Dalam Beribadah
.ُون
ِ ِليَ ْعبُد َّنس ِإال ِ ت ْال ِج َّن َو
َ اإل ُ َو َما َخلَ ْق
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”
(QS adz-Dzâriyât/51: 56).
Sayid Quthb dalam tafsir Fî Zhilâl al-Qurân (VI/3387) menyatakan, bahwa ibadah
merupakan al-Wadhîfah al-Ilâhiyyah, tugas yang dibebankan Allah kepada manusia.
Jadi, ketika manusia menjalankan ibadah, maka ia telah memfungsikan hakikat
penciptaannya. Sebaliknya, manusia yang melalaikan ibadah, berarti telah
mendisfungsikan hakikat penciptaanya. Seperti lampu yang dibeli untuk tujuan
penerangan, ketika lampu itu tidak bisa lagi menerangi, berarti telah mengalami
disfungsi. Itulah analogi bagi manusia yang enggan untuk beribadah. Dan oleh
karena itu, setiap manusia harus selalu melakukukan tajdîd an-niyyah (pembaruan
niat atau motivasi), agar dirinya tidak mengalami disorientasi di dalam hidupnya.
Motivasi (niat) setiap orang akan selalu menjadi unsur penentu dalam membangun
ibadahnya. Dan motivasi setiap orang dalam beribadah ternyata tidak pernah sama,
berkaitan dengan pengalaman dan tantangan kehidupan masing-masing yang
pernah dialaminya.
Sementara itu, para ulama membagi kualitas motivasi ibadah pada diri
manusia menjadi lima tingkatan.
Ini adalah tingkat motivasi terendah. Pada tingkat ini, ibadah hanya dipahami
sebagai kewajiban.
ِ َّ َو َما َمنَعَ ُه ْم أَن ت ُ ْقبَ َل ِم ْن ُه ْم نَفَقَات ُ ُه ْم ِإالَّ أَنَّ ُه ْم َكفَ ُرواْ ِب
اَّلل
َّسالَى َوالَ يُن ِفقُونَ ِإال َ صالَة َ ِإالَّ َو ُه ْم ُك َّ سو ِل ِه َوالَ يَأْتُونَ ال ُ َو ِب َر
. َار ُهون ِ َو ُه ْم َك
“Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-
nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan
mereka tidak mengerjakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula)
menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (QS at-
Taubah/9: 54)
Kedua, ‘Ibâdah al-‘Ummâl (Ibadah Para Pekerja).
Ibadah pada tingkat ini penuh vested interest. Ibarat seorang kuli, orang rela
bekerja siang dan malam karena mengharap upah. Digambarkan Rasulullah s.a.w.
dalam sebuah hadis riwayat Muslim, besok di hari kiamat ada tiga kelompok orang
yang menghadap Allah dengan segudang kebaikan, tetapi mereka justeru
dilemparkan Allah ke neraka. Siapa mereka? Yaitu orang-orang yang mencitrakan
dirinya sebagai asy-Syuhadâ’ (orang-orang yang mati syahid) yang gugur di medan
juang demi status pahlawan, cerdik pandai yang sibuk mengajarkan ilmu agar
disebut ulama, dan orang berharta yang selalu berderma supaya dianggap
dermawan. Kebaikan mereka tidak berharga sama sekali di mata Allah. Sebagaima
hadits berikut:
Ketiga, ‘Ibâdah at-Tujjâr (Ibadah Para Pedagang). Inilah ibadah cara pedagang.
Ibadahnya semata karena tergiur imbalan lebih besar.
Motivasi ibadah pada tingkat ini adalah ketundukan kepada Allah. Ibadah bukan
lagi karena paksaan dari luar, melainkan sudah tumbuh dari dalam. Bukan karena
takut ancaman atau mengharap imbalan, melainkan karena ingin “balas jasa” atas
segala nikmat dan karunia Allah kepada dirinya. Juga didorong keyakinan bahwa
hikmah dan manfaat ibadah akan kembali kepada diri manusia.