Anda di halaman 1dari 8

ANALSIS BUTIR (TINGKAT KESUKARAN DAN DAYA

PEMBEDA)
I. PENDAHULUAN
Salah satu tugas penting yang seringkali dilupakan oleh staf pengajar adalah
tugas melakukan evaluasi terhadap alat pengukur yang telah digunakan untuk
mengukur keberhasilan belajar dari para peserta didiknya. Alat pengukur dimaksud
adalah tes hasil belajar, yang batang tubuhnya terdiri dari kumpulan butir-butir
soal.[1]
Alat pengukur itu bisa dilakukan dengan jalan melakukan penganalisisan
terhadap tes hasil belajar yang telah dijadikan alat pengukur dalam rangka mengukur
keberhasilan belajar dari para peeserta tes tersebut. Disini tester perlu melakukan
penelusuran dan pelacakan dengan secara cermat, terhadap butir-butir soal yang
meruakan bagian tak terpisahkan dari tes hasil belajar sebagai suatu totalitas.
penelusuran dan pelacakan dilaksanakan oleh tester dengan tujuan untuk mengetahui,
apakah butir-butir item yang membangun tes hasil belajar itu sudah dapat
menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar yang memadai atau belum.
Identifikasi terhadap setiap butir soal tes hasil belajar itu dilakukan dengan harapan
akan menghasilkan berbagai informasi berharga, yang pada dasarnya akan merupakan
umpan balik guna melakukan perbaikan, pembenahan, dan penyempurnaan kembali
terhadap butir-butir item yang telah dikeluarkan dalam tes hasil belajar, sehingga
pada masa-masa yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh
tester itu betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai alat pengukur hasil belajar
yang memilki kualitas yang tinggi.[2]
II. Rummusan masalah
A. Bagaimana Teknik Analisis Soal Tes ( Item Analisis ) ?
B. Bagaimana Teknik Analisis Tingkat Kesukaran ?
C. Bagaimana Teknik Analisis Daya Pembeda Item ?
D. Bagaimana Teknik Analisis Fungsi Distraktor ?
III. PEMBAHASAN
A. Teknik Analisis Soal Tes ( Item Analisis )
Pada analisis butir, butir akan dilihat karakteristiknya dan dipilih butir-butir yang
baik. butir yang baik adalah butir-butir yang karakteristiknya memenuhi syarat
sebagaimana kriteria karakteristik butir yang baik.[3]
Adapun cara untuk memperbaiki proses belajar- mengajar yang paling
efektif ialah dengan jalan mengevaluasi tes hasil belajar yang diperoleh dari proses
belajar- mengajar itu sendiri. Dengan kata lain, hasil tes itu di olah sedemikian rupa
sehingga dari hasil pengolahan itu dapat diketahui komponen –komponen manakah
dari proses – mengajar itu yang masih lemah.
Pengolahan tes hasil belajar dalam rangka memperoleh proses belajar
mengajar dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Dengan membuat analisis soal ( item analysis )
2. Dengan menghitung validitas dan keandalan tes
Dalam pasal ini khusus akan dibicarakan cara yang pertama yaitu teknik
analisis soal atau item analisis.
Menurut Thorndike dan Hagen (1977), analisis terhadap soal-soal tes yang
telah dijawab oleh murid- murid mempunyai dua tujuan penting.
Pertama, jawaban- jawaban soal itu merupakan informasi diagnostik untuk
meneliti pelajaran dari kelas itu dan kegagalan- kegagalan belajar, serta selanjutnya
untuk membimbing ke arah cara yang lebih baik.
Kedua, jawaban- jawaban terhadap soal yang terpisah dan perbaikan ( review ) soal-
soal yang didasarkan atas jawaban – jawaban itu merupakan basis bagi persiapan tes-
tes yang lebih baik untuk tahun berikutnya.
Jadi tujuan khusus dari items analisis ialah mencari soal tes mana yang baik
dan mana yang tidak baik, dengan membuat analisis soal, sedikitnya dapat
mengetahui dari tiga segi yang dapat diperoleh dari tiap soal, yaitu:
a. Dari segi derajat kesukaran itemnya
b. Dari segi daya pembeda itemnya
c. Dari segi fungsi distraktornya.[4]
B. Teknik Analisis Tingkat Kesukaran
Suatu tes tidakk boleh terlalu mudah, dan juga tidak boleh terlalu sukar. Sebuah
item yang terlalu mudah sehingga dapat dijawab dengan benar oleh semua siswa
bukanlah merupakan item yang baik . begitu pula item yang terlalu sukar sehingga
tidak dapat dijawab oleh semua siswa juga bukan merupakan item yang baik. Jadi
item yang baik adalah item yang mempunyai derajat kesukaran tertentu.[5]
Menurut Witherington dalam bukunya berjudul psychological Education,
mengatakan bahwa sudah atau belum memadainya derajat kesukaran item tes hasil
belajar dapat diketahui dari besar kecilnya angka yang melambangkan tingkat
kesulitan dari item tersebut. Angka yang dapat memberikan petunjuk
mengenai tingkat kesukaran item itu dikenal dengan istilah difficulty index ( angka
index kesukaran item), yang dalam dunia evaluasi hasil belajar umumnya
dilambangkan dengan huruf P, yaitu singkatan dari kata proportion( proporsi
=proposa). Dan angka indek kesukaran item itu besarnya berkisar antara 0,00 sampai
dengan 1,00. Artinya, angka indek kesukaran itu paling rendah adalah 0,00 dan paling
tinggi adalah 1,00. Angka indek kesukaran sebesar 0,00 ( P= 0,00) merupakan
petunjuk bagi tester bahwa butir item tersebut termasuk dalam katagori item yang
terlalu sukar, sebab di sini seluruh testee tidak dapat menjawab item dengan betul (
yang dapat menjawab dengan betul =0). Sebaliknya, apabila angka indek kesukaran
item itu adalah 1,00 ( P= 1,00) hal ini mengandung makna bahwa butir item yang
bersangkutan adalah termasuk dalam katagori item yang terlalu mudah, sebab di sini
seluruh testee dapat menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan ( yang
dapat menjawab dengan butir = 100%= 100= 1,00

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan


sebagai berikut:

 Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar


 Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang
 Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

C. Teknik Analisis Daya Pembeda Item


Daya pembeda (item discriminination) adalah untuk menentukan dapat
tidaknya suatu soal membedakan kelompok dalam aspek yang diukur sesuai dengan
perbedaan yang ada dalam kelomppok itu. Indeks yang digunakan dalam
membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang
berkemampuan rendah. Indeks ini menunjukkan kesesuaian antara fungsi soal
dengan fungsi tes secara keseluruhan.[9]
Mengetahui daya pembeda item itu penting sekali, sebab salah satu dasar yang
dipegang untuk menyusun butir-butir item tes hasil belajar adalah adanya anggapan,
bahwa kemampuan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain itu berbeda-beda,
dan bahwa butir-butir tes hasil belajar itu haruslah mampu memberikan hasil tes yang
mencerminkan adanya perbedaan-perbedaan kemampuan yang terdapat di kalangan
siswa tersebut.[10]
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks
diskriminasi, disingkat D. Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya
pembeda) ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran
tidak mengenal tanda negatif (-), tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda
negatif.[11]
Daya pembeda item itu dapat diketahui melalui atau dengan melihat besar
kecilnya angka indeks diskriminasi item. Angka indeks diskriminasi item adalah
sebuah angka yang menunjukkan besar kecilnya daya pembeda yang dimiliki oleh
sebutir item. Daya pembeda pada dasarnya dihitung atas dasar pembagian siswa ke
dalam dua kelompok, yaitu kelompok atas yakni kelompok yang tergolong pandai,
dan kelompok bawah, yaitu kelompok siswa yang tergolong bodoh. Dalam hubungan
ini, jika sebutir item memiliki angka indeks diskriminasi item dengan tanda positif,
hal ini merupakanmpetunjuk bahwa butir item tersebut telah memiliki daya pembeda,
dalam arti bahwa siswa yang termasuk kategori pandai lebih banyak yang dapat
menjawab dengan betul terhadap butir item yang bersangkutan, sedangkan siswa
yang termasuk kategori bodoh lebih banyak yang menjawab salah.
Jika sebutir item angka indeks diskriminasinya = 0,00 (nihil), maka hal ini
menunjukkan bahwa butir item yang bersangkutan tidak memiliki daya pembeda
sama sekali, dalam arti bahwa jumlah siswa kelompok atas yang jawabannya betul
(atau salah) sama dengan jumlah siswa kelompok bawah yang jawabannya betul. Jadi
diantara kedua kelompok siswa tersebut tidak ada perbedaannya sama sekali, atau
perbedaannya sama dengan nol.
Adapun apabila angka indeks diskriminasi item dari sebutir item bertanda
negatif, maka pengertian yang terkandung didalamnya adalah, bahwa butir item yang
bersangkutan lebih banyak dijawab betul oleh siswa kelompok bawah ketimbang
siswa kelompok atas.[12] Dengan demikian ada tiga titik pada daya pembeda yaitu:
Adapun klasifikasi daya pembeda adalah:

Besarnya angka
indeks diskriminasi Klasifikasi interpretasi
item (D)

Butir item yang bersangkutan


daya pembedanya lemah sekali,
Kurang dari 0,20 Poor (jelek)
dianggap tidak memiliki daya
pembeda yang baik

Butir item yang bersangkutan


0,20 – 0.40 Satisfactory (cukup) telah memiliki daya pembeda
yang cukup (sedang)
Butir item yang bersangkutan
0,40 – 0,70 Good (baik) telah memiliki daya pembeda
yang baik
Butir item yang bersangkutan
Excellent (sangat
0,70 – 1,00 telah memiliki daya pembeda
baik)
yang baik sekali

Butir item yang bersangkutan


Bertanda negatif - daya pembedanya negatif (jelek
sekali)[16]

D. Teknik Analisis Fungsi Distraktor


Pada saat membicarakan tentang objektif bentuk multiple choice item telah
dikemukakan bahwa pada tes objektif bentuk multiple choice item tesebut untuk
setiap butir item yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar telah dilengkapi dengan
beberapa kemungkinan jawab, atau yang sering dikenal dengan istilah option atau
alternatif.
Option atau alternatif itu jumlahnya berkisar antara tiga sampai dengan lima
buah, dan dari kemungkinan-kemungkinan jawab yang terpasang pada setiap butir
item itu, salah satu diantaranya adalah merupakan jawaban betul, sedangkan sisanya
adalah merupakan jawaban salah. Jawaban-jawaban salah itulah yang biasa dikenal
dengan istilah distraktor (pengecoh).
Tujuan utama dari pemasangan distraktor pada setiap butir item itu adalah,
agar dari sekian banyak testee yang mengikuti tes hasil belajar ada yang tertarik untuk
memilihnya, sebab mereka menyangka bahwa distraktor yang mereka pilih itu
merupakan jawaban betul. Jadi mereka terkecoh, menganggap bahwa distraktor yang
terpasang pada item itu sebagai kunci jawaban item, padahal bukan. Semakin banyak
testee yang terkecoh, maka dapat dinyatakan bahwa distraktor yang dipasang itu
makin dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, apabila
distraktor yang dipasang pada setiap butir item itu “tidak laku”(maksudnya: tidak ada
seoangpun dari sekian banyak testee yang merasa tertarik untuk memilih distraktor
tersebut sebagai jawaban betul), maka hal ini mengandung makna bahwa distraktor
tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Dengan kata lain, distraktor baru
dapat dikatakan telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik, apabila distraktor
tersebut telah memiliki daya tarik demikian rupa, sehingga para testee (khususnya
yang termasuk kategori kemampuan rendah) merasa bimbang, dan ragu-ragu
sehingga pada akhirnya mereka menjadi terkecoh untuk memilih distraktor sebagai
jawaban betul, sebab mereka mengira bahwa yang mereka pilih itu kunci jawaban
item, padahal bukan.
Menganalisis fungsi distraktor sering dikenal dengan istilah lain, yaitu:
menganalisis pola penyebaran jawaban item. Adapun yang dimaksud pola
penyebaran item ialah suatu pola yang dapat menggambarkan bagaimana testee
menentukan pilihan jawabnya terhadap kemungkinan-kemungkinan jawab yang telah
dipasangkan pada setiap butir item.
Suatu kemungkinan dapat terjadi, yaitu bahwa dari keseluruhan alternatif yang
dipasang pada butir item tertentu, samasekali tidak dipilih oleh testee. Dengan kata
lain, testee menyatakan “blangko”. Pernyataan blangko ini sering dikenal dengan
istilah Oniet dfan biasa diberi lambang dengan huruf O.[17]
Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan tiga cara:
a. Diterima, karena sudah baik
b. Ditolak, karena tidak baik
c. Ditulis kembali, karena kurang baik
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga
hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu
pekerjaan sulit, sehingga apabila masih dapat diperbaiki saja, tidak dibuang. Suatu
distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut
tes.[18]

[1] Prof. Drs. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1996), hlm. 367-368
[2] Ibid, hlm. 369-370
[3] Purwanto, evaluasi hasil belajar, yogyakarta:pustaka pelajar, 2009, hlm.97.
[4] M. Ngalim Purwanto, Prinsip- Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, ( Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2002), hlm. 118
[5][5] Wayan nurkancana, evaluasi hasil belajar, Surabaya: usana offset printing, 1990,
hlm.155-156
[6] Prof. Drs. Anas Sudijono, Op. Cit, hlm. 370- 371
[7] Dr. Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara,
2010), hlm.208
[8] M. Ngalim Purwanto, Op.Cit, hlm. 119
[9] Sumarna suprapranata, Analisi,validitas, rehabilitas dan interprestasi hasil
tes, bandung: pt remaja rosda karya, 2006, hlm.23
[10] Prof. Drs. Anas Sudijono, Op.Cit, hlm. 385-386
[11] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Op.Cit, hlm.211
[12] Prof. Drs. Anas Sudijono, Op, Cit, hlm, 387-388
[13] Drs. H. Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), hlm. 184
[14] Drs. M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), hlm. 147
[15] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Op. Cit, hlm. 213-214
[16] Prof. Drs. Anas Sudijono, Op, Cit, hlm, 389
[17] Ibid, hlm. 409-411
[18] Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Op. Cit, hlm. 220

Anda mungkin juga menyukai