Joenil Kahar
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
&
Jurusan Teknik Geodesi FTSP-ITB
ABSTRAK
Gayaberat merupakan resultan dari gaya gravitasi (hukum Newton) dan gaya sentrifugal
yang disebabkan rotasi bumi pada sumbunya. Oleh karena itu potensial gayaberat
merupakan perjumlahan potensial gravitasi dengan potensial sentrifugal. Ellipsoid
putaran merupakan bentuk ideal bumi yang disebut bumi normal. Anomali bumi nyata
terhadap bumi normal antara lain berupa anomali gayaberat (gravity anomaly) ∆g dan
kelainan gayaberat (gravity disturbance) δg. Makalah ini menguraikan penggunaan
anomali gayaberat dan kelainan gayaberat dalam penyelesaian geodetic boundary value
problem. Untuk menentukan undulasi geoid dapat menggunakan data anomalai
gayaberat pada integral Stokes atau menggunakan kelainan gayaberat pada integral
Hotine. Oleh karena itu penggunaan kelainan gayaberat pada integral Stokes untuk
menentukan undulasi geoid harus diberi koreksi.
ABSTRACT
1. Pendahuluan
Aristoteles (384-322 SM), seorang ahli filsafat Yunani yang terkenal, mempunyai
pendapat bahwa Tuhan menciptakan bumi sebagai bagian dari alam semesta dengan
bentuk yang sempurna, yaitu bola. Bertitik tolak dari pendapat ini Eratostenes (276-194
SM), seorang ahli astronomi Yunani menentukan besar bola bumi ini dengan
menentukan radiusnya. bumi hingga ke permukaannya. Dengan bekal pengetahuannya
mengenai jarak antara Aleksandria dan Syene (Aswan) yang diperkirakannya terletak
pada meridian yang sama, Eratostenes dapat menentukan selisih lintang kedua tempat itu,
1
sehingga radius bola bumi dapat dihitung. Penentuan bentuk dan besar bumi yang dapat
berawal dari era Aristoteles-Eratostenes merupakan salah satu tujuan dari ilmu geodesi.
Sesuai dengan hukum Newton, setiap titik di dalam ruang bumi (earth space) mengalami
gaya tarik bumi yang disebut gaya gravitasi (gravitational force). Pemikiran yang
menyatakan bumi berbentuk bola sesungguhnya telah menggunakan konsep bahwa setiap
titik pada permukaan bumi mendapat gaya gravitasi yang sama besar ke arah pusat bumi
sebagai pusat gravitasi. Sesuatu hal yang tidak dipertimbangkan pada zaman Aristoteles-
Eratostenes, yaitu adanya perputaran (rotasi) bumi pada sumbunya yang mengakibatkan
terjadinya pergatian siang dan malam. Sumbu rotasi bumi adalah garis yang melalui
kutub utara dan kutub selatan bumi. Karena adanya rotasi bumi ini, maka terjadi gaya
sentrifugal (centrifugal force) yang bekerja pada setiap titik di ruang bumi yang
mempunyai arah tegak lurus pada sumbu putar bumi. Karena gaya sentrifugal berbanding
lurus dengan jarak antara sumbu putar terhadap titik yang dipengaruhinya, maka gaya
sentrifugal terbesar terdapat di ekuator, sedangkan pada kutub utara dan kutub selatan
tidak terdapat gaya sentrifugal. Jadi setiap setiap titik di ruang bumi dipengaruhi gaya
gravitasi dan gaya sentrifugal. Resultante kedua gaya ini disebut gayaberat (gravity).
Rasio besar gaya sentrigugal terhadap gayaberat ditunjukkan oleh rumus [Heiskanen &
Moritz, 1967, hal. 75; Torge, 1989, hal. 38 ]:
ω2 a
m= (1)
γe
dengan : ω2a = gaya sentrifugal di ekuator
γe = gayaberat di ekuator
ω = kecepatan sudut rotasi bumi
a = radius bumi di ekuator
Dengan mengambil rotasi bumi ω sebesar 2π radial per hari atau kira2 0,73 x 10-5 rad per
detik, radius lingkaran ekuator a = 6378 km, dan gayaberat di ekuator γe = 978 cm. sec-2 ,
maka nilai m = 0,0034. Angka ini berarti bahwa nilai gaya sentrifugal yang terbesar yang
terdapat di ekuator hanya 0,34% dari nilai gayaberat di ekuator. Oleh karena itu nilai
gayaberat untuk keperluan praktis sering dianggap sebagi nilai gravitasi. Namun
demikian jangan diartikan bahwa gayaberat adalah gravitasi, apalagi untuk keperluan
dalam ilmu kebumian.
Dengan mengabaikan adanya rotasi bumi, maka permukaan bola merupakan permukaan
acuan yang boleh digunakan untuk keperluan hitungan geodesi untuk daerah yang tidak
begitu luas. Ddengan memperhitungkan adanya rotasi bumi yang mengakibatkan terjadi
gaya sentrifugal yang tegaklurus pada sumbu rotasi bumi, maka bentuk ideal bumi adalah
ellipsoid putaran, yang terbentuk dari ellips yang berputar pada sumbu putar bumi.
Bentuk ellipsoid ini tergantung pada gaya sentrifugal yang bervariasi dari ekuator hingga
kutub. Berdasarkan pers. (1) Clairaut (1713 – 1765) mengembangkan teorinya mengenai
bentuk bumi yang ditulisnya dalam bukunya yang dipublikasi pada tahun 1743 yang
berjudul “Theorie de la Figure de la Terre” [Torge, 1989, hal. 5] yang menyatakan bahwa
pegepengan (flattening) ellipsoid bumi dapat ditentukan dari dua nilai gayaberat pada
2
lintang yang berbeda (misalkan ekuator dan kutub) asalkan radius ekuator diketahui.
Diawali oleh pers. (1) dan rumus2 berikut ini yang dapat ditemukan dalam Heiskanen &
Moritz [1967, hal. 74] dan Torge [1989, hal. 37] akan memperjelas pernyataan Clairaut
tersebut,
5
f = m −β (2)
2
dimana pegepengan f adalah
a−b
f = (3)
a
sedangkan β adalah pegepengan gayaberat
γ − γe
β= k (4)
γe
dengan a = radius ekuator/ setengah sumbu panjang ellipsoid
b = setengah sumbu pendek ellipsoid
γe = gayaberat di ekuator
γk = gayaberat di kutub
Dengan memperhatikan bahwa bentuk bumi tergantung pada gayaberat, maka untuk
keperluan perhitungan geodesi yang lebih umum digunakan adalah ellipsoid putaran .
Secara singkat penjelasan di atas mengemukakan bahwa ellipsoid putaran merupakan
representasi bumi yang ideal atau teoritis, dan persamaan2 (1) s.d. (4) di atas berlaku
untuk model bumi teoritis itu. Model tersebut tentu bertitik tolak dengan anggapan bahwa
massa bumi teratur, sehingga gayaberat bumi hanya tergantung lintang (L) saja seperti
ditunjukkan oleh persamaan berikut .
(
γ L = γ e 1 + β sin 2 L ) (5)
Gayaberat bumi dari model teoritis yang dihitung dari pers. (5) disebut juga gayaberat
teoritis, yang lebih umum disebut gayaberat normal dengan notasi γ. Sedangkan
potensial gayaberat normal ini disebut potensial normal yang diberi notasi U.
Tempat kedudukan dari titik-titik yang mempunyai potensial sama disebut permukaan
ekipotensial (equipotensial surface), yang sering juga disebut bidang nivo (level
surface). Ellipsoid bumi yang dibahas di atas merupakan ellipsoid yang geosentrik, dan
permukaannya merupakan permukaan ekipotensial atau bidang nivo, sehingga ellipsoid
bumi ini disebut juga ellipsoid ekipotensial [Moritz, 1988] atau ellipsoid nivo sebagai
terjemahan dari level ellipsoid [Torge, 1989, hal. 35]. ]. Berdasarkan pendekatan
ellipsoid ekipotensial (nivo) geosentrik ini, the International Association of Geodesy
(IAG) menetapkan bahwa Geodetic Reference System ditetapkan oleh 4 (empat)
parameter:
• radius ekuator bumi, a ,
• konstanta gravitasi geosentrik kM ,
• faktor bentuk dinamis bumi J2 ,
• kecepatan sudut rotasi bumi ω ,
dengan k adalah konstanta gravitasi Newton.
3
Dengan menggunakan parameter tersebut di atas, maka besaran geometris ellipsoid
seperti pegepengan f, dan besaran fisis ellipsoid seperti potensial permukaan ellipsoid Uo,
gayaberat di ekuator γe dan konstanta Clairaut m dapat ditentukan.
Sejauh manakah model bumi teoritis ini yang berbentuk ellipsoid putaran itu sesuai
dengan “bumi nyata” (the real earth)? Massa bumi nyata tidaklah homogin, dan gayaberat
bumi nyata, yang selanjutnya disebut gayaberat saja dengan notasi g, tergantung pada
densitas masa dimana gayaberat itu bekerja. Ambil notasi W bagi potensial gayaberat
bumi nyata atau potensial gayaberat bumi sesungguhnya yang selanjutnya disebut
“potensial” saja. Seperti permukaan ekipoptensial normal, maka setiap permukaan
ekipotensial mempunyai potensial W = konstan. Jika potensial normal ellipsoid adalah U
= Uo, maka dalam ruang bumi terdapat sebuah permukaan ekipotensial W = Wo = Uo .
Permukaan ekipotensial ini disebut geoid, yaitu sebuah permukaan ekipotensial yang
secara global mendekati muka laut rata2 (mean sea level). Permukaan geoid merupakan
acuan salah satu sistem tinggi dalam geodesi, yaitu sistem tinggi ortometrik. Untuk
keperluan praktis sering digunakan permukaan laut rata2 (mean sea surface) sebagai
geoid. Tinggi permukaan bumi terhadap geoid disebut juga tinggi topografi, begitu pula
tinggi permukaan laut terhadap geoid disebut topografi permukaan laut (sea surface
topography).
Garis unting2
P
H
g
Geoid
W = Wo
Bidang Nivo
W = konstan
4
disebut juga permukaan spheropotensial yang disingkat dengan spherop, sedangkan
geoid adalah salah satu permukaan ekipotensial gayaberat sesungguhnya yang tak
terhingga banyaknya melingkupi bumi yang disebut permukaan geopotensial yang
disingkat dengan geop. Jadi spherop merupakan bidang nivo normal, dan geop
merupakan bidaang nivo yang nyata dan selanjutnya disebut “bidang nivo saja”. Garis
yang tegak lurus pada geop disebut garis unting-unting (plumb line). Arah gayaberat
setiap titik yang terletak pada geop menyinggung garis unting-unting di titik tersebut
(Gambar 1).
Diatas telah diuraikan bahwa ellipsoid nivo merupakan bentuk normal dari geoid, dimana
potensialnya sama, yaitu W = Wo = Uo atau U = Uo = Wo . Dengan adanya pendefinisian
ellipsoid nivo sebagai bentuk normal geoid, maka selanjutnya dapat pula didefinisikan
suatu permukaan yang disebut telluroid yang bentuk normal permukaan bumi. Jadi
dalam geodesi terdapat dua sistem, yaitu sistem bumi normal atau sistem ellipsoid-
telluroid, dan sistem bumi nyata atau sistem geoid-permukaan bumi (Gambar 2).
Hubungan gayaberat g dengan potensial W adalah [Heiskanen & Moritz, 1967, hal 191
; Torge, 1989, hal. 32]
∂W
g=− (6)
∂H
dimana H adalah tinggi ortometrik yang mengacu kepada geoid (Gambar 2).
Begitu pula gayaberat normal γ dengan potensial normal U,
∂U
γ=− (7)
∂h
Persamaan (6) dan (7) menyatakan bahwa gayaberat merupakan gradien potensial, yang
menunjukkan bahwa gayaberat berimpit dengan vertikal permukaan geop, sedangkan
gayaberat normal berimpit dengan normal permukaan spherop. Penyimpangan vertikal
5
terhadap normal ellipsoid disebut defleksi vertikal. Adanya defleksi vertikal ini
menunjukkan adanya perbedaan posisi astronomi terhadap posisi geodetik.
Sedangkan perbedaan gayaberat di P (gP ) dengan gayaberat normal di titik P itu sendiri
disebut kelainan gayaberat atau sering juga disebut gangguan gayaberat (gravity
disturbance) di titik P ( δgP) , jadi
δgP = gP - γP (9)
Karena titik P terletak di permukaan bumi, maka ∆gP dan δgP berturut-turut disebut
anomali gayaberat dan kelainan gayaberat di permukaan bumi. Dengan demikian ∆gQ
dan δgQ masing-masing disebut anomali gayaberat dan kelainan gayaberat di geoid.
Perbedaan antara δg dengan ∆g disebabkan karena adanya ζ, yaitu jarak antara geop
tertentu dengan spherop pasangannya atau adanya undulai geoid N. Gayaberat normal
pada titik P pada dapat ditentukan dari gayaberat normal pada Po , yaitu
∂γ
γ P = γ Po + ζ (10)
∂h
dan pada geoid
∂γ
γ Q = γ Qo + N (10a)
∂h
∂γ
δgP = gP - γ Po − ζ
∂h
∂γ
δgP = ∆gP - ζ (11)
∂h
∂γ
δgQ = ∆gQ - N (11a)
∂h
6
permukaan bumi
geop P, Wp
P spherop P, Up
γP gP telluroid
ζP
Po
spherop Po , UPo = WP
γPo
HP
hP
H nP
permukaan laut
SST
geoid, Wo
spherop Q, UQ
Q
NQ
γQ gQ ellipsoid, U = Uo = Wo
Qo
NQ
γQo
7
Persamaan di atas disebut persamaan dasar geodesi fisik [Heiskanen & Moritz, 1967, hal.
86].
Perbedaan potensial geop melalui suatu titik dengan potensial spherop yang melalui titik
itu juga disebut anomali potensial T , jadi anomali potensial di titik P adalah
TP = WP - UP (12)
TQ = WQ - UQ (12a)
∂T ∂W ∂U
= −
∂h ∂h ∂h
∂W ∂W
≈
∂h ∂H
∂T
= − (g − γ )
∂h
atau
∂T
= − δg (13)
∂h
ζP = hP - H nP (14)
dimana hP adalah tinggi P di atas ellipsoid dan H nP adalah tinggi normalnya. Begitu
pula,
NQ = hP - HP (15)
dimana HP adalah tinggi ortometrik titik P. Penyimpangan geoid ini tidak melebihi
0,002% dari radius bumi. Dari pers. (14) dan (15) didapatkan
8
H nP + ζP = HP + NQ (16)
atau
H nP - HP = NQ - ζP (17)
(N Q − ζ P )(meter ) = ∆g B (cm.sec -2
)
H (km) (18)
dengan ∆gB adalah anomali gayaberat Bouguer (sederhana, tanpa koreksi terain). Pers.
(18) menunjukkan bahwa selisih undulasi geoid dengan anomali tinggi tergantung pada
anomali Bouguer sederhana dan tinggi titik titik bersangkutan di atas muka laut (geoid).
Sebaliknya anomali Bouguer pada titik tertentu dapat ditentukan berdasarkan selisih
undulasi geoid dengan anomali tinggi titik tersebut serta tingginya di atas muka laut.
Gayaberat normal pada tinggi h di atas ellispoid ditentukan dengan menggunakan uraian
deret Taylor,
∂γ 1 ∂2γ
γh = γo + h + 2 h 2 (19)
∂h 2 ∂h
Persamaan diatas di uraikan lebih lanjut sehingga menjadi [Heiskanen&Moritz 1967, hal.
293]
h
2
{ h
}
γ h = γ o 1 − 2 1 + f + m − 2f sin 2 L + 3
a a
(20)
dimana a adalah setengah sumbu panjang ellipsoid yang mempunyai pegepengan f dan
konstanta Clairaut m, sedangkan γo adalah gayaberat normal titik hitungan yang terletak
pada permukaan ellipsoid dan mempunyai lintang L, yang dihitung dengan rumus yang
lebih teliti dari pers. (5), [Heiskanen&Moritz, 1967, hal. 77]
1 5
dengan β1 = − f 2 + fm
8 8
Dengan menggunakan pers. (18) di atas, maka dapat dihitung (lihat Gambar 2):
• γP , dengan mengganti h menjadi hP
• γPo , dengan mengganti h menjadi H nP
• γQ , dengan mengganti h menjadi NQ ,
9
∂U
UP = UPo + ζP (22)
∂h Po
UP = WP - γ Po ζ P (23)
TQ
NQ = (24a)
γ Qo
Pers. (23) atau (24) adalah rumus Bruns [Heiskanen & Moritz, 1967, hal. 85], yang
merupakan dasar dari penentuan anomali tinggi dan undulasi geoid..
.
Ambil V sebagai potensial gravitasi dan V’ sebagai potensial gravitasi normal, begitu
pula φ sebagai potensial sentrifugal dan φ’ sebagai potensial sentrifugal normal. Karena
gayaberat merupakan resultante gaya gravitasi dan gaya sentrifugal , maka potensial
gayaberat W dan potensial gayaberat normal U merupakan perjumlahan potensial
gravitasi dan potensial sentrifugal, sehingga
W=V+φ (25)
dan
U = V’ + φ’ (26)
maka
T = (V - V’) + (φ - φ’)
Karena kecepataan sudut rotasi bumi ω dan kecepatan rotasi bumi normal (ellipsoid
bumi) ω’ ditetapkan sama, serta sumbu putarnya juga sama, maka φ = φ’ sehingga
T = V - V’ (27)
Di luar bumi berlaku pers. Laplace ∇V = 0 , begitu pula di luar bumi normal ∇V′ = 0 .
Karena penyimpangan bumi terhadap bumi normal tidak lebih dari 0,002% dari radius
bumi, maka dari pers. (27) berlaku pula pers. Laplace untuk anomali tinggi, jadi
10