni mengalami kesulitan mendengar. Ayahnya takut bila Doni

mengalami kejadian yang sama dengan Pamannya yang meninggal karena

infeksi telinga yang menjalar ke otak.

3
Pada pemeriksaan telinga kanan dengan otoskop, dokter menemukan

otorea, membran timpani perforasi sentral di kuadran anteroinferior dengan

sekret mukopurulen. Pemeriksaan telinga kiri tidak ada kelainan yang didapat.

Pemeriksaan garpu tala didapatkan adanya tuli konduksi.

Dokter menyarankan dilakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi,

hal tersebut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kolesteatom pada telinga

kanan. Bagaimana saudara menerangkan apa yang dialami Doni?

2.3. Terminologi

A. Otorea sekret atau cairan yang keluar dari liang telinga.

B. Tuli Konduksi  ketulian yang terjadi karena gangguan hantaran suara,

disebabkan oleh kelainan atau penyakit telinga luar atau telinga tengah.1

C. Kolesteatom suatu kista epitel yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Deskuamasi terbentuk kemudian menumpuk sehingga kolesteatom

bertambah besar.1

2.4. Permasalahan

A. Apakah ada hubungan keluhan pilek sejak kecil dengan keluhan sekarang

dan mengeluh sehabis berenang?

B. Apa saja macam-macam gangguan pendengaran?

C. Faktor apasaja yang menyebabkan membran timpani perforasi?

D. Bagaimana interpretasi pemeriksaan dari skenario?

E. Apa saja pemeriksaan laboratorium pada pasien di skenario?

4
2.5. Brain Storming

A. Apakah ada hubungan keluhan pilek sejak kecil dengan keluhan

sekarang dan mengeluh sehabis berenang?

Batuk pilek yang dialami pasien menandakan pasien terpajan infeksi

dariluar, khususnya ISPA (infeksi saluran pernapasan atas). ISPA dapat

disebabkanoleh berbagai macam mikroorganisme (paling sering pada anak-

anak: H.influenza) yang kemudian diikuti reaksi inflamasi dalam tubuh. Sel-sel

gobletpada nasopharynx dan oropharynx kemudian akan mengalami

hipersekresimucus.Hipersekresi mucus ini kemudian akan menyumbat saluran

tuba auditivaeustachii yang menghubungkan nasopharynx dengan cavum

tympani.9,10

Fungsi dari tuba auditiva eustachii salah satunya adalah

menjagakeseimbangan tekanan antara cavum tympani dengan nasopharynx.

Namun karenaterjadi penyumbatan oleh hipersekresi mucus, maka terjadilah

perbedaan tekananyang memicu terjadinya transudasi dari pembuluh darah

yangmemvaskularisasinya hingga akhirnya keluar cairan dari dalam cavum

tympaniyang kemudian merembes keluar.10

Mikroorganisme yang menyebabkan inflamasi juga akan mengakibatkan

vasodilatasi pembuluh darah di membran timpani pada fase akut (stadium

hiperemis) sehingga membran timpani tampak kemerahan / hiperemis. Pada

tahap yang lebih lanjut (fase supurasi), edema akan semakin hebat. Hal ini

sering disertai dengan hilangnya sel epitel superfisial pada membran timpani

dan terbentuk sekret yang purulen pada cavum timpani sehingga membran

timpani menonjol. Lama kelamaan terjadi iskemik dan nekrosis jaringan pada

5
membrane timpani dan terjadi perforasi membran timpani. Adanya perforasi

pada membran timpani akan mengakibatkan keluarnya sekret melalui telinga.

Jika tidak terjadi stadium resolusi, maka akan terjadi perforasi membran

timpani yang menetap dan pengeluaran sekret yang terus menerus dan hilang

timbul.9

B. Apa saja macam-macam gangguan pendengaran?

1. Gangguan pendengaran jenis konduktif

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara

tidak dapat mencapai telinga dalam secara efektif. hal Ini disebabkan

karena beberapa gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang

pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan

tuba auditiva.  Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak

ada kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran

nervus vestibulokoklearis (N.VIII).1

2. Gangguan pendengaran jenis tuli sensorik

Tuli sensorineural adalah kerusakan telinga bagian dalam dan

hubungan saraf otak yang terbagi atas tuli sensorineural koklea dan tuli

sensorineural retrokoklea.Tuli sensorineural koklea disebabkan aplasia,

labirinitis, intoksikasi obat ototaksik atau alkohol.Dapat juga disebabkan

tuli mendadak, tauma kapitis, trauma akustik dan pemaparan bising tuli

sensorineural retrokoklea disebabkan neuoroma akustik, tumor sudut pons

serebellum, mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan

6
otak lainnya.  Pada gangguan pendengaran jenis ini umumnya

irreversibel.1

Macam-macam tuli sensorineural

Dibagi menjadi tuli sensori neural coklea atau retrokoklea.5

a) Tuli sensorik neural koklea

 Aplasia (kongenital).

 Labirintitis oleh bakteri/viruS.

 Intoksikasi obat streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin,

kina, asetosal atau alkohol.

 Trauma kapitis.

 Trauma akustik.

 Pemaparan bising.

 Presbicusis

b) Tuli sensorik neural retro koklea

 Neuroma akustik.

 Tumor sudut pons serebellum.

 Cidera otak.

 Perdarahan otak.

3. Gangguan pendengaran jenis tuli campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan

pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis

sensorineural.  Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis

7
hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut

menjadi gangguan sensorineural.  Dapat pula sebaliknya, mula-mula

gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan

gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis

media.  Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya

trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga

dalam.1

C. Faktor apa saja yang menyebabkan membran timpani perforasi?

Infeksi adalah sebab utama perforasi membran timpani. Infeksi akut dari

telinga dapat mengakibatkan iskemik relative pada membran timpani

bersamaan dengan tekanan yang meningkat dalam ruang telinga tengah. Pada

kondisi ini, rupture membran timpani didahului nyeri hebat pada telinga.

Perforasi traumatic dapat terjadi dari benda asing yang masuk ke liang telinga

(missal : dipukul dengan tangan, jatuh ke air dengan kepala lebih dulu masuk

ke air). Paparan tekanan tinggi dari sebuah ledakan dapat merobek membran

timpani. Perforasi membran timpani yang terjadi dari tekanan air, pada

olahraga yang menerjunkan kepala terlebih dahulu kedalam air, dapat terjadi

pada membrane timpani yang sudah atrofi karena penyakit sebelumnya. Objek

yang digunakan untuk membersihkan liang telinga dapat mengakibatkan

perforasi.11

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan perforasi membran

timpani, yaitu:11

1. Lingkungan

8
2. Sosial ekonomi

3. Gangguan fungsi tuba

4. Otitis media sebelumnya

5. Infeksi saluran pernafasan atas

6. Genetik

7. Autoimun

8. Alergi

D. Bagaimana interpretasi pemeriksaan dari skenario?

Dari pemeriksaan yang telah dilakukan oleh dokter diskenario,

didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Telinga kanan ditemukan:

a) Otorea kekuningan (mukopurulen)  menandakan adanya suatu infeksi

oleh bakteri.

b) Membran timpani perforasi  menandakan adanya suatu infeksi,

dengan lokasi di sentral anteroinferior.

2. Telinga kiri tidak ditemukan kelainan.

3. Pada pemeriksaan garpu tala  didapatkan adanya tuli konduksi,

menandakan adanya gangguan pendengaran yang bisa disebabkan oleh

kelainan pada telinga luar atau telinga tengah.

E. Apa saja pemeriksaan laboratorium pada pasien di skenario?

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan seperti:

1. Pemeriksaan laboratorium

9
a) Darah lengkap

b) Pemeriksaan sekret (kultur)

2. Pemeriksaan radiologi

a) Rontgen

2.6. Learning Issue

A. Anatomi telinga dan fisiologi pendengaran

B. Diangnosa Banding

C. Diangnosa Kerja

2.7. Pembahasan Learning Issue

A. Anatomi telinga dan fisiologi pendengaran

1. Anatomi telinga

Telinga merupakan organ yang berfungsi sebagai indera pendengaran

dan fungsi keseimbangan tubuh. Secara umum telinga terbagi menjadi 3

bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.1

Gambar 1. Anatomi Telinga1

10
a) Telinga luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga

(meatus akustikus eksternus), hingga membran timpani.1,2

1) Aurikula

Merupakan kartilago elastis yang ditutupi oleh kulit, berbentuk

seperti terompet dengan bagian ujung yang melebar. Berfungsi untuk

menangkat gelombang suara.

Gambar 2. Struktur Aurikula5

2) Meatus akustikus eksternus

Merupakan tabung yang melengkung dengan panjang sekitar

2,5 cm. Terletak mulai dari pintu masuk porus acusticus externus

hingga ke membran timpani. MAE terbagi menjadi 2 bagian yaitu:1

i. 1/3 luar MAE  pars cartilagenous

11
 Lanjutan dari aurikula

 Mempunyai rambut, kelenjar sebasea, kelenjar

serumenalis.berfungsi mencegah kotoran masuk ke dalam

telinga.

 Kulit melekat pada perikondrium.

ii. 2/3 dalam MAE  pars osseus

 Bagian dari os temporal

 Tidak berambut, tidak mobile terhadap sekitarnya

Gambar 3. Struktur Meatus Akustikus4

3) Membran timpani

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat

dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang

telingah. Bagian atas disebut dengan pars flaksida (membrane

Shrapnell),sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membrane

12
propria). Pars flaksida hanya berlapis duayaitu bagian luar ialah

lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel

kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa

mempunyai satu lapis lagi di tengah,yaitu lapisan yang terdiri dari

serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di

bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.1,5

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane

timpani disebut sebagaiumbo. Dari umbo bermula suatu reflek

cahaya ke arah bawah yaitu pada pukul 7 untuk membrane timpani

kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan.reflek cahaya ialah

cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di

membrane timpani,terdapat 2 macam serabut yaitu sirkuler dan

radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya

yang berupa kerucut itu.1,5

Gambar 4. Struktur membran timpani5

13
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadaran,dengan menarik

garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak

lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas–

depan,atas–belakang,bawah–depansertabawah-belakang,untuk

menyatakan letak perforasi membrane timpani.5

Gambar 5. Pembagian kuadran membran timpani5

b) Telinga tengah

Berfungsi untuk membawa getaran suara ke fenestra ovale.

Ruangan di dalamnya berisi udara disebut cavum timpani. Auris media

dipisahkan dengan auris interna oleh fenestra ovale dan fenestra

rotundum. Fenestra ovale nantinya akan dilekati oleh basis stapedis.

Sedangkan, fenestra rotundum akan ditutupi oleh selapis membran

disebut membrana tympani sekundaria.1,3

14
Gambar 6. Struktur anatomi telinga tengah1

Auris media terdiri dari:

1) Osikula auditiva

Terdapat tiga tulang pendengaran, yaitu malleus, incus, dan

stapes. Manubrium mallei akan melekat di bagian interna dari

membrana tympani. Caput dari mallei akan berartikulasi dengan

corpus incus. Sedangkan, caput dari stapes akan berartikulasi dengan

processus lenticularis pada os incus. Basis stapedis akan melekat

pada fenestra ovale. Ketiga tulang ini berhubungan dengan fungsinya

adalah penghantaran getaran.

15
Gambar 7. Osikula Auditiva8

2) Musculus stapedius dan musculus tensor timpani

Musculus tensor timpani akan diinervasi oleh nervus

maxillaris dan berfungsi untuk membatasi gerakan dan

meningkatkan tekanan di membrana timpani untuk mencegah suara

yang terlalu keras di dalam auris interna. Musculus stapedius

diinervasi oleh nervus facialis dan merupakan musculus skeletal

terkecil pada tubuh manusia. Fungsinya adalah memperkecil getaran

apabila terdapat suara yang keras untuk melindungi fenestra

rotundum.8

3) Tuba auditiva atau tuba Eustachii

16
Saluran ini menghubungkan ruangan pada auris media dengan

nasopharynx. Tuba auditiva akan membuka saat menguap dan

menelan. Fungsinya adalah menyeimbangkan tekanan antara auris

media dengan dunia luar. Saluran ini sering menjadi rute

perpindahan patogen dari hidung dan tenggorok ke telinga.3,5

c) Telinga dalam

Berfungsi sebagai tempat reseptor pendengaran dan

keseimbangan. Terdiri dari dua bagian, yaitu labyrinthis osseus dan

labyrinthis membranaceus. Labyrinth osseus dibatasi oleh periosteum

dan mengandung perilimfe. Bagian-bagiannya adalah canalis

semicircularis (anterior, posterior, dan lateral), vestibulum, dan cochlea.

Sedangkan, labirin membranaceus menyerupai kantung epitelium,

terdapat reseptor pendengaran atau organ Corti dan keseimbangan.

Labyrin membranaceus mengandung endolimfe. Di dalam vestibulum,

terdapat dua kantung yang merupakan bagian dari labyrinth

membranaceus, disebut utriculus dan sacculus. Di dalam canalis

semicircularis terdapat ductus membranous semicircularis, yang

nantinya akan melebar pada bagian akhir disebut ampulla.3,5

Cochlea merupakan saluran spiral yang terbentuk dari tulang dan

berputar hampir tiga kali dengan pusatnya adalah modiolus. Adanya

membrana basalis dan membrana vestibuli akan membagi cochlea

menjadi tiga ruangan, yaitu scala vestibule, scala media, dan scala

timpani. Scala media merupakan tempat terletaknya reseptor

pendengaran.6

17
Gambar 8. Struktur anatomi telinga tengah8

2. Fisiologi pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkap energy bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang

kekoklea. Getaran tersebut mengetarkan membrane timpani diteruskan

ketelinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan

mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit pendengaran dan perkalian

perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong. Energy getar

yang telah diamplifikasi iini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan

tingkap lonjong sehingga perimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran

diteruskan melalui membrane reissner yang mendorong endolimfa, sehingga

18
akan menimbulkan gerak relative antara membrane basilaris dan membrane

tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan

terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan

terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini

menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmitter kedalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi

pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke

korteks pendengaran (area 39 – 40) dilobus temporlis.7

Gambar 9. Fisiologi pendengaran

19
B. Diangnosa Banding

Diagnosa banding pada kasus diskenario adalah:

1. Otitis media akut

Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba eustakius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis

media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan

tanda-tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal

atau sistemik dapat terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa

otalgia, demam, gelisah, mual, muntah, diare, serta othorrhea, apabila telah

terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan otoskopik juga

dijumpai efusi telinga tengah. Terjadinya efusi telinga tengah atau

inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran

timpani atau bulging pada membran timpani, terdapat cairan di belakang

membran timpani, dan othorrhea.

Otitis media berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif

dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing memiliki bentuk

yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media spesifik,

seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang

lain adalah otitis media adhesiva.

Skema pembagian otitis media berdasarkan gejala

20
Gambar 10. Skema kalsifikasi otitis media

Etiologi

 Bakteri

Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering.

Menurut penelitian, 65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri

piogeniknya melalui isolasi bakteri terhadap kultur cairan atau efusi

telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-patogenik karena tidak

ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri penyebab

otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae (40%), diikuti

oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-

15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen yang lain seperti

Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic), Staphylococcus

aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan

organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus

yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus

influenzaesering dijumpai pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang

21
dijumpai pada orang dewasa juga sama dengan yang dijumpai pada

anak-anak.

 Virus

Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai

tersendiri atau bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus

yang paling sering dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory

syncytial virus (RSV), influenza virus, atau adenovirus (sebanyak 30-

40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau

enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba

eustakius, menganggu fungsi imun lokal, meningkatkan adhesi bakteri,

menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan menganggu mekanisme

farmakokinetiknya. Dengan menggunakan teknik polymerase chain

reaction (PCR) dan virus specific enzyme-linked immunoabsorbent

assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari cairan telinga tengah

pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus.

Faktor resiko

Faktor risiko terjadinya otitis media adalah umur, jenis kelamin, ras,

faktor genetik, status sosioekonomi serta lingkungan, asupan air susu ibu

(ASI) atau susu formula, lingkungan merokok, kontak dengan anak lain,

abnormalitas kraniofasialis kongenital, status imunologi, infeksi bakteri

atau virus di saluran pernapasan atas, disfungsi tuba Eustakius, inmatur

tuba Eustakius dan lain-lain. Faktor umur juga berperan dalam terjadinya

OMA. Peningkatan insiden OMA pada bayi dan anak-anak kemungkinan

disebabkan oleh struktur dan fungsi tidak matang atau imatur tuba

22
Eustakius. Selain itu, sistem pertahanan tubuh atau status imunologi anak

juga masih rendah. Insidens terjadinya otitis media pada anak laki-laki

lebih tinggi dibanding dengan anak perempuan. Anak-anak pada ras

Amerika asli, Inuit, dan Indigenous Australian menunjukkan prevalensi

yang lebih tinggi dibanding dengan ras lain. Faktor genetik juga

berpengaruh. Status sosioekonomi juga berpengaruh, seperti kemiskinan,

kepadatan penduduk, fasilitas higiene yang terbatas, status nutrisi rendah,

dan pelayanan pengobatan terbatas, sehingga mendorong terjadinya OMA

pada anak-anak. ASI dapat membantu dalam pertahanan tubuh. Oleh

karena itu, anak-anak yang kurangnya asupan ASI banyak menderita

OMA. Lingkungan merokok menyebabkan anak-anak mengalami OMA

yang lebih signifikan dibanding dengan anak-anak lain. Dengan adanya

riwayat kontak yang sering dengan anak-anak lain seperti di pusat

penitipan anak-anak, insidens OMA juga meningkat. Anak dengan adanya

abnormalitas kraniofasialis kongenital mudah terkena OMA karena fungsi

tuba Eustakius turut terganggu, anak mudah menderita penyakit telinga

tengah. Otitis media merupakan komplikasi yang sering terjadi akibat

infeksi saluran napas atas, baik bakteri atau virus.

Gejala klinis

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur

pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa

nyeri di dalam telinga, di samping suhu tubuh yang tinggi. Biasanya

terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar atau

pada orang dewasa, selain rasa nyeri, terdapat gangguan pendengaran

23
berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang mendengar. Pada bayi dan

anak kecil, gejala khas OMA adalah suhu tubuh tinggi dapat mencapai

39,5°C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba

anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak

memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka

sekret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tidur tenang.

Penilaian klinik OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya

suatu penyakit. Penilaian berdasarkan pada pengukuran temperatur,

keluhan orang tua pasien tentang anak yang gelisah dan menarik telinga

atau tugging, serta membran timpani yang kemerahan dan membengkak

atau bulging. Menurut Dagan (2003) skor OMA adalah seperti berikut:

Tabel skor OMA

Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan

angka 0 hingga 3, berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA

berat. Pembagian OMA lainnya yaitu OMA berat apabila terdapat otalgia

berat atau sedang, suhu lebih atau sama dengan 39°C oral atau 39,5°C

24
rektal. OMA ringan bila nyeri telinga tidak hebat dan demam kurang dari

39°C oral atau 39,5°C rektal.

Patologi dan pathogenesis

Patogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh

infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi

kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring

dan tuba Eustakius. Tuba Eustakius menjadi sempit, sehingga terjadi

sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian

berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau

bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustakius.

Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustakius untuk mengatur

proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan

akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan

terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus

terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustakius

tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta

terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi

mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan

atas, sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang dilepaskan akan

menyebabkan disfungsi tuba Eustakius. Virus respiratori juga dapat

meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu

pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus

bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat

terganggu karena membran timpani dan tulang-tulang pendengaran tidak

25
dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu

banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang

meninggi.

Obstruksi tuba Eustakius dapat terjadi secara intraluminal dan

ekstraluminal. Faktor intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana

proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema pada mukosa tuba serta

akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien

dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari

tuba Eustakius, sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor

ekstraluminal seperti tumor, dan hipertrofi adenoid.

Stadium OMA

1) Stadium oklusi tuba eutachius

Pada stadium ini, terdapat sumbatan tuba Eustachius yang ditandai

oleh retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan intratimpani

negatif di dalam telinga tengah, dengan adanya absorpsi udara. Retraksi

membran timpani terjadi dan posisi malleus menjadi lebih horizontal,

refleks cahaya juga berkurang. Edema yang terjadi pada tuba Eustakius

juga menyebabkannya tersumbat. Selain retraksi, membran timpani

kadang-kadang tetap normal dan tidak ada kelainan, atau hanya berwarna

keruh pucat. Efusi mungkin telah terjadi tetapi tidak dapat dideteksi.

Stadium ini sulit dibedakan dengan tanda dari otitis media serosa yang

disebabkan oleh virus dan alergi. Tidak terjadi demam pada stadium ini.

26
2) Stadium hiperemis atau presupurasi

Pada stadium ini, terjadi pelebaran pembuluh darah di membran

timpani, yang ditandai oleh membran timpani mengalami hiperemis,

edema mukosa dan adanya sekret eksudat serosa yang sulit terlihat.

Hiperemis disebabkan oleh oklusi tuba yang berpanjangan sehingga

terjadinya invasi oleh mikroorganisme piogenik. Proses inflamasi berlaku

di telinga tengah dan membran timpani menjadi kongesti. Stadium ini

merupakan tanda infeksi bakteri yang menyebabkan pasien mengeluhkan

otalgia, telinga rasa penuh dan demam. Pendengaran mungkin masih

normal atau terjadi gangguan ringan, tergantung dari cepatnya proses

hiperemis. Hal ini terjadi karena terdapat tekanan udara yang meningkat

di kavum timpani. Gejala-gejala berkisar antara dua belas jam sampai

dengan satu hari.

Gambar 11. Membran timpani hiperemis

27
3) Stadium supurasi

Stadium supurasi ditandai oleh terbentuknya sekret eksudat purulen

atau bernanah di telinga tengah dan juga di sel-sel mastoid. Selain itu

edema pada mukosa telinga tengah menjadi makin hebat dan sel epitel

superfisial terhancur. Terbentuknya eksudat yang purulen di kavum

timpani menyebabkan membran timpani menonjol atau bulging ke arah

liang telinga luar. Pada keadaan ini, pasien akan tampak sangat sakit,

nadi dan suhu meningkat serta rasa nyeri di telinga bertambah hebat.

Pasien selalu gelisah dan tidak dapat tidur nyenyak. Dapat disertai

dengan gangguan pendengaran konduktif. Pada bayi demam tinggi dapat

disertai muntah dan kejang. Stadium supurasi yang berlanjut dan tidak

ditangani dengan baik akan menimbulkan iskemia membran timpani,

akibat timbulnya nekrosis mukosa dan submukosa membran timpani.

Terjadi penumpukan nanah yang terus berlangsung di kavum timpani dan

akibat tromboflebitis vena-vena kecil, sehingga tekanan kapiler membran

timpani meningkat, lalu menimbulkan nekrosis. Daerah nekrosis terasa

lebih lembek dan berwarna kekuningan atau yellow spot. Keadaan

stadium supurasi dapat ditangani dengan melakukan miringotomi. Bedah

kecil ini kita lakukan dengan menjalankan insisi pada membran timpani

sehingga nanah akan keluar dari telinga tengah menuju liang telinga

luar. Luka insisi pada membran timpani akan menutup kembali,

sedangkan apabila terjadi ruptur, lubang tempat perforasi lebih sulit

menutup kembali. Membran timpani mungkin tidak menutup kembali.

28
Gambar 12. Membran timpani bulging dengan purulent

4) Stadium perforasi

Stadium perforasi ditandai oleh ruptur membran timpani sehingga

sekret berupa nanah yang jumlahnya banyak akan mengalir dari telinga

tengah ke liang telinga luar. Kadang-kadang pengeluaran sekret bersifat

pulsasi (berdenyut). Stadium ini sering disebabkan oleh terlambatnya

pemberian antibiotik dan tingginya virulensi kuman.Setelah nanah

keluar, anak berubah menjadi lebih tenang, suhu tubuh menurun dan

dapat tertidur nyenyak. Jika mebran timpani tetap perforasi dan

pengeluaran sekret atau nanah tetap berlangsung melebihi tiga minggu,

maka keadaan ini disebut otitis media supuratif subakut. Jika kedua

keadaan tersebut tetap berlangsung selama lebih satu setengah sampai

dengan dua bulan, maka keadaan itu disebut otitis media supuratif

kronik.

29
Gambar 13. Membran timpani perforasi

5) Stadium resolusi

Keadaan ini merupakan stadium akhir OMA yang diawali dengan

berkurangnya dan berhentinya othorrhea. Stadium resolusi ditandai oleh

membran timpani berangsur normal hingga perforasi membran timpani

menutup kembali dan sekret purulen akan berkurang dan akhirnya

kering. Pendengaran kembali normal. Stadium ini berlangsung

walaupun tanpa pengobatan, jika membran timpani masih utuh, daya

tahan tubuh baik, dan virulensi kuman rendah. Apabila stadium resolusi

gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis media supuratif kronik.

Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran timpani menetap,

dengan sekret yang keluar secara terus-menerus atau hilang timbul. Otitis

media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media

serosa. Otitis media serosa terjadi jika sekret menetap di kavum timpani

tanpa mengalami perforasi membran timpani.

30
2. Otitis eksterna

Definisi

Otitis eksterna (OE) adalah peradangan atau infeksi pada saluran

pendengaran bagian luar (CAE), daun telinga, atau keduanya. Penyakit

ini merupakan penyakit umum yang dapat ditemukan pada semua

kelompok umur. Otitis eksterna ( OE ) biasanya merupakan infeksi

bakteri akut kulit saluran telinga (paling sering disebabkan Pseudomonas

aeruginosa atau Staphylococcus aureus, tetapi juga dapat disebabkan oleh

bakteri lain, virus, atau infeksi jamur.

Otitis eksterna, juga dikenal sebagai telinga perenang atau swimmer’s

ear, adalah radang telinga luar baik akut maupun kronis. Kulit yang

melapisi saluran telinga luar menjadi merah dan bengkak karena infeksi

oleh bakteri atau jamur dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di

liang telinga, deskuamasi, sekret di liang telinga, dan kecenderungan

untuk kambuh kembali. Pengobatan amat sederhana tetapi membutuhkan

kepatuhan penderita terutama dalam menjaga kebersihan liang telinga

Etiologi

OE paling sering disebabkan oleh bakteri patogen. Varietas nya

antara lain otitis eksterna oleh jamur (otomycosis). Dalam sebuah

penelitian, 91% kasus OE disebabkan oleh karena bakteri. Dan penelitian

lainnya juga menemukan bahwa sebanyak 40% kasus OE tidak memiliki

mikroorganisme primer sebagai agen penyebab. Bakteri penyebab yang

paling umum adalah Pseudomonas spesies (38% dari semua kasus),

Staphylococcus spesies, dan anaerob dan organisme gram negatif.

31
Faktor Resiko penyakit otitis eksterna antara lain :

1. Suka membersihkan atau mengorek-ngorek telinga dengan cotton


buds, ujung jari atau alat lainnya
2. Kelembaban merupakan foktor yang penting untuk terjadinya otitis
eksterna.
3. Sering berenang, air kolam renang menyebabkan maserasi kulit dan
merupakan sumber kontaminasi yang sering dari bakteri
4. Penggunaan bahan kimia seperti hairsprays, shampoo dan pewarna
rambut yang bisa membuat iritasi, yang memungkinkan bakteri dan
jamur untuk masuk
5. Kanal telinga sempit
6. Infeksi telinga tengah
7. Diabetes.

Patofisiologi

Secara alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan


dibersihkan dan dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang
telinga. Cotton bud (pembersih kapas telinga) dapat mengganggu
mekanisme pembersihan tersebut sehingga sel-sel kulit mati dan
serumen akan menumpuk di sekitar gendang telinga. Masalah ini juga
diperberat oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang
telinga. Keadaan diatas dapat menimbulkan timbunan air yang masuk
ke dalam liang telinga ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah,
lembab, hangat, dan gelap pada liang telinga merupakan tempat yang
baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.1,7,8

Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan


berkurangnya lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel
skuamosa. Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang memudahkan
bakteri masuk melalui kulit, terjadi inflamasi dan cairan eksudat. Rasa
gatal memicu terjadinya iritasi, berikutnya infeksi lalu terjadi
pembengkakan dan akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Proses infeksi
menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan rasa

32
tidak nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan
mengeluarkan cairan/nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga
(meatus akustikus eksterna) sehingga hantaran suara akan terhalang
dan terjadilah penurunan pendengaran. Infeksi pada liang telinga luar
dapat menyebar ke pinna, periaurikuler dan tulang temporal.4

Otalgia pada otitis eksterna disebabkan oleh:


a. Kulit liang telinga luar beralaskan periostium & perikondrium bukan
bantalan jaringan lemak sehingga memudahkan cedera atau trauma.
Selain itu, edema dermis akan menekan serabut saraf yang
mengakibatkan rasa sakit yang hebat.
b. Kulit dan tulang rawan pada 1/3 luar liang telinga luar bersambung
dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan sedikit
saja pada daun telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan
liang telinga luar sehingga mengakibatkan rasa sakit yang hebat pada
penderita otitis eksterna.1,7,8
• Serumen bersifat asam (pH 4-5) →mcegah ptumbuhan bakteri&jamur
jg mcegah kerusakan kulit
• Biasanya trauma lokal mendahului
• Terkena air yang berlebihan mengurangi jumlah serumen yg akan
membuat kanal kering dan pruritus.
 Membersihkan saluran telinga dengan cotton bud terlalu sering bisa
mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga
kotoran menumpuk disana.

Penimbunan air yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau
berenang, kulit pada saluran telinga menjadi basah sehingga mudah
terinfeksi oleh bakteri atau jamur

 Kandungan air pada permukaan luar kulit diduga memegang peranan
yg nyata didalam mudahnya terjadinya infeksi telinga luar

Stratum korneum menyerap kelembaban dari lingkungan

33

suhu yang tinggi ,kelembaban yang tinggi (berenang)

Peningkatan kelembaban dari keratin didalam serta disekitar unit-unit
apopilo sebasea

menunjang pembengkakan & pyumbatan folikel

berkurangnya aliran serumen kepermukan kulit

Serumen bsifat asam (pH 4-5) → mencegah pertumbuhan bakteri &
jamur juga mencegah kerusakan kulit→kalau berkurang tidak ada
yang mencegah

Gatal
Garuk/cedera

invasi organisme eksogen melalui permukaan superficial epidermis
yang biasanya resisten terhadap bakteri
Gejala klinik

Gejala otitis eksterna umumnya adalah rasa gatal dan sakit


(otalgia). Gejala dan tanda pasien otitis eksterna selengkapnya :26,33

1. Otalgia.
2. Gatal-gatal (pruritus).
3. Rasa penuh (fullness) di liang telinga. Keluhan ini biasa terjadi pada
tahap awal otitis eksterna difus dan sering mendahului otalgia dan
nyeri tekan daun telinga.
4. Pendengaran berkurang atau hilang.
5. Deskuamasi.
6. Tinnitus.
7. Discharge dan otore. Cairan (discharge) yang mengalir dari liang

34
telinga (otore). Kadang-kadang pada otitis eksterna difus
ditemukansekret / cairan berwarna putih atau kuning, atau nanah.
Cairan tersebutberbau yang tidak menyenangkan. Tidak bercampur
dengan lendir (musin).
8. Demam.
9. Nyeri tekan pada tragus17 dan nyeri saat membuka mulut.
10. Infiltrat dan abses (bisul). Keduanya tampak pada otitis eksterna
sirkumskripta. Bisul menyebabkan rasa sakit berat. Ketika pecah,
darah dan nanah dalam jumlah kecil bisa bocor dari telinga.

Rasa sakit di dalam telinga (otalgia) bisa bervariasi dari yang


hanya berupa rasa tidak enak sedikit, perasaan penuh didalam telinga,
perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang hebat serta berdenyut.
Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini
juga sering merupakan gejala mengelirukan. Rasa sakit bisa tidak
sebanding dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan
kenyataan bahwa kulit dari liang telinga luar langsung berhubungan
dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis menekan
serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit
dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan
tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun
telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan dari liang telinga luar
dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis
eksterna.

Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada


tahap awal dari otitis eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya
rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga.

Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan


pendahulu rasa sakit yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada
kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa penuh dan rasa tidak enak
merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta.

35
Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari
otitis eksterna. Edema kulit liang telinga, sekret yang serous atau purulen,
penebalan kulit yang progresif pada otitis eksterna yang lama sering
menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli konduktif.
Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat -obatan yang
digunakan kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan
peredaman hantaran suara.

C. Diangnosa Kerja

Diagnosa kerja pada kasus diskenario adalah

Otitis media supuratif kronis

Definisi

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media.

Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).

Otitis media perforata (OMP) atau otitis media supuratif kronis

(OMSK) adalah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran

timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang

timbul, sekret mungkin encer atau kental, bening atau bernanah. Otitis media

koronik adalah perforasi pada gendang telinga. Otitis media kronis adalah

peradangan teliga tengah yang gigih, secara khas untuk sedikitnya satu bulan

serta orang awam biasanya menyebut congek. Otitis media kronik adalah

keradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam

kavum timpani. Otitis media sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia

15 tahun.

36
Otitis media kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan

patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang

otitis media akut yang tak tertangani.

Epidemiologi

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum,

insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya,

OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-

anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun

demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-

negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah

minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan

kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang

menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang

sedang berkembang.2

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi

dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,

menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang

dengan telinga berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang

pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia

adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang

berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.2

Manifestasi klinis

37
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan

pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau

busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana

daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema.

Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri.

Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya

perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di belakang

membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang perforasi.

Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi.

Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan

kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan

encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh

aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe

jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali

sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani

dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah

sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang

telinga luar setelah mandi atau berenang.

Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga.

Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan

kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,

38
berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret

telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara

luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan

granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang

mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah

kemungkinan tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat

hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat

bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli

konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran

masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran

menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian

tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan

mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe

maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang

pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai

penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus

diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan

berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen

rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila

39
terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang

dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada

merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena

terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi

akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus

lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada

tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda

berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau

trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.

Keluhanvertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin

akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya

akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang

sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran

timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh

perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan

keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat

berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul

labirinitis dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula

perlu dilakukan pada kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini

40
memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada membran timpani,

dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna11 :

1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular

2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum

timpani.

3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)

4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Bagan manifestasi klinis OMSK

Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang

pada anak,jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal

41
dari nasofaring(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga

tengah melalui tubaEustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal

merupakan faktor predisposisiyang dijumpai pada anak dengan cleft palate

dan Down’s syndrom. Adanya tubapatulous, menyebabkan refluk isi

nasofaring yang merupakan faktor insiden OMSKyang tinggi di Amerika

Serikat. Faktor Host yang berkaitan dengan insiden OMSKyang relatif

tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral

(sepertihipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV,

sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.

Penyebab OMSK antara lain:

Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum

jelas, tetapimempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK

dan sosioekonomi,dimana kelompok sosioekonomi rendah memi liki

insiden yang lebih tinggi. Tetapisudah hampir dipastikan hal ini

berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet,tempat tinggal yang

padat.

Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama

apakahinsiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang

dikaitkan sebagaifaktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil

pada penderita otitis media,tapi belum diketahui apakah hal ini primer

atau sekunder.

Otitis media sebelumnya.

42
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan

dariotitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak

diketahui faktorapa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang

lainnya berkembang menjadikeadaan kronis

Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah

hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan

bahwa metodekultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang

terutama dijumpai adalahGram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa

organisme lainnya.

Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi

salurannafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga

tengah menyebabkanmenurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme

yang secara normal beradadalam telinga tengah, sehingga memudahkan

pertumbuhan bakteri.Organisme-organisme dari meatus auditoris

eksternal termasuk Staphylococcus, Pseudomonas aeruginosa,

B.proteus, B.coli dan Aspergillus.

Organisme  dari  nasofaring  diantaranya  Streptococcus  viridians

(Streptococcus α-hemolitikus, Streptococcus β-hemolitikus dan

Pneumococcus).

Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih

besarterhadap otitis media kronis.

43
Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih

tinggidibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya

sebagian penderitayang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau

bakteria atau toksin-toksinnya,namun hal ini belum terbukti

kemungkinannya.

Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat

oleh edematetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau

sekunder masih belumdiketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai

metode telah digunakan untukmengevaluasi fungsi tuba eustachius dan

umumnya menyatakan bahwa tuba tidakmungkin mengembalikan tekanan

negatif menjadi normal.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran

timpanimenetap pada OMSK :

1. Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang

mengakibatkan produksi sekret telinga purulen berlanjut.

2. Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan

spontan pada perforasi.

3. Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui

mekanisme migrasi epitel.

4. Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami

pertumbuhan yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani.

Proses ini juga mencegah penutupan spontan ari perforasi.

44
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah

supuratifmenjadi kronis majemuk, antara lain :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap

lainya padatelinga tengah.

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid.

Hal ini dapatdisebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa,

polip, jaringan granulasi atautimpanosklerosis.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis

persisten dimastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau

perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

Patogenesis

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang

temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu

saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring)

dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama

terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media, OM).

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan

tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini

berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan

45
tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum

sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi

tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada

anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering

menimbulkan OM daripada dewasa.

Gambar Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar

dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang

menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini

terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada

telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti

netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel

mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas

pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah.

Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik

46
yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri

menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga

tengah.

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa

berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi

pseudostratifiedrespiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di

antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel

goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta

pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel

tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.

Bagan perjalanan penyakit OMSK :

Klasifikasi OMSK

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

47
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars

tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba

eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi

yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu

campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa,

serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis

berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga

tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

 Fase aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului

oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah

berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi

dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar

jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang

besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid

mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap

harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau

jika granulasi pada mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari

kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran

posterosuperior.

 Fase tidak aktif / fase tenang

48
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan

mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli

konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu

rasa penuh dalam telinga.

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :

– Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis

– Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis

– Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat

yang terkontaminasi

– Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia

– Otitis media supuratif akut yang berulang

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit

atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan

terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai

menghasilkan kolesteatom.

Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna

putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat

dibagi atas 2 tipe yaitu :

a) Kongenital

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan

Clemis (1965) adalah :

– Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.

– Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

49
– Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari

epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama

perkembangan.

Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau

tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis

parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.

b) Didapat.

Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong

retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi

dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami

perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka

menjadi area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa

membran timpani.

Epitel skuamosa pada membran timpani normalnya membuang

lapisan sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk

kantong retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan

terkumpul dan pada akhirnya membentuk kolesteatoma.

Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat

sulit dan lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami

‘perforasi’ dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat

kecil, merupakan suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong

retraksi yang berbentuk seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris

epitel yang menyerupai lilin.

50
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia

skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi

kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di

sekitar pinggir perforasi, terutama pada perforasi marginal.

Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma

didapat, yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel.

Granuloma kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma,

meskipun namanya hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara

bersamaan pada telinga tengah atau mastoid.

Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari

eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi

benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

Gambar Perjalanan Penyakit OMSK

Patofisiologi

Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit

kambuhan daripada menetap. Keadaan kronis lebih berdasarkan waktu dan

51
stadium daripada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini

disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kambuhan ini

ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan

jaringan parut.

OMP terutama pada masa anak-anak akan terjadi otitis media

nekrotikans dapat menimbulkan perforasi yang besar pada gendang telinga.

Setelah penyakit akut berlalu gendang telinga tetap berlubang atau sembuh

dengan membran atropi kemudian kolps ke dalam telinga tengah memberi

gambaran optitis media atelektasis.

Pemeriksaan diagnostic

Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik

sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati

tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya

ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta

keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah.

Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK

ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin

ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga

menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara

temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal

kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran

dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total,

52
tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat

ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas

pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang

ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang

pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran

 Normal : -10 dB sampai 26 dB

 Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB

 Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB

 Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB

 Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB

 Tuli total : lebih dari 90 dB.

Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan

fungsi koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran

udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang

pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi

rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan

evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :

a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari

15-20 dB

b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli

konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.

c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang

masihutuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

53
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun

keadaanhantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian

pendengaran dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri

tutur dengan masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif

bilateral dan tuli campur.

2. Pemeriksaan Radiologi.

Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis

nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan

audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang

tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit

dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang,

terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom

Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :

a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid

dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena

memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid

yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah

untuk menghindari dura atau sinus lateral.

b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah.

Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga

dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-

struktur.

54
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus

dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,

vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum

dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya

pembesaran akibat kolesteatom.

d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal

sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.

Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang

oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan

beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.

Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan

hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus

lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.

– Cholesteatoma.

Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida. Banyak

teori yang diajukan sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer,

tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab

yang sebenarnya.

– Secondary acquired cholesteatoma.

Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan

kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya

perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya dari

epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui

55
perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran timpani

pars tensa.

Penatalaksanaan medis

Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada

faktor-faktor penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan

demikian haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan

penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang

menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses

infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka

mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan

untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya

infeksi, dimana pengobatan dapat dibagi atas :

1. Konservatif

2. Operasi

 OMSK Benigna Tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk

jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,

dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas

atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi

(miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta

gangguan pendengaran.

 OMSK Benigna Aktif

Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :

56
o Membersihkan liang telinga dan kavum timpani

o Pemberian antibiotika :

 antibiotika/antimikroba topikal

 antibiotika sistemik

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)

Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai

untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan

media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.

Cara pembersihan liang telinga (aural toilet) :

 Aural toilet secara kering (dry mopping).

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat

di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik

atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga

dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.

 Aural toilet secara basah (syringing).

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,

kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara

ini sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat

mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian

serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas

pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya

asam boric dengan Iodine.

 Aural toilet dengan pengisapan ( suction toilet )

57
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis

operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan

pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber

infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi

mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi

tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian telinga dengan H2O2

3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement

methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotik topikal

Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan

antibiotika topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada

telinga dengan secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak

efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang

mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam

faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang buruk untuk

tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK

sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono menggunakan

antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup

memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada

telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal

dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan

antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1

minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan

berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan topikal

58
dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga

dibersihkan dahulu.

Bubuk telinga yang digunakan seperti :

a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

b. Terramycin.

c. Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk

OMSK aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak

maupun dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus

aureus tetapi tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja

yang terbatas melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi.

Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram

negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti

aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan

basil gram negatif. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan

kuman anaerob.

Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin

dan hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-

steroid tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan

telinga akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram

positif dan gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif

melawan kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat

tetes telinga yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen

rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.

59
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis

Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah :

Bagan 1. Antibiotik Topikal

3. Pemberian antibiotika sistemik

Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya

berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1

minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan

pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada

penderita tersebut.

Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh

antimikroba terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat

minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi

antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap

kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap

mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama

60
antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi

kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan

aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada

konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak

menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta

laktam.

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)

mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi

tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun.

Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson)

juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.

Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti

cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek

bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada OMSK

aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama

2-4 minggu.

 OMSK Maligna

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi.

Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan

terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses

subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum

kemudian dilakukan mastoidektomi.

61
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat

dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna

atau maligna, antara lain :

1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)

2. Mastoidektomi radikal

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

4. Miringoplasti

5. Timpanoplasti

6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,

memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya

komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki

pendengaran.

Komplikasi

Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada

kelainan patologik yang menyebabkan otore. Walaupun demikian

organisme yang resisten dan kurang efektifnya pengobatan, akan

menimbulkan komplikasi. biasanya komplikasi didapatkan pada pasien

OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi

akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat

menyebabkan komplikasi.

Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada

eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.

Shambough (2003) membagi atas komplikasi meningeal dan non meningeal :

62
A. Komplikasi intratemporal

1. Perforasi membran timpani

2. Mastoiditis akut

3. Paresis n. Fasialis

4. Labirinitis

5. Petrositis

B. Komplikasi ekstratemporal

1. Abses subperiosteal

C. Komplikasi intrakranial

1. Abses otak

2. Tromboflebitis

3. Hidrosefalus otikus

4. Empiema subdural

5. Abses subdural/ ekstradural

Pada OMSK tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah secret

berhenti keluar, hal ini menandakan adanya secret purulen yang terbendung

Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif

 Komplikasi Intratemporal

 Komplikasi di telinga tengah

Akibat infeksi telinga tengah berupa tuli konduktif. Pada membran

timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus akan

menyebabkan tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak

selalu berhubungan dengan penyakitnya sebab jaringan patologis yang

63
terdapat di kavum timpanipun misalnya kolesteatoma dapat menghantarkan

suara ke telingan dalam.

a. Paresis nervus fasialis

Pada otitis media akut nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran

infeksi langsung melalui kanalis fasialis. Pada otitis media kronis kerusakan

terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi disusul

oleh infeksi kedalam kanalis fasialis tersebut.

Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA,

OMK tanpacholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi

dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan

kontak langsung mediator inflamasidengan saraf wajah itu sendiri. OMK

dengan atau tanpa cholesteatoma dapatmengakibatkan kelumpuhan wajah

melalui keterlibatan saraf pecah, atau melalui erositulang. Kelumpuhan wajah

sekunder untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresistidak lengkap

yang datang tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat.Di

sisi lain, kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering

menyebabkankelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis

yang lebih buruk.

Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis

atau kelumpuhanwajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah

diagnosis yang sulit untuk dibuathanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran

diagnostik pencitraan CT dipertanyakan.Meskipun CT scan tidak diperlukan,

dapat berguna dalam perencanaan terapi dankonseling pasien. Ketika

cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat mengikisstruktur seperti

64
labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba

danderajat keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.

Penatalaksanaan:

Pada otitis media akut, perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan

drenase untuk menghilangkan tekanan didalam kavum timpani. Bila dalam

jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan

elektromiografi berulah dilakukan dekompresi. Pada otitis media supuratif

kronis, tindakan dekompresi harus segera dilakukan tanpa menunggu

pemerikssaan elektrodiagnostik.

b. Perforasi membran timpani

Membran timpani yang disebut juga dengan gendang telinga,

merupakan membran translusen yang kaku (tetapi fleksibel) seperti struktur

diafragma. Membran timpani bergerak asecara sinkron sebagai respon pada

berbagai tekanan udara, yang membuat gelombang suara. Getaran gendang

telinga sitransmisikan melalui rantai osikular kea rah kokhlea. Di kokhlea,

energi mekanik getaran berubah menjadi energi elektrokimia dan berjalan

melewatu nervus kranial VIII (vestibulokokhlearis) menuju otak. Membran

timpani dan perlekatan tulangnya kemudian menjadi sebuah transduser, yang

merubah satu energi mernjadi energi yang lain.

Perforasi membran timpani merupakan hasil dari penyakit (terutama

infeksi), trauma maupun perawatan medis. Perforasi bisa terjasi secara

temporary ataupun persisten. Efeknya sangat bervariasi baik dalam ukuran,

lokasi perforasy dan hubungannya dengan keadaan patologi.

65
66
BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Berdasarkan tanda dan gejala yang ada pada scenario danpemeriksaan

yang telahdilakukan, kami menyimpulkan bahwa diagnosis sementara

diskenario adalah OMSK (Otitis media supuratif kronis).

Otitis media supuratif kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media

perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut

otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus

menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau

berupa nanah. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK adalah

terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman

tinggi, dan daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau higiene buruk.

67
DAFTAR PUSTAKA

1. FKUI. 2015. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala

dan Leher. Jakarta. Badan Penerbit FKUI.

2. Rukmini, S. dan Herawati, S.. 2000. Teknik Pemeriksaan Telinga, Hidung, dan

Tenggorok. Jakarta. EGC.

3. Dhingra, PL. dan Dhingra, Shruti. 2014. Diseases of Ear, Nose, Throat, Head

and Neck Surgery 6th edition. New York. Elsevier.\

4. Probst, Rudolf. 2006. Basic Otorhinolaryngology. Jerman. Thieme.

5. Dams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar PenyakitTHT.Ed 6. Jakarta :

EGC

6. Bansal, Mohan. 2013. Diseases of Ear, Nose, and Throat. Jaypee Brothers

Medical Publisher.

7. Guyton AC, Hall EH. 2006.Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B.

Saunders Company

8. Scanlon V.2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

9. Herawati S, Rukmini S. 2003. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok.

Jakarta. EGC.

10. Irawati, N., Kasekayan, E., Rusmono, N. 2007. Rinitis Alergi. Dalam:

Soepardi,Efiaty A., Iskandar N., Bashiruddin, J., Restuti, Ratna D (eds). Buku

AjarIlmu Kesehatn: Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi

6.Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.

68
11. Soepardi, Iskandar. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Balai Penerbit FKUI.

Jakarta.

69

Anda mungkin juga menyukai